Anda di halaman 1dari 13

Nama kelompok:

1. Kartika sandra dewi


2. La’azidan sauma indah
3. Mega dwi febriyani
4. Devi afriana sodik
5. Elvira aulia larasati
6. Lugas gresi murti
7. Qorri bunga alvionita
8. Rhiska ashila N
9. Ayu khairanisa
10. Putri aprillia wulandari
11. Kiena rahma sabilla
12. Firda rizqilla
13. Linda melandani
14. Fawwaz sirojuddin sonhaji
15. muhammad
16. Andika adestira rasyidin
17. Muhammad idrus abdul sidik
18. Hendi pratama
19. Firman darjati
20. Harun al-rasyid
21. Zulfikar andista
22. Muhammad reza saputra
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN ELIMINASI FECAL

1. DEFINISI
a) Sistem pencernaan merupakan saluran panjang (kurang lebih 9 meter) yang terlibat dalam
proses pencernaan makanan, mulai dari mulut sampai dengan anus. Saluran ini akan
menerima makanan dari luar tubuh dan mempersiapkannya untuk diserap serta bercampur
dengan enzim dan zat cair melalui pencernaan baik dengan cara mengunyah, menelan dan
mencampur menjadi zat-zat gizi. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi
dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Feses normal mengandung 75
persen air dan 25 persen materi padat. ( Perry potter, fundamental of nursing : 2005 )
b) Eliminasi fekal bergantung pada gerakan kolon dan dilatasi sphincter ani. Kedua faktor
tersebut dikontrol oleh sistem saraf parasimpatis. Gerakan kolon meliputi tiga gerakan
yaitu gerakan mencampur, gerakan peristaltic dan gerakan massa kolon. Gerakan massa
kolon ini dengan cepat mendorong feses makanan yang tidak dicerna (feses) dari kolon ke
rectum (Asmadi:2009)
c) Defekasi adalah pengeluaran fesAes melalui anus secara berkala yang sebelumnya
disimpan di dalam rectum. Usus besar mengeluarkan zat sisa kearah rectum dengan
gerakan peristaltic yang kuat disebut gerakan massa yang terkait dengan reflex gastrokolik
dan terjadi setelah makan. Rectum terisi feses yang pada akhirnya memulai adanya
desakan untuk defekasi (Chris booker:2008)

2. FISIOLOGI
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga disebut bowel
movement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi dari beberapa kali
perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang.
Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf
sensoris dalam rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi.
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu :
 Refleks defekasi instrinsik: Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan
dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui pleksus mesentrikus
untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon desenden, kolon sigmoid, dan
didalam rektum. Gelombang ini menekan feses kearah anus. Begitu gelombang
peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter
eksternal tenang maka feses keluar.
 Refleks defekasi parasimpatis : Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang, signal
diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden,
kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan
gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan
refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan,
spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya. Pengeluaran feses dibantu oleh
kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan meningkatkan tekanan
abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang
menggerakkan feses melalui saluran anus.
Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam
perut dan posisi duduk yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks
defekasi diabaikan atau jika defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan
muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat
menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses ( Potter & Perry, 2006).

3. ETIOLOGI
1. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa,
serat pada makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanantertentu pada
beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini berdampak pada
gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses. Makan yang teratur
mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola
defekasi. Individu yang makan pada waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu
keteraturan waktu, respon fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola
aktivitas peristaltik di colon.
2. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan cairan yang
adekuat ataupun pengeluaran (contoh: urine, muntah) yang berlebihan untuk beberapa
alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang
colon. Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang
keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalananchyme di
sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan dari chime.
3. Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi. Penyakit- penyakit tertentu
termasuk diare kronik, seperti ulcus pada collitis, bisa jadi mempunyai komponen
psikologi. Diketahui juga bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat
meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi
bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi
4. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.
Pada pasien immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan dapat
menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi
cairan feses sehingga feses mengeras.
5. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap eliminasi yang
normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer
tertentu dan diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan
konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat
yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan ini
melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclomine
hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik dan kadang- kadang digunakan
untuk mengobati diare.
6. Usia
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga pengontrolannya. Anak-
anak tidak mampu mengontrol eliminasinya sampai sistem neuromuskular berkembang,
biasanya antara umur 2 – 3 tahun. Orang dewasajuga mengalami perubahan pengalaman
yang dapat mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalahatony
(berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang dapat berakibat
pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya (mengering) feses, dan menurunnya tonus
dari otot-otot perut yagn juga menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung.
Beberapa orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus spinkter
ani yang dapat berdampak pada proses defekasi. ( Kozier & ERB (2009) )

4. PATOFISIOLOGI
Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi instrinsik.
Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu signal
yang menyebar melalui pleksus mesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada
kolon desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan feses
kearah anus. Begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter anal interna tidak
menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum dirangsang,
signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali ke kolon desenden,
kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini meningkatkan gelombang
peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi
instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet atau bedpan, spingter anus eksternal
tenang dengan sendirinya.
Pengeluaran feses dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dan diaphragma yang akan
meningkatkan tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar
panggul yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah
dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk yang
meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika
defekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan muskulus spingter eksternal,
maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat menghasilkan rektum meluas
untuk menampung kumpulan feses. Cairan feses di absorpsi sehingga feses menjadi keras
dan terjadi konstipasi. ( M. Wilson, Lorraine . 2002 )
5. TANDA DAN GEJALA
A. Konstipasi
 Menurunnya frekuensi BAB
 Pengeluaran feses yang sulit, keras dan mengejan
 Nyeri rektum
 Skibala
B. Impaction
 Tidak BAB
 anoreksia
 Kembung/kram
 nyeri rectum
C. Diare
 BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
 Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
 Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan meningkatkan
sekresi mukosa.
 feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
D. Inkontinensia Fekal
 Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
 BAB encer dan jumlahnya banyak
 Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal cord dan tumor
spingter anal eksternal
E. Flatulens
 Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
 Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram.
 Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus)
F. Hemoroid
 pembengkakan vena pada dinding rectum
 perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
 merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
 nyeri
( NANDA, 2011 )

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Tes Guaiak: Tes laboratorium umum yang dapat dilakukan di rumah atau disamping
tenpat tidur dengan menghitung jumlah darah samar feces secara mikrosopik.
b. Endoskop fiberoptik: Visualisasi langsung dengan menggunakan instrumen optik
dilengkapi dengan lensa pengamat, selang flexibel yang panjang dan sebuah sumber
cahaya pada bagian ujungnya. Biasanya dimasukkan dari mulut (memperlihatkan saluran
G1 atas) atau dimasukkan lewat rektum ( memperlihatkan saluran G1 bagian bawah).
c. Endoskopi atau gastrokopi: Untuk menginspeksi jaringan abnormal pada organ yang
kemudian di lanjutkan dengan tindakan biopsi (pengambilan jaringan abnormal tersebut).

7. FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ELIMINASI FEKAL


1. Usia
 Pada bayi : tidak dapat mengontrol defekasi karena kurang perkembangan
neuromuskuler.
 Pada usia 3 tahun : pertumbuhan usus besar terjadi sangat pesat selama masa remaja.
 Pada lansia : terjadi penurunan gerakan peristaltik seringdengan proses melambatnya
pengosongan esophagus karena proses penuaan.
2. Diet
Serat adalah residu makanan yang tidak dapat di cerna, memumgkinkan terbentuknya
masa dalam feces. Makanan pembentuk masa mengabsorbsi cairan sehingga
meningkatkan feces.
3. Asupan cairan
Nilai normal asupan cairan dalam tubuh harus minum 6-8 gelas, setara dengan 1400 –
2000 ml.
4. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik meningkatkan peristaltik, sementara imobilisasi menekan motilitas kolon.
5. Faktor psikologis
Apabila individu mengalami depresi dan ansietas, sistem saraf otonom memperlambat
impuls saraf dan peristaltik dapat menurun.sehingga terjadi stres. Mis: ulkus gaster,
kolitis ulseratif
6. Kebiasaan pribadi
Jadwal kerja yang sibuk dapat mengganggu kebiasaan dan mengakibatkan perubahan
seperti konstipasi.
7. Posisi defekasi
Untuk klien immobilisasi di tempat tidur, defekasi seringkali dirasakan sulit. Membantu
klien ke posisi duduk yang lebih normal pada pispot akan meningkatkan defekasi.
8. Nyeri
Dalam kondisi normal, defekasi tidak menimbulkan nyeri.
9. Kehamilan
Seiring dengan meningkatnya usia kehamilan dan ukuran fetus, akan mengakibatkan
tekanan pada rektum, dan akan mengganggu proses defekasi.
10. Pembedahan dan anestesi
Kerja agen anestesi yang di gunakan pada program anestesi akan mengakibatkan gerakan
peristaltik berhenti sementara waktu.
11. Obat-obatan
Obat-obatan untuk meningkatkan defekasi antara lain Laksatif dan Katartik yang sifatnya
melunakkan feces dan meningkatkan peristaltik.
( Perry potter, 2006, hal 1742)

8. PENATALAKSANAAN
1. Pemberian cairan
2. Diatetik : pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan
tujuanpenyembuhan dan menjaga kesehatan adapun hal yang perlu diperhatikan :
 Memberikan asi.
 Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin,
mineraldan makanan yang bersih.
3. Obat-obatan :
1. Pemberian cairan, pada klien Diare dengan memperhatikan derajat dehidrasinya dan
keadaan umum:
 Cairan per oral.
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa
cairanyang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk Diare akut diatas
umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 50-60 Meq/l
dapat dibuatsendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang
diberi gula dengangaram. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah
sebelum dibawa kerumahsakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut.
 Cairan parenteral.
Mengenai seberapa banyak cairan yang harus diberikan tergantung dari berat
badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai
dengan umur dan berat badannya.
o Dehidrasi ringan. 1 jam pertama 25 – 50 ml / Kg BB / hari, kemudian 125
ml / Kg BB / oral
o Dehidrasi sedang. 1 jam pertama 50 – 100 ml / Kg BB / oral, kemudian
125 ml / kg BB / hari
o Dehidrasi berat.
 Untuk anak umur 1 bulan – 2 tahun dengan berat badan 3 – 10 kg.
1 jam pertama : 40 ml / kg BB / jam = 10 tetes / kg BB / menit
(infus set 1 ml =15 tetes atau 13 tetes / kg BB / menit). 7 jam
berikutnya 12 ml / kg BB / jam = 3 tetes / kg BB / menit (infus set
1 ml =20 tetes). 16 jam berikutnya 125 ml / kg BB oralit per oral
bila anak mau minum, teruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg
BB / menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
 Untuk anak lebih dari 2 – 5 tahun dengan berat badan 10 – 15 kg. 1
jam pertama 30 ml / kg BB / jam atau 8 tetes / kg BB / menit (infus
set 1 ml =15 tetes) atau 10 tetes / kg BB / menit (1 ml = 20 tetes). 7
jam kemudian 127 ml / kg BB oralit per oral,bila anak tidak mau
minum dapatditeruskan dengan 2A intra vena 2 tetes / kg BB /
menit atau 3 tetes / kg BB / menit.
 Untuk anak lebih dari 5 – 10 tahun dengan berat badan 15 – 25 kg.
1 jam pertama 20 ml / kg BB / jam atau 5 tetes / kg BB / menit
(infus set 1 ml =20 tetes). 16 jam berikutnya 105 ml / kg BB oralit
per oral.
2. Obat anti sekresi.
3. Obat anti spasmolitik
4. Obat antibiotik

9. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Pengkajiannya meliputi:
 Pola eliminasi
Gambaran feses dan perubahan yang terjadi.
 Masalah eliminasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat bantu,diet,cairan, aktivitas
dan latihan, medikasi dan stress.
 Keadan feses, meliputi:

No Keadaan Normal Abnormal Penyebab


1. warna Bayi, kuning. Putih, hitam/tar, Kurang kadar
atau merah empedu,
perdarahan
saluaran saluaran
cerna bagian atas,
atau peradangan
saluran cerna
bagian bawah
    Dewasa: Pucat berlemak Malabsorpsi lemak
coklat
2. Bau Khas feses dan Amis dan Darah dan infeksi
dipengaruhi perubahan bau
oleh makanan
3. Konsistensi Lunak dan Cair Diare dan absorpsi
berbentuk. kurang.
4. Bentuk Sesuai Kecil, bentuknya Obstruksi dan
diameter sesperti pensil. peristaltik yang
rektum cepat
5. Konsituen Makanan yang Darah, benda Internal belding,
dicerna, asing, mukus, infeksi, trtelan
bakteri yang atau cacing. bendam iritasi, atau
maati, lemak, inflamasi.
pigmen,
empedu,
mukosa usus,
air

 Pemeriksaan fisik 
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi inspeksi, auskultasi,
perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran intestinal.Auskultasi dikerjakan sebelum
palpasi, sebab palpasi dapat merubah peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi
inspeksi dan palpasi. Inspeksi feses, meliputi observasi feses klien terhadap warna,
konsistensi, bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya unsur-unsur abdomen.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Konstipasi berhubungan dengan pola BAB yang tidak teratur.
2. Perubahan dalam eliminasi fekal berhubungan dengan
- konstipasi,
- diare,inkontinensia usus, 
- hemoroid, impaction.
3. Perubahan dalam rasa nyaman berhubungan dengan nyeri saat mengejan.
4. Perubahan konsep diri berhubungan dengan inkontinensi.
5.

C. INTERVENSI
1. Pantau pergerakan, frekuensi, konsistensi, bentuk dan warna feses pada klien
2. Pantau suara bising usus pada klien
3. Berikan cairan hangat setelah makan
4. Gunakan obat supositoria rektal dan kolaborasikan dengan dokter
5. Evaluasi penggunaan obat–obatan yang memiliki efek samping konstipasi
6. Pantau tanda dan gejala diare, impaksi dan konstipasi.
7. Menyediakan pilihan makanan
8. Meningkatkan intake protein, nutrisi
9. Memastikan diet serat pasien tinggi untuk mencegah konstipasi

D. IMPLEMENTASI
1. Memberikan privacy kepada klien saat defekasi
Privacy selama defekasi sangat penting untuk kebanyakan orang. Perawat seharusnya
menyediakan waktu sebanyak mungkin seperti kepada klien yang perlu menyendiri
untuk defeksi. Pada beberapa klien yang mengalami kelemahan, perawat mungkin
perlu menyediakan air atau alat kebersihan seperti tissue dan tetap berada dalam
jangkauan pembicaraan dengan klien.
2. Mengatur waktu, menyediakan waktu untuk defeksi
Klien seharusnya dianjurkan untuk defeksi ketika merasa ingin defekasi. Untuk
menegakkan keteraturan eliminasi alvi, klien dan perawat dapat berdiskusi ketika
terjadi peristaltik normal dan menyediakan waktu untuk defekasi. Aktivitas lain
seperti mandi dan ambulasi seharusnya tidak menyita waktu untuk defekasi.
3. Memperhatikan nutrisi dan cairan, meliputi diit tinggi serat seperti sayuran, buah-
buahan, nasi, mempertahankan minum 2 – 3 liter/hari.
Untuk mengatur defekasi normal diperlukan diet, tergantung jenis feses klien yang
terjadi, frekuensi defekasi dan jenis makanan yang dirasakan klien dapat membantu
defekasi normal.
4. Memberikan latihan / aktivitas rutin kepada klien.
Latihan teratur membantu klien mengembangkan pola defekasi normal. Klien dengan
kelemahan otot abdomen dan pelvis (yang mengganggu defekasi normal) mungkin
dapat menguatkannya dengan mengikuti latihan isometrik sebagai berikut:
o Dengan posisi supine, perketat otot Abdomen dengan mengejangkan, menahan
selama 10 detik dan kemudian relax. Ulangi 5 – 10 kali sehari tergantung kekuatan
klien.
5. Positioning
Meskipun posisi jongkong memberikan bantuan terbaik untuk defekasi. Posisi pada
toilet adalah yang terbaik untuk sebagian besar orang. Untuk klien yang mengalami
kesulitan untuk duduk dan bangun dari toilet, maka memerlukan alat bantu BAB
seperti commode, bedpad yang jenis dan bentuknya disesuaikan dengan kondisi klien.
6. Pemberian Enema
Enema adalah larutan yang dimasukkan dalam rektum dan usus besar. Cara kerja
enema adalah untuk mengembangkan usus dan kadang-kadang mengiritasi mukosa
usus, meningkatkan peristaltik dan membantu mengeluarkan feses dan flatus.
Jenis enema :
o Cleansing enema / huknah.
Cleansing enema menggunakan bermacam-macam larutan sebagai berikut :

Larutan Unsur Tindakan Waktu Efek samping


Hipertonis 90 – 120 cc Menarik air dari ruang 5 – 10’ Retensi Sodium
(misal Sodium interstisiil ke dalam
phosphate) kolon, merangsang
peristaltik,
menyebabkan defekasi
Hipotonis 500 – 1000 cc air Distensi abdomen, me- 15 – 20’ Ketidakseimbangan
kran rangsang peristaltik, cairan dan elek-trolit,
melunakkan feses intoksikasi air
Isotonis 500 – 1000 cc Distensi abdomen, me- 15 - 20’ Kemungkinan retensi
normal saline rangsang peristaltik, Na.
(NaCl 0.9 %) melunakkan feses
Air sabun 500 – 1000 cc (3 mengiritasi mukosa, 10 – 15’ Iritasi dan merusak
– 5 cc sabun distensi kolon mukosa
dalam 1000 cc
air)
Minyak 90 – 120 cc Lubrikasi feses dan ½ – 3  
mukosa kolon jam

o Carminative enema
Diberikan utamanya untuk mengeluarkan flatus. Cairan dimasukkan ke dalam rektum
mengeluarkan gas yang menambah distensi pada rektum dan kolon, kemudian
merangsang peristaltik. Untuk dewasa diperlukan cairan 60 – 80 cc.
o Retention enema / klisma
Adalah memasukkan minyak atau obat ke dalam rektum dan kolon sigmoid. Cairan
dipertahankan dalam waktu yang relatif lama (misalnya 1 – 3 jam), untuk
melunakkan feses dan lubrikasi rektum dan anus yang membantu keluarnya feses.
Antibiotik enema digunakan untuk menangani infeksi lokal, antihelmentic enema
untuk membunuh cacing parasit, nutritive enema untuk memberikan cairan dan
nutrien pada rektum.
7. Program Bowel Training
Pada klien yang mengalami konstipasi kronik, sering terjadi obstipasi / inkontinensia
feses, program bowel training dapat membantu mengatasinya. Program ini didasarkan
pada faktor dalam kontrol klien dan didesain untuk membantu klien mendapatkan
kembali defekasi normal. Program ini berkaitan dengan asupan cairan dan makanan,
latihan dan kebiasaan defekasi. Sebelum mengawali program ini, klien harus
memahaminya dan terlibat langsung. Secara garis besar program ini adalah sebagai
berikut :
 Tentukan kebiasaan defekasi klien dan faktor yang membantu dan
menghambat defekasi normal.
 Desain suatu rencana dengan klien yang meliputi :
a. Asupan cairan sekitar 2500 – 3000 cc/hari
b. Peningkatan diet tinggi serat
c. Asupan air hangat, khususnya sebelum waktu defekasi
d. Peningkatan aktivitas / latihan
 Pertahankan hal-hal berikut secara rutin harian selama 2 – 3 minggu :
a. Berikan suppository katarsis (seperti dulcolax) 30 menit sebelum waktu
defekasi klien untuk merangsang defekasi.
b. Saat klien merasa ingin defekasi, bantu klien untuk pergi ke toilet /
duduk di Commode atau bedpan. Catat lamanya waktu antara pemberian
suppository dan keinginan defekasi.
c. Berikan klien privacy selama defekasi dan batasi waktunya, biasanya
cukup 30 – 40 menit.
d. Ajarkan klien cara-cara meningkatkan tekanan pada kolon, tetapi hindari
mengecan berlebihan, karena dapat mengakibatkan hemorrhoid.
( Departemen Kes RI. 2004 )

E. EVALUASI
1. Memahami cara eliminasi yang normal.
2. Melakukan latihan secara teratur, seperti rentang gerak atau lain (jalan, berdiri, dan
lain-lain).
3. Mempertahankan defekasi secara normal yang ditunjukkan ddenga keampuan pasien
dalam pengontrol pasien dalam mengontrol defekasi tanpa bantuan obat/enema,
berpatisipasi dalam program latihansecara teratur,defekasi tanpa harus mengedan.
4. Mempertahankan rasa nyaman yang ditunjukkan dengan kenyamanan dalam
kemampuan defekasi, tidak terjadi bleeding, tidak terjadi imflamasi, dan lain-lain.
5. Mempertahankan integrasi kulit yang ditunjukkan keringnya area perianal, tidak ada
inflamasi atau ekskoriasi, keringnya kulit sekitar stoma, dan lain-lain.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Hardi. 2012. Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC. Jakarta : MediAction


Asmadi. 2009. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta : Salemba Medika
Chris booker. 2008. Ensiklopedia keperawatan.penerbit buku kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGCDepartemen Kes RI. 2004. APN Edisi Baru dengan Resultasi. Jakarta: Depkes
RI
Kozier & ERB (2009). Buku   Ajar   Praktik   Keperawatan   Klinis. ed 5. Terjemahan Eny
Melyana dkk. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
M. Wilson, Lorraine . 2002. Pathofisiologi. Ed. 4 vol.2. jakarta : EGC
Perry potter. 2005. Buku ajar fundamental keperawatan Ed.2 Vol.1. Jakarta: EGC
Perry potter. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan .Ed.4 Vol. 2. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai