LAPORAN PENDAHULUAN
MAHASISWA/I TINGKAI ½
AKPER YASPEN JAKARTA
HAFIDZ BADRUDIN
ALFIANDRI NUGROHO
ANIKA SARI
RATNA ARIANI
TITAH PRASASTY HAYUSIWI
NOPIYANTI LESTARI
RUT AGITARI
RIRI SANTRI RAHAYU
SITI KOMARIYAH
SITI FATIMAH
AYU KHAIRAUNNISA
VELIA RAHMADHANI
TRIANI AYU NURFALAH
SHEILA ASTRIANA PUTRI
DIANA NURRAINI
ANGGI EGA PUSPITA
IKA SILVIA
FRISCA NOVYANTI
IRMA RAHMA
MARIA D TEKEGE
BRILLIANTI LARAS
WIDIYA DILLA SARI
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN ELIMINASI URINE
1. DEFINISI
Eliminasi merupakan kebutuhan dalam manusia yang esensial dan berperan
dalam menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk
mempertahankan homeostasis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme. Secara
garis besar, sisa metabolisme tersebut terbagi ke dalam dua jenis yaitu sampah
yang berasal dari saluran cerna yang dibuang sebagai feces (nondigestible waste)
serta sampah metabolisme yang dibuang baik bersama feses ataupun melalui
saluran lain seperti urine, CO2, nitrogen, dan H2O. ( fundamental of nursing hal
1679, 2001)
Gangguan eliminasi urinarius adalah suatu keadan dimana seorang individu
mengalami gangguan dalam pola berkemih ( fundamental of nursing hal 1079,
2001 )
2. FISIOLOGI
Eliminasi urine bergantung pada fungsi-fungsi organ berikutnya:
a. Ginjal adalah sepasang organ yang bentuknya menyerupai kacang buncis
dengan warna coklat kemerahan,yang berada pada kedua sisi kolumna
vertebralis posterior terhadapat peritoneum serta terletak di bagian dalam
otot punggung. Fungsi dari ginjal itu sendiri yaitu menyaring darah.
b. Ureter bergabung dengan pelvis renalis sebagai jalur utama pembuangan
urin keluar dari tubulus dan masuk ke duktus pengumpul yang
mentranspor urin menuju pelvis renalis.
c. Kandung kemih adalah organ cekung yang mampu di susun atas jaringan
otot sebgai wadah urin dan sebagai organ ekskresi. Kandung kemih
mampuh menampung kurang lebih 600 ml urin, meskipun pengeluaran
urin normal yaitu sekitar 300 ml.
d. Uretra merupakan jalur keduanya urine dari kandung kemih, sedangkan
urine keluar dari tubuh melewati meatus uretra pada wanita, panjang
uretra sekitar 4-6.5 cm sedangkan pada pria berfungsi sebagai saluran
perkemihan serta jalan keluar sel sekaligus sekresi organ produksi dengan
panjang 20 cm.
3. ETIOLOGI
a. Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi output
urine atau defekasi. Seperti protein dan sodium mempengaruhi jumlah urine
yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari
kebutuhan, akibatnya output urine lebih banyak.
b. Aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine
membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfingter
internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi pada
masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang lama.
Karena urine secara terus menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot
itu tidak pernah merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang
lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini
disebabkan karena lebih besar metabolisme tubuh.
c. Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra.
d. Infeksi
e. Kehamilan
f. Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat
g. Trauma sumsum tulang belakang
h. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra
i. Umur
j. Penggunaan obat-obatan
4. PATOFISIOLOGI
1. Ginjal
Ginjal terbentang dari vertebra torakalis ke-12 sampai dengan vertebra
lumbalis ke-3. Dalam kondisi normal, ginjal kiri lebih tinggi 1,5 – 2 cm dari
ginjal kanan karena posisi anatomi hepar (hati). Setiap ginjal dilapisi oleh
kapsul yang kokoh dan dikelilingi oleh lapisan lemak. Produk pembuangan
hasil metabolisme yang terkumpul dalam darah di filtrasi di ginjal.
Darah sampai ke setiap ginjal melalui arteri renalis yang merupakan
percabangan dari aorta abdominalis. Arteri renalis memasuki ginjal melalui
hilum. Setiap ginjal berisi 1 juta nefron, yang merupakan unit fungsional
ginjal kemudian membentuk urine.
Darah masuk ke nefron melalui arteiola aferen. Sekelompok pembuluh darah
ini membentuk jaringan kapiler glomerulus, yang merupakan tempat pertama
filtrasi darah dan pembentukan urine. Apabila dalam urine terdapat protein
yang berukuran besar (proteinuria), maka hal ini merupakan tanda adanya
cedera pada glomelorus. Normalnya glomelorus memfiltrasi sekitar 125 ml
filtrat/menit.
Sekitar 99 % filtrat direabsorsi ke dalam plasma, dengan 1 % sisanya
diekskresikan sebagai urine. Dengan demikian ginjal memiliki peran dalam
pengaturan cairan dan eletrolit.
Ginjal juga berfungsi sebagai pengatur kalsium dan fosfat. Ginjal
bertanggungjawab untuk memproduksi substansi mengaktifkan vitamin D.
Klien dengan gangguan fungsi ginjal tidak membuat metabolik vitamin D
menjadi aktif sehingga klien rentan pada kondisi demineralisasi tulang
karena adanya gangguan pada proses absorbsi kalsium.
2. Ureter
Ureter membentang pada posisi retroperitonium untuk memasuki kandung
kemih di dalam rongga panggul (pelvis) pada sambungan uretrovesikalis.
Dinding ureter dibentuk dari tiga lapisan jaringan. Lapisan dalam, merupakan
membran mukosa yang berlanjut sampai lapisan pelvis renalis dan kandung
kemih. Lapisan tengah merupakan serabut polos yang mentranspor urine
melalui ureter dengan gerakan peristaltis yang distimulasi oleh distensi urine
di kandung kemih. Lapisan luar adalah jaringan penyambung fibrosa yang
menyokong ureter.
Gerakan peristaltis menyebabkan urine masuk kedalam kandung kemih
dalam bentuk semburan. Ureter masuk dalam dinding posterior kandung
kemih dengan posisi miring. Pengaturan ini berfungsi mencegah refluks urine
dari kandung kemih ke dalam ureter selama proses berkemih (mikturisi)
dengan menekan ureter pada sambungan uretrovesikalis (sambungan ureter
dengan kandung kemih).
3. Kandung Kemih
Merupakan suatu organ cekung yang dapat berdistensi dan tersusun atas
jaringan otot serta merupakan wadah tempat urine dan ekskresi. Vesica
urinaria dapat menampungan sekitar 600 ml walaupun pengeluaran urine
normal 300 ml. Trigonum (suatu daerah segetiga yang halus pada permukaan
bagian dalam vesica urinaria) merupakan dasar dari kandung kemih.
Sfingter uretra interna tersusun atas otot polos yang berbentuk seperti cincin
berfungsi sebagai pencegah urine keluar dari kandung kemih dan berada di
bawah kontrol volunter (parasimpatis : disadari).
4. Uretra
Urine keluar dari vesica urinaria melalui uretra dan keluar dari tubuh melalui
meatus uretra. Uretra pada wanita memiliki panjang 4 – 6,5 cm. Sfingter
uretra eksterna yang terletak sekitar setengah bagian bawah uretra
memungkinkan aliran volunter urine.
Panjang uretra yang pendek pada wanita menjadi faktor predisposisi
mengalami infeksi. Bakteri dapat dengan mudah masuk ke uretra dari daerah
perineum. Uretra pada ria merupakan saluran perkemihan dan jalan keluar sel
serta sekresi dari organ reproduksi dengan panjang 20 cm.
7. PENATALAKSANAAN
1. Pengumpulan urin unuk bahan pemeriksaan
Mengingat tujuan pemeriksaaan dengan bahan urin berbeda-beda, maka
pengambilan atau pengumpulan urin juga di bedakan sesuaii dengan tujuan.
2. Menolong buang air kecil dengan menggunakan urinal
Merupakan tindakan keperawatan dengan membantu pasien yang tidak
mampu buang air kecil sendiri di kamar kecil menggunakan alat
penampung atau urinal dengan tujuan menampung urin dan mengetahui
kelainan dari urin (warna dan jumlah)
3. Melakukan kateterisasi
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memasukan kateter ke
dalam kandung kemih melalui uretra yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan eliminasi dan sebagai pengambilan bahan pemeriksaan
4. Menggunakan kondom kateter
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memberikan kondom kateter
pada psien yang tidak mampu mengontrol berkemih. Cara ini bertujuan
agar pasien dapat berkemih dan mempertahankannya.
8. ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Riwayat keperawatan
a) Pola berkemih
b) Gejala dari perubahan pola berkemih
c) Factor yang memengaruhi berkemih
B. PEMERIKSAAN FISIK
a. Abdomen, kaji dengan cermat adanya pembesaran , distensi kandung kemih
, pembesaran ginjal , nyeri tekan pada kandung kemih, tenderness .
b. Genitalia. Kaji kebersihan daerah genetalia . Amati adanya bengkak , lesi,
rabas , atau radang pada meatus uretra .
c. Urine, kaji karakteristik urine klien bandingkan dengan karakteristik urine
normal.
d. Kaji intake (cairan infuse,oral,makanan, NGT) dan output cairan dalam
sehari (24 jam)
e. Kebiasaan minum di rumah
f. kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan
g. output urine dari urinal, cateter bag, drainage ureterostomy, sistostomi.
h. Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau , kepekatan.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan :
- Obstruksi anatomic
- Penyebab multiple
- Gangguan sensori motorik infeksi saluran kemih
Ditandai oleh :
Disuria , sering berkemih, anyang – anyangan, inkontinensia, nokturia,
retensi, dorongan .
2. Retensi urine berhubungan dengan :
- Sumbatan - Kehamilan
- Tekanan ureter - Obstruksi mekanik
tinggi - Pembesaran prostat
- Inhibisi arkus - Trauma
reflex, sfingter kuat - Pembedahan
Ditandai oleh :
Distensi kandung kemih, disuria, sering berkemih, residu urine,
inkontinensia aliran berlebih, sensasi kandung kemih penuh, pembedahan
besar abdomen
3. Gangguan pola eliminasi urine (inkontinensia) berhubungan dengan :
- Gangguan neuromuskuler
- Spasme bladder
- Trauma pelvic
- Infeksi saluran kemih
- Trauma medulla spinalis
Ditandai oleh : inkontinensia , keinginan berkemih yang segera, sering ke
toilet , menghindari minum, berkemih kurang dari 100 ml atau lebih dari
550 ml.
D. PERENCANAAN
Dx 1 : Gangguan eliminasi urine
Tujuan : tidak ada gangguan eliminasi urine
kriteria hasil :
Kandung kemih kosong secara penuh
Tidak ada residu urine > 100-200cc
Intake cairan dalam rentang normal
Bebas dari ISK
Tidak ada spasme bladder
Balance cairan seimbang
Intervensi :
Lakukan penilaian kemih yang komperhensif berfokus pada
inkontinensia
Memantau dan memonitor efek penggunaan obat dengan sifat
antikolinergik atau property alpha agonis
Merangsang refleks kandung kemih dengan menerapkan dingin
untuk perut
Sediakan waktu yang cukup pengosongan kandung kemih (10
menit)
Gunakan spirit wintergreen di pispot atau urinal
Masukan katete kemih yang sesuai ukuran dan menerapkan
kateterisasi intermiten
Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi dan
perkusi
Membantu dengan toilet secara berkala
Dx 2 : Retensi Urine
Tujuan :
- Pasien dapat mengontrol pengeluaran bladder setiap 4 jam
- Tanda dan gejala retensi urine tidak ada
Intervensi :
Monitor keadaan bladder setiap 2 jam
Ukur intake dan output cairan setiap 4 jam
Berikan cairan 2.000 ml/hari dengan kolaborasi
Kurangi minum setelah jam 6 malam
Kaji dan monitor analisis urine elektrolit dan berat badan
Lakukan latihan pergerakan
Lakukan relaksasi ketika duduk berkemih
Ajarkan teknik latihan dengan kolaborasi dokter/fisioterapi
Kolaborasi dalam pemasangan kateter
Dx 3 : Gangguan pola eliminasi urine (inkontinensia)
Tujuan :
- Klien dapat mengontrol pengeluaran urine setiap 4 jam
- Tidak ada tanda – tanda retensi dan inkontinensia urine
- Klien berkemih dalam keadaan rileks
Intervensi :
Monitor keadaan bladder setiap 2 jam
Tingkatkan aktifitas dengan kolaborasi dokter/fisioterapi
Kolaborasi dalam bladder training
Hindari factor inkontinensia urine seperti cemas
Kolaborasi dengan dokter dalam pengobatan dan kateterisasi
Jelaskan tentang: pengobatan, kateter, penyebab, tindakan
lainya.
E. IMPLEMENTASI
Disesuaikan dengan perencanaan yang sudah dilakukan oleh perawat
F. EVALUASI
Disesuaikan dengan perencanaan yang sudah dilakukan oleh perawat dan di
evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Nurarif, amin huda dan hardi kusuma. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 2. Yogyakarta : MediAction
2. Patricia A. Potter dan Anne Griffin Perry. 2001. fundamental of nursing. Jakarta :
EGC
3. Tarwonto, wartonah. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan
Edisi 3. Jakarta : salemba medika