PENDAHULUAN
Kebijakan Pemerintah dalam menangani pasien gangguan jiwa tercantum dalam Undang-
Undang No. 36 Tahun 2009 tentang kesehatan jiwa, disebutkan dalam pasal 149 ayat (2)
mengatakan bahwa Pemerintah dan masyarakat wajib melakukan pengobatan dan perawatan di
fasilitas pelayanan kesehatan bagi penderita gangguan jiwa yang terlantar, menggelandang,
mengancam keselamatan dirinya dan mengganggu ketertiban atau keamanan umum, termasuk
pembiayaan pengobatan dan perawatan penderita gangguan jiwa untuk masyarakat miskin.
Peran perawat dalam penanggulangan klien dengan gangguan konsep diri : Harga Driri
Rendah meliputi peran promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative. Pada peran promotif,
perawat meningkatkan dan memelihara kesehatan mental melalui penyuluhan dan pendidikan
untuk klien dan keluarga. Dari aspek preventif yaitu untuk meningkatkan kesehatan mental dan
pencegahan gangguan konsep diri : Harga Diri Rendah. Sedangkan pada peran kuratif perawat
merencanakan dan melaksanakan rencana tindakan keperawatan untuk klien dan keluarga.
Kemudian peran rehabilitative berperan pada follow up perawat klien dengan gangguan konsep
diri : Harga Diri Rendah melalui pelayanan di rumah atau home visite.
Berdasarkan gambaran masalah di atas maka penulis tertarik untuk mengangkat judul
“Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Gangguan Harga Diri Rendah di Panti Sosial Bina Laras
Harapan Sentosa II ” sebagai judul makalah ini.
Adapun sistematika penulisan makalah ini disusun sistematis kedalam 4 Bab, yaitu sebagai
berikut :
Bab I pendahuluan terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, dan sistematika
penulisan.
Bab II tinjaun teori terdiri dari definisi, etiologi, tanda dan gejala, perilaku,
mekanisme koping, rentang respon, pohon masalah, diagnose keperawatan, dan
asuhan keperawatan.
Bab III studi kasus terdiri dari pengkajian keperawatan, diagnosa keperawatan dan
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan.
Bab IV penutup terdiri dari simpulan dan saran yang disertai daftar pustaka dan
lampiran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
2.1 DEFINISI
Harga diri (self esteem) adalah penilaian tentang individu dengan menganalisa kesesuaian
prilaku dengan ideal diri. Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan-perasaan tentang
diri atau kemampuan diri yang negatif,yang dapat diekspresikan secara langsung maupun tidak
langsung.individu yang mempunyai harga diri rendah cenderung untuk menilainya negatif dan
merasa dirinya lebih rendah dari orang lain. (Stuart dan sundeen,1991).
Gangguan harga diri adalah evaluasi diri yang negatif perasaan tentang diri, kemampuan diri
yang dapat diekspresikan secara langsung atau tidak langsung. (Townsend, Mary C, 1998)
Gangguan harga diri adalah keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami
evaluasi diri yang negatif tentang kemampuan atau diri. (Carpenito, Lynda Juall-Moyet, 2007)
Harga diri rendah adalah keadaan ketika individu mengalami evaluasi diri negatif mengenai
diri atau kemampuan diri. (Lynda Juall Carpenito-Moyet, 2007)
Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan merasa rendah diri
yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri.
2.2 ETIOLOGI
2.2.1 FAKTOR PREDISPOSISI
Faktor- faktor yang mempengaruhi harga diri rendah meliputi :
1. Faktor predisposisi gangguan citra tubuh
a. Kehilangan atau kerusakan bagian tubuh (anatomi dan fungsi)
b. Perubahan ukuran, bentuk dan penampilan tubuh (akibat pertumbuhan dan
perkembangan atau penyakit)
c. Proses patologik penyakit dan dampaknya terhadap struktur maupun fungsi tubuh
d. Prosedur pengobatan seperti radiasi, kemoterpi, transplantasi
2. Faktor predisposisi gangguan harga diri
a. Penolakan dari orang lain
b. Kurang penghargaan
c. Pola asuh yang salah : terlalu dilarang, terlalu dikontrol, terlalu dituruti, terlalu dituntut
dan tidak konsisten
d. Persaingan antar saudara
e. Kesalahan dan kegagalan yang berulang
f. Tidak mampu mencapai standar yang ditentukan
3. Faktor predisposisi gangguan peran
a. Transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan, perubahan situasi dan
keadaan sehat sakit
b. Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan yang bertentangan secara
terus menerus yang tidak terpenuhi
c. Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya tentang harapan peran yang
spesifik dan bingung tentang tingkah laku peran yang sesuai
d. Peran yang terlalu banyak
4. Faktor predisposisi gangguan identitas diri
a. Ketidak percayaan orang tua pada anak
b. Tekanan dari teman sebaya
c. Perubahan dari struktur sosial
2.2.2 FAKTOR PRESIPITASI
Faktor pencetus terjadinya gangguan konsep diri bisa timbul dari sumber internal maupun
eksternal klien, yaitu :
a. Trauma, seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan kejadian yang
mengancam kehidupannya.
b. Ketegangan peran, berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dimana
individu mengalaminya sebagai frustasi, ada tiga jenis transisi peran :
c. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normative yang berkaitan dengan
pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu
atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai dan tekanan penyesuaian diri.
d. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambahnya atau berkurangnya anggota keluarga
melalui kelahiran atau kematian.
e. Transisi peran sehat sakit sebagai akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan
sakit. Transisi ini mungkin dicetuskan oleh : Kehilangan bagian tubuh. Perubahan
bentuk, ukuran, panampilan, dan fungsi tubuh. Perubahan fisik berhubungan dengan
tumbuh kembang normal. Prosedur medis keperawatan.
Keterangan:
1. 1.Aktualisasi diri adalah pernyataan diri positif tentang latar belakang pengalaman nyata
yang sukses diterima.
2. Konsep diri positif
3. adalah individu mempunyai pengalaman yang positif dalam beraktualisasi.
4. Harga diri rendah adalah transisi antara respon diri adaptif dengankonsep diri maladaptif.
5. Kerancuan identitas adalah kegagalan individu dalam kemalanganaspek psikososial dan
kepribadian dewasa yang harmonis
6. Depersonalisasi adalah perasaan yang tidak realistis terhadap dirisendiri yang
berhubungan dengan kecemasan, kepanikan serta tidakdapat membedakan dirinya dengan
orang lain
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan untuk mengidentifikasi sejauh mana tujuan dari perencanaan
tercapai dan evaluasi itu sendiri dilakukan terus menerus melalui hubungan yang erat.
Evaluasi dibagi menjadi dua macam yaitu :
a. Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan terus menerus untuk menilai hasil
tindakan yang telah dilakukan.
b. Sumatif yaitu evaluasi akhir yang ditujukan untuk menilai keberhasilan tujuan yang
dilakukan.
Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP:
S: Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
O: Respon objektif klien terhadap tindakan yang telah dilaksanakan.
A: Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan masalah tetap atau
muncul masalah baru atau data yang kontradiktif dengan masalah yang ada.
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkakn hasil analisa pada respon klien.
Rencana tindak lanjut berupa :
i. Rencana teruskan, bila masalah tidak berubah.
ii. Rencana dimodifikasi, jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil tidak
memuaskan.
iii. Rencana dibatalkan, jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang
ada serta 19iagnose lama dibatalkkan.
iv. Rencana atau 19iagnose selesai jika tujuan sudah tercapai dan diperlukan adalah memelihara
dan mempertahankan kondisi baru.
Pada evaluasi sangat diperlukan reinforcement untuk menguatkan perubhan yang positif.
Klien dan keluarga juga dimotifasi untuk melakukan self-reinforsement. Hasil yang diharapkan
saat merawat klien dengan respon konsep diri mal adatif adalah klien akan mencapai tingkat
aktualitas diri yang maksimal untuk menyadari potensi dirinya. Evaluasi keberhasilan pada
klien dengan gangguan konsep diri : harga diri rendah. Pada akhir keperawatan diharapkan
Klien mampu :
i. Klien dapat mengidentifikasikan aspek positif klien, Keluarga dan kemampuan yang
dimiliki klien.
ii. Klien menilai kemampuan yang digunakan.
iii. Klien membuat rencana kegiatan
iv. Klien membuat rencana kegiatan
v. Klien melakukan sesuai kondisi sakit dan kemampuanya
vi. Klien mampu memanfaatkan sistem pendukung yang ada di keluarga
vii. Melakukan kegiatan hidup sehari – hari sesuai jadwal yang dibuat klien.
viii. Meminta bantuan keluarga
ix. Melakukan follow up secara teratur
Keluarga mampu :
i. Mengidentifikasi terjadinya gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis
ii. Merawat klien di rumah dan mendukung kegiatan klien.
iii. Menolong klien menggunakan obat dan follow up.
BAB III
STUDI KASUS
BAB IV
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA