Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN PENDAHULUAN

RETENSI URINE

A. PENDAHULUAN
Urin merupakan hasil dari ekskresi manusia yang dihasilkan dari penyaringan
darah yang dilakukan di ginjal. Urin normal berwarna kekuning-kuningan atau terang
dan transparan.Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme
(seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin
berasal dari darah atau cairan interstisial. Komposisi urin berubah sepanjang proses
reabsorbsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke
dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam
kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang
akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui
melalui urinalisis.

Distensi kandung kemih, oleh air kemih akan merangsang stres reseptor yang
terdapat pada dinding kandung kemih dengan jumlah ± 250 cc sudah cukup untuk
merangsang berkemih (proses miksi). Akibatnya akan terjadi reflek kontraksi dinding
kandung kemih, dan pada saat yang sama terjadi relaksasi spinser internus, diikuti
oleh relaksasi spinter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan kandung kemih.
Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi spinter
interus dihantarkan melalui serabut – serabut para simpatis. Kontraksi sfinger
eksternus secara volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi.
kontrol volunter ini hanya dapat terjadi bila saraf – saraf yang menangani kandung
kemih uretra medula spinalis dan otak masih utuh. Bila terjadi kerusakan pada saraf –
saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia urin (kencing keluar terus – menerus
tanpa disadari) dan retensi urine (kencing tertahan).
B. PENGERTIAN
Retensi urin adalah ketidakmampuan untuk mengosongkan isi kandung kemih
sepenuhnya selama proses pengeluaran urin (Brunner & Suddarth, 2010). Retensi
urin adalah suatu keadaan penumpukan urin di kandung kemih dan tidak mempunyai
kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna. Retensi urin adalah kesulitan
miksi karena kegagalan urin dari fesika urinaria (Arif, 2001). Retensi urin adalah
tertahannya urin di dalam kandung kemih, dapat terjadi secara akut maupun kronis
(Depkes RI, 2008).

C. ANATOMI FISIOLOGI
Alat-alat kemih terdiri dari : ginjal, pelvis renalis (pielum), ureter, buli-buli
(vesika urinaria), dan uretra. Dinding alat-alat saluran kemih mempunyai lapisan otot
yang mampu menghasilkan gerakan peristaltik. Gambaran anatomi saluran kemih
sebagai berikut :

1. Ginjal
Ginjal menghasilkan air seni dengan membuang air dan berbagai bahan
metabolik yang berbahaya yang mayoritas dihasilkan oleh alat-alat lain.
2. Pelvis Renalis (Pielum)
Mengumpulkan air seni yang datang dari apeks papilla. Mengecil menjadi
ureter yang dilalui air seni dalam porsi-porsi kecil sampai ke dalam kandung
kemih. Kapasitas rata-rata 3-8 ml. Air seni mula-mula terkumpul di kaliks,
saat sfingter kaliks berkontraksi. Kemudian, otot-otot dinding kaliks, sfingter
forniks, berkontraksi dan pada waktu yang bersamaan sfingter kaliks
berelaksasi. Lalu air seni terdorong ke dalam pelvis renalis. Air seni dibuang
dengan cepat oleh penutupan bergantian dari sfingter pelvis dan kaliks.
3. Ureter
Berbentuk seperti pipa yang sedikit memipih, berdiameter 4-7 mm. Panjang
bervariasi + 30 cm pada laki-laki dan + 1 cm lebih pendek dari wanita. Kedua
ureter menembus dinding kandung kemih pada fundusnya, terpisah dalam
jarak antara 4-5 cm, miring dari arah lateral, dari belakang atas ke medial
depan bawah. Ureter berjalan sepanjang 2 cm di dalam kandung kemih dan
berakhir pada suatu celah sempit (ostium ureter).
4. Kandung kemih (Buli-buli)
Pada dasar buli-buli, kedua muara ureter dan meatus uretra internum
membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli. Buli-buli
berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya
melalui uretra dalam mekanisme berkemih. Kapasitas maksimal (volume)
untuk orang dewasa + 350-450 ml;
5. Uretra
Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari buli-buli melalui
proses miksi. Secara anatomis, uretra dibagi menjadi 2 bagian, yaitu : uretra
posterior dan uretra anterior.

D. ETIOLOGI
1. Kelemahan otot detrusor :
a. Kelainan medulla spinalis.
b. Kelainan saraf perifer.
2. Hambatan / obstruksi uretra :
a. Batu uretra.
b. Klep uretra.
c. Striktura uretra.
d. Stenosis meatus uretra.
e. Tumor uretra.
f. Fimosis.
g. Parafimosis.
h. Gumpalan darah.
i. Hiperplasia prostat.
j. Karsinoma prostat.
k. Sklerosis leher buli-buli.
3. Inkoordinasi antara Detrusor-Uretra :

Cedera kauda ekuina.


Menurut lokasi, penyebab retensi urin :
a. Supravesikal :
Kerusakan terjadi pada pusat miksi di Medula Spinalis setinggi Th12-L1;
kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis, baik sebagian atau seluruhnya.
b. Vesikal :
Berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien DM
atau penyakit neurologis.
c. Infravesikal (distal kandung kemih) :
Berupa pembesaran prostat (kanker, prostatitis), tumor pada leher vesika,
fimosis, stenosis meatus uretra, tumor penis, striktur uretra, trauma uretra,
batu uretra, sklerosis leher kandung kemih (bladder neck sclerosis).
Pada retensi urin kronik, disebabkan oleh: obstruksi uretra yang semakin
berat, sehingga kandung kemih mengalami dilatasi. Pada keadaan ini, urin keluar
terus menerus karena kapasitas kandung kemih terlampaui. Penderita tidak mampu
berkemih lagi, tetapi urin keluar terus tanpa kendali (Arif, 2001).

E. PATOFISIOLOGI
Penderita retensi urin mengeluhkan tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai
rasa sakit yang hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai
mengejan. Retensi urin dapat terjadi menurut lokasi, faktor obat dan faktor lainnya
seperti ansietas, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya. Berdasarkan
lokasi bisa dibagi menjadi supra vesikal berupa kerusakan pusat miksi di medulla
spinalsi menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis sebagian atau seluruhnya
sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang mengakibatkan tidak adanya
atau menurunnya relaksasi otot spinkter internal, vesikal berupa kelemahan otot
detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa hipertrofi prostate, tumor atau
kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi urethra sehingga
urin sisa meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian distensi abdomen.
Faktor obat dapat mempengaruhi proses BAK, menurunkan tekanan darah,
menurunkan filtrasi glumerolus sehingga menyebabkan produksi urin menurun.
Faktor lain berupa kecemasan, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya
yang dapat meningkatkan tensi otot perut, perianal, spinkter anal eksterna tidak dapat
relaksasi dengan baik. Dari semua faktor di atas menyebabkan urin mengalir lambat
kemudian terjadi poliuria karena pengosongan kandung kemih tidak efisien, sehingga
terjadi distensi bladder dan distensi abdomen.
PATHWAY

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIC
1. Foto polos abdomen  menunjukkan bayangan buli-buli penuh, mungkin
terlihat bayangan batu opak pada uretra atau pada buli-buli.
2. Uretrografi  akan tampak adanya striktur uretra.
3. Pemeriksaan darah rutin : Hb, leukosit, LED, Trombosit.
4. Pemeriksaan Faal Ginjal : kreatinin, ureum, klirens kreatinin.
5. Pemeriksaan urinalisa : warna, berat jenis, pH (Purnomo, 2011).

G. PENATALAKSANAAN
Urin dapat dikeluarkan dengan cara kateterisasi atau sistostomi. Penanganan
pada retensi urin akut berupa : kateterisasi – bila gagal – dilakukan Sistostomi.
1. Kateterisasi uretra
Kateterisasi uretra adalah memasukkan kateter ke dalam buli-buli melalui
uretra.
Indikasi kateterisasi :
a. Mengeluarkan urin dari buli-buli pada keadaan obstruksi infravesikal, baik
yang disebabkan oleh hiperplasia prostat maupun oleh benda asing (bekuan
darah) yang menyumbat uretra.
b. Mengeluarkan urin pada disfungsi buli-buli.
c. Diversi urin setelah tindakan operasi sistem urinaria bagian bawah, yaitu
pada operasi prostatektomi, vesikolitektomi.
d. Sebagai splint setelah operasi rekonstruksi uretra untuk tujuan stabilisasi
uretra.
e. Memasukkan obat-obatan intravesika, antara lain sitostatika atau antiseptik
untuk buli-buli.
Kontraindikasi kateterisasi : Ruptur uretra, ruptur buli-buli, bekuan darah pada
buli-buli.

2. Kateterisasi Suprapubik
Kateterisasi Suprapubik adalah memasukkan kateter dengan membuat
lubang pada buli-buli melalui insisi suprapubik dengan tujuan mengeluarkan
urin.
Kateterisasi suprapubik ini biasanya dilakukan pada :
a.Kegagalan pada saat melakukan kateterisasi uretra.
b.Ada kontraindikasi untuk melakukan tindakan transuretra, misalkan pada
ruptur uretra atau dugaan adanya ruptur uretra.
c.Untuk mengukur tekanan intravesikal pada studi sistotonometri.
d.Mengurangi penyulit timbulnya sindroma intoksikasi air pada saat TUR
Prostat.
3. Sistostomi Trokar
Tindakan ini dikerjakan dengan anestesi lokal dan mempergunakan alat trokar.
Kontraindikasi Sistostomi Trokar : tumor buli-buli, hematuria yang belum jelas
penyebabnya, riwayat pernah menjalani operasi daerah abdomen/pelvis, buli-
buli yang ukurannya kecil (contracted bladder), atau pasien yang
mempergunakan alat prostesis pada abdomen sebelah bawah.
4. Sistostomi Terbuka
Sistostomi terbuka dikerjakan bila terdapat kontraindikasi pada tindakan
sistostomi trokar atau bila tidak tersedia alat trokar. Dianjurkan untuk
melakukan sistostomi terbuka jika terdapat jaringan sikatriks / bekas operasi di
daerah suprasimfisis, sehabis mengalami trauma di daerah panggul yang
mencederai uretra atau buli-buli, dan adanya bekuan darah pada buli-buli yang
tidak mungkin dilakukan tindakan per uretram. Tindakan ini sebaiknya
dikerjakan dengan memakai anestesi umum.

Anda mungkin juga menyukai