Anda di halaman 1dari 70

EKO SURYANI,

SPd,SKep,MA
 Eliminasi menurut kamus bahasa adalah
pengeluaran, penghilang, penyingkiran,
penyisihan.
 Dalam bidang kesehatan, eliminasi adalah proses

pembuangan sisa metabolisme tubuh baik


berupa urin atau feses (bowel).
1. Defekasi (Buang Air Besar)
Buang air besar atau defekasi adalah suatu

tindakan atau proses makhluk hidup untuk


membuang kotoran atau tinja padat atau
setengah padat yang berasal dari sistem
pencernaan (Dianawuri, 2009).
2. Miksi (Buang Air Kecil)
Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih

bila kandung kemih terisi.


 Pada saat makanan masuk ke lambung, timbul
gerak peristaltik di dalam usus besar yang
disebabkan oleh refleks gastrokolon. Gerakan
peristaltik di usus besar mendorong isi usus
besar ke dalam rektum sehingga terjadi
peregangan rektum yang memicu reflek
defekasi (Lyndon, 2013).
 
 Secara umum yang membantu defekasi dapat
dibedakan menjadi reflek defekasi intrinsik dan
reflek defekasi parasimpatis.
 Relek defekasi intrinsik dimulai dari
terdapatnya zatsisa makanan (fases) dalam
rektum sehingga menyebabkan distensi. Pleksus
mesenterikus kemudian merangsang gerak
kristaltik dan ahirnya fases sampai di anus.
Sphincter internal melemas, sphincter
eksternal relaksasi secara volunter. Tekanan
dihasilkan oleh otot-otot abdomen. Pada saat ini
terjadilah defekasi (Lyndon, 2013).
 Reflek defekasi parasimpatetis dimulai ketika fases
masuk ke rektum. Hal ini menimbulkan rangsangan
pada saraf rektum. Rangsangan tersebut kemudian
dihantarkan disepanjang saraf parasimpatis aferen
ke pars sakralis medula spinalis. Pesan aferen
dihantarkan disepanjang saraf parasimpatis aferen
untuk mencapai otot. Hal ini menyebabkan sphincter
anus mengalami relaksasi; otot kolon, otot perut,
dan diafragma berkontraksi; serta dasar pinggul
naik pada saat ini terjadilah defekasi (Lyndon,
2013)
 Selain disebabkan oleh mekanisme, reflek
defekasi juga dapat terjadi oleh upaya volunter.
Pergerakan faeses pada upaya volunter terjadi
melalui kontraksi otot abdomen dan difragma.
Ketika kedua otot ini berkontraksi, tekanan
abdomen meningkat dan otot levator anus
berkontraksi. Kontraksi otot levator anus
menyebabkan fases bergerak melalui saluran
anus dan terjadilah defekasi (Lyndon, 2013).
1. Umur
Anak-anak tidak mampu mengontrol

eliminasinya sampai sistem neuromuskular


berkembang, biasanya antara umur 2 – 3 tahun.
Orang dewasa juga mengalami perubahan
pengalaman yang dapat mempengaruhi proses
pengosongan lambung.
2. Diet
Makanan adalah faktor utama yang

mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya


selulosa, serat pada makanan, penting untuk
memperbesar volume feses. Makanan tertentu
pada beberapa orang sulit atau tidak bisa
dicerna. Ketidak mampuan ini berdampak pada
gangguan pencernaan, di beberapa bagian
jalur dari pengairan feses. Makanan yang
teratur memepengaruhi defekasi. Makanan yang
tidak teratur dapat mengganggu pola defekasi.
3. Intake Cairan
Cairan yang kurang akan menyebabkan feses

menjadi keras intake cairan berpengaruh pada


eliminasi fekal dan urine. Bila intake cairan tidak
ada kuat atau output caiaran yang berlebihan,
maka tubuh akan mengabsorebsi cairan dari usus
besar dalam jumlah besar. Hal tersebut
menyebabkan feses menjadi keras,kering,dan
sulit melewati saluran pencernaan
4. Tonus Otot (aktivitas)
Proses defekasi dibantu oleh kontraksi dari

berbagai macam otot, contohnya otot perut dan


diafragma. Aktifitas tonus otot tersebut
membantu kelancaran proses defekasi. Apabila
tonus otot colon, gerakan peristaltik di daerah
colon juga baik sehingga defekasi dapat berjalan
lancar
5. Faktor Psikologi
Stres psikologis seperti perasaan lemas atau

takut dapat mempengaruhi gerak peristaltik atau


motilitas usus. Akibatnya proses defekasi
menjadi terganggu dan akhirnya dapat
menyebabkan diare dan konstipasi
6. Gaya Hidup
Orang yang terbiasa buang air besar di toilet

tertutup akan kesulitan apabila harus buang air


besar di tempat terbuka. Terkadang, orang yang
terkadang terbiasa buang air besar di toilet
jongkok akan kesulitan apabila harus buang air
besar di toilet duduk. Begitu pula sebaliknya
7. Obat-Obatan
Beberapa jenis obat dapat menyebabkan konstipasi,

misalnya morfin dan kokain. Obat laksatif dan


katartik dapat melunakkan fases serta meningkatkan
peristaltik.
 
8. Penyakit
Bebrapa jenis penyakit yang menyerang sistem

pencernaan dapat menyebabkan diare atau konstipasi.


 
9. Nyeri
Kondisi tertentu, misalnya hemoroid, bedah

rectum, dan melahirkan, dapat menimbulkan rasa


nyeri pada saat defekasi. Hal ini menyebabkan
pasien sering kali menahan keinginan untuk
defekasi. Jika hal ini dibiarkan terlalu lama, dapat
terjadi konstipasi.
10. Kerusakan sensoris dan motoris
Kerusakan pada sensoris dan motoris di medula

spinalis atau didaerah kepala dapat menyebabkan


penurunan stimulasi sensoris dalam berdefakasi.
 
10. Pembedahan dan anestesi
Pemberian anestesi pada saat pembedahan dapat

menurunkan atau memberhentikan gerakan peristaltik


untuk sementara waktu. Kondisi ini disebut ileus
paralitk dan umumnya berlangsung selama 24-48 jam
11. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik tertentu mengharuskan

dilakukan pengosongan lambung, misalnya dengan


enema atau katartik. Tindakan ini dapat
menyebabkan pola eliminasi terganggu. Prosedur
pemeriksaan dengan menggunakan barium juga
dapat mengganggu defekasi karena barium yang
tersisa di saluran pencernaan dapat mengeras dan
menyebabkan impaksi usus.
1. Konstipasi: Keadaan individu mengalami atau
berisiko tinggi terjadinya stasis usus besar yang
berakibat jarang buang air besar, keadaan ini
ditandai dengan adanya feses yang keras,
defekasi kurang dari 3 kali seminggu, menurunnya
bising usus, nyeri saat mengejan dan defekasi dan
keluhan pada rectum.
2. Konstipasi kolonik: keadaan individu mengalami
atau berisiko mengalami pelambatan pasase
residu makanan yang mengakibatkan feses kering
dan keras. Konstipasi kolonik ditandai dengan
adanya penurunan frekuensi eliminasi, feses
kering dan keras, mengejan saat defekasi, nyeri
defekasi, distensi abdomen, tekanan pada rektum
dan nyeri abdomen
.

3. Diare: keadaan individu mengalami atau


berisiko sering mengalami pengeluaran feses
cair/tidak berbentuk atau keluarnya tinja yang
encer terlalu banyak dan sering. Frekuensi
defekasi lebih dari 3 kali sehari, nyeri/kram
abdomen, bising usus meningkat
4. Inkontinensia usus merupakan keadan individu
mengalami perubahan kebiasaan defekasi yang
normal dengan pengeluaran feses involunter
(sering juga dikenal inkontinensia alvi). Orang
mengalami inkontensia alvi dapat ditandai dengan
hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol
pengeluaran feses dan gas melalui sfingter akibat
kerusakan sfingter.
5. Kembung: keadaan flatus yang berlebihan di
daerah testinal yang dapat menyebabkan
terjadinya distensi pada intestinal, hal ini dapat
disebabkan karena konstipasi atau penggunaan
obat-obatan
6. Fecal impaction keadaan dimana masa feses
keras di lipatan rectum yang diakibatkan oleh
retensi dan akumulasi materi feses yang
berkepanjangan. Masalah ini sering terjadi pada
orang yang mengalami sembelit dalam waktu yang
lama yang dapat disebabkan adanya aktivitas
kurang, asupan rendah serat dan kelemahan tonus
otot
7. Hemorid adalah pelebaran dan inflamasi dari
pleksus arteri-vena disaluran anus yang berfungsi
sebagai katup untuk mencegah inkontinensia
flatus dan cairan. Hemoroid juga sering disebut
penyakit wasir atau ambeien
1. Pengkajian Keperawatan
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan Keperawatan
4. Tindakan Keperawatan
5. Evaluasi Keperawatan
*Pola defekasi dan keluhan selama defekasi
*Keadaan feces ( warna,konsistensi,bau,bentuk,)
*Faktor yang mempengaruhi eliminasi alvi
*Pemeriksaan fisik:
Gigi, Abdomen (bentuk,bising usus,nyeri
tekan,adanya stoma,distensi), Rektum dan anus
(tanda2 inflamasi, lesi, perubahan warna,
hemoroid)
Pemeriksaan diagnostik :
Specimen feces
Anoskopi
rontgen dengan kontras dll
1. Gangguan eliminasi fekal : Konstipasi b.d
Imobilitas ( penurunan peristaltik ), Kurang
privasi, Asupan cairan kurang, Defek stimulasi
saraf, kelemahan otot dasar panggul, cedera
medula spinalis, Kebiasaan menggunakan laksatif,
Pola defekasi yg tidak teratur, Diet yg tidak
adequat ( Rendah serat ), Perubahan lingkungan
2. Diare b.d Stres psikologis, Malabsorbsi atau
inflamasi akibat penyakit infeksi atau gastritis,
ulkus dll , Proses infeksi, Efek samping tindakan
pengobatan , Asupan diet
3. Inkontinensia alvi b.d Kerusakan sfingter
rektum akibat cedera rektum, Kurangnya kontrol
pada sfingter akibat cedera medula spinalis,
Kerusakan kognitif
4. Nyeri b.d inflamasi hemorroid

5.Defisit
perawatan diri b.d Penurunan kekuatan
dan daya tahan tubuh, Intoleransi aktivitas,

5.Resikokerusakan integritas kulit b.d


inkontinensia alvi

5.Gangguan citra tubuh b.d Inkontinensia feces


Tujuan:
Memahami arti eliminasi secara normal
Mempertahankan asupan makanan dan minuman
cukup
Membantu latihan secara teratur
Mempertahankan kebiasaan defekasi secara
teratur
Mempertahankan defekasi secara normal
Mencegah gangguan integritas kulit
 Kaji perubahan faktor yg mempengaruhi
masalah eliminasi alvi
 Kurangi faktor yg mempengaruhi terjadinya
masalah
 Pertahankan asupan makanan dan minuman
 Bantu latihan BAB
 Bantu klien bila mau BAB
 Lakukan enema (Huknah)
 Kaji faktor yg berperan menyebabkan konstipasi
 Membiasakan pasien untuk BAB secara teratur
 Meningkatkan asupan cairan dengan banyak minum

 Diet yg seimbang dan makanan tinggi serat


 Mengatur posisi baik untuk BAB

 Anjurkan untuk tidak memaksakan diri dalam BAB


 Jadualkan latihan fisik yg sedang tetapi sering

 
 Lakukan latihan rentang gerak sendi pada klien
yg terbaring di tempat tidur
 Berikan privasi yg nyaman saat defekasi
 Anjurkan klien untuk mencoba defekasi sekitar
satu jam setelah makan
 Lakukan latihan rentang gerak sendi pada klien
yg terbaring di tempat tidur
 Lakukan enema (Huknah)
 Kaji faktor penyebab diare
 Tindakan suportif untuk mempertahankan cairan
dan elektrolit
 Mengobservasi manifestasi sistemik,seperti
demam,leukositosis,defisit volume cairan
 Kolaborasi dalam pemberian therapi
 Berikan nutrisi yang adequat
 Pertahankan integritas kulit dan perineum
 Kaji faktor yg berperan menyebabkan
inkontinensia alvi
 Kaji status neurologis dan kemampuan
fungsional individu
 Ajarkan berbagai teknik untuk mempermudah
defekasi: push up duduk, masage abdomen,
latihan panggul di lantai
 Berikan latihan BAB dan anjurkan pasien untuk
selalu berusaha latihan
 Pada waktu ttt, tiap 2-3 jam letakan pispot di
bawah pasien
 Kalau inkontinensia hebat, diperlukan adanya
pakaian dalam yg lembab
 Perawatan inkontinensia alvi; Mempertahankan
integritas kulit
 Menolong BAB dg Pispot
 Huknah Rendah
 Huknah tinggi
 Gliserin
 Mengeluarkan feces secara manual
Merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan
pada pasien yang tidak mampu BAB secara sendiri
di kamar kecil dengan cara membantu
menggunakan pispot untuk BAB di tempat tidur
dan bertujuan memenuhi kebutuhan eliminasi alvi
 
Definisi: merupakan tindakan keperawatan dengan
cara memasukkan cairan hangat melalui anus ke
dalam kolon desenden

Tujuan :
 Merangsang peristaltik usus
 Mengosongkan usus sebagai persiapan tindakan
operasi, kolonoskopi
 Tindakan pengobatan
Definisi: merupakan tindakan keperawatan dengan
cara memasukkan cairan hangat melalui anus
kedalam kolon asenden
Tujuan :
Membantu mengeluarkan feses akibat konstipasi
atau impaksi fekal
Membantu defekasi yang normal sebagai bagian
dari program latihan defekasi
Tindakan pengobatan/pemeriksaan diagnostik
Definisi: memasukan cairan melalui anus ke dalam
kolon sigmoid dengan menggunakan spuit gliserin
Tujuan :
Sebagai tindakan pengobatan
Merangsang BAB
Melunakkan feses
Volume cairan yang diberikan :
Dewasa 700-1000 ml dengan suhu 40,5-
43°C
Anak-anak :
 Bayi 150-250 ml
 Usia bermain (Todller) 250-350 ml
 Usia sekolah 300-500 ml
Remaja 500-700 ml Suhu cairan yang gunakan
untuk anak-anak adalah 37,7 °C
Posisi klien
Huknah rendah miring ke kiri dengan kaki kiri
fleksi
Huknah tinggi miring ke kanan dengan kaki kanan
fleksi
Slang rektal dengan ujung bulat
*Dewasa No 22-30 G French (Fr)
*Anak-anak No 12-18 G French
 Definisi mengeluarkan feses secara manual
atau dengan jari adalah tindakan memasukan jari
perawat ke dalam rektum klien untuk mengambil,
menghancurkan massa feses, dan mengeluarkan
dalam bentuk yang telah hancur
 Tujuan Membantu mengeluarkan feces yang
keras dari rektum
 Indikasi
 Massa feses yang terlalu besar sullit keluar

secara volunter
 Pemberian enema tidak berhasil

 Klien lansia

 Imobilisasi yang tidak mampu ambulasi secara dini

 Kontraindikasi

Klien yang mengalami masalah kardiovaskuler


(dapat terjadi aritmia jantung akibat respon
vagal yang berlebihan)
 Memahami cara eliminasi normal
 Mempertahankan intake makanan dan
minuman cukup
 Mempertahankan defekasi secara normal
 Mempertahankan rasa nyaman
 Mempertahankan integritas kulit
 Melakukan latihan secara teratur
Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses eliminasi
urin adalah ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra.

Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu:

1. Kandung kemih secara progresif terisi sampai tegangan di


dindingnya meningkat diatas nilai ambang.

2. Timbul reflek saraf yang disebut reflek miksi atau (reflek


berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau
jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan
keinginan untuk berkemih.

 
1. Jumlah air yang diminum
Semakin banyak air yang diminum jumlah urin
semakin banyak. Apabila banyak air yang diminum,
akibatnya penyerapan air ke dalam darah sedikit,
sehingga pembuangan air jumlahnya lebih banyak
dan air kencing akan terlihat bening dan encer.
Sebaliknya apabila sedikit air yang diminum,
akibatnya penyerapan air kedalam darah akan
banyak sehingga pembuangan air sedikit dan air
kencing berwarna lebih kuning.
2. Jumlah garam yang dikeluarkan dari darah
Supaya tekanan osmotik tetap, semakin banyak

konsumsi garam maka pengeluaran urin semakin


banyak
3. Konsentrasi hormon insulin
Jika konsentrasi insulin rendah, orang akan

sering mengeluarkan urin. Kasus ini terjadi pada


orang yang menderita kencing manis (DM).
4. Hormon antidiuretrik (ADH)
Hormon ini dihasilkan oleh kelenjar hipofisis bagian

belakang. Jika darah sedikit mengandung air, maka


ADH akan banyak di sekresikan kedalam ginjal,
akibatnya penyerapan air meningkat sehingga urin
yang terjadi pekat dan jumlahnya sedikit. Sebaliknya,
apabila darah banyak mengandung air, maka ADH yang
disekresikan kedalam ginjal berkurang, akibatnya
penyerapan air berkurang pula, sehingga urin yang
terjadi akan encer dan jumlahnya banyak.
5. Suhu lingkungan
Ketika suhu sekitar dingin, maka tubuh akan

berusaha menjaga suhunya dengan mengurangi


jumlah darah yang mengalir kekulit sehingga
darah akan lebih banyak yang menuju organ
tubuh, diantaranya ginjal. Apabila darah yang
menuju ginjal jumlahnya semakin banyak, maka
pengeluaran air kencing pun banyak.
6. Gejolak emosi dan stres
Jika seseorang mengalami stres, biasanya

tekanan darahnya akan meningkat sehingga


banyak darah yang menuju ginjal. Selain itu, pada
saat orang berada dalam kondisi emosi, maka
kandung kemih akan berkontraksi. Dengan
demikian, maka timbulah hasrat ingin buang air
kecil.
7. Minuman alkohol dan kafein
Alkohol dapat menghambat pembentukan hormon
antidiurerika. Seseorang yang banyak minum alkohol dan
kafein maka jumlah air kencingnya akan meningkat.
 
8. Kateterisasi
Kateter adalah peralatan bedah yang berbentuk dan
lentur yang digunakan untuk mengeluarkan atau
memasukkan cairan (kamus Dorland 1998, igt).
 
Kateterisasi adalah pemasangan selang kateter melalui
uretra kedalam kandung kemih. Seperti juga mengalirkan
urin, kateterisasi dapat digunakan selama pembedahan
untuk mempertahankan kandung kemih kosong.
 Pengumpulan data
 Pemeriksaan fisik dan saluran perkemihan
 Pemeriksaan penunjang
 Warna
 Bau
 Turbidity/kekeruhan
 Ph
 Berat jenis
 Jumlah
 Anamnesa
 Keluhan utama
 Masalah/keluhan sesuai dengan
persepsi pasien
 Upaya atau bantuan yang telah/biasa
dilakukan
 Inspeksi

 Palpasi
 Klien menolak
pemeriksaan
 Klien pria mengalami
ereksi
 Adanya beberapa
masalah/kelainan pada
pasien
1. Anuria
2. Dysuria
3. Glucosuria
4. Eneuresis
5. Hematuria
6. Incontinentia
urine
7. Oliguria
8. Proteinuria – albuminuria
9. Polyuri / dysuria
10. Pyuria
11. Urinary supression
12. Retensio urine
 Stress
incontinentia
 Urge incontinentia
 Perubahan pola eliminasi urine
 Potensial gangguan integritas kulit
 Perubahan rasa nyaman (nyeri, panas, risih)
 Keidaktahuan pasien
 Potensial terjadinya infeksi
 Gangguan keseimbangan cairan

(kurang/lebih)
 Gangguan konsep diri (self
esteem)
 Gangguan psikologis

(cemas/takut)
 Dysfungsi seksual
 Ketidakmampuan / kurangnya

perawatan diri (toileting)


 Gangguan dalam aktivitas

sehari-hari
MATUR
NUWUN

Anda mungkin juga menyukai