Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN

KEBUTUHAN ELIMINASI FEKAL (HEMOROID)

DIRUANG SAKURA RSUD SOERATNO GEMOLONG

Untuk memenuhi tugas kelompok PKK KDDK

Dosen Pembimbing : Ns. Martina Eka Cahyaningtyas, M.Kep

Disusun Oleh :

1. Bernanditta Feriza Fepriyani (S15103)


2. Deviana Dara Muslimah (S15105)
3. Dewi Pratiwi (S15010)
4. Galih Mutfi Ryanis (S15018)
5. Neni Budi Purwaningsih (S15077)
6. Niko Beni (S15078)
7. Petrosa Marina Depa (S15082)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES KUSUMA HUSADA

SURAKARTA

2016
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan
berperan penting dalam menentukan kelangsungan hidup manusia.
Eliminasi dibutuhkan untuk mempertahankan homeostatis melalui
pembuangan sisa-sisa metabolisme. Secara garis besar, sisa metabolisme
tersebut terbagi kedalam dua jenis, yaitu sampah yang berasal dari saluran
cerna yang dibuang sebagai feses (nondigestible waste) serta sampah
metabolisme yang dibuang baik bersama feses ataupun melalui saluran
lain seperti urine, CO2, nitrogren, H2O. Eliminasi terbagi atas dua bagian
utama yaitu eliminasi fekal dan eliminasi urine. (Asmadi,2008)
Eliminasi fekal adalah proses pembuangan atau pengeluaran sisa
metabolisme berupa feses dan flatus yang berasal dari saluran pencernaan
melalui anus. Terdapat dua tempat yang menguasai refleks untuk defekasi,
yaitu terletak di medula dan sumsum tulang belakang. Apabila terjadi
rangsangan parasimpatis, sfingter anus bagian dalam akan mengendur dan
usus besar mengecup. Refleks defekasi dirangsang untuk buang air besar
kemudian sfingter anus bagian luar diawasi oleh sistem parasimpatis,
setiap waktu mengecup dan mengendur. Selama defekasi, berbagai otot
lain membantu proses tersebut, seperti otot-otot dinding perut, diafragma,
dan otot-otot dasar pelvis. (Hidayat,2006)
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada Nn. D dengan gangguan
kebutuhan eliminasi fekal
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengkajian dengan gangguan kebutuhan dasar
eliminasi fekal
2. Untuk mengetahui analisa data dengan gangguan kebutuhan dasar
eliminasi fekal
3. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan dengan gangguan kebutuhan
eliminasi fekal
4. Untuk mengetahui perencanaan keperawatan dengan gangguan
kebutuhan eliminasi fekal
5. Untuk mengetahui pelaksanaan keperawatan dengan gangguan
kebutuhan eliminasi fekal
6. Untuk mengetahui evaluasi keperawatan dengan gangguan kebutuhan
eliminasi fekal
BAB II

GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI FEKAL

A. DEFINISI
Eliminasi fekal bergantung pada gerakan kolon dan dilatasi sphincter
ani. Kedua faktor tersebut dikontrol oleh sistem saraf parasimpatis. Gerakan
kolon meliputi tiga gerakan yaitu gerakan mencampur, gerakan peristaltik,
dan gerakkan massa kolon. Gerakan masa kolon ini dengan cepat
mendorong feses makanan yang tidak dicerna (feses) dari kolon ke rektum.
(Asmadi,2009)
Defekasi adalah pengeluaran feses melalui anus secara berkala yang
sebelumnya disimpan didalam rektum. Usus besar mengeluarkan zat sisa
kearah rektum dengan gerakan peristaltik yang kuat disebut dengan gerakan
massa yang terkait dengan reflek gastrokalik dan terjadi setelah makan.
Rektum terisi feses yang pada akhirnya memulai adanya desakan defekasi
(Chris booker,2008)
Secara umum terdapat beberapa masalah defekasi yang umum
diantaranya konstipasi, impaksi, diare, inkontinensia (Potter&Perry,2006)
Gangguan eliminasi fekal adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau beresiko tinggi mengalami statis pada usus besar,
mengakibatkan jarang buang air besar, keras, feses kering. Untuk mengatasi
gangguan eliminasi fekal biasanya dilakukan huknah rendah. Masukkan
cairan hangat melalui anus sampai kekolon desenden dengan menggunakan
kanul rekti (Potter&Perry,2006)

B. ETIOLOGI
Menurut Kozier, et al. (2011), pola defekasi beragam pada tahap kehidupan
yang berbeda. Keadaan diet, asupan cairan, aktivitas, faktor psikologis, gaya
hidup, pengobatan, serta penyakit juga mempengaruhi defekasi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi defekasi antara lain :
1. Usia
Pada bayi, kontrol defekasi belum berkembang dengan baik. Sedangkan
pada lansia, kontrol defekasi menurun seiring dengan berkurangnya
kemampuan fisiologis sejumlah organ. (Mubarak dan Chayatin, 2007)
2. Asupan cairan
Asupan cairan yang kurang akan menyebabkan feses lebih keras. Hal ini
dikarenakan jumlah absorpsi cairan di kolon meningkat. (Mubarak dan
Chayatin, 2007)
3. Tonus otot
Tonus otot terutama otot abdomen yang ditunjang dengan aktivitas yang
cukup akan membantu defekasi. (Mubarak dan Chayatin, 2007)
4. Faktor psikologis
Perasaan takut atau cemas akan mempengaruhi peristaltik atau mortilitas
usus sehingga dapat menyebabkan diare. (Mubarak dan Chayatin, 2007)
5. Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat menimbulkan efek konstipasi. Laksatif dan
katartik dapat melunakkan feses. Obat-obat lain yang dapat menggangu
pola defekasi antara lain analgesik narkotik, opiat, dan antikolinergik.
(Mubarak dan Chayatin, 2007)
6. Kerusakan sensorik dan motorik
Kerusakan pada medula spinalis dan cidera di kepala akan
mengakibatkan penurunan stimulus sensorik untuk defekasi. (Mubarak
dan Chayatin, 2007)
7. Penyakit
Beberapa penyakit pencernaan dapat menyebabkan diare dan konstipasi.
(Mubarak dan Chayatin, 2007)
8. Nyeri
Pada kondisi tertentu (hemoroid, bedah rektum, melahirkan), defekasi
akan menyebabkan nyeri. Akibatnya pasien seringkali menekan
keinginan untuk defekasi. Lama kelamaan kondisi ini dapat
menyebabkan konstipasi. (Mubarak dan Chayatin, 2007)

C. PATOFISIOLOGI dan PATHWAY


Patofisiologi : gangguan eliminasi fekal
Defekasi adalah pengeluaran feses dari rektum dan anus. Hal ini
disebut bowel movement. Frekuensi defekasi pada setiap orang sangat
bervariasi dari beberapa kali perhari sampai dua atau tiga kali perminggu.
Banyaknya feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik
mendorong feses kedalam kolon sigmoid dan rektum. Saraf sensoris dalam
rektum dirangsang dan individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk
defekasi. Defekasi biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks
defekasi instrinsik. Ketika feses masuk kedalam rektum, pengembangan
dinding rektum memberi suatu signal yang menyebar melalui
pleksusmesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada kolon
desenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan
feses kearah anus, begitu gelombang peristaltik mendekati anus, spingter
anal interna tidak menutup dan bila spingter eksterna tenang maka feses
keluar. Reflek defekasi dua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam
rektum dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2-4) dan
kemudian kembali kekolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Signal
signal para simpatis ini meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan
spingter anus internal dan meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spigner
anus individu duduk ditoilet atau di bedpan, spigner anus eksternal tenang
dengan sendirinya mengeluarkan feses dibantu oleh kontraksi otot-otot
perut dan diaphragma yang akan meningkatkan tekanan abnormal dan oleh
kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul yang akan meningkatkan
tekanan abnormal dan oleh kontraksi abnormal dan oleh kontraksi muskulus
levator ani pada dasar panggul yang menggerakkan feses melalui saluran
anus. Defekasi normal dipermudah dengan refleksi paha yang
meningkatkan tekanan didalam perut dan posisi duduk yang meningkatkan
tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi diabaikan atau jika
defekasi dihambat secara sengaja dengan mengontaksikan muskulus
spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang dapat
menghasilkan rektum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan
feses diabsorbsi sehingga feses keras dan terjadi konstipasi.

Pathway
Etiologi
Makanan yang kurang sehat
Kurang aktifitas
Menahan BAB
Obat-obatan, dll

Obstruksi sel cerna

Kerusakan neuromuscular

Motalitas (peristaltik kolon) Cidera Usus


D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Kozier, et al. (2011), lima masalah umum yang terkait dengan
eliminasi fekal, yaitu :
1. Konstipasi
Konstipasi dapat didefinisikan sebagai defekasi kurang dari tiga kali per
minggu. Ini menunjukkan pengeluaran feses yang kering , keras atau
tanpa pengeluaran feses. Konstipasi terjadi jika pergerakan feses di usus
besar berjalan lambat, sehingga memungkinkan bertambahnya waktu
reabsorpsi cairan di usus besar.
2. Impaksi fekal
Impaksi fekal adalah suatu massa atau pengumpulan feses yang keras
didalam lipatan rektum. Impaksi terjadi akibat retensi dan akumulasi
materi fekal yang berkepanjangan. Impaksi fekal dapat dikenali dengan
keluarnya rembesan cairan fekal (diare) dan tidak ada feses normal.
Penyebab impaksi fekal biasanya adalah kebiasaan defekasi yang buruk
dan konstipasi.
3. Diare
Diare merujuk pada pengeluaran feses encer dan peningkatan frekuensi
defekasi. Diare merupakan kondisi yang berlawanan dengan konstipasi
dan terjadi akibat cepatnya pergerakan isi fekal di usus besar.cepatnya
pergerakan kime mengurangi waktu usus besar untuk menyerap kembali
air dan elektrolit.
4. Inkontinensia alvi
Inkontinensia alvi adalah hilangnya kemampuan volunter untuk
mengontrol pengeluaran fekal dan gas dari spingter anal. Dua tipe
inkontinensia alvi digambarkan menjadi parsial dan mayor.
Inkontinensia alvi parsial adalah ketidakmampuan untuk mengontrol
flatus atau untuk mencegah pengotoran minor. Inkontinensia mayor
adalah ketidakmampuan untuk mengontrol feses pada konsistensi
normal.
5. Flatulens
Flatulens adalah keberadaan flatus yang berlebihan di usus dan
menyebabkan peregangan dan inflasi usus (distensi usus). Flatulens
dapat terjadi di kolon akibat beragam penyebab, seperti makanan, bedah
abdomen, atau narkotik.

E. PENATALAKSANAAN
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi
inspeks, palpasi, perkusi, auskultasi dikhususkan pada saluran intestinal.
Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat merubah
peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi dan palpasi.
Inspeksi feses, meliputi observasi feses klien terhadap warna, konsentrasi,
bentuk permukaan, jumlah, bau, dan adanya unsur-unsur abdomen.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan Rogten
3. Pemeriksaan Labolatorium

G. KOMPLIKASI
Hemoroid adalah kumpulan dari pelebaran satu segmen atau lebih vena
hemoroidalis di daerah anorektal. Hemoroid bukan sekedar pelebaran vena
hemoroidalis tetapi bersifat lebih kompleks yakni melibatkan beberapa
unsur berupa pembuluh darah, jaringan lunak dan otot disekitar anorektal.
Klasifikasi hemoroid yaitu :
1. Hemoroid eksternal berasal dari bagian distal dentate line dan dilapisi
oleh epitel skuamos yang telah termodifikasi serta banyak persarafan
serabut saraf nyeri somatik.
2. Hemoroid internal, berasal dari bagian proksimal dentate line dan
dilapisi mukosa
3. Hemoroid internal-eksternal dilapisi oleh mukosa dibagian superior dan
kulit pada bagian inferior serta memiliki serabut saraf nyeri
(Potter&Perry,2006)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN ELIMINASI FEKAL

Tanggal/jam MRS :

Tanggal/jam pengkajian :

Metode pengkajian :

Diagnosa medis :

No. Registrasi :

A. PENGKAJIAN
I. BIODATA
1. IDENTITAS KLIEN
Nama, Jenis Kelamin, Alamat, Umur, Agama, Status Perkawinan,
Pendidikan, Pekerjaan.
2. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB
Nama, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan,Pekerjaan, Alamat,
Hubungan dengan Klien.
II. RIWAYAT KESEHATAN
1. Keluhan utama
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat kesehatan keluarga
Genogram :
III. PENGKAJIAN POLA FUNGSI GORDON
Pola Persepsi, Pola Aktivitas Latihan, Pola Istirahat Tidur, Pola
Nutrisi,Pola Eliminasi, Pola Kognitif dan Perceptual,Pola Konsep Diri,
Pola Koping, Pola Seksual Reproduksi, Pola Peran Hubungan, Pola Nilai
dan Kepercayaan.
IV. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum (Kesadaran, TTV), Pemeriksaan Head to Toe
V. ANALISIS DATA
Data Subjektif :
1. Klien mengatakan sulit untuk BAB
2. Klien mengatakan mengejan keras saat BAB
3. Klien mengatakan adanya sakit/nyeri saat defekasi
4. Klien mengatakan perutnya terasa tidak nyaman atau kembung

Data Objektif :

Inspeksi :

1. Perut klien kembung tidak simetris

2. Feses keras dan kering

3. Terlihatnya gelombang peristaltik yang menandakan adanya obstruksi

usus

Auskultasi :

1. Terjadinya peningkatan bising usus (awal obstruksi) dan selanjutnya

terjadi penurunan bising usus (lanjut)

Palpasi :

1. Teraba masa saat dilakukan palpasi

2. Adanya rasa nyeri saat ditekan

3. Menurunnya pasase usus

Perkusi :

1. Adanya lesi, cairan atau gas didalam abdomen

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko Konstipasi b.d Hemoroid
2. Nyeri b.d pasca trauma dengan gangguan : hemoroid

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
1. Risiko (Bowel Elimination (Bowel Management
Konstipasi b.d 0501) 0430)
Hemoroid Stelah dilakukan tindakan 1. pantau pergerakan,
keperawatan selama 3x24 frekuensi,
jam, diharapkan tidak konsentrasi, bentuk
terjadi tanda-tanda dan warna feses pada
konstipasi dan gangguan klien.
eliminasi fekal berkurang 2. pantau suara bising
dengan KH : usus pada klien.
1. pertahankan pola 3. berikan cairan
eliminasi (5) hangat setelah
2. identitas warna tinja makan.
(5) 4. gunakan obat
3. bising usus 5-35x/mnt suposutorial rektal
(5) dan berkolaborasi
4. konsistensi feses lunak dengan dokter
(5) 5. pantau tanda gejala
5. nyeri saat BAB konstipasi
berkurang (5) 6. tingkatkan intake
cairan, dan nutrisi
2. Nyeri b.d pasca (Pain Level 2102) (Pain Management
trauma dengan Setelah melakukan 1400)
gangguan : keperawatan 3x24 jam 1. lakukan
hemoroid diharapkan pasien tidak penilaian yang
mengalami nyeri akut lagi komprehensif dari
dengan KH : rasa sakit termasuk
1. melaporkan nyeri lokasi, karakteristik,
berkurag menggunakan durasi, frekuensi,
manajemen nyeri (5) kualias dan faktor
2. pasien tidak meringis presipitasi.
kesakitan (5) 2. observasi
3. menyatakan rasa reaksi non verbal dari
nyaman/mengekspresikan ketidak nyamanan
wajah setelah rasa nyeri 3. kaji kultur yang
berkurang (5) mempengaruhi
respon nyeri
4. kontrol
lingkungan yang
dapat mempengaruhi
nyeri, seperti suhu
ruangan,
pencahayaan, dan
kebisingan
5. lakukan
perawatan luka
kepada pasien
6. kolaborasi
pemerian analgetik

D. EVALUASI
Tanggal/Jam No.Dx Evaluasi Paraf
Minggu,16 I S : klien mengatakan bahwa fesesnya
Oktober 2016 sudah tidak keras lagi, berwarna
14:00 coklat.
O : Setelah di auskultasi, suara bising
usus klien normal 12x/mnt, setelah
dipalpasi perut klien tidak teraba
massa.
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi
II S : klien mengatakan saat BAB sudah
tidak nyeri
O : Skala nyeri 0
A : Masalah teratasi
P : Hentikan Intervensi
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2009. Teknik Prosedural Keperawatan Konsep dan Aplikasi Kebutuhan


Dasar Klien . Jakarta : Salemba Medika.

Potter, Perry. 2006. Buku ajar Fundamental Keperawatan Volume 2 Edisi 4.


Jakarta : EGC

Alimul, Aziz. 2009. Pengantar kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Chris booker. 2008. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC

Tarwoto & Wartonah. 2010. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Edisi 4. Jakarta : Salemba Medika

Dochterman dan Bulecheck. 2006. Nursing Intervention Classification (NIC).


United State of America : Mosby

Moorhead S,dkk. 2006. Nursing Outcames Classification (NOC). United States of


America : Mosby

North American Nursing Diagnosis Association (NANDA). 2010. Diagnosis


Keperawatan 2009-2011. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai