Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN

ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PROFESI GANGGUAN ELIMINASI PADA


Tn. A DI RUANG WIJAYA KUSUMA RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

REVIEW STUDI KASUS

Disusun Oleh:

THEODOLIA SERLI DEE

NIM. 01.3.21.00502

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS. BAPTIS KEDIRI

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI

T.A 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PROFESI GANGGUAN ELIMINASI PADA


Tn. A DI RUANG WIJAYA KUSUMA RUMAH SAKIT BAPTIS KEDIRI

PJMK Kep. Dasar Profesi Kediri, 1 Nopember 2021

Mahasiswa

Putu Indraswari A., S.Kep., Ns., M.Kep Theodolia Serli Dee

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Kili Astarani, S.Kep., Ns., M.Kep


BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep Medis


1.1.1 Definisi
Eliminasi adalah proses pembungan sisa metabolisme tubuh baik
berupa urin atau bowel (feses) (Mubarak, 2015).
Gangguan eliminasi urin didefinisikan sebagai disfungsi eliminasi urin
(SDKI, 2016)
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh
baik  berupa urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan
kandung kemih bila kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam
terjadinya proses eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih dan
uretra.
1.1.2 Etiologi
1. Makanan
Makanan adalah faktor utama yang mempengaruhi eliminasi feses.
Cukupnya selulosa, serat pada makanan, penting untuk
memperbesar volume feses. Makanan tertentu pada beberapa orang sulit
atau tidak  bisa dicerna. Ketidak mampuan ini berdampak pada
gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari pengairan feses.
Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang tidak teratur
dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang makan pada
waktu yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu,respon
fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas
peristaltik di colon.
2. Cairan Pemasukan
Ketika pemasukan cairan yang adekuat ataupun pengeluaran contoh:
urine, muntah  yang berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan
untuk mereabsorbsi air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang colon.
Dampaknya chyme menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses
yang keras. Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat
perjalanan chime di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan
reabsorbsi cairan dari chime
3. Meningkatnya stress psikologi
Dapat dilihat bahwa stres dapat mempengaruhi defekasi.
Penyakit- penyakit tertentu termasuk diare kronik, seperti ulcus pada
collitis, bisa jadi mempunyai komponen psikologi. Diketahui juga
bahwa beberapa orang yagn cemas atau marah dapat meningkatkan
aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi orang yagn depresi
bisa memperlambat motilitas intestinal, yang berdampak pada konstipasi
4. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama.
Pada pasien imobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan
gerak  peristaltik dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju
rectumdalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses
mengerase. Obat-obatan beberapa obat memiliki efek samping yang dapat
berpengeruhterhadap eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan
diare; yang lain seperti dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan
diikuti dengan prosedur pemberian morphin dan codein, menyebabkan
konstipasi. Beberapa obat secara langsung mempengaruhi eliminasi.
Laxative adalah obat yang merangsang aktivitas usus dan memudahkan
eliminasi feses. Obat-obatan ini melunakkan feses, mempermudah
defekasi. Obat-obatan tertentu seperti dicyclominehydrochloride (Bentyl),
menekan aktivitas peristaltik dan kadang-kadang digunakan untuk
mengobati diare
5. Usia
Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi
juga pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya
sampai sistem neuromuskular berkembang, biasanya antara umur 2-3
tahun. Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalah atony
(berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang
dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya
(mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yagn juga
menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa
orang dewasa juga mengalami penurunan kontrol terhadap muskulus
spinkter ani yang dapat berdampak pada prosesdefekasi
6. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus,
kecelakaan pada spinal cord dan tumor.
Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat
menurunkanstimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisa
membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan defekasi
ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan.
Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa
mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya fungsi dari
spinkter ani

1.1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Urine


1. Diet dan asupan (intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
output urine. Protein dan natrium dapat menentukan jumlah urine yang
dibentuk. Selain itu minum kopi dapat meningkatkan pembentukan urine.
2. Respons bagaimana awal berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebabkan urine banyak tertahan di dalam vesika urinaria, sehingga
mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine.
3. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
eliminasi. Hal ini terkait dengan tersedianya toilet.
4. Stress psikologis
Meningkatnya stress dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih.
Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan
jumlah urine yang diproduksi.
5. Tingkat aktivitas.
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk
fungsi sphincter. Kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
Hilangnya tonus otot vesika urinaria dapat menyebabkan kemampuan
pengontrolan berkemih menurun.
6. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat mempengaruhi pola
berkemih. Hal tersebut dapat ditimbulkan pada anak, yang lebih memiliki
kesulitan untuk mengontrol buang air kecil. Namun, kemampuan dalam
mengontrol buang air kecil meningkat dengan bertambahnya usia.
7. Kondisi penyakit
Kondisi penyakitt dapat mempeengaruhi produksi urine, seperti diabetes
melitus.
8. Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine,
seperti adanya kultur masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air
kecil di tempat tertentu.
9. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya memiliki
kesulitan untuk berkemih dengan melalui urineal/pot urine bila dalam
keadaan sakit.
10. Tonus otot
Tonus otot yang berperan penting dalam membantu proses berkemih
adalah otot kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat
berperan dalam kontraksi sebagai pengontrolan pengeluaran urine.
11. Pembedahan
Pembedahan berefek menurunkan filtrasi glomerulus sebagai dampak dari
pemberian obat anestesi sehingga menyebabkan penurunan jumlah
produksi urine.
12. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya
peningkatan atau penurunan proses perkemihan. Misalnya pemberian obat
diuretic dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan obat antikolinergik
dan anti hipertensi dapat menyebabkan retensi uine.
13. Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik ini juga dapat mempengaruhi kebutuhan eliminasi
urine, khususnya prosedur-pprosedur yang berhubungan dengan tindakan
pemeriksaan saluran kemih seperti intra venus pyelogram (IVP).
Pemeriksaan ini dapat membatasi jumlah asupan sehingga mengurangi
produksi urine. Selain itu tindakan sisteskopi dapat menimbulkan edema
local pada uretra.

1.1.4 Manifestasi klinis


Tanda dan gejala gangguan eliminasi urin menurut SDKI (2016):
a. Gejala dan tanda mayor
Subjektif : Sensasi penuh pada kandung kemih
Objektif : Disuria/anuria, distensi kandung kemih
b. Gejala dan tanda minor
Subjektif : Dribbling
Objektif : Inkontinensia berlebih, residu urin 150 ml atau lebih
1.1.5 Pathway

Proses Infeksi pada Tumor/neoplasma Pembesaran pada


infeksi uretra di sekitar ureter uterus pada saat
atau uretra kehamilan
Metabolisme Peradangan
meningkat Kompresi pada Kompresi pada
ureter/uretra saluran kemih
Terbentuknya
Panas/demam jaringan parut

HIPERTERMI
Obstruksi Urine yang GANGGUAN
sebagian atau keluar sedikit POLA
Obstruksi akut
total aliran karena ada ELIMINASI
penyempitan URINE
Kolik renalis/nyeri ureter/uretra
pinggang Urine mengalir
balik

NYERI
hidroureter
Peningkatan
ureum dalam
Urine reflak ke darah
pelvis ginjal
Bersifat
Penekanan racun dalam
pada medulla tubuh
ginjal/ pada
sel-sel ginjal Sistem
pencernaan
Gangguan
fungsi ginjal
Lambung

Kerusakan sel- Ureum


sel ginjal bertemu
dengan HCL
Gagal ginjal
Mual muntah

Kegagalan ginjal
untuk membuang Gangguan
limbah metabolik Nutrisi Kurang
Dari Kebutuhan
Tubuh

1.1.6 Masalah Eliminasi Urine


1. Retensi urine
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih
akibat ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung
kemih. Hal ini menyebabkan distensia vesika urinaria atau merupakan
keadaan ketika seseorang mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak
lengkap. Dalam keadaan distensi vesika urinaria dapat menampung urine
sebanyak 3.000 – 4.000 ml urine.
Retensi urine post partum dapat terjadi pada pasien yang mengalami
kelahiran normal sebagai akibat dari peregangan atau trauma dari dasar
kandung kemih dengan edema trigonum. Faktor-faktor predisposisi lainnya
dari retensio urine meliputi epidural anestesia, pada gangguan sementara
kontrol saraf kandung kemih , dan trauma traktus genitalis, khususnya pada
hematoma yang besar, dan sectio cesaria.
Retensi postpartum paling sering terjadi. Setelah terjadi kelahiran
pervaginam spontan, disfungsi kandung kemih terjadi 9-14 % pasien; setelah
kelahiran menggunakan forcep, angka ini meningkat menjadi 38 %. Retensi
ini biasanya terjadi akibat dari dissinergis antara otot detrusor-sphincter
dengan relaksasi uretra yang tidak sempurna yang kemudian menyebabkan
nyeri dan edema. Sebaliknya pasien yang tidak dapat mengosongkan
kandung kemihnya setelah sectio cesaria biasanya akibat dari tidak
berkontraksi dan kurang aktifnya otot detrusor.
Ketika kandung kemih menjadi sangat mennggembung diperlukan
kateterisasi, kateter folley ditinggal dalam kanndung kemih selama 24 – 48
jam untuk menjaga kandung kemih tetap kosong dann memungkinkan
kandung kemih menemukan kembali tonus normal dan sensasi.
Tanda klinis retensi :
a. Ketidaknyamanan daerah pubis.
b. Distensi vesika urinaria.
c. Ketidaksanggupan untuk berkemih.
d. Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50 ml).
e. Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya.
f. Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih.
g. Adanya urine sebanyak 3.000- 4.000 ml dalam kandung kemih.
Penyebab :
a. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis, vesika urinaria.
b. Trauma sumsum tulang belakang.
c. Tekanan uretra yang tinggi karena otot detrusor yang lemah.
d. Sphincter yang kuat.
e. Sumbatan (striktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat)
2. Inkontinensia urine
Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sphincter
eksternal sementara atau menetap untuk menetap untuk mengontrol ekskresi
urine. Secara umum penyebab dari inkontinensia urine adalah: proses
penuaan (aging process), pembesaran kelenjar prostat, serta penurunan
kesadaran, serta penggunaan obat narkotik.
3. Enuresis
Enuresis merupakan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan
tidak mampu mengontrol sphincter eksterna. Biasanya enurisis terjadi pada
anak atau orang jompo. Umumnya enurisis terjadi pada malam hari.
Faktor penyebab enurisis :
a. Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari normal.
b. Anak-anak yang tidurnya bersuara dari tanda-tanda dari indikasi
keinginan berkemih tidak diketahui. Hal itu mengakibatkan
terlambatnya bangun tidur untuk untuk ke kamar mandi.
c. Vesika urinaria peka rangsang, dan seterusnya, tidak dapat menampung
urine dalam jumlah besar.
d. Suasana emosional yang tidak menyenangkan di rumah.
e. Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi
kebiasaannya tanpa dibantu dengan mendidiknya.
f. Infeksi saluran kemih, perubahan fisik, atau neurologis sistem
perkemihan.
g. Makanan yang banyak mengandung garam mineral.
h. Anak yang takut jalan gelap untuk ke kamar mandi.
4. Perubahan pola eliminasi urine
Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang
mengalami gangguan pada eliminasi urine karena obstruksi anatomis, kerusakan
motorik, sensorik, dan infeksi saluran kemih. Perubahan pola eliminasi terdiri
atas :
a. Frekuensi
Frekuensi merupakan banyaknya jumlah berkemih dalm sehari. Peningkatan
frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang masuk.
Frekuensi yang tinggi ttanpa suatu tekanan asupan cairan dapat disebabkan
sistisis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan juga pada keadaan stress/hamil.
b. Urgensi
Urgensi adalah perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika
tidak berkemih. Pada umumnya anak kecil memiliki kemampuan yang buruk
dalm mengontrol sphincter eksternal. Biasanya perasaan ingin segera
berkemih terjadi pada anak karena kurangnya kemampuan pengontrolan
pada sphincter.
c. Disuria
Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih. Hal ini sering
ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur uretra.
d. Poliuria
Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal,
tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Biasanya, ditemukan pada penyakit
diabetes dan GGK.
e. Urinari Supresi
Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urie secara mendadak. Secara
normal, urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60 – 120 ml/jam secara
terus menerus.
1.1.7 Komplikasi
komplikasi yang bisa terjadi akibat terjadinya gangguan eliminasi urine,
antara lain:
1) Masalah kulit, seperti ruam, infeksi kulit dan luka.
2) Infeksi saluran kemih. Inkontinensia bisa meningkatkan risiko
terjadinya infeksi saluran kemih berulang.
3) Mengganggu kehidupan sosial. Inkontinensia urine merupakan
masalah yang memalukan, sehingga bisa memengaruhi hubungan
sosial, pekerjaan, dan hubungan pribadi kamu

1.1.8 Pemeriksaan diagnostic/penunjang


a. Pemeriksaan urine (urinalisis):
1. Warna (jernih kekuningan)
2. Kejernihan (jernih)
3. Bau (beraroma)
4. pH (4,6-8,0)
5. Berat jenis (1,010-1,030)
6. Glukosa (kondisi normal tidak ada)
7. Keton (kondisi normal tidak ada).
b. Kultur urine (N: kuman patogen negatif).
1.1.9 Penatalaksanaan Medis
Kebutuhan eliminasi urine :
a. Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan
Cara pengambilan urine antara lain: pengambilan urine biasa,
pengambilan urine steril, dan pengumpulan selama 24 jam.
1) Pengambilan urine biasa
2) Pengambilan urine steril
3) Pengambilan urine selama 24 jam
b. Menggunakan Urinal Untuk Berkemih
c. Melakukan Kateterisasi
d. Memasang Kondom Kateter
e. Pembedahan

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
1) Pola berkemih
2) Gejala dari perubahan berkemih
3) Faktor yang memengaruhi berkemih
b. Pemeriksaan fisik
1) Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder,
pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus.
2) Genetalia wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi
jaringan vagina.
3) Genetalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, tenderness, adanya pembesaran skrotum
c.    Intake dan output cairan
1) Kaji intake dan ouput cairan dalam sehari (24 jam)
2) Kebiasaan minum dirumah
3) Intake : cairan infus, oral, makanan, NGT
4) Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan
cairan.
5) Output urine dari urinal, cateter bag, drainage ureterostomy,
sistostomi.
6) Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan.
d. Pemeriksaan diagnostik
1) Pemeriksaan urine (urinalisis)
2) Warna : (N : jernih)
3) Penampilan : (N : jernih)
4) Bau (N : beraroma)
5) pH : (N : 4,5-8,0)
6) Berat jenis  (N : 1,005 – 1,030)
7) Glukosa  (N : negatif)
8) Keton  (N : negatif)
9) Kultur urine (N: kuman patogen negatif)
2. Diagnosa Keperawatan
1). Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis
SDKI
NYERI AKUT (D.0077)
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas
ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 tahun
Penyebab :
1. Agen cidera pencedera fisiologis (ms. Inflamasi, iskemia, neoplasma)
2. Agen cidera kimiawi (ms. Terbakar, bahan kimia iritan)
3. Agen cidera fisik (ms. Abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat,
prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (ms waspada,
posisi menghindari nyeri
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi meningkat
5. Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
Tidak tersedia 1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah proses
berpikir terganggu
4. Menarik diri
5. Berfokus pada diri sendiri
6. Diaphoresis
Kondisi klinis terkait :
1. Kondisi pembedahan
2. Cidera traumatis
3. Infeksi
4. Sindrim coroner akut
5. Glaucoma

2). Gangguan eliminasi urine b/d iritasi kandung kemih


Gangguan Eliminasi Urin D.0040
Definisi
Disfungsi eliminasi urin
Penyebab
1. Penurunan kapasitas kandung kemih
2. Iritasi kandung kemih
3. Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih
4. Efek tindakan medis dan diagnostik (mis. Operasi ginjal, operasi saluran kemih,
anestesi, dan obat-obatan).
5. Kelemahan otot pelvis
6. Ketidakmampuan mengakses toilet (mis. Imobilisasi)
7. Hambatan lingkungan
8. Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi
9. Outlet kandung kemih tidak lengkap (mis. Anomali saluran kemih kongenital)
10. Imaturitas (pada anak usia < 3 tahun)
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
1. Desakan berkemih (urgensi) 1. Distensi kandung kemih
2. Urin menetas (dribbling) 2. Berkemih tidak tuntas (hesitancy)
3. Sering buang air kecil 3. Volume residu urin meningkat
4. Nokturia
5. Mengompol
6. Enuresis

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif Objektif

(tidak tersedia) (tidak tersedia)


Kondisi klinis terkait
1. Infeksi ginjal dan saluran kemih
2. Hiperglikemi
3. Trauma
4. Kanker
5. Cedera/tumor/infeksi medula spinalis
6. Neuropati diabetikum
7. Neuropati alkoholik
8. Stroke
9. Parkinson
10. Sklerosis multipel
11. Obat alpha adrenergik

3). Kesiapan peningkatan eliminasi urin


Kesiapan peningkatan eliminasi Urin D.0048
Definisi: pola fungsi sistem perkemihan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
eliminasi yang dapat
Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
1. Mengungkapkan keinginan 1. Jumlah urin normal
untuk meningkatkan eliminasi 2. Karakteristik urin normal
Gejala dan tanda minor
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Asupan cairan cukup
Kondisi klinis terkait
1. Cedera medula spinalis
2. Sklerosis
3. Kehamilan
4. Trauma pelvis
5. Pembedahan abdomen
6. Penyakit prostat

4). Retensi Urin


Sdki : Retensi Urin

Retensi Urin D.0050


Definisi: pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap
Penyebab:
1. Peningkatan tekanan uretra
2. Kerusakan arkus refleks
3. Blok spingter
4. Disfungsi neurologis
5. Efek agen farmakologis
Gejala dan tanda mayor
Subjektif Objektif
1. Sensasi penuh pada kandung 1. Disuria/anuria
kemih 2. Distensi kandung kemih
Gejala dan tanda minor
Subjektif Objektif
1. Dribbling 2. Inkontinensia urin
3. Residu urin150 ml atau lebih
Kondisi klinis terkait
2. Benigna prostat hiperplasia
3. Pembengkakan perineal
4. Cedera medula spinalis
5. Rektokel
6. Tumor disaluran kemih

3. Intervensi dan Implementasi


SLKI
Tingkat Nyeri L.08066
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau
fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konsisten

Ekspektasi : Menurun
Kriteria hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningk
menurun meningk at
at
Kemampuan menuntaskan aktivitas 1 2 3 4 5
Meningk Cukup Sedang Cukup Menurun
at meningk menurun
at
Keluhan nyeri 1 2 3 4 5
Meringis 1 2 3 4 5
Sikap protektif 1 2 3 4 5
Gelisah sulit tidur 1 2 3 4 5
Menarik diri 1 2 3 4 5
Berfokus pada diri sendiri 1 2 3 4 5
Diaphoresis 1 2 3 4 5
Perasaan depresi (tertekan) 1 2 3 4 5
Perasaan takut mengalami cidera 1 2 3 4 5
berulang 1 2 3 4 5
Anoreksia 1 2 3 4 5
Perineum terasa tertekan 1 2 3 4 5
Uterus teraba membulat 1 2 3 4 5
Ketegangan otot 1 2 3 4 5
Pupil dilatasi 1 2 3 4 5
Muntah 1 2 3 4 5
Mual
Membur Cukup Sedang Cukup Membai
uk memburu membaik k
k
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5
Pola napas 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Proses berpikir 1 2 3 4 5
Focus 1 2 3 4 5
Fungsi berkemih 1 2 3 4 5
Perilaku 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5

SIKI
Manajemen Nyeri I.08238
Definisi:
Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berinteraksi
ringan hingga berat dan konstan.
Tindakan
Observasi
a) Identifikasi lokasi, karateristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respon nyeri non verbal
d) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
e) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
f) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
g) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
h) Monitor efek samping penggunaan analgesik
Terapeutik
a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis, TENS, hipnosia,
kupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis, suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
c) Fasilitas istirahat dan tidur
d) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemeliharaan strategi meredakan nyeri
Edukasi
a) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
b) Jelaskan strategi meredakan nyeri
c) Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
d) Anjurkan penggunaan analgesik secara tepat
e) Ajarkan teknik non farmakologi untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
a) Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu.

SLKI Gangguan Eliminasi Urine

Eliminasi Urine L.04034


Definisi : Pengosongan kandung kemih yang lengkap
Ekspektasi : Membaik
Kriteria hasil
Menuru Cukup Sedang Cukup Mening
n menuru meningk kat
n at
Sensasi berkemih 1 2 3 4 5
Meningk Cukup Sedang Cukup Menurun
at meningka menurun
t
Desakan berkemih (urgensi) 1 2 3 4 5
Distensi kandung kemih 1 2 3 4 5
Berkemih tidak tuntas 1 2 3 4 5
Volume residu urine 1 2 3 4 5
Urin menetes (dribbling) 1 2 3 4 5
Nokturia 1 2 3 4 5
Mengompol 1 2 3 4 5
Enuresis 1 2 3 4 5
Disuria 1 2 3 4 5
Anuna 1 2 3 4 5

Membur Cukup Sedang Cukup Membaik


uk memburu membaik
k
Frekuensi BAK 1 2 3 4 5
Karakteristik urino 1 2 3 4 5

SIKI

Dukungan Perawatan Diri : BAB/BAK 1.11349


Definisi: memfasilitasi pemenuhan kebutuhan buang air kecil (BAK)
Tindakan
Obeservasi
- Identifikasi kebiasaan BAK/BAB
- Monitor integritas kulit pasien
Terapiutik
- Suka pakaian yang diperlukan untuk memudahkan eliminasi
- Dukung penggunaan toilet/commode/pispot/urinal secara konsisten
- Jaga privasi selama eliminasi
- Ganti pakaian pasien setelah eliminasi, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan BAK/BAB secara rutin
- Anjurkan ke kamar mandi/toilet, jika perlu

Manajemen eliminasi urine 1.04152


Definisi: mengidentifikasi dan mengelola gangguan pola eliminasi urine
Tindakan
Observasi:
- Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine
- Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urine
- Monitor eliminasi urine (mis. Frekuensi, konsisten, aroma, volume, dan warna)
Terapiutik:
- Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
- Batasi asupan cairan
- Ambil sample urine tengah (midstream) atau kultur
Edukasi:
- Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
- Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
- Ajarkan mengambil spesimen urine midstream
- Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih
- Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot panggul/berkemih
- Anjurkan minum yang cukup
- Anjurkan mengurangi minum menjelang tidur
Kolaborasi:
- Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra, jika perlu
Kateterisasi urine 1.04148
Definisi: masukan selang kateter urine ke dalam kandung kemih
Tindakan
Observasi:
- Periksa kondisi pasien (mis. Kesadaran, tanda-tanda vital, daerah perineal, distensi
kandung kemih, inkontinensia urine, refleks berkemih)
Terapiutik:
- Siapkan peralatan, bahan-bahan dan ruangan tindakan
- Siapkan pasien: bebaskan pakaian bawah dan posisikan dorsal rekumben (untuk wanita)
dan supine (untuk laki-laki)
- Pasang sarung tangan
- Bersihkan daerah perineal atau preposium dengan cairan NaCl atau aquades
- Lakukan insersi kateter urine dengan menerapkan prinsip aseptik
- Sambungkan kateter urine dengan urine bag
- Isi balon dengan NaCl 0,9% sesuai anjuran pabrik
- Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau dipaha
- Berikan label waktu pemasangan
Edukasi:
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urin
- Anjurkan menarik napas saat insersi selang kateter

4. Evaluasi Keperawatan
Pada tahap evaluasi, menemukan reaksi klien terhadap intervensi keperawatan
yang telah diberikan dan menetapkan apakah sasaran dari rencana keperawatan
dasar mendukung proses evaluasi. Selain itu juga dapat menetapkan kembali
informasi baru yang ditunjukkan oleh klien untuk mengganti atau menghapus
diagnosa keperawatan, tujuan atau intervensi keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA
PPNI (2016).Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diasnotik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

PPNI (2019).Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil,


Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI

Yuniarti, Yuyun .(2018). KARYA TULIS ILMIAH ASUHAN KEPERAWATAN


PADA” Tn. J” DENGAN GANGGUAN SISTEM PERKEMIHAN
(VESIKOLITHIASIS) DI RUANG LAMBU BARAKATI RSU BAHTERAMAS
KENDARI TANGGAL 25 – 30 JULI 2018. http://repository.poltekkes-
kdi.ac.id/613/1/KTI%20YUYUN%20YUNIARTI.pdf . Kendari: POLTEKES
Kendari

Karti, Thyta Chatyla.(2019). Karya Tulis Ilmiah Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Nn”S” Yang Mengalami Infeksi Saluran Kemih (Isk) Dengan Masalah
Keperawatan Gangguan Eliminasi Urine Di Ruangan Cendrawasih Rumah
Sakit Bhayangkara Makassar. https://lib.akpermpd.ac.id/index.php?
p=show_detail&id=1518 Makasar: Akper Oudang Makasar

Anda mungkin juga menyukai