Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pasien kritis adalah pasien dengan keadaan yang memungkinkan

terjadinya kegagalan pada salah satu organ atau lebih yang dapat mengancam

kesehatan pasien dan juga dapat menyebabkan kematian sehingga

memerlukan perawatan yang di Intensif di ruang rawat Intensive Care Unit

(ICU) (Heru Suwardianto et al., 2017). Pasien yang dirawat di ruang

perawatan Intensif biasanya pasien dengan keadaan yang kritis dan mengalami

penurunan kesadaran (Hafifah & Fithriyah, 2018). Pasien kritis biasanya

mengalami gangguan pada multi sistem yang melibatkan gangguan pada

organ pernapasan, kardiovaskuler, dan neurologi (Afianti & Mardhiyah,

2017). Gangguan pada organ pernapasan merupakan kondisi yang paling

sering terjadi pada pasien kritis seperti pasien mengalami kekurangan oksigen

ditandai dengan hipoksia yang jika tidak dilanjuti dengan cepat maka akan

menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam nyawa pasien

(Ikha Yulia Widayanti, 2020). Pasien kritis yang mengalami hipoksia

dikarenakan terjadi gangguan pada saluran sirkulasi udara akan mengalami

perubahan pada pembacaan saturasi oksigen (Ikha Yulia Widayanti, 2020).

Data Kemenkes tahun 2020 pasien yang dirawat di ruang ICU pada

Rumah sebanyak 94% dari 16 tempat tidur terisi yang tersedia di Rumah Sakit

Provinsi Riau (Kemekes, 2021). Penelitian yang dilakukan oleh (Karokaro &

Hasrawi, 2019) di ruang ICU Rumah Sakit Grandmed Lubuk Pakam


menyatakan Pasien kritis yang dirawat di ruang ICU berjumlah 20 pasien

sekitar 90% di dapatkan saturasi oksigen pasien kurang baik. Hal ini juga

didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Suparti, 2019) pasien

mengalami keadaan saturasi oksigen yang kurang baik sekitar 2% sebelum

dilakukan penghisapan lendir (suction).

Kriteria pasien yang masuk dalam ruang ICU adalah pasien dengan sakit

kritis dengan ketidakstabilan atau kegagalan sistem organ yang memerlukan

bantuan alat teknologi canggih ICU seperti bantuan ventilator, endotracehal

tube¸ multi kompleks infus, monitoring dan obat-obatan vasoaktif (Putra,

2018). Pasien kritis adalah keadaan yang mengancam jiwa, kondisi tidak stabil

dan rumit yang memerlukan observasi dan perawatan penuh Menurut Heru

Suwardianto (2019) dalam (Desi Natalia Trijayanti Idris, Dian Taviyanda,

2020). Semakin kritis sakit pasien, semakin besar kemungkinan untuk menjadi

sangat rentan, tidak stabil dn kompleks membutuhkan terapi yang intensif dan

asuhan keperawatan menurut AACN (2016) dalam (Desi Natalia Trijayanti

Idris, Dian Taviyanda, 2020).

Pasien yang dirawat di ICU memiliki keadaan yang berbeda-beda.

Kegagalan multiorgan menjadi salah satu penyebab pasien mengalami

Kegagalan nafas, penurunan kesadaran bahkan sampai jatuh dalam kondisi

koma yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan saturasi oksigen.

Penurunan Saturasi oksigen pada pasien dengan kegagalan nafas ataupun

penurunan kesadaran dapat diakibatkan dari adanya penumpukan sekret pada

pasien (Putra, 2018). Tanda dan gejala terjadinya penurunan saturasi oksigen

adalah pasien mengalami sesak napas, peningkatan frekuensi pernapasan


menjadi 35 x/menit, denyut nadi cepat dan dangkal, sianosis serta mengalami

penurunan kesadaran (Yulia et al., 2019).

Pasien kritis yang dirawat di ruang perawatan intensif mengalami

penyumbatan jalan napas yang diakibatkan penumpukan sekret yang

berlebihan dapat dilakukan tindakan penganganan dengan melakukan tindakan

penghisapan lendir (suction) yang bertujuan untuk membebaskan jalan nafas,

mengurangi penumpukan sekret dan mencegah terjadi infeksi pada paru

(Wardhani, 2018) dan tindakan penghisapan lendir (suction) perlu dilakukan

pada pasien yang mengalami gangguan bersihan jalan nafas agar pasien tidak

mengalami kekurangan suplai oksigen (Gultom, 2020). Tindakan suction

merupakan intervensi yang sering dilakukan oleh perawat pada pasien kritis

yang mengalami penumpukan sekret yang berlebih (Wardhani, 2018).

Penelitian yang dilakukan oleh (Kitong et al., 2014) menunjukan bahwa

setelah dilakukan tindakan suction terjadi perubahan kadar saturasi oksigen.

Penelitian yang dilakukan oleh (Syahran et al., 2019) juga menunjukan

terjadinya perubahan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan suction dimana

kadar saturasi oksigen pasien mengalami perubahan. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa tindakan suction dapat mempengaruhi kadar saturasi

oksigen pada pasien yang mengalami gangguan pada jalan napas pasien.

Berdasarkan fenomena dan latar belakang masalah diatas makan peneliti

tertarik untuk menganalisis pengaruh dari tindakan suction terhadap saturasi

oksigen pada pasien di ruang ICU berdasarkan literature review.


1.2 Identifikasi Masalah

Faktor yang
mempengaruhi pasien Prevalensi pasien
kritis: Pasien dengan
kritis yang dirawat di
gangguan
ruang ICU berjumlah
1. Gangguan pada saturasi
20 pasien sekitar
organ pernapasan, oksigen di
90% di dapatkan
2. Gangguan pada ruang ICU
saturasi oksigen
organ kardivaskuler
pasien kurang baik
3. Gangguan pada
organ neuromuskuler (Karokaro dan
Hasrawi, 2019)

Gambar 1.1 Identifikasi masalah Pengaruh Tindakan Suction terhadap Saturasi

Okigen pada Pasien Di Ruang Intensive Care Unit

Berdasarkan gambar 1.1 dapat dijelaskan bahwa ada berbagai faktor yang

mempengaruhi yang dapat mempengaruhi pasien kritisyaitu gangguan pada organ

pernapasan,gangguan pada organ kardivaskuler, dan gangguan pada organ

neuromuskuler. Pasien Pasien dengan gangguan saturasi oksigen di ruang ICU.

Prevalensi pasien di ruang ICU terdapat 90% dari 20 responden yang masuk

dalam kategori yang tidak baik dalam penelitan yang dilakukan oleh (Karokaro &

Hasrawi, 2019)

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas didapat rumusan masalah yaitu “Apakah

ada pengaruh tindakan suction terhadap saturasi oksigen pada pasien di ruang

Intensive Care Unit?”


1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini dilakukan untuk melakukan analisis Literatur

Review artikel tentang ”Pengaruh Tindakan Suction Terhadap Saturasi

Oksigen pada Pasien di Ruang ICU”

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Meningkatkan ilmu pengetahuan tentang pengaruh tindakan suction

terhadapa saturasi oksigen pada pasien yang melakukan perawatan di

ruang ICU.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Perawat di Ruang ICU

Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan ilmu mengenai

pengaruh tindakan suction terhadap saturasi oksigen pada pasien yang

dirawat di ruang ICU.

2. Bagi Institusi STIKES RS Baptis Kediri

Bagi institusi diharapkan sebagai refensi untuk meningkatkan mutu

pembelajaran dan sebagai tambahan informasi mengenai ilmu keperawatan

agar dapat dipelajari untuk ilmu keperawatan terkhususnya pada

perawatan diruang intensif.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya dapat digunakan untu menambah literatur

sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai Pengaruh

Tindakan Suction terhadap Saturasi Oksigen pada Pasien di Ruang ICU.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pasien Kritis

2.1.1 Definisi Pasien Kritis

Pasien dengan penyakit kritis merupakan keadaan akut disfungsi organ

sampai pada potensial penyakit hingga kegagalan organ reversible (Desi Natalia

Trijayanti Idris, Dian Taviyanda, 2020).

Pasien kritis adalah keadaan dimana pasien yang mengancam, tidak stabil

dan komplek yang membutuhkan observasi dan perhatian penuh dalam masa

perawatan. Pasien kritis yang dirawat dalam jangka waktu lama minimal 2-3 hari

dan kurang mobilisasi akan berpengaruh pada masa perawatan yang lebih lama,

mengalami penurunan kesehatan mental, fungsi mobilisasi dan fungsi kognitif

sehingga dampak tersebut dapat mengakibatkan terjadinya penurunan pada fungsi

organ, dan terjadi penurunan kontratilitas otot, kapasitas fungsi dan kualitas hidup

pasien. Pasien kritis yang mengalami penurunan fungsi kognitif disebabkan oleh

kurangnya pengetahuan tentang perawatan di ruang ICU, ICU delirium, sedasi,

gangguan tidur dan hipoksia (H Suwardianto, 2019)

Pasien kritis adalah pasien yang mengalami ketidakstabilan secara

fisiologis, sehingga pasien mengalami respon hipermetabolik komplek terhadap

trauma, pasien juga dapat mengalami perubahan metabolisme tubuh, hormonal,

imunologis dan homeostatis nutrisi. Program terapi yang kompleks dan

pemantauan pasien kritis megharuskan perawat fokus terkait dengan kondisi


status fisiologis dan hemodinamik termasuk saturasi oksigen (Fathonah Eka

Pratiwi, 2020)

2.1.2 Peran Perawat Kritis

(H Suwardianto, 2019) mengungkapkan bahwa peran perawat kritis dalam

perkembangannya memiliki lingkup yang spesifik dalam melakukan perawatan

kritis. Perawatan kritis pada pasien yang memiliki penyakit kritis merupakan

suatu kesatuan termasuk pre-crisis/proactive care, manajemen penyakit kritis dan

dalam hal ini dapat berupa recovery dan rehabilitasi. Palliative care merupakan

rangkaian peran perawat dalam melaksanakan tindakan keperawatan diruang ICU.

Berperan sebagai manajer ruangan, perawat edukator, pemberi asuhan

keperawatan kritis, advokasi pasien dan keluarga merupakan peran perawat kritis.

Perawat kritis juga dapat berperan pada area dalam dan luar keperawatan

diantaranya sebagai konsulan, advanced practice/nurse practitioner roles in ICU,

trauma, emergency, critical care outreach ICU liaison, dan juga sebagai peneliti

(H Suwardianto, 2018)

2.1.3 Kategori Pasien Kritis

Kategori pasien kritis berdasarkan dari Nationtal Standards for Adult

Critical Care Services, Join Facult of Intesive Care Medicine of Ireland

(JFICMI), dan The Intensive Care Society of Ireland (ICSI) sebagai berikut (H

Suwardianto, 2018):

Tabel 1. Level of Critical Care Recommendation JFICMI and ICSI

Acute Level 0 Pasien dirawat di bangsal dengan manajemen klinik

Care
Level 1 Level lebih tinggi perlu observasi seperti contoh ruang
Post Anesthesia Care unit
Critical Level 2 Pasien kritis dengan salah satu organ utama mengalami

Care kegagalan fungsi


Level 3 Pasien kritis dengan dua atau lebih organ utama

mengalami kegagalan fungsi


Level 3S Level 3 yang memerlukan pelayanan regional/nasional

rujukan
Kriteria level 0 dan level 1 dideskripsikan bahwa pasien memiliki

tingkatan penyakit akut dan tidak membutuhkan perawatan pada critical care unit,

namun jika terjadi kemunduran keadaan yang semakin memburuk maka tim

keperawatan kritis di perlukan dalam penanganannya.

Kriteria level 2 dideskripsikan bahwa pasien memerlukan lingkungan yang

terbaik dan peran perawat kritis sangat diperlukan. Level 2 terjadi peningkatan

frekuensi dalam memonitoring pasien, dan dapat dimungkinkan memilki keadaan

yang sama seperti pasien level 1 yang dapat dirawat di rawat inap atau bangsal

atau PACU yang memiliki sumber daya perawat yang mampu melakukan

observasi pasien. Level 2 dapat juga terjadi pada Complex Non Invasive

Ventilation (NIV) seperti contoh proses weaning pada perawatan pasien level 1

atau yang level lebih tinggi dari NIV yaitu Invasive Mechanical Ventilation

sebagai fokus perawatan karena adanya kegagalan salah satu organ. keadaan lain

yang dapat dikategorikan pada level 2 diantaranya ketidakstabilan hemodinamik,

renal replecement, pasien yang mendapatkan terapi neurogical, dermatological

injury, dan hepatic support.

Kriteria level 3 dideskripsikan yaitu dimana pasien memiliki kegagalan

dua organ atau lebih, dan atau pasien menggunakan invasive mechanical

ventilatory teratment.
Kriteria level 3S dapat dijelaskan sebagai pasien yang memiliki keadaan

kritis 3 dan harus mendapatkan pelayanan kesehatan pada tingkatan nasional atau

regional sepertiEkstra Corporeal Life Support (ECMO/ECLS), Neuro Critical

Care, Cardiothoracic, Transplantasin dan lain sebagainya.

Identifikasi pasien kritis dengan melihat dari segi cardinal berdasarkan

British Journal of Hospital Medicine tahun 2007 sebagai berikut:

Tabel 2. Kategori Pasien Kritis berdasarkan Cardinal

Clinical Observations
Kategori Tampilan Neurogical Respiratory Cardivascula

Pasien Umum r
No Critical ill Normal Waspada Napas HR 60-100

kooperatif normal, kali/menit

>8<20 SBP>90

kali/menit mmHg

UO >0,5

ml/kg/hr
Potential Berkeringat, Agitasi, Menggunakan HR >100

Critical Pucar, cemas, Bingung, mata otot kali/menit

illness atau gelisah membuka saat pernapasan, SBP <90

dipanggil RR <8 mmHg

kali/menit, UO <0,5

RR 20-30 ml/kg/hr

kali/menit
Critical ill Abu-abu, biru Tidak Silent chest HR <50

kulit berespon atau RR<8>30 kali/menit


bercorang- hanya kali/menit, HR >150

coreng membuka agonal kali/menit

mata dengan respirations SBP<60

respon nyeri mmHg,

Anuria
Cardiac Arrest atau Mati
Keterangan: HR = heart rate; RR = respiratory rate; SBP = Systolic blood

pressure; UO = urinary output

2.2 Konsep Penghisapan Lendir (Suction)

2.2.1 Definisi

Suction atau penghisapan merupakan tindakan untuk mempertahankan

jalan napas sehingga memungkinkan terjadinya proses pertukaran gas yang

adekuat dengan cara mengeluarkan sekret pada klien yang tidak mampu

mengeluarkannya sendiri (Ns. Alfianur et al., 2021)

Suction adalah suatu cara untuk mengeluarkan sekret dari saluran nafas

dengan menggunakan suction kateter yang dimasukan melalui hidung atau rongga

mulut kedalam pharing atau trakea. Tindakan penghisapan lendir digunakan pada

pasien yang kurang responsif atau yang memerlukan pembuangan sekret oral

(Rakhman, 2014)

Kozier dan Erb (2012) mengungkapkan bahwa suction ETT yaitu

membersihkan sekret dari saluran endotrakeal disamping membersihkan sekret,

suction juga merangsang refleks batuk. Prosedur ini memberikan patensi jalan

nafas sehingga mengoptimalkan kembali pertukaran oksigen dan karbondioksida

serta mencegah pneumonia karena penumpukan sekret. Dilakukan secara berulang


sesuai dengan tanda-tanda penumpukan sekret dijalan nafas pasien, prosedur

suction menggunakan prinsip steril. Penghisapan lendir adalah tindakan untuk

membersihkan saluran napas bagian dalam dengan menggunakan alat penghisap

(suction) lendir melalui hidung, mulut maupun trakea agar saluran napas bebas

dari sumbatan lendir (Anggraini & Relina, 2020)

2.2.2 Tujuan Penghisapan Lendir (Suction)

Tujuan pengisapan lendir, yaitu (Rakhman, 2014):

1. Pengisapan lendir bertujuan untuk memelihara saluran tetap bersih

2. Pengisapan lendir bertujuan untuk mengeluarkan sekret dari pasien yang

tidak mampu mengeluarkan sendiri

3. Pengisapan lendir bertujuan diharapkan agar suplai oksigem terpenuhi

dengan jalan nafas yang adekuat

2.2.3 Indikasi Penghisapan Lendir (Suction)

Kozier dan Erb (2012) mengungkapkan bahwa indikasi dilakukannya

suction ETT pada pasienm yaitu (Anggraini & Relina, 2020):

1. Bila terjadi gurgling (suara nafas berisik seperti berkumur),

2. Cemas

3. Susah/kurang tidur

4. Snoring (mengorok)

5. Penurunan tingkat kesadaran

6. Perubahan warna kulit


7. Penurunan saturasi oksigen

8. Penurunan pulse rate (denyut nadi)

9. Irama nadi tidak teratur

10. Respiration rate menurun

11. Gangguan potensi jalan napas

2.2.4 Kontra Indikasi Penghisapan Lendir

Kontraindikasi penghisapan lendir (suction), yaitu (Rakhman, 2014):

1. Pasien dengan stridor

2. Pasien dengan kekurang cairan cerebro spinal

3. Pulmonary oedem

4. Post pneumonectomy, ophagotomy yang baru

Elly (2000) juga menjabarkan kontrakindikasi pada prosedur penghisapan lendir

yaitu klien yang mengalami kelainan yang dapat menimbulkan spasme laring

terutama sebagai akibat penghisapan melalui trakea, gangguan perdarahan, edema

laring, varises esophagus, perdarahan gaster, infark miokard(Anggraini & Relina,

2020)

2.2.5 Tekanan Suction

Tekanan suction, yaitu (Rakhman, 2014):

1. Dewasa : 110-150 mmHg

2. Anak-anak : 95-110 mmHg

3. Bayi : 50-95 mmHg


2.2.6 Kanul Suction

Kanul suction yaitu (Anggraini & Relina, 2020):

1. Jenis

Jenis kanul suction yang ada dapat dibedakan menjadi open suction dan

close suction. Open suction merupakan kanul konvesional, dalam

penggunaannya harus membuka sambungan antara ventilator dengan ETT

pada pasien sedangkan close suction merupakan kanul dengan system

tertutup yang selalu terhubung dengan sirkuit ventilator dan

penggunaannya tidak perlu membuka konektor sehingga aliran udara yang

masuk tidak terinterupsi.

2. Ukuran Suction catheterkit/ selang kateter

Tabel 3. Ukuran Suction catheterkit/ selang kateter

keterangan Ukuran

Dewasa 12-18 Fr

Anak usia sekolah 6-12 tahun 8-10 Fr

Anak usia balita 6-8 Fr

2.2.7 Prosedur Penghisapan Lendir (Suction)

Prosedur penghisapan lendir, yaitu (Uliyah & Hidayat, 2015):

A. Persiapan alat dan bahan

1) Alat penghisap lendir (suction) dengan botol berisi larutan

desinfektan
2) Kateter penghisap lendir (suction)

3) Pinset steril

4) Sarung tangan steril/ handscoon steril

5) 2 kom berisi larutan aquadest atau NaCl 0,9% dan berisi larutan

desinfektan

6) Kasa steril

7) Kertas tisu

8) Stetoskop

B. Prosedur pelaksanaan

1) Cuci tangan

2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

3) Atur posisi pasien dengan posisi terlentang dengan kepala miring

ke arah perawat

4) Gunakan sarung tangan

5) Hubungan kateter penghisap dengan selang penghisap

6) Mesin suction dihidupkan

7) Lakukan penghisapan lendir dengan memasukkan kateter

penghisap kedalam kom berisi aquades atau NaCl 0,9% untuk

mempertahankan tingkat kesterilan

8) Masukkan kateter penghisap dalam keadaan tidak menghisap

9) Gunakan alat penghisap dengan tekanan 110-150 mmHg untuk

dewasa. 95-110 mmHg untuk anak-anak, dan 50-95 mmHg untuk

bayi

10) Tarik dengan memutar kateter penghisap tidak lebih dari 15 detik
11) Bilas kateter dengan aquadest atau NaCl 0,9%

12) Minta ke pasien untuk bernafas dalam dan batuk antara

penghisapan pertama dengan berikutnya, apabila mengalami

distres pernapasan biarkan istirahat 20-30 detik sebelum

melakukan penghisapan berikutnya

13) Catat jumlah, konsisten, warna, bau sekret dan respon pasien

14) Cuci tangan

2.3 Konsep Saturasi Oksigen

2.3.1 Definisi Saturasi Oksigen

Saturasi oksigen adalah kemampuan hemoglobin mengikat oksigen

(Syahran et al., 2019).

Hidayat (2011) mengungkapkan saturasi oksigen adalah presentase

hemoglobin yang berkaitan dengan oksigen dalam arteri dan saturasi oksigen yang

normal adalah antara 95-100%. Pemantuan kadar saturasi oksigen menggunakan

alat oksimetri nadi (pulse oxyimetri)(Gultom, 2020).

Saturasi oksigen merupakan presentase hemoglobin yang berikatan dengan

oksigen dalam arteri (Situmorang, 2020).

Kadar saturasi oksigen dalam darah merupakan indikator penyebaran

oksigen dalam tubuh manusian dan mengindikasikan jumlahnya menucukupi atau

tidak untuk seluruh tubuh, terutama paru-paru. Kadar saturasi oksigen dalam

darah arteri (SaO2– arterial blood oxygen saturation) menunjukan persentase


jumlah HbO2 terhadap jumlah hemoglobin dalam darah. SpO2 (percutaneous

oxygen saturation) merupakan nilai estimasi dari nilai SaO 2 dengan metode

pengukuran non-invasif (Ughi, 2018).

2.3.2 Pengkuran Saturasi Oksigen

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kadar saturasi oksigen adalah

pulse oximeter. Pulse oximetry merupakan salah satu metode pengukuran non-

invasif untuk pengukuran SpO2. Cara melakukan pengukuran dengan alat ini

adalah dengan cara memberikan cahaya inframerah yang dapat melewati

pembuluh darah sehingga kadar saturasi oksigen dalam darah dapat terbaca dan

biasanya alat ini ditempelkan pada ujung jari atau pada daun telinga (Ughi, 2018).

Pulse oximetry mengukur saturasi oksigen dalam darah arteri. Perubahan

saturasi oksigen adalah tanda penting dari gangguan pernapasan. Awalnya tubuh

akan mencoba dan mengkompensasi hipoksemia dengan meningkatkan laju dan

kedalaman pernapasan (Desi Natalia Trijayanti Idris, Dian Taviyanda, 2020).

2.3.3 Kadar Saturasi Okigen

Kadar saturasi oksigen normal adalah 94%-100%, nilai saturasi oksigen kurang

dari 94% menandakan pasien mengalami hipoksemia (Fathonah Eka Pratiwi,

2020). Saturasi oksigen <90% berkolerasi dengan kadar oksigen darah yang

sangat rendah dan membutuhkan penanganan segera. Jika saturasi oksigen rendah,

biasanya akan terlihat tanda-tanda lain dari distres napas (Desi Natalia Trijayanti

Idris, Dian Taviyanda, 2020).


2.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perubahan Saturasi Oksigen

Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan saturasi oksigen, yaitu (Ikha

Yulia Widayanti, 2020):

1. Hemoglobin

Penurunan konsetrasi Hb mempunyai efek yang sama terhadap PO2 cairan

intertisial seperti penurunan aliran darah sehingga penurunan konsentrasi

Hb menjadi seperempat dari normal dimana lairan darah normal dapat

mengurangi PO2 cairan intertisial menjadi kira-kira 13 mmHg. PO2

merupakan faktor yang sangat menentukan saturasi oksigen, dimana PO2

yang tinggi maka hemoglobin membawa lebih banyak oksigen dan pada

PaO2 yang rendah maka hemoglobin membawa sedikit oksigen.

2. Aktivitas

Pasien yang dirawat di ruang intensif dengan penurunan kesadaran

memiliki dampak yang mungkin terjadi adalah kerusakan mobilitas, jalan

nafas yang tidak paten, sirkulasi yang dapat terganggu akibat imobilisasi

dan hambatan komunikasi. Ketidakstabilan hemodinamika dapat menjadi

hambatan dilakukannya mobilisasi dan efek sampingnya yang ditimbulkan

tidak adanya pergerakan ektermitas dapat menyebabkan perubahan

saturasi oksigen kurang dari 90%

3. Suction

Tindakan penghisapan lendir perlu dilakukan pada pasien yang mengalami

penurunan kesadaran karena kurang responsif atau yang memerlukan

pembuangan sekret oral. Dengan dilakukan tindakan suction diharapkan

saturasi oksigen pasien dalam batas normal


2.4 Keaslian Penelitian

Tabel 2.4 keaslian penelitian Pengaruh Tindakan Suction terhadap Saturasi

Oksigen pada Pasien Di Ruang ICU

No Judul Penulis, Variabel Desain Hasil

Tahun
1 Studi literatur: Setiyawan, Variabel Literatur Berdasarkan

Faktor yang Nur independen: review hasil review

mempengaruh Rakhmawa pasien kritis dari 9 artikel

i saturasi ti, Ikha penelitian

oksigen pada Yulia Variabel menunjukan

pasien kritis Widayanti dependen: bahwa

saturasi terdapat

Tahun oksigen beberapa

2020 faktor yang

mempengaruh

i saturasi

oksigen.

Semua artikel

menunjukan

hasil selisih

yang berbeda-

beda.
2 Perbedaan Yunita Variabel quasi Berdasarkan

ukuran kanul Kusuma independen: experimenta hasil


suction Wardhani ukuran kanul l dengan penelitian

terhadap suction pre test and mendapatkan

perubahan Tahun post test hasil yaitu ada

kadar saturasi 2018 Variabel control perubahan

oksigen di dependen: group kadar saturasi

ruang ICU saturasi design oksigen

RSUD DR. oksigen sebelum dan

Moewardi sesudah

tahun 2015 dilakukan

tindakan

suction

menggunakan

berbagai

ukuran kanul

suction
3 Perbedaan Novia Variabel One-group Hasil

saturasi Gultom independen: pretest- penelitian ini

oksigen pada suction postest menunjukan

pasien kritis Tahun design adanya

yang dipasang 2019 Variabel perbedaan

endotracheal dependen: saturasi

tube sebelum saturasi oksigen pada

dan seudah oksigen pasien yang

dilakukan terpasang ETT

tindakan sebelum dan


suction di sesudah

ruang ICU dilakukan

RSUP H. tindakan

Adam Malik penghisapan

Medan Tahun lendir dimana

2019 terjadi

penurunan

nilai saturasi

oksigen pada

pasangan

sesudah 0

menit dengan

sebelum

sebesar

-1,9667% dan

pasangan

sesudah menit

ke 1 dengan

sebelum

sebesar

-1,06667%.

Namun,

terjadi

peningkatan
saturasi

oksigen

sesudah menit

ke 3 dengan

sebelum

sebesar

1,33333% dan

sesudah menit

ke 5 dengan

sebelumnya

sebesar

1,80000%
4 Gambaran Marlisa Variabel Penelitian Berdasarkan

pengetahuan dan independen: Deskriptif hasil

perawat Ricsson Pengetahuan penelitian

terhadap Situmorang perawat ditemukan

perubahan hasil

saturasi Tahun Variabel responden

oksigen pada 2020 dependen: memilki

pasien gagal saturasi pengetahuan

napas yang oksigen yang baik

dilakukan tentang

suctionendotr tindakan

acheal tube suction

(ETT) di terhadap
ruang perubahan

intensive care saturasi

unit RSUP H. oksigen

Adam Malik

Medan tahun

2019

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL

3.1 Kerangka Konseptual

Indikasi tindakan suction:


Pasien kritis
1. Bila terjadi gurgling (suara nafas
berisik seperti berkumur),
2. Cemas
3. Susah/kurang tidur
Tindakan Suction 4. Snoring (mengorok)
5. Penurunan tingkat kesadaran
6. Perubahan warna kulit
7. Penurunan saturasi oksigen
8. Penurunan pulse rate (denyut nadi)
9. Irama nadi tidak teratur
Perubahan nilai saturasi oksigen 10. Respiration rate menurun
11. Gangguan potensi jalan napas

Kadar saturasi oksigen


normal adalah 94%-
100%, nilai saturasi
oksigen kurang dari 94%
menandakan pasien
Faktor yang
mengalami hipoksemia
mempengaruhi saturasi
oksigen:

1. Hemoglobin
2. Mobilisasi
3. Suction
Keterangan:

: diteliti

: tidak diteliti

Gambar 3.1 kerangka konseptual pengaruh tindakan suction terhadap saturasi

oksigen pada pasien di ruang ICU berdasarkan hasil review literatur.

Dari gambar 3.1 dapat dijelaskan bahwa pasien kritis yang dirawat di

ruang ICU biasanya mengalami gangguan pada saluran pernapasan sehingga

dilakukan tindakan penghisapan lendir (suction) dengan tujuan mempertahankan

jalan nafas nafas. Tindakan penghisapan lendir (suction) dapat mempengaruhi

nilai saturasi oksigen pada pasien.

3.2 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian:

Ada pengaruh tindakan suction terhadap perubahan saturasi oksigen pada pasien

di ruang ICU
BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Review ini bertujuan untuk mengetahui dan memeriksa pengaruh tidaknya

tindakan penghisapan lendir (suction) terhadap perubahan saturasi oksigen pada

pasien. Peneliti melakukan review penelitian yang menggunakan desain literatur

review yaitu untuk mengetahui pengaruh tindakan penghisapan lendir (suction)

terhadap saturasi okigen pada pasien.

4.2 Kerangka Kerja

Identifikasi dan penetapan masalah penelitian

Penetapan pertanyaan penelitian dan hipotesis

Penetapan PICO
Melakukan pencarian hasil pencarian dengan kata kunci “saturasi okigen,
penghisapan lendir” ”oxygen saturation, suction”

Melakukan review dan analisa jurnal yang terpilih dengan menggunakan


Critical Appraisal

Menyusun pembahasan dan mengambil kesimpulan hasil review sesuai


dengan tujuan yang telah di tetapkan

Gambar 4.1 Kerangka Kerja pengaruh tindakan suction terhadap saturasi oksigen

pada pasien di ruang ICU berdasarkanreview literature

4.3 Populasi dan Sampel

4.3.1 Populasi

Jumlah penelitian terbaru pada 10 tahun terakhir yaitu dari tahun 2011

sampai dengan 2021. Sumber data base online berasal dari repository baik dari

Indonesia atau negara lain yang menggunakan bahasa internasional.

4.3.2 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:

1. Telah terpublikasi dengan Open Access Journal

2. Naskah jurnal terdiri dari abstract dan fulltext

3. Artikel berbahasa Indonesia atau Bahasa Inggris

4. Jurnal dari Indonesia terindeks SINTA, Google Scholar

5. Jurnal dari negara lain terindeks Scopus


4.3.3 Jumlah Referensi

Jumlah jurnal yang akan digunakan dalam literature review berjumlah 12

jurnal yang terdeteksi sinta, Google Scholar, Scimago, Scopus.

4.4 Protocol and registration

Pada penelitian ini tentang pengaruh tindakan scution terhadap saturasi

oksigen pada pasien di ruang ICU, penelitan ini menggunakan metode analisis

deskriptif Literature Review dan sesuai dengan indikator inklusi yang spesifik

dalam penseleksian dokumen melalui sistem pencarian yang komprehensif

(Comprehensive Literature Search). Peneliti melakukan review jadi hasil

penelitian yang menggunakan berbagai desain penelitian korelasi.

4.4.1 Eglibity Criteria

Eglibity criteria pada penelitian ini dilakukan berdasarkan kriteria inklusi

untuk mengeliminasi dan menyeleksi data. Hasil penelitian yang di review

merupakan penelitian dengan karakteristik studi berupa PICO yang terdiri dari:

1. Population

Partisipan penelitian ini adalah pada pasien di ruang ICU yang mengalami

penurunan kesadaran, pasien yang terpasang ETT dan ventilator mekanik

2. Intervention

suction

3. Comparison

Tidak ada

4. Outcome
Hasil yang diukur dalam penelitian adalah tentang saturasi oksigen yang

mengalami perubahan setelah dilakukan suction

4.4.2 Information Source

Penelitian ini dilakukan dengan mengidentifikasi dari pencarian electronic

database, dan penelitian reference list articles¸ tidak ada pembatasan bahasa pada

artikel. Penelitian ini diambil dari database elektronik Google Scholar, melalui

database scanning, dan screening artikel dilakukan secara mandiri oleh peneliti.

Peneliti mengikuti syarat dalam pemenuhan kriteria inklusi

4.4.3 Search

Peneliti menggunakan search engine strategy untuk setiap database eletronik

dengan limitasi kriteria inklusi. Peneliti menggukan search string dengan kata

kunci: “saturasi okigen, penghisapan lendir” ”oxygen saturation, suction”

4.4.4 Data Collection Procces

Peneliti mengidentifikasi data melalui PICO (Population, Intervention,

Comparison, Outcome). Peneliti melakukan seleksi dan pemeriksaan. Data juga di

identifikasi oleh pembimbing untuk dilakukan review hasil ekstraksi oleh peneliti,

setelah itu dilakukan diskusi terkait ekstraksi yang telah dilakukan oleh peneliti

dari 10 jurnal yang ditemukan.

4.4.5 Data Items

Informasi data yang diekstrak diantaranya adalah karakteristik responden

diantaranya variabel yang sama yaitu pengaruh tindakan scution terhadap saturasi

oksigen
4.4.6 Data Items

Peneliti melakukan validasi terhadap literatur dengan melakukan ekstraksi

data. Peneliti mengidentifikasi peneltian pada literatur apakah telah dilaksanakan

sesuai prosedur dan metode pengumpulan data apakah dilakukan blank metode.

Peneliti mengeksplorasi variabilitas pada hasil penelitian dan peneliti menentukan

tujuan penelitian sebelum melakukan analisa peneliti dalam mengidentifikasi

pengaruh tindakan scution terhadap saturasi oksigen pada setiap literatur mungkin

akan menghasilkan hasil yang berbeda-beda sesuai dengan metodologi penelitian

yang dilakukan.

4.4.7 Risk of Bias in Individual Studies

Peneliti melakukan validasi terhadap literatur dengan melakukan

ekstraksi data. Pada penelitian dengan menggunakan literatur ini hanya akan

peneliti hanya akan fokus membahas tentang pengaruh dari tindakan suction dan

saturasi oksigen. Tidak membahas tentang pengaruh lain yang menyebabkan

tentang perubahan pada saturasi oksigen yang terjadi pada pasien dan peneliti

menentukan tujuan penelitian sebelum melakukan analisa peneliti dalam

mengidentifikasi Pengaruh Tindakan Suction terhadap Saturasi Oksigen pada

Pasien Di ruang ICU pada setiap 12 literature review yang diharapkan akan

menghasilkan hasil yang sama sesuai dengan metodologi penelitian yang

dilakukan.
Daftar Pustaka

Afianti, N., & Mardhiyah, A. (2017). Pengaruh Foot Massage terhadap Kualitas

Tidur Pasien di Ruang ICU. Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 5(1).

Anggraini, S., & Relina, D. (2020). Modul keperawatan anak I. Yudha English

Gallery. https://books.google.co.id/books?id=MuXmDwAAQBAJ

Desi Natalia Trijayanti Idris, Dian Taviyanda, S. M. (2020). Buku Ajar

Keperawatan Gadar dan Kritis. Adjie Media Nusantara.

Fathonah Eka Pratiwi, F. (2020). Saturasi Oksigen Pada Pasien Kritis Dalam

Posisi Head Up: Studi Literatur. Universitas Kusuma Husada Surakarta.

Gultom, N. (2020). Perbedaan Saturasi Oksigen Pada Pasien Kritis Yang

Dipasang Endotracheal Tube Sebelum Dan Sesudah Dilakukan Tindakan

Suction Di Ruang ICU RSUP. H. Adam Malik Medan Tahun 2019.

Hafifah, I., & Fithriyah, N. (2018). Pengelaman Keluarga dalam Pengambilan

Keputusan pada PAsien Kritis di RUANG Intensive Care Unit (ICU) RSUD

UlinBanjarmasin. Dunia Keperawatan: Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan,

6(1), 11–18.
Ikha Yulia Widayanti, I. (2020). Studi Literatur: Faktor Yang Mempengaruhi

Saturasi Oksigen Pada Pasien Kritis. Universitas Kusuma Husada Surakarta.

Karokaro, T. M., & Hasrawi, L. (2019). PENGARUH TINDAKAN

PENGHISAPAN LENDIR (SUCTION) ENDOTRACHEAL TUBE (ETT)

TERHADAP KADAR SATURASI O2 PADA PASIEN GAGAL NAPAS DI

RUANG ICU. JURNAL KEPERAWATAN DAN FISIOTERAPI (JKF), 2(1),

82–88.

Kitong, B. I., Mulyadi, N., & Malara, R. (2014). Pengaruh Tindakan Penghisapan

Lendir Endotrakeal Tube (Ett) Terhadap Kadar Saturasi Oksigen Pada Pasien

Yang Dirawat Di Ruang Icu Rsup Prof. Dr. Rd Kandou Manado. Jurnal

Keperawatan, 2(2).

Ns. Alfianur, M. K., Ns. Nurman Hidaya, M. K., & Ns. Fitriya Handayani, M. K.

(2021). Modul Praktikum Keperawatan Anak. Penerbit Adab.

https://books.google.co.id/books?id=QdQeEAAAQBAJ

Putra, H. S. (2018). Gambaran Karakteristik Pasien di Intensive Care Unit

Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara Medan Tahun 2016-2017.

Rakhman, A. (2014). Buku Panduan Praktek Laboratorium Ketrampilan Dasar

Dalam Keperawatan II (KDDK II. Deepublish.

https://books.google.co.id/books?id=qGE6DAAAQBAJ

Situmorang, R. (2020). GAMBARAN PENGETAHUAN PERAWAT TERHADAP

PERUBAHAN SATURASI OKSIGEN PADA PASIEN GAGAL NAPAS YANG

DILAKUKAN SUCTION ENDOTRACHEAL TUBE (ETT) DI RUANG


INTENSIVE CARE UNIT (ICU) RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN

2019.

Suparti, S. (2019). Pengaruh Variasi Tekanan Negatif Suction Endotracheal Tube

(ETT) Terhadap Nilai Saturasi Oksigen (SpO2). Herb-Medicine Journal,

2(2), 8–11.

Suwardianto, H. (2018). Manajemen Pencegahan Kerusakan Fungsi Fisik,

Dungsi Kognitif, dan Kecemasan pada Pasien Kritis. Lembaga Chakra

Brahmana Lentera. https://books.google.co.id/books?id=SiroDwAAQBAJ

Suwardianto, H. (2019). Sleep Hygiene, Strategi Mengurangi Tingkat Nyeri

Pasien Kritis. Lembaga Chakra Brahmana Lentera.

https://books.google.co.id/books?id=OiroDwAAQBAJ

Suwardianto, Heru, Prasetyo, A., & Utami, R. S. (2017). Phisical Function (Motor

Activity) Pada Pasien Kritis Dengan Sedation Di Intensive Care Unit. Jurnal

Ilmu Kesehatan, 5(2), 91–102.

Syahran, Y., Romadoni, S., & Imardiani, I. (2019). Pengaruh Tindakan Suction

ETT terhadap Kadar Saturasi Oksigen pada Pasien Gagal Nafas di Ruang

ICU dan IGD Rumah Sakit Umum Daerah Prabumulih Tahun 2017. Jurnal

Berita Ilmu Keperawatan, 12(2), 84–90.

Ughi, F. (2018). Proof-of-Concept Simulasi Kadar Saturasi Oksigen untuk

Evaluasi Pulse Oximeter. ELKOMIKA: Jurnal Teknik Energi Elektrik,

Teknik Telekomunikasi, & Teknik Elektronika, 6(1), 110.

Uliyah, M., & Hidayat, A. A. (2015). Buku Saku Prosedur Keterampilan Dasar
Praktik Klinik. Health Books Publishing. https://books.google.co.id/books?

id=ikcTEAAAQBAJ

Wardhani, Y. K. (2018). Perbedaan Ukuran Kanul Suction Terhadap Perubahan

Kadar Saturasi Oksigen Di Ruang ICU RSUD Dr. Moewardi Tahun 2015.

JKG (JURNAL KEPERAWATAN GLOBAL), 3(1), 43–51.

Yulia, A., Dahrizal, D., & Lestari, W. (2019). Pengaruh Nafas Dalam dan Posisi

Terhadap Saturasi Oksigen dan Frekuensi Nafas Pada Pasien Asma. Jurnal

Keperawatan Raflesia, 1(1), 67–75.

Anda mungkin juga menyukai