Anda di halaman 1dari 11

UNIVERSITAS INDONESIA

EFEKTIFITAS IMPLEMENTASI ALIH BARING LATERAL KANAN


KIRI 30 ° DAN 90 ° DALAM MENINGKATKAN KEBERHASILAN
WEANING PADA PASIEN DENGAN PROLONG VENTILATOR
MEKANIK
DI RUANG INTENSIV CARE UNIT ( ICU )

PROPOSAL TESIS

ANDI KURNIAWAN

NPM. 2006507694

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN
DEPOK
2020
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ruang perawatan intensif atau Intensive Care Unit (ICU) merupakan salah satu bagian
didalam sebuah rumah sakit yang berupa unit perawatan khusus, dimana dalam
pengelolaanya digunakan untuk merawat pasien sakit berat dan kritis, cedera dengan
penyulit yang mengancam nyawa dengan melibatkan tenaga kesehatan terlatih, didukung
dengan kelengkapan, sarana dan prasarana serta peralatan khusus (Depkes RI, 2006).
Beberapa karakteristik pasien yang sering ditemukan di ICU pada umumnya mengalami
penurunan kesadaran dan membutuhkan paralatan penunjang khusus seperti Endotraceal
tube (ETT) , ventilator mekanik, infus, maupun pemasangan alat infasif lainnya. Dengan
adanya hal tersebut menuntut khususnya tenaga kesehatan yang terlibat didalamnya
termasuk perawat untuk dapat memastikan pemenuhan kebutuhan dasar pasien dapat
terpenuhi dengan baik.
Berdasarkan laporan yang ada diperoleh data sekitar sekitar 13 sampai 20 juta orang
pertahun membutuhkan penanganan khusus di unit perawatan intensif ( ICU ) diseluruh
dunia. Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa pasien dengan ventilasi mekanik meningkat
5,2 % antara tahun 2006 sampai 2008 dan pada tahun 2020 diperkirakan sekitar 625.298
pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik setiap tahunnya (Dunn et al.,
2017). Dalam sebuah penelitian didapatkan data bahwa salah satu masalah yang muncul
setelah pengguanan ventilator mekanik adalah kejadian prolong ventilasi mekanik pada
pasien (Touman & Stratakos, 2018). Menurut National Assosiation for Medical Direction
of Respiratory Care ( NAMDRC ) prolong ventilasi mekanik didefinisikan sebagai
kebutuhan penggunaan ventilasi mekanik selama beberapa hari ( > 4 hari ) secara
berturut – turut selama 6 jam atau lebih dalam sehari. Khususnya di Ruang rawat intensif
RSUD Margono soekarjo purwokerto pada tahun 2020 dari bulan januari hingga
november terdapat sekitar 1281 pasien dengan rata – rata tiap bulan sebesar 116 pasien
tiap bulannya yang membutuhkan bantuan ventilasi mekanik (arsip RSMS, 2020). Dari
jumlah tersebut hampir sekitar 10 % pasien pada tiap bulannya membutuhkan dukungan
ventilator secara berkepanjangan (> 4 hari) .
Pada umumnya pasien di ICU dengan dukungan ventilasi yang berkepanjangan akan
menunjukan penurunan kemampuan fisik berupa kelemahan. Hal tersebut dipengaruhi
oleh kondisi fisik penyakitnya serta faktor lain seperti perubahan lingkungan, ketakutan
akan kematian, cedera fisik permanen yang menjadi suatu sindrom baik secara fisik,
mental maupun psikososial (W. Zhang et al., 2021). Kelemahan yang didapat berupa
kelemahan akibat defisit neuromuskular yang berkembang selama pasien mengalami
penyakit kritis. Kelemahan pada pasien biasanya mulai ditemukan sekitar 26 % - 65 %
pada penggunaan ventilasi mekanik selama 4– 7 hari (Touman & Stratakos, 2018).
Syndrom kelemahan yang biasa dialami pada pasien dengan penggunaan ventilator
berkepanjangan biasa disebut Intensive care unit – acquired weakness (ICU – AW). Dari
beberapa hasil kajian yang ada dapat disimpulkan bahwa Intensive care unit – acquired
weakness (ICU – AW) terjadi pada 25 % - 50% dari pasien akibat dari penggunanan
ventilasi mekanik yang berkepanjangan (W. Zhang et al., 2021). Kondisi ini merupakan
masalah klinis yang signifikan dan diperkirakan mempengaruhi hingga 50 % dari jumlah
keseluruhan pasien di ICU .
Pengembangan kejadian ICU-AW dikaitkan dengan perawatan ICU yang berkepanjangan
, peningkatan Length of stay, durasi penggunaan ventilasi mekanik yang lebih lama dapat
meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Piva et al., 2019). Asuhan keperawatan yang
diberikan kepada pasien selama dirawat diruang ICU diharapkan tidak hanya berfokus
pada perawatan pasien saat ini tetapi juga diharapkan dengan adanya pengkajian yang
tepat akan dapat memprediksi faktor resiko terjadinya ICU-AW selama proses perawatan
di ICU. Dengan mengidentifikasi dari awal faktor resiko yang mungkin muncul kita akan
sebisa mungkin melakukan tindakan pencegahan agar kejadian tidak terjadi (W. Zhang et
al., 2021).
Salah satu faktor resiko yang bisa mengarah terjadinya ICU-AW adalah terjadinya
kelemahan otot yang bila tidak diantisipasi sedini mungkin (W. Zhang et al., 2021).
Hasil dari sebuah penelitian Gustafson et al., ( 2021 ) menyebutkan bahwa komplikasi
muskuloskeletal yang bisa berkembang menjadi atropi otot adalah suatu masalah penting
dan paling sering diamati di ICU. Dari hasil penelitian tersebut menggambarkan bahwa
gangguan kerusakan fungsi otot berupa atropi 29,34 %, penurunan fungsi otot 31,39 %
dengan prevalensi kejadian antara 9 – 73 % terjadi pada pasien dengan perawatan lama
yang mengalami bed rest dan mobilisasi yang kurang maksimal. Selain itu diperoleh juga
data bahwa setelah 2 minggu imobilisasi, dapat terjadi kehilangan masa otot sebanyak
5%-9% dan penurunan kekuatan otot hingga 20% - 27%. Pada pasien yang menjalani
tirah baring total, penurunan masa otot dan kelemahan otot dapat terjadi lebih cepat.
Pasien juga dapat mengalami intoleransi ortostatik bahkan dalam waktu 24 jam setelah
tirah baring. Pasien juga dapat mengalami kelemahan otot diafragma, penurunan fungsi
aktifitas, hingga penurunan kognitif pasca rawat. Dengan adanya bed rest dan imobilisasi
yang berkepanjanagan secara tidak langsung memepengaruhi sistem muskuloskeletal,
kardiovaskuler dan respirasi. Meskipun etiologi dari kelemahan tersebut sangat
multifaktor, beberapa bukti dapat menunjukan bahwa kelemahan muskuloskeletal yang
terjadi diakibatkan dari peradangan sistemik yang disebabkan karena imobilisasi pasien
selama mengalami perawatan khususnya di ICU. Untuk mengatasi hal tersebut
dibutuhkan suatu upaya tindakan pencegahan yang pada akhirnya akan meningkatkan
kualitas hidup pasien itu sendiri. Dari hasil literasi yang dilakukan salah satu tindakan
yang direkomendasikan oleh American Assosition of Critical Care Nurses (2009) adalah
dengan mobilisasi secara bertahap, pengaturan posisi ditempat tidur dan alih baring pada
pasien tersebut. Intervensi mobilisasi dini yang dilakukan di ICU dapat dilakukan
sebagai intervensi terapeutik yang berpotensi dapat mencegah gangguan fungsional dan
ICU-AW (L. Zhang et al., 2019)
Pengaturan posisi merupakan suatu cara yang digunakan dengan menempatkan atau
mengatur bagian tubuh tertentu dari pasien yang dilakukan dengan sengaja oleh pemberi
pelayanan kesehatan untuk meningkatkan kesejahteraan fungsi fisiologis maupun
psikologis ( Gloria, et. Al, 2016 ). Mengubah posisi dan mobilisasi pada pasien dengan
ventilasi mekanik setiap 2 jam merupakan tindakan mandiri keperawatan yang dilakukan
sebagai salah satu usaha dalam mengurangi dampak negatif pada pemakaian ventilasi
mekanik khususnya pada pasien dengan prolong ETT (Dunn et al., 2017).
Dalam penelitian Hruska ( 2016) dikatakan bahwa dengan mobilisasi dini dan
pengaturan posisi yang baik pada pasien akan dapat ditemukan beberapa manfaat seperti
sekitar 69% pasien dapat mengembalikan kemampuan fisiologis yang dimilikinya setelah
sembuh dan dapat mengurangi angka kejadian delirium akibat pengaruh sedasi dan
mengurangi resiko hari rawat di ICU . Penelitian lain yang dilakukan oleh Hunter et al.
( 2020) mengatahan bahwa dengan early mobilisasi yang dilakukan di Rumah Sakit John
Hopkins menunjukan hasil sekitar 22% dari hari perawatan pasien yang dilakukan
diruang rawat intensif dengan rata – rata 5,4 hari perawatan sebelum intervensi menjadi
3,9 hari perawatan setelah dilakukan intervensi.
Mobilisasi dini di ICU memberikan efek positif dan aman pada pasien dengan ventilator
mekanik karena memberikan manfaat yang signifikan dari pengurangan durasi
penggunaan ventilator mekanik di ICU (G. Zhang et al., 2018). Selain itu, aktivitas
latihan secara dini memiliki potensi untuk mengurangi lenght of stay (LOS) di rumah
sakit dan meningkatkan fungsi respirasi pada pasien dengan gagal napas akut (Verceles
et al., 2018). Terdapat beberapa aktivitas mobilisasi dini yang dapat dilakukan pasien
kritis di ICU, seperti head up, memposisikan lateral kanan kiri, ROM, dan berkolaborasi
dengan ahli fisioterapi (Tanujiarso & Lestari, 2020). Perawat harus dapat menentukan
batasan-batasan yang aman secara fisiologis sebelum memulai mobilisasi. Walaupun
sampai dengan saat ini, belum ada penjelasan mengenai waktu yang definitif mengenai
kapan sebaiknya mobilisasi dini dimulai, apakah kurang dari 24 jam, dalam 24-48 jam,
atau satu minggu (Pakasi, 2017).
Beberapa penelitian yang terkait seperti penelitian yang dilakukan oleh Suek, ( 2004 )
yang mengungkapkan adanya perubahan posisi yang diatur sedemikian rupa akan
meningkatkan ventilasi paru dan mengurangi shunt pulmunal khususnya pada pasien –
pasien yang terpasang ventilasi mekanik. Hasil penelitian menggambarkan adanya
perbaikan hemodinamik pasien berupa frekuensi nafas, saturasi oksigen, tekanan darah,
MAP pada kelompok intervensi bila dibandingkan dengan pasien pada kelompok kontrol
( p = 0,004, α = 0,05 ). Najafi Ghezeljeh et al., ( 2017 ) mengungkapkan bahwa
perawatan rutin berdasarkan intervensi yang dilakukan berupa perubahan posisi pasien
serta peningkatan HOB 45 derajat dapat mencegah terjadinya VAP dibandingkan dengan
perawatan rutin dengan HOB 30 derajat pada semua pasien dengan VM di ruang ICU.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Walterspacher et al., ( 2017 ) menyatakan bahwa
bahwa posisi tubuh pasien dapat mempengaruhi proses pernafasan dan gerakan
diafragma pada pasien dengan TT yang mengalami prolong VM selama proses weaning
berlangsung. Penelitian tersebut dilakukan dengan model RCT pada 9 orang pasien yang
diambil secara random dari departemen pnemologi universitas freiburg jerman dengan
kriteria inklusi prolong ventilator sesuai kriteria boles at. Al, fungsi kardiorespirasi stabil,
pernafasan spontan dan tanpa bantuan selama 30 menit, terpasang TT dengan ID 7,5-8
mm. Pada sampel dilakukan secara random perlakuan berupa posisi tubuh supine, 30°
semirecumbent, and 80° sitting kemudian diobservasi hemodinamik kardiorespirasi,
gerakan diafragma dan otot bantu pernafasan selama perlakuan. Hasil yang didapatkan
berupa perubahan usaha nafas spontan pada pasien dengan posisi tubuh supine ke 30° ke
80° sitting (0.45 ± 0.26 vs 0.32 ± 0.19; P = .012) dan perubahan usaha nafas spontan
pada pasien dengan body positions 30° semirecumbent ke 80° sitting (0.41 ± 0.23 vs 0.32
± 0.19; P = .039). Sarwanto, et al., ( 2016 ) dalam sebuah penelitiannya mengemukan
bahwa nilai rata-rata pada sampel dengan intervensi perubahan posisi miring 30 ° lebih
tinggi (p = 0,041 ) daripada intervensi perubahan posisi miring 90 ° ( p = 0,004) derajat.
Hal ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pada itervensi perubahan posisi 30 derajat
intervensi perubahan posisi miring 90 derajat dalam menurunkan risiko dekubitus pada
pasien dengan bedrest total.
Dari beberapa studi literatur diatas menggambarkan bahwa intervensi perubahan posisi
dan alih baring pada pasien merupakan salah satu bentuk intervensi mandiri keperawatan
yang diharapkan dapat meningkatkan status hemodinamik pasien yang akan mendukung
keberhasilan proses weaning ventilasi mekanik pada pasien dengan prolong ETT. Selain
itu intervensi keperawatan tersebut merupakan intervensi terapheutik yang murah, aman
untuk meningkatkan oksigenasi pada pasien dengan gangguan ventilasi alveolar
khususnya pada pasien dengan prolong ETT (Dunn et al., 2017). Kurangnya informasi
dan penelitian terkait dengan mobilisasi lateral miring kanan dan kiri khususnya dengan
kemiringan 30 ° dan 90 ° pada pasien yang terpasang ETT dan ventilasi mekanik
mendorong peneliti untuk untuk mengembangkan penelitian khususnya pada pasien
dengan prolong ventilasi mekanik.

1.2 Rumusan Masalah


Kejadian yang tidak diinginkan pada pasien dengan prolong ventilasi mekanik sesuai
dengan uraian diatas kemungkinan dapat diminimalkan salah satunya dengan adanya
implementasi mobilisasi alih baring yang optimal sehingga diharapkan terjadinya
kelemahan maupun atropi otot dapat dicegah dengan harapan fungsi dari sistem respirasi
dapat kembali bekerja secara optimal. Hal ini akan berakibat tercapainya kapasitas vital
paru yang optimal yang memungkinkan ketergantungan pasien akan bantuan pada
ventilasi mekanik juga akan berkurang seiring membaiknya fungsi paru tersebut. Status
kardiorespiratori pada hemodinamik pasien yang stabil, RSBI dalam batas normal,
kesadaran pasien dan GCS serta tidak ada suara nafas tambahan dan ketergantungan
terhadap penggunaan alat bantu nafas yang minimal merupakan beberapa indikator
keberhasilan membaiknya fungsi paru pada pasien tersebut ( Sepahyar et al., 2021 ).
Seiring dengan rutinitas dan kesibukan yang ada di ruang ICU terkadang pelaksanaan
implementasi tindakan alih baring sesuai dengan SOP yang ada pada pasien dengan
prolong ventilator seringkali terlewatkan bahkan sering kali terlupakan sehingga peneliti
tertarik untuk melakukan kajian tentang “ Apakah ada perbedaan efektifitas
implementasi tindakan alih baring lateral kanan kiri 30 ° dan 90 ° dalam meningkatkan
keberhasilan weaning ventilator pada pasien dengan prolong ventilator di ruang ICU ? “
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas implementasi tindakan alih baring
lateral kanan kiri 30 ° dan 90 ° dalam meningkatkan keberhasilan weaning ventilator
pada pasien dengan prolong ventilator di ruang ICU

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari penelitian ini adalah agar teridentifikasinya:
1. Mengetahui karakteristik demografi pasien (usia, jenis kelamin, pekerjaan,
pendidikan) yang dirawat diruang ICU dengan prolong ventilasi mekanik
2. Mengimplementasikan tindakan alih baring lateral kanan kiri 30 ° pada pasien
dengan ventilasi mekanik yang berkepanjangan (Prolong ETT ) di Ruang ICU
3. Mengimplementasikan tindakan alih baring lateral kanan kiri 90 ° pada pasien
dengan ventilasi mekanik yang berkepanjangan (Prolong ETT ) di Ruang ICU
4. Mengetahui parameter keberhasilan pelaksanaan weaning ventilator pada pasien
dengan ventilasi mekanik yang berkepanjangan (Prolong ETT).   
5. Mengetahui efektifitas implementasi tindakan alih baring lateral kanan kiri 30 °
dan 90 ° terhadap keberhasilan weaning ventilator yang berkepanjangan ( Prolong
ETT)

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Aplikatif di Rumah Sakit
a. Mengetahui efektifitas pelaksanaan tindakan alih baring lateral lateral kanan kiri 30
° dan 90 ° terhadap keberhasilan weaning ventilator pada pasien dengan ventilasi
mekanik yang berkepanjangan (Prolong ETT )
b. Hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan pelayanan pasien di ruang
perawatan ICU khususnya pada pasien – pasien dengan prolong ventilasi mekanik
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan dalam pembuatan
kebijakan terkait SPO pelayanan pada pasien diruang rawat ICU

1.4.2 Bagi Penelitian dan Ilmu Keperawatan


Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam pengembangan
ilmu keperawatan terkait dengan pemenuhan kebutuhan pada pasien di ICU khususnya
dengan pemakian ventilasi mekanik yang berkepanjangan dan sebagai pembelajaran
dalam pendidikan keperawatan
1.4.3 Bagi Metodologi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya terkait dengan
weaning ventilasi mekanik pada pasien dengan prolong ETT di ICU
DAFTAR PUSTAKA

Dunn, H., Quinn, L., Corbridge, S. J., Eldeirawi, K., Kapella, M., & Collins, E. G. (2017).
Mobilization of prolonged mechanical ventilation patients: An integrative review. Heart
and Lung: Journal of Acute and Critical Care, 46(4), 221–233.
https://doi.org/10.1016/j.hrtlng.2017.04.033

Gustafson, O. D., Williams, M. A., McKechnie, S., Dawes, H., & Rowland, M. J. (2021).
Musculoskeletal complications following critical illness: A scoping review. Journal of
Critical Care, 66, 60–66. https://doi.org/10.1016/j.jcrc.2021.08.002

Hruska, P. (2016). Early Mobilization of Mechanically Ventilated Patient. In Critical Care


Nursing Clinics of North America (Vol. 28, Issue 4, pp. 413–424). W.B. Saunders.
https://doi.org/10.1016/j.cnc.2016.07.002

Hunter, A., Johnson, L., & Coustasse, A. (2020). Reduction of intensive care unit length of
stay: The case of early mobilization. Health Care Manager, 39(3), 109–116.
https://doi.org/10.1097/HCM.0000000000000295

Najafi Ghezeljeh, T., Kalhor, L., Moradi Moghadam, O., Niyakan Lahiji, M., & Haghani, H.
(2017). The comparison of the effect of the head of bed elevation to 30 and 45 degreess
on the incidence of ventilator associated pneumonia and the risk for pressure ulcers: A
controlled randomized clinical trial. Iranian Red Crescent Medical Journal, 19(7), 1–14.
https://doi.org/10.5812/ircmj.14224

Pasien, P., Total, B., & Rsud, D. I. (2016). Putra Sarwanto. Perbedaan Efektivitas Posisi
Miring 30 Derajat Dan 90 Derajat Dalam Menurunkan Risiko Dekubitus Pada Pasien
Bedrest Total Di Rsud Salatiga, 1–12.

Piva, S., Fagoni, N., & Latronico, N. (2019). Intensive care unit–acquired weakness:
unanswered questions and targets for future research: [Version 1; peer review: 3
approved]. F1000Research, 8. https://doi.org/10.12688/f1000research.17376.1

Sepahyar, M., Molavynejad, S., Adineh, M., Savaie, M., & Maraghi, E. (2021). The effect of
nursing interventions based on burns wean assessment program on successful weaning
from mechanical ventilation: A randomized controlled clinical trial. Iranian Journal of
Nursing and Midwifery Research, 26(1), 34–41.
https://doi.org/10.4103/ijnmr.IJNMR_45_20

Suek, O. Di. (2004). Pengaruh Posisi Pronasi Terhadap Status Hemodinamik Anak Yang
Menggunakan Ventilasi Mekanik Di Ruang Pediatrik Intensive Care Unit (PICU) RSAB
Harapan Kita Jakarta. 355–366.

Tanujiarso, B. A., & Lestari, D. F. A. (2020). Mobilisasi Dini Pada Pasien Kritis Di Intensive
Care Unit (Icu): Case Study. Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia, 4(1), 59.
https://doi.org/10.52020/gantari.v4i1.1589

Touman, A. A., & Stratakos, G. K. (2018). Long-Term Complications of Tracheal Intubation.


Tracheal Intubation. https://doi.org/10.5772/intechopen.74160

Verceles, A. C., Wells, C. L., Sorkin, J. D., Terrin, M. L., Beans, J., Jenkins, T., & Goldberg,
A. P. (2018). A multimodal rehabilitation program for patients with ICU acquired
weakness improves ventilator weaning and discharge home. Journal of Critical Care,
47, 204–210. https://doi.org/10.1016/j.jcrc.2018.07.006

Walterspacher, S., Gückler, J., Pietsch, F., Walker, D. J., Kabitz, H. J., & Dreher, M. (2017).
Activation of respiratory muscles during weaning from mechanical ventilation. Journal
of Critical Care, 38, 202–208. https://doi.org/10.1016/j.jcrc.2016.11.033

Zhang, G., Zhang, K., Cui, W., Hong, Y., & Zhang, Z. (2018). The effect of early
mobilization for critical ill patients requiring mechanical ventilation: a systematic review
and meta-analysis. Journal of Emergency and Critical Care Medicine, 2(February), 9–9.
https://doi.org/10.21037/jeccm.2018.01.04

Zhang, L., Hu, W., Cai, Z., Liu, J., Wu, J., Deng, Y., Yu, K., Chen, X., Zhu, L., Ma, J., &
Qin, Y. (2019). Early mobilization of critically ill patients in the intensive care unit: A
systematic review and meta-analysis. PLoS ONE, 14(10), 1–16.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0223185

Zhang, W., Tang, Y., Liu, H., Yuan, L. P., Wang, C. C., Chen, S. F., Huang, J., & Xiao, X.
Y. (2021). Risk prediction models for intensive care unitacquired weakness in intensive
care unit patients: A systematic review. PLoS ONE, 16(9 September), 1–14.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0257768

Anda mungkin juga menyukai