Anda di halaman 1dari 56

ANALISA JURNAL TREND DA ISU TENTANG KEPERAWATAN KRITIS

KELOMPOK 4

NABILA RIZKY 17031061

ANGEL NOVELYENI 17031062

INDAH KURNIAWATI 17031063

HERLI YULIANTI 17031064

LILIK TRI RAHAYU 17031065

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


STIKes Hang Tuah PEKANBARU

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Intensive Care Unit (ICU) adalah tempat atau unit tersendiri di dalam rumah sakit yang
menangani pasien-pasien kritis karena penyakit, trauma atau komplikasi penyakit lain yang
memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support yang kerap membutuhkan
pemantauan intensif. Salah satu bentuk pemantauan intensive invasif adalah pasien dengan
ventilasi mekanik yang akan membantu usaha bernafas melalui endotracheal tubes atau
trakheostomi.
Pasien kritis adalah pasien yang secara fisiologis tidak stabil, sehingga mengalami respon
hipermetabolik komplek terhadap trauma, sakit yang dialami yang dapat mengubah
metabolisme tubuh, hormonal, imunologis dan homeostatis nutrisi (Menerez, 2012). Pasien
dengan sakit kritis yang dirawat di ruang ICU sebagian besar mengalami kegagalan multi
organ dan memerlukan support teknologi dalam pengelolaan pasien (Schulman, 2012).
Pasien yang masuk ruang perawatan ICU umumnya bervariasi, yaitu pasien elektif pasca
operasi mayor, pasien emergensi akibat trauma mayor, stress akibat trauma, cedera,
pembedahan, sepsis atau gagal nafas. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan peningkatan
metabolism dan katabolisme yang dapat mengakibatakan malnutrisi (Menerez, 2012).
Pasien kritis di Ruang ICU diharuskan menjalani bed rest. Stabilisasi kondisi
hemodinamik, pemasangan berbagai alat monitoring maupun support kehidupan, pasien
post operasi dan penurunan status kesadaran baik fisiologis maupun program sedasi
menjadi tantangan perawat untuk memobilisasi pasien kritis. Kompleksitas program terapi
dan pemantauan pasien kritis mengharuskan perawat untuk dapat terus fokus terkait
stabilisasi kondisi respirasi, sirkulasi dan status fisiologis lainnya untuk
mempertahankankehidupan pasien. Hal ini menyebabkan mobilisasi terkadang terlewatkan
oleh perawat (Menerez, 2012).
Bed rest pasien kritis yang terlalu lama akan menimbulkan masalah, meningkatkan
morbiditas, mortalitas, memperlama waktu perawatan, dan menambah biaya perawatan.
Tirah baring atau pindah posisi adalah suatu intervensi yang dapat dilakukan perawat untuk
meminimalsir masalah masalah tersebut. Selama beraktivitas atau latihan akan
memaksimalkan 60%-75% intake oksigen dan meningkatkan produksi antioksidan (Perme
dkk,2009). Mobilisasi dini pasien kritis yang menggunakan ventilator memiliki manfaat
meningkatkan kekuatan otot dan pernapasan yang signifikan dalam tiga dan enam minggu,
selain itu juga dapat meningkatkan outcomes fungsional pasien (Ling-ling, 2006).
Pengaturan posisi biasanya dilakukan dengan memindahkan pasien antara lateral kanan dan
kiri diikuti oleh posisi tubuh lain seperti terlentang atau posisi semi telentang (Kim 2002;
Shively 1988). Beberpa posisi tubuh dapat mempengaruhi pengembagan paru dan dinding
thorax. Volume paru dan pertukaran gas dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi begitu
juga dengan denyut nadi (Ignativicius & Workman, 2006).
Pasien kritis yang terpasang ventilator berada dalam suatu posisi dalam jangka waktu lama
baik posisi duduk maupun berbaring dengan pergerakan yang terbatas maka akan
mengakibatkan pasien beresiko mengalami dekubitus. Karena tidak mampu mengubah
posisi untuk menghilangkan tekanan. Tekanan eksternal secara konstan selama 2 jam atau
lebih akan menghasilkan perubahan yang irreversibel dalam jaringan. Kejadian dekubitus
hampir seluruhnya terdapat di area perawatan. Di area perawatan akut dari 0,4% - 38%,
perawatan jangka panjang dari 2.2% - 39.4%, dan perawatan di rumah 0% - 17%. Kejadian
dekubitus di seluruh dunia di Intensive Care Unit (ICU) berkisar dari 1%-56%.
Selanjutnya, dilaporkan juga prevalensi dekubitus yang terjadi di ICU dari negara dan
benua lain yaitu 49% Eropa berkisar antara 8.3 %- 22.9 %, di Eropa Barat 22% di Amerika
Utara 50% di Australia dan 29% di Yordania. 8,11 Kejadian dekubitus di Amerika,
Kanada, dan Inggris sebesar 5%-32%. Di korea, khususnya di Intensive Care Unit (ICU)
kejadian dekubitus meningkat dari 10.5%-45. Di Indonesia, kejadian dekubitus pada pasien
yang dirawat di ruangan ICU mencapai 33%. Angka ini sangat tinggi bila dibandingkan
dengan insiden dekubitus di Asia Tenggara yang berkisar 2.1-31.3%. Di RSUD Moewardi
didapatkan 38,18% pasien mengalami dekubitus.

Penelitian pengaruh tindakan mobilisasi dini terhadap denyut jantung dan frekuensi
pernapasan pada pasien kritis di ICU RSUD Sleman Yogyakarta menunjukan hasil terdapat
perbedaan yang signifikan dari nilai frekuensi napas, frekuensi jantung antara sebelum dan
selama mobilisasi dengan p value berturut-turut 0.000,0.001. Sebagian besar responden
menjalankan mobilisasi dini dengan durasi 30 menit. Jenis latihan terbanyak yang mampu
dilakukan oleh responden adalah latihan positioning yang meliputi latihan miring kiri,
miring kanan, supinasi, duduk pasif, posisi semi fowler, dan fowler tinggi. Kondisi tersebut
terjadi oleh karena adanya mekanisme kompensasi terhadap adanya aktivitas yang dapat
memberikan rangsangan simpatis untuk meningkatkan fungsi organ kardiorespirasi guna
mencukupi kebutuhan oksigenasi (curah jantung) dan perfusi jaringan (Noviyanto &
Adhinugraha, 2016).

Penelitian lain terkait pengaruh pemberian posisi terhadap nilai tidal volume menunjukan
hasil posisi mempengaruhi nilai tidal volume pada pasien terpasang ventilasi mekanik
terutama dengan mode CPAP (Continuous Positive Airway Pressure). Nilai tidal volume
pada posisi HOB (Head of Bed) elevation 300 menunjukan nilai lebih baik dibandingkan
posisi lateral (Budi Rustandi dkk, 2014). Schellongowski P, at all, (2007) menyimpulkan
hasil penelitiannya bahwa posisi lateral yang curam (<450) merusak kepatuhan pada sistem
pernapasan. Posisi lateral yang curam dan berkepanjangan tidak membawa manfaat
terhadap oksigenasi atau hemodinamik Studi pendahuluan yang telah dilakukan di RSUP
dr. Kariadi saat bertugas jaga siang pada tanggal 19 Juni 2017 dengan memberikan posisi
miring ke kiri pada lima pasien dengan diagnosa medis CKD (Chronic Kidney Disease)
Stage 4 (1 Pasien) terpasang ventilator , Post Craniotomy (3 Pasien) terpasang ventilator
mode PSIMV (Pressure-Synchronized Intermittent Mandatory Ventilation) dan Mystenia
Grafis (1 Pasien) terpasang ventilator mode CPAP (Continuous Positive Airway Pressure)
menunjukan 4 pasien ventilator PSIM V mengalami peningkatan frekuensi pernafasan
(terpasang ventilator) dan 1 pasien (mystenia grafis) mengalami penurunan saturasi dari
96% menjadi 92%. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
dampak posisi lateral pada pasien dengan ventilasi mekanik terhadap status hemodinamik
selama di rawat di ICU.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis dapat merumuskan
permasalahan, yaitu bagaimana konsep keperawatan ktitis, kasus serta keterkaitanya
dengan teori.
1.3. Tujuan Kegiatan
Tujuan dari penulisan makalah ini agar pembaca dapat memahami isi dari makalah dari
keperawatan kritis terkait mobiliasasi serta dapat menjadikan referensi untuk makalah
selanjutnya.
BAB 2

ANALISA JURNAL

No. ANALISIS
1. Judul : PENGARUH MOBILISASI PROGRESIF TERHADAP STATUS
HEMODINAMIK PADA PASIEN KRITIS DI INTENSIVE CARE UNIT

Latar belakang : Salah satu intervensi yang dilakukan oleh perawat di pelayanan
intensif adalah pemberian mobilisasi progresif. Namun pentingnya pemantauan
hemodinamika pada pasien kritis maka perlu diperhatikan dalam memberikan
mobilisasi progresif

Tujuan : untuk mengetahui pengaruh mobilisasi progresif terhadap status hemodinamik


pada pasien kritis di ICU RSUD Karanganyar.

Isi : Intensive Care Unit (ICU) merupakan ruang rawat rumah sakit dengan staf dan
perlengkapan khusus ditujukan untuk mengelola pasien dengan penyakit, trauma atau
komplikasi yang mengancam jiwa (Musliha, 2010). Pemantauan hemodinamika perlu
diperhatikan, pemantauan tersebut merupakan suatu teknik pengkajian pada pasien
kritis, mengetahui kondisi perkembangan pasien, serta untuk antisipasi kondisi pasien
yang memburuk (Burchell & Powers, 2011). Dasar dari pemantauan hemodinamika
adalah perfusi jaringan yang adekuat, seperti keseimbangan antara pasokan oksigen
dengan yang dibutuhkan, mempertahankan nutrisi, suhu tubuh dan keseimbangan
elektrokimiawi sehingga manifestasi klinis dari gangguan hemodinamika berupa
gangguan fungsi organ tubuh yang bila tidak ditangani secara cepat dan tepat akan
jatuh ke dalam gagal fungsi organ multipel. Perawat sebagai bagian dari tim kesehatan
dalam merawat pasien-pasien kritis mempunyai tanggung jawab yang besar dalam
memonitor keadaan hemodinamik. Monitoring hemodinamik merupakan suatu
pengkajian fisiologis yang penting dalam perawatan pasienpasien kritis (Prayitno dkk,
2015).
Kesimpulan : mobilisasi progresif berpengaruh terhadap meningkatnya status
hemodinamik, yang ditandai dengan meningkatnya Heart Rate (HR), Respiratory Rate
(RR), saturasi oksigen (SaO2), tekanan siastole dan diastole, dan Mean Arterial
Pressure (MAP)pada pasien kritis di ICU RSUD Karanganyar
2. Judul : PENGARUH MOBILISASI PROGRESIF LEVEL I TERHADAP TEKANAN
DARAH DAN SATURASI OKSIGEN PASIEN KRITIS DENGAN PENURUNAN
KESADARAN

Latar belakang : Pada keadaan gangguan hemodinamik, diperlukan pemantauan dan


penanganan yang tepat karena kondisi hemodinamik sangat mempengaruhi fungsi
penghantaran oksigen dalam tubuh. Pemantauan hemodinamik sangat penting karena
dapat digunakan untuk mengenali syok sedini mungkin pada pasien kritis.

Tujuan : untuk mengetahui pengaruh mobilisasi progresif level I terhadap tekanan


darah dan saturasi oksigen pada pasien kritis dengan penurunan kesadarandi ruang ICU.

Isi : Mobilisasi memiliki manfaat yang berbeda pada tiap sistemnya. Pada sistem
respirasi mobilisasi berfungsi meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernapasan,
meningkatkan ventilasi alveolar, menurunkan kerja pernapasan dan meningkatkan
pengembangan diafragma. Sehingga pemberian mobilisasi diharapkan mampu
meningkatkan transpor oksigen ke seluruh tubuh pasien (Rifai A, 2015). Saturasi
oksigen merupakan salah satu indikator dari status oksigenasi saat pasien di posisikan
head of bed gravitasi menarik diafragma ke bawah sehingga memungkinkan ekspansi
paru yang lebih baik saat klien berada dalam posisi head of bed, sehingga proses
pernapasan akan bekerja baik(Kozier, 2009). Kemudian rotasi lateral dilakukan untuk
meningkatkan ventilasi parudan perfusi ke jaringan dan untuk mengoptimalkan
pertukaran gas. Rotasi Lateral selain meningkatkan fungsi fisiologis, mengurangi
atelektasis, meningkatkan mobilisasi, mencegah kerusakan kulit, meningkatkan
oksigenasi juga dapat membantu pemulihan (Zakiyyah, 2014). Berdasarkan uraian
tersebut mobilisasi progresif level I dapat meningkatkan saturasi oksigen responden
karena transpor oksigen membaik
Kesimpulan : Hasil penelitian menunjukkan ada pengaruh mobilisasi progresif level I
terhadap tekanan darah pada pasien kritis dengan penurunan kesadaran. Tekanan darah
antara sebelum dan setelah mobilisasi progresif level I terdapat peningkatan.Saturasi
oksigen sebelum dan setelah mobilisasi progresif level I terdapat peningkatan.
3. Judul : PENGARUH POSISI HIGH FOWLER 60º DAN 30º TERHADAP TEKANAN
DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI

Latar belakang : Pada keadaan kritis pasien dengan hipertensi membutuhkan


penatalaksanaan baik farmakologis maupun non farmakologis dengan tujuan untuk
menghilangkan gejala dan memperbaiki kualitas hidup.Hipertensi merupakan kondisi
yang memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab,
perbaikan hemodinamik dan perbaikan oksigenasi jaringan. Menempatkan penderita
dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen merupakan tindakan pertama yang
dapat diberikan pada pasien hipertensi (Mariyono & Santoso, 2007). Posisi merupakan
salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam menjaga sirkulasi sistemik yang
adekuat karena dapat mempengaruhi sistem hemodinamik termasuk pada sistem
vena.(Gelman, 2008).

Tujuan : untuk mengidentifikasi pengaruh posisi high fowler 60 dan 30 terhadap


tekanan darah pada pasien hipertensi

Isi : Posisi merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam menjaga
sirkulasi sistemik yang adekuat karena dapat mempengaruhi sistem hemodinamik
termasuk pada sistem vena. posisi fowler atau head up dapat mempengaruhi kondisi
hemodinamik seperti hipotensi postural akibat penurunan darah yang kembali ke
jantung setelah perubahan posisi yang terlalu cepat, penurunan perfusi cerebral,
penurunan MAP dan CVP akibat menurunnya venous return yang berdampak pada
penurunan cardiac output (CO) hingga 20%, terutama posisi head up ≥ 60

kesimpulan : Tidak ada pengaruh secara signifikan perubahan dari posisi supine
terhadap penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik pada pasien hipertensi
walaupun secara medis penurunan tekanan darah masih diatas normal, tidak ada
pengaruh signifikan perubahan posisi fowler 30 derajat terhadap penurunan tekanan
darah sistolik dan diastolik pada pasien hipertensi, tidak ada pengaruh sinifikan
perubahan posisi high fowler 60 derajat terhadap penurunan tekanan darah.
4. Judul : MOBILISASI PROGRESIF TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH
PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

Latar Belakang : Pasien kritis dengan masarawat yang lama akanmenimbulkan banyak
masalahkesehatan yang munculdiantaranya muncul pneumonia,kelemahan, nyeri akut,
hinggamasalah semua fungsi organtubuh karena pengaruh infeksiyang didapat saat
dirawat di ICUhingga berujung kematian.Imobilisasi pasien di ICUmemberikan
kontribusi padakomplikasi lanjut yang cukuptinggi pada pasien dengan kondisikritis
hingga berakhir kematian.Pada pasien kritis yang mengalamiimobilisasi akan
memunculkandampak yang merugikan karenapada posisi imobilisasi konsumsioksigen
pada pasien kritis akanmeningkat.

Tujuan : Pada penelitian inibertujuan mengetahui pengaruhmobilisasi progresif


dengantindakan HOB, pasif ROM danrotasi lateral terhadap perubahantekanan darah.

Isi : Upaya yang telah dilakukanuntuk menekan anngkamorbiditas dan mortalitas


padapasien yang dirawat di ruang ICUadalah dengan mengembangkansistem pelayanan
terpadu mulaidari pengkajian pasien yangmasuk ICU hingga pelayananlanjutan pasien
keluar dari ICU.Intervensi berupa mobilisasi tiapdua jam telah disarankandiberbagai
rumah sakit gunameningkatkan kualitas hiduppasien kritis. Sebuah studi diInggris
menunjukkan bahwadalam jangka waktu delapan jamkurang dari 3% pasien
yangdirawat di ICU dilakukanperubahan posisi tiap dua jam.Pemberian
tindakanmobilisasi progresif digunakansebagai salah satu tekhnikpengobatan pada
pasien denganberbagai gangguan fungsi organ.Mobilisasi progresif terdiri darilima level
atau tahapan yangdilakukan, terdiri dari: Head ofbed (HOB), Latihan Range ofmotion
(ROM) pasif dan aktif,terapi lanjutan rotasi lateral,posisi tengkurap,
pergerakanmelawan gravitasi, posisi duduk,posisi kaki menggantung, berdiridan
berjalan.

Kesimpulan : Berdasarkan hasilpenelitian dan pembahasan makadapat dikemukakan


bahwa tidakada perubahan yang bermaknatekanan darah sistolik maupundiastolik
setelah diberikanmobilisasi progresif dengan nilaiP> 0,05. Beberapa faktor yangharus
dipertimbangkan perawat diICU saat melakukan mobilisasidiantaranya: keamanan
tubes danline, ketidakstabilanhemodinamik, sumber dayamanusia, ketersediaan
alat,kebutuhan terhadap sedasi,ukuran postur tubuh pasien danpenggunaan obat-
obataninotropik..
5. Judul : MOBILISASI DINI PADA PASIEN KRITIS DI INTENSIVE CARE UNIT
(ICU): CASE STUDY

Latar Belakang : Mobilisasi dini telah diusulkan sebagai intervensi yang menjanjikan
untuk menetralkanICU-AW karena mampu mengurangi kelemahan otot terkait penyakit
kritis. Selain itu, aktivitas latihan secara dini memiliki potensi untuk mengurangi lenght
of stay (LOS) di rumah sakit dan meningkatkan fungsi respirasi pada pasien dengan
gagal napas akut. Mobilisasi dini di ICU memberikan efek positif dan aman pada
pasien dengan ventilator mekanik karena memberikan manfaat yang signifikan dari
pengurangan durasi penggunaan ventilator mekanik serta LOS di ICU.

Tujuan : Untuk itu pemahaman mengenai perjalanan berbagai kondisi pasien sangat
penting sebelum proses mobilisasi dini dimulai. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui gambaran kemampuan pasien kritis dalam melakukan mobilisasi dini di
ICU.

Isi :Perawat harus dapat menentukan batasan-batasan yang aman secara fisiologis
sebelum memulai mobilisasi. Sebagai contoh, potensi mobilisasi pada seorang
penderita stroke akan berbeda dengan penderita gagal jantung, apalagi dibandingkan
dengan pasien fraktur tungkai, atau pasien dengan penyakit paru obstruktif. Pasien yang
berada di ruang ICU mengalami berbagai macam kondisi kritis. Berdasarkan hasil studi
kasus yang dianalisa menggunakan five right clinical reasoning, didapatkan beberapa
tema, yaitu kemampuan pasien kritis melakukan mobilisasi dini, aktivitas mobilisasi
dini yang dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi kritis, serta respon fisiologis
pada pasien yang dilakukan pasca perawatan di icu. Pada pasien kritis konsekuensi
terbesar dari bedrest atau imobilisasi adalah sistem pernafasan meliputi pengembangan
kompresi atelectasis dari pembentukan edema dengan pasien posisi supine dan
kelemahan fungsi paru, reflek batuk, dan drainase tidak bekerja dengan baik ketika
pasien dalam posisi supine.

Kesimpulan: Terdapat beberapa aktivitas yang dilakukan di ruang ICU, seperti head up,
memposisikan lateral, ROM dan berkolaborasi dengan ahli fisioterapi. Namun
demikian, menerapkan mobilisasi dini pada pasien di ICU sering kali mengalami
hambatan. Kendala yang paling umum ditemukan adalah kondisi pasien yang tidak
memungkinkan untuk mobilisasi, seperti adanya nyeri hebat, kelelahan, penurunan
kesadaran, oversedasi, atau terpasang alat medis yang invasif. Melakukan mobilisasi
dini juga sangat bergantung pada keterampilan petugas kesehatan yang ada di ICU,
fisioterapis, dan ketersediaan alat yang mendukung mobilisasi di ICU.
BAB 3

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Pasien kritis adalah pasien yang secara fisiologis tidak stabil, sehingga mengalami
respon hipermetabolik komplek terhadap trauma, sakit yang dialami yang dapat mengubah
metabolisme tubuh, hormonal, imunologis dan homeostatis nutrisi (Menerez, 2012).
Intensive Care Unit (ICU) adalah tempat atau unit tersendiri di dalam rumah sakit
yang menangani pasien-pasien kritis karena penyakit, trauma atau komplikasi penyakit lain
yang memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support yang kerap
membutuhkan pemantauan intensif. Salah satu bentuk pemantauan intensive invasif adalah
pasien dengan ventilasi mekanik yang akan membantu usaha bernafas
DAFTAR PUSTAKA

Menerez, Fernanda de Souza., Heitor Pons Leite., Paulo Cesar Koch Nogueira. 2012.
Malnutrition as An Independent Predictor Of Clinical Outcome In Critically Ill Children.
Journal of Nutrition 28 (2012) 267–270.

Schulman, Rifka C and Jeffrey I Mechanick. 2012. Metabolic and Nutrition Support in the
Chronic Critical Illness Syndrome. Respiratory Care June 2012 Vol 57 No 6. Diakses
tanggal 4 Juli 2014 pukul 10.21 WIB.
http://web.a.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer.

Ignatavicius & Workman. (2006). Medical surgical nurshing critical thingking for
collaborative care. Vol. 2. Elsevier sauders : Ohia
PENGARUH POSISI HIGH FOWLER 60º DAN 30º TERHADAP
TEKANAN DARAH PADA PASIEN HIPERTENSI
Toto Subiakto*, Kusniawati*

Abstrak

Hipertensi merupakan suatu penyakit yang bersifat kronis, tidak bisa


disembuhkan dan hanya bisa dikontrol oleh pola hidup sehat dan obat-
obatan.Salah satu tindakan mandiri keperawatan guna mempertahankan
oksigenasi adalahmengatur posisi pasien hipertensi. Pengaturan posisi dapat
membantuvenous return jantung optimal sehingga dapat membantu meningkatkan
cardiac output.Desain penelitian quasi eksperiment dengan pendekatan pre dan
post test. Tujuan penelitian ini mengidentifikasi pengaruh posisi high fowler 600
dan 300 terhadap tekanan darah pada pasien hipertensi.Populasi adalah seluruh
pasien hipertensi yang berobat di RSU Tangerang, jumlahsampel berjumlah 20
responden.Responden mendapat perlakuan posisi 60º dan 30º kemudian peneliti
melihat perbedaan efektifitas terhadap tekanan darah pada subyek
penelitian.Analisis statistik menggunakan dependent t test.Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rata-rata tekanan darah sistolik sebelum perubahan posisi
(supine) adalah 180,00 mmHg dengan standar deviasi 12,11 mmHg. Rata-rata
tekanan darah sistolik posisi high fowler60º adalah 182,81 dengan standar deviasi
17,017 mmHg, rata-rata perbedaan sistolik supine dan sistolik posisi fowler60º
adalah2,81 mmHg dengan standar deviasi 16,018 mmHg. Hasil uji statistik
menunjukkantidak ada perbedaan yang signifikan rata-rata tekanan darah sistolik
supine dan posisi high fowler60º (p = 0,493).Hasil uji statistik tidak ada perbedaan
bermakna antara rata-rata tekanan darah sistolik maupun diastolik antara pasien
hipertensi pada posisi supine, fowler30º, dan high fowler60º.Pelayanan
keperawatan di rumah sakit diharapkan dapat melakukan pengaturan posisihigh
fowler60º dan fowler300pada pasien hipertensi dengan kondisi yang stabil.

Kata kunci: Hipertensi, posisi 60º, posisi 30º

Abstract
Hypertensionisa diseasewhichischronic, incurableandcan only becontrolledbya
healthy lifestyleand medication. Independentnursingintervention tomaintainof
patient's oxygenationis position of hypertension patient. Position canhelpthe
optimal cardiac venous returnso that it can help improve cardiac output. This
study aimed to identifythe effect of60º high fowler's positionand30º high fowler's
positionon blood pressurein hypertensive patients. Research design was quasi
experiment with pre and post test. The population was all hypertensive patients
treated in RSU Tangerang. Sample size of 20 responden. Respondents received
treatment position 60º and 30º then researchers looked atdifferences inthe
effectiveness of the blood pressure. Statistical analysis used for this study was
dependent t test. The results showed that the average systolic blood pressure
before the change in position (supine) was 180.00 mm Hg with a standard

50
Jurnal Medikes,Volume I, edisi I, April 2014
deviation of 12.11 mmHg.Averagesystolicbloodpressure of60ºhigh fowler's
positionwas182.81 mmHg with a standard deviation of 17.017mmHg, the average
difference in supine systolic and systolic of 60º high fowler
positionwas2.81mmHg with a standard deviation of 16.018mmHg. Statistical test
results showed no significant difference inmeansupinesystolicbloodpressureand
60º high fowler'sposition(p =0.493). The results ofstatistical
testsnosignificantdifferencebetween the average systolic and diastolic blood
pressure among hypertensi vepatientsin thesupine position, 30º highfowler
position and 60ºhigh fowler position. Nursing servicesinthe hospitalare expected
toperform 60º high fowler's positionand 30ºhigh fowler's positionin hypertensive
patients with stable conditions.

Keywords: Hypertension, position60º, 30ºposition

Pendahuluan meningkatkan tekanan darah (Jaret,


Hipertensi adalah merupakan suatu 2008). Menurut penelitian dari The
penyakit kardiovaskuler yang menjadi farmingham heart study meyakini
masalah utama kesehatan di bahwa individu yang memiliki tekanan
masyarakat Indonesia dan negara- darah normal pada usia 55 tahun
negara lain. Hipertensi merupakan memiliki resiko 90% untuk
salah satu penyakit kardiovaskuler mendapatkan tekanan darah tinggi
menjadi menjadi tiga besar penyebab selama hidupnya (Departement of
kematian di dunia (Cobanian, 2003). Health and Human Services, 2004).
Hipertensi merupakan suatu penyakit WHO mengemukakan bahwa individu
yang bersifat kronis, tidak bisa yang memiliki tekanan darah normal
disembuhkan dan hanya bisa dikontrol pada usia 55 tahun memiliki resiko
oleh pola hidup sehat dan obat-obatan 90% untuk mendapatkan tekanan darah
(Beever, 2006). tinggi pada usia 40-70 tahun, setiap
peningkatan tekanan sistolik 20 mmHg
Pada pasien hipertensi sekresi epinefrin atau tekanan diastolik 10 mmHg
dan nor epineprine akibat stres memiliki kemungkinan 2 kali
emosional atau mental bisa mendapatkan penyakit kardiovaskuler
menurunkan kualitas hidup selain itu pada saat tekanan darah melewati
stres mental (psikososial) dapat rentang 115/75 mmHg sampai dengan

51
Jurnal Medikes,Volume I, edisi I, April 2014
185/115 mmHg(Lewington, et al, merupakan indikator yang digunakan
2002) untuk mengetahui fungsi sirkulasi
sistemik dalam tubuh yang terdiri dari
Perawat sebagai pemberi pelayanan pemantauan secara invasif dan non
kesehatan yang bertugas untuk invasif.Pemeriksaan tekanan darah,
memenuhi kebutuhan dasar manusia denyut jantung, saturasi oksigen,
sangatlah diperlukan dalam upaya respirasi dan suhu adalah pemeriksaan
perawatan pasien dengan hipertensi hemodinamik non invasif.
sehingga kesehatan pasien dapat
dioptimalkan kembali.Banyak Pada keadaan kritis pasien dengan
permasalahankeperawatan yang dapat hipertensi membutuhkan
muncul pada pasien dengan hipertensi penatalaksanaan baik farmakologis
diantaranya adalahgangguan maupun non farmakologis dengan
oksigenasi berhubungan dengan tujuan untuk menghilangkan gejala
gangguan suplai oksigen dan memperbaiki kualitas
akibatpeningkatan tekanan darah hidup.Hipertensi merupakan kondisi
(Brunner & Suddart, 2000) sehingga yang memerlukan penatalaksanaan
untuk mempertahankan oksigenasi yang tepat termasuk mengetahui
tetap adekuat diperlukan tindakan- penyebab, perbaikan hemodinamik
tindakan keperawatan yang dan perbaikan oksigenasi jaringan.
tepat.Salah satu tindakan mandiri Menempatkan penderita dengan posisi
keperawatan guna mempertahankan duduk dengan pemberian oksigen
oksigenasi adalahmengatur posisi merupakan tindakan pertama yang
pasien hipertensi. Pengaturan posisi dapat diberikan pada pasien hipertensi
dapat membantuvenous return jantung (Mariyono & Santoso, 2007). Posisi
optimal sehingga dapat membantu merupakan salah satu faktor yang
meningkatkan cardiac output. Posisi harus diperhatikan dalam menjaga
yang tepat juga dapat meningkatkan sirkulasi sistemik yang adekuat karena
relaksasi otot-otot tambahansehingga dapat mempengaruhi sistem
dapat menurunkan dispnea (Brunner hemodinamik termasuk pada sistem
& Suddart, 2000).Hemodinamik vena.(Gelman, 2008).

52
Jurnal Medikes,Volume I, edisi I, April 2014
dilakukan oleh Zaidi, et al (1999),
Menurut beberapa teori, perubahan terhadap 20 orang sehat yang meneliti
posisi tubuh dapat mempengaruhi hal yang sama dengan waktu interval
perubahan hemodinamik non infasif 2 dan 5 menit, menyatakan bahwa
diantaranyatekanan darah,denyut posisi head up <600 menghasilkan
jantung, saturasi oksigen dan tekanan darah dan denyut jantung
frekuensi pernafasan (Kozier, erb; yang lebih rendah dibandingkan
Berman & Synder, 2004). Gelman dengan posisi head up> 600 dan posisi
(2008)menyatakan bahwa perbedaan 600 merupakan posisi paling tinggi
posisi seperti head up dan head down yang tidak menghasilkan orthostatic
mempunyai efek hemodinamik secara stress. Penelitian ini juga menyatakan
sistemik termasuk fungsi sistem vena. tidak ada perbedaan hasil penelitian
Hal tersebut didukung dengan pada interval 2 dan 5 menit.
penelitian lain yang menyatakan
bahwa pada orang sehatsaat posisi Menurut Kozier (2008), posisi fowler
head up dan head down dapat atau head up dapat mempengaruhi
mempengaruhi tekanan darah dan kondisi hemodinamik seperti hipotensi
perubahan pada tekanan vena sentral postural akibat penurunan darah yang
(Cicolini, Gagliardi & Ballone, 2010; kembali ke jantung setelah perubahan
Eser, Khorshid, Gunes & Denir, 2006; posisi yang terlalu cepat, penurunan
Lieshout, 2005). perfusi cerebral, penurunan MAP dan
CVP akibat menurunnya venous return
Cicolini, et al (2010) menyatakan yang berdampak pada penurunan
bahwa terjadi penurunan tekanan cardiac output (CO) hingga 20%,
darah sistolik dan diastolik serta MAP terutama posisi head up ≥ 600.
(Mean Arterial Pressure) ketika TUJUAN PENELITIAN
dilakukan perubahan posisi pada Tujuan umum penelitian ini adalah
orang sehat, dari posisi fowler menjadi mengidentifikasi pengaruh posisi high
posisi semifowler kemudian posisi fowler 600 dan 300 terhadap tekanan
supine dengan waktu 1 menit pada darah pada pasien hipertensi.
setiap posisi. Penelitian lain yang Sedangkan tujuan khusus penelitian ini

53
Jurnal Medikes,Volume I, edisi I, April 2014
adalah mengetahui pengaruh posisi 600 dengan menggunakan teknikpurposive
terhadap tekanan darah sistolik dan sampling yaitu memilih subyek
diastolik pada pasien hipertensi, penelitian yang ada pada
mengetahui pengaruh posisi 300 waktupelaksanaan penelitian dan sesuai
terhadap tekanan darah sistolik dan dengan kriteria inklusi (Arikunto,
diastolik pada pasien hipertensi, dan 2006;Notoatmodjo, 2007). Analisis data
membandingkan pengaruh posisi high menggunakan ujidependent t test.
fowler 600 dengan 300 terhadap
tekanan darah pada pasien hipertensi.

Metode Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan
Hasil dan Pembahasan
quasi eksperiment dengan pendekatan
Hasil penelitian univariat menjelaskan
pre dan post test. Semua responden
karakteristik, masing masing variabel
mendapat perlakuan posisi 60º dan 30º
yaitu: usia dan jenis kelamin, seperti
kemudian peneliti melihat perbedaan
dijelaskan pada tabel 1 dan 2 sebagai
efektifitas terhadap tekanan darah pada
berikut:
subyek penelitian.Instrumen dalam
Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan
penelitian ini menggunakan lembar usia di RSU Tangerang
observasi berupa format daftar isian
Variabel
untuk mencatat hasil pengukuran N Prosentase
umur
tekanan darah sistolik dan diastolik pada 50– 60 10 62,5 %
60 – 70 4 25,0 %
untuk posisi 60º dan 30º.Populasi
70 2 12,5 %
penelitian ini adalah semua pasien
Total 16 100
hipertensi yang berobat di Rumah Sakit
Umum Tangerang.Sampel pada Tabel 2. Distribusi responden
berdasarkan jenis kelamindi RSU
penelitian ini yaitu pasien hipertensi Tangerang
yang di rawat di ruang rawat inap
Variabel
dengan kondisi tekanan darah stabil N Prosentase
jenis kelamin
dengan jumlah 20 orang.Teknik Perempuan 11 68,75 %
Laki-laki 5 31,25 %
pengambilan sampel dalam penelitian ini
Total 16 100

54
Jurnal Medikes,Volume I, edisi I, April 2014
Tabel 3
Perbandingan rerata perubahan
Analisa bivariat pada penelitian ini
tekanan darah sistoliksupine dan post
menggunakan uji t dependen karena posisi 300 dan 600 di RSU Tangerang
responden pada penelitian ini
Varia Pengukura Mean SD Min-Max P
adalah kelompok yang sama. bel n Value
Tek. Supine 180,00 12,11 150-200
Sebelum dilakukan uji t terlebih darah 140-200
sistoli fowler 30 174,38 17,017 2,09- 13,34
dahulu dilakukan uji normalitas k 150- 220
perbedaan 5,62 14,477 11,39- 5,72 0,141
dengan menggunakan skewnes
fowler 60 182,81 19,746
dibagi standar eror maka untuk
perbedaan 2,81 16,018 0,493
hasil tekanan darah sistolik dengan
posisi supine didapatkan nilai
0,515/0,564 =0,913. (<2) dapat Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dikatakan distribusi data normal. rata-rata tekanan darah sistolik sebelum
perubahan posisi (supine) adalah
Kemudian untuk data tekanan darah 180,00 mmHg dengan standar deviasi
sistolik posisi fowler 30 derajat 12,11 mmHg. Pada pasien setelah
dilakukan uji normalitas dilakukan perubahan posisi selama
0,319/0,564 = 0,565 dapat dikatakan lima menit, rata-rata tekanan darah
distribusi normal (<2).maka sistolik 30 derajat adalah 174,38
dilakukan uji paired t tes (uji dengan standar deviasi 17,017 mmHg.
parametrik). Sedangkan nilai mean perbedaan
sistolik supine dan sistolik posisi
Sedangkan untuk data tekanan darah fowler 30 derajat adalah 5,62 mmHg
sistolik high fowler 60 derajat dengan standar deviasi 14,477 mmHg.
dilakukan uji normalitas 0,28 /0,564 Hasil uji statistik didapatkan nilai P =
= -496 dapat dikatakan distribusi 0,141 (2 tailed) maka dapat
normal (<2). Maka dilakukan uji disimpulkantidak ada perbedaan yang
paired t test (uji parametrik) signifikan rata rata tekanan darah
sistolik supine dan posisi fowler 30
derajat.

55
Jurnal Medikes,Volume I, edisi I, April 2014
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Analisis bivariat pada penelitian ini
rata-rata tekanan darah sistolik sebelum menggunakan uji t dependen karena
perubahan posisi (supine) adalah responden pada penelitian ini adalah
180,00 mmHg dengan standar deviasi kelompok yang sama. Sebelum
12,11 mmHg. Pada pasien setelah dilakukan uji t terlebih dahulu
dilakukan perubahan posisi selama dilakukan uji normalitas dengan
lima menit, rata rata tekanan darah menggunakan skewnes dibagi standar
sistolik 60 derajat adalah 182,81 eror maka untuk hasil tekanan darah
dengan standar deviasi 17,017 mmHg. diastolik dengan posisi supine
Sedangkan nilai mean perbedaan didapatkan nilai 0,721/0,564 = 1,278
sistolik supine dan sistolik posisi (<2) dapat dikatakan distribusi data
fowler 60 derajat adalah 2,81 mmHg normal. Kemudian untuk data tekanan
dengan standar deviasi 16,018 mmHg. darah diastolik posisi fowler 30 derajat
Hasil uji statistik didapatkan nilai P = dilakukan uji normalitas 0,545/0,564 =
0,493 ( 2 tailed) maka dapat 0,966 dapat dikatakan distribusi normal
disimpulkan tidak ada perbedaan yang (<2). maka dilakukan uji paired t tes
signifikan rata rata tekanan darah (uji parametrik).Sedangkan untuk data
sistolik supine dan posisi high fowler tekanan darah diastolik high fowler 60
60 derajat. derajat dilakukan uji normalitas 0,846
Tabel 4. Perbandingan rerata perubahan /0,564 = 1,5 dapat dikatakan distribusi
tekanan darah diastoliksupine dan post posisi
normal (<2). Maka dilakukan uji
30 dan 60 di RSU Tangerang
paired t test (uji parametrik).

Varia Penguku Mean SD Min- P


bel ran Max Val
ue
Teka Supine 105,63 11,53 90-13
nan
darah fowler 101,63 15,13 80-13
diasto 30 0,13
lik 1,29-
perbeda 4,00 9,93 9,29
an
0,38
fowler 103,75 13,60 90-13
60

perbeda 1,875 8,34 5,27-


an 6,32

56
Jurnal Medikes,Volume I, edisi I, April 2014
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Sedangkan nilai mean perbedaan
rata-rata tekanan darah diastolik diastolik supine dan diastolik posisi
sebelum perubahan posisi ( supine) fowler 60 derajat adalah 1,875 mmHg
adalah 105,63 mmHg dengan standar dengan standar deviasi 8,342 mmHg.
deviasi 11,529 mmHg. Pada pasien Hasil uji statistik didapatkan nilai P =
setelah dilakukan perubahan posisi 0,383 ( 2 tailed) maka dapat
selama lima menit, rata rata tekanan disimpulkan tidak ada perbedaan
darah diastolik pada posisi fowler 30 yang signifikan rata rata tekanan darah
derajat adalah 101,63 mmHg dengan diastolik supine dan posisi high fowler
standar deviasi 15,130 mmHg. 60 derajat
Sedangkan nilai mean perbedaan
diastolik supine dan sistolik posisi Pembahasan
fowler 30 derajat adalah 4,000 mmHg Pembahasan ini membahas tentang
dengan standar deviasi 9,933 mmHg. interpretasi dan diskusi hasil
Hasil uji statistik didapatkan nilai P = penelitian, keterbatasan penelitian ,
0,128 (2 tailed) maka dapat serta implikasi terhadap pelayanan
disimpulkan tidak ada perbedaan keperawatan, pendidikan dan
yang signifikan rata rata tekanan darah penelitian.
diastolik supine dan posisi fowler 30 Hasil penelitian terhadap pasien masih
derajat. dikontrol obat antihipertensi dengan
dosis ringan bahwa pengaruh
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan posisi terhadap penurunan
rata-rata tekanan darah diastolik tekanan darah sistolik terlihat tidak
sebelum perubahan posisi (supine) signifikan dengan nilai mean
adalah 105,63 mmHg dengan standar perbedaan sistolik supine dan posisi
deviasi 11,529 mmHg. Pada pasien fowler 30 derajat adalah 5,62 mmHg
setelah dilakukan perubahan dengan standar deviasi 14,477 mmHg.
posisihighfowler selama lima menit, Hasil uji statistik didapatkan nilai P =
rata rata tekanan darah diastolik 60 0,141 maka dapat disimpulkan tidak
derajat adalah 103,75 mmHg dengan ada perbedaan yang signifikan rata
standar deviasi 13,601 mmHg. rata tekanan darah sistolik supine dan

57
Jurnal Medikes,Volume I, edisi I, April 2014
post posisi fowler 30 derajat. hiperaktif (Andrew & Raymond,
Begitupun pada hasil uji statistik pada 2005).
posisi high fowler 60 derajat
didapatkan nilai P = 0,493 maka dapat Penyebab lain yang dapat
disimpulkan tidak ada perbedaan yang mengakibatkan kurangnya respon
signifikan. pembuluh darah terhadap perubahan
posisi adalah usia. Sebagian besar
Tidak adanya pengaruh posisi responden terdiri dari dewasa madya
terhadap tekanan darah dapat dan dewasa lanjut. Menurut Setianto
disebabkan karena sampel yang kecil (2007), dinding pembuluh darah
karena pada penelitian ini tidak menjadi lebih kaku seiring
memeperhitungkan variabel bertambahnya usia, karena
pengganggu.Selain itu dapat bertambahnya jaringan ikat kolagen
disebabkan oleh terapi farmakologis pada tunika media dan adventisia
yaitu Terapi yang diberikan pada arteri sedang dan besar. Akibatnya
responden yang berpengaruh tekanan tahanan pembuluh darah meningkat
darah. Diantaranya, ACE I dan menjadi tidak flexible.
(angiotensin converting enzyme
inhibitor) sebagian besar responden Posisi merupakan salah satu faktor
menggunakan obat ini, ACE I, bekerja yang harus diperhatikan dalam
untuk menghambat enzim yang menjaga sirkulasi sistemik yang
meningkatkan angiotensin II sehingga adekuat karena dapat mempengaruhi
menghambat pengeluaran aldosteron sistem hemodinamik termasuk pada
yang dapat menyebabkan sistem vena.(Gelman, 2008).
vasokontriksi pada pembuluh darah
sehingga tekanan darah dapat Menurut beberapa teori, perubahan
dipertahankan. Obat lain yang posisi tubuh dapat mempengaruhi
berpengaruh terhadap tekanan darah perubahan hemodinamik non infasif
adalah beta blocker yang bekerja diantaranya, tekanan darah, denyut
untuk menekan sistem simpatis atau jantung, saturasi oksigen dan
sistem andrenergik pada keadaan frekuensi pernafasan (Kozier, erb,

58
Jurnal Medikes,Volume I, edisi I, April 2014
Berman & Synder, 2004). Gelman tekanan darah sistolik dan diastolik
(2008) menyatakan bahwa perbedaan pada pasien hip[ertensi walaupun
posisi seperti head up dan head down secara penurunan tekanan darah masih
mempunyai efek hemodinamik secara diatas normal, tidak ada perbedaan
sistemik termasuk fungsi sistem vena. signifikan antara rata-rata tekanan
Hal tersebut didukung dengan darah sistolik maupun diastolik antara
penelitian lain yang menyatakan pasien hipertensi pada posisi supine,
bahwa pada orang sehat, saat posisi posisi fowler 30 derajat, dan
head up dan head downdapat posisihigh fowler 60 derajat.
mempengaruhi tekanan darah dan
perubahan pada tekanan vena sentral Daftar Pustaka
(Cicolini, Gagliardi & Ballone, 2010; Argstatter H,.& Haberbosch W,
Bolay H.V. (2006). Study of
Eser, Khorshid, Gunes & Denir, 2006;
the effectiveness
Lieshout, 2005). ofmusical stimulation during
intracardiac catheterization.
Clin Res Cardiol.
Simpulan 2006Oct;95(10):511-3.
Simpulan dari hasil penelitian dan
Beever.D.G., (2006).
pembahasan diatas maka didapakan Understanding Blood
Pressure(http://www.
bahwa:Tidak ada pengaruh secara
familydoctorco.id.uk/onlinebo
signifikan perubahan dari posisi oks/Blood%20pressure.pdf)
supine terhadap penurunan tekanan
Badr, C., Elkins, M. R., & Ellis, E.
darah sistolik dan diastolik pada R. (2002). The effect of body
position on maximal
pasien hipertensi walaupun secara
expiratory pressure and flow.
medis penurunan tekanan darah masih Australian Journal of
Physiotherapy .The University
diatas normal, tidak ada pengaruh
of Sydney 2Royal Prince
signifikan perubahan posisi fowler 30 Alfred Hospital, Sydney, 48.
derajat terhadap penurunan tekanan
BB.Sramek. (2002). Systemic
darah sistolik dan diastolik pada Hemodynamics and
Hemodynamic Management.
pasien hipertensi, tidak ada pengaruh
InstantPublisher.com
sinifikan perubahan posisi high fowler
Cicolini, G., Gagliardi, G., &
60 derajat terhadap penurunan
Ballone, E. (2010). Effect of

59
Jurnal Medikes,Volume I, edisi I, April 2014
Fowler's Body Position on Lippincott Williams & Wilkins, a Wolter
Blood Pressure Measurement. Kluwer bussiness
[Research in Brief]. Journal of
Clinical Nursing, 19, 3581-
3583.

Cobanian, A.V., Bakris, G.L., Back,


H.R.,et al. (2003). The Seventh
Report of the JointNational
Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and
Treatment ofHigh Blood
Pressure: The JNC 7
Report(erratum in: Journal of
the AmericanMedical
Association, 2003; 290(2):197).
Journal of the American
Association

Cushman, M. J. & Hoffman, M. J.,


(2004). Complementary and
Alternative HealthCare and
the Home Care Population.
Home Health Care
Management danPractice
/August 2004/Volume 16,
Number 5, 360- 373.

Dorbyk A. A., (2007). Meditation


to Relieve Stress: The
Connection between
MindandBody.
ttp://www.selfgrowth.com/arti
cles/Dorbyk4.html

Gelman, S. (2008). Venous Function


and Central Venous Pressure. [Review article].
Anaesthesiology, 108, 735-748.

Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2008). Texsbook of


medical Physiology.

Smeltzer, S.C., Bare., B.G., Hinkle, J.L.&


Cheever, K.H.,(2008). Textbook ofMedical
-Surgical Nursing. Eleventh edition.
Brunner,& Suddarth’s. Philadhelpia

60
Jurnal Medikes,Volume I, edisi I, April 2014
Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia Vol.4 No.1, Februari 2020

MOBILISASI DINI PADA PASIEN KRITIS DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU): CASE
STUDY

Bagus Ananta Tanujiarso1), Dilla Fitri Ayu Lestari2)


Program Studi S-1 Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang 1),
Semarang Medical Center (SMC) RS Telogorejo2)

ABSTRAK

Pasien dengan ventilasi mekanik memerlukan perhatian khusus mengingat banyaknya


penggunaan ventilasi mekanik di ICU seluruh dunia dan resiko Intensive Care Unit Acquired
Weakness (ICU-AW). Penerapan mobilisasi dini sering kali mengalami hambatan, seperti adanya
nyeri hebat, kelelahan, penurunan kesadaran, oversedasi, atau terpasang alat medis yang invasif.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan pasien kritis dalam melakukan
mobilisasi dini di ICU. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus.
Pertisipan yang digunakan sebanyak 6 kasus pasien ICU yang dianalisis menggunakan metode five
right clinical reasoning. Hasil analisis didapatkan 3 konsep utama yakni (1) kemampuan pasien kritis
melakukan mobilisasi dini, (2) aktivitas mobilisasi yang dapat dilakukan pada pasien dengan
kondisi kritis, dan (3) respon fisiologis pada pasien yang dilakukan mobilisasi dini. Terdapat
beberapa aktivitas mobilisasi dini yang dapat dilakukan pasien kritis di ICU, seperti head up,
memposisikan lateral, ROM, dan berkolaborasi dengan ahli fisioterapi. Perawatan yang
berkesinambungan dan kerjasama tim kesehatan sangat dibutuhkan dalam proses mobilisasi pasien
sakit kritis agar dapat memberikan perawatan yang lebih baik sehingga dapat meningkatkan
kepuasan dan kualitas hidup pasien.

Kata kunci: Mobilisasi Dini; Pasien Kritis; Intensive Care Unit

ABSTRACT

Patients with mechanical ventilation need special attention given the large number of mechanical
ventilation uses in ICUs worldwide and the risk of the Intensive Care Unit Acquired Weakness (ICU-AW).
The application of early mobilization often experiences obstacles, such as severe pain, fatigue, loss of
consciousness, oversedation, or invasive medical devices. This study aims to describe the ability of critically ill
patients in early mobilization at the ICU. This research is a qualitative research with a case study design.
Participants used were 6 cases of ICU patients who were analyzed using the five right clinical reasoning
method. The analysis results obtained 3 main concepts namely (1) the ability of critical patients to mobilize
early, (2) mobilization activities that can be carried out in patients with critical conditions, and (3)
physiological responses in patients who do early mobilization. There are several early mobilization activities
that can be done by critically ill patients at the ICU, such as head ups, lateral positioning, ROM and
collaboration with physiotherapists. Continuous care and collaboration of the health team is needed in the
process of mobilizing critically ill patients in order to provide better care so as to increase patient satisfaction
and quality of life.

Keywords: Early Mobilization, Critically Ill; Intensive Care Unit

Alamat korespondensi: Jl. Arteri Yos Sudarso/Jl. Puri Anjasmoro – Semarang (STIKES Telogorejo)
Email: bagus@stikestelogorejo.ac.id

59
Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia Vol.4 No.1, Februari 2020

PENDAHULUAN
Intensive care adalah salah satu layanan keperawatan untuk pasien dengan penyakit akut
atau kronis dalam situasi darurat, kritis yang memerlukan monitoring fungsi vital, lebih khusus
terapi intensif dan tindakan segera yang tidak dapat diberikan di ruang perawatan umum (Linda,
Kathleen, & Mary, 2010). Pasien kiritis yang ada di intensive care unit (ICU) umumnya mengalami
bed rest dan memerlukan alat bantu nafas yakni ventilator mekanik. Pasien dengan ventilasi
mekanik memerlukan perhatian khusus mengingat banyaknya penggunaan ventilasi mekanik di
ICU seluruh dunia dan resiko terjadinya Intensive Care Unit Acquired Weakness (ICU-AW). ICU-AW
menggambarkan pengecilan otot yang berhubungan dengan mortalitas tinggi, kondisi pasien yang
buruk, serta keterlambatan proses penyapihan (Schaller et al., 2016). ICU-AW berpotensi
diperburuk oleh periode bed rest yang lama karena sedasi dan imobilidsasi. Saat ini, intervensi
mobilisasi dini yang disampaikan dalam pengaturan ICU yang bisa diterima sebagai intervensi
terapeutik yang berpotensi dapat mencegah gangguan fungsional dan ICU-AW (L. Zhang et al.,
2019). Namun, kapan waktu dimulainya mobilisasi dini masih menjadi perdebatan.
Mobilisasi dini telah diusulkan sebagai intervensi yang menjanjikan untuk menetralkan
ICU-AW karena mampu mengurangi kelemahan otot terkait penyakit kritis (Pinheiro &
Christofoletti, 2012). Selain itu, aktivitas latihan secara dini memiliki potensi untuk mengurangi
lenght of stay (LOS) di rumah sakit dan meningkatkan fungsi respirasi pada pasien dengan gagal
napas akut (Verceles et al., 2018). Mobilisasi dini di ICU memberikan efek positif dan aman pada
pasien dengan ventilator mekanik karena memberikan manfaat yang signifikan dari pengurangan
durasi penggunaan ventilator mekanik serta LOS di ICU (G. Zhang, Zhang, Cui, Hong, & Zhang,
2018).
Mobilisasi dini merupakan prosedur yang diberikan pada spektrum penyakit yang sangat
luas antara lain kasus-kasus neurologis, kardiovaskular, muskuloskeletal, metabolik, trauma, dan
sebagainya (Kress & Hall, 2014). Tindakan mobilisasi dikerjakan di seluruh ruang perawatan mulai
dari perawatan intensif hingga perawatan biasa. Mobilisasi dini sangat penting sehingga banyak
penelitian dilakukan untuk membuktikan dampak dari mobilisasi dini, khususnya dalam upaya
memperpendek masa perawatan (Rawal, Yadav, & Kumar, 2017).
Kemampuan bergerak adalah kebutuhan penting manusia. Bergerak menyebabkan tubuh
berada dalam reaksi anabolik yang tujuan akhirnya adalah regenerasi sel. Umumnya aktivitas fisik
yang tinggi diikuti daya regenerasi yang baik, sehingga tubuh dapat berfungsi secara maksimal.
Kondisi tirah baring lama menyebabkan tubuh mengalami penurunan berbagai fungsi tubuh secara
sistematis, yang disebut dengan sindroma dekondisi (Hashem, Nelliot, & Needham, 2016; Hunter,
Johnson, & Coustasse, 2014; Phelan, Lin, Mitchell, & Chaboyer, 2018). Mulai 24-48 jam pertama
tubuh akan secara perlahan melakukan adaptasi metabolik dan menurunkan aktivitas berbagai
fungsi organ mulai dari sistem kardiorespirasi yang dimulai pada hari-hari pertama imobilisasi,
sampai penghancuran protein otot dalam 2-3 minggu pertama, hingga berkurangnya massa tulang
setelah beberapa bulan. Keseluruhan proses ini merupakan reaksi katabolik (Wunsch, Angus,
Harrison, Linde-Zwirble, & Rowan, 2011). Tidak mudah untuk mengembalikan proses katabolik ini
menuju proses anabolik.
Sampai dengan saat ini, belum ada penjelasan mengenai waktu yang definitif mengenai
kapan sebaiknya mobilisasi dini dimulai, apakah kurang dari 24 jam, dalam 24-48 jam, atau satu
minggu (Pakasi, 2017). Setiap penyakit memiliki kompleksitas dan masalahnya masing-masing.
Perawat harus dapat menentukan batasan-batasan yang aman secara fisiologis sebelum memulai
mobilisasi. Sebagai contoh, potensi mobilisasi pada seorang penderita stroke akan berbeda dengan
penderita gagal jantung, apalagi dibandingkan dengan pasien fraktur tungkai, atau pasien dengan
penyakit paru obstruktif. Untuk itu pemahaman mengenai perjalanan berbagai kondisi pasien
sangat penting sebelum proses mobilisasi dini dimulai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran kemampuan pasien kritis dalam melakukan mobilisasi dini di ICU.

60
Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia Vol.4 No.1, Februari 2020

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan rancangan studi kasus. Studi kasus
termasuk dalam penelitian analisis deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan terfokus pada suatu
kasus tertentu untuk diamati dan dianalisis secara cermat. Pada studi kasus, perlu dilakukan
analisis secara tajam terhadap berbagai factor yang terkait dengan kasus tersebut sehingga akhirnya
akan diperoleh kesimpulan yang akurat. Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada
tanggal 26 Agustus – 4 Oktober 2019 di ICU RSUD Tugurejo Semarang. Pertisipan yang digunakan
untuk melaksanakan mobilisasi dini adalah 6 pasien dengan kriteria pasien dewasa (> 18 tahun)
dan dirawat di ICU, tidak ada tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial, dan kondisi
hemodinamik stabil (tekanan darah, heart rate, respiration rate, dan suhu tubuh). Data yang diperoleh
kemudian dianalisis menggunakan metode five right clinical reasoning.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kasus 1
Pasien Ny. S (52 tahun) Pasien tampak sesak napas, RR: 24 kali/menit, Akral hangat, pulsasi
nadi teraba cukup. TD: 114/74 mmHg, HR: 101 kali/menit, Suhu: 360 C, SaO2: 97% dengan O2 nasal
kanul 4 liter/menit, GCS E3M6V2. Pasien mengalami kelemahan ekstremitas kiri. Terpasang NGT,
DC, Infus perifer di tangan kanan. ADL dibantu oleh perawat. Pada pengkajian pola fungsional
Gordon didapatkan data bahwa di rumah sakit, pasien mengalami gangguan pada pola aktivitas
dan latihannya. Pasien mengalami kelemahan otot, sehingga tidak mampu beraktivitas secara
optimal. Selain itu pasien juga mengalami penurunan kesadaran sehingga koordinasi tubuh untuk
melakukan aktivitas juga terganggu. Data Penunjang pasien adalah dari hasil CT Scan kepala
ditemukan adanya infark pada corona radiate kiri. Tak tampak gambaran intracerebral haemorrage, hasil
Rontgen Thorax: Bronchopneumonia, cardiomegaly, hasil laboratorium: Hemoglobin: 11,8 g/dL,
Leukosit: 13,7 103/µl, Ureum: 149 mg/dL, Creatinin: 2,9 mg/dL, Cholestrol total: 193 mg/dL,
Trigliserid: 140 mg/dL, HDL: 37 mg/dL, LDL: 127 mg/dL, Asam urat: 6,1 mg/dL.
Kasus 2
Pasien Ny. S (52 tahun) Pada pengkajian didapatkan data bahwa pasien terpasang ETT
sambung VM mode PSIMV. Ronkhi (+/+). Leher tampak bengkak, Teraba masa pada thyroid
sebelah kiri. Tak tampak otot bantu pernapasan. RR: 20 x/menit, SaO2: 97%, TD: 112/84 mmHg,
HR: 82 x/menit, suhu: 360C. Akral hangat, pulsasi nadi teraba cukup, CRT 2 detik. Urine output
±1600 ml/24 jam. Pasien sadar. E4M6VETT. Terpasang NGT, DC, Infus perifer di tangan kanan. ADL
dibantu oleh perawat. Berdasarkan pola pengkajian Gordon didapatkan data pasien tidak dapat
melakukan aktivitas sehari hari dikarenakan menggunakan berbagai peralatan invasif. Pasien
mengatakan tidak nyaman dengan berbagai peralatan yang terpasang. Pasien mengatakan nyeri.
Hasil pemeriksaan CPOT 4. Pasien tidak mengguanakan terapi farmakologi untuk mengurangi
nyeri. Hasil Ro Cervical: plegmon mediastinis. Hasil Ro Thorax: Cardiomegaly (LV,LA), edema
pulmonum, efusi pleura kanan. Hasil Patologi Anatomi drain pleura: Reactive mesothelial cells, efusi
pleura massif dd TB dd keganasan. Hasil Laboratorium: Hemoglobin: 11,6 g/dL, Leukosit: 12,8
103/µl, Trombosit: 425 103/µl, Ureum: 30 mg/dL, Creatinin: 0,37 mg/dL, Calcium: 7,8 mg/dL,
Natrium: 142,5 mEq/L, Kalium: 4,25 mEq/L, pH:7,36, pCO2: 37,2 mmHg, pO2: 79 mmHg, HCO3: 21
mmol/L, BE: -4 mmol/L.
Kasus 3
Pasien Ny. S (64 tahun) Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan data pasien terpasang ETT
sambung VM mode PSIMV. Sekret (+) warna putih kental. Reflek batuk (+) batuk tidak efektif. RR
32 x/menit, TD: 130/70 mmHg, HR: 96 x/menit, suhu 37,60 C, SpO2 97%, akral hangat, pulsasi nadi
teraba cukup. GCS E1M4VETT. Terpasang, NGT, DC, Infus perifer di tangan kanan. ADL dibantu
oleh perawat. Berdasarkan pola fungsional Gordon didapatkan data bahwa di rumah sakit, pasien
mengalami gangguan pada pola aktivitas dan latihannya. Pasien mengalami kelemahan otot,
sehingga tidak mampu beraktivitas secara optimal. Selain itu pasien juga mengalami penurunan

61
Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia Vol.4 No.1, Februari 2020

kesadaran sehingga koordinasi tubuh untuk melakukan aktivitas juga terganggu. Data penunjang
hasil laboratorium: albumin: 2,8 g/dL, GDS: 220 mg/dL, Clorida: 113 mEq/L, Kalium: 6,6 mEq/L,
Calsium: 7,22 mg/dl, pH: 7,36, pCO2: 42 mmHg, pO2: 118 mmHg, HCO3: 238 mmol/L, BE: -2
mmol/L. Hasil Rontgen Thorax: Cardiomegaly (LV), efusi pleura kiri (perbaikan minimal). Hasil CT
scan kepala tanpa kontras infark luas pada sub cortisol fronto-temporo-parietal kanan, disertai
tanda peningkatan TIK.
Kasus 4
Pasien Ny. S (28 tahun) Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan bahwa pasien terpasang
ETT sambung VM mode PSIMV. Sekret (+) produksi sedikit warna putih encer. Reflek batuk kuat.
Respirasi: 20-22 x/menit. Napas spontan adekuat. Tidak ada otot bantu napas. Tekanan Darah
Sistolik: 100–125 mmHg. Diastolik: 55–70 mmHg. MAP: 70–88,3 mmHg. HR: 75-89 x/menit. Suhu:
36,50 C. Pasien composmentis. GCS E4M6VETT. Terpasang NGT, DC, Infus perifer di tangan kanan.
ADL dibantu oleh perawat. Berdasarkan pola fungsional gordon didapatkan data pasien tidak
dapat melakukan aktivitas sehari hari dikarenakan menggunakan berbagai peralatan invasif. Pasien
mengatakan tidak nyaman dengan berbagai peralatan yang terpasang. Pasien mengatakan nyeri.
Hasil pemeriksaan CPOT: skor 3. Pasien tidak mengguanakan terapi farmakologi untuk
mengurangi nyeri. Data penunjang hasil laboratorium. Hemoglobin: 8,8 g/dL. Hematokrit: 25,20%.
Kasus 5
Pasien Ny. K (58 tahun) Terpasang ETT sambung VM mode PSIMV. Sekret (+) produksi
sedikit warna putih encer. Reflek batuk kuat. Respirasi: 20-22 x/menit. Napas spontan adekuat.
Tidak ada otot bantu napas. Tekanan Darah Sistolik: 100–125 mmHg. Diastolik: 55–70 mmHg. MAP:
70– 88,3 mmHg. Herat Rate: 75-89 x/menit. Suhu: 36,50 C. Pasien composmentis. GCS E4M6VETT.
Berdasarkan pola fungsional Gordon didapatkan data bahwa pasien tidak dapat melakukan
aktivitas sehari hari dikarenakan menggunakan berbagai peralatan invasif. Pasien mengatakan
tidak nyaman dengan berbagai peralatan yang terpasang. Pasien mengatakan nyeri. Hasil
pemeriksaan CPOT: skor 3. Pasien tidak mengguanakan terapi farmakologi untuk mengurangi
nyeri. Data penunjang hasil laboratorium: Albumin: 3,0 g/dL, GDS: 524 mg/dL, Chlorida: 113
mEq/l, Kalium: 6,6 mEq/L, Calsium: 8,2 mg/dL, pH: 7,36, pCO2: 42 mmHg, pO2: 118 mmHg,
HCO3: 238 mmol/L, BE: -2 mmol/L.
Kasus 6
Pasien mengatakan sesak napas. Ronkhi (+/+). Napas spontan (+) adekuat dengan O 2 Mask
Non Rebreathing 10 liter/menit. Otot bantu napas (+). Ekspansi dada (+). TD: 130/70 mmHg. HR: 96
x/menit. Suhu 37,60 C. SpO2 97%. Akral hangat, pulsasi nadi teraba cukup. Pasien composmentis.
GCS E4M6V4 Terpasang, NGT, DC, Infus perifer di tangan kanan. ADL dibantu oleh perawat
Pasien tidak dapat melakukan aktivitas sehari hari dikarenakan menggunakan berbagai peralatan
invasif. Pasien mengatakan tidak nyaman dengan berbagai peralatan yang terpasang. Pasien
mengatakan nyeri. Hasil pemeriksaan CPOT: skor 3. Pasien tidak mengguanakan terapi
farmakologi untuk mengurangi nyeri. Hasil Laboratorium Hemoglobin: 11,9 g/dL, Leukosit: 11,67
103/µl, GDS: 239 mg/dL, Chlorida: 113 mEq/l, Kalium: 6,6 mEq/l, Calcium: 8,2 mg/dL, Ureum:
86,0 mg/dL, Creatinin: 5,85 mg/dL, hasil perekaman ECG menunjukkan: ST elevasi di AVR, ST
depresi di V6, dan Rontgen Thorax menunjukkan: Cardiomegaly, dan bronchopneumonia.
Pembahasan
Pasien yang berada di ruang ICU mengalami berbagai macam kondisi kritis. Berdasarkan
hasil studi kasus yang dianalisa menggunakan five right clinical reasoning, didapatkan beberapa
tema, yaitu kemampuan pasien kritis melakukan mobilisasi dini, aktivitas mobilisasi dini yang
dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi kritis, serta respon fisiologis pada pasien yang
dilakukan pasca perawatan di icu.
Tema 1: kemampuan pasien kritis melakukan mobilisasi dini
Dari hasil pengkajian didapatkan suatu kumpulan gejala berupa kelemahan anggota gerak
kanan yang sifatnya mendadak. Pasien juga tidak dapat diajak berkomunikasi karena terjadinya
penurunan kesadaran dengan onset akut. Pada penderita didapatkan deficit neurologis yang terjadi

62
Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia Vol.4 No.1, Februari 2020

secara progresif berupa kelemahan motoric yang terjadi akibat suatu proses destruksi. Kesadaran
ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer serebri dan Ascending
Reticular Activating System (ARAS) yang terdapat di batang otak (Yeo, Chang, & Jang, 2013). ARAS
merupakan suatu rangkaian yang kaudal berasal dari medulla spinalis menuju rostral yaitu
diansefalon melalui brain stem, sehingga kelainan yang mengenai lintasan ARAS tersebut akan
menimbulkan penurunan derajat kesadaran (Yeo et al., 2013).
Pada kasus yang dipelajari, didapatkan data bahwa beberapa pasien terpasang ETT. Pasien
dengan kasus tersebut membutuhkan mobilisasi dini untuk mencegah beberapa komplikasi pada
pemasangan ETT yang tersambung dengan ventilasi mekanik. Pemasangan ETT menghambat
mekanisme batuk alami yang merupakan mekanisme pertahanan alami tubuh terhadap infeksi
pernapasan yang sering muncul pada pasien dengan ventilasi mekanik. Adanya ETT akan
mencegah mukosiliar dalam pembersihan secret sehingga secret akan menumpuk di atas cuff ETT
dan akhirnya dapat menyebabkan mikroaspirasi dan. Ketika mikroorganisme masuk ke dalam
paru, mekanisme pertahanan tidak mampu membunuh organisme tersebut pneumonia (Ismaeil,
Alfunaysan, Alotaibi, Alkadi, & Othman, 2017). Pasien dengan tekanan intra kranial (TIK)
meningkat tanpa diikuti dengan peningkatan tekanan darah boleh dilakukan mobilisasi karena
terdapat fase kompensasi pada pasien yang mengalami peningkatan TIK. Fase 1 terjadi pada 48 jam
pertama, fase kedua terjadi pada 2-14 hari, fase ke 3 terjadi pada minggu kedua. Setelah itu pasien
mampu beradaptasi dan TIK kembali normal (Da Conceição, Gonzáles, De Figueiredo, Rocha
Vieira, & Bündchen, 2017).
Tema 2: aktivitas mobilisasi dini yang dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi kritis
Aktivitas mobilisasi yang dapat dilakukan pada pasien kritis ditentukan dengan
menggunakan alogaritme, sehingga level mobilisasi dapat menyesuaikan. Mobilisasi harus
dilakukan bertahap sesuai tingkat kebutuhan dan toleransi pasien. Terdapat beberapa batasan
dalam mobilisasi yang dijelaskan dalam penelusuran systematic review. Pasien dengan kondisi kritis
dapat dilakukan mobilisasi dini dengan karakteristik seperti stabilitas kardiovaskular, respiratori,
neurologi, orthopedic, dan stabilitas lainnya (Da Conceição et al., 2017). Stabilitas kardiovaskular
meliputi: frekuensi nadi >40 x/menit dan <130 x/menit, Tekanan darah sistolik >90 mmHg dan
<180 mmHg, Mean atrial pressure (MAP) >60 mmHg dan <110 mmHg, tidak ada peningkatan obat
vasopressor dalam 2 jam terakhir, tidak ada iskemik miokard, tidak ada aritmia, tidak ada kateter
arteri femoral, serta tidak ada pemberian antiaritmia yang berulang (rutin) (Da Conceição et al.,
2017). Stabilitas respiratori meliputi frekuensi nafas >5 x/menit dan <35 x/menit, SaO2 ≥90%, fiO2
<0,6, PEEP <10 cmH2O, serta jalan napas terlindungi. Stabilitas neurologi meliputi tidak ada tanda-
tanda peningkatan TIK, tidak dalam level kesadaran koma, tidak gelisah, dapat mengikuti perintah
dengan baik, merespon dengan rangsangan verbal, serta tidak ada penyakit neurologi atau
neuromuscular yang menghalangi aktivitas mobilisasi. Kestabilan ortopedi meliputi tidak ada
fraktur yang tidak stabil dan tidak ada kontraindikasi ortopedi untuk mobilisasi. Ketidakstabilan
lainnya meliputi tidak ada neuromuscular bloking agent, tidak ada pembukaan abdomen, tidak
dalam perawatan paliatif, tidak ada DVT, suhu tubuh <38,5 0 C , tidak ada perdarahan
gastrointestinal yang aktif, dan tidak ada perdarahan aktif (Da Conceição et al., 2017).
Terdapat beberapa variasi praktik dalam mobilisasi dini. Variasi praktik ada pada waktu
pelaksanaan, aktivitas mobilisasi, protocol pelaksanaan, dan ekspektasi hasil. Waktu pelaksanaan
mobilisasi dini dapat dimulai saat pasien berada dalam kondisi akut dengan memperhatikan
stabilitas kondisi fisiologi dan psikologi. Mobilisasi dini dapat dilakukan 24 jam pertama setelah
admisi atau antara 48-72 jam pertama pasien masuk ke ICU (Clarissa, Salisbury, Rodgers, & Kean,
2019). Aktivitas yang dapat dilakukan beragam, mulai dari perubahan posisi, aktivitas yang
melibatkan tulang panjang seperti range of motion (ROM), serta aktivitas lain diluar ROM (Clarissa
et al., 2019). American Association of Critical Care Nurses (AACN) memperkenalkan intervensi
mobilisasi progresif yang terdiri dari beberapa tahapan: Head of Bed (HOB), latihan Range of Motion
(ROM) pasif dan aktif, terapi lanjutan rotasi lateral, posisi tengkurap, pergerakan melawan
gravitasi, posisi duduk, posisi kaki menggantung, berdiri dan berjalan (Vollman, 2013).

63
Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia Vol.4 No.1, Februari 2020

Mobilisasi dini dapat dilakukan oleh perawat secara mandiri ataupun dilakukan secara
kolaborasi oleh pemberi asuhan (perawat, fisoterapi, okupasional terapi) (Clark, Lowman, Griffin,
Matthews, & Reiff, 2013). Perawat harus melakukan informed consent kepada keluarga sebelum
melakukan mobilisasi dini. Jika keluarga menyetujui, maka keluarga juga dapat diajak untuk
melakukan mobilisasi sederhana, sehingga family participation dan caring keluarga dapat
meningkat. Mobilisasi dini dapat dilakukan dua kali sehari, sehari sekali, atau bahkan dapat
dilakukan tiap dua jam sekali, misal pada saat pasien dilakukan alih baring (Frownfelter & Dean,
2014). Hal yang diharapkan dari mobilisasi dini yaitu mencegah komplikasi akibat perawatan yang
dilakukan, memperbaiki mobilitas pasien, dan meningkatkan penurunan nilai kewaspadaan.
Tema 3: respon fisiologis pada pasien yang dilakukan mobilisasi dini
Pasien Kritis menghabiskan waktu yang lama untuk masa rawat di rumah sakit. Perubahan
besar terjadi pada sistem kardiovaskular saat bedrest (Petruccio, Monteiro, Liz, Oliveira, &
Carvalho, 2018). Posisi terlentang membuat 11% dari volume darah menghilang dari kaki, yang
seharusnya banyak menuju dada. Dalam 3 hari pertama bedrest volume plasma akan berkurang 8%
sampai 10%. Kerugian menjadi 15% sampai 20% pada minggu keempat (Petruccio et al., 2018).
Perubahan ini mengakibatkan peningkatan beban kerja jantung, peningkatan masa istirahat denyut
jantung, dan perubahan stoke volume menyebabkan penurunan cardiac out put (COP). Secara teori
tekanan darah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu COP, preload, dan resistensi perifer
(Pathmanathan, Beaumont, & Gratrix, 2015). COP merupakan jumlah darah yang dikeluarkan dari
ventrikel kiri dalam satu menit. Preload merupakan tekanan saat pengisian atrium kanan selama
diastolik yang menggambarkan volume dari aliran balik jantung (Wilcken, 2014).
Perubahan posisi mempunyai efek terhadap perubahan tekanan darah dan tekanan vena
sentral (Lesmana, Ose, Zulfia, & Tobing, 2019). Pada posisi head of bed menunjukkan aliran balik
darah dari bagian inferior menuju ke atrium kanan cukup baik karena resistensi pembuluh darah
dan tekanan atrium kanan tidak terlalu tinggi, sehingga volume darah yang masuk (venous return)
ke atrium kanan cukup baik dan tekanan pengisian ventrikel kanan (preload) meningkat, yang dapat
mengarah pada peningkatan stroke volume dan cardiac output (Bein et al., 2015). Perubahan posisi
lateral atau miring mempengaruhi aliran balik darah yang menuju ke jantung dan berdampak pada
hemodinamik. Pada pasien kritis lebih baik untuk diberikan mobilisasi dari pada pasien dibiarkan
dalam posisi supine secara terus menerus. Karena dengan membiarkan pasien dalam keadaan
imobilisasi akan memberi dampak yang buruk pada organ tubuh (Bein et al., 2015). Maka dari itu
perawat perlu merencanakan kegiatan mobilisasi kepada pasien.
Mobilisasi adalah kegiatan fundamental keperawatan yang membutuhkan pengetahuan dan
keterampilan untuk menerapkan secara efektif untuk pasien sakit kritis (Green, Marzano,
Leditschke, Mitchell, & Bissett, 2016). Mobilisasi dapat menghasilkan outcome yang baik bagi
pasien seperti meningkatkan pertukaran gas, mengurangi angka VAP, mengurangi durasi
penggunaan ventilator, dan meningkatkan kemampuan fungsional jangka panjang (Green et al.,
2016). Ketidakstabilan hemodinamik merupakan salah satu tantangan untuk perawat dalam
melakukan mobilisasi pada pasien kritis. Untuk menyeimbangkan antara risiko dan manfaat dari
mobilisasi pada pasien kritis maka perawat harus menentukan jenis mobilisasi yang tepat,
memperhatikan penyakit tertentu, mengkaji faktor risiko, menentukan waktu sesi mobilisasi,
mengurangi kecepatan saat melakukan mobilisasi yang dapat mempengaruhi respon sistem
kardiovaskular (Garzon-Serrano et al., 2011).
Pada pasien kritis konsekuensi terbesar dari bedrest atau imobilisasi adalah sistem
pernafasan meliputi pengembangan kompresi atelectasis dari pembentukan edema dengan pasien
posisi supine dan kelemahan fungsi paru, reflek batuk, dan drainase tidak bekerja dengan baik
ketika pasien dalam posisi supine (Vollman, 2013). Hal ini akan berdampak pada oksigenasi karena
kelemahan fungsi paru akibat imobilisasi. Saturasi oksigen merupakan salah satu indikator dari
status oksigenasi. Saturasi oksigen adalah kemampuan haemoglobin mengikat oksigen. Faktor-
faktor yang mempengaruhi saturasi oksigen yaitu jumlah oksigen yang masuk ke paru-paru
(ventilasi), kecepatan difusi, dan kapasitas haemoglobin dalam membawa oksigen (Vollman, 2013).

64
Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia Vol.4 No.1, Februari 2020

Diharapkan bahwa mobilisasi akan meningkatkan transportasi oksigen pasien, karena efek positif
dari posisi tegak pada ventilasi alveolar dan perfusi.

SIMPULAN
Terdapat beberapa aktivitas yang dilakukan di ruang ICU, seperti head up, memposisikan
lateral, ROM dan berkolaborasi dengan ahli fisioterapi. Namun demikian, menerapkan mobilisasi
dini pada pasien di ICU sering kali mengalami hambatan. Kendala yang paling umum ditemukan
adalah kondisi pasien yang tidak memungkinkan untuk mobilisasi, seperti adanya nyeri hebat,
kelelahan, penurunan kesadaran, oversedasi, atau terpasang alat medis yang invasif. Melakukan
mobilisasi dini juga sangat bergantung pada keterampilan petugas kesehatan yang ada di ICU,
fisioterapis, dan ketersediaan alat yang mendukung mobilisasi di ICU.

SARAN
Kerjasama tim kesehatan diperlukan dalam proses mobilisasi pasien sakit kritis yang ada di
ICU. Kesinambungan perawatan yang bersinergi dalam melakukan mobilisasi dini dapat menjadi
program perawatan yang lebih baik, sehingga kepuasan dan kualitas hidup pasien dapat
ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA
Bein, T., Bischoff, M., Brückner, U., Gebhardt, K., Henzler, D., Hermes, C., … Wrigge, H. (2015). S2e-
Leitlinie: Lagerungstherapie und Frühmobilisation zur Prophylaxe oder Therapie von
pulmonalen Funktionsstörungen: Revision 2015: S2e-Leitlinie der Deutschen Gesellschaft für
Anästhesiologie und Intensivmedizin (DGAI). Anaesthesist, 64(September), 1–26.
https://doi.org/10.1007/s00101-015-0071-1
Clarissa, C., Salisbury, L., Rodgers, S., & Kean, S. (2019). Early mobilisation in mechanically
ventilated patients: A systematic integrative review of definitions and activities. Journal of
Intensive Care, 7(1), 1–19. https://doi.org/10.1186/s40560-018-0355-z
Clark, D. E., Lowman, J. D., Griffin, R. L., Matthews, H. M., & Reiff, D. A. (2013). Effectiveness of an
Early Mobilization Protocol in a Trauma and Burns Intensive Care Unit: A Retrospective
Cohort Study. Physical Therapy, 93(2), 186–196. https://doi.org/10.2522/ptj.20110417
Da Conceição, T. M. A., Gonzáles, A. I., De Figueiredo, F. C. X. S., Rocha Vieira, D. S., & Bündchen,
D. C. (2017). Safety criteria to start early mobilization in intensive care units. Systematic review.
Revista Brasileira de Terapia Intensiva, 29(4), 509–519. https://doi.org/10.5935/0103-
507X.20170076
Frownfelter, D., & Dean, E. (2014). Cardiovascular and pulmonary physical therapy-E-Book: Evidence to
practice (Fifth Edit; K. Falk, Ed.). St. Louis, Missouri: Elsevier Mosby.
Garzon-Serrano, J., Ryan, C., Waak, K., Hirschberg, R., Tully, S., Bittner, E. A., … Eikermann, M.
(2011). Early mobilization in critically ill patients: Patients’ mobilization level depends on
health care provider’s profession. PM and R, 3(4), 307–313.
https://doi.org/10.1016/j.pmrj.2010.12.022
Green, M., Marzano, V., Leditschke, I. A., Mitchell, I., & Bissett, B. (2016). Mobilization of intensive
care patients: A multidisciplinary practical guide for clinicians. Journal of Multidisciplinary
Healthcare, 9, 247–256. https://doi.org/10.2147/JMDH.S99811
Hashem, M. D., Nelliot, A., & Needham, D. M. (2016). Early mobilization and rehabilitation in the
ICU: Moving back to the future. Respiratory Care, 61(7), 971–979.
https://doi.org/10.4187/respcare.04741
Hunter, A., Johnson, L., & Coustasse, A. (2014). Reduction of intensive care unit length of stay: The
case of early mobilization. Health Care Manager, 33(2), 128–135.
https://doi.org/10.1097/HCM.0000000000000006
Ismaeil, T., Alfunaysan, L., Alotaibi, N., Alkadi, S., & Othman, F. (2017). Repositioning of

65
Jurnal Keperawatan Widya Gantari Indonesia Vol.4 No.1, Februari 2020

endotracheal tube and risk of ventilator-associated pneumonia among adult patients: A


matched case-control study. Annals of Thoracic Meedicine, 13(3), 156–162.
https://doi.org/10.4103/atm.ATM
Kress, J. P., & Hall, J. B. (2014). ICU-acquired weakness and recovery from critical illness. New
England Journal of Medicine, 370(17), 1626–1635. https://doi.org/10.1056/NEJMra1209390
Lesmana, H., Ose, M. I., Zulfia, R., & Tobing, K. I. S. (2019). The Effect of Changes in Postural
Position Angle Degree on Central Venous Pressure Measurement. Indonesian Journal of
Medicine, 4(3), 192–200. https://doi.org/10.26911/theijmed.2019.04.03.01
Linda, D., Kathleen, M., & Mary, E. (2010). Critical care nursing: Diagnosis and management (8th ed.).
St Louis: Mosby.
Pakasi, R. (2017). Mobilisasi dini: kapan sebaiknya diberikan? Retrieved January 3, 2020, from
perdosri.or.id website: https://perdosri.or.id/mobilisasi-dini-kapan-sebaiknya-diberikan/
Pathmanathan, N., Beaumont, N., & Gratrix, A. (2015). Respiratory physiotherapy in the critical care
unit. Continuing Education in Anaesthesia, Critical Care and Pain, 15(1), 20–25.
https://doi.org/10.1093/bjaceaccp/mku005
Petruccio, L., Monteiro, C., Liz, M., Oliveira, C. De, & Carvalho, G. D. A. (2018). Deleterious effects of
prolonged bed rest on the body systems of the elderly - a review. 499–506.
Phelan, S., Lin, F., Mitchell, M., & Chaboyer, W. (2018). Implementing early mobilisation in the
intensive care unit: An integrative review. International Journal of Nursing Studies, 77(September
2017), 91–105. https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2017.09.019
Pinheiro, A. R., & Christofoletti, G. (2012). Motor physical therapy in hospitalized patients in an
intensive care unit: A systematic review. Revista Brasileira de Terapia Intensiva, 24(2), 188–196.
https://doi.org/10.1590/S0103-507X2012000200016
Rawal, G., Yadav, S., & Kumar, R. (2017). Post-intensive care syndrome: An overview. Journal of
Translational Internal Medicine, 5(2), 90–92. https://doi.org/10.1515/jtim-2016-0016
Schaller, S. J., Anstey, M., Blobner, M., Edrich, T., Grabitz, S. D., Gradwohl-Matis, I., … Eikermann,
M. (2016). Early, goal-directed mobilisation in the surgical intensive care unit: a randomised
controlled trial. The Lancet, 388(10052), 1377–1388. https://doi.org/10.1016/S0140-
6736(16)31637-3
Verceles, A. C., Wells, C. L., Sorkin, J. D., Terrin, M. L., Beans, J., Jenkins, T., … Medicine, G. (2018).
HHS Public Access. 204–210. https://doi.org/10.1016/j.jcrc.2018.07.006.A
Vollman, K. M. (2013). Understanding critically ill patients hemodynamic response to mobilization:
Using the evidence to make it safe and feasible. Critical Care Nursing Quarterly, 36(1), 17–27.
https://doi.org/10.1097/CNQ.0b013e3182750767
Wilcken, D. E. L. (2014). Physiology of the normal heart. Medicine (United Kingdom), 42(8), 409–412.
https://doi.org/10.1016/j.mpmed.2014.05.008
Wunsch, H., Angus, D. C., Harrison, D. A., Linde-Zwirble, W. T., & Rowan, K. M. (2011).
Comparison of medical admissions to intensive care units in the United States and United
Kingdom. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine, 183(12), 1666–1673.
https://doi.org/10.1164/rccm.201012-1961OC
Yeo, S. S., Chang, P. H., & Jang, S. H. (2013). The ascending reticular activating system from pontine
reticular formation to the thalamus in the human brain. Frontiers in Human Neuroscience, 7(JUL),
1–5. https://doi.org/10.3389/fnhum.2013.00416
Zhang, G., Zhang, K., Cui, W., Hong, Y., & Zhang, Z. (2018). The effect of early mobilization for
critical ill patients requiring mechanical ventilation: a systematic review and meta-analysis.
Journal of Emergency and Critical Care Medicine, 2(Mv), 9–9.
https://doi.org/10.21037/jeccm.2018.01.04
Zhang, L., Hu, W., Cai, Z., Liu, J., Wu, J., Deng, Y., … Qin, Y. (2019). Early mobilization of critically
ill patients in the intensive care unit: A systematic review and meta-analysis. PLoS ONE, 14(10),
1–16. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0223185

66
Available online at https://jurnal.stikesmus.ac.id/index.php/avicenna
Avicenna : Journal of Health Research, Vol 3 No 1. Maret 2020 (20-27) 20

PENGARUH MOBILISASI PROGRESIF TERHADAP STATUS


HEMODINAMIK PADA PASIEN KRITIS DI INTENSIVE CARE UNIT

Wahyu Rima Agustin1,*, Gatot Suparmanto2, Wahyuningsih Safitri3


1,2,3
Prodi Profesi Ners Universitas Kusuma Husada Surakarta
1
wra.wahyurimaagustin@gmail.com*

Abstrak
Latar Belakang : Salah satu intervensi yang dilakukan oleh perawat di pelayanan
intensif adalah pemberian mobilisasi progresif. Namun pentingnya pemantauan
hemodinamika pada pasien kritis maka perlu diperhatikan dalam memberikan
mobilisasi progresif.
Tujuan : Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh mobilisasi
progresif terhadap status hemodinamik pada pasien kritis di ICU RSUD
Karanganyar.
Metode : Desain penelitian menggunakan metode quasi eksperimen dengan pre-
post without control design. Pengukuran dengan lembar observasi untuk menilai
Heart Rate (HR), Respiratory Rate (RR), saturasi oksigen (Sa ), Tekanan Darah
dan Mean Arterial Pressure (MAP) sebelum dan sesudah diberikan mobilisasi
progresif. Pengambilan sampel dengan cara purposive sampling, sejumlah 19
responden. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan pada bulan oktober 2018.
Hasil : Hasil analisis bivariat didapatkan ada perbedaan bermakna antara Heart
Rate (HR), Respiratory Rate (RR), saturasi oksigen (Sa ), Tekanan Darah (BP)
dan Mean Arterial Pressure (MAP) sebelum dan sesudah mobilisasi progresif
dengan dengan p value 0,000 dan 0,037 (p < 0,05). Hasil penelitian ini
menyarankan mobilisasi progresif tetap diberikan pada pasien kritis untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien dengan memperhatikan status hemodinamika
pasien. Terjadi peningkatan status hemodinamik setelah dilakukan mobilisasi
progresif dalam batas normal.
Simpulan : Mobilisasi progresif berpengaruh meningkatkan status hemodinamik
pada pasien kritis.

Kata kunci: Mobilisasi Progresif; Status Hemodinamika; Pasien Kritis

THE EFFECT OF PROGRESSIVE MOBILIZATION OF STATUS


HEMODYNAMICS IN CRITICAL PATIENTS IN INTENSIVE CARE UNIT
Abstract
Background : One of the interventions conducted by nurses at intensive care is
the administration of progressive mobilization to critical patients. When
conducting the progressive mobilization, attention must be paid to hemodynamic
monitoring.
The Purpose:The objective of this research is to investigate the effect of
progressive mobilization to the hemodynamic status of critical patients at the
Intensive Care Unit of Local General Hospital of Karanganyar.

10.36419/avicenna.v3i1.339
Avicenna : Journal of Health Research, Vol 3 No 1. Maret 2020 (20-27) 21
Wahyu Rima Agustin et.al (Pengaruh Mobilisasi Progresif Terhadap Status …)

Method : This research used the quasi-experimental method with pre-post without
control design. Its data were collected through observation sheets to assess heart
rate (HR), respiratory rate (RR), oxygen saturation (Sa ), blood pressure (BP),
and mean arterial pressure (MAP) prior to and following the administration of
progressive mobilization. 19 respondents were determined as the samples by
using the purposive sampling technique. This research was conducted for 1 month
in October 2018.
Result :There was a significant difference among the HR, the RR, the BP, and the
MAP prior to and following the administration of progressive mobilization as
shown by the result of the bivariate analysis where the p-values were 0.000 and
0.037 (p < 005) respectively. Thus, there was an increase in the hemodynamic
status of the patients within normal limit following the progressive mobilization. It
is recommended that the administration of progressive mobilization be continued
to critical patients to improve their life quality by keeping in mind their
hemodynamic status.
Conclusion : Progressive mobilization has the effect of increasing hemodynamic
status in critically ill patients.

Keywords: Progressive mobilization, hemodynamic status, critical patients

PENDAHULUAN
Intensive Care Unit (ICU) merupakan ruang rawat rumah sakit dengan staf
dan perlengkapan khusus ditujukan untuk mengelola pasien dengan penyakit,
trauma atau komplikasi yang mengancam jiwa (Musliha, 2010). Pasien dengan
fase kritis dengan satu atau lebih gangguan fungsi sistem organ vital manusia
yang dapat mengancam kehidupan serta memiliki morbiditas dan mortalitas
tinggi, sehingga membutuhkan suatu penanganan khusus dan pemantauan secara
intensif (Kemenkes RI, 2011). Pasien kritis memiliki kerentanan yang berbeda.
Kerentanan itu meliputi ketidakberdayaan, kelemahan dan ketergantungan
terhadap alat pembantu (Sunatrio, 2010).
Hasil studi di Amerika melaporkan prevalensi pasien kritis selama 2004-
2009 terdapat 3.235.741 pasien yang mendapat perawatan ICU dan 246.151
(7,6%) merupakan pasien kritis kronis. Pasien kritis kronis dengan sepsis (63,7%)
dan yang lainnya seperti stroke, luka parah, cidera kepala dan tracheostomy (Kahn
et al, 2015). Data yang diperoleh dari buku registrasi pasien ICU RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado mulai dari bulan Januari-Oktober 2013 total pasien yang
dirawat di ICU adalah sebanyak 411 pasien dan yang mengalami kejadian gagal
napas sebanyak 132 pasien (32,1 %). Rata-rata pasien yang dirawat di ICU adalah
41-42 pasien/bulan dan rata-rata yang mengalami kejadian gagal napas adalah 13-
14 pasien/bulan serta 10-11 pasien/bulan meninggal akibat gagal napas (Kitong,
BI, dkk, 2014). Di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Wonogiri selama bulan
Oktober-Desember 2015, pasien yang mendapatkan perawatan ICU terdapat 105
pasien, diantaranya pasien stroke, penyakit jantung dan diabetes mellitus.
Perawat merupakan salah satu bagian dari team ICU, yang mempunyai
ruang lingkup luas, karakteristik unik serta peran yang penting dalam pemberian
asuhan keperawatan kritis di ICU (Munawaroh dkk, 2012). Salah satu intervensi

Copyright © 2020, Avicenna : Journal of Health Research


ISSN 2615-6458 (print) | ISSN 2615-6466 (online)
Avicenna : Journal of Health Research, Vol 3 No 1. Maret 2020 (20-27) 22
Wahyu Rima Agustin et.al (Pengaruh Mobilisasi Progresif Terhadap Status …)

yang diberikan berupa perubahan posisi pasien dilakukan tiap 2 jam. Pasien yang
dirawat di ruang ICU dengan gangguan status mental misalnya oleh karena stroke,
injuri kepala atau penurunan kesadaran tidak mampu untuk merasakan atau
mengkomunikasikan nyeri yang dirasakan atau pasien merasakan adanya tekanan
namun mereka tidak bisa mengatakan kepada orang lain untuk membantu mereka
mengubah posisi. Bahkan ada yang tidak mampu merasakan adanya nyeri atau
tekanan akibat menurunnya persepsi sensori (Batticaca, 2012).
Pemantauan hemodinamika perlu diperhatikan, pemantauan tersebut
merupakan suatu teknik pengkajian pada pasien kritis, mengetahui kondisi
perkembangan pasien, serta untuk antisipasi kondisi pasien yang memburuk
(Burchell & Powers, 2011). Dasar dari pemantauan hemodinamika adalah perfusi
jaringan yang adekuat, seperti keseimbangan antara pasokan oksigen dengan yang
dibutuhkan, mempertahankan nutrisi, suhu tubuh dan keseimbangan
elektrokimiawi sehingga manifestasi klinis dari gangguan hemodinamika berupa
gangguan fungsi organ tubuh yang bila tidak ditangani secara cepat dan tepat akan
jatuh ke dalam gagal fungsi organ multipel. Perawat sebagai bagian dari tim
kesehatan dalam merawat pasien-pasien kritis mempunyai tanggung jawab yang
besar dalam memonitor keadaan hemodinamik. Monitoring hemodinamik
merupakan suatu pengkajian fisiologis yang penting dalam perawatan pasien-
pasien kritis (Prayitno dkk, 2015). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan
peneliti di ICU RSUD Karanganyar didapatkan data jumlah tempat tidur di ICU
sebanyak 4 tempat tidur. Pada bulan Agustus - september 2018 jumlah pasien
yang dirawat diruang ICU sebanyak 36 pasien. Hasil wawancara dengan beberapa
perawat mengatakan pasien yang dirawat diruang ICU hanya diberikan perubahan
posisi miring kanan dan miring kiri setiap 2 jam. Perawat tidak memperhatikan
status hemodinamik pada pasien sebelum dan sesudah diberikan posisi miring
kanan dan miring kiri.
Mengingat pentingnya pemantauan status hemodinamika pada pasien kritis.
Hal inilah yang mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan tujuan
mengetahui pengaruh mobilisasi progresif terhadap status hemodinamik pada
pasien kritis di ICU RSUD Karanganyar.

METODE
Jenis penelitian ini yaitu penelitian kuantitatif dengan desain quasi
experiment, dimana penelitian ini melakukan uji coba coba suatu intervensi pada
sekelompok subyek dengan atau tanpa kelompok pembanding namun tidak
dilakukan randomisasi untuk memasukkan subyek ke dalam kelompok perlakuan
atau kontrol (Dharma, 2011).
Rancangan penelitian yang digunakan adalah one-group pretest-posttest
design. Didalam desain ini observasi dilakukan sebanyak 2 (dua) kali yaitu
sebelum dan sesudah intervensi pada satu kelompok perlakuan. Hasil perlakuan
dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan
sebelum diberikan perlakuan (Sugiyono, 2011). Penelitian ini dilakukan di ICU
RSUD Karanganyar dan dilaksanakan selama 1 bulan pada bulan oktober 2018.

Copyright © 2020, Avicenna : Journal of Health Research


ISSN 2615-6458 (print) | ISSN 2615-6466 (online)
Avicenna : Journal of Health Research, Vol 3 No 1. Maret 2020 (20-27) 23
Wahyu Rima Agustin et.al (Pengaruh Mobilisasi Progresif Terhadap Status …)

Populasi pada penelitian ini adalah semua pasien kritis di ruang ICU RSUD
Karanganyar, Teknik pengumpulan sampel pada penelitian ini menggunakan
purposive sampling sejumlah 19 responden dengan kriteria inklusi PaO2 : FiO2 >
250, nilai PEEP <10, suhu <38 oC. RR <30x/menit, HR >60<120x/menit. MAP
>55<140, tekanan sistolik berkisar >90<180 mmHg, saturasi oksigen >90%,
tingkat kesadaran pasien dengan respon mata baik (RASS -5 sampai -3). Kriteria
eksklusi pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial dan status hemodinamik
tidak stabil.
Proses analisa data menggunakan one-group pretest-posttest design dengan
menggunakan uji Paired sample t-test karena data terdistribusi normal untuk
mengukur sebelum dan sesudah dilakukan mobilisasi progresif.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Tabel 1.Karakteristik Responden (n=19)
Karakteristik Frekuensi (n=19) Persentase
1. Umur
40-59 10 52,6
60-79 9 47,4
2. Jenis kelamin
Perempuan 12 63,2
Laki-laki 7 36,8

Tabel 1 Menunjukan karakteristik umur responden sebagian besar 40-59 tahun


sebanyak 10 responden (52,6%). Jenis kelamin responden pada penelitian ini
sebagian besar berjenis kelamin perempuan sebanyak 12 responden (63,2%).

Tabel 2.Analisis Rerata Heart Rate (HR), Respiratory Rate (RR), Saturasi
Oksigen (SaO2), Tekanan Darah dan Mean Arterial Pressure (MAP) Sebelum dan
Sesudah Mobilisasi Progresif di RSUD Karanganyar(n=19)
Rerata Sebelum Mobilisasi Progresif Rerata Sesudah Mobilisasi Progresif
Variabel Mean Median SD Min Max Mean Median SD Min Max
Heart Rate (HR) 86,3 87,3 4,3 79 95,3 87,8 88,3 4,3 79,7 96,7
Respiratory Rate
18,6 18,3 3,4 14 25,3 19,9 19,7 3,1 15,3 26,3
(RR)
Saturasi Oksigen
97,6 97,7 0,8 96 99 98,5 98,7 0,9 96,7 100
(SaO2)
Tekanan darah 12,
127 126,7 98,7 146,7 128,7 127,3 10,9 107,7 149
Sistolik 2
Tekanan darah
82,3 82,3 7,1 69 97 83,2 83 7 70,3 97,7
Diastolik
Mean Arterial
98,3 99,7 3,8 90 103 99,1 105 4,2 91,3 105
Pressure (MAP)

Tabel 2 menunjukkan rerata Heart Rate (HR) sebelum mobilisasi


progresifadalah mean=86,3 dengan median=87,3 SD=4,3, min=79 serta
max=95,3. Rerata Respiratory Rate (RR) sebelum mobilisasi progresiadalah
mean=18,6 dengan median=18,3, SD=3,4, min=14 serta max=25,3. Rerata
saturasi oksigen (SaO2) sebelum mobilisasi progresifadalah mean=97,6 dengan
median=97,7, SD=0,8, min=96 serta max=99. Rerata tekanan darah sistolik

Copyright © 2020, Avicenna : Journal of Health Research


ISSN 2615-6458 (print) | ISSN 2615-6466 (online)
Avicenna : Journal of Health Research, Vol 3 No 1. Maret 2020 (20-27) 24
Wahyu Rima Agustin et.al (Pengaruh Mobilisasi Progresif Terhadap Status …)

sebelum mobilisasi progresif adalah mean=127 dengan median=126,7 SD=7,1,


min=7,1 serta max=146,7. Rerata tekanan darah diatolik sebelum mobilisasi
progresif adalah mean=82,3 dengan median=82,3 , SD=0,87, min=96 serta
max=99. Rerata Mean Arterial Pressure (MAP) sebelum mobilisasi
progresifadalah mean=98,3 dengan median=99,7 , SD=3,8, min=90 serta
max=103
Rerata Heart Rate (HR) sesudah mobilisasi progresif adalah mean=87,8
dengan median=88,3, SD=4,3, min=79,7 serta max=96,7. Rerata Respiratory Rate
(RR) sesudah mobilisasi progresif adalah mean=19,9 dengan median=19,7,
SD=3,1, min=15,3 serta max=26,3. Rerata saturasi oksigen (SaO 2) sesudah
mobilisasi progresif adalah mean=98,5 dengan median=98,7 SD=0,9, min=96,7
serta max=100. Rerata tekanan darah sistolik sesudah mobilisasi progresif adalah
mean=128,7 dengan median=127,3, SD=10,9, min=107,7 serta max=149. Rerata
tekanan darah diastolik sesudah mobilisasi progresif adalah mean=83,2 dengan
median=83, SD=7, min=70,3 serta max=97,7. Rerata Mean Arterial Pressure
(MAP) sesudah mobilisasi progresif adalah mean=99,1 dengan median= 100,5,
SD=4,2, min=91,3 serta max=105.
Sebelum dilakukan analisis bivariat dilakukan uji normalitas yang
merupakan syarat utama melakukan uji parametik. Peneliti menggunakan uji
normalitas dengan metode analisis parameter Shapiro-Wilk dengan kemaknaan (p)
> 0,05 (Dharma, 2011).

Tabel 3.Uji Normalitas Data Variabel Heart Rate (HR), Respiratory Rate (RR),
Saturasi Oksigen (SaO2), Tekanan Darah dan Mean Arterial Pressure (MAP)
Sebelum dan Sesudah Mobilisasi Progresif di RSUD Karanganyar (N=19)
No Variabel Pengukuran Shapiro-Wilk
1 Heart Rate (HR) Sebelum Mobilisasi Progresif 0,584
Sesudah Mobilisasi Progresif 0,903
2 Respiratory Rate (RR) Sebelum Mobilisasi Progresif 0,431
Sesudah Mobilisasi Progresif 0,799
3 Saturasi Oksigen (SaO2) Sebelum Mobilisasi Progresif 0,800
Sesudah Mobilisasi Progresif 0,510
4 Tekanan Darah Sistolik Sebelum Mobilisasi Progresif 1,000
Sesudah Mobilisasi Progresif 0,984
5 Tekanan Darah Diastolik Sebelum Mobilisasi Progresif 0,615
Sesudah Mobilisasi Progresif 0,867
6 Mean Arterial Pressure (MAP) Sebelum Mobilisasi Progresif 0,590
Sesudah Mobilisasi Progresif 0,448

Hasil uji normalitas pada tabel 3. menunjukkan bahwa variabel Heart Rate
(HR), Respiratory Rate (RR), Saturasi oksigen (SaO2), Tekanan darah dan Mean
Arterial Pressure (MAP) sebelum dan sesudah mobilisasi progresif p > 0,05 maka
data terdistribusi secara normal sehingga menggunakan uji paired t test

Copyright © 2020, Avicenna : Journal of Health Research


ISSN 2615-6458 (print) | ISSN 2615-6466 (online)
Avicenna : Journal of Health Research, Vol 3 No 1. Maret 2020 (20-27) 25
Wahyu Rima Agustin et.al (Pengaruh Mobilisasi Progresif Terhadap Status …)

Tabel 4. Analisis Perbandingan Rerata Heart Rate (HR), Respiratory Rate (RR),
Saturasi Oksigen (SaO2), Tekanan Darah dan Mean Arterial Pressure (MAP)
Sebelum dan Sesudah Mobilisasi Progresif di RSUD Karanganyar (n=19)
Variabel t P value
Heart Rate (HR)
- Sebelum -5,686 0,000
- Sesudah
Respiratory Rate (RR)
- Sebelum -6,063 0,000
- Sesudah
Saturasi Oksigen (SaO2)
- Sebelum -7,852 0,00
- Sesudah
Tekanan Darah Sistolik
- Sebelum -3,445 0,00
- Sesudah
Tekanan Darah Diastolik
- Sebelum -7,650 0,00
- Sesudah
Mean Arterial Pressure (MAP)
- Sebelum -2,368 0,03
- Sesudah

Berdasarkan hasil statistik pada tabel 4. menunjukkan bahwa ada perbedaan


yang bermakna antara Heart Rate (HR), Respiratory Rate (RR), saturasi oksigen
(SaO2) tekanan darah dan Mean Arterial Pressure (MAP) sebelum dan sesudah
pemberian mobilisasi progresif (p value 0,000 ≤ 0,05) berarti mobilisasi progresif
mempengaruhi status hemodinamik pada pasien kritis di RSUD Karanganyar.
Nilai t negatif menunjukkan bahwa Heart Rate (HR), Respiratory Rate (RR),
saturasi oksigen (SaO2), tekanan darah dan Mean Arterial Pressure (MAP)
sebelum mobilisasi progresif lebih rendah dibandingkan setelah mobilisasi
progresif
Heart Rate (HR) dengan nilai p value 0,000 (p <0,05). Heart Rate atau
denyut nadi merupakan Denyut nadi (pulse rate) adalah gelombang yang
disalurkan melalui arteri sebagai respons terhadap ejeksi darah dari jantung ke
dalam aorta.10 Denyut nadi terbentuk seiring dengan didorongnya darah melalui
arteri. Untuk membantu sirkulasi, arteri berkontraksi dan berelaksasi secara
periodik, kontraksi dan relaksasi jantung seiring dengan dipompanya darah
menuju arteri dan vena. Dengan demikian, denyut nadi (pulse rate) juga dapat
mewakili detak jantung permenit atau yang dikenal dengan denyut jantung (heart
rate). Denyut nadi dihitung tiap menitnya dengan hitungan repitisi (kali/menit)
(Mustika, 2011).
Respiratory Rate (RR) dengan nilai p value = 0,000 (p <0,05). Respiratory
Rate (RR) adalah jumlah napas yang dilakukan per menit. Dalam keadaan
istirahat, kecepatan pernapasan sekitar 15 kali per menit (Pearce, EC, 2013).
Pernapasan paru merupakan pertukaran oksigen dan karbondioksida yang terjadi
pada paru. Fungsi paru adalah tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida
pada pernapasan melalui paru/pernapasan eksternal. Oksigen dipungut melalui

Copyright © 2020, Avicenna : Journal of Health Research


ISSN 2615-6458 (print) | ISSN 2615-6466 (online)
Avicenna : Journal of Health Research, Vol 3 No 1. Maret 2020 (20-27) 26
Wahyu Rima Agustin et.al (Pengaruh Mobilisasi Progresif Terhadap Status …)

hidung dan mulut. Saat bernapas, oksigen masuk melalui trakea dan pipa
bronchial ke alveoli, dan dapat erat berhubungan dengan darah di dalam kapiler
pulmonalis (Pearce, EC, 2013).
Saturasi oksigen (SaO2) dengan nilai p value = 0,000 (p <0,05). Saturasi
oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan dengan oksigen dalam
arteri, saturasi oksigen normal adalah antara 95 – 100 %. Dalam kedokteran,
oksigen saturasi (SaO2), sering disebut sebagai "SATS", untuk mengukur
persentase oksigen yang diikat oleh hemoglobin di dalam aliran darah. Pada
tekanan parsial oksigen yang rendah, sebagian besar hemoglobin terdeoksigenasi,
maksudnya adalah proses pendistribusian darah beroksigen dari arteri ke jaringan
tubuh. Pengukuran saturasi oksigen dapat dilakukan dengan beberapa teknik.
Penggunaan oksimetri nadi merupakan tehnik yang efektif untuk memantau
pasien terhadap perubahan saturasi oksigen yang kecil atau mendadak (Pinsky,
M.R, 2019)
Tekanan darah dengan nilai p value = 0,000 (p <0,05). Tekanan darah
adalah gaya atau dorongan darah ke dinding arteri saat darah dipompa keluar dari
jantung keseluruh tubuh, sedangkan tekanan darah adalah tenaga yang terdapat
pada dinding arteri saat darah dialirkan. Tenaga ini mempertahankan aliran darah
dalam arteri agar tetap lancar. Rata-rata tekanan darah normal biasanya 120/80
dan diukur dalam satuan milimeter air raksa (mmHg) tekanan darah biasanya
diukur secara tidak langsung dengan sphygmomanometer air raksa pada posisi
duduk atau terlentang. (Burchell, et al, 2011)
Mean Arterial Pressure (MAP) dengan nilai p value = 0,037 (p <0,05).
Tekanan arteri rerata adalah gaya pendorong utama yang mengalirkan darah ke
jaringan. Tekanan ini dipantau dan diatur di tubuh, bukan tekanan sistolik atau
diastolik arteri atau tekanan nadi dan juga bukan tekanan di bagian lain pohon
vaskular. Tekanan arteri rerata sedikit kurang daripada nilai-nilai tengah antara
tekanan sistole dan diastole. Besar nilai pada orang dewasa sekitar 90 mmHg yang
sedikit lebih kecil dari rata-rata tekanan siastole dan diastole (Burchell, et al,
2011)
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan bahwa mobilisasi progresif
berpengaruh terhadap meningkatnya status hemodinamik, yang ditandai dengan
meningkatnya Heart Rate (HR), Respiratory Rate (RR), saturasi oksigen (SaO2),
tekanan siastole dan diastole, dan Mean Arterial Pressure (MAP)pada pasien
kritis di ICU RSUD Karanganyar.

SARAN
Bagi Pelayanan Keperawatan diharapkan menerapkan standar operasional
prosedur (SOP) mobilisasi progresif dalam memberikan asuhan keperawatan pada
pasien kritis untuk meminimalkan efek samping. Bagi Peneliti Selanjutnya
diharapkan perlunya penelitian lebih lanjut dengan metode yang berbeda seperti
mobilisasi progresif level II dan III

Copyright © 2020, Avicenna : Journal of Health Research


ISSN 2615-6458 (print) | ISSN 2615-6466 (online)
Avicenna : Journal of Health Research, Vol 3 No 1. Maret 2020 (20-27) 27
Wahyu Rima Agustin et.al (Pengaruh Mobilisasi Progresif Terhadap Status …)

DAFTAR PUSTAKA
Batticaca, FB. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Burchell, PA. (2011). Focus on central venous pressure in acute care setting.
Journal of Nursing.
Dharma, KK. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan: Panduan
Melaksanakan Dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta : Trans Info Media
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Profil Kesehatan
Indonesia 2010. http://www.depkes.go.id.
Kitong, BI, dkk.(2014). Pengaruh Tindakan Penghisapan Lendir Endotrakeal
Tube (Ett) Terhadap Kadar Saturasi Oksigen Pada Pasien Yang Dirawat Di
Ruang Icu Rsup Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal keperawatan,
Volume 2, No 2, 2014.
Musliha. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta : Nuha Medika
Munawaroh SW, dkk. (2012). Efektifitas Pemberian Nutrisi Enteral Metode
Intermittent Feeding Dan Gravity Drip Terhadap Volume Residu Lambung
Pada Pasien Kritis. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 8, No 3,
Oktober 2012.
Pearce, EC. (2013). Buku Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT
Gramedia
Prayitno, H, dkk. (2015).Perbedaan Peep 5,10 Dan 15 CMH2O Terhadap
Hemodinamik Pada Pasien Yang Terpasang Ventilasi Mekanik Mode
Spontan Di Ruang ICU Rumah Sakit Immanuel Bandung. Immanuel Jurnal
Ilmu Kesehatan Volume 9, Nomor 1, Juni 2015.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Sunatrio. (2010). Penentuan mati pengakhiran resusitasi dan euthanasia pasif di
ICU. PKGDI.Available from:
http://www.freewebs.com/penentuanmati/daftarpustaka.htm
Pinsky, MR. (2019). Hemodynamic Monitoring. Spinger : Switzerland

Copyright © 2020, Avicenna : Journal of Health Research


ISSN 2615-6458 (print) | ISSN 2615-6466 (online)
JurnalPerawat Indonesia, Volume1No 1, Hal 1-10, Mei 2017
e-ISSN 2548-7051
Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

PENGARUH MOBILISASI PROGRESIF LEVEL I TERHADAP


TEKANAN DARAH DAN SATURASI OKSIGEN PASIEN KRITIS
DENGAN PENURUNAN KESADARAN
Mugi Hartoyo1; Shobirun1;Budiyati1; Rizqi Rachmilia2
1
Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Semarang
2
Laboran Jurusan Keperawatan

Abstrak
Pasien yang dirawat di ruang IntensiveCareUnit (ICU) merupakan pasien kritis yang dalamkeadaan
terancamjiwanyakarena kegagalan atau disfungsi pada satu atau multipelorgan yang disertai
gangguan hemodinamik. Pasien kritis dalam keadaan penurunan kesadaranmemiliki keterbatasan
dalam mobilisasi, yang berdampak terhadap tekanan darah dan saturasi oksigen yang tidak stabil.
Salah satu intervensi yang dapat dilakukan untuk menangani hal tersebut dengan mobilisasi
progresif level I berupa head of bed, ROM, dan rotasi lateral. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh mobilisasi progresif level I terhadap tekanan darah dan saturasi oksigen pada
pasien kritis dengan penurunan kesadarandi ruang ICU.Metode penelitian ini menggunakan pra
eksperimental dengan rancangan pre-test and post-test one group design.Responden penelitian
ditetapkan dengannonprobability sampling dengan metode total sampling. Penelitian dilaksanakan
di ruang ICU pada 15 responden yang terdiri dari 10 responden perempuan dan 5 responden laki-
laki dan memenuhi kriteria inklusi. Uji dependent t-test menunjukkan ada pengaruh mobilisasi
progresiflevel I terhadap tekanan darah sistolik (p = 0,024), tekanan diastolik (p = 0,002), dan
saturasi oksigen (p = 0,000). Mobilisasi Progresif Level I dapat meningkatkan tekanan darah dan
saturasi oksigen pada pasien kritis dengan penurunan kesadaran. Mobilisasi Progresif Level I dapat
dijadikan salah satu intervensi keperawatan untuk meningkatkan tekanan darah dan saturasi
oksigen pasien kritis dengan penurunan kesadaran dengan tekanan darah di bawah normal.

Kata kunci: Mobilisasi progresif level I, tekanan darah, saturasi oksigen, pasien kritis.

Abstract
The effect of progressive level I mobilization on blood pressure and oxygen saturation in
critical patients with decreased awareness. Patients who are treated in the Intensive Care Unit
(ICU) are critical patients who are in danger of failure or dysfunction in one or multiple organs
accompanied by hemodynamic disturbances. Critical patients in a state of reduced consciousness
have limitations in mobilization, which have an impact on blood pressure and unstable oxygen
saturation. One intervention that can be done to deal with this is with progressive level I
mobilization in the form of head of bed, ROM, and lateral rotation. This study aims to determine
the effect of progressive level I mobilization on blood pressure and oxygen saturation in critical
patients with decreased awareness in the ICU. This research method uses pre-experimental design
with pre-test and post-test one group design. Research respondents were determined by non-
probability sampling with total sampling method. The study was conducted in the ICU room in 15
respondents consisting of 10 female respondents and 5 male respondents and met the inclusion
criteria. The dependent t-test showed that there was an effect of progressive level I mobilization on
systolic blood pressure (p= 0.024), diastolic pressure (p= 0.002), and oxygen saturation (p= 0.000).
Level I Progressive Mobilization can increase blood pressure and oxygen saturation in critical
patients with decreased consciousness. Level I Progressive Mobilization can be used as one of the
nursing interventions to increase blood pressure and oxygen saturation of critical patients with
decreased consciousness with below normal blood pressure.

Keywords: Progressive level I mobilization, blood pressure, oxygen saturation, critical patients.

Pendahuluan ada kemungkinan


Pasien yang dirawat di ruang dapatdisembuhkankembali melalui
IntensiveCareUnit(ICU)adalah pasien perawatan,pemantauan dan pengobatan
dalamkeadaanterancamjiwanya karena intensif(Setiyawan,2016).Pemantauan
kegagalan satu atau multipel organ yang hemodinamik sangat penting karena dapat
disertai gangguan hemodinamik dan masih digunakan untuk mengenali syok sedini
JurnalPerawat Indonesia, Volume1No 1, Hal1-10, Mei 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

mungkin pada pasien kritis (Jevon, 2009). dan melibatkanfungsi organ


Pasien Kritis dengan masa rawat yang jantung(Almeida, 2009). Penanganan
lama akan menimbulkan banyak masalah hemodinamik pasien ICU bertujuan
kesehatan yang muncul diantaranya memperbaiki penghantaranoksigen dalam
pneumonia, kelemahan, nyeri akut, tubuh yang dipengaruhi oleh curah
gangguan fungsi organdangangguan jantung, haemoglobin dansaturasioksigen.
kesadaran(Ainnur, 2016). Apabila penghantaranoksigenmengalami
Penelitian Iyer (2009) di ruang ICU gangguan akibat curah jantung menurun
pada 100 pasien yang mengalami diperlukan penanganan yang tepat
penurunan kesadaran diantaranya (Setiyawan,
disebabkan olehperdarahan 2016).PenelitianVollman(2010) di ruang
intraserebral,strokeiskemik,perdarahan ICUmenyatakan pemberian posisi
subarachnoid, craniotomi, trauma dan terlentang secara terus menerus dapat
anoxicischemic. Berdasarkan studi menurunkan sirkulasi darah dari
pendahuluan yang dilakukan pada tanggal ekstermitas bawah, yang seharusnya
7 Desember 2016dari data rekam medis jumlahnya banyak untuk menuju jantung.
menunjukkan pada tahun 2014 terdapat Pada tiga hari pertama bedrest,volume
sebanyak777pasien yang masuk ruang ICU plasma akan berkurang 8%-10% dan
dengan angka kematian pasien sebanyak menjadi berkurang 15%-20% pada minggu
89 pasien. Pada tahun 2015 sebanyak 655 keempat bedrest. Sehingga penurunan
pasien yang masuk ruang ICU dengan volume plasma mengakibatkan terjadinya
angka kematian sebanyak 92 peningkatan beban jantung, peningkatan
pasien.Padatahun2016 periode Januari- masa istirahat dari denyut jantung, dan
September sebanyak 448 pasien dengan penurunan volume curah jantung.
angka kematian sebanyak 60 pasien.Rata- Perubahan tekanan darah baik dalam
rata pasien perbulan sebanyak 43 pasien kondisi penurunan kesadaran maupun
yang dirawat di ruang ICU. kondisi sadar sangat dipengaruhi oleh
Pasien dalam keadaan penurunan adanya stimulus.Stimulus dapat berasaldari
kesadaran, terutama dengan kasus-kasus dalam diri sebagai manifestasi perubahan
stroke dan cidera kepala pada umumnya fisiologi tubuh akibat dari penyakit yang
akan memberi dampak pada tekanan darah dideritanya.Selain itu stimulus dapat
menjadi tidak stabil(Rihiantoro, 2008). berasal dari luar individuyangbersifatfisik
Pasien kritis yang diberikan sedasi akan maupun sosial (Rihiantoro, 2008).
mempengaruhi kesadaran yang Pasien yang dirawat di ruang ICU
menyebabkan penurunankemampuan dengan penurunan kesadaran yang
secara aktif yang dapat mengganggu disebabkan oleh suatu penyakit misalnya
sirkulasi darah dan kerja jantung stroke atau cerebral injury tidak mampu
(Zakiyyah, 2014).Oleh karena itu, untuk merasakan dan mengkomunikasikan
penilaian dan penanganan hemodinamik nyeri yang dirasakan atau pasien
merupakanbagian penting pada pasien merasakan adanya tekanan namun mereka
ICU. Komponen pemantauan tidak bisa mengatakan pada orang lain
hemodinamik meliputi tekanan darah, untuk membantu merubah posisi. Dampak
heart rate, indikator perfusi perifer, yang mungkin terjadi pada pasien dengan
pernapasan, produksi urine, saturasi penurunan kesadaran antara lain kerusakan
oksigen dan GCS (Jevon, 2009). mobilitas, jalan nafas yang tidak paten,
Pada keadaan gangguan sirkulasi yang dapat terganggu akibat
hemodinamik, diperlukanpemantauan dan imobilisasi dan hambatan komunikasi
penanganan yang tepat karenakondisi (Anna, 2015).
hemodinamik sangat mempengaruhi American Association of Critical
fungsipenghantaranoksigendalam tubuh Care Nurses (AACN) memperkenalkan

2
JurnalPerawat Indonesia, Volume1No 1, Hal1-10, Mei 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

intervensi mobilisasi progresif yangterdiri


dari beberapatahapan:Head of Bed (HOB), Metode
latihan Range of Motion (ROM)pasif dan Penelitian ini menggunakan desain
aktif, terapi lanjutan rotasi lateral, posisi penelitian pra eksperimental, dengan
tengkurap, pergerakan melawan gravitasi, rancangan penelitian yang digunakan
posisi duduk, posisi kaki menggantung, adalah pre-test and post-test one group
berdiri dan berjalan.Mobilisasiprogresif design. Teknik sampling yang dipakai
yang diberikan kepada pasien diharapkan adalah total sampling. Sampel yang
menimbulkan respon hemodinamik yang digunakan dalam penelitian ini adalah
baik. Pada posisi duduk tegak kinerja paru- pasien kritis dengan penurunan
paru baik dalam proses distribusi ventilasi kesadaranyang memenuhi kriteria inklusi
serta perfusi akan membaik selama dan eksklusi. Variabel independen
diberikan mobilisasi. Proses sirkulasi darah penelitian ini adalah mobilisasi progresif
juga dipengaruhi oleh posisi tubuh dan level Idan variabel dependen adalah
perubahan gravitasi tubuh. Sehingga tekanan darah dan saturasi
perfusi, difusi, distribusi aliran darah dan oksigen.Pemberianmobilisasi level I
0
oksigen dapat mengalir ke seluruh tubuh berupa posisi head of bed 30 , ROM pasif
(Vollman, 2010). Penelitian yang ekstremitas atas dan bawah pagi dan sore
dilakukan oleh Olviani (2015) tentang hari, dan rotasi lateral kanan kiri.
mobilisasi progressif level I terhadap nilai Pengumpulan data menggunakan lembar
monitoring hemodinamik non invasif pada observasi dan alat berupa bedside monitor.
pasien cerebral injury di ruang ICU pada Hasil dianalisis menggunakan uji
tahun 2015 menunjukkan bahwa setelah dependent t-test.
diberikan intervensi terdapat perubahan
pada parameter tekanan darah dan Hasil Penelitian
respiratory rate dibandingkan pada awal Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengukuran (p value = 0.020). Penelitian karakteristik responden berdasarkan jenis
lainyang dilakukan oleh Zakiyyahtentang kelamin kelompok terbesar adalah
pengaruh mobilisasi progresif level I responden perempuan yaitu 10 responden
terhadap resiko dekubitus dan saturasi (66,7%).Karakteristik responden
oksigenpada pasien kritisterpasang berdasarkan umur paling banyak pada
ventilatordidapat mobilisasi progresif level kategori usia >65 tahun yaitu sebanyak 5
I secara signifikan dapat mencegah responden (33,3%). Karakteristik
dekubitus (p= 0,000) dan meningkatkan responden berdasarkan diagnosa medis
saturasi oksigen (p= 0,000). paling banyak pada diagnosa Stroke
Berdasarkan data dan fakta yang ada, Hemoragik yaitu sebanyak 4 responden
maka penelititertarikuntukmeneliti (26, 7%).
pengaruh pelaksanaan mobilisasi
progressif level I terhadap tekanan darah
dan saturasi oksigen.

3
JurnalPerawat Indonesia, Volume1No 1, Hal1-10, Mei 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

Tabel 1
Distribusi frekuensi karakteristik responden (n=15)
Kategori n %
Jenis Kelamin
Perempuan 10 66,7
Laki-laki 5 33,3
Jumlah 15 100
Usia
18 – 25 3 20.0
26 – 35 1 6.7
36 – 45 3 20.0
46 – 55 3 20.0
>65 5 33.3
Jumlah 15 100
Diagnosa Medis
DSS 1 6.7
SH 4 26.7
Post VT 2 13.3
DM 2 13.3
Syok Hipovolemik 1 6.7
Post Laparatomi 2 13.3
SLE 1 6.7
HONK 1 6.7
Ketoasidosis 1 6.7
Jumlah 15 100
Gambaran tekanan darah dan saturasi sebanyak 5 responden (33,33%). Saturasi
oksigen sebelum dan setelah mobilisasi oksigen sebelum dilakukan mobilisasi
progresif level I progresif level I mayoritas dalam kategori
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurang yaitu sebanyak 10 responden
tekanan darah sebelum dilakukan (66,7%), sedangkan setelah dilakukan
mobilisasi progresif level I mayoritas mobilisasi progresif level I mayoritas
berada didalam kategori hipertensi derajat I terdapat pada kategori normal sebanyak 10
yaitu sebanyak 7 responden (46,67%), responden (66,7%).
sedangkan setelah dilakukan mobilisasi
progresif level I responden terbanyak pada
kategori hipertensi derajat II yaitu

Tabel 2
Distribusi frekuensi kategori tekanan darah (mmHg) dan saturasi oksigen
(n=15)
Pre Post
No Kategori
f % f %
Tekanan Darah
1 Optimal (<120/<80) 4 26,7 2 13,3
2 Normal (120-129/80-84) 1 6,7 3 20,0
3 Normal Tinggi (130-139/85-89) 0 0 1 6,7
4 Hipertensi derajat I (140-159/90-99) 7 46,7 4 26,7
5 Hipertensi derajat II(160-179/100-109) 3 20,0 5 33,3
Jumlah 15 100 15 100
Saturasi Oksigen
Normal
1 5 33,3 10 66,7
(95-100%)
2 Tidak Normal (<95%) 10 66,7 5 33,3
Jumlah 15 100 15 100

4
JurnalPerawat Indonesia, Volume1No 1, Hal1-10, Mei 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

Pengaruh mobilisasi progresif terhadap peningkatan selisih diastol sebesar 4,8.


tekanan darah dan saturasi oksigen Nilai indeks kepercayaan 95% peneliti
Hasil penelitian menunjukkan bahwa percaya bahwa terjadi peningkatan diastol
tekanan darah sistolik rata-rata sebelum dari 2,0 sampai 7,5 pada setiap responden
mobilisasi progresif level I yaitu141,73 setelah perlakuan mobilisasi progresif level
mmHg dan setelahmobilisasi progresif I. Diperoleh nilai p value 0,002 artinya ada
level I yaitu 145,27 mmHg, sehingga pengaruh antara sebelum dan setelah
peningkatan selisih sistol sebesar 3,5 perlakuan mobilisasi progresif level I.
mmHg. Nilai indeks kepercayaan 95% Saturasi oksigen sebelum mobilisasi
peneliti percaya bahwa terjadi peningkatan progresif level I yaitu 93,0% dan
sistolik dari 0,5 sampai 6,5 pada setiap setelahmobilisasi progresif level I yaitu
responden setelah perlakuan mobilisasi 95,5%, sehingga terjadi
progresif level I. Nilai p value 0,024 peningkatansebesar 2,5. Nilai indeks
artinya ada pengaruh antara sebelum dan kepercayaan 95% peneliti percaya bahwa
setelah dilakukan mobilisasi progresif level terjadi peningkatan saturasi oksigen dari
I. Tekanan darah diastolik sebelum 1,6 sampai 3,3. Diperoleh nilai p value
mobilisasi progresif level I yaitu 77,67 0,000 artinya ada pengaruh antara sebelum
mmHg dan setelah mobilisasi progresif dan setelah mobilisasi progresif level I.
level I yaitu 82,47 mmHg, sehingga

Tabel 3
Hasil uji pengaruh tekanan darah(dalam mmHg) dan saturasi oksigen responden sebelum dan
setelah mobilisasi progresif level I di ruang ICU (n = 15)
Mean IK
Kategori Selisih p value
Pre Post 95%
Sistole 141,73 145,27 3,5 0,5-6,5 0,024
Diastol 77,67 82,47 4,8 2,0-7,5 0,002
SpO2 93,0 95,5 2,5 1,6-3,3 0,000
Pembahasan bahan kimia yang terkandung dalam rokok
Hasil penelitian menunjukkanbahwa dapat menyebabkan peningkatan
karakteristik responden berdasarkan jenis konsentrasi fibrinogen, hematokrit, dan
kelamin terbanyak adalah perempuan yaitu agregrasi platelet, menurunkan aktifitas
sebanyak 10 responden fibrinolitik, dan aliran darah
(66,7%).Berdasarkan penelitian Sunaryo serebral.Kondisi tersebut menyebabkan
(2012)yang dilakukan di ruang perawatan vasokontriksi, sehingga menyebabkan
intensifdidapatkan jumlah laki-laki 76 dan terjadinya plak atherosclerosis (Ratnasari,
perempuan 66 responden. Hasil penelitian 2012).
lain oleh Regina (2012)tentang pengaruh Hasil penelitian yang berbeda-beda
mobilisasi pasif terhadap hemodinamik terkait faktor risiko jenis kelamin sangat
pada pasien terpasang ventilator mekanik wajar karena setiap daerah tentunya
didapatkan sebanyak 9 responden berjenis memiliki jumlah penduduk yang berbeda-
kelamin laki-laki dan 4 responden berjenis beda dan persebaran jenis kelamin yang
kelamin perempuan. Laki-laki lebih rentan berbeda-beda pula.
terkena penyakit stroke hemoragik, Sedangkan karakteristik berdasarkan
dibandingkan perempuan.Hal ini umur lebih dari 65 tahun yaitu sebanyak 5
berhubungan dengan faktor pemicu lainnya responden (33,3%) dan sisanya responden
yang lebih banyak dilakukanoleh laki-laki berumur kurang dari 65 tahun. Hasil
seperti merokok, mengonsumsi alkohol, penelitian yang dilakukan Ignatius
dan sebagainya.Kebiasaan merokok dapat (2012)di ruang ICU tentang angka
menyebabkan stroke karena beberapa efek kematian end stage renal disease rata-rata

5
JurnalPerawat Indonesia, Volume1No 1, Hal1-10, Mei 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

berumur lebih dari 41 tahun sebanyak 34 oleh Aries (2011) bahwa pemberian posisi
(79,1%) responden. Lamanya usia hidup lateral dapat meningkatkan tekanan darah
merupakan penyebab tunggal paling 4-5 mmHg. Di dukung pula oleh hasil
penting meningkatnya jumlah pasien kritis penelitian Almeida (2009) bahwa posisi
lansia dengan penyakit multiple dan lateral dapat meningkatkan tekanan darah
penyakit akut. Semakin tua umur sistolik dan diastolik 15 mmHg pada 60
seseorang maka akan mengalami menit pertama pemberian posisi pada
perubahan fisiologis karena proses wanita hamil trimester akhir.
penuaan. Perubahan tersebut akan Pasien Kritis menghabiskan waktu
berimbas pada kesehatan seseorang. yang lama untuk masa rawat di rumah
Penyebab utama kematian lansia adalah sakit. Perubahan besar terjadi pada sistem
penyakit-penyakit jantung, neoplasma kardiovaskular saat bed rest. Posisi
maligna, cedera cerebrovascular, dan terlentang membuat 11% dari volume
penyakit obstruksi menahun.Kondisi ini darah menghilang dari kaki, yang
biasanya yang menyebabkan banyaknya seharusnya banyak menuju dada. Dalam 3
lansia yang dirawat di rumah sakit (Hudak hari pertama bedrest volume plasma akan
& Gallo, 2010). berkurang 8% sampai 10 %. Kerugian
Hasil penelitian menunjukkan bahwa menjadi 15% sampai 20% pada minggu
karakteristik responden berdasarkan keempat. Perubahan ini mengakibatkan
diagnosa medis terbanyak adalah Stroke peningkatan beban kerja jantung,
Hemorrhagic sebanyak 4 responden peningkatan masa istirahat denyut jantung,
(26,7%). Stroke hemoragi terjadi sekitar dan perubahan stoke volume menyebabkan
20% dari kasus stroke.Sekitar seperempat penurunan cardiac out put (Vollman,
kasus stroke adalah hemoragi, yang 2010).
diakibatkan oleh penyakit vaskular Secara teori tekanan darah dapat
hipertensi. Biasanya stroke hemoragi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
secara cepat menyebabkan kerusakan cardiac output (COP), preload, dan
fungsi otak dan penuran kesadaran(Hudak resistensi perifer. Cardiac output
& Gallo, 2010). Penyebab perdarah merupakan jumlah darah yang dikeluarkan
intraserebrum anatara lain perdarahan dari ventrikel kiri dalam satu menit.
intraserebrum hipertensif, Preload merupakan tekanan saat pengisian
perdarahansubaracnoid karena rupture atrium kanan selama diastolik yang
aneurisme subkular, rupture malforasi menggambarkan volume dari aliran balik
arteriovena dan trauma, penyalahgunaan jantung (Jevon, 2009). Posisi mempunyai
kokain dam amfetamin, perdarahan akibat efek terhadap perubahan tekanan darah dan
tumor otak, infrak hemoragik, penyakit tekanan vena sentral. Pada posisi head of
perdarahan siskemik termasuk terapi bed menunjukkan aliran balik darah dari
antikoagulasi(Purnawan, 2012). bagian inferior menuju ke atrium kanan
cukup baik karena resistensi pembuluh
Gambaran tekanan darah sebelum dan darah dan tekanan atrium kanan tidak
setelah dilakukan mobilisasi progresif terlalu tinggi, sehingga volume darah yang
level I masuk (venous return) ke atrium kanan
Berdasarkan hasil penelitian cukup baik dan tekanan pengisian ventrikel
didapatkan sebelum dilakukan mobilisasi kanan (preload) meningkat, yang dapat
progresif terdapat 3 (20%) responden mengarah pada peningkatan stroke volume
kategori hipertensi derajat II sedangkan dan cardiac output. Perubahan posisi
setelah dilakukan mobilisasi progresif level lateral atau miring mempengaruhi aliran
I terdapat 5 (33,3%) responden dengan balik darah yang menuju ke jantung dan
kategori hipertensi derajat II. Hal ini berdampak pada hemodinamik (Setiyawan,
sejalan dengan penelitian yang dilakukan 2016).

6
JurnalPerawat Indonesia, Volume1No 1, Hal1-10, Mei 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

Pada penelitian ini dari hasil rekap Gambaran Saturasi oksigen sebelum
satistik diketahui sebelum dilakukan dan setelah mobilisasi progresif level I
mobilisasi progresif nilai terendah sistole Hasil penelitian dapat diketahui
adalah 92 mmHg dan nilai tertinggi adalah kategori saturasi oksigen sebelum
177 mmHg, sedangkan setelah dilakukan dilakukan mobilisasi progresif level I
mobilisasi progresif nilai nilai terendah jumlah responden terdapat 5 (33,3%)
systole adalah 96 dan nilai tertinggi adalah responden kategori normal, setelah
178 mmHg. Hal ini sesuai dengan jurnal dilakukan mobilisasi progresif level I
Vollman (2013) bahwa nilai tekanan terdapat 10(66,7) responden kategori
sistolik yang boleh dilakukan mobilisasi normal. Berdasarkan rekap data semua
progresif pada rentang nilai >90 sampai responden yang berjumlah 15 responden
<180. Pada penelitian Ozyurex mengalami kenaikan saturasi oksigen.
(2012)mengatakan respon intoleran pada Penelitian ini sejalan dengan penelitian
mobilisasi pada tekanan darah yaitu yang dilakukan Ozyurek (2012)yang
apabila terjadi kenaikan tekanan darah berjudul Respiratory Hemodinamic
>20mmHg dan penurunan tekanan darah Responses to Mobilization of Critically ill
<20mHg. Obese Patients setelah dilakukan
Pada pasien kritis lebih baik untuk mobilisasi terdapat peningkatan pada
diberikan mobilisasi dari pada pasien parameter saturasi oksigen dengan rata-rata
dibiarkan dalam posisi supine secara terus saturasi oksigen sebelum perlakuan 98%
menerus. Karena dengan membiarkan menjadi 99% setelah perlakuan mobilisasi.
pasien dalam keadaan imobilisasi akan Pada pasien kritis konsekuensi
memberi dampak yang buruk pada organ- terbesar dari bedrest atau imobilisasi
organ tubuh. Maka dari itu perawat perlu adalah sistem pernafasan meliputi
merencanakan kegiatan mobilisasi kepada pengembangan kompresi atelectasis dari
pasien. Mobilisasi adalah kegiatan pembentukan edema dengan pasien posisi
fundamental keperawatan yang supine dan kelemahan fungsi paru, reflek
membutuhkan pengetahuan dan batuk, dan drainase tidak bekerja dengan
ketrampilan untuk menerapkan secara baik ketika pasien dalam posisi supine
efektif untuk pasien sakit kritis. Mobilisasi (Vollman, 2010). Hal ini akan berdampak
dapat menghasilkan outcome yang baik pada oksigenasi karena kelemahan fungsi
bagi pasien seperti meningkatkan paru akibat imobilisasi.
pertukaran gas, mengurangi angka VAP, Saturasi oksigen merupakan salah
mengurangi durasi penggunaan ventilator, satu indikator dari status oksigenasi.
dan meningkatkan kemampuan fungsional Saturasi oksigen adalah kemampuan
jangka panjang (Vollman, 2013). haemoglobin mengikat oksigen (Kozier,
Ketidakstabilan hemodinamik 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi
merupakan salah satu tantangan untuk saturasi oksigen yaitu jumlah oksigen yang
perawat dalam melakukan mobilisasi pada masuk ke paru-paru (ventilasi), kecepatan
pasien kritis. Untuk menyeimbangkan difusi, dan kapasitas haemoglobin dalam
antara risiko dan manfaat dari mobilisasi membawa oksigen (Widiyanto, 2014).
pada pasien kritis maka perawat harus Diharapkan bahwa mobilisasi akan
menentukan jenis mobilisasi yang tepat, meningkatkan transportasi oksigen pasien,
memperhatikan penyakit tertentu, karena efek positif dari posisi tegak pada
mengkaji faktor risiko, menentukan waktu ventilasi alveolar dan perfusi.
sesi mobilisasi, mengurangi kecepatan saat
melakukan mobilisasi yang dapat Pengaruh mobilisasi progresif level I
mempengaruhi respon sistem terhadap tekanan darah
kardiovaskular (Vollman, 2013). Berdasarkan hasil uji dependent t test
menunjukkan bahwa ada pengaruh

7
JurnalPerawat Indonesia, Volume1No 1, Hal1-10, Mei 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

mobilisasi progresif level I terhadap kecepatan dari perpindahan terapi rotasi


tekanan darah pada pasien kritis dengan lebih lambat dari pada perpindahan secara
penurunan kesadaran. Hal ini ditunjukkan manual (Vollman KM, 2013).
dengan data jumlah sampel adalah 15 Hal ini tidak sejalan dengan
responden dengan nilai signifikan pada penelitian yang dilakukan Ainnur
tekanan darah sistole p = 0,024 dan pada (2016)tentang mobilisasi progresif
tekanan darah diastolik p = 0,002. Hasil terhadap perubahan tekanan darah pasien
penelitian ini sejalan dengan penelitian kritis di ICU bahwa tidak ada perubahan
yang dilakukan oleh Yurida(2015) yang yang signifikan antara variabel mobilisasi
berjudul Pengaruh Mobilisasi Progresif progresif dengan tekanan darah pasien
Level I terhadap Nilai Hemodinamik Non ICU. Penelitian ini mobilisasi progresif
Invasif pada pasien cerebral injury yang dilakukan adalah gerakan head of bed
terdapat pengaruh pada parameter tekanan 300, head of bed 450, lateral kanan dan
darah (p value = 0,02). Penelitian tersebut lateral kiri. Pemberian mobilisasi progresif
melakukan mobilisasi progresif dengan diharapkan dapat sebagai rehabilitas pada
tindakan head of bed, ROM pasif dan pasien yang mengalami penurunan
rotasi lateral pada pasien cerebral injury. kesadaran yang mengalami imobilisasi
Pengaruh ini dapat terjadi karena karena keadaannya. Mobilisasi progresif
ketika pasien diberikan perubahan posisi dapat sebagai pemberian aktivitas pada
maka secara fisiologis tubuh akan pasien untuk mempertahankan kekuatan
beradaptasi untuk mempertahankan otot dan untuk mencegah perubahan yang
kardiovaskular homeostatis. Sistem buruk pada respon kardiovaskuler.
kardiovaskular biasanya melakukan Perubahan tekanan darah dapat disebabkan
penyesuaian dengan dua cara yaitu dengan karena metabolisme jantung yang
perubahan volume plasma yang dapat dipengaruhi oleh beban miokard,
menyebabkan transmisi pesan kepada ketegangan miokard, dan kontraktilitas
sistem saraf autonomic untuk merubah miokard. Semua faktor tersebut berubah
elastisitas pembuluh darah, atau dengan selama diberikan aktifitas fisik.
respon yang diberikan oleh telinga bagian Peningkatan aliran koroner meningkat
dalam atau respon vestibular yang seiring dengan meningkatnya kebutuhan
mempengaruhi sistem kardiovaskular miokard untuk nutrisi dan oksigenasi.
selama perubahan posisi. Pasien sakit kritis Aktivitas fisik bermanfaat untuk kekuatan
pada umumnya memiliki elastisitas otot dan menjaga kesehatan
pembuluh darah yang jelek, siklus umpan kardiovaskuler. Hasil mobilisasi secara
balik autonomic yang tidak berfungsi dan pasif menghasilkan metabolisme jantung
atau cadangan kardiovaskular yang rendah. yang rendah sehingga peningkatan tekanan
Seringnya, pasien ditinggalkan pada posisi darah belum terjadi secara maksimal.
tidak berubah untuk periode waktu yang Berdasarkan uraian tersebut dapat
lama dan menetapkan sebuah “gravitasi disimpulkan bahwa mobilisasi progresif
equilibrium” dari waktu ke waktu, dapat mempengaruhi peningkatan tekanan
sehingga semakin sulit untuk beradaptasi darah. Mobilisasi merupakan fundamental
perubahan posisi. Untuk pasien-pasien keperawatan dan jika kita memperhatikan
yang status hemodinamiknya tidak beberapa hal penting dalam memobilisasi
seimbang yang tidak bisa berpindah secara pasien hal ini akan aman dan bermanfaat
manual, solusi yang dapat disarankan untuk pasien kritis.
adalah dengan melatih pasien untuk
toleransi perubahan posisi dari pada Pengaruh mobilisasi progresif level I
membiarkannya dalam posisi supine. terhadap Saturasi oksigen
Terapi rotasi dapat membantu pasien Bedasarkan hasil penelitian uji
bertoleransi pada perpindahan karena dependent t test pada parameter SpO2

8
JurnalPerawat Indonesia, Volume1No 1, Hal1-10, Mei 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

didapatkan ada pengaruh sebelum dan saturasi oksigen responden karena transpor
setelah pemberian mobilisasi progresif oksigen membaik.
dengan nilai signifikan p value = 0,000.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Simpulan dan Saran
Zakiyyah (2016) setelah dilakukan Karakteristik jenis kelamin
mobilisasi progresif level I pada pasien responden pada penelitian ini mayoritas
kritis terpasang ventilator di ruang ICU adalah perempuan, karakteristik responden
RSUD dr. Moewardi Surakarta terdapat terbanyak berada pada usia >65 tahun, dan
peningkatan pada parameter saturasi karakteristik diagnosa responden paling
oksigen secara signifikan (p=0,000). banyak menderita stroke hemoragi. Hasil
Penelitian ini juga didukung oleh penelitian menunjukkan ada pengaruh
penelitan Ozyurek (2012) yang berjudul mobilisasi progresif level I terhadap
“Respiratory and Hemodinamic Response tekanan darah pada pasien kritis dengan
to Mobilization of Critically ill Obese penurunan kesadaran. Tekanan darah
Patients” mobilisasi secara signifikan antara sebelum dan setelah mobilisasi
dapat meningkatkan SpO2 p = 0,02 (p < progresif level I terdapat
0,05). Penelitian ini melakukan 37 sesi peningkatan.Saturasi oksigen sebelum dan
mobilisasi pada 31 responden yang setelah mobilisasi progresif level I terdapat
mengalami obesitas. Sebelum dilakukan peningkatan.
mobilisasi rata-rata nilai SpO2 98%
menjadi 99% setelah dilakukan mobilisasi. Hasil penelitian ini dapat dijadikan
Mobilisasi memiliki manfaat yang sebagai masukan intervensi keperawatan
berbeda pada tiap sistemnya. Pada sistem untuk meningkatkan tekanan darah dan
respirasi mobilisasi berfungsi SpO2 pada pasien kritis dengan penurunan
meningkatkan frekuensi dan kedalaman kesadaran yang dirawat diruang ICU.
pernapasan, meningkatkan ventilasi Untuk mengurangi faktor perancu
alveolar, menurunkan kerja pernapasan dan (confounding factor) baik dari tim medis,
meningkatkan pengembangan diafragma. responden maupun peneliti disarankan
Sehingga pemberian mobilisasi diharapkan peneliti selanjutnya memodifikasi
mampu meningkatkan transpor oksigen ke penelitian tentang mobilisasi progresif ini
seluruh tubuh pasien (Rifai A, 2015). dan memperdalam jangkauan penelitiannya
Saturasi oksigen merupakan salah bisa dengan menggunakan mobilisasi
satu indikator dari status oksigenasi saat progresif di ruangan lain atau pada pasien
pasien di posisikan head of bed gravitasi dengan diagnosa medis yang spesifik untuk
menarik diafragma ke bawah sehingga memperhatikan status hemodinamik
memungkinkan ekspansi paru yang lebih responden saat dilakukan tindakan
baik saat klien berada dalam posisi head of mobilisasi progresif.
bed, sehingga proses pernapasan akan
bekerja baik(Kozier, 2009). Kemudian DaftarPustaka
rotasi lateral dilakukan untuk Almeida, M Pavan, Rodringues. (2009.
meningkatkan ventilasi parudan perfusi ke The Hemodinamic, Renal Excretory
jaringan dan untuk mengoptimalkan and Humoral Changes Induced By
pertukaran gas. Rotasi Lateral selain Resting in the Left Lateral Position
meningkatkan fungsi fisiologis, in Normal Pregnant Women during
mengurangi atelektasis, meningkatkan Gestation.
mobilisasi, mencegah kerusakan kulit,
meningkatkan oksigenasi juga dapat Pengaruh Stimulasi Snesori terhadap Nilai
membantu pemulihan (Zakiyyah, 2014). GCS pada Pasien Cedera Kepala di
Berdasarkan uraian tersebut mobilisasi Ruang NeuroSurgical Critical Care
progresif level I dapat meningkatkan Unit RSUP Dr. Hasan Sadikin

9
JurnalPerawat Indonesia, Volume1No 1, Hal1-10, Mei 2018 Persatuan Perawat Nasional Indonesia Jawa Tengah

Bandung. Jurnal Ilmu Keperawatan. Keperawatan. Diakses pada tanggal


2015 September; III (2). 12 Februari 2016.

Hudak, Gallo. (2010). Keperawatan Kritis Ratnasari P. (2012). Hubungan antara


Pendekatan Holistik Volume 2. 6th tingkat ketergantungan activity daily
ed. Asih Y, editor. Jakarta: ECG living dengan depresi pada pasien
stroke di RSUD Tugurejo Semarang.
Ignatius. (2012).Angka kematian pasien Karya Ilmiah S1 Keperawatan.
end stage renal disease di ICU HCU Semarang: Sekolah Tinggi Ilmu
RSUP dr. Kariadi Semarang. Karya Kesehatan Telogorejo Semarang,
Tulis Ilmiah. Semarang: Universitas Keperawatan; 2012
Diponegoro, Fakultas Kedokteran
Regina E, Fernacche F, Freitas D. (2012).
Iyer V, dkk. (2009). Validity of the Four Effect of Passive Mobilization on
Score Coma Scale in the Medical Acute Hemodynamic Response in
Intensive Care Unit.Mayo Clinic Mechanically Ventilated
Proc. Patients.24(1), 72-78
Kozier. (2009). Buku Ajar Praktik Rihiantoro T, Nurachmah E, Hariyati TS.
Keperawatan Klinis. 5th ed. (2008). Pengaruh Terapi Musik
Fruriolina A, editor. Jakarta: EGC terhadap status hemodinamika
pasien koma diruang ICU sebuah
Olviani Y. (2015).Pengaruh Pelaksanaan rumah sakit di Lampung. Jurnal
Mobilisasi Progressive Level I Keperawatan Indonesia. Diakses
terhadap Nilai Monitoring pada tanggal 12Juli 2008
Hemodinamika Non Invasive pada
Pasien Cerebral Injury di Ruang Setiyawan. (2016). Mean Arterial Non
ICU RSUD Ulin Banjarmasin Tahun Invasive Blood Pressure (MAP-
2015. Diakses pada tanggal 12 NIBP) pada Lateral Position Dalam
September 2015 Perawatan Intensif: Studi Literature.
Universty Research Colloquium.
Ozyurex S, dkk. (2012). Respiratory 2016; 3
Hemodinamic Response to
Mobilization of Critically ill Obese Sunaryo A, Redjeki IS, Bisri T. (2012).
Patients. Journal of Perbandingan Validasi APACHE II
Cardiopulmonary Physical Theraphy. dan SOFA scores untuk
2012; 23 No. 1 memperkirakan mortalitas pasien
yang dilakukan di ruang perawatan
Purnawan I. (2012). The Effect of Murotal intensive. Majalah Kedokteran
Al-Quran stimulation to level of Terapi Intensive. Vol. 2 No. Diakses
consciousness at hemorrhagic stroke 20 Januari 2012
patient in Goeteng Taroenadibrata
Hospital Purbalingga. Laporan Vollman KM. (2013). Understanding
Penelitian Purwokerto: Universitas critically ill patients’ hemodynamic
Soedirman, Lembaga penelitian dan response to mobilization: Using the
pengabdian masyarakat evidence to make it safe and feasible.
Critical Care Nursing Quarterly.
Rahmati A. (2016). Mobilisasi Progresif 2013 January; Vol. 36 No. 1, pp. 17-
terhadap Perubahan Tekanan Darah 27
Pasien di Intensive Care Unit (ICU).
Jurnal Ilmiah Kesehatan

10
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume12, No. 1Februari2016

MOBILISASI PROGRESIF TERHADAP PERUBAHAN TEKANAN DARAH


PASIEN DI INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

Ainnur Rahmanti1, Dyah Kartika Putri2


1,2Akper Kesdam IV/ Diponegoro Semarang

Email: ainnurrahmanti@gmail.com, Poetridyahkartika@gmail.com

ABSTRACT
Patient with critical condition had high morbidity and mortality rate.
This condition is worsened by long term immobilization. Instability vital sign
made nurses stationed delayed mobilization activities in ICU. Progressive
mobilization must be started for ICU patient to decrease respiratory
function, level of awareness and cardiovascular function. The objective of
this study was to identify progressive mobilization activities on blood
pressure parameters among critical patients in ICU. The design of this study
was quai experiment design.
Thirty respondents were included to the study using concequtive
sampling. Progressive mobilization was given with head of bed 300 (HOB
300), head of bed450 (HOB 450) with passive range of motion, continued with
right and left lateral position. Anova repeated measurement was used to
identify mean difference each of blood pressure. The result of this study
show there is two moment sistolic change between HOB 300 to HOB 450 and
HOB 450 to right lateral position (3,3%). There is nine moment diastolic
change between HOB 450 to right lateral position (16,7%).

Keywords: blood pressure, ICU, Progressive mobilization

PENDAHULUAN dampak yang merugikan karena


Pasien kritis dengan masa pada posisi imobilisasi konsumsi
rawat yang lama akan oksigen pada pasien kritis akan
menimbulkan banyak masalah meningkat (Jevon & Ewens,
kesehatan yang muncul 2009).
diantaranya muncul pneumonia, Penelitian Vollman di Icu
kelemahan, nyeri akut, hingga Amerika, menyatakan pemberian
masalah semua fungsi organ posisi terlentang secara terus
tubuh karena pengaruh infeksi menerus dapat menurunkan
yang didapat saat dirawat di ICU sirkulasi darah dari ekstermitas
hingga berujung kematian. bawah, yang seharusnya
Imobilisasi pasien di ICU jumlahnya banyak untuk menuju
memberikan kontribusi pada jantung. Pada tiga hari pertama
komplikasi lanjut yang cukup bedrest, volume plasma akan
tinggi pada pasien dengan kondisi berkurang 8%- 10% dan menjadi
kritis hingga berakhir kematian. berkurang 15%- 20% pada minggu
Pada pasien kritis yang mengalami keempat bedrest. Pada penelitian
imobilisasi akan memunculkan tersebut menunjukkan efek

20
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume12, No. 1Februari2016

maksimal bedrest akan terlihat denyut jantung, sistolik, curah


pada minggu ketiga jantung, konsumsi oksigen,
bedrest(Vollman, (2010) produk karbondioksida dan
Upaya yang telah dilakukan PaCO2(Berney, & Denehy,2003).
untuk menekan anngka Pemberian tindakan
morbiditas dan mortalitas pada mobilisasi progresif digunakan
pasien yang dirawat di ruang ICU sebagai salah satu tekhnik
adalah dengan mengembangkan pengobatan pada pasien dengan
sistem pelayanan terpadu mulai berbagai gangguan fungsi organ.
dari pengkajian pasien yang Mobilisasi progresif terdiri dari
masuk ICU hingga pelayanan lima level atau tahapan yang
lanjutan pasien keluar dari ICU. dilakukan, terdiri dari: Head of
Intervensi berupa mobilisasi tiap bed (HOB), Latihan Range of
dua jam telah disarankan motion (ROM) pasif dan aktif,
diberbagai rumah sakit guna terapi lanjutan rotasi lateral,
meningkatkan kualitas hidup posisi tengkurap, pergerakan
pasien kritis. Sebuah studi di melawan gravitasi, posisi duduk,
Inggris menunjukkan bahwa posisi kaki menggantung, berdiri
dalam jangka waktu delapan jam dan berjalan2. Pada penelitian ini
kurang dari 3% pasien yang bertujuan mengetahui pengaruh
dirawat di ICU dilakukan mobilisasi progresif dengan
perubahan posisi tiap dua jam. tindakan HOB, pasif ROM dan
Perawatan di ICU Inggris rata- rotasi lateral terhadap perubahan
rata perubahan posisi dilakukan tekanan darah.
setiap 4,85 jam, bukan pada 2
jam sekali(Gallagher,2010). METODE PENELITIAN
Penelitian Stiller (2007), Penelitian ini merupakan
pada 39 pasien di ICU yang penelitian kuantitatif dengan
menerima 69 tindakan mobilisasi desain penelitian quasi
terhadap penilaian parameter eksperiment design with pre-post
hemodinamik dan pernapasan, test without control group6.
ditemukan bahwa mobilisasi Penelitian ini dilakukan selama
mengakibatkan peningkatan yang tiga bulan yaitu pada bulan Mei –
signifikan dalam denyut jantung, Juni 2013 di RS Hasan Sadikin
tekanan darah dan penurunan Bandung. Pengambilan sampel
yang tidak signifikan terhadap menggunakan tekhnik non
saturasi oksigen4. Penelitian lain probability sampling dengan jenis
yang dilakukan oleh Cohen di consecutive sampling. Sampel
Australia untuk mengevaluasi efek pada penelitian ini berjumlah 30
hemodinamik dan metabolisme orang. Sample pada penelitian ini
pernapasan untuk 32 orang adalah semua pasien yang dirawat
pasien yang terpasang ventilasi di ruang ICU dengan
mekanisdengan modus SIMV, menggunakan ventilasi
menyatakan bahwa terdapat mekanikbaik kasus medikal
peningkatan yang signifikan pada maupun bedah. Kriteria inklusi

21
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume12, No. 1Februari2016

pada penelitian ini adalah pasien tama akan diukur tekanan darah
yang berusia lebih dari 18 tahun pasien di posisi awal kemudian
dengan nilai Mean Arterial diukur pada posisi HOB 300, lalu
Pressure (MAP) >55<140, tekanan diukur kembali pada posisi HOB
sistolik berkisar 90 – 180 mmHg, 450, kemudian diukur pada posisi
saturasi oksigen ≥ 90%. lateral kanan dan kiri. Pada
Sedangkan kriteria eksklusi penelitian ini dilihat beda rerata
adalah pasien dengan perburukan tekanan darah sistolik maupun
keadaan dengan nilai MAP <55 diastolik disettiap perubahan
mmHg, saturasi oksigen <88% dan posisi. Penelitian ini dianalisa
sistolik >200 mmHg. secara univariat dan bivariat.
Variabel penelitian ini, Analisis univariat
yaitu variabel bebas (independent mengkategorikan umur, jenis
variable) yaitu mobilisasi progresif kelamin,dan mode ventilator. Pada
yang terdiri dari kegiatan analisis bivariat menggunakan uji
perubahan posisi dari HOB 300, anova repeated measured7. Yaitu
HOB 45 , lateral kanan dan lateral
0 melihat perubahan tekanan darah
kiri.Variabel terikat (dependent sistolik dan diastolik di setiap
variable) yaitu tekanan darah tahapan perubahan posisi.
sistolik dan diastolik. Instrumen
yang digunakan pada penelitian HASIL DAN BAHASAN
ini adalah bed site monitor, lembar Pengaruh pemberian mobilisasi
observasi dan algoritma mobilisasi progresif terhadap nilai sistolik
progresif.Tekhnik mengumpulkan dan diastolik
data pada penelitian ini pertama –
Tabel 1. Pengaruh pemberian mobilisasi progresif terhadap nilai sistolik dan
diastolik
Variabel Perubahan Posisi Beda 95% CI P
Mean Perbedaan
Lower Upper
Sistolik Posisi awal-HOB 30 0 -1.96 -8.47 4.54 1.0
HOB 300- HOB 450 1.80 -3.92 7.52 1.0
HOB 450- Lateral kanan -1.66 -6.81 3.47 1.0
Lateral kanan –lateral kiri 3.06 -2.38 8.51 0.982
Diastolik Posisi awal-HOB 30 0 0.33 -1.95 2.61 0.767
HOB 300- HOB 450 2.10 -0.01 4.21 0.052
HOB 450- Lateral kanan 0.30 -3.41 4.01 0.870
Lateral kanan –lateral kiri 0.63 -2.43 3.70 0.676
Pada Tabel 1 diperoleh dari tekanan darah pasien di
uji statistik nilai p pada semua ICU.Menurut Kozier, hemodinamik
posisi baik variabel sistoli dan pada setiap rentang usia berbeda-
diastolik menunjukkan angka beda, pada penelitian ini tampak
lebih dari 0,05 sehingga pada pada perbedaan tekanan darah
penelitian ini Ho diterima secara baik sistolik maupun diastolik.
statistik tidak ada perubahan Pada usia dewasa tekanan darah
yang signifikan antara variabel sistolik berkisar 90 – 140 mmHg
mobilisasi progresif dengan sedangkan tekanan diastolik 60-

22
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume12, No. 1Februari2016

80 mmHg. Pada usia dewasa Hasil mobilisasi secara pasif


lanjut terkadang dikategorikan mengahsilkan metabolisme
lansia mengalami peningkatan jantung yang rendah sehingga
pada diastolik. Kondisi biologis peningkatan tekanan darah belum
individu, penurunan jumlah sel terjadi secara
fungsional, penurunan maksimal(Genc,Ozyurek, &
penggunaan oksigen, pompa Gunerli, 2012).
darah, regangan otot, hormon Penyebab lain yang
serta aktivitas yang berpengaruh berkontribusi yaitu penggunaan
pada anatomi dan fisiologi tubuh obat- obat inotropik pada pasien
akan berdampak pada di ICU. Obat inotropik digunakan
hemodinamik tubuh(Morris, & untuk mempertahankan tekanan
Herridge,2007). darah agar stabil, walaupun
Pemberian mobilisasi dengan dosis rendah sekalipun11.
diharapkan dapat meningkatkan Pada responden penelitian ini
transport oksigen dari pasien. tercatat juga menggunakan obat-
Mobilisasi pasien di ICU dapat obat inotropik untuk mensuport
dilihat sebagai proses rehabilitasi kestabilan hemodinamik. Obat ini
dini untuk mempertahankan digunakan untuksebagai
kekuatan otot dan untuk vasodilator maupun sebagai
mencegah perubahan yang buruk vasokonstriktor, ketika responden
dalam respon kardiovaskuler diberikan aktivitas, maka bisa
selain itu, hal ini diharapkan saja terjadi peningkatan beban
dapat mempercepat proses kerja jantung yang berlebihan
penyapihan dan mempersingkat sehingga tubuh
lama rawat di ICU (Morris, & mengkompensasikan dengan
Herridge, 2007).Pada sebuah menurunkan atau meningkatkan
penelitian di ICU Turki konsumsi oksigen.
mengemukakan, bahwa tidak Sebuah studi di Amerika
terjadinya perubahan yang mengemukakan bahwa hambatan
signifikan pada parameter perawat untuk memulai mobilisasi
tekanan darah dapat disebabkan adalah kekhawatiran akan kondisi
karena metabolisme jantung pasien, perubahan tingkat
dipengaruhi oleh beban miokard, kesadaran serta ketidakstabilan
dan kebutuhan oksigen. hemodinamik. Kekhawatiran
Kebutuhan oksigen miokard dapat tersebutlah yang dapat
diukur sebagai interaksi antara memperparah kondisi pasien yang
ketegangan miokard dan dirawat di ICU, karena dengan
kontraktilitas otot jantung. Semua mengimobilisasikan pasien selama
faktor ini berubah selama 14 hari dapat mengakibatkan
diberikan aktifitas fisik. tejadinya infeksi pada paru- paru
Peningkatan aliran koroner efek dari gas ventilasi, depresi
meningkat seiring dengan jantung akibat pemberian sedasi
meningkatnya kebutuhan miokard dan anestesi jangka panjang,
untuk nutrisi dan oksigenasi. gangguan pengosongan lambung,

23
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume12, No. 1Februari2016

penurunan kemampuan visik illness : recommendations of


serta gangguan curah the European Respiratory
jantung(Basset, Vollman, Society and European
Brandwene, & Murray, 2012) Society of Intensive Care
Medicine Task Force on
SIMPULAN DAN SARAN Physiotherapy for Critically
Berdasarkan hasil Ill Patients. Mobilization.
penelitian dan pembahasan maka doi:10.1007/s00134-008-
dapat dikemukakan bahwa tidak 1026-7
ada perubahan yang bermakna Berney, S., & Denehy, L. (2003).
tekanan darah sistolik maupun The effect of physiotherapy
diastolik setelah diberikan treatment on oxygen
mobilisasi progresif dengan nilai consumption and
P> 0,05. Beberapa faktor yang haemodynamics in patients
harus dipertimbangkan perawat di who are critically ill.
ICU saat melakukan monbilisasi Australian Journal Of
diantaranya: keamanan tubes dan Physiotherapy, 99-105.
line, ketidakstabilan Nursalam. (2008). Konsep &
hemodinamik, sumber daya Penerapan Metodologi
manusia, ketersediaan alat, Penelitian
kebutuhan terhadap sedasi, IlmuKeperawatan: Pedoman
ukuran postur tubuh pasien dan skripsi, tesis dan instrumen
penggunaan obat- obatan penelitian keperawatan,
inotropik. Jakarta: Salemba Medika.
Notoadmojo,S. (2010). Metodologi
DAFTAR PUSTAKA penelitian Kesehatan.
P, Jevon & Ewens, B. (2009). Jakarta: PT Rineka Cipta.
Pemantauan Pasien Kritis Stillwell, S. B. (2011). Pedoman
(2nd ed.). Jakarta: Erlangga Keperawatan kritis. (P. eko
Medical Series. Karyuni, Ed.) (3rd ed.).
Vollman, K. M. (2010a). Jakarta: EGC.
Introduction to progressive Morris, P. E., & Herridge, M. S.
mobility. Critical care nurse, (2007). Early intensive care
30(2), S3-5. unit mobility: future
doi:10.4037/ccn2010803 directions. Critical care
Gallagher, J. J. (2010). Intra- clinics, 23(1), 97-110.
abdominal Hypertension. doi:10.1016/j.ccc.2006.11.0
Aacn Advanced Critical 10
Care, 21(2), 205-217. Genc,A,Ozyurek,S.,Koca, U., &
Gosselink, R., Bott, J., Johnson, Gunerli, A. (2012).
M., Dean, E., Nava, S., Respiratory and
Norrenberg, M., Schönhofer, Hemodynamic Responses to
B., et al. (n.d.). Mobilization of Critically Ill
Physiotherapy for adult Obese Patients.
patients with critical Mobilization,23 (1), 14-18.

24
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume12, No. 1Februari2016

Regina,E., Sernache,F., Freitas,D., multidisiplinary mobility


Serrou,R.,Paula,A., & Sato, programme into intensive
A. (2012). Effect of Passive care practice (IMMPTP): A
mobilization on acute multicentre collaborative.
hemodynamic responses in Intensive & Critical Care
mechanically ventilated Nursing, 1-10. Elsevier Ltd.
patients, 24 (2), 72-78. Doi:10.1016/j.iccn.2011.12.
Basset,R., Vollman,K.M., 001
Brandwene, L., & Murray,
T. (2012). Integrating a

25

Anda mungkin juga menyukai