Anda di halaman 1dari 58

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Himpunan perawat kamar bedah indonesia (HIPKABI) mendefinisikan

tindakan operasi sebagai prosedur medis yang bersifat invasif dan diagnosis,

pengobatan penyakit, trauma, serta deformitas (Yorpina, 2020). Pembedahan

adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan

membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (Raucci dkk,

2020). Pembedahan laparatomi adalah pembedahan perut yang dilakukan

pada kasus digestif dan kandungan seperti apendiksitis, perforasi, hernia

inguinalis, kanker lambung, kanker colon dan rectum, obstruksi usus,

inflamasi usus kronis, kolestissitis serta peritonitis (Foss dan Kehlet,2020).

Post laparatomi sendiri adalah bentuk dari pelayanan yang diberikan

pada pasien pasca pembedahan. Masalah yang sering timbul setelah tindakan

pembedahan adalah nyeri. Nyeri pasca bedah mungkin sekali disebabkan oleh

luka operasi, tetapi bisa juga disebabkan yang lain. Proses timbulnya keluhan

nyeri dari rangsang nosisepi (nasal nociception) yang disebabkan noksa,

setelah itu pasien menyadari adanya noksa, baru kemudian mengalami sensasi

nyeri dan akhirnya timbul reaksi terhadap nyeri dalam bentuk sikap dan

perilaku verbal maupun nonverbal dalam menyampaikan apa yang

dirasakannya (Raucci dkk, 2020). Nyeri yang tidak terkontrol dapat memicu

terjadinya respon stres fisik dan emosional, menghambat penyembuhan,

1
1
meningkatkan resiko komplikasi lainnya serta meningkatkan masa rawat inap

pasien (Gonce P, Fontaine D, Hudak C, Gallo B, 2012).

Menurut data World Health Organization (WHO) pasien laparatomi di

dunia meningkat setiap tahunnya sebesar 15%. Jumlah pasien laparatomi

mencapai peningkatan yang sangat signifikan. Pada tahun 2020 terdapat 80

juta pasien operasi laparatomi diseluruh rumah sakit di dunia. Pada tahun

2021 jumlah pasien post laparatomi meningkat menjadi 98 juta pasien,

Subandi (2021). Laparatomi di Indonesia menempati urutan tertinggi di

antara kasus pembedahan lainnya. Pada tahun 2021, tindakan operasi

mencapai 1,7 juta jiwa dan 37% diperkirakan merupakan tindakan bedah

laparatomi , Sutiono (2021).Berdasarkan data rekam medis pada tahun 2022

khususnya di ruang ICU RSD Kertosono jumlah pasien yang melakukan

tindakan operasi laparatomi sebanyak 120 pasien dan menempati peringkat 1

dari 5 besar total pasien yang dirawat di ruang ICU RSD Kertosono.

Keadaan pasien post laparatomi menurut Smelterz dan Bare (2010),

antara lain nyeri tekan pada daerah sekitar insisi pembedahan, peningkatan

respirasi, tekanan darah, nadi, kelemahan pada ekstermitas, mual muntah

bahkan sampai dapat menimbulkan anoreksia (tidak nafsu makan), dapat

mengalami konstipasi, sianosis bibir, gusi dan lidah, akral teraba dingin,

bmerasa basah, bahkan dapat menurunkan tekanan darah dan urine berwarna

pekat. Salah satu pemantauan yang sangat penting dalam pelayanan pasca

operasi adalah pemantauan hemodinamik karena dapat digunakan untuk

mengenali syok sedini mungkin (Setiyawan ,2016).

2
Hemodinamik merupakan suatu indikator yang digunakan untuk

mengetahui fungsi sirkulasi sistemik dalam tubuh yang terdiri atas

pemantauan secara non invasif dan invasif (Susanto,A 2015). Pemantauan

status hemodinamik secara invasif menggunakan CVP (Central Venous

Pressure), IAP (Invasive Atrial Pressure), dan PAC (Pulmonary Artery

Catheter). Sedangkan pemantauan status hemodinamik non invasif dilakukan

pada pernafasan, saturasi oksigen, tekanan darah, mean arterial pressure

(MAP) atau tekanan arteri rata-rata, frekuensi denyut jantung (Heart Rate)

(Marik dan Baram, 2009).Dengan mengobservasi status hemodinamik pasien

post ops laparatomi dapat mengetahui sedini mungkin apakah pasien jatuh

pada kondisi syok, sehingga bisa dilakukan tindakan terhadap pasien melalui

manajemen sirkulasi (Jevon dan Ewens 2009).Pemantauan hemodinamik

pada pasien post ops laparatomi di ruang ICU biasanya dilakukan secara non

invasif. Hal ini karena pada pasien post ops laparatomi yang menjalani

perawatan di ruang ICU memiliki risiko komplikasi yang tinggi, seperti

perdarahan, sepsis, dan gagal jantung.

Penatalaksanaan perawatan pada pasien post ops laparatomi untuk

mengurangi atau menghilangkan nyeri pasca bedah dalam menjaga status

hemodiinamik agar stabil adalah penatalaksanaan non farmakologi dengan

pemberian kompres panas dan dingin, massage, distraksi mendengarkan

murottal Al-Qur’an dan tehnik relaksasi nafas 2 dalam (Nurhayanti, dkk.

2020). Terapi religius menggunakan bacaan Al-Quran, dimana seseorang

akan diperdengarkan bacaan Al-Qur’an selama beberapa menit sehingga akan

3
memberikan dampak positif bagi tubuh seseorang yang mendengarkan (El-

hady, 2020). Penelitian yang dilakukan oleh Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta pada tahun 2018 menunjukkan bahwa mendengarkan

murrotal Al-Qur’an dapat meningkatkan curah jantung dan menurunkan

tekanan darah pada pasien pasca operasi caesar. Selain itu, penelitian yang

dilakukan oleh siti mutiah dkk (2022) dalam jurnal keperawatan vol. 14 no. 2

menjelaskan bahwa pemberian terapi murrotal Al-Qur’an dapat membantu

proses menstabilkan hemodinamik pasien di ruangan ICU.

Mendengarkan murrottal Al-Qur’an dapat meningkatkan curah jantung

dengan cara merangsang pelepasan hormon endorfin, yang memiliki efek

vasodilatasi. Vasodilasi adalah pelebaran pembuluh darah, yang dapat

meningkatkan aliran darah ke seluruh tubuh.Endorfin adalah hormon yang

dihasilkan oleh otak. Hormon ini memiliki berbagai manfaat bagi kesehatan,

termasuk mengurangi rasa sakit, meningkatkan mood, dan meningkatkan

fungsi kekebalan tubuh.Mendengarkan murrottal Al-Qur’an dapat

meningkatkan curah jantung dengan cara meningkatkan laju pernapasan.

Laju pernapasan yang meningkat dapat meningkatkan jumlah oksigen yang

masuk ke dalam tubuh.oksigen yang masuk ke dalam tubuh akan digunakan

untuk menghasilkan energi. Energi ini diperlukan untuk kerja jantung.

Dengan meningkatnya oksigenasi darah, kerja jantung akan menjadi lebih

efisien dan dapat memompa darah dengan lebih lancar.

Dari pengamatan peneliti di ruang ICU RSD Kertosono selama 3 bulan

terakhir dimulai bulan Agustus 2023 s/d Oktober 2023, terdapat 114 pasien

4
dan 30 pasien diantaranya adalah dengan post ops laparatomi. Peneliti

mengambil sampel 3 pasien dengan post ops laparatomi yang sedang

menjalani perawatan di ruang ICU RSD Kertosono.Pertama Tn. L menjalani

perawatan hari ke-2 dengan status hemodinamik GCS: 456, TD: 124/79 ,

MAP:94, HR:134, RR:29, SpO2;97%, CRT > 2 detik. Kedua Ny. K

menjalani perawatan hari ke-3 dengan status hemodinamik GCS:

446,TD:89/54, MAP: 65,RR: 32,SpO2: 95%,CRT: > 2 detik. Ketiga Tn. S

menjalani perawatan hari ke-1 GCS: 456 TD: 92/46 MAP: 61,RR; 35,SpO2:

93%,CRT>3 detik.Penerapan intervensi keperawatan di bidang spiritual di

ruang ICU RSD Kertosono masih belum optimal. Hal ini disebabkan karena

pelaksanaan intervensi spiritual tersebut lebih berfokus pada pelayanan

bimbingan rohani pada pasien menjelang ajal atau terminal.Oleh karena itu,

peneliti tertarik mengangkat judul penelitian tentang “Pengaruh Terapi

Murrotal Al-Qur'an Terhadap Status Hemodinamik Pada Pasien Dengan Post

Operasi Laparatomi Di Ruang ICU RSD Kertosono Kabupaten Nganjuk.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka rumusan

masalah pada penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh pemberian terapi

murrotal Al-Qur’an terhadap status hemodinamik pada pasien dengan post

ops laparatomi di ruang Intensif Care Unit (ICU) RSD Kertosono Kabupaten

Nganjuk?”

5
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi murrotal Al-Qur’an

terhadap status hemodinamik pada pasien dengan post ops laparatomi

di ruang ICU RSD Kertosono.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi karakteristik responden di ruang ICU

RSD Kertosono

b. Untuk mengidentifikasi status hemodinamik sebelum dilakukan

tindakan pemberian terapi murrotal Al-Qur’an pada pasien

dengan post ops laparatomi di ruang ICU RSD Kertosono.

c. Untuk mengidentifikasi status hemodinamik sesudah dilakukan

tindakan pemberian terapi murrotal Al-Qur’an pada pasien

dengan post ops laparatomi di ruang ICU RSD Kertosono.

d. Untuk menganalisis pengaruh pemberian terapi musik murrotal

Al-Qur’an terhadap status hemodinamik pada pasien dengan post

ops laparatomi di ruang ICU RSD Kertosono.

1.4 Manfaat penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan

digunakan sebagai kajian pustaka untuk meningkatkan keilmuan

tentang penerapan terapi komplementer dalam keperawatan

profesional.

6
1.4.2 Manfaat Praktis

a. Bagi institusi rumah sakit

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan

bagi RSD Kertosono, khususnya bidang keperawatan dalam

rangka menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

2. Dapat mengembangkan standar operasional prosedur (SOP)

untuk pemberian terapi murrotal Al-Qur’an pada pasien post ops

laparatomi.

b. Institusi pendidikan

Dapat digunakan sebagai acuan penelitian lanjutan yang berkaitan

dengan terapi murrotal Al-Qur’an terhadap status hemodinamik

pada pasien dengan post ops laparatomi.

c. Profesi Keperawatan

Dapat mengembangkan keterampilan baru dalam memberikan

terapi murrotal. Keterampilan ini dapat menjadi nilai tambah bagi

perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada pasien.

d. Bagi masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi masyarakat untuk

dapat lebih memahami manfaat terapi murrotal dan dapat

memanfaatkan terapi ini untuk membantu meningkatkan kesehatan

mereka.

7
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Ruang ICU (Intensif Care Unit)

2.1.1 Definisi

Ruang Perawatan Intensif/Intensive Care Unit (ICU) adalah bagian

dari kategori pelayanan kritis rumah sakit, selain instalasi bedah dan

instalasi gawat darurat (Kemenkes RI, 2012). Intensive Care Unit (ICU)

merupakan suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri dengan staf khusus

dan perlengkapan yang khusus. Pasien yang layak dirawat di ruang ini

yaitu pasien yang memerlukan intervensi medis segera, pemantauan

kontinyu serta pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi

oleh tim intensive care. Hal tersebut dilakukan supaya pasien terhindar

dari dekompensasi fisiologis serta dapat dilakukan pengawasan yang

konstan, terus menerus dan pemberian terapi titrasi dengan tepat

(Kemenkes RI, 2012).

Association of Critical Care Nursing (2014), peran perawat ICU

dalam keperawatan kritis adalah salah satu keahlian khusus didalam ilmu

perawatan yang menghadapi secara rinci terhadap manusia dan

bertanggung jawab atas masalah yang mengancam jiwa, Pelayanan

keperawatan kritis di lCU merupakan pelayanan yang diberikan kepada

pasien dalam kondisi kritis yang mengancam jiwa, sehingga harus

dilaksanakan oleh tim terlatih dan berpengalaman di ruang perawatan

8 8
intensif. Pelayanan keperawatan kritis bertujuan untuk memberikan asuhan

bagi pasien dengan penyakit berat yang membutuhkan terapi intensif dan

potensial untuk disembuhkan, memberikan asuhan bagi pasien berpenyakit

berat yang memerlukan observasi atau pengawasan ketat secara terus-

menerus, untuk mengetahui setiap perubahan pada kondisi pasien yang

membutuhkan intervensi segera (Kemenkes, 2011).

2.1.2 Ruang Lingkup

Pelayanan ICU Menurut Kemenkes (2011) meliputi hal- hal sebagai

berikut:

a. Diagnosis dan penatalaksanaan penyakit akut yang mengancam nyawa

dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai

beberapa hari.

b. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus

melakukan penatalaksanaan spesifik problema dasar.

c. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap

komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenic.

d. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat

tergantung oleh alat atau mesin dan orang lain.

Komponen spesifik ICU (Kemenkes, 2012):

a. Pasien yang dirawat dalam keadaan kritis.

b. Desain ruangan dan sarana yang khusus.

c. Peralatan berteknologi tinggi

d. Pelayanan dilakukan oleh staf yang profesional dan berpengalaman.

9
2.1.3 Kriteria Prioritas Pasien ICU

Krietria prioritas pasien masuk menurut Pedoman Pelayanan Instalasi

Rawat Intensif RSUP Dokter Kariadi Semarang (2016) yaitu:

a. Pasien prioritas 1

Kelompok ini merupakan pasien kritis, tidak stabil yang

memerlukan terapi intensif dan tertitrasi seperti: dukungan ventilasi,

alat penunjang fungsi organ, infus, obat vasoaktif/inotropik obat anti

aritmia. Sebagai contoh pasien pasca bedah kardiotoraksis, sepsis

berat, gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang

mengancam nyawa.

b. Pasien prioritas 2

Golongan pasien memerlukan pelayanan pemantauan canggih di

ICU, sebab sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif

segera, misalnya pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial

catheter. Contoh pasien yang mengalami penyakit dasar jantung-paru,

gagal ginjal akut dan berat atau pasien yang telah mengalami

pembedahan mayor. Terapi pada golongan pasien prioritas 2 tidak

mempunyai batas karena kondisi mediknya senantiasa berubah.

c. Pasien priorotas 3

Pasien golongan ini adalah pasien kritis, yang tidak stabil status

kesehatan sebelumnya, yang disebabkan penyakit yang mendasarinya

atau penyakit akutnya, secarasendirian atau 9 kombinasi.

Kemungkinan sembuh dan atau manfaat terapi di ICU pada golongan

10
ini sangat kecil. Sebagai contoh antara lain pasien dengan keganasan

metastatic disertai penyulit infeksi, pericardial tamponande, sumbatan

jalan nafas, atau pesien penyakit jantung, penyakit paru terminal

disertai kmplikasi penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien

golongan ini hanya untuk mengatasi kegawatan akutnya saja, dan

usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi. atau resusitasi

jantung paru.

2.1.4 Fungsi Utama Ruang ICU

a. Melakukan perawatan pada pasien-pasien gawat darurat dengan potensi

reversible life thretening organ dysfunction.

b. Mendukung organ vital pada pasien-pasien yang akan menjalani operasi

yang kompleks atau prosedur intervensi dan resiko tinggi.

2.1.5 Zonasi ICU

Zonasi fungsi pada Intensive Care Unit dibagi menjadi (Kemenkes, 2012):

a. Daerah steril yang terdiri dari ruang perawatan ICU / ICCU, nurse

station terutama bagian yang langsung berkaitan dengan keperawatan.

b. Daerah non steril / ruangan umum yang tidak berkaitan langsung

dengan perawatan intensif, terdiri dari fungsi-fungsi penunjang baik

medik maupun non-medik

2.2 Konsep Laparatomi

2.2.1 Definisi

Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat

terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (El-Hady,

11
2020) Laparotomi merupakan operasi yang dilakukan untukk membuka

bagian abdomen, laparotomi merupakan suatu bentuk pembedahan mayor

dengan, dengan melakukan pengayatan pada lapisan lapisan dinding

abdomen untuk mendapatkan bagian organ yang mengalami masalah

(hemoragi, perforasi, kanker dan obstruksi). Laparatomi dilakukan pada

kasus seperti apendicitis hernia inguinalis, kanker lambung, kanker kolon

dan rectum, obstruksi usus, inflamasi usus kronis, kolestisitis dan

peritonitis. Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka perut dengan

operasi. (Mumtaz, 2020) Pelayanan. post operasi laparotomi adalah

pelayanan yang diberikan kepada pasien pasien yang telah menjalani

operasi perut.

2.2.2 Indikasi Laparatomi

Indikasi seseorang untuk dilakukan tindakan laparotomi antara lain:

trauma abdomen (tumpul atau tajam) / Ruptur hepar, peritonitis,

perdarahan saluran pencernaan (Internal Blooding), sumbatan pada usus

halus dan usus besar, massa pada abdomen. Selain itu, pada bagian obstetri

dan ginecology tindakan laparotomi seringkali juga dilakukan seperti pada

operasi Caesar (Pooria dkk 2020).

1. Apendisitis

Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing atau

peradangan akibat infeksi pada usus buntu. Bila infeksi parah, usus

buntu itu akan pecah. Usus buntu merupakan saluran usus yang

12
ujungnya buntu dan menonjol pada bagian awal unsur atau sekum

(Pooria dkk 2020)

2. Sectio Caesarea

Sectio Caesarea dalah suatu persalinan buatan, dimana janin

dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim

dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500

gram. Jenis-jenis sectio sesarea yaitu sectio Caesarea klasik dan sectio

Caesarea ismika. Sectio 6 Caesarea klasik yaitu dengan sayatan

memanjang pada korpus uteri kira-kira 10 cm, sedangkan sectio

caesarea ismika yaitu dengan sayatan melintang konkaf pada segmen

bawah rahim kira-kira 10 cm (Benson dkk, 2017).

3. Peritonitis Peritonitis

Adalah peradangan peritonium, suatu lapisan endotelial tipis yang

kaya akan vaskularisasi dan aliran limfa. Penyebab peritonitis ialah

infeksi mikroorganisme yang berasal dan gastrointestinal, appendisits

yang meradang typoid, tukak pada tumor. Secara langsung dari luar

misalnya operasi yang tidak steril, trauma pada kecelakaan seperti

ruptur limfa dan ruptur hati (Benson dkk, 2017).

4. Kanker kolon

Kanker kolon dan rektum terutama (95%) adeno karsinoma

(muncul dari lapisan epitel usus) dimulai sebagai polop jinak tetapi

dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal serta

meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas dari

13
tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering ke

hati). Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan defekasi.

Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum kedua. Gejala

dapat juga mencakup anemia yang tidak diketahui penyebabnya,

anoreksia, penurunan berat badan dan keletihan. Pembedahan adalah

tindakan primer untuk kebanyakan kanker kolon dan rektal.

Pembedahan dapat bersifat kuratif atau paliatif. Kanker yang terbatas

pada satu sisi dapat diangkat dengan kolonoskop. Kolostomi

laparoskopik dengan pohpektomi, suatu prosedur yang baru

dikembangkan untuk meminimalkan luasnya pembedahan pada

beberapa kasus. Laparoskop digunakan sebagai pedoman dalam

membuat keputusan di kolon (Benson dkk, 2017).

5. Abscess Hepar

Abscess adalah kumpulan nanah setempat dalam rongga yang tidak

akibat kerusakan jaringan, Hepar adalah hati. Abscess hepar adalah

rongga yang berisi nanah pada hati yang diakibatkan oleh infeksi.

Penyebab abscess hati yaitu oleh kuman gram negatif dan penyebab

yang 7 paling terbanyak yaitu E. Coli. Komplikasi yang paling sering

adalah berupa rupture abscess sebesar 5 - 15,6%, perforasi abcsess ke

berbagai organ tubuh seperti ke pleura, paru, pericardium, usus,

intraperitoneal atau kulit. Kadang-kadang dapat terjadi superinfeksi,

terutama setelah aspirasi atau drainase (Benson dkk, 2017).

14
6. Ileus Obstruktif

Obstruksi usus didefinisikan sebagai sumbatan bagi jalan distal isi

usus. Ada dasar mekanis, tempat sumbatan fisik terletak melewati usus

atau ia bisa karena suatu ileus. Ileus juga didefinisikan sebagai jenis

obstruksi apapun, artinya ketidakmampuan si usus menuju ke distal

sekunder terhadap kelainan sementara dalam motilitas.Ileus dapat

disebabkan oleh gangguan peristaltic usus akibat pemakaianobat-obatan

atau kelainan sistemik seperti gagal ginjal dengan uremia sehingga

terjadi paralysis.Penyebab lain adalah adanya sumbatan/hambatanlumen

usus akibat pelekatan atau massa tumor. Akan terjadi peningkatan

peristaltic usus sebagai usaha untuk mengatasi hambatan (Benson dkk,

2017).

2.2.3 Klasifikasi Laparatomi

Klasifikasi Terdapat 4 cara pembedahan laparotomi menurut (Oktaviani

dkk, 2017):

1. Mid-line incision

Metode insisi yang paling sering digunakan, karena sedikit

perdarahan, eksplorasi dapat sedikit lebih luas, cepat dibuka dan

ditutup, serta tidak memotong ligamen dan saraf. Namun demikian,

kerugian jenis insisi ini adalah terjadi hernia cikatrialis,

indikasinyapada eksplorasi gaster, pankreas, hepar, dan klien serta di

bawah umbilikus untuk eksplorasi ginekologis, restosigmoid dan

organ dalam pelvis.

15
2. Paramedian

Sedikit ke tepi dari garis tengah (2,5cm), panjang (12,5cm), terbagi

menjadi dua yaitu paramedian kanan dan kiri, dengan indikasi jenis

operasi lambung, eksplorasi pankreas, organ pelvis, usus bagian

bawah serta splenoktomi.

3. Transverse upper abdomen incision (sayatan melintang di bagian

atas perut)

Insisi bagian atas misalnya pembedahan colesistotomy dam

splenectomy.

4. Transverse lower abdomen incision (sayatan melintang di bagian

atas perut)

Insisi melintang dibagian bawah 4cm diatas anterior spinailiaka,

misalnya pada operasi apendictomy. Latihan-latihan fisik seperti

latihan napas dalam, batuk efektif, menggerakan otot kaki,

menggerakan otot bokong, latihan alih baring dan turun dari tempat

tidur. semuanya dilakukan hari ke-2 post operasi.

2.3 Konsep Nyeri

2.3.1 Definisi

Nyeri merupakan sensasi sensori dari pengalaman subyektif yang

dialami setiap individu dan berbeda persepsi antara satu orang dengan

yang lain yang menyebabkan perasaan tidak nyaman, tidak menyenangkan

berkaitan dengan adanya atau potensial kerusakan jaringan (Laycock &

Small, 2019). Nyeri dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang sukar

16
dipahami dan fenomena yang kompleks meskipun universal, tetapi masih

merupakan misteri. Nyeri adalah salah satu mekanisme pertahanan tubuh

manusia yang menunjukkan adanya pengalaman masalah. Nyeri

merupakan keyakinan individu dan bagaimana respon individu tersebut

terhadap sakit yang dialaminya (Laycock & Small, 2019). Berdasarkan

pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri adalah fenomena yang

subyektif dimana respon yang dialami setiap individu akan berbeda untuk

menunjukkan adanya masalah atau perasaan yang tidak nyaman.

2.3.2 Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua yaitu nyeri akut dan

nyeri kronis. Klasifikasi ini berdasarkan pada waktu atau durasi terjadinya

nyeri.

1. Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam kurun waktu yang singkat,

biasanya kurang dari 6 bulan. Nyeri akut yang tidak diatasi secara

adekuat mempunyai efek yang membahayakan di luar

ketidaknyamanan yang disebabkannya karena dapat mempengaruhi

sistem pulmonary, kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin, dan

imonulogik (Laycock & Small, 2019).

2. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung selama lebih dari 6

bulan. Nyeri kronik berlangsung di luar waktu penyembuhan yang

diperkirakan, karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon

17
terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Jadi nyeri ini

biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan (Laycock & Small,

2019).. Nyeri kronik mengakibatkan supresi pada fungsi sistem imun

yang dapat meningkatkan pertumbuhan tumor, depresi, dan

ketidakmampuan. Berdasarkan sumbernya, nyeri dapat dibedakan

menjadi nyeri nosiseptif dan neuropatik (Laycock & Small, 2019).

2.3.3 Fisiologi Nyeri

Proses terjadinya nyari merupakan suatu rangkaian yang rumit. Dalam

terjadinya nyeri dibutuhkan pengetahuan mengenai struktur dan fisiologi

sistem persyarafan yang berhubungan dengan nyeri. Sistem saraf tepi

terdiri dari saraf primer, dimana saraf primer mempunyai tujuan khusus

untuk mendeteksi adanya kerusakan suatu jaringan (Mackova & Pokorna,

2020). Sistem saraf ini dapat menimbulkan sensasi sentuhan, sensasi panas

dan dingin, rasa nyeri dan tekanan. Reseptor yang bertugas menyalurkan

rangsangan nyeri disebut dengan nosiseptor. Nosiseptor dapat dieksitasi

oleh stimulus mekanis, suhu, atau kimia. Proses ini akan melewati

beberapa tahap, yaitu diawali dengan adanya stimulasi, transduksi,

transmisi, persepsi, dan modulasi(Mackova & Pokorna, 2020).

1. Stimulus

Persepsi nyeri diantarkan oleh neuron khusus (nociceptor) yang

bertindak sebagai reseptor, pendeteksi stimulus, penguat, dan

penghantar menuju saraf pusat yang tersebar lapisan kulit superficial

kulit dan jaringan tertentu, seperti 14 periosteum, dinding arteri,

18
permukaan sendi serta falks dan tentorium serebri (Mackova &

Pokorna, 2020).

2. Transduksi

Selama fase ini, stimulus seperti cedera jaringan dapat memicu

terjadinya pelepasan mediator biokimia yang meliputi prostaglandin,

bradikinin, serotonin, histamine, zat P sehingga dapat menimbulkan

sensitivitas pada nosiseptor. Stimulasi berbahaya tersebut juga dapat

menyebabkan pergerakan ion-ion untuk menembus membran sel,

sehingga membangkitkan nosiseptor. Penggunaan obat anti nyeri dapat

bekerja pada fase ini karena dapat menghambat produksi prostaglandin

(mis., ibuprofen) atau menurunkan pergerakan ion-ion yang menembus

membran sel (mis., anastesi lokal) (Mackova & Pokorna, 2020).

3. Tranmisi

Transmisi nyeri merupakan proses yang meneruskan impuls nyeri

dari nociceptor saraf perifer melewati cornu dorsalis dan corda spinalis

menuju korteks serebri. Cornu dorsalis dari medulla spinalis dapat

dianggap sebagai tempat memproses sensori (Mackova & Pokorna,

2020).

4. Persepsi

Persepsi adalah hasil rekonstruksi susunan saraf pusat tentang

impuls nyeri yang diterima. Ketika seseorang menyadari adanya rasa

nyeri. Mereka meyakini bahwa persepsi nyeri itu terjadi dalam struktur

kortikal yang memungkinkan munculnya strategi kognitif-perilaku

19
yang berbeda untuk mengurangi komponen sensorik dan afektif nyeri.

Misalnya; intervensi nonfarmakologi seperti distraksi, imajinasi

terbimbing, dan music dapat membantu mengalihkan perhatian klien

dari nyeri (Mackova & Pokorna, 2020).

5. Modulasi

Modulasi adalah proses pengendalian internal oleh sistem saraf,

daptat meningkatkan atau mengurangi penerusan impuls nyeri.

Seringkali digambarkan sebagai “system desendens”, proses ini terjadi

saat neuron dibatang otak mengirimkan sinyal menuruni kornu dorsalis

medulla spinalis. Serabut desenden ini melepaskan zat seperti opioid

endogen, serotonin, dan norepinefrin, yang dapat menghambat naiknya

impuls berbahaya di kornu dorsalis. Klien yang mengalami nyeri

kronik dapat diberi resep antidepresan trisiklik yang menghambat

ambilan kembali norepinefrin dan serotonin. Tindakan ini

meningkatkan fase modulasi yang membantu menghambat naiknya

stimulus yang menyakitkan (Mackova & Pokorna, 2020)

2.4 Konsep Hemodinamik

2.4.1 Definisi

Status hemodinamik adalah indeks dari tekanan dan kecepatan

aliran darah dalam paru dan sirkulasi sistemik. Hemodinamik adalah

pemeriksaan aspek fisik sirkulasi darah, fungsi jantung dan karakterisitik

fisiologis vaskular perifer (Mosby 1998, dalam Jevon dan Ewens 2009).

Pemantauan Hemodinamik dapat dikelompokkan menjadi noninvasif,

20
invasif, dan turunan. Pengukuran hemodinamik penting untuk

menegakkan diagnosis yang tepat, menentukan terapi yang sesuai, dan

pemantauan respon terhadap terapi yang diberikan (Gomersall dan Oh

1997, dalam Jevon dan Ewens 2009), pengukuran hemodinamik ini

terutama dapat membantu untuk mengenali syok sedini mungkin, sehingga

dapat dilakukan tindakan yang tepat terhadap bantuan sirkulasi (Hinds dan

Watson 1999, dalam Jevon dan Ewens 2009).

Tujuan pemantauan hemodinamik adalah untuk mendeteksi,

mengidentifikasi kelainan fisiologis secara dini dan memantau 10

pengobatan yang diberikan guna mendapatkan informasi keseimbangan

homeostatik tubuh. Pemantauan hemodinamik bukan tindakan terapeutik

tetapi hanya memberikan informasi kepada klinisi dan informasi tersebut

perlu disesuaikan dengan penilaian klinis pasien agar dapat memberikan

penanganan yang optimal. Dasar dari pemantauan hemodinamik adalah

perfusi jaringan yang adekuat, seperti keseimbangan antara pasokan

oksigen dengan yang dibutuhkan, mempertahankan nutrisi, suhu tubuh dan

keseimbangan elektro kimiawi sehingga manifestasi klinis dari gangguan

hemodinamik berupa gangguan fungsi organ tubuh yang bila tidak

ditangani secara cepat dan tepat akan jatuh ke dalam gagal fungsi organ

multipel (Jevon & Ewens 2009).

21
2.4.2 Faktor yang mempengaruhi hemodinamik

Faktor-faktor yang mempengaruhi hemodinamik pada pasien post operasi

laparatomi dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu faktor internal dan

faktor eksternal (Bard, J. P., & Brown, S. A. (2019).

1. Faktor internal adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam tubuh

pasien, yaitu:

a. Jenis operasi

Jenis operasi yang dilakukan dapat mempengaruhi hemodinamik

pasien. Misalnya, operasi yang melibatkan organ vital, seperti

jantung atau paru-paru, dapat menyebabkan perubahan

hemodinamik yang lebih signifikan.

b. Keadaan kesehatan pasien sebelum operasi

Pasien dengan kondisi kesehatan yang buruk, seperti penyakit

jantung atau hipertensi, lebih berisiko mengalami perubahan

hemodinamik setelah operasi.

c. Reaksi tubuh terhadap anestesi

Anestesi dapat mempengaruhi hemodinamik pasien, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Misalnya, anestesi umum dapat

menurunkan tekanan darah dan denyut jantung.

2. Faktor eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari luar tubuh

pasien, yaitu:

a. Nyeri. Nyeri dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung dan

tekanan darah.

22
b. Infeksi. Infeksi dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh dan

denyut jantung.

c. Bleeding. Bleeding dapat menyebabkan penurunan volume darah

dan tekanan darah.

d. Obat-obatan. Obat-obatan tertentu, seperti obat-obatan anestesi,

dapat mempengaruhi hemodinamik pasien.

2.4.3 Pemantauan Hemodinamik Invasif dan Non-Invasif

b. Pemantauan Hemodinamik Invasif

1. CVP (Central Venous Pressure)

Tekanan vena sentral atau Central Venous Pressure (CVP)

adalah tekanan dari atrium kanan atau vena cava superior yang

diukur pada hampir semua pasien di ICU di seluruh dunia, pada

pasien gawat darurat, serta pada pasien yang menjalani operasi besar.

(Kemkes,2022).Nilai normal CVP adalah 2-6 mmHg. Nilai CVP

yang lebih tinggi dari 6 mmHg dapat mengindikasikan kelebihan

cairan, gagal jantung, atau penyempitan vena. Nilai CVP yang lebih

rendah dari 2 mmHg dapat mengindikasikan dehidrasi, syok

hipovolemia, atau vasodilatasi.

Gambar 2.1 CVP (Central Venous Pressure)

23
2. IAP (Invasive Atrial Pressure)

Tekanan darah arteri adalah kekuatan yang diberikan darah ke

dinding arteri saat jantung memompa darah ke seluruh tubuh.

Tekanan darah arteri terdiri dari dua komponen: tekanan sistolik dan

tekanan diastolik.Tekanan sistolik adalah tekanan tertinggi yang

terjadi di arteri saat jantung berkontraksi.Tekanan diastolik adalah

tekanan terendah yang terjadi di arteri saat jantung beristirahat. Nilai

normal sistolik adalah 120 mmHg dan nilai normal diastolic adalah

80 mmHg.

Gaambar IAP (Invasive Atrial Pressure)

3. PAC (Pulmonary Artery Catheter)

PAC (Pulmonary Artery Catheter) adalah kateter berujung balon

yang dimasukkan ke dalam arteri pulmonalis dalam prosedur yang

dikenal sebagai kateterisasi arteri pulmonalis atau kateterisasi

jantung kanan. PAC digunakan untuk mengukur tekanan di jantung

dan pembuluh darah paru-paru. PAC memiliki tiga lumen,

yaitu:lumen distal: Digunakan untuk mengukur tekanan darah arteri

pulmonalis,lumen tengah: Digunakan untuk mengukur tekanan vena

24
pulmonalis,lumen proximal: Digunakan untuk mengukur tekanan

atrium kanan.

Tabel 2.1 Parameter PAC (Pulmonary Artery Catheter)

Parameter Nilai Normal

Pulmonary Artery Pressure (PAP) 25/10 mmHg

Mean Pulmonary Artery Pressure (MPAP) 15-20 mmHg

Pulmonary Capillary Wedge Pressure (PCWP) 8-12 mmHg

Cardiac Index (CI) 2.5-4 L/min/m2

Central Venous Pressure (CVP) 2-6 mmHg

Gambar 2.3 PAC (Pulmonary Artery Catheter)

c. Pemantauan Hemodinamik Non Invasif menurut Marik dan Baram

(2007) parameter non invasif yang sering digunakan untuk menilai

hemodinamik pasien adalah:

1. Pernapasan

Frekuensi pernapasan atau RR pada pasien yang

menggunakan ventilasi mekanik ditentukan pada batas atas dan

25
batas bawah. Batas bawah ditentukan pada nilai yang dapat

memberikan informasi bahwa pasien mengalami hipoventilasi dan

batas atas pada nilai yang menunjukkan pasien mengalami

hiperventilasi. Pengaturan RR pada pasien disesuaikan dengan

usia pasien (Sundana, 2008). Frekuensi pernapasan normal pada

usia:

 neonatus: 30 sampai dengan 60 kali/menit

 1 bulan sampai 1 tahun: 30 sampai dengan 60 kali/menit

 1 sampai 2 tahun: 25 sampai dengan 50 kali/menit

 3 sampai 4 tahun: 20 sampai dengan 30 kali/menit

 5 sampai 9 tahun dan usia lebih dari 10 tahun: 15 sampai

dengan 30 kali/menit

 Pada pasien dewasa lebih sering digunakan pada angka 12-

24x/menit (Matondang, Wahidiyat & Sastroasmoro,2009).

2. Saturasi oksigen (SaO2)

Pemantauan SaO2 menggunakan pulse oximetry untuk

mengetahui prosentase saturasi oksigen dari haemoglobin dalam

darah arteri. Pulse oximetry merupakan salah satu alat yang sering

dipakai untuk observasi status oksigenasi pada pasien yang portable,

tidak memerlukan persiapan yang spesifik, tidak membutuhkan

kalibrasi dan non invasif. Nilai normal SaO2 adalah 95-100%

(Fergusson, 2008).

26
3. Tekanan darah (TD)

Tekanan darah merupakan dorongan darah menuju pembuluh

nadi pada saat darah dipompa keluar dari jantung lalu disebarkan ke

seluruh tubuh.Tekanan darah yang normal berada pada kisaran

120/80 mmHg. Untuk mengukur tekanan darah dilakukan

menggunakan alat yang bernama Sphygmomanometer. Untuk jenis

sphygmomanometer ini bermacam-macam seperti digital,aneroid

dan air raksa. (Agustin et al., 2020) Tekanan darah sendiri terdiri

dari 2 yaitu tekanan darah sistole dan tekanan darah diastole.

Tekanan darah sistole adalah jumlah tekanan yang diukur saat bilik

kiri jantung menekan darah keluar jantung. Tekanan darah diastole

adalah jumlah tekanan yang terukur pada saat jantung rileks. Ketika

diastole, maka tidak ada darah yang mengalir dari 11 jantung menuju

pembuluh darah sehingga pembuluh darah dapat kembali ke ukuran

normalnya. (Suyanti et al., 2019)

Pada posisi head of bed, daya tahan vena dan tekanan serambi

kanan jantung tidak terlalu tinggi, sebagai akibatnya volume darah

yang masuk atau menuju (venous return) ke serambi kanan cukup

baik dan tekanan pengisian bilik kanan jantung (preload) meningkat,

dapat mengarah pada peningkatan. Maka dari itu posisi

memperlihatkan aliran balik darah dari bagian inferior menuju ke

serambi kanan jantung yang cukup baik (Suyanti et al., 2019).

27
Berdasarkan American Heart Association (2017) Klasifikasi tekanan

darah dibagi menjadi 6 kategori, yaitu :

a. Tekanan darah normal

Tekanan darah dapat disebut normal apabila tekanan darah

sistolik <120 mmHg dan tekanan darah diastolik <80 mmHg.

b. Tekanan darah tinggi

Tekanan darah dapat disebut tinggi apabila tekanan darah

sistolik 120-129 mmHg dan tekanan darah diastolik <80 mmHg.

c. Hipertensi tahap 1

Tekanan darah disebut hipertensi tahap 1 jika tekanan darah

sistolik 130-139 mmHg dan tekanan diastolik 80-89 mmHg.

d. Hipertensi tahap 2

Disebut hipertensi tahap 2 jika tekanan darah sistolik ≥140

mmHg dan tekanan darah sistolik ≥90 mmHg.

e. Hipertensi urgensi

Disebut hipertensi urgensi dan hipertensi keadaan darurat jika

tekanan darah sistolik >180 mmHg dan tekanan darah diastolic

>120 mmHg.

f. Hipotensi

Sering dikatakan secara klinis sebagai tekanan arteri sistolik <90

mmHg atau tekanan diastolik <60 mmHg (Fadlilah et al., 2020).

Perhitungan tekanan darah dilakukan dengan alat bantu monitor.

Nilai normal sesuai usia pasien adalah sebagai berikut:

28
 usia 1 bln: 85/50 mmHg

 6 bulan: 90/53 mmHg

 1 tahun: 91/54 mmHg

 2 tahun: 91/56 mm Hg

 6 tahun: 95/57 mmHg

 10 tahun: 102/62 mm Hg

 12 tahun: 107/64 mmHg

 16 tahun: 117/67 mmHg

 20 tahun ke atas 120/80 mmHg

 Pada pasien dewasa lebih sering digunakan pada angka

110/70 sampai dengan 120/80 mmHg (Ramesh, 2003).

4. Mean arterial pressure (MAP)

Tekanan arteri rata-rata merupakan tekanan rata-rata selama

siklus jantung yang dipengaruhi oleh curah jantung dan resistensi

perifer. Perhitungan MAP dilakukan dengan alat bantu monitor

untuk memberikan informasi terkait perfusi ke arteri koronari,

organ tubuh dan kapile. Rumus perhitungan MAP adalah 1/3

sistolik + 2/3 diastolik atau perhitungan nilai normal berkisar 90-

100 mmHg.

5. Frekuensi denyut jantung (Heart Rate)

Perhitungan frekuensi denyut jantung dilakukan dengan alat

bantu monitor. Frekuensi jantung pasien usia:

 1 bulan: 100 sampai dengan 180 kali/menit

29
 6 bulan: 120 sampai dengan 160 kali/ menit

 1 tahun: 90 sampai dengan 140 kali/menit

 2 tahun: 80 sampai dengan 140 kali/menit

 6 tahun: 75 sampai dengan 100 kali/menit

 10 tahun: 60 sampai dengan 90 kali/menit

 12 tahun: 55 sampai dengan 90 kali/menit

 16 tahun ke atas : 60 sampai dengan 100 kali/menit (Ramesh,

2003).

6. Capillary Refill Time (CRT)

CRT yang memanjang merupakan tanda dehidrasi pada

pasien. Ini diperkuat jika disertai dengan turgor kulit dan pola

pernapasan yang abnormal. Namun, CRT yang memanjang juga

harus diperhatikan dalam hubungannya dengan tandatanda klinis

lainnya, misalnya hemodinamik tidak stabil. Normal CRT adalah <

2 detik (Fergusson, 2008).

2.5 Konsep Terapi Murrotal Al-Qur’an

2.5.1Definisi

Murottal adalah rekaman suara Al-Quran yang dilagukan oleh

seorang qori (pembaca Al-Quran) (Siswantinah, 2011). Murottal

merupakan lantunan ayat-ayat suci Al-Quran yang dilagukan oleh seorang

qori (pembaca Al-Quran), direkam dan diperdengarkan dengan tempi yang

lambat serta harmonis (Purna, 2016).Murotal merupakan salah satu musik

yang memiliki pengaruh positif bagi pendengarnya (Widayarti, 2011).

30
Jadi kesimpulan murottal adalah pengumpulan bacaan ayat-ayat Al-Qur’an

dengan menfokuskan sesuai ilmu tajwid (memperhatikan dalam

pembacaannya) dengan tenang dan digunakanlah media rekaman.

2.5.2Manfaat Al-Quran Bagi Kesehatan

Manfaat terapi Murottal Al-Qur’an dibuktikan dalam berbagai penelitian.

Manfaat tersebut di antaranya adalah sebagai berikut:

1.Mengurangi tingkat nyeri

Terapi Murottal Al-Qur’an terbukti dapat menurunkan tingkat

nyeri. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Farida dkk,

2017) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pemberian terapi

Murottal Al-Qur’an terhadap tingkat nyeri. Pada kedua penelitian

tersebut kelompok yang diberikan terapi Murottal Al-Qur’an memiliki

tingkat nyeri yang lebih rendah dibandingkan kelompok yang tidak

diberikan terapi Murottal Al-Qur’an.

2.Menurunkan kecemasan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Irmawati pada tahun

2021 menunjukkan bahwa pemberian pengaruh terapi Murottal Al-

Qur’an memiliki pengaruh terhadap tingkat kecemasan responden.

Padapenelitian tersebut responden yang diberikan terapi Murottal Al-

Qur’an memiliki tingkat 11 kecemasan yang lebih rendah daripada

pasien yang tidak diberikan terapi (Firdaus dkk 2021).

3.Menurunkan perilaku kekerasan

31
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Irmawati dkk, 2020) ini

menunjukkan bahwa penambahan terapi audio dengan murottal surah

ArRahman pada kelompok perlakuan lebih efektif dalam menurunkan

perilaku kekerasan dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak

mendapatkan terapi audio tersebut.

4.Meningkatkan kualitas hidup

Hasil penelitian yang dilakukan oleh El-Hadi dkk (2017)

menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kualitas hidup

responden sebelum dan sesudah diberikan intervensi bacaan Al-

Qur’an secara murottal pada kelompok kontrol dan kelompok

intervensi. Pada kelompok intervensi, kualitas hidup responden

meningkat setelah diberikan terapi Murottal Al-Qur’an.

5.Efektif dalam perkembangan kognitif anak autis

Penelitian yang dilakkan oleh Nadimah dkk (2018) menyebutkan

bahwa terapi music Murottal mempunyai pengaruh yang jauh lebih

baik daripada terapi musik klasik terhadap perkembangan kognitif

anak autis.

6.Menurunkan tekanan darah

Penelitian yang dilakukan oleh Nugroho, dkk. (2021) menunjukkan

bahwa terapi murottal dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan

diastolik pada pasien dengan hipertensi.

32
7.Menurunkan denyut jantung

Penelitian yang dilakukan oleh Rosyidah, dkk. (2022) menunjukkan

bahwa terapi murottal dapat menurunkan denyut jantung pada pasien

dengan penyakit jantung koroner.

8.Meningkatkan saturasi oksigen

Penelitian yang dilakukan oleh Anggraini, dkk. (2022) menunjukkan

bahwa terapi murottal dapat meningkatkan saturasi oksigen pada

pasien dengan gagal jantung.

2.5.3 Mekanisme Murottal Al-Quran Sebagai Terapi

Terapi Murottal Al-Qur’an membuat kualitas kesadaran individu

terhadap Tuhan meningkat, baik individu tersebut tahu arti Al-Qur’an atau

tidak. Kesadara ini akan menyebabkan kepasrahan sepenuhnya kepada

Allah SWT, dalam keadaan ini merupakan keadaan energi otak pada

frekuensi 7-14 Hz. Keadaan ini merupakan keadaan optimal sistem tubuh

dan dapat menurunkan stres dan menciptakan ketanangan (Mustofa, 2020).

Menurut Fadholi (2020) Murottal Al-Qur’an merupakan bagian

instrumen musik yang memiliki proses untuk menurunkan kecemasan.

Harmonisasi dalam musik yang indah akan masuk telinga dalam bentuk

suara (audio), menggetarkan gendang telinga,mengguncangkan cairan

ditelinga dalam, serta menggetarkan sel-sel rambut dalam koklea untuk

selanjutnya melalui saraf koklearis menuju otak dan menciptakan 12

imajinasi keindahan di otak kanan dan otak kiri yang akan memberi

dampak berupa kenyamanan dan perubahan perasaan. Perubahan perasaan

33
ini diakibatkan karena musik dapat menjangkau wilayah kiri korteks

cerebri.

Menurut Mustofa (2020), setelah korteks limbik, jaras pendengaran

dilanjutkan ke hipokampus, dan meneruskan sinyal musik ke amigdala

yang merupakan area perilaku kesadaran yang bekerja pada tingkat bawah

sadar, sinyal kemudian diteruskan ke hipotalamus. Hipotalamus

merupakan area pengaturan sebagai fungsi vegetatif dan fungsi endokrin

tubuh seperti banyak aspek perilaku emosional lainnya. Jaras pendengaran

kemudian diteruskan ke fermatio retikularis sebagai penyalur impuls

menuju serat otonom. Serat tersebut mempunyai dua sistem saraf, yaitu

saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Kedua saraf ini dapat mempengaruhi

kontraksi dan relaksasi organ tubuh. Relaksasi dapat merangsang pusat

rasa sehingga timbul ketenangan.

34
35

Faktor Yang Mempengaruhi:


2.6 Kerangka Konseptual
1. Jenis Operasi
2. Pasca Anestesi
3. Diagnosa Penyakit
Pasien Dengan Post Ops Laparatomi
4. Usia
5. Jenis Kelamin

Nyeri Peningkatan Tekanan


Resiko Syok Hipovolemik
Darah,Respirasi,Heart
(Perdarahan)
Rate (HR)

5 Fase Nyeri:

1. Stimulus
Perawatan Di Ruang ICU
2. Transduksi
3. Transmisi
4. Persepsi
5. Modulasi Pemantauan
Hemodinamik

Farmakologi Non Farmakologi Invasif Non Invasif

Parameter :
Destraksi Relaksasi
1. Pernafasan (RR)
2. Heart Rate (HR)
Terapi Musik Murrotal 3. Saturasi Oksigen (Sao2)
Intrumen Yang Digunakan: 4. Tekanan Darah
Al-Qur’an 5. Mean Arterial Pressure
1. Monitor Pasien (MAP)
2. Lembar Observasi 6. Capillary Refill Time
ICU/Kardek (CRT)
Menstimulus Otak

Mengeluarkan Hormon Mengontrol


Endokrin (mekanisme
neuroendokrin) Memberikan Umpan Balik Berupa:
1. Mengurangi Tingkat Nyeri
Tabel 2.1 Kerangka Teori
2. Menurunkan Kecemasan
Terapi Musik Murrotal Al-
Qur’an terhadap status 3. Meningkatkan Kualitas Hidup Pasien
hemodinamik pada pasien 4. Menstabilban Hemodinamik Paseien 35
dengan post ops laparatomi (TD,HR,RR,MAP,SPO2,CRT)
Keterangan:

: Diteliti

: Tidak Diteliti

: Mempengaruhi

Gambar di atas menunjukan pasien dengan post ops laparatomi dapat

mengalami berbagai kondisi, seperti nyeri tekan pada area

pembedahan,peningkatan tekanan darah dan respirasi serta resiko syok

hipovolemik akibat perdarahan, Smelterz dan Bare (2010). Nyeri yang tidak

terkontrol dapat menyebabkan perubahan status hemodinamik, seperti

peningkatan tekanan darah dan respirasi. Perubahan status hemodinamik ini

dapat mengancam jiwa pasien, sehingga pasien tersebut harus dirawat di

ruang ICU untuk pemantauan hemodinamik lebih lanjut. Faktor-faktor lain

yang dapat mempengaruhi pasien post ops laparatomi untuk dirawat di ruang

ICU antara lain jenis operasi, pasca anestesi, diagnosis penyakit, usia, dan

jenis kelamin,Bard,J.P & Brown,S.A,(2019).

Selama perawatan di ruang ICU, pasien akan dilakukan pemantauan

hemodinamik secara non invasif, meliputi tekanan darah (TD), laju

pernapasan (RR), denyut jantung (HR), tekanan arteri rata-rata (MAP),

saturasi oksigen (SpO2), dan waktu pengisian kapiler (CRT). Pemantauan ini

dilakukan melalui monitor pasien dan lembar observasi pasien. Terapi

murrotal Al-Qur’an merupakan salah satu penatalaksanaan non farmakologis

yang sering digunakan pada pasien post ops laparatomi dengan hemodinamik

tidak stabil. Terapi murrotal Al-Qur’an dapat memberikan stimulus pada

36
otak, terutama area otak yang terlibat dalam pengaturan emosi, stres, dan

relaksasi. Stimulasi ini dapat menyebabkan pelepasan hormon endokrin

melalui mekanisme neuroendokrin. Hormon endokrin yang dilepaskan

melalui mekanisme neuroendokrin tersebut memiliki dampak positif, yaitu

mengurangi tingkat nyeri, menurunkan kecemasan, meningkatkan kualitas

hidup pasien, dan menstabilkan hemodinamik pasien (TD, HR, RR, MAP,

SpO2, CRT), Rosyidah,dkk (2018).

2.7 Hipotesis

Hipotesis merupakan prediksi awal sebuah hipotesis awal penelitian awal

yang bisa berupa hubungan variabel bebas dengan variabel terikat,Syafrida

Hafni Sahir (2021). Pada penelitian ini hipotesis yang di ambil adalah:

(H1) : Ada pengaruh terapi murrotal Al-Qur’an terhadap status hemodinamik

pasien dengan post ops laparatomi di ruang ICU RSD Kertosono.

(H2): Tidak ada pengaruh terapi murrotal Al-Qur’an terhadap status

hemodinamik pasien dengan post ops laparatomi di ruang ICU RSD

Kertosono.

37
BAB III

METODE PENELITIAN

Menurut Nursalam (2016) yang di maksud dengan rancangan penelitian atau

metode penelitian adalah sesuatu yang sangat penting dalam penelitian,

memungkinkan pengontrolan maksimal beberapa faktor yang dapat

mempengaruhi akurasi suatu hasil.

3.1 Desain penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pre-Experimental

Design dengan rancangan penelitian One Grup Pre Test – Post Test Design.

Jenis pre-experimental ini dilakukan dengan cara sebelum diberikan

perlakuan, variabel diobservasi atau diukur terlebih dahulu (pre test) setelah

itu dilakukan perlakuan dan setelah treatmen dilakukan pengukuran/observasi

(post test) (Hidayat, 2010).

Tabel 3.1 Desain Penelitian Pengaruh Terapi Murottal Surah Al-Qur’an

Terhadap Status Hemodinamik Pada Pasien Dengan Post Ops

Laparatomi Di Ruang ICU RSD Kertosono

Pretest Treatment Posttest

T1 X T2

Keterangan:

T1 : Pemantauan hemodinamik pasien dengan post ops

laparatomi (pre test)

38 38
X : Pemberian terapi murottal Al-Qur’an

T2 : Pemantauan hemodinamik pasien dengan post ops

laparatomi (post test)

3.2 Waktu dan tempat penelitian

3.2.1 Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada tanggal 1 Maret 2024 s/d 31 Maret 2024.

3.2.2 Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang ICU RSD Kertosono Kabupaten

Nganjuk dengan pasien post ops laparatomi yang mengalami

hemodinamik tidak stabil.

3.3 Populasi, sampel, sampling

3.3.1 Populasi

Menurut Djarwanto (1994: 420) dalam Iskandar (2020), Populasi

merupakan skor keseluruhan dari individu yang karakteristiknya hendak

diteliti dan satuan-satuan tersebut dinamakan unit analisis, dan dapat

berupa orangorang, institusi-institusi, benda-benda.Populasi dalam

penelitian ini adalah semua pasien dengan post ops laparatomi yang

sedang menjalani perawatan di ruang ICU RSD Kertosono.

3.3.2 Sampel dan Sampling

Menurut Nursalam (2015), sampel adalah bagian dari populasi

yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki

oleh populasi tersebut.Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah

pasien post ops laparatomi yang mengalami ketidakstabilan

39
hemodinamik.Teknik sampling merupakan cara yang ditempuh pada

pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang bener-bener sesuai

dengan keseluruhan subjek pada penelitian (Nursalam, 2016, 173).

Teknik sampling pada penelitian ini adalah non probability sampling

dengan pendekatan accidental sampling.

Menurut Sugiyono (2019) teknik accidental sampling merupakan

teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang

kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila

dipandang responden tersebut yang kebetulan ditemui cocok dengan

kriteria yang telah ditentukan oleh peneliti. Menurut Syafrida Hanif Sahir

(2021) bila penelitian berupa eksperimen maka jumlah

sampel di antara 10 sampai 20 sampel. Pada penelitian ini peneliti

membagi 2 kelompok pembanding yaitu masing-masing kelompok

berjumlah 10 responden. Kelompok A yaitu pasien post ops laparatomi

yang tidak diberi terapi murrotal Al-Qur’an selama perawatan di ruang

ICU RSD Kertosono dan kelompok B yaitu pasien post ops laparatomi

yang diberi terapi murrotal Al-Qur’an selama perawatan di ruang ICU

RSD Kertosono.Pengambilan sampel dilakukan dengan memperhatikan

beberapa kriteria.Kriteria sampel yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi

a) Pasien dengan post ops laparatomi yang menjalani perawatan di

ruang ICU RSD Kertosono

b) Pasien bersedia mengikuti terapi murrotal Al-Qur’an

40
c) Beragama islam

d) Berusia minimal 10 tahun

2. Kriteria eklusi

a) Pasien non islam

b) Pasien dengan gangguan pendengaran

c) Pasien deangan gangguan kejiwaan

3.4 Kerangka Kerja

Menurut Nursalam (2013) mendefinisikan kerangka kerja penelitian sebagai

suatu struktur konseptual yang digunakan untuk mengorganisasikan dan

memahami suatu penelitian.

Identifikasi Masalah

Penyususnan Proposal

Populasi

Semua Pasien Dengan Post Ops Laparatomi Di Ruang ICU RSD


Kertosono

Sampel

Pasien Dengan Post Ops Laparatomi Dengan Hemodinamik Tidak Stabil


Di Ruang ICU RSD Kertosono Berjumlah 10 Responden Dengan
Menggunakan Teknik Non Probobility Sampling

Sampling

Accidental Sampling

41
Desain Penelitian

Pre-Experimental
Design dengan rancangan penelitian One Grup Pre Test – Post Test Design

Variabel Independen Variabel Dependen


Terapi Murrotal Al-Qur’an Status Hemodinamik

Pengolahan Data

Editing,Coding,Scoring,Tabulating

Analisa Data

Uji T sampel berpasangan dengan SPSS

Hasil

Kesimpulan

Gambar 3.2 Kerangka Kerja Pengaruh Terapi Murrotal Al-Qur’an Terhadap

Status Hemodinamik Pada Pasien Dengan Post Ops Laparatomi Di

Ruang ICU RSD Kertosono

3.5 Identifikasi Variabel

Pada penelitian ini dibedakan menjadi dua variabel yaitu variabel bebas

(Independent Variabel) dan variabel tergantung/terikat (Dependent Variable):

42
3.5.1 Variabel Bebas (Independent Variabel)

Menurut Syafrida Hafni Sahir (2021) Variabel bebas adalah variabel

independen atau variabel yang mempengaruhi variabel lain, variabel

bebas merupakan penyebab perubahan variabel lain. Dalam penelitian

variable independenya adalah terapi murrotal Al-Qur’an.

3.5.2 Variabel Terikat (Dependen Variabel)

Menurut Syafrida Hafni Sahir (2021) variabel terikat adalah variabel

dependen atau variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas, variabel

terikat merupakan akibat dari variabel bebas. Dalam penelitian ini

variabel dependenya adalah status hemodinamik.

3.6 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati

dari suatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam, 2016).

Tabel 3.3 Definisi operasioanl pengaruh terapi murrotal Al-Qur’an terhadap

status hemodinamik pasien dengan post ops laparatomi di ruang ICU RSD

Kertosono.

Variabel Definisi Operasional Indikator Alat Ukur Skala Kriteria

Independent Kegiatan a. Music murrotal dari Musik - -

(Pemberian mendengarkan kitab suci Al-quran. murrotal

Terapi rekaman suara Al- surah Al-


b. Volume suara
Murrotal Al- Qur’an yang Qur’an
(Volume suara yang
Qur’an) dilagukan oleh
digunakan dalam
seorang qori’

43
(pembaca Al- Qur’an) terapi murrotal harus

yang didengarkan disesuaikan dengan

selama 30 s/d 60 kondisi pasien).

menit dengan tenang


c. Durasi terapi (untuk
menggunakan
terapi relaksasi,
headset/headphone
durasi terapi dapat
yang diputar melalui
berkisar antara 30
speaker aktif di Ruang
menit hingga 1 jam.
ICU RSD Kertosono
Untuk terapi

pengobatan, durasi

terapi dapat berkisar

antara 1 jam hingga

2 jam)

d. Frekuensi terapi

(Frekuensi terapi

yang lebih sering

dapat memberikan

hasil yang lebih

baik).

e. Reaksi pasien (Jika

pasien mengalami

reaksi negatif,

44
seperti mual,

muntah, atau

kecemasan, terapi

harus dihentikan.

Dependent Status hemodinamik a. Indikor Primer Monitor

(Status adalah kondisi atau adalah Tekanan Pasien Dan

Hemodinamik keadaan sirkulasi Darah (TD) Lembar

darah dalam tubuh. b. Indikator Sekunder Observasi

Status hemodinamik adalah Heart Rate Pasien Interval

dapat digambarkan (HR),Respirasi Rate ICU/Kardek

oleh beberapa (RR),Saturasi

parameter, seperti: Oksigen Darah

(SpO2)

a. Tekanan Darah Tekanan darah sistolik Tekanan darah diastolik


Usia
(mmHg) (mmHg)
(TD)
Bayi baru
60-90 45-65
adalah kekuatan lahir

yang mendorong Bayi 6-12


70-90 50-65
bulan
darah mengalir

melalui pembuluh Anak usia


prasekolah 95-110 56-70
darah. (3-5 tahun)

Anak usia
sekolah (6-12 100-120 60-70
tahun)

45
Remaja (13-
112-128 66-80
18 tahun)

Dewasa
muda (19-29 120-129 70-84
tahun)

Dewasa (30-
120-129 70-84
64 tahun)

Dewasa tua
130-139 80-89
(>65 tahun)

b. Heart Rate (HR) 1. Bayi baru lahir 100-160 denyutan per menit

adalah jumlah 2. Bayi 6-12 bulan | 90-150 denyutan per menit

denyutan jantung 3. Anak usia prasekolah (3-5 tahun) | 80-130 denyutan per menit

per menit 4. Anak usia sekolah (6-12 tahun) | 70-120 denyutan per menit

5. Remaja (13-18 tahun) | 60-100 denyutan per menit

6. Dewasa muda (19-29 tahun) | 60-100 denyutan per menit

7. Dewasa (30-64 tahun) | 60-100 denyutan per menit

8. Dewasa tua (>65 tahun) | 60-100 denyutan per menit

c. Respirasi Rate Respirasi rate normal


Usia
(napas per menit)
(RR) adalah
Bayi baru lahir 30-60
jumlah siklus
Bayi 6-12 bulan 24-40
pernapasan

(inspirasi dan Anak usia prasekolah (3-5 tahun) 22-34

46
ekspirasi penuh)
Anak usia sekolah (6-12 tahun) 18-30
yang dihitung
Remaja (13-18 tahun) 12-16
dalam waktu 1

menit atau 60 Dewasa muda (19-29 tahun) 12-20

detik
Dewasa (30-64 tahun) 12-20

Dewasa tua (>65 tahun) 15-25

d. Saturasi Oksigen Nilai SpO2 Kondisi

Darah (SpO2) 95-100% Normal

adalah 90-94% Hipoksemia ringan

persentase 85-89% Hipoksemia sedang

hemoglobin Di bawah 85%Hipoksemia berat

yang terikat

oksigen

(oksihemoglobin

) dalam darah

e. Mean Arterial Nilai Normal : 70 mmHg – 99 mmHg

Pressure (MAP)

adalah tekanan

rata-rata selama

siklus jantung

yang dipengaruhi

47
oleh curah jantung

dan resistensi

perifer.

f. Capilerry Reffil

Time (CRT)

adalah waktu

yang dibutuhkan Nilai Normal : < 2 detik

darah untuk

kembali ke kulit

setelah ditekan.

3.7 Pengumpulan Data Dan Analisis Data

3.7.1 Bahan dan alat

a) Bolpoin

b) Kertas

c) Headset/speaker

d) SOP pemberian terapi murrotal Al-Qur’an

e) Komputer yang berisikan rekaman lantunan murrotal Al-Qur’an

f) Monitor pasien di ruang ICU RSD Kertosono

g) Lembar observasi pasien di ruang ICU RSD Kertosono

3.7.2 Instrumen instrumen penelitian

48
Menurut Nursalam (2020), instrumen penelitian adalah alat yang

digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Instrumen penelitian

dapat berupa kuesioner, wawancara, lembar observasi, atau tes.Jenis

instrument pada penelitian ini berupa: lembar observasi ICU/kardek.

3.7.3 Prosedur penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, prosedur yang ditetapkan adalah sebagai

berikut:

1. Tahap persiapan administrasi

a. Mengajukan permohonan ijin penelitian kepada kampus STIKES

Satria Bhakti Nganjuk.

b. Mengajukan permohonan ijin penelitian kepada RSD Kertosono.

c. Mengajukan surat permohonan ijin permintaan data kepada ruang

ICU RSD Kertosono.

d. Menentukan responden penelitian yang sudah ditetapkan

sebelumnya.

e. Mengajukan ijin dan kesepakatan kepada responden untuk menjadi

sampel dan menandatangi persetujuan menjadi responden

(informed concent) bagi responden yang menjadi sampel

penelitian.

2. Tahap penelitian

49
a. Tahap awal (pre test)

Kelompok pertama yang terdiri dari ±10 responden yang

diperoleh selama 1 bulan, tidak diberikan terapi murrotal Al-

Qur’an dan hemodinamiknya dipantau selama 3 hari berturut-turut.

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan data baseline

atau data awal tentang kondisi hemodinamik responden. Data

baseline ini nantinya akan digunakan untuk membandingkan

dengan data hemodinamik responden pada kelompok kedua yang

diberi terapi murrotal Al-Qur’an.

b. Tahap intervensi (post test)

Kelompok kedua yang terdiri dari ±10 responden yang diperoleh

selama 1 bulan setelah diberikan perlakuan yaitu mendengarkan

murottal Al-Qur’an dengan durasi ± 60 menit didampingi peneliti

dan hemodinamiknya dipantau selama 3 hari berturut-turut.

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengetahui pengaruh

mendengarkan murottal Al-Qur’an terhadap hemodinamik

responden.

3.7.4 Pengolahan Data

1. Editing

Menurut Notoatmojo (2010) editing atau penyuntingan adalah

kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner.

Editing dilakukan untuk memastikan bahwa data yang diperoleh

lengkap, jelas, dan konsisten.Dalam penelitian ini peneliti

50
menggunakan beberapa kode pada bagian-bagian tertentu untuk

mempermudah waktu pentabulasian dan analisa data.

2. Coding

Coding dalam penelitian adalah proses pemberian kode atau simbol

pada data penelitian. Kode atau simbol tersebut dapat berupa angka,

huruf, atau kombinasi keduanya. Coding dilakukan untuk memudahkan

dalam pengolahan data penelitian.Dalam penelitian ini menggunakan

parameter skor National Early Warning Sistem (NEWS) tahun 2017

dalam pemantauan hemodinamik pasien secara non invasif,antara lain:

Gambar 3.1 National Early Warning Syistem (NEWS) Dewasa

Keterangan :

0-1 : Normal (Hijau)

2-3 : Rendah (Kuning)

51
4-6 : Sedang (Orange)

>7 : Tinggi (Merah)

Gambar 3.2 National Early Warning System (NEWS) Untuk Usia 0-18 Tahun

52
Mean Arterial Pressure (MAP)

Kode 1 : Skor 70-99

Kode 2 : Skor < 69

Kode 3 : Skor > 100

Capillary Refill Time (CRT)

Kode 1 : <2 detik

Kode 2 : >3 detik

3. Tabulating

Setelah dilakukan coding kemudian data tersebut dimasukkan ke dalam

master tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki sesuai dengan tujuan

peneltii dengan dengan menggunakan program komputerisasi.

4. Entry data

Entry data kata yang telah ditabulating kemudian diproses agar dapat

dianalisis dengan cara memasukkan data format pengumpulan data ke

komputer.

5. Cleaning data

Cleaning data adala mengecek kembali data yang sudah diproses untuk

mengetahui apakah ada kesalahan atau tidak sehingga dapat diperbaiki

dan dinilai.

53
3.7.5 Analisis Data

Data-data yang sudah diperole selanjutnya dianalisi dengan cara:

1. Analisis Univariat

Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran distribusi

frekuensi rata-rata, beda mean, dan standar deviasi dengan

menggunakan statistik deskriptif. Variabel yang dianalisis adalah status

hemodinamik pasien post ops laparatomi pada kelompok intervensi dan

kelompok kontrol sebelum dan sesudah diberikan perlakuan terapi

berupa murottal Al-Qur’an di ruang ICU RSD Kertosono.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunakan uji T-test

independent yang bertujuan untuk melihat perbedaan status

hemoodinamik pasien post ops laparatomi pada kelompok intervensi

dan kelompok kontrol setelah diberikan terapi murottal Al-Qur’an di

ruang ICU RSD Kertosono.Kriteria pengambilan keputusan hasil uji T-

test independnt dengan pendekatan probabilistik adalah sebagai berikut:

a. Jika nilai p < 0,05 maka Ho diterima artinya ada perbedaan yang

signifikan status hemodinamik pasien post ops laparatomi pada

kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah diberikan terapi

murottal Al-Qurr’an di ruang ICU RSD Kertosono.

b. Jika nilai p > 0,05 maka Ho ditolak artinya tidak ada perbedaan

yang status hemodinamik pasien post ops laparatomi pada

54
kelompok intervensi dan kelompok kontrol setelah diberikan terapi

murottal di Al-Qurr’an di ruang ICU RSD Kertosono.

3.8 Etika penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mengajukan permohonan persetujuan kepada

Pihak Bakordik RSD Kertosono Kabupaten Nganjuk. Setelah peneliti

mendapatkan persetujuan, kemudian dilakukan penelitian dengan

menekankan pada masalah etika yang meliputi:

1. Memberikan Informed consent

Yaitu persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan

memberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar

persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent yaitu agar

subjek mengerti dampaknya. Jika subjek bersedia, maka mereka harus

menandatangani lembar persetujuan. Jika pasien (responden) tidak

bersedia, maka peneliti harus menerima keputusan pasien.

2. Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti tidak mencanttumkan

nama subjek pada lembar observasi. Lembar tersebut hanya diberi nomer

tertentu atau inisial nama.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan

kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah

lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan pada

55
hasil riset.

3.9 Keterbatasan

Penelitian yang dilakukan saat ini masih memiliki banyak kekurangan dan

keterbatasan, di antaranya sebagai berikut :

1. Instrumen atau alat ukur

Memungkinan kesalahan fungsi pada monitor yang digunakan untuk

memantau hemodinamik pasien dalam penelitian ini dapat menyebabkan

data yang dihasilkan tidak akurat atau tidak valid karena monitor tersebut

kurang dirawat secara berkala.

2. Waktu

Hasil penelitian ini perlu ditindaklanjuti dengan penelitian yang memiliki

waktu pemantauan yang lebih lama untuk mengetahui pengaruh terapi

murrotal terhadap status hemodinamik dalam jangka waktu yang lebih

lama. Perubahan status hemodinamik dapat terjadi dalam jangka waktu

yang lama, sehingga pemantauan yang singkat dapat menyebabkan hasil

penelitian menjadi tidak akurat

3. Jumlah responden

Jumlah responden yang terbatas dapat menyebabkan data yang dihasilkan

menjadi kurang akurat. Hal ini dikarenakan data yang dihasilkan menjadi

kurang beragam dan kurang mewakili populasi yang diteliti.

56
Daftar Pustaka

Syafrida,H.S. (2021). Metodologi Penelitian. Yogyakarta: Penerbit KBM


Indonesia.

Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan


Praktis. Jakarta: Salemba Medika.

Susanto, A. (2015). Pemantauan Hemodinamik. Jakarta: Salemba Medika.

Hidayat,A.A. (2010). Metode Penelitian Kesehatan Paradigma Kuantitatif.Jakarta:


Health Book.

Notoatmojo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Mutiah,Siti dk.(2022). Penggunaan Terapi Audio Murotal Al-Qur’an Dan


Efeknya Terhadap Status Hemodinamik Pasien Di Dalam Perawatan
Intensif : Tinjauan Pustaka.Jurnal Keperawatan,Vol.14 , No.2, : 473
– 480

Junaidy,Rustam.(2021).Efektivitas Terapi Murrotal Dalam Perawatan Pasien


Kritis : Integratif Review.Jurnal Ensiklopediaku, Vol.3 No.3, : 304 –
309

Novrida,Ayu Mariani dkk.(2021). Pengaruh Terapi Murottal Surah Ar-Rahman


terhadap Status Hemodinamik Anak dengan Ventilasi Mekanik di
Ruang PICU RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Borneo
Student Research,Vol.2,No.3,:1759-1765

Rihihantoro,Tori dkk.(2008).Pengaruh Terapi Musik Terhadap Status


Hemodinamik Pasien Koma Di Ruang ICU Sebuah Rumah Sakit Di
Lampung.Jurnal Keperawatan Indonesia.Vol. 2, No.2,: 115-120

57
Gilang,H.S dkk. (2020). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Pemulihan
Pasien Paska Operasi Dengan Anestesi Umum.Jurnal Ilmu
Keperawatan Sei Betik.Vol.16,No.1,: 120-124

Rochmawati,M.P.(2018).Pengaruh Terapi Murrtotal Qur’an Terhadap Pasien Post


Operasi Di Ruang Paviliun Asoka RSUD Kabupaten
Jombang.Jombang.Skripsi.Stikes Insan Cendikia Medikia
Jombang,:32-33

Pramayoza,A.(2023).Pengaruh Mobilisasi Dini Terhadap Tingkat Nyeri Pada


Pasien Post Laparatomi Di RSUP Dr. M Djamil Padang.Skripsi.
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas,: 1

Mariyani,N.A(2020).Pengaruh Pemberian Terapi Murrotal Surah Ar-Rahman


Terhadap Status Hemodinamik Pada Pasien Anka Yang Terpasang
Ventilasi Mekanik Di Ruang PICU RSUD Abdul Wahad Sjahranie
Samarinda.Skripsi.Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Dan Farmasi Universitas Muhamadiyah Kalimantan Timur.

Royal College of Physicians. (2017). National Early Warning Score (NEWS) 2.


[internet].www.rcplondon.ac.uk/news/national-early-warning-score
news-2. [Diakses tanggal 15 November 2023, Jam 08;15 WIB]

58

Anda mungkin juga menyukai