PROPOSAL PENELITIAN
OLEH :
ICHWAN ICHSANNURIFLY
NIM : 17031070
PENDAHULUAN
Keselamatan pasien adalah suatu sistem yang dibuat oleh rumah sakit untuk membuat
perawatan pasien lebih aman. Tujuan dilakukannya kegiatan keselamatan pasien di rumah
sakit adalah untuk menciptakan budaya keselamatan pasien di rumah sakit, meningkatkan
akuntabilitas rumah sakit, menurunkan insiden keselamatan pasien (safety) di rumah sakit,
terlaksananya program pencegahan sehingga tidak terjadi kejadian tidak diharapkan yang
merugikan pasien (Safitri, 2019).
Keselamatan pasien menjadi prioritas untuk diterapkan di rumah sakit dan berkaitan dengan
kualitas dan citra rumah sakit. Sejak awal tahun 1900, institusi rumah sakit selalu
meningkatkan kualitas dalam tiga unsur yaitu struktur, proses dan hasil, melalui berbagai
macam program regulasi, misalnya penggunaan standar pelayanan rumah sakit, ISO,
indikator klinis dan lain sebagainya (Dep Kes. RI 2006).
Beberapa undang-undang juga membahas perilaku yang dapat membahayakan keselamatan
pasien sendiri, seperti undang-undang yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 pasal 53 ayat 3, yang menyatakan bahwa “Pasien berhak memperoleh
keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit”. Jika rumah
sakit tidak memenuhi atau melanggar ketentuan ini, pasien berhak untuk melanjutkan
tanggung jawab rumah sakit sesuai dengan Undang-Undang Nomor 44 Pasal 32 (q) Tahun
2009 bahwa “Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit
apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik
secara perdata ataupun pidana”. Gugatan pasien tersebut pasti akan merugikan rumah Sakit.
Keselamatan pasien merupakan komponen penting dalam asuhan keperawatan yang
berkualitas (Mustikawati, 2011).
Hal ini menjadi penting karena keselamatan pasien merupakan suatu langkah untuk
memperbaiki mutu pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan (Cahyono, 2008).
Inti dari keselamatan pasien yaitu penghindaran, pencegahan dan perbaikan dari kejadian
yang tidak diharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan kesehatan
(Ballard, 2003). Sehingga program utama keselamatan pasien yaitu suatu usaha untuk
menurunkan angka kejadian tidak diharapkan (Triwibowo et al., 2016). Insiden
keselamatan pasien disebut insiden setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang
berpotensi menyebabkan cedera yang bisa dicegah pada pasien, terdiri dari Kejadian Tidak
Diharapkan, Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Cedera dan Kejadian Potensial
Cedera (Menkes RI, 2011).
Keselamatan pasien menjadi perhatian dunia sejak Institute of Medicine (IOM) melaporkan
hasil penelitiannya di Amerika Serikat tahun 2000 “To Err Is Human bahwa di Utah dan
Colorado ditemukan KTD sebesar 2,9% dimana 6,6% diantaranya meninggal. Sedangkan
di New York, sebesar 3,7% dengan angka kematian 13,6%. Angka kematian akibat KTD
pada pasien rawat inap di seluruh Amerika yang berjumlah 33,6 juta pertahun, berkisar
44.000-98.000 pasien” (Yasmi, 2015).
Banyak hal yang dapat mencederai keselamatan pasien sehingga meningkatnya kejadian
tidak diharapakan (KTD) dan data yang tercatat di WHO melaporkan dari berbagai negara
bahwa KTD pasien rawat inap 3 – 16%. Di New Zealand KTD dilaporkan berkisar 12,9%
dari angka rawat inap, di Inggris KTD di laporkan 10,8%, di Kanada di laporkanberkisar
7,5% (Renoningsih et al., 2002). Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) tidak hanya di
berbagai negara tetapi di Indonesia juga pada tahun 2018 terjadi 2 kejadian, meningkat dari
tahun ke tahun Tahun 2019 sebanyak 3 kejadian secara keseluruhan terdiri dari kejadian
pasien jatuh, angka kejadian infeksi nosokomial masih tinggi dan belum memenuhi standar.
Tingkat insiden Infeksi nosokomial pada tahun 2018 mencapai 7,30%, sedangkan pada
tahun 2019 meningkat menjadi 7,60%. Berdasarkan dari masalah tingginya angka kejadian
infeksi nosokomial dan berbagai kejadian tidak diharapkan yang terjadi serta pentingnya
dilakukan survey terhadap penerapan keselamatan pasien di rumah sakit untuk
mengidentifikasi upaya yang perlu dikembangkan dalam pelaksanaan pelayanan maka
penulis ingin mengetahui lebih lanjut mengenai “Gambaran penerapan keselamatan pasien
pada masa pandemi COVID-19 di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru”
Hal ini penting karena patient safety merupakan langkah untuk meningkatkan kualitas
pelayanan pelayanan. Inti dari keselamatan pasien adalah menghindari, mencegah dan
meningkatkan keadaan darurat atau mengatasi cedera dalam proses medis (Ballard, 2003).
Oleh karena itu, rencana keselamatan pasien yang utama adalah mencoba mengurangi
angka kecelakaan. Insiden keselamatan pasien disebut sebagai insiden kecelakaan dan
kondisi yang dapat menyebabkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, termasuk
kecelakaan, insiden hampir cedera, insiden non-cedera, dan potensi insiden cedera. Dengan
demikian perawat sangat beresiko dalam tindakan keselamatan pasien. Hal ini menjadi
alasan penulis untuk melakukan penelitian bagaimana hubungan beban kerja fisik dan
mental perawat dengan penerapan pasien safety pada masa pandemi COVID-19 di RSUD
Arifin Achmad Pekanbaru.
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran penerapan
keselamatan pasien pada masa pandemi COVID-19 di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Coronavirus merupakan virus yang dapat menyebabkan penyakit mulai dari gejala ringan
sampai ke berat. Setidaknya ada dua jenis coronavirus yang perlu diketahui, virus ini dapat
menyebabkan penyakit yang menimbulkan gejala berat seperti Middle East Respiratory
Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Coronavirus
Diseases 2019 (COVID-19) adalah penyakit jenis baru yang belum pernah sama sekali
diidentifikasi sebelumnya pada manusia. Tanda dan gelaja umum infeksi COVID-19 pada
manusia yaitu seperti, gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk, dan sesak
napas. Masa inkubasi virus ini rata-rata 56 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari.
(Yurianto, Ahmad, 2020).
Menurut WHO (2020) COVID-19 adalah penyakit yang dapat menular dan disebabkan
oleh jenis coronavirus yang baru ditemukan didunia. Virus corona atau yang sering disebut
juga dengan penyakit COVID-19 ini yang tidak dikenal sebelumnya pada manusia dan
mulainya wabah ini terjadi di Wuhan, Tiongkok, pada bulan Desember 2019. COVID-19
ini sekarang sudah menjadi sebuah pandemi yang terjadi di banyak negara di seluruh
belahan dunia. Penyebaran virus corona ini tidak hanya berdampak pada masalah
kesehatan saja tetapi juga berdampak pada berbagai aspek termasuk ekonomi dan
pendidikan. Untuk menekan jumlah pasien yang terpapar COVID-19 ini pemerintah
membuat kebijakan dalam membatasi aktivitas diluar rumah yang menimbulkan
perkumpulan massa dalam jumlah banyak termasuk dalam aktivitas bersekolah dan bekerja.
Keadaan ini mengharuskan pemerintah untuk mengambil kebijakan dan tindakan langsung
untuk meliburkan seluruh aktivitas yang ada di Indonesia (Menteri Pendidikan, 2020).
Corona Virus adalah penyakit yang ditularkan antara hewan dan manusia atau disebut
dengan Zoonosis. Penelitian menyebutkan bahwa Severe Acute Respiratory Syndrome
(SARS) ditularkan melalui kucing luwak ke manusia dan Middle East Respiratory
Syndrome (MERS) dari unta ke manusia. Namun hewan yang menjadi sumber utama
penularan COVID-19 ini masi belum diketahui. Masa inkubasi COVID-19 terjadi selama
5-6 hari, dengan rentang waktu antara 1 dan 14 hari. Risiko penularan yang tinggi pada
penyakit ini disebabkan oleh konsentrasi virus pada sekret yang tinggi. Orang yang
terinfeksi virus ini biasanya dapat menularkan sampai dengan waktu 48 jam sebelum gejala
dan sampai 14 hari setelah gejala (Perkumpulan Obstetri Dan Ginekologi Indonesia, 2020)
Penyakit ini dapat menularkan melalui tetesan kecil (droplet) dari hidung atau mulut pada
saat terjadinya batuk atau pada saat bersin. Droplet yang kemudian jatuh disekitarnya. Pada
saat orang lain menyentuh benda yang sudah terkontaminasi dengan droplet tersebut, lalu
seseorang menyentuh anggota tubuh seperti mata, hidung atau mulut, maka yang terjadi
adalah seseorang tersebut dapat terinfeksi COVID-19 atau seseorang yang belum terkena
COVID-19 dengan tanpa sengaja menghirup droplet dari penderita yang sudah terinfeksi
virus tersebut (Kemenkes RI, 2020).
Gejala-gejala yang biasanya ditimbulkan oleh orang yang terinfeksi virus ini biasanya
bersifat ringan dan munculnya secara bertahap. Beberapa orang yang terinfeksi virus ini
tidak menunjukkan gejala apapun dan tetap merasa sehat. Gejala COVID-19 yang paling
umum adalah demam, rasa lelah, dan batuk kering. Beberapa pasien mungkin mengalami
rasa nyeri dan sakit, hidung tersumbat, pilek, nyeri kepala, konjungtivitis, sakit
tenggorokan, diare, hilang penciuman dan pembauan atau ruam kulit.
Menurut data dari negara-negara yang terkena dampak awal pandemi, 40% kasus akan
mengalami penyakit ringan, 40% akan mengalami penyakit sedang termasuk pneumonia,
15% kasus akan mengalami penyakit parah, dan 5% kasus akan mengalami kondisi kritis.
Pasien dengan gejala ringan akan dilaporkan sembuh setelah 1 minggu. Pada kasus berat
akan mengalami Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS), sepsis dan syok septik,
gagal multi- organ, termasuk gagal ginjal atau gagal jantung akut sehingga berakibat
kematian. Orang dengan lanjut usia (lansia) dan orang dengan riwayat penyakit yang sudah
ada sebelumnya seperti tekanan darah tinggi, gangguan jantung dan paru, diabetes dan
kanker akan berisiko lebih besar dalam mengalami keparahan.
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem yang diterapkan untuk mencegah
terjadinya cedera akibat perawatan medis dan kesalahan pengobatan melalui suatu sistem
assesment resiko, identifikasi dan pengelolaan faktor risiko, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dan tindak lanjut dari insident serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko (Dep Kes RI, 2006). Keselamatan pasien merupakan suatu
sistem untuk mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil
(TKPRS RSUP Sanglah Denpasar, 2011).
Taylor, et al. (1993) mengungkapkan bahwa keperawatan merupakan profesi yang berfokus
kepada pelayanan dan bertujuan membantu pasien mencapai kesehatannya secara optimal.
Oleh karena itu pada saat memberikan asuhan keperawatan kepada pasien, perawat harus
mampu memastikan bahwa pelayanan keperawatan yang diberikan mengedepankan
keselamatan. Perawat harus memiliki kesadaran akan adanya potensi bahaya yang terdapat
di lingkungan pasien melalui pengidentifikasian bahaya yang mungkin terjadi selama
berinteraksi dengan pasien selama 24 jam penuh, karena keselamatan pasien dan
pencegahan terjadinya cedera merupakan salah satu tanggung jawab perawat selama
pemberian asuhan keperawatan berlangsung.
Dalam upaya pencapaian tujuan keselamatan pasien ini, setiap rumah sakit wajib
melaksanakan sistem keselamatan pasien melalui upaya- upaya sebagai berikut:
5. Peningkatan keselamatan pasien di kamar operasi cegah terjadinya wrong person, wrong
site, wrong prosedure (Draft SPM RS:100% tidak terjadi kesalahan orang, tempat, dan
prosedur di kamar operasi).
7. Pelaksanaan pelaporan insiden di rumah sakit dan ke komite keselamatan rumah sakit.
2.1.2.3 Sasaran Keselamatan Pasien
Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien (SKP) adalah untuk mendorong perbaikan yang
spesifik maka diperlukan sasaran-sasaran untuk menyoroti bagian yang bermasalah dari
pelaksanaan keselamatan pasien sehingga dapat ditemukan solusi menyeluruh untuk
mengatasinya. Perbaikan sistem yang dilakukan dengan menerapkan solusi dari
permasalahan yang ditemukan dihararapkan dapat meningkatkan mutu dari pelayanan
kesehatan, khususnya dalam hal yang menyangkut keselamatan pasien. Ada enam sasaran
yang telah ditetapkan oleh Depkes RI (2006) yang mengacu pada “Hospital Patient Safety
Standards” yang dikeluarkan oleh Join Commision on Accreditation of Health Organization
yaitu:
a. Maksud dan Tujuan Sasaran I: Kesalahan karena keliru dalam mengidentifikasi pasien
dapat terjadi di hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan
identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi,
mengalami disorientasi, tidak sadar, bertukar tempat tidur/kamar/ lokasi di rumah sakit,
adanya kelainan sensori, atau akibat situasi lain.
3) Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan
klinis.
a. Maksud dan Tujuan Sasaran II: Komunikasi efektif, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas,
dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan
peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau
tertulis. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa
diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan
seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU.
1) Perintah lengkap secara lisan dan yang melalui telepon atau hasil pemeriksaan dituliskan
secara lengkap oleh penerima perintah.
2) Perintah lengkap lisan dan telepon atau hasil pemeriksaan dibacakan kembali secara
lengkap oleh penerima perintah.
3) Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh pemberi perintah atau yang
menyampaikan hasil pemeriksaan
3. Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai (High-Alert) Standar (SKP III)
3) Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara
klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang kurang hati-hati di area
tersebut sesuai kebijakan.
3) Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit pelayanan pasien harus diberi label yang
jelas, dan disimpan pada area yang dibatasi ketat (restricted).
a. Maksud dan Tujuan Sasaran IV: Salah lokasi, salah-prosedur, pasien-salah pada operasi,
adalah sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan
ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau yang tidak adekuat antara anggota
tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan
tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi.
Di samping itu, asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak
adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antaranggota tim bedah,
permasalahan yang berhubungan dengan tulisan tangan yang tidak terbaca (illegible
handwritting) dan pemakaian singkatan adalah faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi.
Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk memverifikasi lokasi, prosedur, dan
pasien yang benar; memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan
yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan dipampang; dan melakukan verifikasi
ketersediaan peralatan khusus dan/atau implant yang dibutuhkan.
1) Rumah sakit menggunakan suatu tanda yang jelas dan dimengerti untuk identifikasi
lokasi operasi dan melibatkan pasien di dalam proses penandaan.
2) Rumah sakit menggunakan suatu checklist atau proses lain untuk memverifikasi saat
preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan
yang diperlukan tersedia, tepat, dan fungsional.
3) Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum insisi/time-out”
tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan pembedahan.
4) Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung proses yang seragam untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien, termasuk prosedur medis dan
dental yang dilaksanakan di luar kamar operasi.
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko infeksi yang
terkait pelayanan kesehatan.
1) Rumah sakit mengadopsi atau mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang
diterbitkan dan sudah diterima secara umum.
Rumah sakit mengembangkan suatu pendekatan untuk mengurangi risiko pasien dari cedera
karena jatuh.
a. Maksud dan Tujuan Sasaran VI: Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani,
pelayanan yang disediakan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien
jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi
bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan
keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut
harus diterapkan rumah sakit.
1) Rumah sakit menerapkan proses asesmen awal atas pasien terhadap risiko jatuh dan
melakukan asesmen ulang pasien bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau
pengobatan, dan lain-lain.
2) Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil
asesmen dianggap berisiko jatuh.
3) Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik keberhasilan pengurangan cedera akibat jatuh
dan dampak dari kejadian tidak diharapkan.
Berdasarkan laporan IOM tahun 1999 tentang masalah keselamatan pasien yang
menghebohkan dunia kesehatan mendorong banyak pihak berupaya melakukan hal untuk
memperbaiki kualitas pelayanan terutama yang berhubungan dengan keselamatan pasien.
Para peneliti dalam bidang keperawatan berusaha mengembangkan indikator mutu
pelayanan keperawatan yang potensial bersifat sensitif terhadap kepegawaian.
Needleman, et al. (2006) melakukan penelitian mengenai staffing dan adverse outcomes.
Pada penelitian tersebut dilakukan analisis regresi untuk mengetahui hubungan variabel-
variabelnya dan ditemukan adanya hubungan antara (1) lama tinggal/lengths-of-stay ,
infeksi saluran kemih, pneumonia yang diperoleh di rumah sakit, perdarahan saluran
pencernaan atas, renjatan, atau henti jantung pada pasien-pasien penyakit dalam, dan (2)
failure to rescue , yang didefinisikan sebagai kematian pasien yang disebabkan oleh salah
satu komplikasi yang mengancam kehidupan yaitu pneumonia, renjatan atau henti jantung,
perdarahan saluran pencernaan atas, sepsis atau thrombosis vena dalam pada pasien-pasien
bedah.
Penelitian yang dilakukan oleh Hickam, et al. (2003) terhadap 115 literatur mengenai
pengaruh kondisi beban kerja terhadap insiden keselamatan pasien menemukan bahwa
kejadian merugikan yang paling sering dialami oleh pasien adalah ulkus dekubitus, infeksi
yang diperoleh di rumah sakit dan pasien jatuh. Stanton dan Rutherford (2004)
mengemukan beberapa kejadian merugikan yang paling sering dialami oleh pasien sebagai
akibat dari kurangnya peran perawat (nurse sensitive patient outcomes) antara lain
pneumonia, perdarahan saluran pencernaan atas, shock/henti jantung, infeksi saluran
kemih, ulkus dekubitus dan failure to rescue.
2.1.3.5 Pedoman Penilaian
Penilaian suatu standar dilaksanakan melalui terpenuhinya Elemen Penilaian (EP) yang
menghasilkan nilai persentase bagi standar tersebut.
d. Tidak Dapat Diterapkan (TDD) tidak masuk dalam proses penilaian dan perhitungan
a. Sebuah standar dinilai “tercapai penuh” apabila jawabannya “ya” dari persyaratan yang
diminta di Elemen Penilaian.
b. Nilai 80% - 100% dari temuan atau atau yang dicatat dalam wawancara, observasi, dan
dokumen (misalnya, 8 – 10 dipenuhi).
b. Nilai 20% - 79% dari temuan atau yang dicatat dalam wawancara, observasi, dan
dokumen (misalnya, 2 sampai 7 dari 10) dipenuhi.
a. Sebuah standar dinilai “tidak tercapai” jika jawabannya adalah “tidak” dari persyaratan
yan diminta Elemen Penilaian.
b. Nilai < 19% dari temuan atau yang dicatat dalam wawancara, observasi, dan dokumen.
2.2 Penelitian Terkait/ Keaslian Penelitian
Tabel 2.1
Keterangan Penelitian sekarang Dwi Setiowati (2010) Emma Rachmawati (2011) Yayu Sudarwaty(2011)
Kerangka teori adalah gambaran atau batasan-batasan tentang teori yang akan dijadikan
sebagai landasan penelitian yang akan dilakukan adalah teori yang mengenai variabel-
variabel permasalahan yang akan diteliti (Mardalis, 2014)
Skema 2.1
Kerangka teori
Kerangka konsep adalah kerangka hubungan atau kaitan antara konsep satu dengan
konseplainnya yang akan di teliti melalui penelitian yang akan dilakukan (Riyanto, 2011).
Adapun kerangka konsep pada penelitian ini yaitu, sebagai berikut :
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain deskriptif. Desain penelitian deskriptif
merupakan penelitian untuk melihat gambaran fenomena yang terjadi di dalam suatu
populasi tertentu. Penelitian deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan atau
mendeskripsikan masalah-masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat atau di dalam
komunitas tertentu, Desain penelitian deskriptif disebut juga survei deskriptif
(Masturoh dan Anggita, 2018). Penelitian ini menggambarkan Penerapan Keselamatan
Pasien di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau Selama Masa Pandemi COVID-19.
3.2.1 Lokasi
Penelitian ini dilakukan di Ruang Rawat Inap Lily Kelas 3 di RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau, alasan peneliti ingin melakukan penelitian di ruangan Lily adalah
dikarenakan melihat data yang didapatkan peneliti dari koordinator ruang rawat inap
Medical bahwa ada 37 orang perawat yang bertugas diruang rawat inap Lily, tercatat ada
125 pasien pada Bulan Januari dan 169 pada bulan Februari, Menurut Penelitian dari
Hendianti, Somantri dan Yudianto (2012) bahwa jumlah Jumlah kunjungan pasien akan
berimbas pada banyaknya kegiatan produktif yang harus dikerjakan perawat, baik kegiatan
keperawatan langsung berdasarkan klasifikasi pasien maupun kegiatan keperawatan tidak
langsung, maka dari itu peneliti ingin melakukan penelitian disana.
3.2.2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dimulai dari pengumpulan data yang dilaksanakan pada bulan april
2021 sampai bulan juni 2021.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi merupakan keseluruhan dari suatu objek atau subjek yang memiliki karakteristik
dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk diteliti (Sugiyono, 2018). Populasi
dalam penelitian ini adalah perawat di Ruang rawat inap Lily di RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau, dengan jumlah populasi perawat 37 orang.
3.3.2. Sampel Penelitian
Sampel merupakan bagian dari populasi yang akan diteliti, bila populasi besar maka tidak
memungkinkan bagi peneliti untuk meneliti keseluruhan dari populasi sehingga pentingnya
pengambilan sampel dari populasi (Sugiyono, 2018). Sampel dalam penelitian ini adalah
semua perwat (total sampling) yang bertugas di ruang rawat inap Lily di RSUD Arifin
Achmad Provinsi Riau.
Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah semua perawat yang bertugas di ruang
rawat inap Lily di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau, dimana sampel dalam penelitian ini
berjumlah 37 orang.
3.5 Teknik Sampling
Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel. Teknik sampling dilakukan agar
sampel yang diambil dari populasinya representatif (mewakili), sehingga dapat diperoleh
informasi yang cukup untuk mengestimasi populasinya. Teknik pengambilan sampel dibagi
menjadi 2 jenis berdasarkan sama atau tidaknya kesempatan seluruh anggota populasi
untuk dipilih menjadi anggota sampel yaitu probability sampling dan non probability
sampling (Masturoh dan Anggita, 2018). non probability sampling adalah Teknik sampling
yang digunakan pada penelitian ini. Menurut Masturoh dan Anggita (2018) Teknik non
probability sampling adalah cara pengambilan sampel dengan semua objek atau elemen
dalam populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Hasil
penelitian tidak dijadikan untuk melakukan generalisasi. Untuk Jenis teknik sampling yang
digunakan dalam mengambil sampel pada penelitian ini adalah sampling jenuh atau total
sampling. Sampling Jenuh atau disebut juga dengan sampel sensus (Total Sampling)
adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan menjadi sampel
(Sugiyono, 2018).
3.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.6.1 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel penelitian adalah gambaran penerapan
keselamatan pasien selama masa pandemi COVID-19. Variabel penelitian adalah sesuatu
yang digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang dimiliki atau didapatkan oleh suatu
penelitian tentang suatu konsep pengertian tertentu (Notoatmodjo, 2012).
No Variabel Definisi operasional Alat ukur Cara ukur Skala Hasil ukur
ukur
1. Keselamatan pasien Keselamatan pasien dapat di Kuisioner Pengisian Ordinal -Tercapai Penuh (TP)
definisikan sebagai upaya kuesioner
diberikan skor 10
menurunkan cedera yang tidak
perlu yang berhubungan dengan -Tercapai Sebagian
pelayanan kesehatan
(TS) diberikan skor 5
-Tidak Tercapai (TT)
diberikan skor 0
3.7 Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data dalam penelitian ini menggunakan jenis data primer dan sekunder. Data primer
merupakan data yang diperoleh langsung dari responden yang berkaitan dengan penilaian
responden mengenai penerapan keselamatan pasien. Data sekunder merupakan hasil
pencatatan dan pelaporan dari pihak menejemen rumah sakit.
Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menyebarkan kuesioner. Pada
kuesioner yang akan dibagikan terdapat 2 bagian, dimana pada bagian pertama kuesioner
berisikan tentang biodata responden yang terdiri dari nama atau inisal, tempat beserta
tanggal lahir, umur, alamat, dan pekerjaan. Bagian kedua terdapat pertanyaan untuk melihat
gambaran penerapan keselamatan pasien pada masa pandemi.
a. Uji validitas
Uji validitas merupakan suatu ukuran yang akan menunjukkan tingkat kevalidan
atau kesahihan pada suatu instrumen. Dikatakan suatu instrument tersebut valid
apabila instrument dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Uji valid yang
akan digunakan pada penelitian ini menggunakan rumus korelasi Pearson Product
Moment dengan taraf signifikan 0,05% pernyataan dikatakan valid apabila nilai r
hasil ≥ tabel (r = 0.444).
b. Uji reabilitas
Uji reabilitas merupakan indeks yang menunjukan sejauh mana alat ukur tersebut
dapat digunakan. Dan merupakan suatu derajat pengukuran bebas yang terhindar
dari random error sehingga dapat menghasilkan suatu pengukuran yang konsisten
bila dilakukan pengukuran ulang terhadap suatu gejala yang sama dan dengan
menggunakan alat ukur yang sama. Variasi subjek dan variasi instrument dengan
koefisien cronbach’salpha 0,98 termasuk kedalam kriteria reabilitas yang sangat
kuat.
Melakukan analisa data sebaiknya data diolah terlebih dahulu agar mengubah data menjadi
sebuah informasi. Informasi yang didapat digunakan untuk proses pengambilan keputusan.
Menurut Hidayat (2014), langkah-langkah pengolahan data ialah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan data (Editting)
Data yang telah didapatkan dalam hasil wawancara maupun kuesioner yang dibagikan akan
dikumpulkan dan perlu diedit terlebih dahulu. Jika ternyata masih terdapat data ataupun
informasi yang kurang lengkap, dan tidak mungkin untuk dilakukan wawancara kembali,
maka kuesioner tersebut akan di keluarkan (drop out).
2. Coding
Coding merupakan kegiatan untuk mempermudah pengolahan data dengan cara pemberian
kode terhadap data yang terdiri dari beberapa kategorik.
3. Scoring
Scoring merupakan kegiatan yang dilakukan dengan cara pemberian nilai untuk tiap
kuesioner yang telah dikerjakan oleh responden.
Analisa Bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang memiliki hubungan atau korelasi
(Notoatmodjo, 2018).
Pada saat melakukan penelitian beberapa resiko yang mungkin timbul pada responden dan
peneliti selama penelitian yaitu kehilangan waktu dari responden, kehilangan privasi dan
fisik yang lemah serta biaya transportasi. Beberapa prinsip yang harus digunakan pada saat
penelitian diantaranya :
1. informed Consent
lembar persetujuan untuk menjadi responden. Pemberian informed Consent
bertujuan untuk agar respnden mengetahui maksud dan tujuan dari penelitian dan
mengetahui dampak dari penelitian yang akan dilakukan. Jika subjek bersedia untuk
menjadi responden maka harus menandatangani lembar persetujuan yang telah
tersedia, jika subjek tidak bersedia maka penulis harus menghargai keputusan dari
subjek tersebut.
2. Anonimity
Pada saat melakukan penelitian menjaga kerahasiaan dari identitas dan informasi
yang diberikan oleh responden merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui.
Peneliti tidak mencatumkan nama dari responden pada lembar pengumpulan data,
tetapi dengan memberi kode berupa angka pada setiap masing-masing lembar
tersebut.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Menjaga kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dan menjamin kerahasiaan
oleh peneliti, dan bukan melaporkan data yang didapat secara keseluruhan sebagai
hasil riset, dan hanya kelompok tertentu yang akan disajikan.
4. Prinsip manfaat
Pada prinsip ini segala penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan
manfaat untuk kepentingan manusia, dengan tidak menimbulkan kekerasan pada
manusia, dan tidak menjadikan manusia untuk dieksploitasi.
5. Prinsip menghormati manusia
Manusia memiliki hak untuk selalu dimuliakan yang harus dihormati, karena
manusia memiliki hak untuk menerima atau menolak untuk diikutsertakan menjadi
subjek penelitian.
6. Prinsip keadilan
prinsip yang dilakukan untuk menunjang tinggi keadilan manusia dengan cara
menghargai hak untuk memberikan pengobatan secara adil dan tidak berpihak
dalam setiap perlakuan terhadap manusia.
Cahyono, J.B. (2008). Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktik kedokteran.
Yogyakarta: Kanisius.
Universitas Indonesia-Press
Data Responden
1. Nama :
2. Alamat :
3. Umur :
4. Pendidikan :
5. Jenis Kelamin :
Petunjuk Pengisian
4.
5.
6.
7.
8.
9.