PRAKTIKUM SURVEILANS
KEPATUHAN DOSEN DAN TENAGA KEPENDIDIKAN TERHADAP PENERAPAN
PROTOKOL KESEHATAN COVID-19 DI UNIVERSITAS MANDALA WALUYA
DOSEN PEMBIMBING
Moh. Guntur Nangi, SKM,M.Kes
KELOMPOK II
SARTI (K201801023)
SUTARJO (K201802002)
AMELIA PUTRI NUR.H (K201801067)
NAZLI AMALIA (K201801039)
SITI MURNI (K201801065)
PUTRI ANGGRAENI (K201801018)
ICHE APRIYANI (K201801020)
MONA MARSITA (K201801050)
ZULQIFAR SUYADI (K201801005)
Puji dan Syukur kami Panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Berkat dan
Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan sebaik baiknya, tak
lupa kami mengucapkan terimakasih pada bapak selaku dosen mata kuliah Praktikum Surveilans
yang telah memberikan tugas ini kepada kami serta teman-teman yang telah banyak membantu
dalam terselesaikannya laporan yang berjudul “KEPATUHAN DOSEN DAN TENAGA
KEPENDIDIKAN TERHADAP PENERAPAN PROTOKOL KESEHATAN COVID-19 DI
UNIVERSITAS MANDALA WALUYA”. ini dengan baik.
Kami juga menyadari bahwa tugas makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dalam
pembuatan suatu makalah. Untuk itu kami mengharapkan adanya saran dan kritik agar kami
dapat menyempurnakan tugas makalah ini di masa yang akan datang.
Dengan demikian, kami sampaikan terima kasih yang sebesar-besarNya. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi semuanya dan dapat dijadikan pengetahuan.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Pada awal tahun 2020, dunia dihadapkan dengan suatu wabah penyakit infeksi yang
disebut virus Covid-19 atau disebut juga dengan virus Corona. Sejak akhir tahun 2019 hingga
saat ini, angka kejadiannya terus mengalami kenaikan yang sangat pesat serta penyebaran infeksi
virus Covid- 19 ini sangat cepat ke seluruh bagian dunia termasuk negara Indonesia. Bahkan
WHO telah menyatakan wabah Covid-19 sebagai keadaan darurat kesehatan global sejak bulan
Januari 2020 (Sebayang, 2020).
Istilah Covid-19 (Corona virus deseases 2019)merupakan nama yang diberikan oleh
WHO terhadap virus yang sedang mewabah saat ini. Negara Cina merupakan tempat pertama
terjadinya infeksi virus Covid-19 dan menyebar sangat luas dan cepat sehingga mengakibatkan
pandemi global yang berlangsung hingga saat ini. Sumber virus ini diketahui awalnya berasal
dari kelelawar yang akhirnya tertular ke manusia dan antar manusia (Burhan et al., 2020; WHO,
2020). Hingga saat ini kejadian terjangkit nya virus Covid-19masih terus bertambah. Data global
catatan WHO hingga bulan Oktober 2020, kasus Covid-19 di dunia mencapai angka 36,7 juta.
Sedangkan di negara Indonesia sendiri yang terkonfirmasi terjangkit virus Covid-19mencapai
321.000kasus, untuk angka kematian tercatat sebanyak 11.580 orang (Tim Komunikasi Publik
Gugus Tugas Nasional, 2020).
Saat ini sudah banyak jenis himbauan patuh terhadap protokol kesehatan seperti rajin
mencuci tangan pakai sabun, menggunakan masker saat keluar rumah serta menerapkan physical
distancing yang disampaikan melalui iklan, acara di televisi, poster-poster, baliho dan sosial
media yang saat ini sangat mudah di akses oleh remaja, namun kenyataan nya, banyak remaja
yang belum menerapkan kebiasaan patuh protokol kesehatan dalam kehidupan sehari - hari,
masih banyak remaja yang di dalam keadaan pandemi virus Covid-19 seperti saat sekarang ini
yang kegiatan sekolah dan pembelajaran dilakukan secara daring (dalam jaringan) atau dari
rumah masing - masing malah memanfaatkan hal tersebut untuk berekreasi, berlibur, berbelanja
ke mall, nonton ke bioskop dan jalan - jalan ke luar kota tanpa menerapkan protokol kesehatan
(Malik & Muhammad, 2020)
Patuh terhadap protokol kesehatan merupakan salah satu bentuk upaya menghadapi
bencana wabah virus Covid-19 yangdilakukan dengan langkahlangkah yang efektif (Mardiatno,
2018).pengetahuan tentang ancaman yang dihadapi dan berada di sekitar lingkungan nya,
mengetahui cara melindungi diri dan melakukan upaya perlindungan diri dan orang lain serta
faktor dukungan dari orang terdekat merupakan hal yang sangat di perlukan dalampenerapan
patuh protokol kesehatan (BNPB, 2018).
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penulisan laporan ini
adalah bagaimanakah kepatuhan Dosen dan Tenaga Kependidkan terhadap penerapan protokol
kesehatan COVID-19 di Universitas Mandala Waluya?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui kepatuhan Dosen dan Tenaga
Kependidkan terhadap penerapan protokol kesehatan COVID-19 di Universitas Mandala
Waluya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Tujuan Surveilans
Surveilans bertujuan memberikan informasi tepat waktu tentang masalah kesehatan populasi,
sehingga penyakit dan faktor risiko dapat dideteksi dini dan dapat dilakukan respons pelayanan
kesehatan dengan lebih efektif. Tujuan khusus surveilans:
Dikenal beberapa jenis surveilans: (1) Surveilans individu; (2) Surveilans penyakit; (3)
Surveilans sindromik; (4) Surveilans Berbasis Laboratorium; (5) Surveilans terpadu; (6)
Surveilans kesehatan masyarakat global.
1. Surveilans Individu
Isolasi institusional pernah digunakan kembali ketika timbul AIDS 1980an dan SARS.
Dikenal dua jenis karantina: (1) Karantina total; (2) Karantina parsial. Karantina total membatasi
kebebasan gerak semua orang yang terpapar penyakit menular selama masa inkubasi, untuk
mencegah kontak dengan orang yang tak terpapar. Karantina parsial membatasi kebebasan
gerak kontak secara selektif, berdasarkan perbedaan tingkat kerawanan dan tingkat bahaya
transmisi penyakit. Contoh, anak sekolah diliburkan untuk mencegah penularan penyakit
campak, sedang orang dewasa diperkenankan terus bekerja. Satuan tentara yang ditugaskan pada
pos tertentu dicutikan, sedang di pospos lainnya tetap bekerja.
Dewasa ini karantina diterapkan secara terbatas, sehubungan dengan masalah legal,
politis, etika, moral, dan filosofi tentang legitimasi, akseptabilitas, dan efektivitas langkah-
langkah pembatasan tersebut untuk mencapai tujuan kesehatan masyarakat (Bensimon dan
Upshur, 2007).
2. Surveilans Penyakit
3. Surveilans Sindromik
Surveilans sindromik dapat dikembangkan pada level lokal, regional, maupun nasional.
Sebagai contoh, Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menerapkan kegiatan
surveilans sindromik berskala nasional terhadap penyakit-penyakit yang mirip influenza (flu-like
illnesses) berdasarkan laporan berkala praktik dokter di AS. Dalam surveilans tersebut, para
dokter yang berpartisipasi melakukan skrining pasien berdasarkan definisi kasus sederhana
(demam dan batuk atau sakit tenggorok) dan membuat laporan mingguan tentang jumlah kasus,
jumlah kunjungan menurut kelompok umur dan jenis kelamin, dan jumlah total kasus yang
teramati. Surveilans tersebut berguna untuk memonitor aneka penyakit yang menyerupai
influenza, termasuk flu burung, dan antraks, sehingga dapat memberikan peringatan dini dan
dapat digunakan sebagai instrumen untuk memonitor krisis yang tengah berlangsung (Mandl et
al., 2004; Sloan et al., 2006).
Suatu sistem yang mengandalkan laporan semua kasus penyakit tertentu dari fasilitas
kesehatan, laboratorium, atau anggota komunitas, pada lokasi tertentu, disebut surveilans
sentinel. Pelaporan sampel melalui sistem surveilans sentinel merupakan cara yang baik untuk
memonitor masalah kesehatan dengan menggunakan sumber daya yang terbatas (DCP2, 2008;
Erme dan Quade, 2010).
5. Surveilans Terpadu
Perdagangan dan perjalanan internasional di abad modern, migrasi manusia dan binatang
serta organisme, memudahkan transmisi penyakit infeksi lintas negara. Konsekunsinya, masalah-
masalah yang dihadapi negara-negara berkembang dan negara maju di dunia makin serupa dan
bergayut. Timbulnya epidemi global (pandemi) khususnya menuntut dikembangkannya jejaring
yang terpadu di seluruh dunia, yang manyatukan para praktisi kesehatan, peneliti, pemerintah,
dan organisasi internasional untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan surveilans yang
melintasi batas-batas negara. Ancaman aneka penyakit menular merebak pada skala global, baik
penyakit-penyakit lama yang muncul kembali (re-emerging diseases), maupun penyakit-penyakit
yang baru muncul (newemerging diseases), seperti HIV/AIDS, flu burung, dan SARS. Agenda
surveilans global yang komprehensif melibatkan aktor-aktor baru, termasuk pemangku
kepentingan pertahanan keamanan dan ekonomi (Calain, 2006; DCP2, 2008).
f. Pendekatan Surveilans
Pendekatan surveilans dapat dibagi menjadi dua jenis: (1) Surveilans pasif; (2) Surveilans
aktif (Gordis, 2000).Surveilans pasif memantau penyakit secara pasif, dengan menggunakan data
penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) yang tersedia di fasilitas pelayanan
kesehatan.
Kelebihan surveilans pasif, relatif murah dan mudah untuk dilakukan. Negara-negara
anggota WHO diwajibkan melaporkan sejumlah penyakit infeksi yang harus dilaporkan,
sehingga dengan surveilans pasif dapat dilakukan analisis perbandingan penyakit internasional.
Kekurangan surveilans pasif adalah kurang sensitif dalam mendeteksi kecenderungan penyakit.
Data yang dihasilkan cenderung under-reported, karena tidak semua kasus datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan formal. Selain itu, tingkat pelaporan dan kelengkapan laporan biasanya
rendah, karena waktu petugas terbagi dengan tanggungjawab utama memberikan pelayanan
kesehatan di fasilitas kesehatan masing-masing. Untuk mengatasi problem tersebut, instrumen
pelaporan perlu dibuat sederhana dan ringkas.
Kelebihan surveilans aktif, lebih akurat daripada surveilans pasif, sebab dilakukan oleh
petugas yang memang dipekerjakan untuk menjalankan tanggungjawab itu. Selain itu,
surveilans aktif dapat mengidentifikasi outbreak lokal. Kelemahan surveilans aktif, lebih mahal
dan lebih sulit untuk dilakukan daripada surveilans pasif. Sistem surveilans dapat diperluas pada
level komunitas, disebut community surveilance. Dalam community surveilance, informasi
dikumpulkan langsung dari komunitas oleh kader kesehatan, sehingga memerlukan pelatihan
diagnosis kasus bagi kader kesehatan. Definisi kasus yang sensitif dapat membantu para kader
kesehatan mengenali dan merujuk kasus mungkin (probable cases) ke fasilitas kesehatan tingkat
pertama. Petugas kesehatan di tingkat lebih tinggi dilatih menggunakan definsi kasus lebih
spesifik, yang memerlukan konfirmasi laboratorium. Community surveilans mengurangi
kemungkinan negatif palsu (JHU, 2006)
g. Manajemen Surveilans
Surveilans mencakup dua fungsi manajemen: (1) fungsi inti; dan (2) fungsi pendukung.
Fungsi inti (core activities) mencakup kegiatan surveilans dan langkah-langkah intervensi
kesehatan masyarakat. Kegiatan surveilans mencakup deteksi, pencatatan, pelaporan data,
analisis data, konfirmasi epidemiologis maupun laboratoris, umpan-balik (feedback). Langkah
intervensi kesehatan masyarakat mencakup respons segera (epidemic type response) dan respons
terencana (management type response). Fungsi pendukung (support activities) mencakup
pelatihan, supervisi, penyediaan sumber daya manusia dan laboratorium, manajemen sumber
daya, dan komunikasi (WHO, 2001; McNabb et al., 2002).
Hakikatnya tujuan surveilans adalah memandu intervensi kesehatan. Karena itu sifat dari
masalah kesehatan masyarakat menentukan desain dan implementasi sistem surveilans. Sebagai
contoh, jika tujuannya mencegah penyebaran penyakit infeksi akut, misalnya SAR S, maka
manajer program kesehatan perlu melakukan intervensi kesehatan dengan segera. Karena itu
dibutuhkan suatu sistem surveilans yang dapat memberikan informasi peringatan dini dari klinik
dan laboratorium.
Sebaliknya penyakit kronis dan perilaku terkait kesehatan, seperti kebiasaan merokok,
berubah dengan lebih lambat. Para manajer program kesehatan hanya perlu memonitor
perubahanperubahan sekali setahun atau lebih jarang dari itu. Sebagai contoh, sistem surveilans
yang menilai dampak program pengendalian tuberkulosis mungkin hanya perlu memberikan
informasi sekali setahun atau lima tahun, tergantung prevalensi. Informasi yang diperlukan bisa
diperoleh dari survei rumah tangga.
h. Surveilans Efektif
1. Kecepatan.
Informasi yang diperoleh dengan cepat (rapid) dan tepat waktu (timely) memungkinkan
tindakan segera untuk mengatasi masalah yang diidentifikasi. Investigasi lanjut hanya dilakukan
jika diperlukan informasi tertentu dengan lebih mendalam. Kecepatan surveilans dapat
ditingkatkan melalui sejumlah cara:
a. Melakukan analisis sedekat mungkin dengan pelapor data primer, untuk mengurangi
“lag” (beda waktu) yang terlalu panjang antara laporan dan tanggapan;
b. Melembagakan pelaporan wajib untuk sejumlah penyakit tertentu (notifiable
diseases);
c. Mengikutsertakan sektor swasta melalui peraturan perundangan;
d. Melakukan fasilitasi agar keputusan diambil dengan cepat menggunakan hasil
surveilans;
e. Mengimplementasikan sistem umpan balik tunggal, teratur, dua-arah dan segera.
2. Akurasi
Surveilans yang efektif memiliki sensitivitas tinggi, yakni sekecil mungkin terjadi hasil
negatif palsu. Aspek akurasi lainnya adalah spesifisitas, yakni sejauh mana terjadi hasil positif
palsu. Pada umumnya laporan kasus dari masyarakat awam menghasilkan “false alarm”
(peringatan palsu). Karena itu sistem surveilans perlu mengecek kebenaran laporan awam ke
lapangan, untuk mengkonfirmasi apakah memang tengah terjadi peningkatan kasus/ outbreak.
Akurasi surveilans dipengaruhi beberapa faktor:
a. Kemampuan petugas;
b. Infrastruktur laboratorium.
Surveilans membutuhkan pelatihan petugas. Contoh, para ahli madya epidemiologi perlu
dilatih tentang dasar laboratorium, sedang teknisi laboratorium dilatih tentang prinsip
epidemiologi, sehingga kedua pihak memahami kebutuhan surveilans. Surveilans memerlukan
peralatan laboratorium standar di setiap tingkat operasi untuk meningkatkan kemampuan
konfirmasi kasus.
Definisi kasus, alat ukur, maupun prosedur yang standar penting dalam sistem surveilans
agar diperoleh informasi yang konsisten.
Sistem surveilans yang efektif mengukur secara kontinu sepanjang waktu, bukannya
intermiten atau sporadis, tentang insidensi kasus penyakit untuk mendeteksi kecenderungan.
Pelaporan rutin data penyakit yang harus dilaporkan (reportable diseases) dilakukan seminggu
sekali.
Sistem surveilans yang efektif perlu sederhana dan praktis, baik dalam organisasi,
struktur, maupun operasi. Data yang dikumpulkan harus relevan dan terfokus. Format pelaporan
fleksibel, bagian yang sudah tidak berguna dibuang. Sistem surveilans yang buruk biasanya
terjebak untuk menambah sasaran baru tanpa membuang sasaran lama yang sudah tidak berguna,
dengan akibat membebani pengumpul data. Sistem surveilans harus dapat diterima oleh petugas
surveilans, sumber data, otoritas terkait surveilans, maupun pemangku surveilans lainnya. Untuk
memelihara komitmen perlu pembaruan kesepakatan para pemangku secara berkala pada setiap
level operasi.
6. Penggunaan (Uptake)
Manfaat sistem surveilans ditentukan oleh sejauh mana informasi surveilans digunakan
oleh pembuat kebijakan, pengambil keputusan, maupun pemangku surveilans pada berbagai
level. Rendahnya penggunaan data surveilans merupakan masalah di banyak negara berkembang
dan beberapa negara maju. Salah satu cara mengatasi problem ini adalah membangun network
dan komunikasi yang baik antara peneliti, pembuat kebijakan, dan pengambil keputusan.
Penyakit ini dilaporkan memiliki tingkat mortalitas 2-3%. Beberapa faktor risiko dapat
memperberat keluaran pasien, seperti usia >50 tahun, pasien imunokompromais, hipertensi,
penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus, penyakit paru, dan penyakit jantung.[1-3]
COVID-19 dapat dicurigai pada pasien yang memiliki gejala saluran pernapasan, seperti
demam >38⁰C, batuk, pilek, sakit tenggorokan yang disertai dengan riwayat bepergianke daerah
dengan transmisi lokal atau riwayat kontak dengan kasus suspek atau kasus konfirmasi COVID-
19. Hasil pemeriksaan laboratorium pada pasien COVID-19 tidak spesifik, tetapi limfopenia,
peningkatan laktat dehidrogenase, dan peningkatan aminotransferase, umumnya sering
ditemukan.
Sampai saat ini, belum terdapat terapi antiviral spesifik dan vaksin dalam penanganan
COVID-19. Akan tetapi, beberapa terapi, seperti remdesivir, dexamethasone, lopinavir-ritonavir,
dan tocilizumab ditemukan memiliki efikasi dalam penanganan COVID-19 dan sudah masuk
dalam uji coba klinis obat. Pada awal pandemi, beberapa medikamentosa lain, seperti
chloroquine, hydroxychloroquine, dan oseltamivir telah diteliti tetapi tidak menunjukkan
efektivitas terhadap COVID-19. Pasien COVID-19 dengan infeksi ringan umumnya hanya
disarankan isolasi di rumah dan menggunakan obat yang dijual bebas untuk meredakan gejala.
Pada pasien dengan infeksi berat, disarankan untuk dirawat inap dan terkadang diperlukan
tindakan intubasi dan ventilasi mekanik apabila terjadi gagal napas atau acute respiratory
distress syndrome.
b. Epidemiologi COVID-19
Secara epidemiologi, prevalensi coronavirus disease 2019 (COVID-19) meningkat secara
cepat di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) menetapkan penyakit COVID-19
sebagai pandemi global.
1. Global
Kasus COVID-19 pertama kali ditemukan pada Desember 2019 di Wuhan, Cina. Setelah
itu, dalam beberapa minggu, virus ini menyebar ke seluruh bagian negara Cina dan dalam kurun
waktu 1 bulan menyebar ke negara lainnya, termasuk Italia, Amerika Serikat, dan Jerman.
Sampai tanggal 2 September 2020, COVID-19 sudah ditemukan di 216 negara, dengan
total kasus konfirmasi sebesar 25.602.665 kasus. Amerika Serikat merupakan negara dengan
kasus COVID-19 terbanyak dengan total kasus 5.968.380, diikuti dengan Brazil 3.908.272 kasus,
dan India 3.769.523 kasus.
2. Indonesia
Kasus COVID-19 pertama di Indonesia dikonfirmasi pada tanggal 2 Maret 2020
berjumlah 2 orang. Sampai 3 September 2020, kasus COVID-19 di Indonesia sudah mencapai
184.268 kasus konfirmasi yang menempati peringkat ke 23 total kumulatif kasus COVID-19 di
dunia.
3. Mortalitas
Sampai tanggal 3 September 2020, jumlah mortalitas akibat COVID-19 adalah sebesar
852.758 kasus. Di Indonesia, jumlah kematian akibat COVID-19 adalah sebesar 7.750 kasus.
Case fatality rate (CFR) akibat COVID-19 di Indonesia adalah sebesar 4,2%. Angka ini masih
tergolong tinggi jika dibandingkan dengan CFR secara global, yaitu 3,85%.
Menjaga jarak antarindividu minimal 1,5 meter dan menjauhi orang yang batuk atau
bersin
Orang dengan gejala infeksi pernapasan akut dianjurkan untuk memakai masker bedah,
menjaga jarak, menutup batuk atau bersin dengan tisu atau baju, dan mencuci tangan.
Pasien imunokompromais atau sakit disarankan untuk tetap di rumah dan jangan
mendatangi keramaian
Pemakaian masker bedah disarankan pada orang dengan gejala batuk pilek dan tenaga
kesehatan melakukan kontak dengan pasien
Keluar rumah apabila terdapat keperluan penting. Apabila perlu keluar rumah, disarankan
menggunakan masker, tidak memakai aksesoris, rajin mencuci tangan dengan sabun dan
air atau hand sanitizer setelah menyentuh benda atau permukaan apapun, dan hindari
penggunaan transportasi umum.
Lakukan disinfeksi pada barang atau permukaan yang sering disentuh
METODE
Jenis survey yang kami gunakan adalah kuantitatif yang di dukung dengan kualiatatif,
instrument kuantitatif menggunakan pertanyaan pilihan ganda, sedangkan pengummpulan data
kualitatif menggunakan pertanyaan survey yang bersifat terbuka. Pengumpulan data kuantitatif
dan kualitatif dilakukan secara bersamaan waktu, dengan urutan pertanyaan kuantitatif di
lakukan terlebih dahulu.
Populasi yang di gunakan dalam survey adalah Dosen dan tenaga kependidikan
Universitas Mandala Waluya. Besaran sampel yang di dapatkan sebanyak 50 responden yang
berasal dari semua dosen dan tenaga kependidikan yang sedang berada di lingkungan kampus.
Cara pengambilan sampel yang kami lakukan yaitu melalui kuesioner tertulis yang di
sebarluaskan secara lansung terhadap sasaran yaitu dosen dan tenaga kependidikan di lingkungan
kampus Universitas Mandala waluya.
Dalam analisis data, kami menggunakan analisis univariat yaitu Mean atau rata-rata tiap varibel,
dengan penyajian data memakai tabel, grafik dan narasi.
BAB IV
4.1 Hasil
a. Karakteristik Responden
1. Jenis Kelamin
Jenis kelamin responden terdiri atas laki-laki dan perempuan, frekuensinya seperti yang
terlihatpadaTabel 1.
Berdasarkan hasil survei didapatkan bahwa responden yang berjenis kelamin perempuan
lebih banyak yaitu 28 responden (56,0%), dibanding yang berjenis kelamin laki-laki yaitu 22
responden (44,0%).
Axis Title 15
10
5
0
Laki-laki Perempuan
2. Umur
Umur responden dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu sama dengan atau dibawah 20
tahun dan diatas 20 tahun, seperti yang terlihat pada Tabel 2.
3. Status
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Dosen dan Tenaga Kependidikan di
Universitas Mandala Waluya
Berdasarkan tabel diatas, distribusi frekuensi berdasarkan status Dosen dan Tenaga
Kependidikan di Universitas Mandala Waluy, dari 50 responden di ketahui paling banyak
berstatus Dosen sebanyak 38 orang (76,0%) di bandingkan dengan Tenaga kependidikan yaitu
12 orang (24,0%).
Grafik Status
24%
Dosen
Tenaga
Kependidikan
76%
a. Hal-hal yang di lakukan dalam seminggu terakhir (terutama ketika sedang berada di
dalam kampus)
Tabel 4. Hal-hal yang di lakukan dalam seminggu terakhir (terutama ketika sedang berada
di dalam kampus)
memakai masker
60
50
40
Axis Title 30
20
10
0
Ya Tidak
Berdasarkan tabel hasil survei dapat di lihat bahwa Dosen dan Tenaga kependidikan yang
menggunakan masker dalam seminggu terakhir (terutama ketika berada di dalam kampus)
sebanyak 50 orang (100%) dan tidak memakai masker berjumlah 0 responden (0%).
Grafik 2. Distribusi Dosen dan Tenaga kependidikan Yang Menggunakan Hand Sanitizer
Di Universitas Mandala Waluya
menggunakan hand sanitizer
50
40
30
Axis Title 20
10
0
Ya Tidak
Berdasarkan tabel hasil survey dapat dilihat bahwa Dosen dan Tenaga kependidikan yang
menggunakan hand sanitizer dalam seminggu terakhir (terutama ketika berada di dalam kampus)
berjumlah 47 orang (94,0%) dan yang tidak menggunakan hand sanitizer selama seminggu
terakhir berjumlah 3 orang (6,0%).
Grafik 3. Distribusi Dosen dan Tenaga kependidikan Yang Mencuci Tangan di Universitas
Mandala Waluya
mencuci tangan
50
40
30
Axis Title
20
10
0
Ya Tidak
Berdasarkan tabel hasil survei dapat di lihat bahwa Dosen dan Tenaga kependidikan yang
mencuci tangan dalam seminggu terakhir terakhir (terutama ketika berada di dalam kampus)
berjumlah 47 responden (94,0%) dan yang tidak mencuci tangan selama seminggu terakhir
berjumlah 3 responden (6.0%).
Grafik 4 Distribusi Dosen dan Tenaga kependidikan Yang Menghindari Berjabat Tangan
di Universitas Mandala Waluya
Menghindari berjabat tangan
50
40
30
Axis Title 20
10
0
Ya Tidak
Berdasarkan hasil tabel survei dapat di lihat bahwa Dosen dan Tenaga kependidikan yang
sring menghindari berjabat tangan dalam seminggu terakhir (terutama ketika berada di dalam
kampus) berjumlah 46 respnden (92,0%) dan yang tidak menghindari berjabat tangan selama
seminggu terakhir berjumlah 4 responden (8,0%).
Grafik 5. Distribusi Dosen dan Tenaga kependidikan Yang Menjaga Jarak Di Universitas
Mandala Waluya
Menjaga jarak
50
45
40
35
30
Axis Title 25
20
15
10
5
0
Ya Tidak
Berdasarkan hasil tabel survei dapat dilihat Dosen dan Tenaga kependidikan bahwa yang
menjaga jarak dalam seminggu terakhir (terutama ketika berada di dalam kampus) berjumlah 47
responden (94,0%) dan yang tidak menjaga jarak dalam seminggu terakhir berjumlah 3
responden (6,0%).
Grafik 1. Distribusi Dosen dan Tenaga kependidikan Yang Memakai Masker saat keluar
rumah di Universitas Mandala Waluya
Berdasarkan tabel hasil survei dapat di lihat bahwa Dosen dan Tenaga kependidikan yang
sering menerapkan memakai masker dalam seminggu terakhir berjumlah 49 responden (98,0%)
dari total 50 responden yang berhasil kami data sedangkan kadang menggunakan masker dalam
seminggu terakhir berjumlah 1 responden (2,0%), dan yang tidak pernah berjumlah 0 responden
(0%).
Grafik 2 Distribusi Dosen dan Tenaga kependidikan Yang Menggunakan Hand Sanitizer/
Disifektan Setelah Bersentuhan Dengan Orang/Barang Di Tempat Umum
Berdasarkan tabel hasil survey dapat dilihat bahwa Dosen dan Tenaga kependidikan yang
sering menerapkan mengunakan hand sanitizer dalam seminggu terakhir berjumlah 36
responden (72,0%) dari total 50 responden yang berhasil kami data sedangkan yang kadang
menggunakan hand sanitizer dalam seminggu terakhir berjumlah 13 responden (26,0%) dan yang
tidak pernah menggunakan hand sanitizer dalam seminggu terakhir berjumlah 1 responden
(2,0%).
Grafik 3. Distribusi Dosen dan Tenaga kependidikan Mencuci Tangan Saat Berada Di
Tempat Umum Dan Saat Sehabis Keluar Rumah
mencuci tangan
40
35
30
25
Axis Title 20
15
10
5
0
Sering Kadang Tidak pernah
Berdasarkan tabel hasil survei dapat di lihat bahwa Dosen dan Tenaga kependidikan yang
sering menerapkan mencuci tangan dalam seminggu terakhir berjumlah 35 responden (70,0%)
dari 50 responden yang berhasil kami data sedangkan yang kadang mencuci tangan dalam
seminggu terakhir berjumlah 15 responden (30,0%), dan yang tidak pernah menerapkan mencuci
tangan berjumlah 0 responden (0%)
Berdasarkan hasil tabel survey diatas, dapat di lihat bahwa Dosen dan Tenaga
kependidikan yang sering menerapkan menghindari berjabat tangan dalam seminggu terakhir
berjumlah 37 respnden (74,0%) dari 50 responden yang berhasil kami data sedangkan yang
kadang menghindari berjabat tangan berjumlah 12 responden (24,0%) dan yang tidak pernah
menghindari berjabat tangan dalam seminggu terakhir berjumlah 1 responden (2%)
Grafik 5. Distribusi Dosen Dan Tenaga Kependidikan Yang Menjaga Jarak Saat Berada
Di Tempat Ramai
Menjaga jarak(1 meter)
35
30
25
20
Axis Title
15
10
5
0
Sering Kadang Tidak pernah
Berdasarkan hasil tabel survei diatas, dapat dilihat bahwa Dosen dan Tenaga
kependidikan yang sering menerapkan menjaga jarak (1 meter) ) saat berada di tempat ramai
berjumlah 33 responden (66,0%) dan %), dan yang kadang menerapka jaga jarak berjumlah 17
responden (34,0%),serta yang tidak perna menerapkan berjumlah 0 responden (0%).
an
n
ain
i
ks
ul
lai
ah
di
an
gl
is
ll m
an
eja
as
jad
an
as
ak
rd
ad
or
en
Al
ad
ke
uti
sm
ak
as
ak
Tid
gik
ita
am
Tid
en
tiv
M
rg
Ak
Ha
4.1 PEMBAHASAN
1. Kepatuhan dan Perilaku penerapan Protokol Kesehatan (masker, cuci tangan, hand
sanitizer,menghindari berjabat tanga dan jaga jarak)
Kajian mendalami perilaku utama yang diharapkan dapat diterapkan oleh Dosen dan
Tenaga Kependidikan dalam mencegah transmisi Covid-19. Perilaku utama tersebut adalah
menggunakan masker, penggunaan hand sanitizer, kebiasaan mencuci tangan, menghindari
berjabat tangan serta menjaga jarak.
Hasil survey menunjukkan bahwa 98,0% dari 50 responden atau menyatakan sering
menggunakan masker. Responden yang menyatakan kadang hanya mencapai 2,0% atau
sebanyak 1 dari 50 responden dan yang tidak pernah menggunakan masker berjumlah 0%. Hal
ini menunjukkan bahwa penggunaan masker Dosen dan tenaga kependidikan di lingkungan
kampus Universitas Mandala Waluya sudah sangat baik (di atas 90%).
Hasil survei menunjukkan bahwa Dosen dan Tenaga kependidikan yang sering
menerapkan mencuci tangan dalam seminggu terakhir berjumlah 35 responden (70,0%) dari 50
responden yang berhasil kami data sedangkan yang kadang mencuci tangan dalam seminggu
terakhir berjumlah 15 responden (30,0%),. Gambaran hasil terkait cuci tangan ini juga terlihat
cukup baik yaitu berjumlah 35 responden (70,0%) dari 50 responden . Kondisi ini tidak terlepas
dari mulai maraknya penyediaan sarana cuci tangan dengan sabun di berbagai tempat. Hal ini
juga memberikan gambaran tentang kepedulian yang tinggi di kalangan Dosen dan Tenaga
kependidikan dalam hal cuci tangan dengan sabun. Namun demikian masih terdapat sejumlah
30,0% responden yang menyatakan kadang mencuci tangan dengan sabun dan yang tidak pernah
menerapkan mencuci tangan berjumlah 0 responden (0%).
Berdasarkan hasil survey diatas, dapat di lihat bahwa Dosen dan Tenaga kependidikan
yang sering menerapkan menghindari berjabat tangan dalam seminggu terakhir berjumlah 37
respnden (74,0%) dari 50 responden yang berhasil kami data sedangkan yang kadang
menghindari berjabat tangan berjumlah 12 responden (24,0%) dan yang tidak pernah
menghindari berjabat tangan dalam seminggu terakhir berjumlah 1 responden (2%). Hal ini
menunjukkan bahwa menghindari berjabat tangan Dosen dan tenaga kependidikan di lingkungan
kampus Universitas Mandala Waluya sudah cukup baik.
Berdasarkan hasil survei diatas, dapat dilihat bahwa Dosen dan Tenaga kependidikan
yang sering menerapkan menjaga jarak (1 meter) ) saat berada di tempat ramai berjumlah 33
responden (66,0%) dan %), dan yang kadang menerapka jaga jarak berjumlah 17 responden
(34,0%),serta yang tidak perna menerapkan berjumlah 0 responden (0%).Dibandingkan dengan
perilaku penggunaan masker angka ini terlihat tertinggal. Sebanyak 66,0% responden atau 33
responden dari 50 responden menyatakan selalu menjaga jarak saat berkomunikasi dengan
lawan bicara. Sebanyak 34,0% menyatakan kadang menjaga jarak saat berkomunikasi dengan
lawan bicara. Protokol menjaga jarak menjadi protokol yang nampaknya cukup sulit dalam
memenuhi yang dilakukan oleh Dosen dan tenaga kependidikan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Masyarakat memiliki peran penting dalam memutus mata rantai penularan Covid-19 agar
tidak menimbulkan sumber penularan baru pada tempat-tempat dimana terjadinya pergerakan
orang, interaksi antar manusia dan berkumpulnya banyak orang.
Kepatuhan dan penerapan protokol kesehatan oleh Dosen dan Tenaga Kependidikan
terkait dengan memakai masker, cuci tangan, menggunakan hand sanitizer,menghindari berjabat
tanga dan jaga jarak) sudah baik di lakukan.
penyebab orang tidak menerapkan protokol kesehatan paling dominan di sebabkan karena Tidak
ada sanksi jika tidak menerapkan protokol kesehatan, sedangkan yang paling rendah dengan
asumsi alasan lain yang di sampaikan oleh Dosen dan tenaga kesehatan yaitu salah satunya
faktor abai dan ketidak pedulian terhadap keamanan dan kesehatan pribadi dan sekitar (kurang
pemahaman), malas, dan menganggap covid-19 tidak ada/tidak takut dengan covid-19.
B. Saran
Dengan adanya laporan ini, diharapkan adanya keterlibatan semua pihak baik pemerintah,
dunia usaha dan masyarakat dalam pencegahan dan pengendalian penularan Covid-19 di tempat
dan fasilitas umum dapat membantu meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh Covid-
19,dan secara makro dapat berkontribusi mencegah penularan atau penyebaran covid-19 di
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P). Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Coronavirus Disesase (Covid-19). Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2020.
World Health Organization. 2020. Novel Coronavirus.
Huang, C. Wang, Y. Li, X. , Renc, L. Zhao, J. Zan, G.Li., Fan, G., Etc. 2020. Clinical Features
Of Patient Infectted With 2019 Novel Coronavirus In Wuhan, China. The Lancet.
LAMPIRAN