Anda di halaman 1dari 17

TUGAS EPIDEMIOLOGI

MANAJEMEN SURVEILANS PADA PELAKSANAAN VAKSINASI COVID 19


DI PUSKESMAS X

Disusun Oleh
Kelompok 3

Ni Putu Ria Citrawati


Parli Lambano Banjarnahor
Porman Sinaga
Ratih Wulandari
Reza Fadillah
Reza Rinaldi
Suprapto
Sutjili
Waode Rifa Adhiani
Yustina Nababan

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN


KONSENTRASI MANAJEMEN RUMAH SAKIT
PROGRAM PASCASARJANA
ARS UNIVERSITY
2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Surveilans epidemiologi adalah suatu rangkaian proses pengamatan yang terus


menerus sistematik dan berkesinambungan dalam pengumpulan data, analisis dan interpretasi
data kesehatan dalam upaya untuk menguraikan dan memantau suatu peristiwa kesehatan
agar dapat dilakukan untuk menguraikan dan memantau suatu peristiwa kesehatan agar dapat
dilakukan penanggulangan yang efektif dan efesien terhadap masalah kesehatan masyarakat
tersebut (Heryana, 2015). Saat ini, peristiwa Kesehatan yang menjadi pusat perhatian dalah
Covid-19 yang mana harus ditindaklanjuti dengan segera.
Covid-19 (Corona Virus Disease-19) merupakan penyakit menular dimana
penularan ini terjadi umumnya melalui droplet dan kontak dengan virus kemudian virus
dapat masuk ke dalam mukosa yang terbuka. Hasil studi tentang laju penularan
berdasarkan masa inkubasi, gejala dan durasi antara gejala pada pasien yang diisolasi
menunjukkan hasil bahwa hasil penularan dari satu pasien ke sekitar tiga orang di sekitarnya,
tetapi kemungkinan penularan di masa inkubasi menyebabkan masa kontak pasien ke
orang sekitar lebih lama sehingga risiko jumlah kontak tertular dari satu pasien mungkin dapat
lebih besar (Siregar, 2020).
Pandemi COVID-19 menyebabkan dampak yang sangat besar bagi masyarakat dari
berbagai aspek kehidupan sehari-hari, Kesehatan dan perekonomian secara global. Hal
mendasar yang perlu dilakukan sebagai bagian dari tindakan pencegahan dan
pengendalian adalah surveilans epidemiologi. Surveilans adalah pengumpulan, analisis,
interpretasi, dan penyebaran data sistematis yang berkelanjutan tentang peristiwa yang
berhubungan dengan kesehatan; untuk melakukan tindakan.Surveilans adalah bagian
penting dari praktik kesehatan masyarakat. Analisis real-time dari data epidemiologi
sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kesadaran tentang masalah dan untuk intervensi
segera (Sidjabat, 2021).
Indonesia menjadikan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 sebagai bagian dari strategi
penanggulangan pandemi COVID-19, dengan pelaksanaan vaksinasi COVID-19 bertujuan
untuk melindungi masyarakat dari infeksi SARS-CoV-2 yang dapat menyebabkan
kesakitan dan kematian akibat COVID-19. Program vaskinasi dilaksanakan oleh
pemerintah dalam empat tahap dilakukan oleh Puskesmas sebagai perpanjangan
tangan dari Dinas Kesehatan setempat. Puskesmas menjadi ujung tombak
pelaksanaan program vaksinasi ke masyarakat (Ritunga, 2021).
Sebuah penelitian model Suspectible, Exposed, Infected dan Recovered (SEIR) di
Wuhan, Cina mengungkapkan bahwa jika tindakan prediksi menggunakan parameter epidemiologi
COVID-19 dilakukan 1, 2, atau 3 minggu sebelum sebelum melakukan tindakan pencegahan, maka
akan dapat mengurangi kasus masing-masing sebesar 66%, 86%, dan 95%. Hasil studi ini
menjelaskan pentingnya kegiatan surveilans sebagai langkah awal pengendalian COVID-19.
Containment (pembatasann penyebaran penyakit) yang terstandar adalah upaya deteksi dini,
mencegah penularan dan perluasan wilayah terdampak serta mengupayakan tidak terjadi transmisi
pada komunitas yang menjadi tumpuan utama dalam mengendalikan pandemi COVID-19. Tiga
kata kunci dalam surveilans epidemiologi COVID-19 ini adalah to detect (deteksi dini), to prevent
(pencegahan) dan to response (respon melalui tindakan isolasi,karantina dan vaksinasi) (Sidjabat,
2021). Pelaksanaan vaksin merupakan agenda penting pemerintah dan pelaksanaannya
dilakukan bertahap sebagai salah satu upaya menangani Covid-19. Oleh karena itu, pada makalah
ini kelompok kami akan membahas mengenai manajemen surveilans pada pelaksanaan vaksinasi
Covid-19 di Puskesmas X.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Puskesmas X?


2. Bagaimana manajemen surveilans pada pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Puskesmas
X?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di Puskesmas X


2. Mengetahui dan mampu menganalisis manajemen surveilans pada pelaksanaan
vaksinasi Covid-19 di Puskesmas X beserta solusi menggunakan metode PDSA
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Surveilans Epidemiologi

Surveilans epidemiologi adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus
terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya
peningkatan dan penularan penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut, agar dapat
melakukan tindakan penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan
data, pengolahan dan penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program
kesehatan (Arwanti, 2016).
Surveilans epidemiologi dalam penyelenggaraannya memiliki banyak indikator kerja,
sehingga membutuhkan banyak kegiatan perekaman, pengumpulan, pengolahan, dan analisis
data yang diperoleh dari berbagai unit sumber data. Banyaknya kegiatan perekaman,
pengumpulan, pengolahan data akan memberikan beban kerja dan menganggu upaya
meningkatkan kinerja surveilans. Oleh karena itu, diperlukan penyelengaraan sistem surveilans
yang sesedikit mungkin indikator kerja serta sesederhana mungkin, tetapi tetap dapat mengukur
kualitas penyelengaraan surveilans dalam memberikan informasi. Indikator yang paling sering
digunakan adalah kelengkapan laporan, ketepatan waktu laporan, kelengkapan
distribusi/desiminasi informasi, dan terbitnya buletin epidemiologi (Arwanti,2016).
Menurut Karyadi (1994), surveilans epidemiologi adalah : “Pengumpulan data
epidemiologi yang akan digunakan sebagai dasar dari kegiatan-kegiatan dalam bidang
penanggulangan penyakit, yaitu :
1. Perencanaan program pemberantasan penyakit. Mengenal epidemiologi penyakit berarti
mengenal masalah yang kita hadapi. Dengan demikian suatu perencanaan program dapat
diharapkan akan berhasil dengan baik
2. Evaluasi program pemberantasan penyakit. Bila kita tahu keadaan penyakit sebelum ada
program pemberantasannya dan kita menentukan keadaan penyakit setelah program ini,
maka kita dapat mengukur dengan angka-angka keberhasilan dari program
pemberantasan penyakit tersebut
3. Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB)/ wabah. Suatu sistem surveilans yang efektif
harus peka terhadap perubahan-perubahan pola penyakit di suatu daerah tertentu.
Setiap kecenderungan peningkatan insidens, perlu secepatnya dapat diperkirakan dan
setiap KLB secepatnya dapat diketahui. Dengan demikian suatu peningkatan insidens atau
perluasan wilayah suatu KLB dapat dicegah”. Menurut Nur Nasry Noor (1997), surveilans
epidemiologi adalah : “Pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua aspek
penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyabarannya dalam suatu masyarakat tertentu untuk
kepentingan pencegahan dan penanggulangannya.
Berdasarkan KMK no. 1116 Tahun 2003 tentang penyelenggaraan sistem surveilans
epidemiologi kesehatan, indikator penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi kesehatan
diukur dengan indikator input, proses, dan output. Standar yang ditentukan pada indikator input
yaitu 1 tenaga epidemiolog ahli (S2), 2 tenaga epidemiolog ahli/terampil (S1), dan 1 tenaga
dokter umum. Peran unit surveilans epidemiologi kesehatan yaitu sebagai sumber data dan
informasi serta referensi yang berkaitan dengan faktor risiko penyakit dan masalah kesehatan
lainnya, kerjasama dalam kajian epidemiologi penyakit dan masalah kesehatan, kerjasama
dalam pengembangan teknologi dan metode surveilans epidemiologi, serta kemitraan dalam
mengupayakan dana dan sarana penyelenggaraan surveilans epidemiologi (Siregar, 2020).

2.2. Gambaran Covid-19 di Indonesia

Pada tahun 2020, masyarakat dunia menjadi saksi munculnya virus corona jenis baru
yang menyebabkan penyakit coronavirus disease atau yang sekarang dikenal sebagai COVID-
19. Virus ini pertama kali muncul di kota Wuhan, Provinsi Hubei, China, pada akhir 2019 dan

dengan cepat menyebar dari hanya satu kota ke seluruh wilayah China hanya dalam 30 hari.
Hampir semua negara saat ini terdampak oleh merebaknya penularan COVID-19. Hal ini yang
menjadi beban tersendiri bagi pelayanan kesehatan dan kesehatan masyarakat. Tantangan
untuk mengendalikan COVID-19 meliputi kecepatan penyebaran dan penularannya yang luas
sedangkan pengobatan untuk penyakit ini masih sedikit diketahui begitu juga dengan vaksinnya
yang masih terus dikembangkan. Menurut sejarah, pandemi bukanlah pengalaman baru
maupun pengalaman pertama bagi masyarakat dunia. Akan tetapi, pandemi COVID-19 tetap
menjadi sebuah perjalanan yang sulit karena pengendalian dan pencegahan penyakit ini
memerlukan pengetahuan yang mendalam. Saat ini, para peneliti masih terus menggali tentang

karakteristik COVID-19, antara lain adanya kasus tanpa gejala namun masih menularkan, masa
inkubasi yang lama, dan virus yang terus bermutasi (Sardjoko, 2021).
Di Indonesia, munculnya kasus COVID-19 dikonfirmasi secara resmi oleh Presiden
Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020. Sejak saat itu, jumlah kasus terkonfirmasi dilaporkan
secara luas setiap hari. Pada pertengahan Maret 2020, Presiden menghimbau seluruh lapisan
masyarakat untuk menjaga jarak. Ibu kota Indonesia, provinsi DKI Jakarta, memimpin inisiatif
dengan melakukan penutupan sekolah, tempat kerja, dan pembatasan acara publik pada
tanggal 16 Maret 2020. Sebagai respon atas lonjakan kasus terkonfirmasi yang meningkat
secara siginifikan, sejumlah tindakan kemudian dilakukan oleh pemerintah, antara lain
penutupan transportasi umum, larangan perjalanan domestik, dan penutupan perbatasan. Pada
bulan April 2020, pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 21/2020
mengenai Pembatasan Sosial Berskala Besar atau yang dikenal dengan PSBB.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada 12 Juni 2021 mencatat terdapat
1.901.490 kasus terkonfirmasi, 52.730 kasus meninggal dengan CFR 5.5%. Pada 12 Juni 2021
dilaporkan tambahan kasus baru harian meningkat dari rata-rata 1.000-1.100 kasus menjadi
1.331 kasus. Jumlah kasus tertinggi terjadi di DKI Jakarta (445 ribu kasus) yang kedua Jawa
Barat (327 ribu kasus). Penambahan kasus tersebut adalah akumulasi dari hasil uji
pemeriksaan spesimen sebesar 11.979.782 dari seluruh uji pemeriksaan menggunakan PCR
(Polymerase Chain Reaction) di 121 laboratorium, TCM (Tes Cepat Molekular) di 87
laboratorium dan RT-PCR di 227 laboratorium. Sehingga merupakan hasil dari kontak tracing
yang masif dan agresif.

2.3. Transmisi Penularan Virus Covid-19

Transmisi Penyebaran virus ini terjadi dengan cepat. Sumber infeksi adalah penderita
dengan pneumonia COVID-19. Transmisi atau penularan yang utama terjadi melalui droplet dari
saluran nafas. Selain itu, transmisi terjadi akibat kontak erat dengan penderita. Pada beberapa
kondisi dapat melalui transmisi udara (airborne). Pada penderita COVID-19 tidak ditemukan
RNA di sampel urin maupun serum. Masa inkubasi dapat terjadi pada hari ke 0-5 .
Dilaporkan rata-rata sekitar 3-9 hari dengan kisaran antara 0-24 hari. Periode seseorang
dapat menularkan (periode infeksi) terjadi lebih dulu sebelum muncul gejala, yaitu sekitar 2.5
hari lebih awal dari gejala. Diperkirakan 44% penularan terjadi pada periode tersebut.
Melakukan kontak erat dengan seseorang yang berada dalam periode infeksi akan berisiko
tertular. Namun, belum dapat diperkirakan faktor apa saja yang memastikan seseorang akan
terinfeksi.(1) Virus ditemukan teridentifikasi pada berbagai jenis hewan seperti kucing, burung,
unta, anjing, kelelawar, tikus, dan hewan ternak. Proliferasi dan penyebaran Volatile organic
compound (VOCs) membuat hewan menjadi host yang penting.
Virus MERS-CoV terdeteksi pertama kali di Arab Saudi pada tahun 2012, sekitar 2.494
kasus terkonfirmasi dan menyebabkan 858 kematian. Pada tahun 2002, subspesies senyawa
organik volatil beta dengan cepat meluas ke Guangdong, Cina. Epidemi menyebabkan 8.000
terinfeksi dan 774 tewas di 37 negara. Kemudian pada tahun 2020 muncul epidemi baru di Cina
dan dinyatakan sebagai radang paru-paru yang penyebabnya tidak diketahui. Investigasi
laboratorium dan sejumlah riset menyatakan telah mengakui bahwa penyebab radang ini
adalah jenis rantai berbeda dari MERS-CoV, yaitu senyawa organik volatile. Pada awalnya virus
itu diklasifikasikan sebagai 2019-nCoV yaitu SARSCoV-2 menurut International Classification of
Virus (ICV). Hasil isolasi sampel dari saluran pernafasan bawah penderita di Wuhan
menunjukkan virus ini berasal dari genus beta. Kemudian Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
mengumumkan bahwa penyakit yang disebabkan oleh coronavirus-2019 ini adalah (COVID-19)
pada tanggal 11 Februari 2020.
Penyebaran COVID-19 Pada Desember 2019, rumah sakit setempat di kota Wuhan,
Cina, mulai didatangi pasien dewasa dengan gejala sindrom pernapasan akut yang parah tanpa
diketahui penyebabnya. Kasus-kasus awal umumnya adalah orang terpapar makanan laut dari
toko Huanan. Tim surveillance mengambil sampel dari saluran pernapasan pasien.

2.4. Surveilans Epidemiologi Covid-19

Kegiatan identifikasi kasus baru COVID-19 yang dicurigai atau dikonfirmasi adalah hal
mendasar sebelum dilakukannya tindakan intervensi kesehatan masyarakat yang efektif dan
menjadi dasar perencanaan pencegahan pandemi di masa depan. Tujuan utama surveilans
epidemiologi COVID-19 adalah memutus rantai penularan, menghentikan penyebaran kasus
COVID-19 dan mengendalikan risiko pandemi. Surveilans COVID-19 harus dilengkapi kegiatan
pemantauan penyebaran penyakit yang berguna untuk mengidentifikasi pola perkembangan
penyakit, dan menjadi dasar penerapan tindakan intervensi pencegahan dan pengendalian.
Terlepas dari upaya peningkatan kegiatan surveilans epidemiologi, banyak negara berkembang
yang masih mengalami kesulitan dalam kegiatan mengidentifikasi, mendiagnosis, dan
melaporkan penyakit secara akurat (Sidjabat, 2021).
Pengawasan terhadap sistem surveilans sangat diperlukan untuk memastikan proses
surveilans yang dilakukan berjalan efektif dan efisien dimulai dari proses pengumpulan data,
pengolahan data menjadi informasi, hingga tindakan pencegahan dan pengendalian pandemi
COVID-19. Sistem surveilans yang baik akan menghasilkan informasi penyakit yang baik. Data dan
informasi yang didapatkan dari kegiata surveilans akan memberi gambaran kondisi nyata dan menjadi
dasar bagi pembuatan kebijakan memutuskan tindakan yang dilakukan sesuai situasi terkini yang
terjadi diwilayahnya.Informasi ini dapat berguna sebagai bentuk deteksi atau kewaspadaan dini kasus
COVID-19, pelaksanaan protokol pengendalian kasus, dan tindakan pencegahan. Deteksi atau
kewaspadaan dini yang baik akan bermanfaat untuk pelaksanaan tindakan pengobatan dan pencegahan
penularan lebih lanjut. Puskesmas bertindak sebagai pelaksana lapangan hanya melaporkan
temuan kasus pada Dinas Kesehatan Kabupaten, yang kemudian mendapatkan umpan balik jika
masih ada kekurangan data. Akibatnya informasi yang disampaikan hanya berupa data tanpa
ada interpretasi. Interpretasi data adalah hal yang penting dilakukan dalam sistem surveilans
untuk memberikan informasi yang mudah dipahami oleh pembaca tentang gambaran lokasi dan
besaran masalah. Untuk mendapatkan hasil interpretasi yang baik diperlukan sumber daya
manusia yang memiliki kemampuan analisa biostatistika dan epidemiologi yang baik (Sardjoko, 2021).
Puskesmas melakukan tindakan pelacakan berdasarkan laporan dan temuan gejala
menyebabkan adanya ketidakpastian pada jumlah kasus yang ada dimasyarakat secara nyata. Hal lain
yang dapat menjadi kelemahan Surveilans COVID-19 adalah karena kasus ringan dan subklinis
biasanya tidak mencari pengobatan bahkan biasanya menghindari pelayanan kesehatan kecuali jika
diperlukan. Ini membuktikan kemungkinan tes berlangsung terbatas pada laporan dan temuan kasus
dengan gejala parah. Kasus yang terdeteksi dari uji klinis sebenarnya hanya menggambarkan
puncak gunung es dari kasus COVID-19 yang benar-benar terinfeksi. Permasalahan lain adalah
kurangnya sumberdaya dan kemampuan interpretasi data petugas surveilans yang
menyebabkan data update tidak dapat dipahami pembaca dengan baik (Sidjabat, 2021).
Keberlanjutan dan integrasi sistem surveilans kesehatan masyarakat menjadi hal yang perlu
dirancang untuk menghadapi permasalahan kesehatan global kedepan. Hal ini berkaitan dengan
beberapa kemungkinan yang menjadi permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia yang
menyebar dengan jenis topografi beragam. Sistem surveilans kesehatan masyarakat seharusnya
telah mengintegrasikan surveilans epidemiologi dan virologi sehingga dapat memainkan peran
penting di masa vaksinasi atau bahkan saat antivirus ditemukan. Hal ini diperlukan untuk memantau
efektivitas vaksin didaerah, dan kemungkinan munculnya resistensi anti-virus. Selain itu, melihat
kemungkinan penyebaran penyakit zoonotic lain seperti yang terjadi pada COVID-19 diawal
kemunculannya, keberlanjutan sistem surveilans kesehatan masyarakat perlu diintegrasikan dengan
pemantauan pada orang- orang yang bersentuhan dengan satwa liar sehingga terbentuk biosekuriti
yang dapat mencegah atau mengendalikan wabah pandemi berikutnya.

2.5. Vaksinasi
Vaksinasi adalah proses di dalam tubuh, dimana seseorang menjadi kebal atau
terlindungi dari suatu penyakit sehingga apabila suatu saat terpajang dengan penyakit tersebut
maka tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan, biasanya dengna pemberian vaksin.
Vaksinasi tidak hanya bertujuan untuk memutus rantai penularan penyakit dan menghentikan
wabah saja, tetapi juga dalam jangka panjang untuk mengeliminasi bahkan mengeradikasi
(memusnahkan/ menghilangkan) penyakit itu sendiri. Vaksinasi bertujuan untuk memberikan
kekebalan spesifik terhadap suatu penyakit tertentu sehingga apabila suatu saat terpajan
dengan penyakit tersebut maka tidak akan sakit atau hanya mengalami sakit ringan. Tentu,
apabila seseorang tidak menjalani vaksinasi maka ia tidak akan memiliki kekebalan spesifik
terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan pemberian vaksinasi tersebut (Sidjabat, 2021).
Apabila cakupan vaksinasi tinggi dan merata di suatu daerah maka akan terbentuk
kekebalan kelompok (herd immunity). Kekebalan kelompok inilah yang menyebabkan proteksi
silang, dimana anak tetap sehat meskipun tidak diimunisasi karena anak-anak lainnya di
lingkungan tempat tinggalnya sudah mendapatkan imunisasi secara lengkap, sehingga anak
yang tidak diimunisasi ini mendapatkan manfaat perlindungan melalui kekebalan kelompok
yang ditimbulkan dari cakupan imunisasi yang tinggi tadi. Anak yang tidak diimunisasi tersebut
dilindungi oleh orang- orang disekitarnya yang telah kebal terhadap penyakit tertentu sehingga
risiko tertular penyakit dari orang sekitarnya menjadi kecil. Hal ini menunjukan bahwa imunisasi
dengan cakupan yang tinggi dan merata sangatlah penting.
Indonesia punya sejarah panjang dalam upaya penanggulangan penyakit menular
dengan vaksinasi atau imunisasi. Indonesia juga berkontribusi terhadap penanggulangan
penyakit di muka bumi ini melalui pemberian vaksinasi. Sebagai contoh sejak pertama kali
imunisasi cacar dicanangkan pada tahun 1956, akhirnya penyakit cacar bisa dieradikasi yaitu
dimusnahkan atau dihilangkan di seluruh dunia pada tahun 1974 sehingga pelaksanaan
imunisasi campak distop pada tahun 1980. Pun demikian dengan polio, sejak imunisasi polio
dicanangkan pertama kali tahun 1972, Indonesia akhirnya mencapai bebas polio tahun 2014.
Saat ini dunia, termasuk Indonesia sedang dalam proses menuju eradikasi polio yang
ditargetkan pada tahun 2023 (Kemenkes, 2021).

2.6. Penatalaksanaan Vaksinasi Covid-19

Pandemi Covid-19 sejak tahun 2 Maret 2020 diumumkan kasus pertama di Indonesia
telah menyebar dengan cepat. Salah satu strategi penanggulangan bertujuan untuk memperlambat
dan menghentikan laju transmisi/penularan, dan menunda penyebaran penularan. Vaksinasi
Covid-19 merupakan bagian dari strategi penanggulangan Covid-19. Pelaksanaan vaksinasi
COVID-19 bertujuan untuk melindungi masyarakat dari infeksi SARS-CoV-2 yang dapat
menyebabkan kesakitan dan kematian akibat COVID-19.
Indonesia melaksanakan vaksinasi COVID-19 sebagai bagian dari strategi
penanggulangan pandemi COVID-19. Upaya vaksinasi COVID-19 secara massal yang
dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia merupakan sebuah langkah positif dalam
menekan angka pertumbuhan pandemik. Vaksinasi dilaksanakan oleh pemerintah dalam empat
tahapan dengan mempertimbangkan ketersediaandanwaktu kedatangan (Ritunga, 2021).
a. Tahap 1 dengan waktu pelaksanaan Januari-April 2021
Sasaran vaksinasi COVID-19 tahap 1 adalah tenaga kesehatan, asisten tenaga
kesehatan, tenaga penunjang serta mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan profesi
kedokteran yang bekerja pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
b. Tahap 2 dengan waktu pelaksanaan Januari-April 2021 Sasaran vaksinasi COVID- 19
tahap 2 adalah:
 Petugas pelayanan publik yaitu Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara
Republik Indonesia, aparat hukum, dan petugas pelayanan publik lainnya yang
meliputi petugas di bandara/pelabuhan/stasiun/terminal, perbankan, perusahaan listrik
negara, dan perusahaan daerah air minum, serta petugas lain yang terlibat secara
langsung memberikan pelayanan kepada masyarakat.
 Kelompokusialanjut(≥60tahun).
c. Tahap 3 dengan waktu pelaksanaan April 2021-Maret 2022
Sasaran vaksinasi COVID-19 tahap 3 adalah masyarakat rentan dari aspek
geospasial, sosial, dan ekonomi.
d. Tahap 4 dengan waktu pelaksanaan April 2021-Maret 2022
Sasaran vaksinasi tahap 4 adalah masyarakat dan pelaku perekonomian lainnya dengan
pendekatan kluster sesuai dengan ketersediaan vaksin.

Pentahapan dan penetapan kelompok prioritas penerima vaksin dilakukan dengan


memperhatikan Roadmap WHO Strategic Advisory Group of Experts on Immunization (SAGE)
serta kajian dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (Indonesian Technical Advisory
Group).Kelompok prioritas penerima vaksin adalah penduduk yang berdomisili di Indonesia
yang berusia ≥ 18 tahun. Kelompok penduduk berusia di bawah 18 tahun dapat diberikan
vaksinasi apabila telah tersedia data keamanan vaksin yang memadai dan persetujuan
penggunaan pada masa darurat (emergency use authorization) atau penerbitan nomor izin edar
(NIE) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Pelayanan vaksinasi COVID-19 dilaksanakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan milik
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau milik
masyarakat/ swasta yang memenuhi persyaratan, meliputi:
 Puskesmas, Puskesmas Pembantu
 Klinik
 Rumah Sakit dan/ atau
 Unit Pelayanan Kesehatan di Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)

Vaksinasi COVID-19 dilaksanakan secara bertahap setelah vaksin mendapatkan izin


dari BPOM berupa Emergency Use of Authorization (EUA). Calon penerima vaksin COVID-19
akan mendapatkan SMS-Blast untuk melakukan registrasi ulang dan memilih tempat dan waktu
pelayanan vaksinasi COVID-19. Pemberian vaksinasi COVID-19 dilakukan oleh dokter, perawat
atau bidan yang memiliki kompetensi (Kemenkes, 2021).
Vaksin diberikan hanya untuk mereka yang sehat. Ada beberapa kriteria inidvidu atau
kelompok yang tidak boleh di imunisasi Covid-19 :
a. Orang yang sedang sakit
Orang yang sedang sakit, tidak boleh menjalani vaksinasi. Jika sedang sakit, peserta harus
sembuh terlebih dahulu sebelum divaksin.
b. Memiliki penyakit penyerta.
Orang dengan penyakit penyerta yang tidak terkontrol seperti diabetes atau hipertensi
disarankan tidak menerima vaksin. Oleh karena itu, sebelum pelaksanaan vaksinasi,
semua orang akan dicek kondisi tubuhnya terlebih dahulu. Mereka yang memiliki penyakit
komorbid harus dalam kondisi terkontrol untuk mendapat persetujuan vaksinasi dari dokter
yang merawat.
c. Tidak sesuai usia
Sesuai anjuran pemerintah, orang yang mendapat vaksin COVID-19 adalah kelompok usia
18+ tahun. Artinya, mereka yang diluar kelompok tersebut seperti anak-anak, belum boleh
menerima vaksin.
d. Memilikiriwayatautoimun.
e. Penyintas COVID-19
f. Wanita hamil dan menyusui
BAB III

PRMBAHASAN

3.1.Metode Surveilans Cakupan Vaksin Covid Di Puskesmas X

Metode surveilans dilakukan dengan menggunakan formulir laporan rutin yang diisi oleh tim
petugas vaksin. Sebagai sasaran adalah masyarakat yang memenuhi kriteria untuk divaksin
dihubungi melalui kader dan atau ketua RT setempat masing-masing. Didalam formulir tersebut
berisi laporan jumlah total peserta yang divaksin sesuai jadwal vaksinasi yang ditetapkan
puskesmas.

3.2.Metode Pengolahan Dan Distribusi Data Surveilans Cakupan Vaksin Covid Puskesmas X

Petugas surveilans vaksin melakukan pengolahan data sebagai berikut:


1. Petugas surveilans memilih tempat atau lokasi yang akan dilakukan kegiatan surveilans
cakupan vaksin covid
2. Petugas surveilance melakukan tanya jawab atau interview kepada peserta vaksin terkait
informasi pelaksanaan vaksin, waktu pelaksanaan vaksin, lokasi pelaksanaan vaksin, tenaga
pelaksana vaksin
3. Petugas surveilans menyampaikan hasil interview ke dokter puskesmas kurang dari 24 jam
setelah semua informasi diterima
4. Petugas surveilans merekomendasikan rencana ,pelaksanaan dan tindak lanjut kegiatan
vaksinasi terkait hasil data yang diperoleh dari proses tanya jawab dengan peserta vaksin.
3.3. Manajemen Kesehatan Cakupan Vaksin Covid

Manajemen kesehatan cakupan vaksin covid dilakukan manajemen PDSA meliputi :

Masalah Analisa Masalah Plan Do Study Act


Capaian jumlah Analisa dilakukan pada 1. Membuat target 1. Pelaksanaan kegiatan Analisis capaian target Target mingguan

masyarakat yang di Triwulan ke-3 tahun 2021 capaian mingguan sosialisasi lintas mingguan meningkat 20%

vaksinasi masih rendah, dan dilakukan setiap 2. Perencanaan sektoral, muspika, 1. Evaluasi kegiatan Kesimpulan dan

tidak memenuhi target < bulan agar capaian target kegiatan sosialisasi muspida, tokoh sosialisasi yang rekomendasi untuk

70% dari target 100% di vaksin terpenuhi di informasi KIPI, masyarakat, tokoh dilakukan tindak lanjut

Puskesmas X triwulan ke-4 didapatkan informasi vaksin, agama 2. Evaluasi waktu , 1. Sosialisasi
masalah sebagai berikut sosialisasi untuk 2. Membuat kegiatan jadwal, dan lokasi pertemuan lintas

1. Rendahnya meluruskan berita- penyuluhan- pelaksanaan sektoral ,

kesadaran berita hoax penyuluhan, vaksin muspika,muspida

masyarakat untuk 3. Perencanaan membuat spanduk, 3. Evaluasi jumlah tokoh agama ,tokoh

vaksin penambahan jadwal, leaflet, brosur dan SDM masyarakat terus

2. Adanya fenomena waktu, dan tempat informasi berbasis 4. Evaluasi kegiatan


dilanjutkan

ketakutan KIPI vaksin pelaksanaan online di media sosial pelatihan 2. Menambah lokasi,

3. Waktu pelaksanaan vaksinasi 3. Melaksanakan vaksinator jadwal, waktu

vaksin yang tidak 4. Perencanaan kegiatan vaksinasi pelaksanaan


5. Evaluasi kegiatan
sesuai dengan kegiatan pelatihan diluar jam kerja dan vaksinasi
penyuluhan dan
aktifitas sehari-hari kaderisasi petugas dilaksanakan di public pembuatan brosur, 3. Mengadakan
masyarakat pekerja vaksin area seperti kantor- leaflet pelatihan tenaga

4. Kurangnya SDM 5. Perencanaan kantor pemerintah, 6. Evaluasi metode vaksinator secara

pelaksana kegiatan pengusulan ke pusat-pusat pelaksanaan bertahap

vaksinasi instansi terkait perbelanjaan / mall, vaksin dari rumah 4. Meneruskan


5. Kurang informasi perekrutan relawan tempat-tempat ibadah ke rumah kegiatan

yang benar tentang vaksinator 4. Melaksanakan penyuluhan,

vaksin dan hoax / 6. Merencanakan pelatihan tenaga pembuatan brosur

stigma negatif vaksin pelaksanaan vaksin kesehatan vaksinator bersifat informatif

6. arak yang jauh dari layanan rumah ke 5. Menambah SDM dan edukatif

tempat tinggal ke rumah untuk tim vaksinator 5. Mempertahankan


lokasi vaksinasi 6. Melaksanakan vaksin tenaga SDM yang

dari rumah ke rumah terlatih

6. Meneruskan metode
pelaksanaan vaksin

dari rumah ke

rumah
Selain dengan managemen PDSA, untuk mendeskripsikan masalah cakupan vaksin covid yang rendah di puskesmas X, kami juga
menjabarkan dalam bentuk Fishbone Diagram sebagai berikut :
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan
 Penyakit covid-19 merupakan kasus pandemi global yang perlu ditanggapi dengan
serius
 Penangan yang efektif sangat diperlukan dalam menangani covid-19 dengan cara
pencegahan penularan melalui program 3M, 3T plus vaksinasi
 Surveilans merupakan salah satu strategi untuk perlambatan penularan covid-19 di
komunitas
 Surveilans epidemiologi cakupan vaksin di puskesmas X dilakukan oleh petugas yang
telah ditunjuk dan dilatih
 Sistem monitoring, evaluasi dan pelaporan cakupan vaksin telah berjalan baik

4.2. Saran
 Perlunya peningkatan kesadaran masyarakat untuk bekerjasama dalam menghambat
penularan dan perluasan covid-19
 Perlunya dukungan seluruh pegawai, keluarga, pimpinan, dalam menurunkan tingkat
penularan covid-19 dilingkungan puskesmas X
 Diperlukan kejujuran, keterbukaan, kepedulian seluruh peserta di lingkungan wilayah
kerja puskesmas X dalam hal surveilans kepada petugas untuk menghambat laju
penularan virus covid-19
 Diperlukan peran serta pihak swasta untuk percepatan dan peningkatan cakupan
vaksin
DAFTAR PUSTAKA

Arwanti D, dkk. Pelaksanaan Surveilans Epidemiologi Di Puskesmas Se-Kota Kendari Tahun


2016. JIM Kesmas, 2016, 1(3).

Hairunisa, Nany, Husnun Amalia. Review : Penyakit Virus Corona Baru 2019 ( covid-19 ).
Jakarta, Juni 2020. Jurnal Biomedika dan Kesehatan ; vol 3 : 90-100

Heryana Ade. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular Universitas Esa Unggul 2015,
https://www.researchgate.net/publication/341997623_Surveilans_Epidemiologi_Penyakit_
Menular

Heryana, Ade. 2015. Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Universitas Esa
Unggul.

Kemenkes RI. 2021. Seputar Pelaksanaan Vaksinasi Covid 19. Jakarta: Germas.

Marti, Ayu Ira, Rina Handayani, Namira Sangadji. Sosialisasi Surveilans dalam Menghadapi
Covid-19 Gelombang Ke-2. Jakarta, Januari 2021. Jurnal Abdimas; Vol 7 No. 2 : 154-155

Ritunga I, dkk. Penguatan Program Vaksinasi Covid-19 Di Wilayah Puskesmas Made Surabaya
Barat. Jurnal Pengabdian Nusantara. 2021, 5(1): 45-52.

Sardjoko. 2021. Proyeksi Covid 19 di Indonesia. Jakarta: Direktorat Kesehatan dan Gizi
Masyarakat, Kedeputian Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan,
Kementerian PPN/Bappenas.

Sardjoko, dkk. 2021. Studi Pelajaran Penanganan Covid 19 di Indonesia. Jakarta: Bappenas.

Sidjabat F.N., dan Arthameivia R.E. Evaluation of COVID-19 surveillance performance in The
UPTD Puskesmas (Primary Public Healthcare) Pare, Kediri Regency. Journal of Health
Epidemiology and Communicable Diseases. 2020, 7(1): 1-9.

Siregar P.A., Ashar Y.K., Sakilla M. Manajemen surveilans Covid-19 di wilayah kerja Bandar
Udara Internasional Hang Nadim. Journal of Health Epidemiology and Communicable
Diseases. 2020, 6(2): 73-81.

Taufik H. K. Mohamad, Ira Irianti, Pedoman Tata Kelola Mutu di Puskesmas Direktorat Mutu
dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan Direktorat Jendral Pelayanan Kesehatan KEMENKES
RI 2021

Anda mungkin juga menyukai