DISUSUN OLEH:
Kelompok 6
dr Arif MZ (216080056)
XXXIV E
2022
A. DAMPAK EKONOMI PASCA PANDEMI PADA LAYANAN KESEHATAN
Covid-19 atau yang lebih dikenal sebagai Virus Corona telah menjadi perhatian publik
sejak kemunculannya terdeteksi di Tiongkok untuk kali pertama di awal tahun 2020.
Meninggalnya ribuan jiwa akibat virus ini membuatnya menjadi pusat perhatian banyak
negara, termasuk Indonesia.
Pandemi COVID-19 di Indonesia merupakan bagian dari pandemi penyakit koronavirus
2019 (COVID-19) yang sedang berlangsung di seluruh dunia. Penyakit ini disebabkan oleh
koronavirus sindrom pernapasan akut berat 2 (SARS-CoV-2). Kasus positif COVID-19 di
Indonesia pertama kali dideteksi pada tanggal 2 Maret 2020, ketika dua orang terkonfirmasi
tertular dari seorang warga negara Jepang. Pada tanggal 9 April, pandemi sudah menyebar ke
34 provinsi dengan DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah sebagai provinsi paling
terpapar virus corona di Indonesia.
Pandemi COVID-19 terbukti telah memberikan tekanan pada kondisi ekonomi dan sosial
di Indonesia sejak akhir tahun 2019. Dampak ekonomi ini berdampak luas di seluruh wilayah
Indonesia. Perekonomian masing-masing daerah terancam, ditambah dengan kondisi daerah
yang lebih buruk dari sebelumnya. Karena hal tersebut, pemerintah Indonesia langsung
mengambil langkah agresif agar angka penyebaran bisa ditekan semaksimal mungkin.
Ada 7 komponena dalam pengandalian pandemic yaitu: Koordinasi, Surveilansi, deteksi,
pelayanan Kesehatan, Logistik, SDM, informasi dan komunikasi, 2 Maret 2020, dibentuk
satgas Nasional Percepatan penanganan COVID-19 tentunya untuk memperkuat kooridnias,
Surveilans dan deteksi dini melibatkan Tim gerak Cepat yanga ada diseluruh Kab/ Kota, Unit
pelaksana teknis dan RS Dan pemenuhan anggaran layanan Kesehatan, logistikm SDM dan
Informasi dan Komunikasi.
Diawal kasus, beberapa komponen dapat bekerja optimal, namun beberapa komponen
logistik dan infromasi dan komunikasi masih menemui tantangan. Hal ini berlanjut seiring
bertambahnya kasus. Ketika kasus sudah mulai meningkat komponen (sistem) mulai
menurun performasnya, logistik khususnya APD sulit ditemukan, surveilans (kontak tracing)
tidak maksimal, deteksi kasus di lab membutuhkan waktu yang cukup lama, SDM dirasakan
kurang di. Beberapa pelayanan Kesehatan, begitu juga dengan pelayanan Kesehatan
kebutuhan tempat tidur dan ICU meningkat. Saat ini, kita sudah tersedia 566 jejaring lab, 922
RS rujukan, 13.000 tenaga sukarela namun tantangan masih dirasakan terkait pelayanan
Kesehatan (tempat tidur dan ICU). Upaya penting saat ini yang dilakukan adalah vaksinasi
dan telah dimulai dengan vaksinasi ke Presiden RI 15 januari 2021.
Ketahanan sistem kesehatan sebelumnya didefinisikan sebagai “kapasitas pelaku
kesehatan, institusi, dan populasi untuk mempersiapkan dan merespon krisis secara efektif;
mempertahankan fungsi inti saat krisis melanda; dan, berdasarkan pelajaran yang didapat
selama krisis, mengatur ulang jika kondisinya mengharuskan”. Sistem kesehatan yang tidak
siap di seluruh dunia secara tidak sengaja berkontribusi pada penularan penyakit selama
epidemi, sistem kesehatan yang tidak siap menghadapi bencana juga tidak dapat memberikan
layanan penting. Banyak negara telah memberikan komitmen sumber daya dan upaya menuju
penguatan sistem kesehatan berdasarkan bencana baru-baru ini, tetapi rencana dan
pendekatan yang dapat ditindaklanjuti untuk membangun sistem kesehatan yang tangguh
belum mencapai konsensus.
Tinjauan independen atas tanggapan global terhadap wabah Ebola 2014-2016 telah
menekankan pentingnya menetapkan metrik untuk menilai dan memantau kemajuan dalam
meningkatkan kapasitas negara dalam menanggapi keadaan darurat kesehatan masyarakat.
Pada tahun 2016, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membuat alat Evaluasi Eksternal
Bersama (JEE) Peraturan Kesehatan Internasional (IHR) — kerangka kerja dan proses yang
dirancang untuk mengukur kapasitas negara dalam mengimplementasikan persyaratan IHR,
yang mencakup kemampuan untuk mencegah , mendeteksi, dan menanggapi keadaan darurat
kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional. Sejak diperkenalkan, JEE telah
menjadi alat penting yang digunakan oleh negara-negara untuk menilai kapasitas mereka
dalam menghadapi wabah penyakit menular dan keadaan darurat kesehatan masyarakat
lainnya. Hingga saat ini, lebih dari 100 negara telah melakukan penilaian JEE. Beberapa
negara yang telah menjalani penilaian JEE juga mulai mengembangkan rencana aksi untuk
mengatasi kesenjangan yang ditemukan di JEE mereka. Terlepas dari kemajuan ini, fasilitas
kesehatan tetap rentan terhadap keadaan darurat kesehatan masyarakat.
Menurut Kruk et al. mendeskripsikan sistem kesehatan yang tangguh sebagai sistem yang
“terintegrasi dengan upaya yang ada untuk memperkuat sistem kesehatan,” mampu
“mendeteksi dan menafsirkan tanda peringatan lokal dan dengan cepat meminta dukungan,”
mampu memberikan pelayanan untuk populasi yang beragam, mampu “mengisolasi ancaman
dan mempertahankan fungsi inti, “dan mampu” beradaptasi dengan perubahan Kesehatan.
Untuk mempercepat upaya pengengendalian pandemic dan mengantisipasi kejadian
pandemic dimasa mendatang diperlukan penguatan/ reformasi system Kesehatan.