Anda di halaman 1dari 33

ANALISIS JURNAL

PENGARUH POSISI TUBUH TERHADAP PERUBAHAN HEMODINAMIK


PADA PASIEN TERPASANG VENTILATOR MEKANIK DI RUANGAN
ICU

OLEH

KELOMPOK 1

AGRIL PRATAMA MOHUNE AHMAD KAI


NUR ALVIA SALEH NOVELIA HADJARATI
SURYAN NELI FRATIWI VAN GOBEL
NOVILINA DAUD LUSIANA LASOMA

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
PROGRAM STUDI NERS
2021
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan intensif adalah pelayanan spesialis untuk pasien yang sedang
mengalami keadaan yang mengancam jiwanya dan membutuhkan pelayanan yang
komprehensif dan pemantauan terus-menerus. Pelayanan kritis atau intensif
biasanya dilakukan pada Intensive Care Unit atau ICU. Ruang ICU merupakan
ruang perawatan bagi pasien sakit kritis yang memerlukan intervensi segera untuk
pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi dan memerlukan
pengawasan yang konstan secara kontinyu serta juga dengan tindakan segera
(Kemenkes, 2015).
Di ruang ICU pasien kritis atau kehilangan kesadaran atau mengalami
kelumpuhan sehingga segala sesuatu yang terjadi dalam diri pasien hanya dapat
diketahui melalui monitoring yang baik dan teratur, karena setiap perubahan yang
terjadi harus dianalisa secara cermat untuk mendapatkan tindakan yang cepat dan
tepat. Pasien yang dirawat di ruang Intensive Care Unit (ICU) adalah pasien dalam
keadaan terancam jiwanya karena kegagalan satu atau multipel organ yang disertai
gangguan hemodinamik dan masih ada kemungkinan dapat disembuhkan kembali
melalui perawatan, pemantauan dan pengobatan intensif (Setiyawan, 2016).
Perawat sebagai bagian dari tim kesehatan dalam merawat pasien-pasien
kritis mempunya itanggung jawab yang besar dalam memonitor keadaan
hemodinamik. Pemantauan hemodinamika perlu diperhatikan, pemantauan tersebut
merupakan suatu teknik pengkajian pada pasien kritis, mengetahui kondisi
perkembangan pasien, serta untuk antisipasi kondisi pasien yang memburuk.
Monitoring hemodinamik merupakan suatu pengkajian fisiologis yang penting
dalam perawatan pasien-pasien kritis (Prayitno dkk, 2015). Penanganan
hemodinamik pasien ICU bertujuan memperbaiki penghantaran oksigen dalam
tubuh yang dipengaruhi oleh curah jantung, haemoglobin dan saturasi oksigen.
Apabila penghantaran oksigen mengalami gangguan akibat curah jantung menurun
diperlukan penanganan yang tepat (Setiyawan, 2016).
Ventilator mekanik merupakan alat yang digunakan untuk membantu fungsi
pernapasan. Alat ini diindikasikan untuk pasien dengan hipoksemia, hiperkapnia
berat dan gagal napas. Resiko pemasangan ventilator mekanik pada klien yang
mengalami gangguan sistem pernapasan merupakanhal yang harus diantisipasi
dalam upaya menyelamatkan hidup seseorang. Peranan ventilator mekanik yang
begitu penting untuk membantu sistem respirasi, membuat ventilator merupakan
salah satu alat yang relative sering digunakan di Intensive care unit/ICU
(IfaHafifah, 2021).
Perubahan posisi pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik
dipercaya dapat meningkatkan transportasi oksigend ibandingkan dengan posisi
terlentang. Posisi lateral kiri dapat meningkatkan ventilasi dimana anatomi jantung
berada pada sebelah kiri di antara bagian atas dan bawah paru membuat tekanan
paru meningkat, tekanan arteri di apex lebih rendah daripada bagian basal paru.
Pada posisi ini aliran darah ke paru bagian bawah menerima 60-65 % dari total
aliran darah ke paru. Pada pasien yang menggunakan ventilator mekanik,
efekgravitasi terhadap kapiler darah menyebabkan peningkatan tekanan alveolar
sehingga meningkatkan ventilasi. Sehingga dapat di katakanan bahwa posisi lateral
kiri dengan posisi 30 derajat mampu meningkatkan nilai tekanan O2 (IfaHafifah,
2021).
Berdasarkan Nursing Intervention Classification Bulechek (2016), pada
intervensi Manajemen ventilasi mekanik, perawat bertugas untuk melakukan
perawatan salah satunya adalah perubahan posisi (Bulechek, 2016). Perubahan
posisi pada pasien dengan ventilator mekanik tidak seluruhnya dilakukan pada
pasien dengan ventilator mekanik. Pertimbangan mayoritas perawat menyatakan
khawatir akan terjadinya perubahan besar pada status hemodinamik pasien. Melalui
studi kasus ini, peneliti akan menilai status hemodinamik pada pasien dengan
ventilator mekanik yang dilakukan perubahan posisi dari supinasi menjadi posisi
lateral.
Penelitian yang di lakukan oleh Subiyanto (2018) tentang pengaruh posisi
lateral terhadap status hemodinamik pasien dengan ventilasi mekanik di Ruang ICU
RSUP DR Kariadi Semarang, diperoleh hasil posisi lateral 30 derajat selama 5
menit berpengaruh terhadap heart rate, respiratory rate, diastole dan Mean Arterial
Pressure (MAP). Penelitian yang dilakukan oleh Elhy, et. all (2017), tentang efek posisi
semifowler terhadap oksigenasi dan status hemodinamik pada pasien dengan cedera kepala,
hasil penelitiannya menunjukkan bahwa posisi semifowler dengan elevasi kepala 30 derajat
memiliki dampak positif terhadap pernafasan dengan hasil bahwa pasien dengan posisi
semifowler dengan elevasi kepaal 30 derajat terjadi peningkatan PaO 2, SaO2, dan RR serta
penurunan PaCO2. Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, maka
dapat dirumuskan pertanyaan penelitian “Perubahan Posisi Terhadap Status
Hemodinamik Pasien Di Ruangan ICU ?”
1.2 Tujuan
Untuk menganalisis jurnal tentang Perubahan Posisi Terhadap Status
Hemodinamik Pasien Di Ruangan ICU.
1.3 Manfaat
1.3.1 Manfaat P raktis
1. Bagi program Studi Ners
Diharapkan analisis jurnal ini dapat dijadikan tambahan materi, teori dan
bahan bacaan tentang Perubahan Posisi Terhadap Status Hemodinamik Pasien
Di Ruangan ICU.
2. Bagi Perawat
Dapat memberikan suatu alternative untuk dapat dijadikan sebagai bahan
masukan bagi perawat dalam melakukan intervensi.
3. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan analisis jurnal ini dapat menjadi bahan masukan bagi rumah
sakit dalam melaksanakan penatalaksanaan mengenai intervensi Perubahan
Posisi Terhadap Status Hemodinamik Pasien Di Ruangan ICU.
1.3.2 Manfaat Teoritis
1. Diharapkan analisis jurnal ini dapat memberikan suatu pengetahuan tentang
Perubahan Posisi Terhadap Status Hemodinamik Pasien Di Ruangan ICU
2. Diharapkan bisa menjadi konstribusi yang baik bagi dunia ilmu pengetahuan
pada umumnya dan juga bisa memberikan ilmu khusus bagi keperawatan.
BAB II
METODE DAN TINJAUAN TEORITIS
2.1. Metode Pencarian

Analisis jurnal dilakukan dengan mengumpulkan artikel hasil publikasi


ilmiah tahun… dengan penelusuran menggunakan data based Google
cendekia/scholar dengan alamat situs: http://scholar.google.co.id. Strategi
pencarian literature penelitian yang relevan untuk analisis jurnal dapat dilihat pada
tabel dibawah ini:

Penelusuran melalui kata kunci pada


tanggal 11 April 2021. Pada database
googlescholar.

Hasil:
Google Schoolar: 4

Screening: Jumlah jurnal yang sesuai


dengan kriteria sampel jurnal: 4

Kata Kunci:
1. Perubahan posisi dan status
hemodinamik
2. Status hemodinamik pada pasien
dengan ventilator mekanik

Metode Kata Kunci Hasil Pencarian


Perubahan posisi dan status 1.160
Google Scholar
hemodinamik
Status hemodinamik pada pasien 473 
Google Scholar
dengan ventilator mekanik

2.2. Konsep Tentang Tinjauan Teoritis


2.2.1 Posisi Tubuh
1. Definisi Posisi Lateral
Lateral position merupakan posisi miring dengan kepala menggunakan
bantal, posisi bahu bawah fleksi kedepan dengan bantal dibawah lengan atas.
Pada bagian punggung belakang letakkan bantal/ guling serta paha dan kaki
atas disupport bantal sehingga ekstremitas bertumpu secara paralel dengan
permukaan tempat tidur dan menstabilkan posisi pasien (Aries et al, 2011).
Pengaturan posisi bertujuan untuk mengutamakan kenyamanan pasien,
mencegah pembentukan ulkus akibat tekanan serta mengurangi kejadian
trombosis vena dalam, emboli paru, atelektasis dan pneumonia.
2. Pengaruh Posisi Lateral terhadap Hemodinamik
Perubahan posisi kearah lateral atau miring mempengaruhi aliran balik
darah yang menuju ke jantung dan berdampak pada hemodinamik (Cicolini et
al., 2010), karena secara teoritis pada posisi terlentang disertai head up
menunjukkan aliran balik darah dari bagian inferior menuju ke atrium kanan
cukup baik karena resistensi pembuluh darah dan tekanan atrium kanan tidak
terlalu tinggi, sehingga volume darah yang masuk (venous return) ke atrium
kanan cukup baik dan tekanan pengisian ventrikel kanan (preload) meningkat,
yang dapat mengarah ke peningkatan stroke volume dan cardiac output (Kim &
Sohng, 2006).
Hemodinamik salah satunya adalah tekanan darah. Tekanan darah
yang diukur dalam berbagai posisi tubuh, dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan
dengan perbedaan lokasi pada sumbu vertikal pengukuran BP dibandingkan
dengan atrium kanan perlu diperhitungkan karena perbedaan tekanan
hidrostatik (Netea et al. 2003). Beberapa studi menemukan efek kontradiktif
dalam kelompok pasien yang berbeda. Pada tahun 1996, Bein et al. (1996)
menyarankan untuk menghindari posisi miring kanan yang menyebabkan
hipotensi pada pasien kritis. Hemodinamik yang berbeda atau memerlukan
penjelasan fisiologis meliputi hidrostatik, mekanik, hormonal atau posisi
miring (Bein et al. 1996, Fujita et al. 2000 Schou et al. 2001).
Evaluasi inferior vena cava (IVC) dari echocardiography pada
tampilan subkostal merupakan menunjukkan bahwa diameter IVC menurun
yang diamati pada akhir inspirasi ketika tekanan intratoraks negatif dan
menyebabkan peningkatan right ventrikel (RV) dalam mengisi dari vena
sistemik. Ukuran IVC secara signifikan dipengaruhi oleh posisi pasien, yang
terkecil pada posisi lateral kanan, menengah dalam posisi terlentang, dan
terbesar di posisi lateral kiri yang berkorelasi dengan venous return dan
tekanan atrium kanan (Ginghina et al. 2009). Dalam studinya, pemantauan
hemodinamik secara klinis dalam perubahan posisi lateral yang diamati, tidak
menunjukkan ada perubahan klinis secara signifikan untuk heart rate dan
oksigenasi yang diamati pada pasien kritis (Kirchhoff et al. 1984, Thomas et al.
2007). Pada penelitian yang dilakukan Bein et al. (1996) menemukan 16
mmHg-MAP lebih rendah rata-rata pada right lateral position (kecenderungan
63%) dari pada left lateral position, perbedaan tersebut dijelaskan oleh karena
perbedaan postur atau efek-samping tertentu pada posisi tubuh. Posisi lateral
akan menyebabkan perubahan tidal volume karena adanya resistensi atau
terbatasnya pengembangan paru sehingga status oksigenasi dan hemodinamik
berubah. Pasien yang terpasang ventilasi mekanik dengan mode CPAP
memaksa pasien untuk berusaha bernapas secara mandiri tanpa bantuan dari
ventilator sehingga monitoring tidal volume pada berbagai posisi perlu
dilakukan secara ketat. Monitoring tidal volume dilihat pada monitor
ventilator. Nilai tidal volume pada posisi lateral akan meningkatkan resistensi
karena salah satu paru berada pada posisi tergantung yang menyebabkan
pegembangan paru terbatas. Kondisi ini jika tidak di perhatikan dapat
menyebabkan kondisi pasien lebih buruk sampai terjadi hipoksia (Rustandi,
2014).
2.2.2 Hemodinamik
1. Definisi
Hemodinamik adalah aliran darah dalam sistem tubuh kita baik melalui
sirkulasi magna (sirkulasi besar) maupun sirkulasi parva (sirkulasi dalam paru-
paru).Hemodinamik berkaitan dengan sifat mekanik dan fisiologis yang
mengendalikan tekanan darah dan aliran darah melalui tubuh (Pinsky & Payen
dalam Sari, 2020).
Hemodinamik merupakan pemeriksaan aspek fisik sirkulasi darah,
fungsijantung dan karakterisitik fisiologis vaskular perifer (Katili, 2015).
Monitoring hemodinamik merupakan suatu metode pengukuran terhadap
sistem kardivaskuler secara invasive dan non invasive. Pemantuan dapat
memberikan informasi mengenai jumlah darah dalam tubuh, keadaan
pembuluh darah dan kemampuan jantung dalam memompa darah (Pujianti,
2019). Tujuan pemantauan hemodinamik adalah untuk mendeteksi,
mengidentifikasi kelainan fisiologis secara dini dan memantau pengobatan
yang diberikan guna mendapatkan informasikeseimbangan homeostatik tubuh.
Pemantauan hemodinamik bukan tindakan terapeutik tetapi hanya memberikan
informasi kepada klinisi dan informasi tersebut perlu disesuaikan dengan
penilaian klinis pasien agardapat memberikan penanganan yang optimal. Dasar
dari pemantauan hemodinamik adalah perfusi jaringan yang adekuat, seperti
keseimbangan antara pasokan oksigen dengan yang dibutuhkan,
mempertahankan nutrisi, suhu tubuh dan keseimbangan elektro kimiawi
sehingga manifestasi klinis dari gangguan hemodinamik berupa gangguan
fungsiorgan tubuh yang bila tidak ditangani secara cepat dan tepat akan jatuh
kedalam gagal fungsi organ multiple (Zakiyyah, 2013).
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi hemodinamik
Menurut Zakiyah (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi
hemodinamik pasien ICU antaralain sebagai berikut.
a. Penyakit dapat mempengaruhi hemodinamik pasien seperti adanya
gangguan pada organ jantung, paru-paru, ginjal dimana pusat sirkulasi
melibatkan ketiga organ tersebut terutama jika terjadi di sistem
kardiovaskular dan pernafasan.
b. Obat-obatan/terapi seperti analgesik dan sedasi dapat mempengaruhi status
hemodinamik, contohya adalah morfin dimana obat tersebut dapat
meningkatkan frekuensi pernafasan.
c. Status psikologi yang buruk atau psychological distress tentu saja akan
mempengaruhi hemodinamik, karena respon tubuh ketikastres memaksa
jantung untuk bekerja lebih cepat.
d. Aktifitas yang berlebih akan meningkatkan kerja jantung, dan haltersebut
akan mempengaruhi status hemodinamik.
e. Mode Ventilator yang digunakan mempengaruhi hemodinamik karena
setiap mode memiliki fungsi masing-masing salah satunya melatih/memaksa
pasien untuk bernafas secara spontan.
3. Tujuan Hemodinamik
Tujuan dari Hemodinamik ialah untuk memperbaiki penghantaran
oksigen dalama tubuh yang dipengaruhi oleh curah jantung (CO), hb, dan
saturasi oksigen (SaO2) (Leksana, 2011). Pengukuran hemodinamik ini dapat
membantu untuk mengenali syok sedini mungkin, dimana pemberian dengan
segera bantuan sirkulasi adalah hal yang paling penting.
4. Pengukuran Hemodinamik
a. Noninvasif
1) Frekuensi Pernafasan
Penilaian Frekuensi pernafasan adalah suatu indikator fisiologi
yang sangat sensitif dan harus dipantau secara terus menerus. Pernafasan
adalah tanda fital yang paling mudah dalam pengukurannya. Pada
Pengukuran pernafasan yang akurat dilakukan pengamatan dan palpasi
pergerakan dinding dada.Seorang dewasa normalnya bernafas
sebanyak12-20 kali per menit (Potter & Perry 2013). RR harus dihitung
selama 30 detik, Jika RR pasien berada di luar parameter RR dewasa
normal maka RR harus dihitung satu menit penuh untuk memastikan
akurasi, RR harus dihitung saat meraba denyut nadi pasien sehingga
pasien tidak sadar bahwa anda sedang mengamati mereka (Sydney
South West Area Health Service, 2019).
2) Saturasi oksigen
Saturasi oksigen normal antara 97-100%, Saturasi oksigen <90%
berkolerasi dengan kadar oksigen darah yang sangat rendah dan
memerlukan ulasan medis yang mendesak. Jika saturasi oksigen pasien
anda rendah,biasanya anda akan melihat tanda-tanda lain bahwa pasien
sesak nafas seperti peningkatan laju pernafasan, Panggilan darurat klinis
harus dilakukan jika persyaratan oksigen ada ditingkatkan untuk
menjaga saturasi oksigen. Pulse Oximetry dapat digunakan untuk
menilai saturasi oksigen (SpO2) (Leksana, 2011).
3) Tekanan Darah Arterial noninvasif
Tekanan darah arteri merupakan kekuatan yang dihasilkan
dinding arteri dengan memompa darah dari jantung (Perry & Potter,
2010). Tekanan darah arteri yang diukur pada nilai puncak disebut
tekanan sistolik sedangkan sebaliknya adalah tekanan diastolik. Tekanan
sistolik dihasilkan oleh volume sekuncup, kecepatan ejeksi ventrikel
kiri,resistensi artikel sistemik, distensibilitas aorta dan dinding arteri,
kekentalan darah dan volume preload ventrikel kiri (endiastolic volume).
Dalam aplikasi klinis sehari-hari, tekanan sistolik merupakan
indikator afterload (besarnya usaha yang diperlukan untuk memompa
darah keluar dari ventrikel kiri). Sementara itu tekanan diastolik
dipengaruhi kekentalan darah, distensibilitas arteri, resistensi sistemik
dan lamanya siklus jantung. Unit standart pengukuran tekanan darah
adalah milimeter air raksa (mmHg). Tekanan darah dewasa optimal
harus <130 mmHg Sistolik dan <85 mmHg Diastolik. Tekanan darah
optimal padaorang dewasa usia paruh baya adalah dibawah 120/80
mmHg, lansia biasanya mengalami peningkatan tekanan darah sistolik
yang berhubungan dengan elastisitas pembuluh darah yang menurun
tetapi tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg (Potter & Perry, 2013).
Tekanan rerata arterial sistemik (Mean Arterial Pressure atau
MAP) adalah tekanan rata-rata diarteri pasienselama satu siklus jantung
(Jin W. Tee 1, 2016). Nilai MAP normal ialah 90 – 100 mmHg (Poth,
2011). MAP dikontrol oleh baroreseptor di sinus karotis dan aorta,
yangmengatur tekanan arteri dengan menyesuaikan laju jantung dengan
ukuran arteriol. MAP juga menjadi acuan autoregulasi yang merupakan
adaptasi organ untuk mempertahankan aliran darah yang konstan guna
memproteksi fungsinya. Nilai MAP dapat diperoleh dari hasil
pengukuran langsung ataupun dengan penghitungan (Jin W. Tee 1,
2016).
4) Denyut Nadi
Denyut nadi adalah aliran darah yang terasa naik turun saat
dipalpasi pada berbagai titik tubuh.Darah mengalir dalam sirkuit yang
kontiniu. Denyut adalah aliran darah naik turun yang terasa saat
dipalpasi diarteri perifer, jumblah sensasi denyut denyut dalam 1 menit
disebut frekuensi denyut (pulse rate) (Potter &Perry, 2010). Denyut nadi
harus diukur dengan meraba nadi radial pasien, Jika anda tidak dapat
mengakses pulse radial pasien, situs lain dapat digunakan sewajarnya,
denyut nadi harus dinilai untuk menilai, irama dam amplitudo
(kekeuatan), denyut nadi harus dihitung selama 30 detik atau lebih lama
(1 menit) jika ritme tidakteratur, denyut nadi dewasa normal adalah 60-
100 bpm, denyut nadi harus dihitung ketika pasien dalam keadaan
istirahat (saat istirahat tidak ada aktivitas fisik selama 20 menit) (Sydney
South West Area Health Service, 2019).
5) Capillary Refill Time (CRT)
CRT yang memanjang merupakan tanda dehidrasi pada pasien.Ini
diperkuat jika disertai dengan turgor kulit dan polapernapasan yang
abnormal.Namun, CRT yang memanjang jugaharus diperhatikan dalam
hubungannya dengan tanda-tandaklinis lainnya, misalnya hemodinamik
tidak stabil.Normal CRT adalah kurang dari dua detik (Fergusson,
2015).
b. Invasif
Pemantauan parameter hemodinamik invasif dapat dilakukan pada
arteri, vena sentral ataupun arteripulmonalis. Metode pemeriksaan tekanan
darahlangsung di intrarterial adalah mengukur secara aktual tekanan dalam
arteri yang dikanulasi, yang hasilnya tidak dipengaruhi oleh isi atau
kuantitas aliran darah. Kanulasi di vena sentral merupakan akses vena yang
sangat bermanfaat pada pasien sakit kritis yang membutuhkan infus dalam
jumlah besar, nutrisi parenteral dan obat vasoaktif. Sistem pemantauan
hemodinamik terdiri dari 2 kompartemen yaitu elektronikdan pengisian
cairan (fluid-filled). Parameter hemodinamik dipantau secara invasif sesuai
atas dinamika sistem pengisian cairan. Pergerakan cairan yang mengalami
suatu tahanan akan menyebabkan perubahan tekanan dalam pembuluh darah
yang selanjutnya menstimulasi diafragma pada transducer. Perubahan ini
direkam dan diamplifikasi sehingga dapat dilihat pada layar monitor. Sistem
cairan dengan manometer air: kateter dilekatkan pada saluran yang terisi
penuh dengan cairan, terhubung denganmanometer air yang sudah
dikalibrasi. Teknik yang sangat sederhana, sejatinya bermula dibuat untuk
mengukur tekanan vena sentral (Central Venous Pressure). Sistem serat
fiber: probe dengan transducerdi ujungnya diinsersi pada daerah yang akan
dipantau (misalnya ventrikel). Sinyal akan dikirim ke layar monitor melalui
serat optik. Sistem ini tidak tergantung pada dinamika cairan. Dibandingkan
dengan sistem pengisian cairan, pengoperasiannya lebih mudah hanya
harganya mahal. Sistem pengisian cairan yangdigabung dengan
transducer/amplifier: tekanan pulsatil pada ujung kateter ditransmisikan
melalui selang penghubung ke diafragma pada transducer. Sinyal iniakan
diamplifikasi dan pada layar monitor dapat tersaji secara kontinu dengan
gelombang yang real-time.
2.2.3 Ventilator Mekanik
1. Pengertian
Ventilasi mekanik adalah proses penggunaan suatu peralatan untuk
memfasilitasi transpor oksigen dan karbondioksida antara atmosfer dan alveoli
untuk tujuan meningkatkan pertukaran gas paru-paru (Urden, Stacy, Lough
2010). Ventilator merupakan alat pernafasan bertekanan negatif atau positif
yang dapat mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen untuk periode
waktu yang lama .
Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan positif
atau negative yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan napas pasien
sehingga mampu mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam
jangka waktu lama. Tujuan pemasangan ventilator mekanik adalah untuk
mempertahankan ventilasi alveolar secara optimal dalam rangka memenuhi
kebutuhan metabolic pasien, memperbaiki hipoksemia, dan memaksimalkan
transport oksigen (Hidayat, et all 2020)
Terdapat beberapa tujuan pemasangan ventilator mekanik, yaitu:
mengurangi kerja pernapasan, meningkatkan tingkat kenyamanan pasien,
Pemberian MV yang akurat, mengatasi ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi
dan menjamin hantaran O2 ke jaringan adekuat
2. Indikasi Ventilasi Mekanik
a. Pasien dengan gagal nafas.
Pasien dengan distres pernafasan gagal nafas, henti nafas (apnu) maupun
hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi
ventilasi mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan
ventilasi mekanik sebelum terjadi gagal nafas yang sebenarnya. Distres
pernafasan disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi.
Prosesnya dapat berupa kerusakan paru (seperti pada pneumonia) maupun
karena kelemahan otot pernafasan dada (kegagalan memompa udara karena
distrofi otot).
b. Insufisiensi jantung.
Tidak semua pasien dengan ventilasi mekanik memiliki kelainan
pernafasan primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF,
peningkatan kebutuhan aliran darah pada sistem pernafasan (sebagai akibat
peningkatan kerja nafas dan konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan jantung
kolaps. Pemberian ventilasi mekanik untuk mengurangi beban kerja sistem
pernafasan sehingga beban kerja jantung juga berkurang.
c. Disfungsi neurologis.
Pasien dengan GCS 8 atau kurang yang beresiko mengalami apnu
berulang juga mendapatkan ventilasi mekanik. Selain itu ventilasi mekanik
juga berfungsi untuk menjaga jalan nafas pasien serta memungkinkan
pemberian hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intra cranial.
d. Tindakan operasi.
Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan sedative
sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas
selama operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan
keberadaan ventilasi mekanik.
3. Klasifikasi Ventilasi Mekanik
Ventilator mekanik dibedakan atas beberapa klasifikasi. Berdasarkan
cara alat tersebut mendukung ventilasi, dua kategori umum adalah ventilator
tekanan negatif dan tekanan positif. Ventilator tekanan negatif mengeluarkan
tekanan negatif pada dada eksternal. Dengan mengurangi tekanan intratoraks
selama inspirasi memungkinkan udara mengalir ke dalam paru-paru sehingga
memenuhi volumenya. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada gagal nafas
kronik yang berhubungn dengan kondisi neurovaskular seperti poliomyelitis,
distrofi muscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan miastenia gravis. Saat ini
sudah jarang di pergunakan lagi karena tidak bisa melawan resistensi dan
complience paru, di samping itu ventilator tekanan negative ini digunakan pada
awalawal penggunaan ventilator. Sedangkan Ventilator tekanan positif
menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan tekanan positif pada jalan
nafas dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi.
Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi.
Ventilator ini secara luas digunakan pada klien dengan penyakit paru primer.
Terdapat tiga jenis ventilator tekanan positif yaitu tekanan bersiklus, waktu
bersiklus dan volume bersiklus.
Kemudian berdasarkan mekanisme kerjanya ventilator mekanik tekanan
positif dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu :.
a. Volume Cycled Ventilator
Volume cycled ventilator merupakan jenis ventilator yang paling sering
digunakan di ruangan unit perawatan kritis. Perinsip dasar ventilator ini
adalah siklusnya berdasarkan volume. Mesin berhenti bekerja dan terjadi
ekspirasi bila telah mencapai volume yang ditentukan. Keuntungan volume
cycled ventilator adalah perubahan pada komplain paru pasien tetap
memberikan volume tidal yang konsisten. Jenis ventilator ini banyak
digunakan bagi pasien dewasa dengan gangguan paru secara umum. Akan
tetapi jenis ini tidak dianjurkan bagi pasien dengan gangguan pernapasan
yang diakibatkan penyempitan lapang paru (atelektasis, edema paru). Hal ini
dikarenakan pada volume cycled pemberian tekanan pada paru-paru tidak
terkontrol, sehingga dikhawatirkan jika tekanannya berlebih maka akan
terjadi volutrauma. Sedangkan penggunaan pada bayi tidak dianjurkan,
karena alveoli bayi masih sangat rentan terhadap tekanan, sehingga memiliki
resiko tinggi untuk terjadinya volutrauma.
b. Pressure Cycled Ventilator
Prinsip dasar ventilator type ini adalah siklusnya menggunakan tekanan.
Mesin berhenti bekerja dan terjadi ekspirasi bila telah mencapai tekanan yang
telah ditentukan. Pada titik tekanan ini, katup inspirasi tertutup dan ekspirasi
terjadi dengan pasif. Kerugian pada type ini bila ada perubahan komplain
paru, maka volume udara yang diberikan juga berubah. Sehingga pada pasien
yang setatus parunya tidak stabil, penggunaan ventilator tipe ini tidak
dianjurkan, sedangkan pada pasien klienklien atau dewasa mengalami
gangguan pada luas lapang paru (atelektasis, edema paru) jenis ini sangat
dianjurkan.
c. Time Cycled Ventilator
Prinsip kerja dari ventilator type ini adalah siklusnya berdasarkan waktu
ekspirasi atau waktu inspirasi yang telah ditentukan. Waktu inspirasi
ditentukan oleh waktu dan kecepatan inspirasi (jumlah napas permenit).
Normal ratio I : E (inspirasi : ekspirasi ) 1 : 2
d. Berbasis aliran (Flow Cycle)
Memberikan napas dan menghantarkan oksigen berdasarkan kecepatan aliran
yang sudah diset
4. Model Ventilasi Mekanik
Secara keseluruhan mode ventilator terbagi menjadi 2 bagian besar yaitu
mode bantuan sepenuhnya dan mode bantuan sebagian.
a. Mode bantuan penuh terdiri dari mode volume control (VC) dan pressure
control (PC). Baik VC ataupun PC, masing-masing memenuhi target Tidal
Volume (VT) sesuai kebutuhan pasien (10-12 ml/kgBB/breath).
1) Volume Control (VC)
Pada mode ini, frekwensi nafas (f) dan jumlah tidal volume (TV) yang
diberikan kepada pasien secara total diatur oleh mesin. Mode ini
digunakan jika pasien tidak sanggup lagi memenuhi kebutuhan TV
sendiri dengan frekwensi nafas normal. Karena pada setiap mode
control, jumlah nafas dan TV mutlak diatur oleh ventilator, maka pada
pasien-pasien yang sadar atau inkoopratif akan mengakibatkan
benturan nafas (fighting) anatara pasien dengan mesin ventilator saat
insfirasi atau ekspirasi. Sehingga pasien harus diberikan obat-obat
sedatif dan pelumpuh otot pernafasan sampai pola nafas kembali
efektif. Pemberian muscle relaksan harus benar-benar dipertimbangkan
terhadap efek merugikan berupa hipotensive.
2) Pressure Control (PC)
Jika pada mode VC, sasaran mesin adalah memenuhi kebutuhan TV
atau MV melalui pemberian volume, maka pada mode PC target mesin
adalah memenuhi kebutuhan TV atau MV melalui pemberian tekanan.
Mode ini efektif digunakan pada pasien-pasien dengan kasus edema
paru akut.
b. Mode bantuan sebagian terdiri dari SIMV (Sincronous Intermitten Minute
Volume), Pressure Support (PS), atau gabungan volume dan tekanan
SIMV-PS.
1) SIMV (Sincronous Intermitten Minute Volume)
Jika VC adalah bantuan penuh maka SIMV adalah bantuan
sebagian dengan targetnya volume. SIMV memberikan bantuan
ketika usaha nafas spontan pasien mentriger mesin ventilator. Tapi
jika usaha nafas tidak sanggup mentriger mesin, maka ventilator akan
memberikan bantuan sesuai dengan jumlah frekwensi yang sudah
diatur. Untuk memudahkan bantuan, maka trigger dibuat mendekati
standar atau dibuat lebih tinggi. Tetapi jika kekuatan untuk
mengawali inspirasi belum kuat dan frekwensi nafas terlalu cepat,
pemakaian mode ini akan mengakibatkan tingginya WOB (Work Of
Breathing) yang akan dialami pasien. Mode ini memberikan
keamanan jika terjadi apneu. Pada pasien jatuh apneu maka mesin
tetap akan memberikan frekwensi nafas sesuai dengn jumlah nafas
yang di set pada mesin. Tetapi jika keampuan inspirasi pasien belum
cukup kuat, maka bias terjadi fighting antara mesin dengan pasien.
Beberapa pengaturan (setting) yang harus di buat pada mode SIMV
diantaranya: TV, MV, Frekwensi nafas, Trigger, PEEP, FiO2 dan
alarm batas atas dan bawah MV.
2) Pressure Support (PS)
Jika PC merupakan bantuan penuh, maka PS merupakan mode
bantuan sebagian dengan target TV melalui pemberian tekanan. Mode
ini tidak perlu mengatur frekwensi nafas mesin karena jumlah nafas
akan dibantu mesin sesuai dengan jumlah trigger yang dihasilkan dari
nafas spontan pasien. Semakin tinggi trigger yang diberikan akan
semakin mudah mesin ventilator memberikan bantuan. Demikian
pula dengan IPL, semakin tinggi IPL yang diberikan akan semakin
mudah TV pasien terpenuhi. Tapi untuk tahap weaning, pemberian
trigger yang tinggi atau IPL yang tinggi akan mengakibatkan
ketergantungan pasien terhadap mesin dan ini akan mengakibatkan
kesulitan pasien untuk segera lepas dari mesin ventilator. Beberapa
pengaturan yang harus di buat pada mode VC diantaranya: IPL,
Triger, PEEP, FiO2, alarm batas atas dan bawah MV serta Upper
Pressure Level. Jika pemberian IPL sudah dapat diturunkan
mendekati 6 cm H2O, dan TV atau MV yang dihasilkan sudah
terpenuhi, maka pasien dapat segera untuk diweaning ke mode CPAP
(Continuous Positive Air Way Pressure).
3) SIMV + PS
Mode ini merupakan gabungan dari mode SIMV dan mode PS.
Umumnya digunakan untuk perpindahan dari mode kontrol. Bantuan
yang diberikan berupa volume dan tekanan. Jika dengan mode ini IPL
dibuat 0 cmH2O, maka sama dengan mode SIMV saja. SIMV + PS
memberikan kenyamanan pada pasien dengan kekuatan inspirasi
yang masih lemah. Beberapa pengaturan (setting) yang harus di buat
pada mode VC diantaranya: TV, MV, Frekwensi nafas, Trigger, IPL,
PEEP, FiO2, alarm batas atas dan bawah dari MV serta Upper
Pressure Limit.
4) CPAP (Continous Positif Airway Pressure)
Mode ini digunakan pada pasien dengan daya inspirasi sudah
cukup kuat atau jika dengan mode PS dengan IPL rendah sudah
cukup menghasilkan TV yang adekuat. Bantuan yang di berikan
melalui mode ini berupa PEEP dan FiO2 saja. Dengan demikian
penggunaan mode ini cocok pada pasien yang siap ekstubasi
5. Komplikasi Ventilasi Mekanik
Komplikasi yang dapat timbul dari penggunaan ventilasi mekanik, yaitu:
obstruksi jalan nafas, hipertensi, tension pneumotoraks, atelektase dan infeksi
pulmonal (Dreyfuss and Saumon 1998).
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Author Judul Metode Hasil penelitian
1. Yuswandi, Status Desain yang di gunakan Hasil penelitian
Anwar Hemodinami pada penelitian ini quasi menunjukan terdapat
eksperiment pre-test-
Wadi k Pasien yang perubahan status
posttest with control group,
Warongan, Terpasang hemodinamik pasien
Pada penelitian ini post-test
Fitria Ventilasi diperoleh hasil pada
dilakukan sebanyak 4 kali.
Rayasati. Mekanik kelompok intervensi
Populasi dalam penelitian
terdapat perbedaan yang
2020 dengan Posisi ini adalah seluruh pasien
signifikan antara nilai
Lateral Kiri yang terpasang ventilasi
sebelum dan 120 menit
Elevasi 30 mekanik di ICU Rumah sesudah diberikan posisi
Sakit Umum (RSU)
Derajat. lateral kiri elevasi kepala
Kabupaten Tangerang pada
300 pada tekanan darah
bulan April dan Juli tahun
sistolik (p= 0,045; =
2019. Metode sampling
0,05), tekanan darah
yang digunakan adalah
diastolik (p=0,001;
purposive sampling,
=0,05), MAP (p=0,000;
dengan jumlah 15
=0,05), Heart Rate
responden untuk masing-
masing kelompok. (p=0,001; = 0,05) dan
Respiratory Rate (p=0,009;
=0,05), sedangkan pada
SPO2 tidak terdapat
perbedaan yang signifikan
(p= 0,334; =0,05). Maka
dapat disimpulkan bahwa
ada pengaruh posisi lateral
kiri elevasi kepala 300 pada
tekanan darah sistolik,
tekanan darah diastolik,
MAP, Heart Rate) dan
Respiratory Rate, akan
tetapi tidak ada pengaruh
terhdapat SPO2.
Pada kelompok kontrol
diperoleh hasil tidak
terdapat perbedaan yang
signifikan antara nilai
sebelum dan sesudah 120
menit pada posisi selain
posisi lateral kiri elevasi
kepala 300 pada tekanan
darah sistolik (p= 0.739;
= 0,05), tekanan darah
diastolik (0.601; =0,05),
MAP (p=0.621;=0,05),
dan Respiratory Rate
(p=0.062; =0,05), dan
SPO2 (p= 0.164; =0,05).
sedangkan pada Heart Rate
terdapat perbedaan yang
signifikan Heart Rate
(p=0.029; = 0,05).
2. Wahyu Pengaruh Quasi experiment pre Hasil penelitian
Rima mobilisasi post without control didapatkan ada
Agustin, progresif group. Rancangan perbedaan yang
Gatot terhadap penelitian yang digunakan bermakna antara hearth
Suparmant status adalah one-group pretest- rate (HR), Respiratory
o, hemodinamik posttest design. Didalam Rate (RR), saturasi
wahyunin pada pasien desain ini observasi Oksigen (SPO2),
dilakukan sebanyak 2 (dua)
gsi Safitri. kritis di tekanan darah (BP) dan
kali yaitu sebelum dan
2020 intensive care mean arterial preasure
sesudah intervensi pada
unit. (MAP) sebelum dan
satu kelompok perlakuan.
Hasil perlakuan dapat sesudah dilakukan
diketahui lebih akurat, mobilisasi. progresif (p
karena dapat value 0,000 ≤ 0,05) berarti
membandingkan dengan mobilisasi progresif
keadaan sebelum diberikan mempengaruhi status
perlakuan. hemodinamik pada pasien
Populasi pada penelitian ini kritis di RSUD
adalah semua pasien kritis Karanganyar. Nilai t
di ruang ICU RSUD negatif menunjukkan
Karanganyar, Teknik bahwa Heart Rate (HR),
pengumpulan sampel pada Respiratory Rate (RR),
penelitian ini menggunakan saturasi oksigen (SaO2),
purposive sampling tekanan darah dan Mean
sejumlah 19 responden Arterial Pressure (MAP)
dengan kriteria inklusi sebelum mobilisasi
PaO2 : FiO2 > 250, nilai progresif lebih rendah
PEEP 60559090%, tingkat dibandingkan setelah
kesadaran pasien dengan mobilisasi progresif.
respon mata baik (RASS -5
sampai -3). Kriteria
eksklusi pasien dengan
peningkatan tekanan
intrakranial dan status
hemodinamik tidak stabil.
3. Vica Sari The Effect Of Quasi Experiment Hasil penelitian

Oktorina, Body dengan desain kelompok menunjukkan tidak ada


kontrol perubahan signifikan pada
Aan Repositionin
non-ekuivalen. status hemodinamik
Nuraeni. g On
Populasi adalah seluruh pasien (HR, MAP dan
2018 Hemodynami
pasien ICU di Rumah SpO2) sebelum dan
c Status In
Sakit Rujukan di sesudah direposisi ke
Patients With Bandung, Jawa Barat, posisi lateral kanan dan

Vasopressor Indonesia yang mendapat kiri. Begitu pula dengan

Therapy In terapi vasopressor HR pasien, MAP dan


dengan rata-rata 15 pasien SpO2 sebelum direposisi
Intensive
setiap bulan. dan setelah mengikuti
Care Unit
Penentuan sampel 3 kali perubahan posisi
menggunakan teknik setiap 2 jam-selama
purposive sampling yang rentang 8 jam-,
memiliki kriteria tidak mengalami
inklusi sebagai berikut: perubahan yang
pasien mendapat terapi signifikan.
agen vasopressor; pasien Kondisi yang sama
menerima dosis agen ditunjukkan oleh
vasopressor yang relatif perbedaan
stabil; MAP pasien hemodinamik antara
antara 60 - 110 mmHg; kelompok intervensi dan
detak jantung pasien kelompok kontrol. Hasil
lebih dari 60 kali / menit ini menunjukkan
dan kurang dari 130 stabilitas status
kali / menit; saturasi hemodinamik pasien
oksigen pasien lebih dari selama
93%; pasien tidak reposisi.
mengalami patah tulang
panggul dan cedera tulang
belakang; dan
pasien tidak memiliki
tekanan intra kranial
yang tinggi. Penelitian ini
juga memiliki
kriteria dropout yaitu:
denyut jantung pasien
meningkat lebih dari 20
kali / menit dan tidak
pulih setelah 10 menit
pertama sejak pasien
dimiringkan; MAP pasien
meningkat lebih dari
110 mmHg atau menurun
kurang dari 60
mmHg yang tidak pulih
setelah 10 menit
pertama sejak pasien
dimiringkan; desaturasi
terjadi dan tidak pulih
setelah 10 menit pertama
sejak pasien dimiringkan.
Sebanyak 34 sampel
dipilih dan dibagi menjadi
kelompok kontrol dan
intervensi, dengan
perhitungan jumlah
sampel menggunakan
rumus deskriptif analitik
tidak berpasangan,
dengan tingkat
kepercayaan 95%,
kekuatan tes
80%, standar deviasi
berdasarkan penelitian
sebelumnya dan
perbedaan
rata-rata yang signifikan
dalam kelompok
kontrol dan intervensi
ditentukan satu.
Berdasarkan hasil
perhitungan didapatkan
17
responden untuk setiap
kelompok.
4. Ifa Hafifah, Evaluasi Status Rancangan penelitian pra Hasil penelitian
Fajar Rizki Hemodinamik eksperimental dengan one menunjukkan Terdapat 5
Rahayu1, Pasien Dengan shot case study. Sampel orang responden dalam
Lukmannul Ventilator penelitian berjumlah 5 penelitian ini dengan
Hakim. Mekanik Pasca orang yang diambil secara perubahan status
2021 Mobilisasi consecutive sampling yang hemodinamik (TD, MAP,
Harian ditemui dalam kurun waktu RR, HR pada posisi
(Supinasi - 26 Februari- 31 Maret 2018 supinasi menjadi posisi
Lateral) di sesuai dengan kriteria lateral pada pasien dengan
Ruang ICU penelitian. Kriteria inklusi menggunakan ventilator,
RSUD Ulin sampel pada penelitian ini namun terdapat perubahan
Banjarmasin adalah: signifikan 3 dari 5
1. Pasien yang berusia > 18 responden pada MAP dan 2
tahun dari 5 responden pada RR.
2. Pasien dengan status
hemodinamik yang stabil 1.Mean Arterial Pressure
yaitu frekuensi nadi (HR) (MAP) Terdapat perubahan
60-130 x/menit, dan Mean signifikan dari beberapa
Arterial Pressure (MAP) responden seperti
70-120 mmHg responden 2, pada menit ke
3. Pasien yang terpasang 5 posisi lateral MAP 111
ventilator mekanik mmHg dan berubah
menjadi 80 mmHg ketika
Kriteria eksklusi sampel menit ke 10. Responden 3,
pada penelitian ini adalah: pada menit ke 5 posisi
1. Pasien yang mengalami lateral 81 mmHg, namun
fraktur pada menit 10 posisi lateral
2. Pasien yang berubah menjadi 61
menggunakan obat mmHg. Begitupun
vasopresor/inotropik responden 4 pada posisi
3. Pasien yang mengalami supinasi MAP 102 mmHg
peningkatan TIK dan berubah menjadi 85
4. Pasien yang mengalami mmHg ketika menit ke 5
trauma spinal posisi lateral.
5. Pasien yang menjalani
operasi abdomen 2. Heart Rate (HR)
6. Pasien wanita yang Peningkatan nadi terjadi
sedang hamil pada responden 3 dan
7. Pasien yang mengalami responden 5. Pada
agitasi. responden 3 nadi pada
Instrumen yang digunakan posisi supinasi adalah
pada penelitian ini adalah 113x/menit, setelah 5 menit
lembar identitas responden perubahan posisi menjadi
meliputi; inisial, jenis lateral menurun menjadi
kelamin, usia, diagnosis 107x/menit dan pada menit
medis, lama penggunaan ke 60 meningkat menjadi
ventilator, mode ventilator. 112x/menit. Sama halnya
Selain itu lembar observasi dengan responden 5, nadi
lain responden berupa data pada posisi supinasi adalah
status hemodinamik 106x/menit, setelah 5
responden pada posisi menit perubahan posisi
supinasi dan posisi lateral menjadi lateral meningkat
yaitu frekuensi napas (RR), menjadi 107x/menit dan
saturasi oksigen (SPO2), pada menit ke 60 tetap
tekanan darah (TD), Mean 107x/menit. Sejalan
Arterial Pressure (MAP), dengan pernyataan Bein et
dan frekuensi nadi (HR). al (1966) yang menyatakan
Pada posisi lateral bahwa posisi lateral kanan
diobservasi dari rentang dan kiri dapat
menit ke 5, menit ke 10, meningkatkan nadi pada 15
menit ke 30, dan menit ke menit pertama.
60. Analisis data yang
digunakan adalah analisis 3. Frekuensi Napas (RR)
univariat dengan persentase Peningkatan RR melebihi
dan distribusi frekuensi. batas normal terjadi pada
responden nomor 3.
Namun perubahan RR pada
responden mengalami
penerununan pada saat
posisi supinasi 37x/menit
dan pada posisi lateral di
menit ke 60 menurun
menjadi 33x/menit.
Berdasarkan hasil di atas,
perubahan RR pada posisi
supine dan posisi lateral
pada 4 responden (80%)
tidak begitu signifikan.

4. Saturasi Oksigen (SPO2)


SPO2 pada posisi supinasi
pada seluruh responden
adalah 100%. Setelah
dilakukan perubahan posisi
menjadi lateral SPO2
tertinggi adalah 100% dan
SPO2 terendah adalah
97%. Pada penelitian ini
seluruh responden ketika
sebelum dilakukan
perubahan posisi dan
sesudah dilakukan
perubahan posisi menjadi
lateral tidak mengalami
penurunan SPO2 yang
signifikan dan masih dalam
batas normal sehingga
perubahan posisi dapat
ditoleransi dari SPO2.
5. van The effects of Purposive randomizet Dari hasil penelitian,
Göcze, the multivariable analysis didapatkan perbedaan
Felix semirecumbe hasil rata-rata MAP dan
Strenge , nt position on SPO2 pada pasien
Florian hemodynami dengan 3 posisi bereda.
Zeman , c status in Terjadi peningkatan
Marcus patients on MAP dan SPO2 pasien
Creutzenb invasive pada posisi 20 dan 30
erg , mechanical derajat, namun ketika
Bernhard ventilation: pasien diposisikan 44
M Graf , prospective derajat, terjadi
Hans J randomized penurunan MAP dan
Schlitt1 multivariable SPO2
and analysis
Thomas
Bein. 2013

3.2 Pembahasan
Intensive Care Unit (ICU) merupakan ruang rawat rumah sakit dengan staf dan
perlengkapan khusus ditujukan untuk mengelola pasien dengan penyakit, trauma
atau komplikasi yang mengancam jiwa (Musliha, 2010). Pasien dengan fase kritis
dengan satu atau lebih gangguan fungsi sistem organ vital manusia yang dapat
mengancam kehidupan serta memiliki morbiditas dan mortalitas tinggi, sehingga
membutuhkan suatu penanganan khusus dan pemantauan secara intensif
(Kemenkes RI, 2011). Pasien kritis memiliki kerentanan yang berbeda. Kerentanan
itu meliputi ketidakberdayaan, kelemahan dan ketergantungan terhadap alat
pembantu (Sunatrio, 2010).
Akibat menurunnya persepsi sensori (Batticaca, 2012). Pemantauan
hemodinamika perlu diperhatikan, pemantauan tersebut merupakan suatu teknik
pengkajian pada pasien kritis, mengetahui kondisi perkembangan pasien, serta
untuk antisipasi kondisi pasien yang memburuk (Burchell & Powers, 2011). Dasar
dari pemantauan hemodinamika adalah perfusi jaringan yang adekuat, seperti
keseimbangan antara pasokan oksigen dengan yang dibutuhkan, mempertahankan
nutrisi, suhu tubuh dan keseimbangan elektrokimiawi sehingga manifestasi klinis
dari gangguan hemodinamika berupa gangguan fungsi organ tubuh yang bila tidak
ditangani secara cepat dan tepat akan jatuh ke dalam gagal fungsi organ multipel.
Perawat sebagai bagian dari tim kesehatan dalam merawat pasien-pasien kritis
mempunyai tanggung jawab yang besar dalam memonitor keadaan hemodinamik.
Monitoring hemodinamik merupakan suatu pengkajian fisiologis yang penting
dalam perawatan pasienpasien kritis (Prayitno dkk, 2015).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Yuswari dkk (2020) bertujuan untuk
mengetahui pengaruh dari posisi tubuh lateral kiri dengan elefasi kepala 30 derajat
terhadap perubahan status hemodinamik pada pasien dengan terpasang ventilasi
mekanik di ruang intensive care unit. Sampel penelitian ini dilakukan di pada 15
pasien. Sebelum dilakukan intervensi, pasien dilakukan pengukuran status
hemodinamik pre-test dengan posisi semi fowler 30 derajat saja. Setelah itu, posisi
pasien diatur menjadi posisi lateral dengan menghadap kiri dan kepala diangkat
setinggi 30 derajat. Pemberian intervensi diberikan selama 2 jam. Setelah itu pasien
kemudian dialukan pengukuran kembali status hemodinamik. Setelah dilakukan
intervensi, didapatkan terjadi perubahan status pada pasien setelah dilakukan
intervensi perubahan posisi lateral kiri dengan posisi kepala diangkat 30 derajat,
seperti peningkatan rata-rata tekanan darah sistolik (127,60 menjadi 131,33)
diastolic (81,07 menjadi 86,53) MAP (94,87 menjadi 99,93), denyut nadi (85,73
menjadi 90,07) frekuensi epernafasan (16,13 mejadi 14,67).
Pada penelitian Wahyu Rima Agustin, dkk (2020) bertujuan untuk mengetahui
perubahan posisi terhadap status hemodinamik pada pasien dalam masa kritis di
ICU RSUD Karanganyar, penelitian dilakukan pada 19 sampel pasien dengan
kondisi kritis. Pengukuran status hemodinamik dilakukan sebelum dan sesudah
intervensi. Mobilisasi progresif yang dilakukan pada pasien yaitu dilakukan dengan
mengubah posisi pasien dari berbaring menjadi setengah berbaring dengan posisi
kepala setinggi 30 derajat. Hasil penelitian menunjukkan terjadi peningkatan rata-
rata status hemodinamika setelah dilakukan intervensi baik dari tekanan darah
sistolik (127 menjadi 128,7) tekanan darah diastolic (82,3 menjadi 83,2) hearth rate
(86,3 menjadi 87,8), respiratory rate (18,6 menjadi 19,9) saturasi oksigen (97,6
menjadi 98.5) dan MAP (98.5 menjadi 99,1).
Dalam 2 penelitian diatas, terjadinya perubahan status hemodinamik berupa
peningkatan tekanan darah, frekuensi pernafasan, dan denyut nadi disebabkan
terjadinya peningkatan ventilasi. Hal ini dikarenakan anatomi jantung berada pada
posisi sebelah kiri berada di bagaian atas dan bagian bawah paru-paru sehingga
membuat tekanan paru-paru meningkat, dan tekanan apeks lebih rendah dripada
tekanan basal paru-paru. Aliran darah ke paru bawah menerima sekitar 60-70% dari
total darah ke paru-paru. Pada pasien yang menggunakan ventilasi mekanik, efek
grafitasi terhadap pembuluh darauh kapiler menyebabkan peningkatan pada
alveolar sehingga dapat meningkatkan ventilasi (Rhodes et al, 2013). Namun terjadi
perubahan yang tidak terlalu berbeda pada rata-rata kadar saturasi oksigen pasien
(98,73 menjadi 98,53).Hal ini sesuai dengan pendapat Stiller (2004) yang
menyebutkan bahwa dengan posisi tubuh bagian atas yang lebih tinggi akan tetap
membuat usaha untuk bernafas lebih stabil, sehingga saturasi oksigen akan tetap
terjaga.
Pada penelitian Van Gocze et al (2013) sebanyak 200 pasien yang berada di
ICU rumah sakit pendidikan London direkrut menjadi responden dengan ketentuan
status hemodinamik yang stabil, dapat dimobilisasi, dan sedang tidak dalam
gangguan. Urutan enam kemungkinan kombinasi dari tiga posisi (0 °, 30 °, dan 45
°) ditentukan: 0 °, 30 °, kemudian 45 °; 0 °, 45 °, lalu 30 °; 30 °, 0 °, lalu 45 °; 30 °,
45 °, lalu 0 °;45 °, 0 °, lalu 30 °; 45 °, 30 °, lalu 0 °Setiap kombinasi secara acak
menetapkan nomor dari 1 hingga 200. Sebuah lembaga independen membuat
urutan acak (daftar acak)dan pengacakan dibuat dalam blok, untuk menjamin
distribusi seragam urutan pemosisian. Pasientermasuk dalam penelitian menerima
nomor dalam urutan (dari1 hingga 200) yang menentukan urutan pemosisian dari
daftar. Masing-masing posisi pasien diterapkan selama 3 menit kemudian
diobservasi MAP dan SPO2nya kemudian dikembalikan ke posisi semula. Dari
hasil penelitian, didapatkan bahwa dengan posisi kepala lebih tinggi 20 sampai 30
derajat dapat meningkatkan status MAP dan SPO2 pada pasien. Namun setelah
posisi pasien dinaikkan menjadi 45 derajat, terjadi penurunan tekanan MAP dan
SPO2. Meskipun dalam penelitian tersebut, peneliti tidak menemukan alasan yang
kuat terkait hal tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh Oktorina dan Nuraeni (2018)dilakukan pada 17
pasien di ruang ICU. Pasien kemudian diberikan intervensi berupa perubahan posisi
dari posisi supine ke posisi lateral kiri, dari posisi lateral kiri ke posisi lateral kanan,
serta dari posisi lateral kanan ke posisi supine kembai. pengukuran dilakukan
setelah 2 jam diberikan posisi tersebut. Hasil penelitian ini menunjukkan terjadi
peningkatan rata-rata status hemodinamik ketika pasien diposisikan dari posisi
supine ke posisi lateral ( HR : 98,12 menjadi 99,21, MAP 76,71 menjadi 79,94,
SPO2 : 100 ), tidak ada perubahan yang bermakna dari status hemodinamik ketika
posisi lateral kiri ke lateral kanan ( HR : 97,65 menjadi 97,29, MAP : 72 menjadi
74, SPO2 : 100 ) dan terjadi penurunan rata-rata status hemodinamik dari posisi
lateral kanan ke posisi supine kembali ( HR : 96,53 menjadi 94,53, MAP : 72
menjadi 71, SPO2 : 100 ).
Selain posisi tubuh, hal-hal yang dapat mempengaruhi status hemodinamik
pasien kritis dengan yang terpasang ventilator mekanik yaitu adanya obat – obatan
pendukung yang diberikan pada pasien seperti norepinephrine dan dobutamine.
(Antonelli, et al, 2013). Rhodes et al (2015) menjelaskan bahwa obat vasoaktif
seperti norephrineprine akan meningkatkan MAP melalui efek fasokontraksi serta
sedikit perubahan bila dibandingkan dengan dopamine. Dobutamine merupakan
pilihan obat inotropic primer yang akan meningkatkan hemodinamik dan perfusi,
termasuk peningkatan klinis.
Secara keseluruhan, intervensi perubahan posisi dapat mempengaruhi status
hemodinamik. Peningkatan atau penurunan status hemodinamik ditentukan dari
bagaimana perawat memposisikan pasien sesuai dengan kebutuhan pasien. Seperti
misalnya perubahan posisi tubuh dengan meninggikan kepala setinggi 300 derajat,
pada pasien denan ventilator mekanik dapat meningkatkan frekuensi pernafasan
sehingga berdampak negatife pada status respirasi, namun dapat berdampak baik
pada peningkatan status kardiovascular khususnya bisa diterapkan pada pasien yang
mengalami penurunan tekanan darah.
3.3. Implikasi keperawatan
Perawat merupakan salah satu bagian dari team ICU, yang mempunyai ruang
lingkup luas, karakteristik unik serta peran yang penting dalam pemberianasuhan
keperawatan kritis di ICU (Munawaroh dkk, 2012). Salah satu intervensi yang
diberikan berupa perubahan posisi pasien. Perubahan posisi merupakan salah satu
intervensi keperawatan dalam penatalaksanaan pasien yang terpasang ventilasi
mekanik, perubahan posisi yang dimaksud yaitu memposisikan pasien miring dan
reposisi pasien dngan rasionalisasi memiringkan membantu ventilasi kedua paru
dan mobilisasi secret. volume paru-paru dan pertukaran gas dapat dipengaruhi oleh
perubahan posisi begitu juga dengan denyut nadi(Batticaca, 2012).
DAFTAR PUSTAKA

Aries MJH, Aslan A, Jan Willem J Elting, Roy E Stewart, Jan G Zijlstra, Jacques De
Keyser and Patrick CAJ Vroomen, (2011). Intra-Arterial Blood Pressure
Reading In Intensive Care Unit Patients In The Lateral Position. Journal of
Clinical Nursing, 21, 1825– 1830.

Bein T, Metz C, Keyl C, Pfeifer M & Taeger K. (1996). Effects Of Extreme Lateral
Posture On Hemodynamics And Plasma Atrial Natriuretic Peptide Levels In
Critically Ill Patients. Intensive Care Medicine 22, 651–655.

Cicolini, G., Gagliardi, G., & Ballone, E. (2010). Effect of Fowler’s Body Position on
Blood Pressure Measurement. Journal of Clinical Nursing, Volume 19, Issue
23-24.

Dreyfuss, Didier, and Georges Saumon. 1998. “State of the Art Ventilator Induced
Lung Injury.
Ginghina, C., Beladan, C.C., Iancu, M., Calin, A., Popescu, B.A. (2009). Respiratory
Maneuvers In Echocardiography: a Review of Clinical Applications.
Cardiovascular Ultrasound, 7:42 doi:10.1186/1476-7120-7-42

Hidayat, Arif Imam, Iwan Purnawan, and Ridlwan Kamaluddin. 2020. “Jurnal of
Bionursing Gambaran Nyeri Pasien Yang Terpasang Ventilator Mekanik Di
Ruang Intensive Care Unit RSUD Prof Dr Margono Soekarjo Purwokerto” 2
(3): 167–70.

Jin W. Tee 1, F. A. (2016). Mean arterial blood pressure management of acute


traumatic spinal cord injured patients during the pre-hospital and early
admission period.
Katili, Muhlis (2014). Bagaimana Memahami Konsep Dasar Hemodinamik Secara
Sederhana.
Kim, H.J., Sohng, K.Y. (2006). Effects of Backrest Position on Central Venous Pressure
and Intracranial Pressure in Brain Surgery Patients. Taehan Kanho Hakhoe Chi,
36(2):35 3-60

Kirchhoff KT, Rebenson-Piano M & Patel MK. (1984). Mean Arterial Pressure
Readings: Variations With Positions And Transducer Level. Nursing Research
33, 343–345.

Leksana, E. (2011). Pengelolaan hemodinamik. Jurnal CDK 188, 38 (7).

Netea RT, Lenders JW, Smits P & Thien T. (2003). Influence Of Body And Arm
Position On Blood Pressure Readings: And Overview. Journal of Hypertension
21, 237–241.

Potter, Perry. (2013). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice. Edisi
7.Vol. 3.Jakarta : EGC

PUJIANTI, L. (2019). Pengaruh pemberian posisi lateral kanan terhadap hemodinamik


pasien CHF pada periode siklus sirkadian di medan. 32.

Rustandi Budi, Sari Fatimah, Titin Mulyati. (2014). Pengaruh pemberian posisi terhadap
nilai tidal volume. Jurnal Kesehatan Stikes Satriya Bhakti Nganjuk, Vol. 2 No.

Sydney South West Area Health Service. (2019). Royal Prince Alfred Hospital Patient
Observation (Vital Signs) Policy – Adult. Sydney

Thomas PJ, Paratz JD, Lipman J & Stanton WR. (2007). Lateral Positioning Of
Ventilated Intensive Care Patients: A Study Of Oxygenation, Respiratory
Mechanics, Hemodynamics, And Adverse Events. Heart and Lung 36, 277–286

Urden, Stacy, Lough. 2010. “Critical Care Nursing” 2.

Zakiyyah, S. (2014).Pengaruh Mobilisasi Progresife Level 1 terhadap resiko dekubitus


dan perubahan saturasi oksigen pada pasien kritis terpasang ventilator di ruang
ICU RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Penelitian Keperawatan

Sunatrio. (2010). Penentuan mati pengakhiran resusitasi dan euthanasia pasif di ICU.
PKGDI.Available from:
http://www.freewebs.com/penentuanmati/daftarpustaka.htm Pinsky, MR.
(2019). Hemodynamic Monitoring. Spinger : Switzerland

Prayitno, H, dkk. (2015).Perbedaan Peep 5,10 Dan 15 CMH2O Terhadap Hemodinamik


Pada Pasien Yang Terpasang Ventilasi Mekanik Mode Spontan Di Ruang ICU
Rumah Sakit Immanuel Bandung. Immanuel Jurnal Ilmu Kesehatan Volume 9,
Nomor 1, Juni 2015.

Antonelli, M., Conti, G., Curtis, J. R., Maggiore, S. M., Mebazaa, A. and Wernerman, J.
(2013), Year in Review in Intensive Care Medicine 2012. II : Pneumonia and
Infection, Sepsis, Coagulation, Hemodynamics, Cardiovascular and
Microcirculation, Critical Care Organization, Imaging, Ethics and legal issues,
Intensive Care Medicine, 39, pp. 345–364.

Rhodes, A., Phillips, G., Beale, R., Cecconi, M., Chiche, J. D., Backer, D. et al. (2015),
The Surviving Sepsis Campaign bundles and outcome : results from the
International Multicentre Prevalence Study on Sepsis (the IMPreSS study),
Intensive Care Medicine, Springer Berlin Heidelberg, 41(9), pp. 1620–1628.

Yuswandi, Anwar Wadi Warongan, Fitria Rayasati. 2020. Status Hemodinamik Pasien
yang Terpasang Ventilasi Mekanik dengan Posisi Lateral Kiri Elevasi 30
Derajat. Journal of Islamic Nursing Volume 5(1)

Agustin W, Suparmanto G, Safitri W. 2020. Pengaruh mobilisasi progresif terhadap


status hemodinamik pada pasien kritis di intensive care unit.Avicenna Journal
of Health Research . Vol 3 No 1. Maret 2020

Göcze Y, Felix Strenge , Florian Zeman , Marcus Creutzenberg , Bernhard M Graf ,


Hans J Schlitt1 and Thomas Bein, 2013. The effects of the semirecumbent
position on hemodynamic status in patients on invasive mechanical ventilation:
prospective randomized multivariable analysis. Critical Care 2013

Oktorina V, Aan Nuraeni.2018. The Effect Of Body Repositioning On Hemodynamic


Status In Patients With Vasopressor Therapy In Intensive Care Unit. Belitung
Nursing Journal. 2018 December;4(6)

Batticaca, FB. (2012). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medikaj

Anda mungkin juga menyukai