Anda di halaman 1dari 59

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang
mandiri, dengan staf yang khusus danmengancam nyawa atau potensial
mengancam nyawa (Setyawati A. 2017). Kondisi yang sering terjadi pada
pasien di ICU adalah hemodinamik yang tidak stabil yang ditandai dengan
peningkatan MAP, denyut jantung, dan frekuensi pernafasan, serta
penurunan saturasi oksigen (Gattinoni L.2013). Hemodinamik yaitu
pemeriksaan aspek fisik sirkulasi darah, fungsi jantung dan karakteristik
fisiologis vascular perifier (Jevons. 2009).Penilaian hemodinamik dapat
dilakukan secara invasive dan non invasive. Nadi dan tekanan darah
merupakan komponen pemantauan hemodinamik. Denyut jantung
merupakan hasil dari aktivitas listrik jantung yang dipengaruhi oleh sistem
konduksi dan elektrolit, indikator perfusi perifer; CRT, warna kulit,
kelembaban dan suhu badan. Organ vital lain seperti paru-paru, otak, dan
ginjal juga dapat berperan dalam perubahan hemodinamik(Gattinoni
L.2013).

Peningkatan MAP pada pasien di ICU disebabkan karena peningkatan


aktivitas vasomotor di medula yang menyebabkan vasokonstriksi arteriol
dan meningkatkan resistensi perifer (Jevons. 2009). Pasien yang dilakukan
perawatan di ruang rawat intensif mendapatkan tindakan dan pengawasan
selama 24 jam dalam sehari,selain itu pasien juga terpasang alat-alat
observasi yang menimbulkan suara dan alaram sehingga dapat
mempengaruhi psikologi. Suara yang ditimbulkan oleh alat-alat di ruang
rawat intensif dapat meningkatkan kerja cardiovaskuler, meningkatkan
pengeluaran gastric, tekanan darah, adrenalin, dan dapat menyebabkan gagal
jantung (Gattinoni L.2013).Tekanan psikologi di ruang rawat intensif dapat
menyebabkan kegelisahan yang dikarenakan pasien terpapar secara
langsung pada ancaman terhadap kematian, tindakan medis,
ketidakmampuan untuk berkomunikasi dan hilangnya kontrol terhadap diri
sendiri yang dapat meningkatkan kemungkinan pasien menjadi stress.
Respon dari psikofisiologi dapat mengaktifkan hipotalamus, kelenjar
pitutiari, adrenal, sistem saraf simpatik.

Perlengkapan yang khusus untuk observasi, perawatan, dan terapi pasien-


pasien yang menderita penyakit akut, cedera, atau penyulit-penyulit yang dapat
mempengaruhi satatus hemodinamik pasien seperti meningkatkan nadi, tekanan
darah dan cardiac output sedangkan respon dari kegelisahan dapat meningkatkan
kerja jantung yang dapat mengancam nyawa pasien(Jevons. 2009). Meningkatnya
kegelisahan pada pasien dapat menyebabkan perubahan hemodinamik pada sistem
kardiovaskuler, selain itu juga dapat mengaktifkan saraf simpatik yang
meningkatkan produksi norepinehrine yang dapat menyebabkan meningkatnya
kemungkinan terjadinya resisten peripheral (Aaronson I. 2010). Kondisi tersebut
dapat menyebabkan ketidaksetabilan hemodinamik, untuk mengurangi masalah
yang muncul di ruang rawat intensif dapat menggunakan terapi farmakologi
maupun non farmakologi. Terapi farmakologi yang digunakan dan efektif dalam
mengatasi masalah yaitu obat-obatan sedasi dan analgesik yang digunakan untuk
memberikan rasa nyaman dan ketenangan pada pasien. Tetapi penggunaan obat-
obatan farmakologi secara terus menerus dapat menyebabkan ketergantungan
(So’emah EN. 2015).Sedangkan terapi non farmakologi yang dapat digunakan
untuk mengatasi masalah di ruang rawat intensif seperti relaksasi nafas dalam,
relaksasi otot progresif, terapi musik, foot massage dan aromaterapi. Terapi non
farmakologi dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan, gangguan tidur, dan
stabilitas status hemodinamik dan masalah psikologi yang lainnya. Terapi non
farmakologi digunakan untuk membuat seseorang menjadi terbebas dari tekanan
dan kecemasan yang dapat berefek terhadap status hemodinamik pasien (Hans-
Joachim. 2012). Salah satu jenis terapi komplementer yang menurut literature
banyak terbukti berpengaruh terhadap kesejahteraan bagi tubuh, yaitu foot
massage(Kushariyadi S. 2011).

Terapi foot massage merupakan tindakan manipulasi jaringan ikat


dengan tekniki pijatan, gosokan atau meremas untuk memberikan dampak
pada peningkatan sirkulasi, memperbaiki sifat otot dan memberikan efek
relaksasi (Potter. 2009).Foot massage adalah manipulasi jaringanlunak pada
kaki secara umum dan tidak terpusat pada titik-titik tertentu pada telapak
kaki yang berhubungan dengan bagian lain pada tubuh (Coban & Sirin,
2010). Manipulasi ini terdiri dari 5 teknik dasar yaitu effleurage (gosokan),
petrissage (pijatan), tapotement (pukulan), friction (gerusan), dan vibration
(getaran) (Haakana, 2008). Manfaat foot massagesemakin jelas
teridentifikasi dan dikategorikan sebagai manfaat fisik dan mental
emosional (Puthusseril, 2006; Kozier et al., 2010).

Beberapa penelitian telah membuktikan manfaat foot massage secara


luas, salah satunya adalah pengaruh foot massage terhadap perubahan
parameter hemodinamik non invasif. Foot massage dapat menurunkan
MAP, nadi, dan RR . Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa foot
massage dapat menurunkan TD, nadi, dan SPO2 (Soepraoen. 2017). Hasil
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian terdahulu yang menyatakan
bahwa terdapat penurunan tekanan darah, frekuensi nadi, dan tingkat nyeri
secara signifikan setelah dilakukan tindakan pijat kaki pada pasien dengan
pasca operasi (Aruna. 2017).Oleh karena itu, perawat dituntut agar dapat
memberikan perawatan non farmakologi yang tidak memiliki dampak
negatif dan dapat melengkapi terapi farmakologi yang selama ini sudah
diberikan dalam pengelolaan pasien di ICU (Morton PG. 2009).
Berdasarkan pertimbangan pada pemilihan terapi yang secara fisiologis
dapat berpengaruh terhadap sirkulasi darah, maka terapi komplementer yang
tepat diberikan oleh perawat adalah foot massage.

Analisa situasi di Ruang ICU RSUD dr. Soegiri lamongan, selama 3


hari pada tanggal 4-6 november 2019, terdapat 7 pasien dengan jumlah
pasien paling banyak adalah pasien chronic kidney desease ataupun post
operasi lainya. Pada tanggal 6 november 2019 didapatkan 8 pasien 6
diantaranya (75%) mengalami ketidakstabilan hemodinamik yaitu keadaan
dimana hemodinamik yang terdiri dari Tekanan Darah, MAP, Heart Rate,
Resoiratory rate, dan Saturasi O2 mengalami keadaan yang berubah-ubah
dari batas normal. Didapatkan 5 dari 8 pasien memiliki tekanan darah sistole
lebih dari 140 mmHg, tekanan darah diastole lebih dari 90 mmHg dan Nadi
diatas rentang normal (60-100) hal tersebut karena respon nyeri pasca
operatif yang dapat menimbulkan stimulasi simpatis yang disebut dengan
hiperaktivitas autonomi [13],MAP diatas rentang normal 70-99 mmHg
disebabkan karena peningkatan perfusi jaringan cerebral pasca operasi,
Pernafasan diluarrentang normal (12-20) karena respon tubuh dalam
memenuhi kebutuhan oksigen pada otak agar tidak terjadi hipoksia akibat
trauma kepala dan sebagai kompensasi tubuh dalam mempertahankan
perfusi jaringan cerebral. Satu pasien mengalami SPO2 kurang dari 95%
akibat gagal nafas yang terjadi karena kerusakan saraf otot pernafasan pasca
operasi laminektomi dan harus dipasang ventilator.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh terapi foot massage terhadap perbaikan


hemodinamik dan respirasi pasien di ruang ICU RSUD Dr.Soegiri
Lamongan?
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Pengaruh terapi foot massage terhadap perbaikan hemodinamik dan
respirasi pasien di ruang ICU RSUD Dr.Soegiri Lamongan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1) Mengidentifikasi terapi foot massage di Ruang ICU RSUD Dr.Soegiri
Lamongan.
2) Mengidentifikasi hemodinamik di Ruang ICU RSUD Dr.Soegiri
Lamongan.
3) Mengidentifikasi Respirasi di Ruang ICU RSUD Dr. Soegiri
Lamongan.
4) Menganalisa pengaruh terapi foot massage terhadap perbaikan
hemodinamik dan respirasi pasien di Ruang ICU RSUD Dr. Soegiri
lamongan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Akademis


Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan wawasan

dan ilmu manajemen keperawatan, juga sebagai masukantambahan bagi

Rumah Sakit dalam menyikapi terapi non farmakologis yang efefktif untuk

meningkatkan hemodinamik dan respirasi pasien.


1.4.2 Bagi Praktisi
1) Bagi instansi: Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan untuk meningkatkan pelayanan di Ruang ICU RSUD

Dr.Soegiri Lamongan.
2) Bagi profesi keperawatan: Hasil penelitian ini diharapkan berguna bagi

perawat pelayanan sebagai referensi dalam mengembangkan

profesionalisme bekerja kaitannya dengan pemberian terapi non

farmaologis.
3) Bagi peneliti: Kegunaan untuk peneliti adalah bahwa penelitian ini

dapat memberikan tambahan pengetahuan serta merupakan suatu

pengalaman yang sangat berharga sehingga diharapkan dapat berguna

pada waktu terjun ke rumah sakit nanti.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Foot Massage


2.1.1 Pengertian Foot Massage
Foot Massage (pijat) adalah tindakan penekanan oleh tangan pada

jaringan lunak, biasanya otot tendon atau ligamen, tanpa menyebabkan

pergeseran atau perubahan posisi sendi guna menurunkan nyeri,

menghasilkan relaksasi, dan meningkatkan sirkulasi. Gerakan-gerakan dasar

meliputi : gerakan memutar yang dilakukan oleh telapak tangan, gerakan

menekan dan mendorong kedepan dan kebelakang menggunakan tenaga,

menepuk-nepuk, memotong-motong, meremas-remas, dan gerakan meliuk-

liuk (Henderson, 2006).


Foot Massage merupakan terapi yang berasal dari Cina. Terapi ini

sudah lebih dari 3000 tahun yang lalu dan digunakan dalam pencegahan dan

penyembuhan banyak penyakit. Prinsip foot-massage terletak pada jaringan

meridian yang menghubungkan semua jaringan, organ dan sel-sel dalam

tubuh kita. Setiap organ dalam tubuh terhubung ke titik refleksi tertentu

pada kaki melalui perantara 300 saraf. Seorang ahli refleksiakan

memberikan tekanan pada meridian berbeda dan garis energi di telapak dan

sisi kaki untuk menentukan penyebab penyakit (Nelson, 2013).


Foot-massage di Barat di era modern, pengamatan Dr William H.

Fitzgerald pada praktek penyembuhan Indian Amerikamemainkan peran

penting, karena mereka menunjukkan bahwa membagi tubuh manusia

menjadi zona vertikal dan horisontal, dan membuat hubungan antara organ-

organ yang terletak di setiap zona dengan daerah-daerah tertentu dari tangan

dan kaki. Dia menggambarkan teorinya dalam sebuah buku berjudul Terapi

Zone, dan diterbitkan bersama-sama dengan Edwin F. Bower pada tahun

1917.
2.1.2 Sejarah dalam perkembangan massage secara umum dan foot

massage

Medicine Kitab Kaisar pada abad ke-1 SM – menyebutkan enam

meridian terletak di kaki. Volume ini detailedly menjelaskan berbagai teknik

pijat juga. Dalam masa kejayaannya antara 300 dan 700 AD, budaya Indian

Amerika juga melampirkan sangat penting untuk foot massage, sebagai

terapi refleks digunakan untuk kedua tujuan diagnostik dan penyembuhan.

Seperti untuk pengetahuan kita, buku pertam pada topik di Eropa diterbitkan

oleh Dr Adamus dan Dr Atatis di 1582 Pada saat itu, teknik foot-massage

telah dipraktekkan secara luas di berbagai negara Eropa.

Foot-massage di Barat di era modern, pengamatan Dr William H.

Fitzgerald pada praktek penyembuhan Indian Amerika memainkan peran

penting, karena mereka menunjukkan bahwa membagi tubuh manusia

menjadi zona vertikal dan horisontal, dan membuat hubungan antara organ-

organ yang terletak di setiap zona dengan daerah-daerah tertentu dari tangan

dan kaki. Dia menggambarkan teorinya dalam sebuah buku berjudul Terapi

Zone, dan diterbitkan bersama-sama dengan Edwin F. Bower pada tahun

1917.

2.1.3 Manfaat foot massage

Massase memiliki mekanisme dalam meningkatkan sirkulasi darah ke

seluruh tubuh, termasuk otak. Penyakit kritis terjadi manakala aliran darah

ke otak terganggu yang mengakibatkan pasokan darah ke otak berkurang

atau berhenti sama sekali, dengan memberikan pijatan, dimungkinkan


sirkulasi darah ke otak menjadi lancar, otak mendapat suplai makanan dan

oksigen yang cukupi sehingga otak berfungsi dengan baik dan dapat

menjalankan fungsinya sebagai pusat pengatur organ- organ tubuh seperti

paru-paru, dan jantung yang otomatis berdampak pada normalnya nadi dan

pernapasan (Trisnowiyanto, 2012).

a. Melancarkan sirkulasi

Gaya hidup sebagian besar orang-orang saat ini memungkinkan orang-

orang utuk selalu melakukan mobilisasi dengan cepat. Otot-otot dikaki

hampir setiap hari digunakan, namun sirkulasi perdarahannya sering kali

dirugikan dengan penggunaan sepatu yang ketat dan tidak nyaman. Foot

massage dapat meningkatkan sirkulasi di ekstremitas bawah, terutama bagi

orang yang menderita diabetes mellitus.

b. Membantu mencegah cedera kaki dan pergelangan tangan

Massage pada kaki dapat membantu nyeri sendi dan membantu

pemulihan setelah mengalami cedera serta mengurangi nyeri otot. Namun,

ketika foot-massage dikombinasikan dengan pergelangan kaki seperti

latihan, penguatan dan peregangan dapat mencegah dan meminimalkan

resiko cedera dimasa yang akan datang dan mempercepat pemulihan cedera

yang ada.

c. Mengurangi efek depresi dan kecemasan

Beberapa studi tentang foot-massage yang telah dilakukan,

menyimpulkan bahwa foot-massage dalam menempatkan orang dalam

keadaan santai dan rileks selama pemijatan. Salah satu bukti yang signifikan

adalah mengurangi kecemasan pada pasien kanker. Teknik-teknik yang


diajarkan cukup cepat dan dapat berfungsi secara efektif untuk mengatasi

depresi dan kecemasan.

d. Mengobati sakit kepala

Sebuah studi yang dilakukan di Denmark menunjukkan bahwa orang

yang menderita sakit kepala dan migraine menunjukkan perbaikan yang

besar setelah melakukan. Para subjek penelitian berhenti minum obat

mereka dan mulai menggunakan foot-massage. Setelah 3 bulan, 65%

penderita telah mengatakan bahwa gejala sakit. kepala dan migraine mereka

berkurang. Mereka juga menyatakan mengalami perubahan gaya hidup yang

lebih baik sehingga berkontribusi dalam hasil penyembuhan.

e. Menurunkan tekanan darah tinggi

Tekanan darah tinggi (hipertensi) saat ini sudah menjadi masalah bagi

wanita dan pria. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal seperti stres dan diet

yang tidak sehat. Beberapa kasus ditemukan bahwa penderita tekanan darah

tinggi ini bukan merupakan hasil genetik dan lingkungan. Foot-massage

dapat meningkatkan suasana hati, mengurangi kecemasan dan menurunkan

tekanan darah tinggi.

f. Membantu orang dengan kaki datar dan plantar fasciitis

Orang-orang dengan kaki datar tidak mempunyai lengkungan seperti

kaki normal karena kelemahan ligamen yang menyebabkan lengkungan

runtuh. Hal ini dapat menyebabkan efek besar bagi penderitanya, seperti

akan merasa sakit kaki disebabkan oleh peradangan atau kerusakan plantar
fasciitis (jaringan ikat yang mendukung lengkungan kaki). Foot massage

yang ditambah dengan pijat yang mendalam dengan memberikan tekanan

yang kuat pada lengkungan dapat membantu secara signifikan dalam

mengurangi sakit bahkan bisa menyembuhkan juga.

g. Membantu meringankan gejalah PMS dan menopause

Gejala paling umum yang sering diderita selama PMS adalah perasaan

sedih, tidak bahagia, cepat marah, cemas, tegang, insomia, cepat lelah, sakit

kepala, dan perubahan suasana hati. Menopause juga memiliki gejala yang

hampir sama, namun ditambah dengan mengalami hot flashes (gejala yang

umum dirasakan oleh wanita di masa perimenopause atau setelah memasuki

masa menopause. Gejalanya berupa rasa panas di dalam tubuh, diikuti

dengan keluarnya keringat, serta jantung yang berdebar-debar. Sensasi panas

karena perubahan hormonal. Saat kadar estrogen berkurang, berpengaruh

langsung pada hypothalamus) dan depresi. Gejala-gejala ini dapat diatasi

dengan melakukan foot-massage secara rutin ketika mengalami periode

tersebut.

h. Mengurangi efek odema pada ibu hamil

Edema adalah pembengkakan akibat retensi cairan di kaki dan

pergelangan kaki. Hal ini sangat umum pada wanita hamil, terutama pada

trimester terakhir. Kondisi ini dapat diatasi dengan foot-massage setiap hari,

ditambah dengan banyak istirahat dan diet yang tepat.

2.1.4 Persiapan Sebelum Foot Massage


Hal yang harus dilakukan sebelum melakukan Foot Massage adalah

sebagai berikut (Aslani, 2003):


a) Menyediakan tempat yang nyaman
Lingkungan tempat massage harus membuat suasana rileks dan

nyaman, pemijat harus memperhatikan suhu ruangan yang tidak terlalu

panas dan tidak terlalu dingin, penerangan yang cukup, permukaan tempat

massage yang rata dan nyaman jika diperlukan gunakan karpet dengan busa

karet agar menambah suasana nyaman pada klien.

b) Menyeimbangkan diri

Ketenangan dan kenyamanan diri adalah hal yang penting jika ingin

memberikan pijatan yang baik. Kenakan pakaian yang tidak membatasi

gerak saat memijat, rilekskan diri dengan meletakkan kedua tangan dibawah

pusar dan rasakan hangat tangan masuk memasuki daerah pusar kemudaian

bukalah mata perlahan-lahan.

c) Effeurage

Effleurage adalah gerakan mengusap yang ringan dan menenangkan

saat memulai dan mengakhiri massage, gerakan ini bertujuan untuk

meratakan minyak untuk pijat dan menghangatkan otot agar lebih rileks.

d) Massage pada klien

Setelah persiapan diatas dilakukan maka klien telah siap untuk

dilakukan massage. Massage ini dilakukan dengan posisi berbaring dan

menutup tubuh klien dengan handuk kecuali pada kaki.

2.1.5 Teknik melakukan Foot Massage Langkah-langkah Pijat Kaki


1) Gunakan handuk yang lembab dan hangat untuk membersihkan dan

merilekskan kaki. Kompres kaki dengan handuk, dan usap.


Mulai pijat salah satu kaki dengan menggunakan beberapa tetes

prossage panas Pijat kaki masing-masing selama 12 menit setiap.

1) Lakukan gerakan effleurage kaki


2) Terapkan kompresi stroke untuk kaki bagian bawah mulai dari lutut

dan bekerja menuju pergelangan kaki. Ulangi tiga kali.


3) Dengan satu tangan, pegang tumit dan dengan tangan yang lain,

pegang bagian atas kaki.


4) Dengan tekanan, traksi kaki kembali ke arah Anda, maka dengan

sedikit tekanan mendorong kaki maju. Ulangi prosedur ini sekitar lima

kali.
5) Tarik seluruh kaki. Gerakan ini dimaksudkan untuk meregangkan

seluruh kaki.

6) Tekan dan tarik sendi pergelangan kaki.


7) Regangkan tendon Achilles.
8) Regangkan dan tarik lengkungan kaki

9) Selipkan tangan di setiap sisi kaki dan getarkan. Hal ini akan

membuat jaringan lebih hangat dan mengendur otot.


10) Sementara memegang tumit, jari kaki, dan bagian atas kaki, putar
11) Terapkan gesekan yang mendalam pada bagian bawah kaki, bola

kaki, dan tumit. Terapkan gesekan melingkar mendalam sepanjang

tulang prominences.
12) Terapkan sapuan melingkar secara mendalam disepanjang bawah

kaki.Lakukan pijatan dengan buku jari ke bagian bawah kaki.


13) Gunakan jari untuk menekan antara tendon jari-jari kaki.

14) Tarik kari kaki dengan gerakan memutar dimulai dari jari kelingking

menuju jempol.
15) Gesekkan diatas telapak kaki keseluruh permukaan kaki secara bolak

balik sampai pergelangan kaki.


16) Selipkan tangan di pada salah satu kaki dan getarkan.
17) Regangkan pergelangan kaki, dorong ke atas dan keluar secara

bertahap.
18) Ketika gerakan mencapai lutut lepaskan tekanan dan luncurkan

kembali ke pergelangan kaki. Ulangi 3 kali di salah satu betis

kemudian pindah ke lainnya.


19) Ayunkan pergelangan kaki ke Achilles tendon dan otot gastrocnemius.
20) Gunakan gerakan melingkar di sekitar lutut, betis, dan turun ke

pergelangan kaki
21) Ulangi urutan massage dengan kaki yang yang satunya.
22) Handuk lembab untuk menyelimuti kaki. Gunakan handuk lembab

pada kedua kaki untuk mengompres kaki, mulai dari lutut hingga

talapak kaki.
23) Gunakan handuk untuk menyerap kelebihan minyak setelah tindakan

massage
24) Perawatan ini diakhiri dengan pendinginan untuk masing-masing kaki.

Menggunakan air biasa (tidak panas / dingin) sampai kaki benar-benar

merasa rileks.

2.1.6 Indikasi Foot Massage


1. Pasien penderita hipertensi untuk menurunkan tekanan darah
2. Pasien stroke ringan
3. Pasien dalam keadaan kritis dengan hemodinamik tidak stabil
4. Pasien dengan reumatik
5. Ibu post natal untuk melancarkan asi
6. Pasien dengan tingkat nyeri tak terkontrol
2.1.7 Kontraindikasi Foot Massage

Tekanan dan gesekan harus dihindari pada luka dan memar serta pada

kondisi kulit seperti ruam, luka bakar, dan sengatan matahari. Gerakan

menekan di sekitar keseleo pergelangan kaki dan cedera tulang lainnya

harus dibatasi. Perawat sebaiknya memakai sarung tangan pelindung ketika

melakukan foot-massage. Tindakan foot-massage digunakan untuk

membantu menormalkan jaringan tubuh dan organ, oleh karena itu hal-hal

yang menjadi kontraindikasi harus dihindari sehingga tidak menyebabakan

potensi bahaya ke daerah tubuh yang lain. Efek fisikologis memberi rasa

nyaman dan rileks

2.2 Hemodiamik
2.2.1 Definisi Heodinamik
Hemodinamik adalah pemeriksaan aspek fisik, sirkulasi darah, fungsi

jantung dan karakterisitik fisiologis vaskular perifer (Mosby 1998, dalam

Jevon dan Ewens, 2015). Pemantauan Hemodinamik dapat dikelompokkan

menjadi noninvasif, invasif, dan turunan. Pengukuran hemodinamik penting

untuk menegakkan diagnosis yang tepat, menentukan terapi yang sesuai,

dan pemantauan respons terhadap terapi yang diberikan (gomersall dan Oh

1997, dalam Jevon dan Ewens, 2015), pengukuran hemodinamik ini


terutama dapat membantu untuk mengenali syok sedini mungkin, sehingga

dapat dilakukan tindakan yang tepat terhadap bantuan sirkulasi (Hinds dan

Watson, 1999, dalam Jevon dan Ewens, 2015).


2.2.2 Tujuan Pemantauan Hemodinamik

Tujuan pemantauan hemodinamik adalah untuk mendeteksi,

mengidentifikasi kelainan fisiologis secara dini dan memantau pengobatan

yang diberikan guna mendapatkan informasi keseimbangan homeostatik

tubuh. Pemantauan hemodinamik bukan tindakan terapeutik tetapi hanya

memberikan informasi kepada klinisi dan informasi tersebut perlu

disesuaikan dengan penilaian klinis pasien agar dapat memberikan

penanganan yang optimal. Dasar dari pemantauan hemodinamik adalah

perfusi jaringan yang adekuat, seperti keseimbangan antara pasokan oksigen

dengan yang dibutuhkan, mempertahankan nutrisi, suhu tubuh dan

keseimbangan elektro kimiawi sehingga manifestasi klinis dari gangguan

hemodinamik berupa gangguan fungsi organ tubuh yang bila tidak ditangani

secara cepat dan tepat akan jatuh ke dalam gagal fungsi organ multipel

(Erniody, 2013).

2.2.3 Monitoring Tekanan Darah

Tekanan diastolik adalah tekanan minimal yang mendesak dinding arteri

setiap waktu. Unit standar untuk pengukuran tekanan darah adalah milimeter air

raksa (mmhg).Tekanan darah menggambarkan interelasi dari curah jantung,

tahanan vaskuler perifer, volume darah, viskositas darah dan elastisitas arteri.

Menurut WHO, di dalam guidelines terakhir tahun 2009, batas tekanan darah yang

masih dianggap normal adalah kurang dari 130/85 mmHg, sedangkan bila lebih
dari 140/90 mmHG dinyatakan sebagai hipertensi; dan di antara nilai tsb disebut

sebagai normal-tinggi. Dinyatakan hipotensi dimana tekanan darah seseorang

turun dibawah angka normal, yaitu mencapai nilai rendah 90/60 mmHg.

Factor Efek

Usia Tingkat normal tekanan normal darah


bervariasi sepanjang kehidupan. Meningkat
pada masa anak-anak. Tingkat tekanan
darah anak-anak atau remaja dikaji dengan
memperhitungkan ukuran tubuh dan usia
(Task Force on Blood Pressure Control in
Children, 1987). Tekanan darah bayi
berkisar antara 65- 115/42- 80. Tekanan
darah normal anak usia 7 tahun adalah 87-
117/48-64. Tekanan darah dewasa
cenderung meningkat seiring dengan
pertambahan usia. Standar normal untuk
remaja yang tinggi dan diusia baya adalah
120- 80. Namun, National High Blood
Pressure Education Program (1993)
mendaftarkan <130/<85 merupakan nilai
normal yang dapat diterima.

Kecemasan, nyeri dan stres Stimulasi saraf simpatetik meningkatkan


tekanan darah karena peningkatan frekuensi
denyut jantung dan peningkatan

tahanan pembuluh Perifer

Ras Frekuensi hipertensi lebih tinggi pada urban


Amerika Afrika daripada Amerika Eropa.

Jenis kelamin Pada jenis kelamin wanita, umumnya


memiliki tekanan darah lebih rendah dari
pada pria yang berusia sama, hal ini
cenderung akibat variasi hormon. Setelah
pubertas, karena variasi hormonal tekanan
darah pada anak laki-laki meningkat; setelah
menopause tekanan darah pada wanita
meningkat.

Obat obatan Tekanan darah diturunkan dengan

Anti Hipertensi dan agen diuretik, anti


aritmia tertentu,

analgesik narkotik dan anastetik

umum.

Obat-obatan a. Menurunkan tekanan darah

b. Menghalangi respon penerimaan saraf


a. Diuretik
simpatetik, mengurangi frekuensi denyut
b. Bloker beta-adrenergik jantung dan curah jantung

c. Mengurangi tahanan pembuluh perifer


c. Vasodilator
d. Tekanan darah secara umum meningkat
d. Variasi diurnal sepanjang pagi dan siang dan menurun
selama sore sampai malam hari; secara
individu tekanan darah bervariasi secara
bermakna

Variasi diurnal Tekanan darah umumnya paling rendah saat


pagi hari , saat laju metabolisme paling
rendah, kemudian meningkat sepanjang hari
dan mencapai puncaknya pada akhir sore
atau malam Hari

Demam Demam dapat meningkatkan tekanan darah


karena peningkatan laju metabolisme.
Namun panas eksternal menyebabkan
vasodilatasi dan menurunkan tekanan darah.
Dingin menyebabkan vasokontriksi dan
meningkatkan tekanan darah.

2.2.4 Monitoring Respirasi

Monitoring respirasi di HCU untuk mengidentifikasi penyakit dan

menilai beratnya penyakit. Monitoring ini juga bersamaan dengan riwayat

penyakit, pemeriksaaan radiografi, analisa gas darah dan spirometer.

Beberapa parameter yang diperlukan kecepatan pernafasan per menit,

volume tidal, oksigenasi dan karbondioksida. Di HCU biasanya digunakan

impedance monitor yang dapat mengukur kecepatan pernafasan, volume

tidal dan alarm apnea. Pernapasan normal dimana kecepatan 16 - 24 x/mnt,

klien tenang, diam dan tidak butuh tenaga untuk melakukannya, atau

tachipnea yaitu pernapasan yang cepat, frekuensinya lebih dari 24 x/mnt,

atau bradipnea yaitu pernapasan yang lambat, frekuensinya kurang dari 16

x/mnt, ataukah apnea yaitu keadaan terhentinya pernapasan.

Faktor Efek

Latihan a.Peningkatan frekuensi dan kedalaman

b.Frekuensi lebih aktif dari pada pasif

Kecemasan takut Peningkatan frekuensi dan kedalaman


dengan perubahan irama sebagai akibat
stimulasi simpatik

Kesadaran diri Klien dapat dengan sadar mengganggu

frekuensi dan Kedalaman


Terapi Obat: a.Menurunkan irama dan kedalaman
atau mempengaruhi irama
a. Analgesik narkotik
b.Meningkatkan frekuensi dan
dan sedative
kedalaman
b. Amfetamin & kokain

Demam Meningkatkan frekuensi

Merokok Efek jangka panjang dapat


mengakibatkan

Peningkatan Frekuensi

posisi tubuh: a. Postur tegak

b. Merosot atau bungkuk

c. Ekspansi dada penuh

d.Gangguan respirasi dengan penurunan


frekuensi dan volume

Jenis kelamin Pria mempunyai kapasitas vital paru


lebih besar dari wanita

Usia Perkembangan dari bayi sampai mau


dewas, kapasitas vital paru meningkat,
pada usia tua, elastisitas paru dan
kedalaman respirasi menurun

Nyeri akut Meningkatkan frekuensi dan kedalaman


kedalaman sebagai akibat dari stimulasi
simpatik. Klien dapat menghambat dan
membebat pergerakan dinding dada jika
nyeri pada area dada atau abdomen,
napas akan menjadi dangkal.

Anemia Penurunan kadar hemoglobin


menurunkan jumlah pembawa O2
dalam darah. Individu bernapas dengan
lebih cepat untuk meningkatkan
penghantaran O2.

Cedera batang otak Cedera pada batang otak mengganggu


pusat pernapasan dan menghambat
frekuensi dan irama Pernapasan

2.2.5 Monitoring Saturasi Oksigen

Pengukuran oksigen pada memberikan informasi yang penting pada

perawatan dan merupakan hal yang vital dalam pengukuran kondisi

fisiologis. Saturasi oksigen adalah rasio antara jumlah oksigen aktual yang

terikat oleh hemoglobin terhadap kemampuan total Hb darah mengikat O2.

Saturasi oksigen (SaO2) merupakan persentase hemoglobin (Hb) yang

mengalami saturasi oleh oksigen yang mencerminkan tekanan oksigen arteri

darah (PaO2) yang digunakan untuk mengevaluasi status pernafasan. Dari

beberapa pengertian tadi, maka dapat disimpulkan bahwa saturasi oksigen

adalah perbandingan kemampuan oksigen untuk berikatan dengan

hemoglobin dan dibandingkan dengan jumlah total keseluruhan jumlah

darah. Pengukuran SaO2 dilakukan dengan mengunakan Oksimeter denyut

(pulse oximetry) yaitu alat dengan prosedur non invasive yang dapat

dipasang pada cuping telinga, jari tangan, ataupun hidung. Pada alat ini akan

terdeteksi secara kontinue status SaO2. Alat ini sangat sederhana, akurat,

tidak mempunyai efek samping dan tidak membutuhkan kalibrasi. Pulse


oximetry bekerja dengan cara mengukur saturasi oksigen (SaO2) melalui

transmisi cahaya infrared melalui aliran darah arteri pada lokasi dimana alat

ini diletakkan. Oksimeter dapat mendeteksi hipoksemia sebelum tanda dan

gejala klinis muncul, seperti warna kehitaman pada kulit atau dasar kuku.

Adapun kisaran SaO2 normal adalah 95- 100% dan SaO2 dibawah 70%

dapat mengancam kehidupan Penelitian Ozyurek et all telah dilakukan 37

sesi mobilisasi terhadap 31 pasien kritis yang mengalami obesitas,

menunjukan peningkatan SpO2 dari 98% menjadi 99% setelah dilakukan

mobilisasi. Head of bed berpengaruh pada saturasi oksigen Karena ketika

pasien mendapatkan perlakuan dari berbaring menjadi duduk ( seperti

duduk) menyebabkan tubuh melakukan berbagai cara untuk beradaptasi

secara psikologis untuk mempertahankan homeoastasis cardiovascular.

Sistem cardiovascular mencoba mengatur dalam 2 cara yaitu dengan

pergantian volume plasma atau dengan telinga bagian dalam sebagai respon

vestibular yang mempengarusi sistem cardiovascular selama perubahan

posisi. Pasien kritis biasanya memiliki irama detak yang lemah, tidak

stabilnya pernapasan atau rendahnya penerimaan cardiovascular sehingga

lebih baik untuk diberikan intervensi dari pada ditinggalkan dalam posisi

yang statis. Kemudian CTRL pada pasien terpasang ventilator dilakukan

untuk meningkatakan ventilasi paru dan perfusi ke jaringan dan untuk

mengoptimalkan pertukaran gas. CLRT selain meningkatkan fungsi

fisiologis, mengurangi atelektasis, meningkatkan cairan mobilisasi,

mencegah kerusakan kulit,nmeningkatkan oksigenasi juga dapat membantu

pemulihan. Meskipun bermanfaat namun pulse oximetry ini mempunyai


keterbatasan yaitu ketidakmampuan mendeteksi perubahan dalam kadar

karbondioksida (CO2). Menurut Brooker ketidakakuratan ini dapat

disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya adalah :

1) Suhu tubuh

Suhu tubuh yang menibgkat akan menyebabkan metabolisme dalam

tubuh juga meningkat. Peningkatan metabolisme membutuhkan jumlah

kadar oksigen yang juga akan meningkat, karenanya suhu tubuh khususnya

bila mengalami demam akan menurunkan saturasi oksigennya. Menggigil

atau gerakan yang berlebihan pada sisi sensor dapat mengganggu

pembacaan hasil yang akurat.

2) Anemia

Anemia adalah nilai sel darah merah dan zat besi yang menurun.

Indikator terjadinya anemia dapat diperlihatkan dari hasil haemoglobin

(Hb). Anemia berpengaruh terhadap kadar saturasi oksigen disebabkan

karena jumlah Hb yang menurun akan memungkinkan kemampuan tubuh

untuk mengikat oksigen juga menurun, karenanya ikatan Hb oksigen juga

menurun dan hal ini akan membuat nilai saturasi oksigen menjadi menurun.

Jadi klien dapat menderita anemia berat dan memiliki oksigen yang tidak

adekuat untuk persediaan jaringan sementara oksimetri nadi akan tetap pada

nilai normal

3) Hipoksemia

Hipoksemia merupakan kondisi turunnya konsentrasi oksigen dalam

darah arteri dengan nilai PaO2 kurang dari 5mmHg. Hipoksemia dapat

terjadi karena penurunan oksigen di udara, hipoventilasi karena daya regang


paru menurun,hipoperfusi atau penurunan aliran darah ke alveolus, dan

destruksi alveolus kapiler. Kondisi hipoksemia akan menurunkan nilai

saturasi oksigen. Oksimetri tidak akan memberikan bacaan yang akurat jika

area di bawah sensor mengalami gangguan sirkulasi. Selain saturasi oksigen

ada pemeriksaan yang dinamakan Analisa Gas Darah (AGD) yang

merupaka pemeriksaan untuk mengukur keasaman (ph), jumlah oksigen,

dan karbondioksida dalam darah. Pemeriksaan in digunakan untuk menilai

fungsi kerja paru- paru dalam menghantarkan oksigen ke dalam sirkulasi

darah dan mengambil karbondioksida dalam darah. AGD meliputiPO2,

PCO3, pH, HCO3 dan SaO2. Indikasi analisisAGD meliputi: gangguan

pernafasan, pascahenti jantung paru, kondisi metabolik, perburukan tiba-

tiba yang tidak dapat dijelaskan, evaluasi terhadapa intervensi, titrasi

ventilasi non invasif, trauma mayor, dan sebelum pembedahan mayor.

2.3 Konsep ICU


2.3.1 Definisi ICU
ICU atau intensive care unit dimulai pertama kali pada tahun 1950-an.

Kegawat daruratan dalam keperawatan berkembang sejak tahun 1970-an.

Sebagai contoh, kegawatan di unit operasi kardiovaskuler, pediatric, dan

unit neonates. Keperawatan gawat darurat secara khusus berkonsentrasi

pada respon manusia pada masalah yang mengancam hidup seperti trauma

atau operasi mayor. Pencegahan terhadap masalah kesehatan merupakan hal

penting dalam praktik keperawatan gawat darurat. (Hartshorn et all, 1997).


Unit perawatan kritis atau ICU adalah merupakan unit perawatan

khusus yang membutuhkan keahlian dalam penyatuan informasi, membuat

keputusan dan dalam membuat prioritas, karena saat penyakit menyerang

sistem tubuh, sistem yang lain terlibat dalam upaya mengatasi adanya

ketidakseimbangan. Esensi asuhan keperawatan kritis tidak berdasarkan

kepada lingkungan yang khusus ataupun alat-alat, tetapi dalam proses

pengambilan keputusan yang didasarkan pada pemahaman yang sungguh-

sungguh tentang fisiologik dan psikologik (Hudak & Gallo, 2012).


Intensive Care Unit (ICU) adalah suatu bagian dari rumah sakit yang

mandiri, dengan staf yang khusus dan pelengkapan yang khusus yang

ditujukan untuk observasi, perawatan, dan terapi bagi yang menderita

penyakit akut, cedera atau penyulit yang mengancam nyawa atau potensial

mengancam nyawa. ICU menyediakan sarana dan prasarana serta peralatan

khusus untuk menunjang fungsi vital dengan menggunakan keterampilan

staf dalam mengelola keadaan tersebut. Saat ini di Indonesia, rumah sakit

kelas C yang lebih tinggi sebagai penyedia pelayanan kesehatan rujukan

yang profesional dan berkualitas dengan mengedepankan keselamatan

pasien.
Adapun beberapa kriteria pasien yang memerlukan perawatan di ICU

adalah:
1. Pasien berat, kritis, pasien tidak stabil yang memerlukan terapi intensif

seperti bantuan ventilator, pemberian obat vasoaktif melalui infus secara

terus menerus, contoh gagal nafas berat, syok septik.


2. Pasien yang memerlukan pemantauan intensif invasive atau non invasive

sehingga komplikasi berat dapat dihindari atau dikurangi, contoh paska


bedah besar dan luas, pasien dengan penyakit jantung, paru, ginjal, atau

lainnya.
3. Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi

akut, sekalipun manfaat ICU sedikit, contoh pasien dengan tumor ganas

metastasis dengan komplikasi, tamponade jantung, sumbangan jalan

nafas.
Sedangkan pasien yang tidak perlu masuk ICU adalah:
1. Pasien mati batang otak (dipastikan secara klinis dan laboratorium).
2. Pasien yang menolak terapi bantuan hidup.
3. Pasien secara medis tidak ada harapan dapat disembuhkan lagi, contoh

karsinoma stadium akhir, kerusakan susunan saraf pusat dengan keadaan

vegatatif.

2.3.2 Fungsi Dan Tujuan ICU


1. Fungsi ICU
Dari segi fungsinya, ICU dapat dibagi menjadi :
a. ICU Medik
b. ICU trauma/bedah
c. ICU umum
d. ICU pediatrik
e. ICU neonatus
f. ICU respiratorik

Semua jenis ICU tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu mengelola

pasien yang sakit kritis sampai yang terancam jiwanya. ICU di Indonesia

umumnya berbentuk ICU umum, dengan pemisahan untuk CCU (Jantung),

Unit dialisis dan neonatal ICU. Alasan utama untuk hal ini adalah segi

ekonomis dan operasional dengan menghindari duplikasi peralatan dan

pelayanan dibandingkan pemisahan antara ICU Medik dan Bedah

2. Tujuan ICU
Berikut adalah tujuan ICU :
a. Menyelamatkan kehidupan
Mencegah terjadinya kondisi memburuk dan komplikasi melalui

observasi dan monitaring evaluasi yang ketat disertai kemampuan


menginterpretasikan setiap data yang didapat dan melakukan tindak

lanjut.
b. Meningkatkan kualitas pasien dan mempertahankan kehidupan.
c. Mengoptimalkan kemampuan fungsi organ tubuh pasien.
d. Mengurangi angka kematian pasien kritis dan mempercepat proses

penyembuhan pasien.
2.3.3 Jenis-Jenis ICU
Pelayanan ICU dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu:
a. ICU Primer
Ruang Perawatan Intensif primer memberikan pelayanan pada pasien

yang memerlukan perawatan ketat (high care). Ruang perawatan intensif

mampu melakukan resusitasi jantung paru dan memberikan ventilasi bantu

24-48 jam. Kekhususan yang dimiliki ICU primer adalah:


1. Ruangan tersendiri, letaknya dekat dengan kamar bedah, ruang darurat,

dan ruang rawat pasien lain.


2. Memiliki kebijakan/kriteria pasien yang masuk dan yang keluar
3. Memiliki seorang anestesiologi sebagai kepala
4. Ada dokter jaga 24 jam dengan kemampuan resusitasi jantung paru
5. Konsulen yang membantu harus siap dipanggil
6. Memiliki 25% jumlah perawat yang cukup telah mempunyai sertifikat

pelatihan perawatan intensif, minimal satu orang per shift


7. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu,

Rontgen untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi

(Depkes RI, 2006).


b. ICU Sekunder
Pelayanan ICU sekunder adalah pelayanan yang khusus mampu

memberikan ventilasi bantu lebih lama, mampu melakukan bantuan hidup

lain tetapi tidak terlalu kompleks. Kekhususan yang dimiliki ICU sekunder

adalah:
1. Ruangan tersendiri, berdekatan dengan kamar bedah, ruang darurat dan

ruang rawat lain


2. Memiliki kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
3. Tersedia dokter spesialis sebagai konsultan yang dapat menanggulangi

setiap saat bila diperlukan


4. Memiliki seorang Kepala ICU yaitu seorang dokter konsultan intensif

care atau bila tidak tersedia oleh dokter spesialis anestesiologi, yang

bertanggung jawab secara keseluruhan dan dokter jaga yang minimal

mampu melakukan resusitasi jantung paru (bantuan hidup dasara dan

hidup lanjut)
5. Memiliki tenaga keperawatan lebih dari 50% bersertifikat ICU dan

minimal berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama 3

tahun
6. Kemampuan memberikan bantuan ventilasi mekanis beberapa lama dan

dalam batas tertentu, melakukan pemantauan invasif dan usaha-usaha

penunjang hidup
7. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu,

Rontgen untuk kemudahan diagnostik selama 24 jam dan fisioterapi


8. Memiliki ruang isolasi dan mampu melakukan prosedur isolasi (Depkes

RI, 2006).

c. ICU Tersier
Ruang perawatan ini mampu melaksanakan semua aspek perawatan

intensif, mampu memberikan pelayanan yang tertinggi termasuk dukungan

atau bantuan hidup multi system yang kompleks dalam jangka waktu yang

tidak terbatas serta mampu melakukan bantuan renal ekstrakorporal dan

pemantauan kardiovaskuler invasif dalam jangka waktu yang terbatas.

Kekhususan yang dimiliki ICU tersier adalah:


1. Tempat khusus tersendiri di dalam rumah sakit
2. Memilik kriteria pasien yang masuk, keluar, dan rujukan
3. Memiliki dokter spesialis dan sub spesialis yang dapat dipanggil setiap

saat bila diperlukan


4. Dikelola oleh seorang ahli anestesiologi konsultan intensif care atau

dokter ahli konsultan intensif care yang lain, yang bertanggung jawab
secara keseluruhan. Dan dokter jaga yang minimal mampu resusitasi

jantung paru (bantuan hidup dasar dan bantuan hidup lanjut)


5. Memiliki lebih dari 75% perawat bersertifikat ICU dan minimal

berpengalaman kerja di unit penyakit dalam dan bedah selama tiga tahun
6. Mampu melakukan semua bentuk pemantuan dan perawatan intensif baik

invasive maupun non-invasif


7. Mampu dengan cepat melayani pemeriksaan laboratorium tertentu,

Rontgen untuk kemudahan diagnostic selama 24 jam dan fisioterapi


8. Memiliki paling sedikit seorang yang mampu mendidik medic dan

perawat agar dapat memberikan pelayanan yang optimal pada pasien


9. Memiliki staf tambahan yang lain misalnya tenaga administrasi, tenaga

rekam medic, tenaga untuk kepentingan ilmiah dan penelitian (Depkes

RI, 2006).
2.3.4 Indikasi Masuk Dan Keluar ICU
Apabila sarana dan prasarana ICU di suatu rumah sakit terbatas

sedangkan kebutuhan pelayanan ICU yang lebih tinggi banyak, maka

diperlukan mekanisme untuk membuat prioritas. Kepala ICU bertanggung

jawab atas kesesuaian indikasi perawatan pasien di ICU.


a. Kriteria Masuk
1. Golongan pasien prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien kritis, tidak stabil yang memerlukan

terapi intensif dan tertitrasi seperti: dukungan ventilasi, alat penunjang

fungsi organ, infus, obat vasoaktif/inotropic, obat anti aritmia. Sebagai

contoh pasien pasca bedah kardiotoraksis, sepsis berat, gangguan

keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa.


2. Golongan pasien prioritas 2
Golongan pasien memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU,

sebab sangat beresiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera,

misalnya pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter.

Sebagai contoh pasien yang mengalami penyakit dasar jantung-paru, gagal


ginjal akut dan berat atau pasien yang telah mengalami pembedahan mayor.

Terapi pada golongan pasien prioritas 2 tidak mempunyai batas karena

kondisi mediknya senantiasa berubah.

3. Golongan pasien priorotas 3


Pasien golongan ini adalah pasien kritis, yang tidak stabil status

kesehatan sebelumnya, yang disebabkan penyakit yang mendasarinya atau

penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh

dan atau manfaat terapi di ICU pada golongan ini sangat kecil. Sebagai

contoh ntara lain pasien dengan keganasan metastatic disertai penyulit

infeksi, pericardial tamponande, sumbatan jalan nafas, atau pesien penyakit

jantung, penyakit paru terminal disertai kmplikasi penyakit akut berat.

Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengatasi kegawatan

akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi

atau resusitasi jantung paru.


b. Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa, dan atas persetujuan kepala ICU,

indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan dengan

catatan bahwa pasien golongan demikian sewaktu-waktu harus bisa

dikeluarkan dari ICU agar fasilitas terbatas dapat digunakan untuk pasien

prioritas 1,2,3. Sebagai contoh: pasien yang memebuhi kriteria masuk tetapi

menolak terapi tunjangan hidup yang agresif dan hanya demi perawataan

yang aman saja, pasien dengan perintah “Do Not Resuscitate”, pasien dalam

keadaan vegetative permanen, pasien yang ddipastikan mati batang otak

namun hanya karena kepentingan donor organ, maka pasien dapat dirawat di

ICU demi menunjang fungsi organ s ebelum dilakukan pengambilan orga

untuk donasi.
c. Kriteria Keluar
Penyakit pasien telah membaik dan cukup stabil, sehingga tidak

memerluka terapi atau pemantauan yang intensif lebih lanjut. Secara

perkiraan dan perhitungan terapi atau pemantauan intensif tidak bermanfaat

atau tidak memberi hasil yang berarti bagi pasien. Apalagi pada waktu itu

pasien tidak menggunakan alat bantu mekanis khusus (Kemenkes RI, 2011).
2.3.5 Alur Pelayanan ICU

Alur pelayanan ICU di RS (Kemenkes RI, 2011, hal 17)

1. Pasien yang memerlukan pelayanan ICU berasal dari:


a. Pasien dari Instalasi Gawat Darurat (IGD)
b. Pasien dari High Care Unit (HCU)
c. Pasien dari kamar operasi atau kamar tindakan lain seperti kamar

bersalin, ruang endoskopi, ruang dialysis, dan sebagainya.


d. Pasien dari bangsal (Ruang Rawat Inap)
2.3.6 Karakteristik Perawat ICU
Karakteristik Perawat yang bekerja di lingkungan keperawatan

intensif meliputi:
1. Mengelola pasien mengacu pada standar keperawatan intensif dengan

konsisten
2. Menghormati sesama sejawat dan tim lainnya
3. Mengintegrasikan kemampuan ilmiah dan ketrampilan khusus serta

diikuti oleh nilai etik dan legal dalam memberikan asuhan keperawatan
4. Berespon secara terus menerus dengan perubahan lingkungan
5. Menerapkan ketrampilan komunikasi secara efektif
6. Mendemonstrasikan kemampuan ketrampilan klinis yang tinggi
7. Menginterpretasiakan analisa situasi yang kompleks
8. Mengembangkan pendidikan kesehatan untuk pasien dan keluarga
9. Berpikir kritis
10. Mampu menghadapai tantangan
11. Mengembangkan pengetahuan dan penelitian
12. Berpikir ke depan
13. Inovatif
2.3.7 Peran Perawat Kritis
Keperawatan kritis adalah suatu bidang yang memerlukan perawatan

pasien yang berkualitas tinggi dan komprehensif. Untuk pasien yang kritis,
waktu adalah sesuatu hal yang vital. Proses keperawatan memberikan suatu

pendekatan yang sistematis, dimana perawat keperawatan kritis dapat

mengevaluasi masalah pasien dengan cepat (Talbot, 1997).


ICU atau intensive care unit dimulai pertama kali pada tahun 1950-an.

Kegawat daruratan dalam keperawatan berkembang sejak tahun 1970-an.

Sebagai contoh, kegawatan di unit operasi kardiovaskuler, pediatric, dan

unit neonates. Keperawatan gawat darurat secara khusus berkonsentrasi

pada respon manusia pada masalah yang mengancam hidup seperti trauma

atau operasi mayor. Pencegahan terhadap masalah kesehatan merupakan hal

penting dalam praktik keperawatan gawat darurat. (Hartshorn et all, 1997).


Peran perawat kritis sebagai berikut:
a. Advokat
Perawat juga berperan sebagai advokat atau pelindung klien, yaitu

membantu mempertahankan lingkungan yang aman bagi klien dan

mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kecelakaan dan

melindungi klien dari efek yang tidak diinginkan yang berasal dari

pengobatan atau tindakan diagnostik tertentu (Potter dan Perry, 2005).


b. Care giver
Perawat memberikan bantuan secara langsung pada klien dan keluarga

yang mengalami masalah kesehatan (Vicky, 2010).


c. Kolaborator
Peran ini dilakukan perawat karena perawat bekerja bersama tim

kesehatan lainnya seperti dokter, fisioterapis, ahli gizi, apoteker, dan

lainnya dalam upaya memberikan pelayanan yang baik (Vicky, 2010).


d. Peneliti
Peran sebagai pembaharu dan peneliti dilakukan dengan mengadakan

perencanaan, kerjasama, perubahan sistematis, dan terarah sesuai metode

pemberian pelayanan (Vicky, 2010). Selain itu juga meningkatkan

pengetahuan dan mengembangkan ketrampilan, baik dalam praktik

maupun dalam pendidikan keperawatan (Aryatmo, 1993).


e. Koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan, dan

mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga

pemberian layanan dapat terarah serta sesuai kebutuhan (Vicky, 2010).


f. Konsultan
Perawat sebagai narasumber bagi keluarga dalam mengatasi masalah

keperawatan terutama mengenai keamanan pasien dan keluarga (Vicky,

2010).
BAB 3

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah cara menyelesaikan masalah dengan

menggunakan metode keilmuan (Nursalam, 2014). Pada bab ini akan

disajikan tentang: 1) Desain Penelitian, 2) Waktu dan Tempat Penelitian, 3)

Kerangka Kerja, 4) Populasi, Sampel, dan Sampling, 5) Identifikasi Variabel

6) Definisi Operasional, 7) Pengumpulan Data dan Instrument Penelitian, 8)

Pengolahan Data dan Analisa Data, dan 9) Etika Penelitian.

3.1 Desain Penelitian


Rancangan atau desain penelitian adalah hasil akhir dari suatu tahap

keputusan yang dibuat oleh peneliti yang berhubungan dengan bagaimana

suatu penelitian bisa diterapkan (Nursalam, Metodelogi Penelitian Ilmu

Keperawatan: Pendekatan Praktis, 2016).


Desain penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

Quasi eksperimental Design dengan pendekatan time series design. Time

series design pada penelitian ini terdiri dari satu rangkaian waktu yang

terdiri dari tinga pengamatan yaitu pengamatan awal (pretest), pengamatan

kedua (pretest II), pengamatan ketiga (posttest). Variabel yang diamati

adalah parameter hemodinamik non invasif yang terdiri dari MAP, denyut

jantung, frekuensi pernapasan, dan saturasi oksigen.


Pada pertama kali, parameter hemodinamik non invasif diamati dan

dicatat sebagai data awal (pretest I). 30 menit kemudian, parameter

hemodinamik non invasif diamati kembali dan dicatat sebagai data (pretest

III). Selanjutnya pasien dilakukanfoot massage selama 30 menit.


Setelah itu, parameter hemodinamik noninvasif diamati kembali dan

dicatat sebagai data setelah perlakuan foot massage (posttest).


Rancangan desain penelitian ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:
X0 X1
O1 O2 O3

Keterangan :
X0 : Kontrol selama 30 menit
X1 : Perlakuan foot massage selama 30 menit
O1 : Pengamatan parameter hemodinamik pretest1
O2 : Pengamatan parameter hemodinamik pretest2
O3 : Pengamatan parameter hemodinamik posttest
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Ruang ICU RSUD dr. Soegiri Lamongan

pada November 2019.


3.3 Kerangka Kerja (Frame Work)
Kerangka kerja adalah pertahapan atau langkah-langkah dalam

aktifitas ilmiah mulai dari penerapan populasi, sampel dan seterusnya yaitu

kegiatan sejak awal penelitian akan dilaksanakan (Notoatmodjo, 2012).


Kerangka kerja dalam penelitian ini dapat digambarkan secara

skematis sebagai berikut :

Populasi: Seluruh pasien di Ruang ICU RSUD dr.Soegiri Lamongan

Sampling : consecutive sampling

Sampel: Seluruh pasien di Ruang ICU RSUD dr.Soegiri Lamongan, sebanyak


15pasien

Desain penelitian: Quasi eksperimental Design dengan pendekatan time series


design.

Variabel Independen Variabel Dependent


Foot massage Parameter Hemodinamik
Non Invasif

Alat Ukur : SOP dan Lembar Observasi

Pengumpulan data dan pengolahan data dengan : editing, coding, scoring,


tabulating dan uji friedman

Penyajian Data

Penarikan kesimpulan

3.4 Populasi, Sampel, dan Sampling


3.4.1 Populasi

Populasi adalah subjek (misal manusia; klien) yang memenuhi

kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, Metodelogi Penelitian Ilmu

Keperawatan: Pendekatan Praktis, 2016). Pada penelitian ini dilakukan pada

pasien di Ruang ICU RSUD dr.Soegiri Lamongan sebanyak 15 pasien.

3.4.2 Sampel
Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat

dipertahankan sebagai subjek penelitian melalui sampling. Sementara

sampling adalah proses menyeleksi proporsi dari populasi yang dapat

mewakili populasi yang ada(Nursalam, Metodelogi Penelitian Ilmu

Keperawatan: Pendekatan Praktis, 2016).


Kriteria inklusi karakteristik yang dapat dirumuskan atau layak

untuk diteliti (Nursalam, 2014). Adapun kriteria insklusi dari penelitian ini

adalah:
1. Pasien yang menggunakan ventilator mode kontrol sebagian
sehingga frekuensi pernafasan yang dihasilkan merupakan usaha
nafas spontan pasien.
2. Pasien yang memiliki MAP > 70 mmHg, denyut jantung > 60 kali
per menit, frekuensi pernafasan > 12 kali per menit, dan saturasi
oksigen ≤ 100% karena tujuan penelitian ini untuk mengetahui
penurunan MAP, denyut jantung, dan frekuensi pernafasan, serta
peningkatan saturasi oksigen.
3. Pasien yang sudah tidak mendapatkan sedasi dan / atau muscle
relaxant.

Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat


diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010). Adapun kriteria eksklusi dari
penelitian ini adalah:
1. Pasien yang mengalami fraktur, trauma, atau luka pada kaki.
2. Pasien dalam kondisi gelisah.
3. Pasien yang mempunyai manifestasi gejala trombosis vena dalam.
3.4.3 Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara yang ditempuh dalam

pengambilan sampel yang benar–benar sesuai dengan keseluruhan obyek

penelitian. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

consecutive sampling. Consecutive Samplingadalah tekhnik penentuan

sampel dengan cara menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian

yang dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga

jumlah responden dapat terpenuhi (Nursalam, 2016).

3.5 Identifikasi Variabel

3.5.1 Pengertian Variabel


Variabel adalah perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai

beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Nursalam,

Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis, 2016).

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel dependent dan

independent.
3.5.2 Variabel Penelitian
Menurut Budiman (2011) Variabel Penelitian adalah perilaku atau

karakteristik yang memberikan nilai berbeda terhadap sesuatu, yaitu:

1) Variabel bebas (Independent)


Variabel independen atau variabel bebas adalah variabel yang

nilainya menentukan variabel-variabel lain (Nursalam, 2014). Variabel

independent dalam penelitian ini adalah foot massage.


2) Variabel terikat (Dependent)
Variabel dependent atau variabel tergantung adalah variabel yang

nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2014). Variabel

dependent dalam penelitian ini adalah parameter Hemodinamik Non

Invasif.
3.6 Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara

operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti

untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu

objek atau fenomena (Alimul, 2008).

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian pengaruh foot massage terhadap


peningkatan kemampuan merawat diri pada pasien skizofrenia di
puskesmas Lamongan kabupaten Lamongan 2019.

DefinisiOpera
Variabel Indikator AlatUkur Skala Skor
sional

VariabelInde 1. Diberikan SOP - -


penden : selama 30 (Standart
menit Operasio-
Foot 2. Massage
nal
massage diberikan
dengan Prosedur)
frekuensi 1
kali per hari.
3. Massage :
foot massage

Variabel 1. MAP Lembar Ordinal 1. Meningkat


Parameter 2. denyut observasi (Kode= 5)
Hemodina jantung 2. Cukup
mik Non frekuensi meningkat
Invasif pernapasan (Kode= 4)
3. saturasioksig 3. Sedang
en. (Kode= 3)
4. Cukup
menurun
(Kode= 2)
5. Menurun
(Kode= 1)
3.7 Pengumpulan Data dan Instrument Penelitian

3.7.1 Pengumpulan Data


Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek

dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nursalam, Metodelogi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan

Praktis, 2016).
Dalam mini riset ini melewati beberapa tahapan, melalui persetujuan

dari Kepala Ruangan kemudian dosen pembimbing akademik.


Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengumpulkan suluruh

pasien dari jumlah sampel yaitu 15 pasien yang berada di ruang ICU RSUD

dr. Soegiri Lamongan. Kemudian peneliti melakukan pendekatan kepada

anggota keluarga dan pasien yang memenuhi kriteria inklusi untuk

mendapat persetujuan sebagai subjek penelitian dengan cara

menandatangani lembar persetujuan (informed consent) dan menjelaskan

kepada responden mengenai maksud dan tujuan penelitian. Setelah itu

barulah proses pengumpulan data yang mana variabel independent “Foot

massage” dan variabel dependent “Parameter Hemodinamik Noninvasif”.

Sebelum dilakukan intervensi pemberian Foot massage dilakukan observasi

parameter hemodinamik non invasif meliputi MAP, denyut jantung dan

frekuensi pernafasan, serta peningkatan saturasi oksigen diamati dan dicatat

sebagai data awal (pretest). Setelah itu akan dilakukan observasi lagi setelah

dilakukan pemberian foot massage selama 30 menit. Selanjutnya hasil

pemberian Food Massage pada pasien pre dan post akan ditabulasi.

Kemudian diberi perlakuan oleh peneliti dengan memberikan foot massage

dengan frekuensi pemberian sebayak 1 kali dalam 1 minggu dan dilakukan

dengan durasi 20-30 menit setiap pelaksanaannya.


3.7.2 Instrument Penelitiaan
Instrument penelitian adalah alat-alat yang digunakan penelitian

dalam pengumpulan data (Notoatmodjo, 2012). Penelitian ini menggunakan

instrument yang sesuai dengan variabel dependent dan independent.

Variabel independent yaitu foot massage, instrument yang dipakai adalah

SOP (Standart Operasional Prosedur), sedangkan pada variabel dependent

yaitu lembar observasi.

3.8 Pengolahan Data dan Analisa Data

3.8.1 Pengolahan Data


Pengolahan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2008). Pengolahan data ada beberapa langkah, yaitu:


3.8.1.1 Editing
Upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau

dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau

setelah data terkumpul.


3.8.1.2 Tabulating
Setelah memberi kode, peneliti siap mengolah data dengan membuat

tabel frekuensi atau tabel silang. Dengan berhasil disusunnya tabel-tabel,

maka analisa data berikutnya akan mudah dilakukan. Hasil presentase

kemudian diinterprestasikan dengan modifikasi penarikan kesimpulan

(Nursalam, 2014). Interprestasi nilai proporsi sebagai berikut:


1) 0% : tidak satupun
1) 1-25% : sebagian kecil
2) 26 -49% : hampir separuhnya atau hampir sebagian
3) 50% : separuhnya atau sebagian
4) 51- 75% : sebagian besar
5) 76 -99% : hampir seluruhnya
6) 100 % : seluruhnya
3.8.2 Analisa Data
Analisa data merupakan proses penataan secara sistematis atau

transkrip wawancara, data hasil observasi, data dan daftar isian serta materi
lain untuk selanjutnya diberi makna, baik secara tunggal maupun simulan

(Nursalam, 2016).
3.8.2.1 Uji Statistika

Sesuai dengan tujuan penelitian pengaruh foot massage terhadap

parameter hemodinamik dan respiratorik pasien di Ruang ICU RSUD

Dr.Soegiri Lamongan, untuk menguji masalah penelitian ini menggunakan

uji statistik friedman dengan taraf signifikan ≤ 0,05 dan menggunakan

SPSS. Syarat untuk bisa dilakukan uji friedman yakni uji komparasi,

experiment dengan pre dan post tanpa adanya pembanding (control), skala

ordinal (Sugiyono,2013).

Setelah ditemukan sebaran data maka ditentukan 2 pilihan uji

selanjutnya untuk mengetahui pengaruh yakni jika sebaran data normal

maka digunakan uji Paired T-test dan jika sebaran data tidak normal maka

dilakukan dengan uji statistic wilcoxon dengan taraf signifikansi <0,05.

Tingkat signifikansi (α) diartikan sebagai tingkat kesalahan atau tingkat

kekeliruan yang ditolerir peneliti, yang diakibatkan oleh kemungkinan

adanya kesalahan dalam pengambilan sampel.

3.8.2.2 Pembacaan Hasil Uji Statistik


Piranti yang digunakan menganalisa adalah secara komputerisas

idengan program statisfical product and service solution (SPSS) versi 22

sehingga penarikan kesimpulan hasil uji statistic adalah jika P sign <0,05

maka H1 diterima artinya terdapat pengaruh foot massageterhadap

parameter hemodinamik non invasif Sedangkan jika P sign >0,05 maka H1

ditolak artinya tidak terdapat pengaruh foot massageterhadap parameter

hemodinamik non invasif


3.8.2.3 Piranti dalam Analisa Data
Proses pengolahan data dibantu dengan menggunakan perangkat

lunak komputer Statistical Product and Service Solution atau SPSS for

windows.

3.9 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti harus mengajukan permohonan

izin, dalam penelitian ini permohonan izin diberikan kepada Rektor

Universitas Muhammadiyah Lamongan untuk mendapatkan persetujuan

dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi:


3.8.1 Informed Concent atau Lembar Persetujuan
Lembar persetujuan yang diberikan pada responden sebagai subyek

yang akan diteliti, jika subyek bersedia diteliti harus menandatangani

lembar persetujuan, sebaliknya jika menolak maka peneliti tidak akan

memaksa diri.
3.8.2 Anonimity atau Tanpa Nama
Untuk menjaga kerahasiaan subyek, peneliti tidak mencantumkan

nama subyek pada lembar pengumpulan data, cukup dengan memberi kode

tertentu.
3.8.3 Confidentiality atau Kerahasiaan
Kerahasiaan informasi subyek dijamin oleh peneliti, hanya tertentu

saja yang akan dilaporkan atau disajikan sebagai hasil penelitian.


BAB 4

HASIL MINI RISET DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan disajikan mengenai hasil pengumpulan data pasien

di ICU RSUD Dr.Soegiri Lamongan yang dilaksanaan pada tanggal 6 – 14

November 2019. Penyajian dimulai dari data umum meliputi gambaran

lokasi penelitian dan karateristik responden. Data khusus disajikan

berdasarkan variabel yang diukur yaitu parameter hemodinamik pada pasien

ICU yang diberikan Foot Massage, parameter hemodinamik dan respiratorik

pada pasien ICU sebelum dan sesudah diberikan Foot Massage serta

pengaruh Foot Massage terhadap parameter hemodinamik dan respiratorik

pada pasien di ICU.

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Data Umum

1) Gambaran Lokasi Penelitian

Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Ruang ICU RSUD

Dr.Soegiri Lamongan yang merupakan suatu unit dengan staf dan

perlengkapan khusus yang ditujukan untul observasi, perawaatan dan terapi

bagi pasien yang menderita penyakit akut, cedera, penyulit yang

mengancam jiwa atau potensial mengancam nyawa. Instalasi ICU dikepalai

oleh dr. Eka Ari, Sp.An dan kepala ruang oleh Ns. Mustadi, S.Kep serta

memiliki 15 tenaga keperawatan. Ruang ICU memiliki 7 bed dengan rincian

6 bed untuk perawatan intensif regular dan 1 bed untuk perawatan isolasi.
Penelitian ini dilakukan kepada seluruh pasien yang dirawat di Ruang ICU

yang memenuhi kriteria inklusi.

2) Karakteristik Responden

Responden yang diambil adalah pasien yang masuk ICU pada tanggal

6 – 14 November 2019. Karakteristik pasien dalam penelitian ini meliputi

umur, jenis kelamin dan pendidikan.

(1) Umur

Gambar 4.1 Distribusi Pasien Berdasarkan Umur di Ruang ICU RSUD


Dr.Soegiri Lamongan Tanggal 6 – 14 November 2019.

Dari gambar 4.1 diatas menunjukkan tidak satupun atau 0% pasien

berumur <30 tahun, sebagian kecil atau 13,3% berumur 30-45 tahun, hampir

separuhnya atau 33,3% berumur 46-60 tahun, sebagian besar atau 53,3%

berumur 61-75 tahun dan tidak satupun atau 0% berumur >57 tahun.

(2) Jenis Kelamin

Gambar 4.2 Distribusi Pasien Berdasarkan Jenis Kelamin di Ruang ICU


RSUD Dr.Soegiri Lamongan Tanggal 6 – 14 November 2019.
Dari gambar 4.2 diatas menunjukkan pasien hampir separuhnya atau

46,6% bejrenis kelamin laki-laki, dan sebagian besar atau 53,4% berjenis

kelamin perempuan.

(3) Kesadaran

Gambar 4.3 Distribusi Pasien Berdasarkan Kesadaran di Ruang ICU RSUD


Dr.Soegiri Lamongan Tanggal 6 – 14 November 2019.

Berdasarkan gambar 4.3 menunjukkan hampir separuhnya atau 46,6%

pasien memiliki kesadaran composmentis yakni rentang GCS 14-15,

sebagian kecil atau 20% pasien memiliki kesadaran apatis yakni rentang

GCS 12-13, sebagian kecil lain atau 6,6% memiliki kesadaran samnolen

yakni GCS 10-11, sebagian kecil atau 6,6 kesadaran delirium yakni rentang

GCS 7-9, sebagian kecil atau 6,6% memiliki kesadaran sopor atau rentang
GSC 4-6 dan sebagian kecil lain atau 13,3% memiliki kesadaran koma atau

total GCS 3.

(4) Pendidikan Responden

Gambar 4.4 Distribusi Pasien Berdasarkan Pendidikan di Ruang ICU


RSUD Dr.Soegiri Lamongan Tanggal 6 – 14 November 2019.

Dari gambar 4.2 diatas menunjukkan sebagian kecil atau 6,6% pasien

berpendidikan SD, seagian kecil lain atau 26,4 berpendidikan SMP, hampir

separuh atau 46,6% berpendidikan SMA, dan sebagian kecil atau 13,4%

berpendidikan PT.
4.1.2 Data Khusus

1) Parameter Hemodinamik dan Respiratorik Pasien Sebelum

Mendapatkan Foot Massage.

Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Parameter


Hemodinamikdan Respiratorik pada Pasien Sebelum
Mendapatkan Foot Massage di Ruang ICU RSUD
Dr.Soegiri November 2019.

Parameter Jumlah ∑
MAP 15
< 60 1
60-100 6
>100 7
NADI 15
< 60 0
60-100 2
>100 13
RESPIRASI 15
<16 1
16-20 2
>20 12
SPO2 15
<90 0
90-100 15

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Rata-rata Parameter


Hemodinamikdan Respiratorik pada Pasien Sebelum
Mendapatkan Foot Massage di Ruang ICU RSUD
Dr.Soegiri November 2019.

Parameter Hemodinamik
Mean Maksimum Minimum
dan Respiratorik

Tekanan Pretest 1 118.89 233 56


Darah
(MAP) Pretest 2 122.06 240 50
Nadi Pretest 1 105.93 140 86
Pretest 2 106.47 145 87
Respirasi Pretest 1 23.73 37 18
rate Pretest 2 24.47 37 17
SPO2 Pretest 1 95.53 99 89
Pretest 2 95.27 99 91
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa sebelum diberikan Foot

Massage parameter hemodinamik dan respiratorik pasien pada pengukuran

pertama (pretest 1) dan pengukuran kedua (preteest 2) cenderung

mengalami kenaikan rata-rata kecuali pada data SPO2 yang menurun. Hal

ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan tekanan darah, nadi, respirasi

dan penurunan SPO2 sebelum dilakukan Foot Massage.

2) Parameter Hemodinamik dan Respiratorik Pasien Setelah

Mendapatkan Foot Massage.

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Parameter


Hemodinamik dan Respiratorik pada Pasien Setelah
Mendapatkan Foot Massage di Ruang ICU RSUD
Dr.Soegiri November 2019.
Parameter Jumlah ∑
MAP 15
< 60 0
60-100 7
>100 8
NADI 15
< 60 0
60-100 5
>100 10
RESPIRASI 15
<16 0
16-20 3
>20 12
SPO2 15
<90 0
90-100 15
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Rata-rata
Parameter Hemodinamik dan Respiratorik pada
Pasien Setelah Mendapatkan Foot Massage di Ruang
ICU RSUD Dr.Soegiri November 2019.

Parameter Hemodinamik
Mean Maksimum Minimum
dan Respiratorik

Tekanan Pretest 2 122.06 240 50


Darah
(MAP) Postest 120.82 230 86
Nadi Pretest 2 106.47 145 87
Postest 102.33 113 90
Respirasi Pretest 2 24.47 37 17
rate
Postest 23.67 35 19
SPO2 Pretest 2 95.27 99 91
Postest 97.20 100 95

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa setelah diberikan Foot

Massage parameter hemodinamik dan respiratorik pasien pada pengukuran

kedua (pretest 2) dan pengukuran setelah dilakukan perlakuan (posttest)

cenderung mengalami penurunan rata-rata kecuali pada data SPO2 yang

meningkat atau dapat disebut berkebalikan dengan perbandingan pertama

antara pretest 1 dan pretest 2 yang cederung mengalami peningkatan. Hal ini

menunjukkan bahwa terjadi penurunan tekanan darah, nadi, respirasi dan

peningkatan SPO2 setelah dilakukan Foot Massage.

3) Pengaruh Foot Massage Terhadap Parameter Hemodinamik dan

Respiratorik pada Pasien di Ruang ICU RSUD Dr.Soegiri Lamongan

Berdasarkan tabel 4.3 dan 4.4 parameter hemodinamik dan

respiratorik pasien ICU setelah dilakukan Foot Massage cenderung

mengalami perbaikan berupa penurunan tekanan darah, nadi, respirasi dan


peningkatan terhadap SPO2 daripada sebelum dilakukan Foot Massage. Hal

ini diperkuat dengan hasil uji statistik dibawah ini.

Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Parameter Hemodinamik


dan Respiratorik pada Pasien Sebelum dan Sesudah Foot
Massage di Ruang ICU RSUD Dr.Soegiri Lamongan
November 2019

Parameter Hemodinamik
Mean SD P
dan Respiratorik

Tekanan Pretest 1 118.89 50,856 .012


Darah Pretest 2 122.06 51,803
(MAP) .002
Pretest 2 122.06 51,803
Postest 120.82 45,290
Nadi Pretest 1 105.93 13,220 .024
Pretest 2 106.47 13,060
Pretest 2 106.47 13,060 .009
Postest 102.33 6,137
Respirasi Pretest 1 23.73 4,978 .044
rate Pretest 2 24.47 5,111
Pretest 2 24.47 5,111 .007
Postest 23.67 3,697
SPO2 Pretest 1 95.53 3,523 .046
Pretest 2 95.27 2,404
Pretest 2 95.27 2,404 .040
Postest 97.20 1,699

Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh hasil penelitian dengan analisis uji

statistik Wilcoxon dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan rerata MAP

antara pretest 1 dan pretest 2 serta antara pretest 2 dan posttest. Perbedaan

tersebut menunjukkan terdapat peningkatan rerata MAP dari pretest1 ke

pretest 2 dan penurunan rerata MAP dari pretest 2 ke posttest. Dengan

demikian, dapat diidentifikasi terdapat pengaruh foot massage terhadap

penurunan MAP. Selain itu, terdapat pula perbedaan rerata denyut jantung

secara signifikan antara pretest 1 dan pretest 2 serta pretest 2 dan posttest.
perbedaan tersebut menunjukkan terdapat peningkatan rerata nadi permenit

dari pretest1 ke pretest 2 dan penurunan rerata nadi permenit dari pretest 2

ke posttest. Dengan demikian, dapat diidentifikasi terdapat pengaruh foot

massage terhadap penurunan denyut jantung. Terdapat pula perbedaan rerata

frekuensi pernafasan antara pretest 1 dan pretest 2 serta pretest 2 dan

posttest. Perbedaan tersebut menunjukkan terdapat peningkatan rerata nadi

permenit dari pretest1 ke pretest 2 dan penurunan rerata nadi permenit dari

pretest 2 ke posttest. Dengan demikian, dapat diidentifikasi terdapat

pengaruh foot massage terhadap penurunan respirasi. Pada parameter

saturasi oksigen (SPO2) terdapat perbedaan SPO2 antara pretest 1 dan

pretest 2 serta pretest 2 dan posttest. perbedaan tersebut menunjukkan

terdapat penurunan rerata SPO2 dari pretest1 ke pretest 2 dan peningkatan

rerata SPO2 dari pretest 2 ke posttest. Dengan demikian, dapat diidentifikasi

terdapat pengaruh foot massage terhadap peningkatan SPO2.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Parameter Hemodinamik dan Respiratorik pasien di Ruang ICU

RSUD Dr.Soegiri Lamongan Sebelum diberikan Foot Massage.

Pada tabel 4.1 dapat diketahui terdapat peningkatan parameter MAP,

nadi, pernafasan dan penurunan terhadap rerata SPO2 antara pretest1 dan

pretest2. Hal ini menunjukkan terjadinnya perburukan kondisi parameter

hemodinamik dan respiratorik pada pasien di Ruang ICU RSUD Dr.Soegiri

Lamongan Sebelum diberikan Foot Massage. Dapat dilihat pada tabel 4.2

bahwa rerata MAP pada pretest1 adalah (118,89 mmHg) dan pada pretest2

adalah (122,06 mmHg). Begitu pula dengan parameter lain yang


diobservasi, semua mengalami peningkatan meskipun tidak signfikan, hanya

rerata SPO2 yang mengalami penurunan antara pretest1 dan pretest2, yakni

dari 95,53% menjadi 95,27%.

4.2.2 Parameter Hemodinamik dan Respiratorik pasien di Ruang ICU

RSUD Dr.Soegiri Lamongan Setelah diberikan Foot Massage.

Pada tabel 4.2 dapat diketahui terdapat penurunan parameter MAP,

nadi, pernafasan dan peningkatan terhadap rerata SPO2 antara pretest1 dan

pretest2. Hal ini menunjukkan terjadinnya perbaikan kondisi parameter

hemodinamik dan respiratorik pada pasien di Ruang ICU RSUD Dr.Soegiri

Lamongan setelah diberikan Foot Massage. Dapat dilihat pada tabel 4.4

bahwa rerata MAP pada pretest2 adalah (122,06 mmHg) dan pada posttest

adalah (120,82 mmHg). Begitu pula dengan parameter lain yang

diobservasi, semua mengalami peningkatan meskipun tidak signfikan, hanya

rerata SPO2 yang mengalami penurunan antara pretest1 dan pretest2, yakni

dari 95,27% menjadi 97,20%.

4.2.3 Pengaruh Foot Massage terhadap Parameter Hemodinamik dan

Respiratorik pada Pasien di Ruang ICU RSUD Dr.Soegiri

Lamongan.

Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat pengaruh Foot Massage

terhadap penurunan MAP, denyut jantung, frekuensi pernapasan dan

peningkatan terhadap saturasi oksigen (SPO2). Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian Anita Setyawati (2016) tentang Pengaruh Foot Massage

terhadap Parameter Hemodinamik non invasive yang menunjukkan bahwa

terdapat penurunan secara signifikan pada MAP, denyut jantung, dan


frekuensi pernafasan pada 33 pasien di ruang GICU RSUP Dr.Hasan

Sadikin Bandung.

Penelitian ini terdiri dari tiga pengamatan yaitu pretest1, pretest2 dan

posttest, yang mana antara pretest 1 dan pretest 2 tidak dilakukan foot

massage sementara antara pretest2 dan posttest dilakukan foot massage. Hal

ini ditujukan untuk mengidentifikasi apakah rerata parameter hemodinamik

dan respiratorik pada kelompok pretest2 –posttest lebih signifikan jika

dibandingkan dengan pretest1 – pretest2.

Pada penelitian ini teridentifikasi bahwa rerata MAP pada kelompok

pretest 2 – posttest lebih signifikan (p=0.02) jika dibandingkan dengan

rerata kelompok pretest 1 – pretest 2. Rerata MAP pada pretest 2 adalah

122.06 mmHg dan pada posttest adalah 120.82 mmHg. Hal ini menunjukkan

bahwa perbedaan antara pretest 2 dan posttest berupa penurunan rerata

MAP. Rerata denyut jantung pada kelompok pretest2 – posttest juga lebih

signifikan jika dibandingkan dengan kelompok pretest1 – pretest 2 berupa

penurunan denyut jantung.

Kedua hasil diatas seiring dengan hasil rerata frekuensi pernafasan

yang lebih signifikan pada kelompok pretest 2 – posttest (p=0.07) jika

dibandingkan dengan kelompok pretest1 – pretest2. Rerata frekuensi

pernafasan pada pretest2 adalah 24.47 dan pada posttest adalah 23.67 Hal

ini menunjukkan perbedaan antara pretest2 dan posttest berupa penurunan

rerata frekuensi pernafasan. Dalam penelitian ini juga teridentiikasi bahwa

rerata SPO2 pada kelompok pretest 2 – posttest lebih signifikan (p=0.04)


jika dibandingkan dengan rerata kelompok pretest 1 – pretest 2. Rerata

SPO2 pada pretest 2 adalah 96.27 dan pada posttest adalah 97.20 Hal ini

menunjukkan bahwa perbedaan antara pretest 2 dan posttest berupa

peningkatan rerata SPO2.

Pada tabel 4.2 diketahui bahwa perubahan hemodinamik dan

respiratorik antara pretest 1 dan pretest 2 tersebut berupa peningkatan MAP,

denyut jantung dan frekuensi pernafasan serta penurunan SPO2.

Peningkatan MAP, denyut jantung, pernafasan ini dapat dipengaruhi oleh

faktor psikologis pasien. sebelum dilakukan penelitian, pasien diberikan

informed consent mengenai foot massage terlebih dahulu. Hal ini

memungkinkan pasien yang mana tedapat hampir separuh atau 46,6%

memiliki kesadaran komposmentis atau total GCS 14-15 merasa cemas

terhadap perlakuan yang akan diberikan kepadanya. Sehingga kemungkinan

hal ini yang membuat pasien mengalami peningkatan MAP, denyut jantung,

dan frrekuensi pernafasan antaara pretest 1 dan pretest 2.

Saat pasien diberikan foot massage, maka pasien merasa mendapatkan

sentuhan pada tubuhnya. Teori Jin Shin Jyutsu menyatakan bahwa dinamika

sentuhan ini dapat membebaskan sumbatan energi yang selanjutnya dapat

menciptakan energi mekanika dalam tubuh (Perry, 2012). Energi mekanika

dalam tubuh ini dapat menimbulkan perasaan bahagia, ketenangan dan

secara fisiologis pasien memberikan respon berupa penurunan MAP, denyut

jantung dan frekuensi pernafasan dalam rentang nilai mendekati normal.

Oleh karena itu, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Foot Massage

bermanfaat bagi tubuh secara fisiologis dan psikologis.


4.2.4 Keterbatasan

Dalam melaksanakan mini riset ini masih terdapat beberapa

keterbatasan yang kami temui diantaranya adalah keterbatasan skill dalam

melaksanakan foot massage dimana kami hanya belajar teknik ini melalui

modul dan youtube tanpa ada tutor yang mengajarkan secara langsung,

sehingga pengaruh yang diberikan dalam pemberian perlakuan foot massage

kurang sigifikan pada semua parameter. Selain itu kendala yang kami temui

adalah perburukan kondisi dari pasien dimana hal tersebut dimana pasien

juga telah mendapatkan obat-obatan support untuk memperbaiki parameter

yang kami ukur.


DAFTAR PUSTAKA

1. Setyawati A, Ibrahim K, Mulyati T. Pengaruh Foot Massage


terhadap Parameter Hemodinamik Non Invasif pada Pasien di
General Intensive Care Unit. J Keperawatan Padjadjaran.
2017;v4(n3):283–92.
2. Gattinoni L, Taccone P, Carlesso E, Marini JJ. Prone position in
acute respiratory distress syndrome rationale, indications, and limits.
Am J Respir Crit Care Med. 2013;188(11):1286–93.
3. Jevon, Ewens. Pemantauan Pasien Kritis. 2nd ed. Jakarta: Erlangga;
2009.
4. Aaronson I, Philip, Ward PTJ. At a Glance Sistem Kardiovaskuler.
Jakarta: EGC; 2010.
5. So’emah EN, Khotimah S. Pengaruh aromaterapi bunga lavender
terhadap kualitas tidur lansia di RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo
Mojokerto. JKeperawatan Bina Sehat. 2015;1.
6. Trappe Hans-Joachim. Music and medicine: The effects of music on
the human being. Dep Cardiol Angiol. 2012;
7. Kushariyadi S. Terapi Modalitas Keperawatan Pada Klien
Psikogeriatrik. Jakarta: Salemba Medika; 2011.
8. Potter, perry. Fundamental Keperawatan. 7th ed. Jakarta: Salemba
Medika; 2009.
9. A. Ç, S. S. Effect of Classic Foot Massage on Vital Signs, Pain, and
Nausea/Vomiting Symptoms after Laparoscopic Cholecystectomy.
Surg Laparosc Endosc Percutaneous Tech [Internet].
2018;28(6):359–65.
10. Prodi D, Poltekkes K, Soepraoen RS. Hubungan Respiratory Rate
(RR) dan Oxygen Saturation (SpO2) Pada Klien Cedera Kepala.
2017;
11. Aruna. Effectiveness of Foot Massage on Pain, Heart Rate among
Patient Underwent Abdominal Surgery. Int J Dev Res 7(11) 16708-
16710. 2017;
12. Morton PG, D K Fontaine. Criticalcare nursing (9th Ed.). Wolters
Kluwer Health: Lippincott Williams & Wilkins.; 2009.

Anda mungkin juga menyukai