Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN EVIDENCE BASED NURSING (EBN)

PENGARUH PENERAPAN MOBILISASI TERHADAP PASIEN


KRITIS DENGAN TERPASANG VENTILATOR MEKANIK
DI RUANG GENERAL INTENSIVE CARE UNIT/GICU

Di susun oleh :
Kelompok III

Alexander 043315162
Dwi Cristanti 043315162
M. Jansen R 043315162
Novita Sari 043315162
Risky Ardiansyah P 043315162120
Shela Putri D 043315162
Khudsiyati 043315162
Didi Yanuardi 043315162
Nurul Khasanah 043315162
Program Profesi Ners B

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
PPNI JAWA BARAT BANDUNG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

rahmat serta karunia-Nya kepada penyusun sehingga kami dapat menyelesaikan

makalah ini tepat pada waktunya.Laporan Evidence Based Nursing (EBN) ini

mengangkat kasus Pengaruh Penerapan Mobillisasi Terhadap Pasien Kritis

dengan terpasang ventilator di Ruang General Intensive Care Unit/GICU.

Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami

harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Semoga laporan ini dapat memberiakn

informasi dan bermanfaat, khususnya bagi kami dan umumnya bagi semua orang.

Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah

berperan serta dalam penyusunan laporan ini dari awal sampai akhir. Semoga

Allah SWT senantiasa meridhoi segala usaha kita. Aamiin.

Bandung, Juni 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Oksigen merupakan salah satu komponen gas dan unsur vital dalam proses
metabolisme, untuk mempertahankan kelangsungan hidup seluruh sel tubuh.
Secara normal elemen ini diperoleh dengan cara menghirup udara ruangan dalam
setiap kali bernafas. Penyampaian oksigen ke jaringan tubuh ditentukan oleh
interaksi sistem respirasi, kardiovaskuler dan keadaan hematologi. Adanya
kekurangan oksigen ditandai dengan keadaan hipoksia, yang dalam proses lanjut
dapat menyebabkan kematian jaringan bahkan dapat mengancam kehidupan
(Brunner dan Suddarth, 2002). Kebutuhan oksigen tidak lepas dari gangguan yang
terjadi pada sistem pernafasan. Gangguan pernafasan yang sering terjadi salah
satunya kegagalan pernafasan.
Diruang intensif, untuk mengatasi kegagalan pernafasan digunakan
bantuan pernafasan. Pemberian bantuan pernapasan dengan pemasangan ventilasi
mekanik dalam mengendalikan ventilasi paru ditujukan untuk meningkatkan
oksigenasi dan mencegah kerusakan paru. Ventilasi mekanik adalah alat bantu
nafas yang digunakan pada penderita dengan gagal nafas dan penyakit lainnya.
Langkah yang dapat dilakukan sebagai upaya pencegahan dan solusi untuk
masalah tersebut adalah dengan menjalankan mobilisasi dini pasien kritis di ICU.
Mobilisasi dini pasien kritis dapat meningkatkan kekuatan otot, menurunkan stres
oksidasi dan inflamasi, selama beraktivitas atau latihan akan memaksimalkan
60%-75% intake oksigen dan meningkatkan produksi antioksidan. Mobilisasi dini
pasien kritis yang menggunakan ventilator memiliki manfaat meningkatkan
kekuatan otot dan pernapasan yang signifikan dalam tiga dan enam minggu, selain
itu juga dapa meningkatkan outcomes fungsional pasien.
Menutur penelitian Zhiqiang Li, dkk. Menjelaskan bahwa Terapi
mobilisasi aktif untuk pasien yang telah mengalami Ventilasi mekanis pada
setting ICU / HDU nampak ada Efek positif pada fungsi fisik dan hasil rumah
sakit dengan Tidak ada efek samping yang parah. Protokol mobilisasi dini dapat
dimulai dengan aman di setting ICU dan berlanjut di setting pasca ICU. Menurut
penelitian Hendra & Emil, Pada penelitin ini menggunakan uji mann whitney
dengan hasil uji statistic p value = 0,189 yang artinya tidak ada perbedaan yang
signifikan kejadian VAP antara kelompok control dengan kelompok intervensi,
namun demikin jumlah responden VAP ada penurunan pada kelompok intervensi
dari 7 berkurang menjadi 4.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik membahas
Evidence Based Nursing Tentang Pengaruh Penerapan Mobillisasi Terhadap
Pasien Kritis Dengan Terpasang Ventilator

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang dapat
diambil adalah Pengaruh Penerapan Mobillisasi Terhadap Pasien Kritis dengan
Terpasang Ventilator di Ruang General Intensif Care Unit/GICU?

1.3 Tujuan
Menjelaskan tentang hasil-hasil peneltian yang terkait dengan Pengaruh
Penerapan Mobillisasi Terhadap Pasien Kritis dengan Terpasang Ventilator di
Ruang General Intensif Care Unit/GICU
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Intensive Care Unit
1. Gambaran Pasien Kritis di ICU

Intensive Care Unit (ICU) atau Unit Perawatan Intensif (UPI) adalah
tempat atau unit tersendiri di dalam rumah sakit yang menangani pasien-pasien
kritis karena penyakit, trauma atau komplikasi penyakit lain yang memfokuskan
diri dalam bidang life support atau organ support yang kerap membutuhkan
pemantauan intensif. Salah satu bentuk pemantauan intensive invasif adalah
pasien dengan ventilasi mekanik yang akan membantu usaha bernafas melalui
endotracheal tubes atau trakheostomi.
Pasien yang dirawat di ICU adalah pasien yang kondisinya kritis sehingga
memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi,
berkelanjutan, dan memerlukan pemantauan secara terus menerus. Pasien ICU
tidak hanya memerlukan perawatan dari segi fisik tetapi memerlukan perawatan
secara holistik.
Kondisi pasien yang dirawat di ICU yaitu :

a. Pasien sakit berat, pasien tidak stabil yang memerlukan terapi intensif seperti
bantuan ventilator, pemberian obat vasoaktif melalui infus secara terus
menerus, seperti pasien dengan gagal napas berat, pasien pasca bedah jantung
terbuka, dan syok septik.
b.Pasien yang memerlukan bantuan pemantauan intensif sehingga komplikasi
berat dapat dihindari atau dikurangi seperti pasien pasca bedah besar dan luas,
pasien dengan penyakit jantung, paru, dan ginjal.
c. Pasien yang memerlukan terapi intensif untuk mengatasi komplikasi-
komplikasi akut dari penyakitnya seperti pasien dengan tumor ganas dengan
komplikasi infeksi dan penyakit jantung, sumbatan jalan napas.
Klasifikasi pasien yang membutuhkan perawatan kritis menurut Departement of
Health Inggris terdapat empat tingkatan yaitu :
a. Tingkat nol, yaitu pasien yang kebutuhannya dapat terpenuhi dengan
perawatan dalam ruang perawatan normal di Rumah Sakit yang menangani
kondisi akut.
b. Tingkat satu, yaitu pasien yang memiliki resiko mengalami kondisi yang
memburuk atau pasien yang baru dipindahkan dari tingkat perawatan yang
lebih tinggi yang kebutuhannya dapat terpenuhi pada ruang perawatan akut
dengan saran dan bantuan tambahan dari tim perawatan kritis.
c. Tingkat kedua, yaitu pasien yang membutuhkan observasi atau intervensi yang
lebih detail termasuk bantuan untuk kegagalan satu sistem atau perawatan
pasca operasi, dan pasien yang turun dari tingkat perawatan yang lebih tinggi.
d. Tingkat ketiga, yaitu pasien yang membutuhkan bantuan pernafasan lanjut
saja atau bantuan pernafasan dasar dengan bantuan setidaknya
e. ada dua sistem organ. Tingkat ini meliputi semua pasien kompleks yang
membutuhkan bantuan untuk kegagalan multiorgan.
Untuk menjamin kenyamanan, memperkecil distress, dan membuat
intervensi penyelamatan hidup lebih dapat ditoleransi, pasien dengan alat bantu
napas atau ventilasi mekanik diberikan sedasi. Dampak lanjutan pemberian sedasi
adalah penurunan tingkat kesadaran dan ketidakmampuan bergerak/imobilisasi
atau ketidakmampuan untuk melakukan mobilisasi secara independen.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di sebuah rumah sakit menyatakan bahwa
mobilisasi di ICU jarang dilakukan. Kendala untuk melakukan mobilisasi pada
pasien di ICU sangat beragam. Faktor-faktor yang berperan meliputi keamanan
dari selang dan pipa,
ketidakstabilan hemodinamik, sumber daya manusia dan peralatan,
pemberian penenang, berat badan pasien, nyeri dan ketidaknyamanan pasien,
waktu, dan prioritas dari tindakan. Pasien yang mengalami penurunan keadaran
dan imobilisasi akan meningkatkan resiko terjadinya dekubitus. Sebuah studi
observasional prospektif tentang pergantian posisi dan mobilisasi pada 50 ICU di
Inggris dinyatakan bahwa 4.88 jam merupakan waktu yang tepat untuk merubah
posisi pasien. Di ICU Arab menemukan waktu yang tepat adalah 2 jam untuk
merubah posisi pasien. Di Irlandia perubahan posisi dilakukan setiap 3 jam selama
12 jam selama 3 hari, karena rata- pasien yang menggunakan ventilator selama 2-
3 hari.20 Sesuai panduan nasional di Amerika National Pressure Ulcer Advisory
Panel (NPUAP) menyatakan bahwa standar perawatan bagi pasien imobilisasi
sekarang ini yaitu perubahan posisi pasien dilakukan tiap 2 jam.
Pasien yang dirawat di ruang ICU dengan gangguan status mental
misalnya oleh karena stroke, injuri kepala atau penurunan kesadaran tidak mampu
untuk merasakan atau mengkomunikasikan nyeri yang dirasakan atau pasien
merasakan adanya tekanan namun mereka tidak bisa mengatakan kepada orang
lain untuk membantu mereka mengubah posisi. Bahkan ada yang tidak mampu
merasakan adanya nyeri atau tekanan akibat menurunnya persepsi sensori. Pasien
yang dirawat di ruang ICU mengalami kelembaban kulit yang berasal dari
drainase luka, keringat, kondensasi dari sistem yang mengalirkan oksigen yang
dilembabkan, muntah, dan inkontensia, menyebabkan perlunakan pada kulit
(maserasi), sehingga lebih rentan terhadap kerusakan akibat tekanan dan
mengalami dekubitus.
Lingkungan yang lembab meningkatkan risiko dekubitus lima kali lipat.
Pasien dengan trauma besar, luka bakar , dan sepsis dan yang telah menjalani
operasi besar yang dirawat di ruang ICU terjadi perubahan metabolisme sehingga
berada dalam keadaan gizi buruk. Status nutrisi merupakan faktor risiko kritis
terhadap berkembangnya dekubitus. Keutuhan kulit dan penyembuhan luka akan
lebih baik jika pasien berada pada kondisi keseimbangan nitrogen yang positif dan
kadar serum protein yang adekuat. Metabolisme yang diubah mengarah ke dalam
keseimbangan nitrogen negatif akan berisiko tinggi mengalami kerusakan jaringan
dan penyembuhan luka yang sulit.
Kerusakan jaringan pada kondisi nitrogen yang negatif dipicu oleh adanya
proses katabolisme dimana hati akan mengubah protein dalam tubuh menjadi
energy. Protein ini diambil dari masa otot . Hal ini menyebabkan terjadinya
pengecilan masa otot dan terhambatnya pembentukan jaringan baru. Rendahnya
albumin serum dapat menyebabkan edem interstisial yang berdampak
menurunnya status nutrisi ke jaringan. Pasien dengan albumin serum < 35 gram /
liter sebesar 75 % mengalami dekubitus, dibandingkan pasien dengan albumin
serum > 35 gram / liter hanya 16 % mengalami dekubitus.
Beberapa pasien penyakit kronik seperti diabetes atau penyakit vaskular
perifer lainnya yang mengancam kehidupan dirawat di ICU untuk dapat dievaluasi
status kesehatannya. Penyakit pembuluh darah ini akan menghalangi aliran darah
yang dibutuhkan oleh bagian tubuh tersebut sehingga menimbulkan kerusakan
jaringan. Gangguan sirkulasi dan ventilasi akan mengurangi oksigenasi jaringan
lebih lanjut akan memperburuk penggunaan obat obatan. Beberapa peneliti telah
melakukan survei obat ICU dengan efek samping yang potensial mempengaruhi
pemeliharaan integritas kulit. Obat vasoaktiv seperti norepinefrin menyebabkan
vasokonstriksi dan mengurangi perfusi jaringan perifer dan kapiler aliran darah
yang pada akhirnya dapat terjadi edema interstitial.
Pemberian posisi lebih dari 30 derajat pada pasien akan terjadi penekanan
pada area sacrococcygeal . Pada keadaan ini pasien bisa merosot kebawah
sehingga mengakibatkan tulangnya bergerak ke bawah namun kulitnya masih
tertinggal. Ini dapat mengakibatkan oklusi dari pembuluh darah serta kerusakan
pada jaringan bagian dalam seperti otot namun hanya menimbulkan sedikit
kerusakan pada permukaan kulit. Kondisi otot yang spastik dan paralitik
meningkatkan kerentanan terjadinya dekubitus yang berhubungan dengan gesekan
dan robekan.

2. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik merupakan tindakan pemasangan alat pernapasan yang
digunakan untuk mempertahankan ventilasi dan memberikan suplay oksigen
dalam jangka waktu tertentu sebagai terapi definitif pada pasien kritis yang
mengalami kegagalan pernapasan. Ventilasi mekanik adalah alat bantu terapi yang
digunakan untuk membantu pasien yang tidak mampu memeperthanakan
oksigenasi yang memadai dan eliminasi karbondioksida.
Tujuan ventilasi mekanis adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar
yang tepat untuk kebutuhan metabolik pasien dan untuk memperbaiki hipoksemia
dan memaksimalkan transpor oksigen.

3. Klasifikasi
Ventilasi mekanik secara umum diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
a. ventilator tekanan negative; yang memberikan tekanan negatif pada
intrathorak selama inspirasi memungkinkan udara mengalir ke dalam paru.
Ventilator ini digunakan pada kegagalan pernapasan kronik dengan
gangguan neurovascular seperti miastenia gravis poliomyelitis, distrofi
muscular dan sklerosis lateral amiotrifik.
b. ventilasi tekanan positif ; yang meliputi pressure cycle ventilation, time
cycle ventilation dan volume cycle ventilation yang paling banyak
digunakan. Ventilator ini memberikan tekanan positif pada jalan nafas
sehingga mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi,
sehingga memerlukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi. Ventilator ini
digunakan pada penyakit/gangguan paru primer
Indikasi klinik pemasangan ventilasi mekanik adalah:
a. kegagalan ventilasi yaitu; depresi system saraf pusat, penyakit neuromuscular,
penyakit system saraf pusat, penyakit muskulosceletal, ketidakmampuan torak
untuk melakukan ventilasi;
b. kegagalan pertukaran gas yaitu: kegagalan pernapasan akut; kegagalan
pernapasan kronik; gagal jantung kiri; ketidakseimbangan ventilasi/perfusi.

4. Mode ventilator
Mode operasional volume cycle ventilation pada klien dewasa meliputi:
respiratory rate (RR) permenit; tidal volume; konsentrasi oksigen (FiO2) dan
positive end respiratory pressure (PEEP). Konsentrasi oksigen diberikan
berdasarkan nilai prosentase O2 dalam analisa gas darah (AGD). Frekuensi
pernafasan antara 12-15 x/menit; tidal volume sekitar 10-15 ml/kg BB. Fraksi
oksigen (FiO2) diatur pada level PaO2 dan saturasi oksigen rendah untuk
menentukan konsentrasi oksigen. PEEP digunakan untuk mencegah alveolar
kolaps dan meningkatkan alveolar capillary diffusion.
Mode operasional ventilasi mekanik terdiri dari :
a. Controlled Mandatory Ventilation (CMV)
Mengontrol volume dan frekuensi pernapasan dengan indikasi tidak dapat
bernafas spontan, Untuk mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam
waktu yang lama serta meningkatkan kerja.
b. Assist Control Ventilation (ACV)
Biasanya digunakan pada tahap pertama pemakaian ventilasi mekanik, untuk
mengontrol ventilasi, kecepatan dan volume tidal. Mode ini dapat melakukan
fungsi ventilasi secara otomatis pernapasan. Pada Ventilasi ini mesin masih
mengontrol laju pernafasan. Volume (TV) dan laju yang telah diset diberikan
tanpa memperhatikan pola pernafasan pasien. Biasanya diperlukan obat sedasi
atau paralitik (misalnya, pavulon).
c. Intermitten Mandatory Ventilation (IMV)
Digunakan untuk pernapasan spontan yang tidak sinkron seperti
hiperventilasi dan sewaktu-waktu dapat mengambil alih peranan;
d. Syncronised Intermitten Mandotory Ventilation (SIMV)
Diberikan pada pernapasan spontan dengan tidal volume dan RR yang
kurang adekuat untuk ventilasi dengan tekanan rendah, efek barotrauma minimal
serta mencegah otot pernapasan tidak terlalu kelelahan Ini adalah metode yang
bisa digunakan sebelum proses penyapihan.
e. Positive End Expiratory Pressure (PEEP)
Untuk menahan tekanan akhir ekspirasi positif dengan tujuan untuk mencegah
atelektasis, diberikan pada klien ARDS (adult respiratory distresss sindroma) dan
pneumonia diffuse Prinsipnya sama dengan CPAP namun pada modus non-
spontan.
f. Continous positive airways pressure (CPAP)
Untuk meningkatkan fungsional residual capacity (FRC), biasanya
digunakan dalam proses weaning/penyapihan ventilasi Mode ini digunakan jika
pada pasien yang sudah dapat bernafas spontan dengan complience pasru adekuat.
Bantuan yang diberikan mode ini berupa PEEP dan FiO2 saja atau mode ini sama
dengan mode PS dengan seting IPL 0 cmH2O. Penggunaaan mode ini cocok pada
pasien yang siap ekstubasi.

5. Lama Pemakaian Ventilator


Ayello melakukan perubahan posisi miring kanan miring kiri setiap 2, 3,
dan 4 jam selama 12 jam di waktu malam hari selama 3 hari. Karena rata-rata
pasien terpasang ventilator selama 2-3 hari.20 Sedangkan di ICU RS Dr.Kariadi
didapatkan rerata lama penggunaan ventilator pada pasien surgical adalah 59,3
jam atau dapat disederhanakan menjadi 2,5 hari dan rerata lama rawat di ICU
pada pada pasien surgical adalah 97,69 jam atau dapat disederhanakan menjadi 4
hari.
Penggunaan Ventilator mekanik dalam jangka pendek <2 hari karena dari
45 kasus yang menggunakan ventilator mekanik terdapat 40 kasus meninggal, 4
kasus pindah ruangan biasa dan 1 kasus pulang paksa.

6. Komplikasi Penggunaan Ventilasi Mekanik


Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik diantaranya:
a. risiko pada intubasi endotrakeal, termasuk kesulitan intubasi, sumbatan pipa
endotrakeal oleh sekret;
b. intubasi endotrakheal jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan laring
terutama pita suara dan odema laring;
c. efek akibat humidifikasi yang kurang dalam ventilasi menyebabkan iritasi jalan
napas dan retensi sekret sehingga dapat menimbulkan infeksi;
d. pemberian sedasi/anestesi memiliki efek terhadap depresi jantung, penurunan
mobilitas fisik, gangguan pengosongan lambung dan proses pemulihan lebih
lama;
e. gangguan haemodinamik
f. barotrauma seperti pneumothorak dan kolaps alveoli.
7. Weaning/Penyapihan Ventilasi Mekanik
a. Pengertian
Weaning adalah proses penyapihan pada ketergantungan paru terhadap
bantuan ventilasi mekanik sehingga paru kembali melakukan fungsi secara
mandiri.
b. Indikasi weaning
Indikasi dilakukanya weaning meliputi faktor penyebab kegagalan
pernapasan telah dapat diatasi, kesadaran klien membaik, klien mampu bernafas
spontan, dan hemodinamik stabil. tanda-tanda vital dalam batas normal dengan
RR <35 x/min serta perbaikan saturasi oksigen mencapai nilai >95%, selain itu
dipertimbangkan tekanan inspirasi maksimal, tidal volume, minute volume,
kecepatan pernapasan serta nilai PaO2 dan PaCO2 dari pemeriksaan BGA.
c. Ekstubasi
Ekstubasi adalah pencabutan endotrakheal tube (ETT) dari trakea bila
kebutuhan intubasi tidak dibutuhkan lagi. Indikasi dilakukan ekstubasi

8. Immobilisasi
a. Pengertian
Immobilisasi atau bedrest adalah intervensi untuk menahan klien di tempat
tidur untuk alasan terapeutik. Klien yang memiliki keadaan yang bervariasi
diletakkan dalam keadaan bedrest. Durasinya bergantung pada penyakit atau
cedera dan keadaan kesehatan klien sebelumnya.
NANDA international mendefinisikan gangguan mobilitas fisik sebagai
keterbatasan pada kemandirian, gerakan fisik pada tubuh, satu atau lebih
ekstremitas. Gangguan tingkat mobilisasi fisik klien sering disebabkan oleh
gerakan dalam bentuk tirah baring, retriksi fisik karena peralatan eksternal
(misalnya gips atau traksi rangka), retraksi gerakan volunter, atau gangguan
fungsi motorik dan rangka.
Pada pasien kritis diperlukan istirahat total untuk mengurangi
pengguanaan oksigen, pengukuran oksigen, penguragan trauma, agar energi
digunakan untuk penyembuhan. Akan tetapi keadaan ini menyebabkan perubahan
psikologis, fisiologis dan psikososial. Hal ini terutama terjadi bila imobilisasi
mutlak dengan posisi terlentang, trendelenburg, lateral, atau posisi fowler.

b. Dampak
Individu dengan berat dan tinggi badan rata- rata dan tanpa penyakit kronis yang
dalam keadaan tirah baring, akan kehilangan kekuatan otot sebanyak 3% setiap
hari. Immobilisasi juga dihubungkan dengan perubahan kardiovaskuler, rangka
dan organ lainnya. Keparahan perubahan sistem bergantung pada kesehatan
keseluruhan, derajat lama mobilisasi, dan usia. Misalnya lansia dengan penyakit
kronis mengembangkan dampak mobilisasi yang lebih cepat dari pada klien yang
lebih muda dengan masalah imobilisasi yang sama. Diantara dampak yang terjadi
terhadap imobilisasi adalah:
1) Perubahan Metabolisme
Perubahan mobilisasi akan mempengaruhi metabolisme endokrin, resorpsi
kalsium dan fungsi gastrointestinal. Sistem endokrin menghasilkan hormon,
mempertahankan dan meregulasi fungsi vital seperti: 1) berespon pada stress dan
cedera, 2) pertumbuhan dan perkembangan, 3) reproduksi, 4) mempertahankan
lingkungan internal, serta 5) produksi pembentukan dan penyimpanan energi.
Imobilisasi mengganggu fungsi metabolisme normal seperti: menurunkan laju
metabolisme, mengganggu metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, dan
menyebabkan gangguan gastrointestinal seperti nafsu makan dan peristaltik
berkurang. Namun demikian pada proses infeksi klien yang imobilisasi
mengalami peningkatan BMR karena demam dan penyembuhan luka
membutuhkan oksigen.

2) Perubahan Pernafasan
Kurangnya pergerakan dan latihan akan menyebabkan klien memiliki komplikasi
pernafasan. Komplikasi pernafasan yang paling umum adalah atelektasis
(kolapsnya alveoli) dan pneumonia hipostatik (inflamasi pada paru akibat statis
atau bertumpuknya sekret). Menurunnya oksigenasi dan penyembuhan yang
alam dapat meningkatkan ketidaknyamanan klien. Pada atelektasis, sekresi yang
terhambat pada bronkiolus atau bronkus dan jaringan paru distal (alveoli) kolaps
karena udara yang masuk diabsorpsi dapat menyebabkan hipoventilasi. Sisi yang
tersumbat mengurangi keparahan atelektasis. Pada beberapa keadaan
berkembangnya komplikasi ini. kemampuan batuk klien secara produktif
menurun. Selanjutnya distribusi mukus pada bronkus meningkat, terutama saat
klien dalam posisi supine, telungkup atau lateral. Mukus berkumpul pada bagian
jalan nafas yang bergantung. Pneumonia hipostatik sering menyebabkan mukus
sebagai tempat yang baik untuk bertumbuhnya bakteri.

3) Perubahan Kardiovaskuler
Imobilisasi juga mempengaruhi sistem kardiovaskuler. Tiga perubahan utama
adalah hipotensi ortostatik, meningkatnya beban kerja jantung dan pembentukan
trombus. Hipotensi ortostatik adalah peningkatan denyut jantung lebih dari 15%
atau tekanan darah sistolik menurun 15 mmHg atau lebih saaat klien berubah
posisi dari posisi terlentang ke posisi berdiri. Pada kilen yang imobilisasi,
menurunnya volume cairan yang bersirkulasi, berkumpulnya darah pada
ekstremitas bawah, menurunnya respon otonomik akan terjadi. Faktor ini akan
menurunkan aliran balik vena, disertai meningkatnya curah jantung, yang
direfleksikan dengan menurunnya tekanan darah. Hal ini terutama terjadi pada
lansia Karena beban kerja jantung meningkat, konsumsi oksigen juga meningkat.
Oleh karena itu, jantung akan bekerja lebih keras dan kurang efisiensi jantung
selanjutnya akan menurun sehingga beban kerja jantung meningkat.
4) Perubahan Muskuloskeletal
Dampak imobilisasi pada sistem musluloskeletal adalah gangguan
permanen atau temporer atau ketidakmampuan yang permanen. Pembatasan
mobilisasi terkadang menyebabkan kehilangan daya tahan, kekuatan dan massa
otot, serta menurunnya stabilitas dan keseimbangan. Dampak pembatasan
mobilisasi adalah gangguan metabolisme kalsium dan gangguan sendi. Karena
pemecahan protein, klien kehilangan massa tubuh yang tidak berlemak.
Massa otot berkurang tidak stabil untuk mempertahankan aktivitas tanpa
meningkatnya kelemahan. Jika mobilisasi terus terjadi dan klien tidak melakukan
latihan, kehilangan massa otot akan terus terjadi. Kelemahan otot juga terjadi
karena imobilisasi, dan imobilisasi lama sering menyebabkan atrofi angguran,
dimana atrofi angguran (disuse atrophy) adalah respon yang dapat diobservasi
terhadap penyakit dan menurunnya aktifitas kehidupan sehari-hari. Dan
imobilisasi kehilangan daya tahan, menurunnya massa dan kekuatan otot, dan
instabilitas sendi menyebabkan klien beresiko mengalami cedera. Hal ini dapat
terjadi dalam beberapa hari bedrest, menunjukkan bahwa pasien kritis terpasang
ventilator dapat kehilangan hingga kelemahan otot perifer 25 % dalam waktu 4
hari dan kehilangan 18 % berat badannya. Hilangnya massa otot-otot rangka
sangat tinggi dalam 2-3 minggu pertama imobilisasi selama perawatan intensif

5) Perubahan Eliminasi Urine


Imobillisasi dapat mengubah eliminasi urine. Pada posisi tegak, klien
dapat mengeluarkan urine dari pelvis renal dan menuju ureter dan kandung kemih
karena gaya gravitasi. Saat klien dalam posisi berbaring terlentang dan datar,
ginjal dan ureter bergerak maju ke sisi yang lebih datar. Urine yang dibentuk oleh
ginjal harus memasuki kandung kemih yang tidak dibantu oleh gaya gravitasi.
Karena kontraksi peristaltik ureter tidak mampu menimbulkan gaya garvitasi,
pelvis ginjal terisis sebelum urine memasuki ureter. Kejadian ini disebut stastis
urine dan meningkatkan resiko infeksi saluran kemih dan batu ginjal. Batu ginjal
adalah batu kalsium yang terjebak dalam pelvis ginjal atau melewati ureter. Klien
imobilisasai beresiko tinggi terkena batu ginjal, karena mereka sering mengalami
hiperklasemia.
Apabila periode imobilisasi berlanjut, asupan cairan sering berkurang.
Ketika digabungkan dengan masalah lain seperti demam, resiko dehidrasi
meningkat. Akibatnya, keseluruhan urine berkurang pada atau antara hari ke 5
atau ke 6 setelah imobilisasi, dan urine menjadi pekat. Urine yang pekat ini
meningkatkan resiko kontaminasi traktus urinarius oleh bakteria escherchia coli.
Penyebab infeksi saluran kemih lainnya pada klien yang imobilsasi adalah
penggunaan kateter urine indwelling.
6) Perubahan Integumen
Perubahan metabolisme yang menyertai imobilisasi dapat meningkatkan
efek tekanan yang berbahaya pada kulit klien yang imobilisasi. Hal ini membuat
imobilisasi menjadi masalah resiko yang besar terhadap luka tekan.
Metabolisme jaringan bergantung pada suplai oksigen dan nutrisi serta eliminasi
sampah metabolisme dari darah. Tekanan mempengaruhi metabolisme seluler
dengan menurunkan atau mengeliminasi sirkulasi jaringan secara keseluruhan.

7) Perubahan Perkembangan
Perubahan perkembangan merupakan dampak fisiologis yang muncul
akibat dari imobilisasi. Perubahan perkembangan cenderung dihubungkan dengan
imobilisasi pada anak yang sangat muda dan pada lansia. Anak yang sangat muda
atau lansia yang sehat namun diimobilisasi memiliki sedikit perubahan
perkembangan. Namun, terdapatnya beberapa pengecualian. Misalnya ibu yang
mengalami komplikasi saat kelahiran harus tirah baring dan mengakibatkan tidak
mampu berinteraksi dengan bayi baru lahir seperti yang dia harapkan.

B. Mobilisasi pasien kritis


a. pengertian
suatu upaya untuk mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan
cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.
(carpenito,2000)

b. fungsi mobilisasi dini


setelah dilakukan mobilisasi dini akan terjadi adanyamekanisme
kompensasi terhadap adanyaaktivitas yang dapat memberikan rangsangan
simpatis untuk meningkatkan fungsi organkardiorespirasi guna mencukupi
kebutuhan oksigenasi (curah jantung) dan perfusijaringan. Masalah hemodinamik
yang tidak stabil muncul karena ketika pasien mengubahposisi gravitasi dari
berbaring menuju duduk atau berdiri, tubuh akan berespon secara fisiologis untuk
beradaptasi menjaga homeostatis fungsi kardiovaskuler.
Prosesnya melalui dua cara: volume plasma berpindahyang memberikan
pesan kepada syaraf otonom untuk mengubah tahanan vaskuler atau bagaian
dalam telinga atau respon vestibulum yang berdampak pada system
kardiovaskuler selama perubahan posisi. Pasien kritis biasanya memiliki tahanan
vaskuler yang jelek, umpan balik otonom yang jelek, sistem kardiovaskuler yang
memburuk hal ini membuat adaptasi yang buruk terhadap perubahan posisi.
Mobilisasi pasien kritis membawa banyak manfaat untuk pasien. Membantu
proses weaning, menambah outcome penyembuhan pasien memperpendek durasi
delirium, menambah hari tanpa penggunaan ventilator), menurunkan angka
kejadian VAP, memperkuat fungsi pernapasan, meningkatkan kekuatan otot,
pernapasan, dan meningkatkan outcomes.

c. bermanfaat untuk pasien.


1. Membantu proses weaning,
2. menambah outcome penyembuhan pasien
3. memperpendekdurasi delirium,
4. menambah hari tanpa penggunaan ventilator (12),
5. menurunkanangka kejadian VAP, memperkuat fungsipernapasan,
6. meningkatkan kekuatan otot,pernapasan, dan meningkatkan outcomes

Barrier utama adalah perubahanhemodinamik, ketersediaan sumber daya


manusia, peralatan, dan masalah budaya.Masalah hemodinamik dapat diatasi
dengan melatih pasien untuk toleran terhadapperubahan posisi daripada
membiarkan dalamnposisi supinasi yang statis. Rotational terapi,
continuous lateral rotation therapy (CLRT)ndapat digunakan untuk melatih
toleransi pasien karena kecepatan putaran lebih pelan dari pada manual turning.
Jika instabilitas tidakparah, praktisi dapat menolong adaptasi kardiovaskuler
dengan menggerakan pasien secara pelan. Ketika pasien toleran, praktisi harus
mengingat bahwa pasien kritis membutuhkan waktu 5-10 menit untuk toleransi
terhadap perubahan posisi Sumber daya, peralatan, dan budaya dapat
dimodifikasi sedemikian rupa. Meskipun idealnya program latihan didampingi
oleh berbagai terapis namun dalam pelaksanaanya dapat dihandle oleh salah satu
praktisi tetapi dengan tidakmengabaikan praktisi lainnya. Kerja sama, komunikasi
dan diskusi kondisi pasien, tujuan yang akan dicapai, serta strategi pelaksanaan
harus berada dalam satu visi dan satu pemahaman.
Pendidikan serta penyamaan persepsi tentang manfaat mobilisasi dini
perlu dilakukan pada sumber daya yang belum memiliki keyakinan tentang
manfaat mobilisasi dini. Peralatan juga dapat dimodifikasi dengan memanfaatkan
peralatan seadanya namun memiliki fungsi yang hamper sama. Misalkan jika
tidak ada bed chair atau komodo atau walker maka dapat menggunakan kursi
biasa, kursi dorong, maupun tepian tembok yang memiliki handle pegangan dapat
digunakan untuk program latihan.
Macam macam mobilisasi dini :
a. Mobilisasi progresif
1. Head of bed (HOB),
2. Latihan Range of motion (ROM) pasif dan aktif,
3. terapi lanjutan rotasi lateral,
4. posisi tengkurap, p
5. ergerakanmelawan gravitasi,
6. posisi duduk,
7. posisi kaki menggantung,
8. berdiri dan berjalan

b. latihan positioning yang meliputi


latihan miring kiri, miring kanan, supinasi, duduk pasif, posisi semi
fowler, dan fowler tinggi dengan durasi terlama latihan yang mampu dilakukan
adalah 30 menit. Hal ini sesuai (1) bahwa pada pasien kondisi kekritisan fase satu,
fokus positioning adalah pada pencegahan dekubitus khususnya di tumit, dan
sacrum. Latihan gerak yang diperkenankan adalah berganti posisi dari satu sisi ke
sisi berlawanan diselingi supinasi, dari supin berlatih duduk di tepi tempat tidur
diiringi atihan gerak kaki, latihan pernapasan, latihan keseimbangan, aktivitas
perawatan diri, dan duduk tanpa bantuan.
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

NO JUDUL TUJUAN METODE HASIL PENELITIAN KEKURANGAN KELEBIHAN


PENELITIAN PENELITIAN PENELITIAN PENELITIAN PENELITIAN
1 Mobilisasi Aktif Mengetahui keefektifan dan Bentuk naratif digunakan Terapi mobilisasi aktif untuk - Tidak Pada penelitian
Untuk Pasien keamanan mobilisasi aktif untuk merangkum pasien yang telah mengalami menjelaskan ini peneliti
Berventilasi dalam memperbaiki fungsi karakteristik dan hasil Ventilasi mekanis pada begitu detail banyak
Mekanis: fisik dan hasil rumah sakit penelitian, karena setting ICU / HDU nampak tentang metode membandingkan
Sebuah Tinjauan pada pasien Menjalani heterogenitas substansial ada Efek positif pada fungsi penelitian dan beberapa jurnal
ventilasi mekanik lebih dari antara Studi individu fisik dan hasil rumah sakit
Sistematik hasil analisa dan didapatkan
dengan Tidak ada efek
24 jam. menghalangi meta- datanya. hasil yang
samping yang parah.
analisis formal. Di antara - tinjauan positif pada
Protokol mobilisasi dini
17 studi yang memenuhi dapat dimulai dengan aman sistematis dapat mobilisasi.
syarat, 7 RCT, 1 kuasi- di setting ICU dan berlanjut berpotensi bias.
RCT, 1 studi kohort di setting pasca ICU
prospektif, dan 1 riwayat
Penelitian terkontrol
digunakan untuk menguji
efektivitas; Dan 2 RCT, 1
studi kohort prospektif,
dan 7 seri kasus
digunakan untuk
memeriksa keamanan
Mobilisasi aktif pada
pasien yang menerima
ventilasi mekanis lebih
dari 24 jam.
2 Pengruh Tujuan penelitian in I Metode penelitian ini Pada penelitin ini Pada penelitian Pada penelitian
mobilisasi dan untuk mengetahui menggunakan quasi menggunakan uji mann ini distribusi ini menyebutkan
fisioterapi dada pengaruh moblissi dan eksperimen dengan whitney dengan hasil uji responden kapan saja
terhadap kejadian fisiterapi dada terhadap rancangan statistic p value = 0,189 menurut umur waktu akan
ventilator kejadian ventilator perbandingan kelompok yang artinya tidak ada dan diagnose dilakukan
associated associated pneumonia statis (posttest only perbedaan yang signifikan medis tidak mobilisasi pada
pneumonia di unit pada pasien terpasang control group desain) kejadian VAP antara seimbang pasien yang
perwatan intensif ventilator dengan jumlah sample kelompok control dengan terpasang
20 orng. kelompok intervensi, ventilator
namun demikin jumlah meknik di unit
responden VAP ada perawatan
penurunan pada kelompok intenmsif care,
intervensi dari 7 berkurang dan
menjadi 4. menyebutkan
mobilisasi
dilakukan pada
pagi hari
dilakukan setiap
2 jam sebanyak
3x sehari
sebelum makan.
3 Pengaruh Tujuan untuk mengetahui Penelitian ini termasuk Pada penelitian ini Tidak menggunakan
mobilisasi pengaruh mobilisasi dini penelitian kuantitatif menggunakan analisis menjelaskan hasil rumus solvin
terhadap denyut terhadap denyut jntung yaitu eksperimen semu deskriptif untuk melihat penelitian secara dan pada saat
jantung, dan dan frekuensi pernafasan (Quasi eksperiment) karakteristik responden spesifik memberikan
frekuensi pada pasien kritis di dengan menggunakan dan perkarakteristik intervensi
pernafasan pada ruang icu desain one grup pre test parameter hemodinamik, disesuaikan
pasien kritis dengan teori
dan post test. Dengan sedangkan analisis
diruang icu permer dan
menggunakan inferensial menggunakan
RSUD sleman chandrasheker
yogyakarta purposive sampling repeated measure annova dengan lama
Mohamat yaitu 24 responden. dengan hasil p value waktu saat
noviyanto, tetra 0.540 0.314 tidak terdapat dilakukan
saktita perbedaan yang signikan intervensi 5-10
adhinugraha 2016 nilai frekuensi nafas, menit untuk
frekuensi jantung antara toleransi
sebelum dan selama perubahan
mobilisasi. Yang artinya posisi.
tidak ditemui masalah
klinis saat dilakukan
mobilisasi.
4 Mobilisasi Tujuan penelitian ini Penelitian ini termasuk Pada penelitian ini .tidak Penelitian ini
progresif terhadap untuk mengetahui penelitian kuantitatif menggunakan uji repeated menyebutkan menggunakan
perubahan pengaaruh mobilisasi dengan desain measure annova yaitu lama waktu pada sample
tekanan darah progresif dengan penelitian quasi melihat perubahan teknan posisiyang sebanyak 30
pasien diruang tindakan HOB pasif eksperimen desain with darah sistolik dan diastolic diberikan pada orang dan waktu
intensive care di ROM dan rotsi lateral pre-post test without disetiap tahapan perubahan saat melakukan penelitin yang
RSUP hasan terhadap perubahan control grup. Dengan posisi dengan hsil p value intervensi cukup lama
sadikin bandung tekanan darah. jumlah sample 30 orang 0.05 yang artinya tidak ada penelitian. yaitu 3 bulan
Ainur rahmanti, selama 3 bulan perubahan yang signifikn sehingga hasil
dyah kartika tekanan darah sistolik penelitian akan
putrid tahun 2016 maupun diastolic setelah lebih bagus atau
diberikn mobilissi lebih akurat.
progresif.
5 Posisi Lateral Kiri Penelitian ini bertujuan Jenis penelitian yang uji T berpasangan diperoleh Pada metode Penelitian
Elevasi Kepala 30 untuk mengetahui digunakan adalah nilai p=0,040 peneltian ini menggunakan
Derajat Terhadap pengaruh posisi lateral Pra Experiment dengan (p<0,05), artinya ada peneliti tidak rancangan Pra
Nilai Tekanan kiri dengan elevasi desain One Group perbedaan yang menuliskan kapan Eksperimental
Parsial Oksigen kepala 30 derajat Pretes Posttest. Populasi bermakna antara nilai pO2 penilitian dengan desain
(Po2) Pada Pasien dalam penelitian sebelum dan
terhadap dilakukan . Pada One group
Dengan Ventilasi ini adalah seluruh pasien sesudah dilakukan posisi
Mekanik nilai tekanan parsial yang terpasang lateral kiri dengan literature Pretest Posttest.
oksigen (pO2) pada ventilasi mekanik di elevasi kepala 30 derajat kurangnya yaitu
pasien dengan ventilasi ruang intensif RSUP pada pasien dengan penelitian terkait membandingkan
mekanik di ruang intensif Dr. M Djamil Padang ventilasi mekanik untuk mendukung perbedaan
RSUP Dr. M. Djamil pada tahun 2013 penelitian antara hasil
Padang. tersebut. kelompok
sesudah dan
sebelum
sehingga hasil
didapatlkan
significant
6 Early Mobilization Tujuan penelitian ini - merangkum potensi Berdasarkan hasil Jurnal tidak Menjelaskan
and Rehabilitation adalah untuk lebih Faktor risiko penelitian Mobilisasi dan mencantumkan teori secara utuh
of the Critically Ill memahami faktor risiko disfungsi rehabilitasi, bila dimulai metode penelitian dan komprensif
Patient dan mekanisme yang neuromuskular dan segera setelah ventilasi dan responden untuk dapat
Mohamed D. terkait dengan gangguan fisik yang mekanis, aman, layak secara rinci. dilakukan
Hashem neuromuskular terkait dengan kritis dilakukan Dan berpotensi penelitian.
Disfungsi dan gangguan Sakit. menguntungkan dalam
fisik yang terkait dengan - menyoroti peran memperbaiki hasil
penyakit kritis, sebaik potensial mobilisasi fungsional pasien dan
mungkin dan rehabilitasi dini mengurangi mekanis
Intervensi. mencegah dalam memperbaiki Durasi ventilasi dan lama
atau mengobati Hasil pasien. menginap.
7 Joseph Adler, PT, Tujuan: Tujuan dari database elektronik dari
Lima belas penelitian Tidak Menjelaskan
DPT, CCS1 tinjauan ini adalah untuk PubMed, CINAHL, disertakan dalam Review menyebutkan metode secara
Daniel Malone, mengevaluasi literatur Medline (Ovid), dan ini dan diserahkan ke berapa lama detail, teori yang
PhD, MPT, CCS2 Terkait dengan The Cochrane Library analisis. Banyak hasil efektif dalam sanagt lengkap.
mobilisasi pasien yang untuk Periode yang dilaporkan di Mobilisasi pemberiannya.
Early sakit kritis mencakup 2000-2011. pasien kritis Dan termasuk
Mobilization in Penekanan pada hasil Artikel yang digunakanberbagai macam data.
the Intensive Care fungsional dan dalam ulasan ini Studi dikategorikan ke
Unit: keselamatan pasien. disertakan Ujiklinis dalam Dua kelompok
A Systematic acak dan non berdasarkan hasilnya
Review. randomized, prospektifDitujukan: keselamatan
Dan analisis dan hasil fungsional.
retrospektif, dan Hasil fungsionalnya adalah
serikasus di Selanjutnya terbagi
peerreviewed menjadi satu dari 3 area:
Jurnal. kekuatan otot; Kualitas
hidup / sabar Gejala, dan
mobilitas. Beberapa
penelitian Tumpang tindih
beberapa kategori Dari
Studi ditinjau, 4
dilaporkan pada
Kekuatan otot, dua pada
kualitas hidup,
Dan 13 pada mobilitas
fungsional.
8 K. Violet Drinnan Tujuan analisis berbasis Tidak ada menyebutkan Pasien tidak berpartisipasi -Tidak Pasien mungkin
Doctoral bukti ini adalah untuk metode peneliian. dalam program pelatihan menyebutkan mendapat
Candidate. membandingkan efek otot inspirasi atau metode manfaat dari
latihan perawatan standar ekspirasi selama tinggal penelitian. program
Efek Pelatihan versus inspirasi atau ICU dan data tindak lanjut -Ada penelitian pelatihan otot
Otot Inspeksi ekspirasi otot pada lama tidak tersedia setelah kualitas terbatas inspirasi atau
terhadap tinggal ICU dan waktu dilepaskan ke fasilitas mengenai latihan ekspirasi untuk
Penyapihan dari pada ventilasi mekanis LTAC. kekuatan inspirasi mendorong
Ventilasi pada pasien dewasa yang atau ekspirasi otot penyapihan dari
Mekanik dan sulit disapih dengan pada pasien ventilasi
Durasi Tinggal ventilasi mekanis. dengan ventilasi mekanis.
ICU. mekanis sehingga
sulit untuk
mensintesis
sebuah
rekomendasi
ringkas untuk
aplikasinya.
9 Gehan A. Younis Penelitian ini bertujuan Desain penelitian kuasi Sedikit perubahan pada kekurangan dari Untuk pasien-
and Safaa E. untuk mengevaluasi eksperimental skor rata-rata parameter penelitian pasien ini
Sayed Ahmed pengaruh latihan gerak digunakan. Sampel fisiologis setelah 5 dan 20 Meskipun termasuk lama
pasif pada parameter yang nyaman dari 40 menit setelah intervensi perubahan ini menginap yang
Efektivitas hemodinamik dan pasien berventilasi dibandingkan dengan skor diamati namun lebih pendek
Rentang Latihan intensitas nyeri perilaku dewasa memenuhi rata-rata sebelum berada dalam dan hasil
Gerak Passive pada pasien ventilasi kriteria inklusi terkena intervensi diamati. Setelah kisaran normal fungsional yang
pada parameter mekanis dewasa. program latihan gerak 60 menit intervensi, nilai variabel fisiologis lebih baik.
hemodinamik dan pasif. rata-rata ini kembali ke dan tidak perlu Untuk
nyeri perilaku garis dasar mereka. Juga, penghentian mengevaluasi
Intensitas di intensitas nyeri perilaku latihan kaki pasif. pengaruh latihan
antara Pasien menurun setelah 60 menit Hasil ini gerak pasif pada
Berantai Ventilasi dibandingkan sebelum menunjukkan parameter
Dewasa intervensi. Berdasarkan bahwa 50% hemodinamik
temuan penelitian ini, pasien dan intensitas
disarankan untuk berventilasi nyeri perilaku
melakukan latihan gerak mengalami nyeri pada pasien
pasif awal untuk pasien yang parah ventilasi
berventilasi dalam konteks sebelum memulai mekanis dewasa.
protokol mobilisasi. program latihan
gerak pasif.
Namun setelah 60
menit intervensi
sekitar dua
pertiga (60%)
pasien kritis tidak
memiliki rasa
sakit.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan
Berdasarkan hasil identifikasi beberapa jurnal maka, dapat disimpulkan
dari 9 jurnal tersebut bahwa jurnal yang paling efektif adalah tentang Mobilisasi
Aktif Untuk Pasien Berventilasi Mekanis dengan teknik penerapan mobilisasi
pada pasien yang terpasang ventilator dapat dijadikan tolak ukur untuk
dilakukannya penerapan mobilisasi pada pasien kritis diruang intensif agar dapat
mempercepat pelepasan ventilator dan dapat bernapas spontan.

4.2 Saran
4.2.1 Petugas Kesehatan RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung
Diharapkan dari hasil identifikasi beberapa jurnal, dapat dijadikan tolak
ukur untuk dilakukannya penerapan mobilisasi pada pasien kritis diruang intensif
agar dapat mempercepat pelepasan ventilator dan dapat bernapas spontan.

4.2.2 Peneliti Selanjutnya


Diharapkan penelitian ini dapat dilanjutkan lagi dan mengefektifkan kekurangan
yang dimiliki oleh peneliti sebelumnya serta menggunakan pendekatan penelitian
yang lebih mendalam seperti metode penelitian kualitatif.

Anda mungkin juga menyukai