DISUSUN
Oleh :
KELOMPOK 6
DOSEN :
Iskandar Markus Sembiring , S.Kep, Ns, M.Kep
IIii
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………….iii
BAB I
A. Latar Belakang…………………………………………………………….1
B. Tujuan Penelitian………………………………………………………….5
C. Manfaat Penelitian……………………………………………………...…6
BAB II
A. Pengertian Cedera Kepala…………………………………………………8
B. Ventilator Mekanik………………………………………………………...9
BAB III
A. Asuhan Keperawatan……………………………………………..……...27
BAB IV
A. Penutup………………………………………………..…………………33
Daftar Pustaka……………………………………………………………………………..34
III
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala traumatik adalah salah satu masalah kesehatan utama dan
masalah sosial ekonomi yang menjadi penyebab kematian pada dewasa dan anak-
anak. Untuk mengatasi hal tersebut Brain Trauma Foundation (BFT) telah
intensive ini diatur tentang pengelolaan anastesi pada klien dengan cedera kepala
berat yaitu di Instalasi Gawat Darurat (IGD), Kamar Bedah (OK) dan Ruang
masalah obstruksi jalan nafas, proteksi terhadap resiko aspirasi dan mengontrol
ventilasi yang adekuat. Perawatan lanjutan post operatif di Ruang ICU seperti
mencegah hipoksia, dalam upaya mengendalikan aliran darah otak sehingga dapat
menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan nafas pasien sehingga mampu
III
2
klien di eropa digunakan pada kasus gagal nafas akut 69%, koma 17%, gagal
serius yang harus diantisipasi. Pasien yang terpasang ventilator dalam waktu yang
lama mempunyai peningkatan resiko kelemahan otot pernapasan. Hal ini yang
menyebabkan pola napas pasien tidak efektif. Kelemahan dan kelelahan otot
pernapasan inilah yang menjadi salah satu pemicu gagalnya proses weaning
ventilator (Lisa M et al, 2011). Penyapihan merupakan sebuah usaha dan proses
yang harus dijalani oleh semua pasien yang mendapat bantuan pernafasan
Critical care (2014) menyatakan bahwa sekitar 30% dari pasien dengan ventilasi
menimbulkan penderitaan klien secara emosional dan psikis. Untuk alasan inilah
ventilator mekanik.
2
3
baik sakit maupun sehat yang mencakup proses kehidupan manusia. Memasuki
era globalisasi, berbagai pelayanan kesehatan termasuk rumah sakit dituntut untuk
Dampak penyakit pada pasien tidak hanya berupa keterbatasan fisik namun
juga gangguan emosional pasien; tidak siap mental untuk menerima kenyataan
diperngaruhi oleh Stres perception, bila di terima dalam rentang negatif maka
akan memperburuk kondisi kesehatan pasien. Hal inilah yang harus diubah kearah
mekanisme koping yang digunakan akan tepat dan mengarahkan segala tindakan
dilakukan oleh yang Chistina Y dan dilaporkan dalam Jurnal Ilmiah Keperawatan
signifikan dalam hal motivasi untuk sembuh pada kelompok klien yang
3
5
yang merawatnya. Perlunya motivasi sembuh bagi pasien sangat penting karena
dengan motivasi sembuh dapat menjadi salah satu kekuatan untuk mempercepat
keinginan untuk sembuh dari penyakit biasanya ada dorongan dari dalam dirinya
untuk sembuh. Dorongan ini secara umum dapat disebut sebagai motivasi diri dan
motivasi inilah yang harus dibangkitkan (Wardhana, 2011), jika motivasi tersebut
klien, ini merupakan upaya keperawatan mandiri yang bisa dilakukan oleh
mekanik. Hal inilah yang menarik minat penulis untuk menganalisis praktik klinik
Husada Bontang.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
mekanik
mekanik.
C. Manfaat Penelitian
Penulisan Karya Ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat dalam dua aspek,
yaitu :
1. Manfaat Aplikatif
a. Bagi Klien
6
6
b. Bagi Perawat
2. Manfaat Keilmuan
a. Bagi Penulis
perawat ICU.
6
7
riset terkini.
7
8
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
A. Cedera Kepala
mutakhir cedera kepala yang terdiri dari resusitasi dan stabilisasi pra
8
9
banyak, dekat area vital, pengelolaan jalan nafas pra operasi sulit.
dari perawatan umum yang ketat dan perawatan lain yang bertujuan :
B. Ventilator Mekanik
1. Pengertian
9
10
10
11
spontan?
suatu evaluasi dari kondisi klinis sesuai pada tabel 2.1. Tergantung
penyapihan.
Tabel 2.1
Kondisi yang Bisa Menghambat Kesuksesan Penyapihan
Conditions Examples
Patient / Patthophysiologic Fever
Injections
Renal Failure
Sepsis
Sleep Deprivation
Cardiac / circulatory Arrhytmias
Blood pressure (high or low)
Cardiac Out Put (high or Low)
Dietary / acid-base / electroytes Acid-base imbalance
Electrolit disturbance
Anemia / dysfunctional hemoglobins
Sumber : Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No 3 september 2006
11
12
berikut ini.
Tabel 2.2
Kriteria Penyapihan
Category example value
Ventilatory Criteria PaCO2 < 50 mmHg with normal pH
Vital capacity >10 to 15ml/kg
Spontaneous VT >5 to 8ml/kg
Spontaneous RR (f) < 30/min
Minute ventilation < 10 L
Oxygenation criteria PaO2 without PEEP >60 mmHg @Fi O2 up to 0,4
PaO2with PEEP >100mmHg @Fi O2 up to 0,4
SaO2 >90% @Fi O2 up to 0,4
Qs/QT < 20 %
P(A-a)O2 < 350 mmHg @F1O2 up to 1,0
PaO2 /Fi O2 >200 mmHg
Pulmonary reserve Max. Voluntary Vent. 2x mi vent @ F1O2 up to 0,4
Max. Insp. Pressure >-20 to -30 cm H2O in 20 sec
Pulmonary Static complaince >30 ml/cm H2O
measurements Airway Resistance Observe trend
VD/VT < 60%
Sumber : Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No 3 september 2006
c. Prosedur Penyapihan
12
13
d. Keberhasilan penyapihan
e. Kegagalan penyapihan
13
17
Tabel 2.3
Indikator Kegagalan Penyapihan Ventilator Mekanik
Indikator uraian
Gas Darah Peningkatan PaCO2(>50mmHg)
Penurunan pH (<7.30)
Penurunan PaO2 (<60mmHg)
Penurunan SpO2 (<90%)
Tanda Vital Perubahan Tekanan Darah (20 mmHg systolik atau 10 mmHg
diastolik)
Peningkatan Heart Rate ( > 110/menit)
EKG Abnormal ( arrythmia )
Pernafasan Penurunan VT (<250 ml)
Peningkatan RR (> 30 x/menit)
Penurunan MIP ( < 20cm H20)
Penurunan Static compiance (<30ml.cmH20)
Peningkatan VD/VT (>60%)
Sumber : Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 No 3 september 2006
17
27
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
DIAGNOSA KEPERAWATAN:
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d penghentian aliran darah (hemoragi,
hematoma); edema cerebral; penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, disritmia
jantung)
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif b.d kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat
pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi trakeobronkhial.
3. Perubahan persepsi sensori b. d perubahan transmisi dan/atau integrasi (trauma atau
defisit neurologis).
4. Perubahan proses pikir b. d perubahan fisiologis; konflik psikologis.
5. Kerusakan mobilitas fisik b. d kerusakan persepsi atau kognitif. Penurunan
kekuatan/tahanan. Terapi pembatasan /kewaspadaan keamanan, misal: tirah baring,
imobilisasi.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi
tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b. d perubahan
kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran). Kelemahan otot
yang diperlukan untuk mengunyah, menelan. Status hipermetabolik.
8. Perubahan proses keluarga b. d transisi dan krisis situasional. Ketidak pastian tentang
hasil/harapan.
9. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan b. d kurang
pemajanan, tidak mengenal informasi. Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
Tujuan:
Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi, dan fungsi
motorik/sensorik.
Kriteria hasil:
27
27
Tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK
Intervensi Rasional
Tentukan faktor-faktor yg Penurunan tanda/gejala neurologis atau kegagalan
menyebabkan dalam pemulihannya setelah serangan awal,
koma/penurunan perfusi menunjukkan perlunya pasien dirawat di perawatan
jaringan otak dan potensial intensif.
peningkatan TIK.
Pantau /catat status Mengkaji tingkat kesadaran dan potensial peningkatan
neurologis secara teratur TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi,
dan bandingkan dengan perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
nilai standar GCS.
Evaluasi keadaan pupil, Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (III)
ukuran, kesamaan antara berguna untuk menentukan apakah batang otak masih
kiri dan kanan, reaksi baik. Ukuran/ kesamaan ditentukan oleh keseimbangan
terhadap cahaya. antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon
terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang
terkombinasi dari saraf kranial optikus (II) dan
okulomotor (III).
Pantau tanda-tanda vital: Peningkatan TD sistemik yang diikuti oleh penurunan
TD, nadi, frekuensi nafas, TD diastolik (nadi yang membesar) merupakan tanda
suhu. terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan
kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat
mengakibatkan kerusakan/iskhemia cerebral. Demam
dapat mencerminkan kerusakan pada hipotalamus.
Peningkatan kebutuhan metabolisme dan konsumsi
oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil)
yang selanjutnya menyebabkan peningkatan TIK.
Pantau intake dan out put, Bermanfaat sebagai ndikator dari cairan total tubuh
turgor kulit dan membran yang terintegrasi dengan perfusi jaringan.
mukosa. Iskemia/trauma serebral dapat mengakibatkan diabetes
insipidus. Gangguan ini dapat mengarahkan pada
masalah hipotermia atau pelebaran pembuluh darah
yang akhirnya akan berpengaruh negatif terhadap
tekanan serebral.
Turunkan stimulasi Memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi
28
27
eksternal dan berikan fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk
kenyamanan, seperti mempertahankan atau menurunkan TIK.
lingkungan yang tenang.
Bantu pasien untuk Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intrathorak
menghindari /membatasi dan intraabdomen yang dapat meningkatkan TIK.
batuk, muntah, mengejan.
Tinggikan kepala pasien Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga
15-45 derajad sesuai akan mengurangi kongesti dan oedema atau resiko
indikasi/yang dapat terjadinya peningkatan TIK.
ditoleransi.
Batasi pemberian cairan Pembatasan cairan diperlukan untuk menurunkan
sesuai indikasi. edema serebral, meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler
TD dan TIK.
Berikan oksigen tambahan Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat
sesuai indikasi. meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral
yang meningkatkan TIK.
Berikan obat sesuai Diuretik digunakan pada fase akut untuk menurunkan
indikasi, misal: diuretik, air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK,.
steroid, antikonvulsan, Steroid menurunkan inflamasi, yang selanjutnya
analgetik, sedatif, menurunkan edema jaringan. Antikonvulsan untuk
antipiretik. mengatasi dan mencegah terjadinya aktifitas kejang.
Analgesik untuk menghilangkan nyeri . Sedatif
digunakan untuk mengendalikan kegelisahan, agitasi.
Antipiretik menurunkan atau mengendalikan demam
yang mempunyai pengaruh meningkatkan metabolisme
serebral atau peningkatan kebutuhan terhadap oksigen.
2. Resiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
(cedera pada pusat pernapasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif. Obstruksi
trakeobronkhial.
Tujuan:
mempertahankan pola pernapasan efektif.
Kriteria evaluasi:
bebas sianosis, GDA dalam batas normal
29
27
Intervensi Rasional
Pantau frekuensi, irama, Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi
kedalaman pernapasan. pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan
Catat ketidakteraturan otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat
pernapasan. menandakan perlunya ventilasi mekanis.
Pantau dan catat Kemampuan memobilisasi atau membersihkan sekresi
kompetensi reflek penting untuk pemeliharaan jalan napas. Kehilangan
gag/menelan dan refleks menelan atau batuk menandakan perlunaya jalan
kemampuan pasien untuk napas buatan atau intubasi.
melindungi jalan napas
sendiri. Pasang jalan napas
sesuai indikasi.
Angkat kepala tempat Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan
tidur sesuai aturannya, menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang
posisi miirng sesuai menyumbat jalan napas.
indikasi.
Anjurkan pasien untuk Mencegah/menurunkan atelektasis.
melakukan napas dalam
yang efektif bila pasien
sadar.
Lakukan penghisapan Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau
dengan ekstra hati-hati, dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat
jangan lebih dari 10-15 membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada
detik. Catat karakter, trakhea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra
warna dan kekeruhan dari hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau
sekret. meningkatkan hipoksia yang menimbulkan
vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh
cukup besar pada perfusi jaringan.
Auskultasi suara napas, Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti
perhatikan daerah atelektasis, kongesti, atau obstruksi jalan napas yang
hipoventilasi dan adanya membahayakan oksigenasi cerebral dan/atau
suara tambahan yang tidak menandakan terjadinya infeksi paru.
normal misal: ronkhi,
wheezing, krekel.
Pantau analisa gas darah, Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan
30
27
tekanan oksimetri asam basa dan kebutuhan akan terapi.
Lakukan ronsen thoraks Melihat kembali keadaan ventilasi dan tanda-
ulang. tandakomplikasi yang berkembang misal: atelektasi atau
bronkopneumoni.
Berikan oksigen. Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan
membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat
pernapasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi
mekanik.
Lakukan fisioterapi dada Walaupun merupakan kontraindikasi pada pasien
jika ada indikasi. dengan peningkatan TIK fase akut tetapi tindakan ini
seringkali berguna pada fase akut rehabilitasi untuk
memobilisasi dan membersihkan jalan napas dan
menurunkan resiko atelektasis/komplikasi paru lainnya.
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b.d jaringan trauma, kulit rusak, prosedur invasif.
Penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh. Kekurangan nutrisi. Respon inflamasi
tertekan (penggunaan steroid). Perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS)
Tujuan:
Mempertahankan normotermia, bebas tanda-tanda infeksi.
Kriteria evaluasi:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Intervensi Rasional
Berikan perawatan aseptik Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi
dan antiseptik, nosokomial.
pertahankan tehnik cuci
tangan yang baik.
Observasi daerah kulit Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan
yang mengalami untuk melakukan tindakan dengan segera dan
kerusakan, daerah yang pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
terpasang alat invasi, catat
karakteristik dari drainase
dan adanya inflamasi.
Pantau suhu tubuh secara Dapat mengindikasikan perkembangan sepsis yang
teratur, catat adanya selanjutnya memerlukan evaluasi atau tindakan dengan
31
27
demam, menggigil, segera.
diaforesis dan perubahan
fungsi mental (penurunan
kesadaran).
Anjurkan untuk Peningkatan mobilisasi dan pembersihan sekresi paru
melakukan napas dalam, untuk menurunkan resiko terjadinya pneumonia,
latihan pengeluaran sekret atelektasis.
paru secara terus menerus.
Observasi karakteristik
sputum.
Berikan antibiotik sesuai Terapi profilatik dapat digunakan pada pasien yang
indikasi mengalami trauma, kebocoran CSS atau setelah
dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko
terjadinya infeksi nosokomial.
32
27
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
33
33
DAFTAR PUSTAKA
Balun R, Detre JAA, Levine JM. Clinical Assesment in the neurocritikal care unit.
Philadelpia 2013:84-98
34
4