Anda di halaman 1dari 16

Referat

MANAJEMEN NYERI PASCA OPERASI

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Ilmu Anastesiologi dan Terapi Intensif
Fakultas Kedokteran Unsyiah/RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh

Disusun oleh:

SALFIANA RIKO
1707101030013

Pembimbing:
dr. Imai Indra, Sp.An

BAGIAN/ SMF ILMU ANASTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2019

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas referat yang berjudul
“Manajemen Nyeri Pasca Operasi”. Shalawat dan salam penulis haturkan
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing umat manusia dari alam
kegelapan ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan refrat ini disusun sebagai salah satu tugas dalam menjalani
Kepaniteraan Klinik Senior pada Bagian/SMF Anastesi RSUD dr. Zainoel Abidin
Fakultas Kedokteran Unsyiah Banda Aceh.
Ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada dr. Imai
Indra, Sp.An yang telah bersedia meluangkan waktu membimbing penulis dalam
penulisan ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para sahabat dan
rekan-rekan yang telah memberikan dorongan moril dan materil sehingga tugas
ini dapat selesai.
Akhir kata penulis berharap semoga referat ini dapat menjadi sumbangan
pemikiran dan memberikan manfaat bagi semua pihak khususnya bidang
kedokteran dan berguna bagi para pembaca dalam mempelajari dan
mengembangkan ilmu kedokteran. Semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kita semua, Amin.

Banda Aceh, Mei 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................3

BAB III KESIMPULAN ...................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Nyeri akut merupakan keluhan yang umum dirasakan oleh orang-orang.


Keluhan ini memberi informasi pada individu bahwa adanya kerusakan jaringan
(yang dapat disebabkan oleh luka, penyakit, prosedur bedah atau persalinan)
untuk mencegah kerusakan yang lebih parah. Nyeri akut biasanya berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari.

Nyeri pasca operasi merupakan salah satu contoh dari nyeri akut. Menurut
American Society of Anesthesiologist practice guidelines untuk manajemen nyeri
akut pada keadaan perioperatif, nyeri akut didefinisikan sebagai nyeri yang timbul
pada pasien bedah setelah prosedur berlangsung. Semua prosedur operasi akan
mengakibatkan nyeri pasca operasi yang berbeda-beda tingkatannya.
Kekhawatiran akan nyeri pasca operasi merupakan masalah utama pagi pasien
yang akan menjalani operasi bedah. Penelitian telah dilakukan di beberapa negara
dengan sistem pelayanan kesehatan yang berkembang pesat. Penelitian-penelitian
ini menunjukkan bahwa pada dekade pertama di abad 21,, nyeri pasca operasi
tidak dikelola dengan baik pada 33-50% dari pasien.

Studi epidemiologi yang dilakukan J. Málek dan kawan-kawan di


Republik Cekoslovakia pada tahun 2016 menunjukkan 18,5% dari pasien nyeri
merupakan pengalaman terburuk yang dialami pada periode setelah operasi dan
pada 36% kasus nyeri merupakan gejala yang banyak dikeluhkan setelah operasi.
Pada tahun 2014, penelitian yang sama dilakukan dan memberikan hasil bahwa
20% dari responden mengalami nyeri berat, dan setelah 6 jam intensitas nyeri
berkurang menjadi dibawah 10%.

World Health Organization (WHO) mengatakan bahwa pereda nyeri


termasuk ke dalam hak asasi manusia. Penanganan nyeri pasca operasi yang buruk
dapat menyebabkan komplikasi dan rehabilitasi yang semakin lama. Nyeri akut
yang tidak terkontrol berhubungan dengan perkembangannya menjadi nyeri
kronik yang akan memperburuk kualitas hidup. Pereda nyeri yang sesuai akan

1
memperpendek masa rawatan di rumah sakit, mengurangi biaya rumah sakit, dan
meningkatkan kepuasan pasien. Sebagai hasilnya, manajemen nyeri pasca operasi
termasuk dalam pengukuran kualitas yang terus dimonitor di pelayanan kesehatan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Patofisiologi dari Nyeri Akut Pasca Operasi

Nyeri akut mudah untuk dilokalisir. Respon organisme terhadap nyeri


dengan perubahan fisiologis mirip dengan respon terhadap stres. Nyeri akut
dengan intensitas yang tinggi adalah masalah fisiologis yang sangat mengganggu.
Penanganan terhadap penyebabnya bersama dengan terapi analgesik simptomatis
yang efektif biasanya akan dapat menangani nyeri akut. Jika terapi analgesik yang
efektif diberikan lebih awal pada fase akut dari nyeri, resiko perburukannya
menjadi nyeri kronis dapat diturunkan.
Nyeri akut adalah pemicu utama respons neuroendokrin, imun, dan
inflamasi (perubahan pada psiko-neuro-endokino-imunologis). Hal ini
menyebabkan peningkatan kadar hormon tertentu (stres), katabolisme dengan
kehilangan jaringan, imunosupresi, peningkatan konsumsi oksigen miokard akibat
takikardia dan peningkatan curah jantung, kerentanan yang lebih besar terhadap
tromboemboli, vasokonstriksi, penurunan motilitas GI, penurunan fungsi paru,
dan, sebagai hasilnya, peningkatan morbiditas dan mortalitas.
Stres yang berlebihan dipicu tidak hanya oleh rasa sakit itu sendiri, tetapi
juga oleh penyakit, cedera, atau prosedur pembedahan yang sebenarnya. Dengan
demikian, solusi kausal dan simtomatik sinergis diperlukan untuk mengurangi
respon stres dan pada akhirnya morbiditas dan mortalitas. Analgesia dini dan
memadai memfasilitasi mobilisasi dini dan keluar dari rumah sakit ke rawat jalan
dan mengurangi komplikasi pasca operasi. Nyeri akut biasanya hanya
menyebabkan perubahan psikologis jangka pendek. Sebagian besar pasien untuk
sementara waktu mengalami kekhawatiran atau ketakutan. Tingkat perubahan ini
dapat dikurangi dengan persiapan psikologis sebelumnya dan wawancara dalam
persiapan pra operasi.
Penyebab dan lamanya nyeri akut secara signifikan mempengaruhi tipe
dan luasnya perubahan psikologis. Semakin jelas penyebab dan mekanisme nyeri,
semakin baik rasa sakit dan konsekuensinya diproses dan ditangani oleh pasien.

3
Nyeri pasca operasi adalah model kasus nyeri akut baik dari sudut pandang
patofisiologis dan terapeutik. Prosedur bedah menyebabkan kerusakan jaringan
lokal, menghasilkan pelepasan prostaglandin, histamin, serotonin, bradikinin, zat
P, dan mediator lainnya, produksi rangsangan berbahaya, dan iritasi ujung saraf
bebas dan nosiseptor (nyeri nosiseptor). Bradykinin, serotonin, dan histamin,
keduanya membuat peka dan menstimulasi reseptor, metabolit asam arakidonat
hanya membuat mereka peka.
Nyeri juga dapat timbul secara langsung pada struktur saraf perifer atau
sentral, jika mereka mengalami kerusakan selama prosedur bedah (nyeri
neuropatik). Sinyal nyeri ditransmisikan oleh serabut A-delta myelinated tipis dan
serabut C nonmielinasi dari neuron aferen primer ke sistem saraf pusat. Di
sumsum tulang belakang, mereka dimodulasi dengan cara yang kompleks dan
beberapa dari mereka dipindahkan ke tanduk anterior dan memicu respons refleks
segmental. Yang lain diteruskan ke atas melalui traktus spinothalamic dan
spinoreticular dan memicu respons suprasegmental dan kortikal.
Saraf otonom juga terlibat dalam transfer sinyal rasa sakit. Nyeri pasca
operasi mungkin berasal dari kulit, atau struktur somatik dan visceral yang lebih
dalam. Ini dapat dibagi menjadi somatik nosiseptif (dari kulit, otot, tulang),
visceral nosiseptif (dari organ rongga dada dan perut), dan neuropatik (disebabkan
oleh kerusakan pada struktur saraf). Biasanya itu adalah kombinasi dari beberapa
jenis rasa sakit. Refleks segmental menyebabkan peningkatan ketegangan dan
kejang otot rangka, sehingga meningkatkan konsumsi oksigen pada otot dan
produksi laktat. Stimulasi neuron simpatis menghasilkan takikardia, peningkatan
volume stroke, kerja jantung, konsumsi oksigen miokard, penurunan tonus otot
polos pada GI dan saluran kemih.
Refleks suprasegmental kemudian meningkatkan sistem saraf simpatis dan
menstimulasi hipotalamus dan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal. Metabolisme
meningkat, umumnya katabolisme dan komsumsi oksigen miokard. Respon
korteks disebabkan oleh aktivasi dari sistem kompleks yang berhubungan dengan
integrasi dan persepsi nyeri. Nyeri dapat disertai dengan kekhawatiran dan
ketakutan, yang mana akan makin menstimulasi hipotalamus.

4
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri Pasca Operasi

Beberapa literatur menyebutkan bahwa tingkat nyeri pada keadaan


preoperatif akan menggambarkan tingkat nyeri pasca operasi. Beberapa variabel
tertentu seperti usia, tingkat kecemasan dan depresi akan mempengaruhi tingkat
nyeri pasca operasi. Selain itu, intensitas, kualitas dan durasi nyeri pasca operasi
dipengaruhi oleh:

 lokasi, jenis, dan durasi dari prosedur bedah


 tipe dan panjang dari insisi dan luka bedah
 keadaan fisik dan mental dari pasien termasuk karakteristik pribadi pasien
terhadap nyeri
 persiapan fisiologis dan farmakologis preoperatif
 jenis anestesi
 manajemen nyeri sebelum dan sesudah prosedur bedah
 insidensi dari komplikasi bedah
 kualitas dari perawatan pasca operasi

2.2.1 Klasifikasi nyeri pasca operasi


Nyeri hebat yang berlangsung lebih dari 48 jam disebabkan oleh prosedur
bedah yang ekstensif di epigastrium, bedah toraks, bedah ginjal, hemoroid, dan
rektum, bedah tulang dan sendi dengan pengecualian panggul dan tulang
belakang.
Nyeri hebat yang berlangsung kurang dari 48 jam disebabkan oleh
kolesistektomi, prostatektomi, histerektomi per abdomen, dan operasi caesar.
Nyeri sedang yang berlangsung lebih dari 48 jam disebabkan oleh operasi
jantung, operasi panggul, dan operasi laring dan faring.
Nyeri sedang dengan durasi yang lebih pendek disebabkan oleh
appendektomi, repair hernia inguinal, histerektomi per vagina, mastektomi, dan
bedah diskus intervertebra.
nyeri ringan, sebagai contoh, disebabkan oleh prosedur ginekologi minor.
Memperbaiki analgesik saja mungkin tidak akan cukup untuk mengurangi
respon stres terhadap pembedahan. Kita juga harus menyarankan proses fisiologis

5
lain dan memperbaiki hemostatis, yang mana akan memperpendek masa rawatan
di rumah sakit, mengurangi kesakitan dan kematian. Analgesik paca operasi harus
berjalan bersamaan dengan proses rehabilitasi yang baik.

2.3 Penilaian Nyeri

Agar dapat mengobati nyeri secara efektif, nyeri harus didiagnosa dengan
baik, diukur dan didokumentasikan. Hanya dengan itu analgesik yang optimal
dapat dicapai, yaitu sensasi tekanan yang dapat ditoleransi pada luka bedah
dengan efek samping minimal.

2.3.1 Mendiagnosis nyeri

Diagnosis yang tepat mengenai jenis dan intensitas nyeri merupakan hal
yang penting untuk target terapi yang adekuat dari nyeri akut. Dibutuhkan
pendekatan profesilonal dalam bidang ekspertise, psikologi dan etik. Pasien harus
merasakan empati yang cukup dari pelayanan kesehatan profesional. Pemeriksaan
dari nyeri akut harus melingkup riwayat medis, pemeriksaan fisik, dan evaluasi
spesifik dari nyeri. Ketika menanyakan riwayat pasien, fokus kita merupakan
penyebab dan kejadian seputar mulai terjadinya nyeri, kecepatan progresifitas
nyeri, lokasi, penyebaran, kualitas nyeri, dan gejala yang mengikuti (nausea,
muntah, tremor, berkeringat dll). Terapi nyeri yang sedang dijalani dan efek
sampingnya juga harus dievaluasi. Jenis dan lebar dari luka operasi, jenis anestesi
yang digunakan, kualitas dari perawatan pasca operasi, dan tingkat insidensi dari
terjadinya komplikasi memiliki peran penting dalam manajemen nyeri pasca
operasi. Selama pemeriksaan fisik, kita fokus pada tempat dengan tenderness
maksimum, dan juga dengan struktur yang mungkin jauh dari lokasi nyeri namun
berhubungan dengan nyeri tersebut. Berikut evaluasi spesifik dari nyeri:

a) lokasi nyeri dan penyebarannya

b) kualitas nyeri - tumpul, tajam, terbakar, menusuk, throbbing dll

c) durasi dari nyeri - konstan, intermiten, paroksisimal

d) faktor penyebab – pergerakan, posisi duduk, batuk, dll

6
e) intensitas nyeri saat istirahat, ketika bergerak

f) gejala yang mengikuti

g) kualitas tidur

h) penilaian dari harapan pasien, usaha pribadi untuk menanganinya, stres,


mekanisme coping, dan sumber informasi terapi analgesic.

2.4 Analgesik Pasca Operasi

2.4.1 Rute Pemberian Obat

Per oral
Jalur oral merupakan jalur yang paling umum digunakan dalam pengobatan.
Manfaat utamanya yaitu non-invasif, mudah dilakukan dan dapat dilakukan
sendiri. Banyak obat analgesik yang hanya tersedia dalam bentuk oral. Pada
analgesik pasca operasi, kunci utama penggunaan rute ini yaitu psien harus dapat
menelan dan kemudian menyerap obat. Hal ini dapat menjadi suatu masalah pada
keadaan pasca operasi tertentu atau adanya komplikasi pasca operasi seperti mual
dan muntah. Masalah lainnya yaitu onset yang lambat dan dosis titrasi yang rumit
yang mana sering kali menyebabkan kurangnya dosis dibandingkan kelebihan
dosis. Namun demikian, rute oral pada pengobatan anti nyeri pasca operasi
merupakan hal yang disarankan, kecuali adanya kontraindikasi.

Per Rektal
Keuntungan dari penyerapan obat melalui mukosa rektum adalah sebagian besar
penyerapannya tidak melewati metabolisme di hati. Kerugiannya rute ini sama
dengan rute oral. Rute ini juga tidak dapat diterima dengan baik oleh beberapa
pasien.

Intramuskular dan Subkutan


Injeksi Intramuskular merupakan rute paling umum untuk analgesik pasca operasi.
Pada sebagian besar pasien, rute ini memberikan hasil analgesik yang
memuaskan, meskipun ada perbedaan besar dalam penyerapan dari tempat
pemberian dan terlepas dari kenyataan bahwa pemberian mungkin tidak

7
menyenangkan dan menyakitkan. Penting untuk diingat bahwa rute pemberian ini
dikontraindikasikan pada kelainan koagulasi darah pasca operasi.

Intravena
Dibandingkan dengan metode-metode sebelumnya, rute intravena memiliki
keuntungan yaitu onset yang lebih cepat, efektif pada dosis yang lebih rendah dan
titrasi dosis yang lebih mudah. Kerugiannya, pada rute ini harus sangat berhati-
hati, karena resiko untuk kesalahan dosis lebih tinggi sehingga resiko terjadinya
efek samping juga lebih tinggi dibandingkan rute pemberian lainnya.

Patient-controlled analgesia (PCA)


PCA adalah metode, yang memungkinkan pasien untuk memberikan analgesik
(opioid) secara mandiri, paling sering melalui vena atau ruang epidural, meskipun
rute pemberian lain telah dilaporkan juga (subkutan, transdermal, dll.).

Rute pemberian non-tradisional


Rute-rute pemberian non-tradisional termasuk pemberian opioid transmucosal,
konjungtiva, dan inhalasi. Dengan pengecualian yaitu metode-metode ini masih
dalam tahap penelitian dan pengembangan.

Analgesik regional
Keuntungan dari analgesik regional adalah menghilangkan sebagian besar efek
sistemik dari obat(tergantung pada penyerapan ke dalam sirkulasi). Tekniknya
berkisar dari infiltrasi luka sebelum ditutup ke berbagai blokade saraf individu
(blokade saraf interkostal, blokade saraf ekstremitas bawah, blokade
paravertebral), pleksus saraf (blokade pleksus brakialis dan serviks), dan blokade
saraf pusat (epidural dan spinal). Secara umum, rute pemberian analgesik ini lebih
baik daripada administrasi sistemik.

2.4.2 Obat-Obatan

Non-opioid

Paracetamol (acetaminophen)

Paracetamol adalah agen analgesik dan antipiretik yang tidak memiliki sifat anti-
inflamasi, dengan tingkat tolerabilitas gastrointestinal yang baik, serta cocok

8
untuk pasien anak dan dewasa. Paracetamol memiliki efek samping minimal.
Salah satu keuntungannya adalah tidak mempengaruhi pembekuan darah secara
signifikan, bahkan pada pasien yang menerima antikoagulan oral (dapat
digunakan pada penderita hemofilia), dan tidak mempengaruhi kadar glukosa
darah. Pada analgesia pasca operasi, parasetamol digunakan untuk nyeri ringan
hingga sedang dan dikombinasikan dengan obat lain (opioid khususnya) untuk
mengobati nyeri hebat.

Metamizole
Metamizole adalah agen analgesik dan antipiretik dengan sifat spasmolitik.
Meskipun tersedia dalam bentuk oral, untuk analgesia pasca operasi, obat ini
terutama digunakan dalam infus. Pada anak usia 3 hingga 11 bulan, hanya
suntikan intramuskuler yang dapat digunakan. Metamizole tidak boleh digunakan
selama trimester ketiga kehamilan dan selama laktasi (laktasi harus dihindari
selama pemberian dan selama 48 jam setelah pemberian metamizole).

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)


Sebagian besar efek OAINS disebabkan oleh penghambatan dari enzim
siklooksigense (COX), yang mengkatalisis prostaglandin dari asam arakidonat.
OAINS memiliki efek perifer (pada lokasi cedera) dan efek pada sumsum tulang
belakang dimana prostaglandin seharusnya mengintervensi jalur desenden anti-
nosiseptif. OAINS menghambat intervensi ini dan membantu kontrol nyeri yang
lebih baik dari sistem saraf pusat.

Opioid

Analgesik Opioid Lemah


Tramadol
Tramadol memiliki beberapa fitur unik. Kerjanya dengan mengikat reseptor
opioid, dan juga dengan menghambat peningkatan serotonin dan noradrenalin.
Tramadol dimetabolisme menjadi O-desmethyltramadol, yang merupakan opioid
yang lebih kuat. Tramadol tersedia dalam banyak bentuk untuk pemberian
parenteral, oral, dan rektal.

Kodein

9
Setelah pemberian, kodein sebagian dimetabolisme menjadi morfin. Sekitar 10
hingga 15% pasien tidak memetabolisme kodein dengan cara ini karena susunan
genetik yang berbeda dan karena itu mereka resisten terhadap efek analgesiknya.
Analgesik Opioid Kuat
Morfin
Morfin adalah opioid kuat prototipikal, yang tetap menjadi standar emas untuk
membandingkan semua obat yang memiliki efek analgesik yang kuat. Segala
sesuatu yang telah dinyatakan dalam bagian tentang karakteristik umum analgesik
opioid juga berlaku untuk morfin.

Pethidine (meperidine)
Selain efek opioidnya, pethidine juga memiliki karakteristik anestesi lokal yang
lemah dan merupakan agonis alfa-2. Pethidine memiliki banyak efek samping,
yang tidak cocok dalam manajemen nyeri pasca operasi.
Fentanyl, sufentanil, alfentanil, remifentanil
Pada analgesia sistemik, opioid kerja pendek diberikan melalui titrasi atau terus
menerus dengan kemungkinan penambahan bolus, sebagian besar IV, sampai efek
yang diinginkan tercapai. Penggunaannya terbatas pada ruang operasi, ruang
pemulihan dan unit perawatan intensif.

Oxycodone
Di banyak negara, oxycodone adalah analgesik opioid yang paling umum
digunakan untuk pengobatan nyeri pasca operasi berat pada orang dewasa. Ini
karena farmakodinamiknya yang baik, bioavailabilitas yang tinggi setelah
pemberian oral, yang memungkinkan transisi yang mudah dari bentuk parenteral
ke bentuk oral, dan fakta bahwa oxycodone dapat diberikan pada remaja, dan juga
pada orang tua. Rute pemberian intravena, intramuskuler, nasal, mukosal,
subkutan dan oral (obat-obatan atau tablet dan kapsul dengan pelepasan
terkontrol) telah dilaporkan dalam literatur.

Obat analgesik non-tradisional dan obat adjuvan lainnya: ketamine,


gabapentin, pregabalin, lidocaine, ondansetron, naloxone,

10
BAB III
Kesimpulan

Nyeri akut mudah untuk dilokalisir dan merupakan respon organisme


terhadap nyeri dengan perubahan fisiologis mirip dengan respon terhadap stres.
Nyeri pasca operasi termasuk ke dalam nyeri akut. Nyeri akut dengan intensitas
yang tinggi adalah masalah fisiologis yang sangat mengganggu. Penanganan
terhadap penyebabnya bersama dengan terapi analgesik simptomatis yang efektif
akan dapat menangani nyeri akut pasca operasi. Jika terapi analgesik yang efektif
diberikan lebih awal pada fase akut dari nyeri, resiko perburukannya menjadi
nyeri kronis dapat diturunkan.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Malek J, Sevcik P, et al. Post operative pain management. Mlada Fronta;


Praha. 2017;
2. Garimella V, Cellini C. Postoperative Pain Control. University of
Rochester Medical Center; New York. 2013
3. Chou R, Gordon DB. de Leon-Casasola OA et al. Guidelines on the
Management of Postoperative Pain. Management of Postoperative Pain: A
Clinical Practice Guideline From the American Pain Society, the
American Society of Regional Anesthesia and Pain Medicine, and the
American Society of Anesthesiologists’ Committee on Regional
Anesthesia, Executive Committee, and Administrative Council. The
Journal of Pain 2016;17:131-157
4. Gerbershagen HJ, Aduckathil S, van Wijck AJ et al. Pain intensity on the
first day after surgery: a prospective cohort study comparing 179 surgical
procedures. Anesthesiology. 2013;118(4):93444.
5. Opavský J. Vyšetřování osob s algickými syndromy a klinické a
experimentální metody hodnocení bolesti (Examination of patients with
pain and clinical and experimental pain assessment – in Czech). In: Rokyta
R, Kršiak M, Kozák J (eds). Bolest (Pain – in Czech). 2nd ed. Praha; Tigis,
2012: 176–184.
6. Jage J, Laufenberg-Feldmann R, Heid F. [Drugs for postoperative
analgesia: routine and new aspects. Part 1: non-opioids]. Anaesthesist
2008;57(4):382–90.
7. Dahl JB, Mathiesen O, Kehlet H. An expert opinion on postoperative pain
management, with special reference to new developments. Expert Opin
Pharmacother 2010;11(15):2459–70.

12
13

Anda mungkin juga menyukai