Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN TUTORIAL KASUS III SEMESTER 3

STRIKTUR URETRA
NURSING II

Dosen Pengampu :
Alama Zaki A.,S.Kep.,Ns.,M.Kep

Disusun oleh B2 :
Nurhaeratun nisa 220101572
Nurain Kamarudin 220101573
Nurjani Sahril 220101574
Nurul Aliyah 220101575
Nurul Khoiriyah 220101576
Oktrizal 220101577
Ovista Zulfa A 220101578
Puspita Sari 220101579
Putri Rizqi 220101580
Restu Amalia 220101581
Restu R Berliansyah 220101582
Rezky Sistriyany 2023002030

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ALMA ATA YOGYAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Segala syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt atas segala karunia nikmatnya
sehingga laporan yang berjudul Laporan Tutorial Kasus III Semester 3 ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam penulisan laporan ini kami menemui berbagai hambatan karena
keterbatasan pengetahuan kami mengenai hal yang berkenaan dengan penulisan
laporan ini. Oleh karena itu sudah sepatutnya kami berterimakasih kepada Bapak
Alama Zaki A.,S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku dosen pengampu kami yang telah
memberikan ilmu yang berguna kepada kami.
Kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan laporan ini,
oleh karenanya kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca sekalian untuk kami jadikan sebagai evaluasi untuk penulisan laporan kami
selanjutnya. Demikian, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Laporan ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin, dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak. Sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk itu,
kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat
dalam permbuatan laporan ini.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................2
DAFTAR ISI..................................................................................................................3
BAB I.............................................................................................................................4
PENDAHULUAN..........................................................................................................4
A. Latar Belakang.......................................................................................................4
B. Tujuan....................................................................................................................5
C. Manfaat..................................................................................................................5
BAB II............................................................................................................................6
SKENARIO KASUS DAN PEMBAHASAN...............................................................6
A. Kasus......................................................................................................................6
B. Analisis kasus.........................................................................................................6
C. Hasil study literature..............................................................................................9
BAB III.........................................................................................................................16
PENUTUP....................................................................................................................16
A. Kesimpulan..........................................................................................................16
B. Daftar Pustaka......................................................................................................17
C. Lampiran..............................................................................................................18

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Striktur uretra adalah suatu kondisi yang paling umum mempengaruhi pria. Istilah
'striktur uretra umumnya mengacu pada penyempitan lumen uretra anterior yang
memanjang. dari tepat di bawah sfingter urin eksternal ke uretra meatus. Kondisi ini
merupakan penyebab morbiditas yang signifikan pada pasien karena seringnya
kekambuhan yang dapat terjadi setelahnya upaya pengobatan dan mungkin ada
perkembangan yang signifikan kondisi seumur hidup pasien (Watkin & Patel, 2017).

Pasien dengan striktur uretra dapat mengalami akut atau akut secara kronis.
Presentasi akut biasanya akan melibatkan kemih penyimpanan. Retensi mungkin sama
sekali tidak terduga, atau ikuti periode singkat gejala kemih yang memburuk atau
infeksi saluran kemih. Ini mungkin juga mengikuti cedera traumatis. Kemih retensi
biasanya menyakitkan dan akan membutuhkan bantuan segera, biasanya dengan
lewatnya kateter suprapubik.

Penyempitan ini mungkin merupakan presentasi paling umum di Indonesia


masyarakat maju dan tentu saja yang paling umum pada anak muda laki-laki. Striktur
biasanya ditemukan di persimpangan bohlam proksimal dan mid, biasanya pendek
dan ketat. Pasien akan mengalami gejala tersebut pada usia remaja akhir hingga awal
dewasa. Diperkirakan itu mungkin merupakan masalah dengan aliran darah ke yang
cepat memperbesar penis dan uretra saat pubertas dalam keadaan rentan individu.
Biasanya pasien yang mengalami penyempitan uretra akan menjalani prosedur bedah,
salah satunya adalah sistoskopi.

Sistoskopi adalah prosedur yang rutin dan biasa dilakukan pada pasien rawat jalan
dan alat diagnostik penting dalam urologi. Ini adalah standar emas untuk kandung
kemih dalam deteksi kanker, tindak lanjut pada tumor superfisial, dan juga sering
digunakan dalam diagnosis kandung kemih yang lebih rendah saluran gejalanya.

4
Sistoskopi kaku adalah instrumen pertama yang digunakan, diikuti oleh perangkat
yang fleksibel, yang diperkenalkan olehTsuchida dan Sugawara dalam (Seklehner.,
Remzi., Fajkovic., & Add All, 2015).

Pasien yang menjalani sistoskopi akan diberikan obat oral anti nyeri atau
pemberian anastesi total tergantung pada proses pelaksanaanya. Pasien pasca operasi
sistoskopi sendiri, pada umumnya akan mengalami nyeri post operasi. Nyeri yang
dirasakan bervariasi, pada umumnya nyeri dirasakan panas seperti terbakar yang
dirasakan pada saluran perkemihan. Tingkat keparahan nyeri bervariasi, mulai dari
sedang skala 4-6 sampai berat skala 7-10. Nyeri akut 3 dibagi menjadi dua, yaitu nyeri
somatik dan nyeri viseral. Dikatan nyeri Somatik jika organ yang terkena adalah
organ soma seperti kulit, otot, sendi, tulang, atau ligament karena disini mengandung
kaya akan nosiseptor (Wuhrman E & Cooney MF, 2011).

Internasional Assosaciation for Studi of Pain dalam studi kasus nyeri


mendefinisikan rasa nyeri sebagai pengalaman sensorik yang tidak menyenangkan
dan emosional yang terkait dengan kerusakan jaringan aktual atau potensional dan
dijelaskan dalam hal kerusakan tersebut. Nyeri akut adalah respons psikofisiologis
dinamis yang tidak menyenangkan, kompleks, dan dinamis terhadap trauma jaringan
dan proses inflamasi akut terkait (Chapman CR & Vierck CR, 2016).

Psikologis selain subyektif (aspek fenomenal nyeri) melibatkan proses fisiologis


yang mendasari dan melibatkan sensorik dalam sistem saraf otonom. Katekolamin
yang bersirkulasi dan hormon respons stres lainnya, dan respons sistem kekebalan
terhadap memberikan sinyal ke saraf otonom dan sistem hormonal. Secara klinis,
keadaan nyeri dapat berupa akut atau kronis. Menurut Abdullayev R, et al, (2019),
mengatakan skala penilaian diri terhadap tingkat atau kualitas nyeri yang dirasakan
pada pasien dapat dilakukan penilaian menggunakan Numerical Rating scale (NRS),
Visual Analog Scale (VAS), dan Wong-Baker Wajah. Penilaian tersebut digunakan
untuk menilai tingkat skala nyeri, skala digunakan untuk penilaian pada nyeri pasca
operasi. Penilaian skala yang terbaru (Metrodoloris, Lille, Prancis) adalah Analgesia
Nociception Index (ANI), telah diusulkan untuk penilaian nosisepsi akut dan nyeri.

Pasien yang mengalami maasalah nyeri pasca operasi biasanya akan dilakukan
penilaian skala nyeri yang kemudian akan dilakukan manajemen nyeri. Managemen
nyeri merupakan pemberian terapi analgetik dan terapi non farmakologi berupa

5
intervensi perilaku kognitif seperti teknik relaksasi, terapi musik, imaginary, dan
biofeedback (Potter & Perry, 2005 ; dalam Syamsiah & Muslihat, 2015). Managemen
nyeri adalah salah satu bagian dari disiplin ilmu medis yang berkaitan dengan cara
untuk menghilangkan rasa nyeri (pain relief). Managemen nyeri non farmakologikal
merupakan upaya untuk mengatasi, menurunkan, atau menghilangkan nyeri dengan
menggunakan pendekatan non farmakologi. Salah satu upaya menggunakan
pendekatan non farmakologi antara lain adalah relaksasi, dextraksi, massage,
guidedimaginary dan lain-lain.

Pasien pasca operasi pasti akan timbul masalah baru, seperti nyeri akut, tingkat
kecemasan meningkat, dan gangguan rasa nyaman. Setiap pasien pasti akan
membutuhkan rasa nyaman pasca operasi. Tingkat kebutuhan rasa nyaman dari setiap
pasien pasca operasi pasti berbeda-beda dalam penilaian individu. Dalam konteks
asuhan keperawatan, perawat harus memperhatikan dan memenuhi rasa nyaman.
Salah satu kondisi yang menyebabkan ketidaknyamanan pasien adalah nyeri (Asmadi,
2008 ; dalam Nurhayati., Andriyani., & Malisa, 2015).

Autogenic training sudah sejak lama digunakan sebagai teknik relaksasi dan telah
digunakan untuk mengurangi kecemasan, nyeri kronis, dan sakit kepala. Sejauh
peneliti ketahui bahwa, pengaruh teknik relaksasi autogenik terhadap nyeri pada
pasien post operasi sectio caesarea belum pernah diteliti. Dalam studi penelitian
tentang latihan autogenik sebelumnya. Penulis berharap dengan diterapkanya asuhan
keperawatan latihan autogenik, pasien yang mengalami nyeri akut, dapat di
managemen skala nyerinya dengan diterapkannya latihan autogenik. (Eye, 2006 ;
Shinozaki et all, 2009 ; dalam Nurhayati., Andriyani., & Malisa, 2015).

Penelitian mengenai Systematic Review Of The Efficacy Of Relaxation Techniques


In Both Acute And Chronic Pain, menjelaskan bahwa relaksasi autogenik berfungsi
untuk menurunkan nyeri pada pasien post operasi (Kwekkeboom , et al, 2006, Dunfor
et al, 2010 ; dalam nurhayati., Andriyani, & Malisa, 2015). Maka dari itu penulis
mencoba merekomendasikan treatment baru dengan menggunakan penerapan latihan
autogenik untuk menurunkan atau setidaknya dapat mengatasi rasa nyeri post operasi.
Akan tetapi belum ada prosedur tentu mengenai teknik relaksasi untuk mengurangi
rasa nyeri pada pasien post operasi sistoskopi yang diterapkan menjadi standart
asuhan keperawatan.

6
Penerapan relaksasi pada prakteknya, belum ada penggunaan alat audio-visual yang
secara khusus dipersiapkan untuk digunakan pasien dalam melakukan prosedur teknik
relaksasi dengan benar dan tepat. Maka dari itu, berdasarkan latar belakang tersebut
penulis tertarik untuk melakukan 6 penelitian ”Penerapan Latihan Autogenik Untuk
Menurunkan Skala Nyeri Post Operasi Sistoskopi Dengan Masalah Keperawatan
Nyeri Akut”.

B. Tujuan
Tujuan dibuatnya laporan ini adalah untuk memahami lebih dalam tentang salah satu
penyakit yaitu Striktur Uretra

C. Manfaat
 Mengetahui apa itu Striktur Uretra
 Mengetahui patofisiologi dan pathhway Striktur Uretra
 Mengetahui penyebab Striktur Uretra
 Mengetahui tanda dan gejala Striktur Uretra
 Mengetahui pengobatan Striktur Uretra secara Farmakologi dan Non
Farmakologi
 Mengetahui bagaimana pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada
pasien Striktur Uretra
 Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan yang bisa diberikan pada pasien
Striktur Uretra
 Mengetahui bagaimana penatalaksanaan Striktur Uretra yang didukung dengan
jurnal penelitian
 Mengetahui jenis-jenis kateter dan cara-cara pemasangan kateter serta tempat
pemasangan kateter di lakukan di area apa saja

7
BAB II

SKENARIO KASUS DAN PEMBAHASAN

A. Kasus
Seorang laki-laki berusia 59 tahun datang Intalasi Gawat Darurat dengan
keluhan sakit pada bagian bawah perut, klien juga mengeluh terdapat
gangguan saat buang air kecil BAK hanya menetes, mengejan saat akan BAK.
Pada saat dilakukan pengkajian o leh perawat IGD diketahui bahwa sejak tiga
bulan terahir buang air kecil tidak lancar, urine berwarna kemerahan, klien
juga mengeluh setiap buang air kecil mengejan dan nyeri pada seluruh tulang
belakang, sebelumnya pasien tidak mempunyai riwayat yang sama. Sejak 4
jam sebelum MRS, air kencingnya macet total,perut sebelah kananya semakin
memberat, menengang dan terjadi nyeri hebat dengan sekala nyeri 7 dan tidak
bisa terpasang kateter.
B. Analisis kasus
Step 1: Klarifikasi istilah yang sulit pada topik
1. MRS : Masyk rumah saki,yang dimana ininadalah suaru istilah yang di tulis
untuk menandakan pasien masuk rumah sakit
2. Mengejan : tindakan pengambilan urin dari kandagian perut tengah bawah
(dibawah pusar).

Step 2: Menentukan masalah pada kasus (munculkan pertanyaan)


1. Penyebab urine berwarna kemerahan pada kasus ?
2. Bagaimana cara mengatasi pasien yang bisa di pasang kateter dan bagaimana
cara penangannya?
3. Penyebab striktur uretra?
4. Pada pasien striktur uretra dibagian genitaliannya ada pembengkakan atau
tidak?
5. Apa saja gejala yang terjadi jika mengalami striktur uretra?
6. Penyebab nyeri pada tulang belakang itu apa?
7. Cara menangani agar oerut pasien tidak terus merasa berat?
8. Mengapa pasien yang mengalami striktur uretra tidsk bisa di pasang kateter?

8
9. Pasien mengalami kencing macet tetapi tidak di pasang kateter?
10. Apa penyebab dari kasus saat BAK hanya menetes ?
11. Apa hubungan BAK mengejan dengan sakit tulang belakang?
12. Bagaimana cara pemberian minum pada pasien striktur uretra ?

Step 3: Analisis masalah pada kasus (brain storming)


1. Penyebab urine berwarna kemerahan pada kasus ?

2. Bagaimana cara mengatasi pasien yang bisa di pasang kateter dan


bagaimana cara penangannya?

3. Penyebab striktur uretra?

4. Pada pasien striktur uretra dibagian genitaliannya ada pembengkakan atau


tidak?
5. Apa saja gejala yang terjadi jika mengalami striktur uretra?

6. Penyebab nyeri pada tulang belakang itu apa?

7. Cara menangani agar oerut pasien tidak terus merasa berat?

8. Mengapa pasien yang mengalami striktur uretra tidsk bisa di pasang


kateter?

9. Pasien mengalami kencing macet tetapi tidak di pasang kateter?

10. Apa penyebab dari kasus saat BAK hanya menetes ?

11. Apa hubungan BAK mengejan dengan sakit tulang belakang?

9
12. Bagaimana cara pemberian minum pada pasien striktur uretra ?

Step 4: Membuat mind mapping secara sistematis

STRIKTUR URETRA

Penyebab

Faktor Pemeriksaan Penaganan


Tanda Komplikasi Definisi
Gejala Resiko Penunjang -Non farmakologi
-Farmakologi

Tindakan
Lanjut

Step 5: Menentukan tujuan (learning objective)


1. Definisi ISK
2. Patofisiologi dan pathway ISK
3. Etiologi ISK
4. Tanda dan gejala ISK
5. Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi ISK
6. Pemeriksaan fisik dan penunjang ISK
7. Asuhan keperawatan
8. EBN
9. Jenis-jenis kateter dan indikasi

C. Hasil study literature


Step 6: Mengumpulkan referensi yang terkait dengan topik ( mandiri)
1. Definisi Striktur Uretra

10
(jurnal kedokteran UNILA vol. 7, 03 Desember 2018).

2. Patofisiologi dan pathway Striktur Uretra

3. Etiologi Striktur Uretra


4. Tanda dan gejala Striktur Uretra
5. Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi Striktur Uretra
6. Pemeriksaan fisik dan penunjang ISK
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien ISK umumnya diawali dengan pemeriksaan
keadaan umum dan tanda-tanda vital. Pemeriksaan lengkap urologi yang
mencakup abdomen, kostrovertebra, rektum, dan genitalia, perlu dilakukan.
a. Keadaan Umum Dan Tingkat Kesadaran. Pasien ISK umumnya memiliki
keadaan umum yang baik. Namun, pada pasien dengan urosepsis, keadaan
umum lebih buruk dan dapat disertai dengan penurunan kesadaran.
b. Tanda-Tanda Vital. Pasien dengan ISK umumnya memiliki gangguan
tanda vital, seperti demam dan takikardia. Pasien dengan urosepsis yang
disertai dengan syok, dapat memiliki tanda hipotensi.
c. Pemeriksaan Abdomen. Pada pasien ISK, dapat ditemukan nyeri tekan
pada suprapubik atau daerah flank dengan palpasi dalam. Nyeri tekan dan
ketok pada sudut kostrovertebra mengindikasikan pyelonephritis.
d. Pemeriksaan Rektum. Pemeriksaan rektum pada ISK dapat dilakukan pada
laki-laki untuk mencari pembesaran prostat atau infeksi pada prostat yang
dapat menjadi faktor risiko ISK. Prostat yang teraba membesar dapat
dicurigai sebagai benign prostate hyperplasia (BPH) yang dapat
memberikan gejala lower urinary tract symptoms (LUTS). Sementara itu,
nyeri tekan prostat lebih mengarah ke prostatitis.
e. Pemeriksaan Genitalia. Pemeriksaan genitalia eksterna perlu dilakukan
untuk mencari kemungkinan infeksi dan menyingkirkan diagnosis
banding. Penis perlu diperika adanya lesi atau ulkus. Meatus eksterna
diperiksa adanya eritema atau cairan yang keluar (discharge).
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Buku Panduan Tata Laksana ISK, 2021

11
a. Pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan urinalisis dilakukan untuk
menentukan dua parameter penting ISK yaitu leukosit dan bakteri.
Pemeriksaan rutin lainnya seperti deskripsi warna, berat jenis dan pH,
konsentrasi glukosa, protein, nitrit, keton, darah dan bilirubin tetap
dilakukan.
b. Pemeriksaan Dipstik. Pemeriksaan dengan dipstik merupakan salah satu
alternatif pemeriksaan leukosit dan bakteri di urin dengan cepat. Untuk
mengetahui leukosituri, dipstik akan bereaksi dengan leucocyte esterase
(suatu enzim yang terdapat dalam granul primer netrofil). Sedangkan
untuk mengetahui bakteri, dipstik akan bereaksi dengan nitrit (yang
merupakan hasil perubahan nitrat oleh enzym nitrate reductase pada
bakteri).
c. Pemeriksaan Mikroskopik Urin. Konsep ini memperkenalkan
mikrobiologi kuantitatif ke dalam diagnosa penyakit infeksi, namun tidak
ada hitungan bakteri yang pasti dalam mengindikasikan adanya
bakteriuria yang bisa diterapkan pada semua jenis ISK. Bakteriuria
asimptomatik didiagnosis apabila berdasarkan hasil urine porsi tengah
menunjukkan kolonisasi bakteri ≥105 cfu/mL pada 2 sampel berturut-
turut.
d. Tes carik celup. Lempeng plastik bertangkai dimana kedua sisi
permukaannya dilapisi perbenihan padat khusus dicelupkan ke dalam urin
pasien atau dengan digenangi urin. Setelah itu lempeng dimasukkan
kembali ke dalam tabung plastik tempat penyimpanan semula, lalu
dilakukan pengeraman semalaman pada suhu 37°C. Penentuan jumlah
kuman/ml dilakukan dengan membandingkan pola pertumbuhan pada
lempeng perbenihan dengan serangkaian gambar yang memperlihatkan
keadaan kepadatan koloni yang sesuai dengan jumlah kuman antara 1000
dan 10.000.000 dalam tiap ml urin yang diperiksa. Cara ini mudah
dilakukan, murah dan cukup akurat. Tetapi jenis kuman dan kepekaannya
tidak dapat diketahui.
e. Pemeriksaan ultrasonografi. Dapat dilakukan pada pasien yang dicurigai
mengalami ISK dengan gejala berat atau persisten. Pemeriksaan ini
digunakan untuk menyingkirkan diagnosis banding ISK, seperti batu
ginjal, hidronefrosis, abses renal, dan jaringan parut pada ginjal.

12
f. Sitoskopi. Pemeriksaan sitoskopi digunakan untuk melihat langsung
kandung kemih dan menyingkirkan diagnosis banding ISK lainnya,
seperti tumor, batu kandung kemih, benda asing, dan divertikulum.
g. CT Scan Abdomen atau Pelvis. Kebanyakan pasien ISK tidak
memerlukan pemeriksaan pencitraan. Pemeriksaan CT scan abdomen atau
pelvis dapat digunakan pada pasien yang menunjukkan gejala berat atau
tidak membaik dengan terapi antibiotik adekuat. Pemeriksaan ini juga
dapat bermanfaat untuk menyingkirkan diagnosis abses perirenal atau
renal pada pasien yang tidak respons terapi antimikroba setelah durasi > 7
hari.

7. Asuhan keperawatan
No Diagnosis SLKI SIKI
Keperawatan
1. Gangguan eliminasi Eliminasi urin (L.04034) Dukungan perawatan diri: BAB/BAK
urin (D.0040) b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan (I.11349)
iritasi kandung kemih selama 3x24 jam diharapkan curah jantung - observasi
d.d desakan berkemih membaik dengan kriteria hasil: 1. identifikasi kebiasaan BAB/BAK
(urgensi) dan distensi Indikator Kriteria Skor yg 2. monitor integrasi kulit pasien
kandung kemih Hasil ingin - Terapeutik
dicapai 1. Buka pakaian yang diperlukan untuk
Sensasi 2 4 memudahkan eliminasi
berkemih 2. Dukung penggunaan toilet urinal
Desakan 4 5 secara konsisten
berkemih 3. Jaga privasi selama eliminasi
disuria 2 4 4. Bersihkan alat bantu setelah
Berkemih 2 4 digunakan
tidak tuntas 5. Latih BAB/BAK sesuai jadwal
Keterangan skor: 6. Sediakan alat bantu kateter
1. Meningkat - Edukasi
2. Cukup meningkat 1. Anjurkan BAK/BAB secara rutin
2. Anjurkan ke kamar mandi/toilet
3. Sedang
4. Cukup menurun
5. Menurun

2 Nyeri akut (D.0077) Tingakt nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri


b.d agen pencedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan (I.08238)-
fisiologis d.d selama 3x24 jam diharapkan tingkat nyeri Observasi
mengeluh nyeri dan membaik dengan kriteria hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
tampak meringis Indikator Kriteria Hasil Skor yg durasi, frekuensi, kualitas, intensitas

13
ingin nyeri
dicapai 2. Identifikasi skala nyeri
Keluhan 2 4 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
Nyeri 4. Identifikasi faktor yang
Meringis 4 5 memperberat dan memperingan
Gelisah 2 4 nyeri
- Terapeutik
Kesulitan 2 4
1. Berikan teknik nonfarmakologis
Tidur
untuk mengurangi rasa nyeri
Keterangan skor: 2. Kontrol lingkungan yang
6. Meningkat memperberat rasa nyeri
7. Cukup meningkat 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
8. Sedang - Edukasi
9. Cukup menurun 1. Jelaskan penyebab, periode, dan
10. Menurun pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri -
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu

8. EBN
SUPLEMEN
Volume 15, Suplemen, 2023
Peran Cranberry Terhadap Rekurensi Infeksi Saluran Kemih.
Dalam jurnal dielaskan bahwa mengonsumsi produk cranberry baik sediaan
jus maupun kapsul dapat mencegah terjadinya infeksi saluran perkemihan
karena hasil penelitihan menjelaskan bahwa mengonsumsi cranberry dapat
menurunkan PH urin yang mana baik untuk pengobatan ISK.Cranberry dalam
bentuk jus, selai, jeli, dan saus merupakan sumber senyawa bioaktif yang sangat
baik, terutama senyawa polifenol, yaitu flavonoid, anthocyanin, dan asam
fenolik.Cranberry merupakan alternatif yang dapat dipilih dalam pencegahan
infeksi saluran kemih diera tingginya angka resistensi terhadap antibiotik dan
rekuensi ISK.
9. Jenis-jenis kateter dan indikasi

Jenis-jenis pemasangan kateter urine

14
 Indwelling catheter yang biasa disebut juga dengan retensi kateter/ folley
cateter- indwelling catheter dibuat sedemikian rupa sehingga tidak mudah
lepas dari kandung kemih.
 Intermitten catheter yang digunakan untuk jangka waktu yang pendek (5-10
menit) dan klien dapat diajarkan untuk memasang dan melepas sendiri.
 Suprapubic catheter kadang-kadang digunakan untuk pemakaian secara
permanent.

Indikasi pemasangan kateter

 Cara memasukkan kateter dengan jenis ini dengan membuat sayatan kecil
diatas suprapubic.
 Intermittent catheter: Kateter yang digunakan untuk mengaliri isi kandung
kemih dalam jangka waktu yang pendek sekitar 5-10 menit.
 Retention atau indwelling chatheter: kateter yang dimasukkan kedalam
kandung kemih untuk jangka waktu tertentu.
 Folley chateter: kateter yang pada umumnya sering dipakai yang terdapat
balon yang berguna agar seling tidak keluar.
 Suprapubic catheter: kateter yang dimasukkan ke dalam kandung kemih
melalui proses pembedahan.
 Logam catheter: digunakan untuk ibu hamil yang akan melahirkan untuk
mengosongkan kandung kemih agar tidsk pecah saat proses persalinan.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan suatu istilah yang menggambarkan


adanya infeksi yang umumnya disebabkan oleh bakteri Escherichia coli. Pertumbuhan
bakteri yang mencapai > 100.000 unit koloni per ml urin segar pancar tengah
(midstream urine) pagi hari, digunakan sebagai batasan diagnosa ISK (IDI, 2011).
Bakteri masuk ke kandung kemih melalui 2 jalur yaitu secara ascending dan
hematogen
Beberapa tanda dan gejala yang sering dialami oleh penderita ISK yaitu nyeri,
demam, dysuria dan lain lain.Untuk pengobatan ISK bisa secara farmakologi yaitu
dengan pemberian antibiotik atau secara non farmakologi dengan cara merubah pola
hidup, menjadi pola hidup sehat.Salah satu pemeriksaan penunjang yang digunakan
dalam pasien ISK yaitu dengan pemeriksaan laboratorium.

16
B. Daftar Pustaka

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia


Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta:Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standart Luaran Keperawatan Indonesia:Definisi
dan Keriteria Hasil Keperawatan (1 st ed). Jakarta: Dewan Pengurus PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia.Jakarta:


Dewan Pengurus PPNI

17
C. Lampiran

1. Judul
Perawatan balon berlapis obat untuk penyakit penyempitan
uretra: Hasil dua tahun dari studi ROBUST I
2. Nama Peneliti
Rachel A. Mann, MD1; Ramón Virasoro, MD2; Jessica M. DeLong, MD2;
Rafael E. Estrella, MD3; Merycarla
Pichardo, MD4; Ramón Rodríguez Lay, MD5; Gustavo Espino, MD6; Joshua
D. Roth, MD1; Sean P. Elliott
3. Latar belakang terkait dengan topik jurnal
Pelebaran balon mekanis dan uretrotomi internal
visualisasi langsung (DVIU) adalah pengobatan yang paling
banyak digunakan untuk penyakit striktur uretra di Amerika
Serikat, tetapi tingkat kekambuhannya tinggi, terutama setelah
pengobatan ulang. Penelitian ini menyelidiki keamanan dan
kemanjuran balon berlapis paclitaxel Optilume™ untuk
pengobatan penyempitan berulang.
4. Tujuan penelitian
Penelitian ini menyelidiki keamanan dan
kemanjuran balon berlapis paclitaxel Optilume™ untuk
pengobatan penyempitan berulang.
5. Hasil Penelitian
Antara 29 November 2016 dan 9 September 2017, 53
pasien terdaftar dan dirawat dengan DCB. Rata-rata Usia rata-rata pasien
adalah 50,7 tahun (kisaran 22-81),
mayoritas (83%) adalah Hispanik/Latino, dan jumlah rata-
rata perawatan endoskopi sebelum pendaftaran adalah
1,7. Beberapa pasien melakukan pelebaran sendiri secara
mandiri, namun, hanya prosedur yang diberikan oleh
dokter yang dicatat. Semua penyempitan terletak di uretra
bulbar, dengan panjang rata-rata
0,9 cm dan diameter 2,3 mm. Sebelum perawatan DCB,
pra-dilatasi dilakukan dengan balon yang tidak dilapisi

18
pada 59%, DVIU pada 15%, atau kombinasi keduanya
pada 26% ( TABEL 1 )
6. Pembahasan singkat
Uji coba ROBUST I adalah uji coba klinis multisenter
dengan satu lengan yang menyelidiki keamanan dan
kemanjuran DCB Optilume™ pada pasien pria dengan
striktur uretra buli-buli yang berulang. Setelah dua tahun,
tidak ada SAE yang berhubungan dengan pengobatan dan
tingkat keberhasilan 24 bulan adalah 70%, yang
didefinisikan sebagai peningkatan IPSS ≥50% tanpa
adanya pengobatan ulang

7. Kesimpulan dan saran penelitian


Optilume™ DCB aman dan bukti gejala kekambuhan
striktur yang rendah pada dua tahun setelah prosedur. Data
dari studi ROBUST I akan dilaporkan selama lima tahun
dan uji klinis acak yang membandingkan DCB dengan
DVIU atau pelebaran balon biasa sedang berlangsung.

19

Anda mungkin juga menyukai