Anda di halaman 1dari 23

TUGAS KELOMPOK

Perawatan Pos Operasi


Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Keperawatan Dasar I
Dosen : Pariyem, S. Kep., Ns

Di susun oleh :
Kelompok 2 Tingkat 1A
Anggela Vero Nikasukma (015.20.18.436)
Arfianita Regina Putri (015.20.18.441)
Elvya Yuni Nur'aini (015.20.18.459)
Febri Erna Rahmawati (015.20.18.466)
Kapang Yoga Perdamaian (015.20.18.482)
Nurul Saekhotur Rofiqoh (015.20.18.496)
Risty Elia Eritriana (015.20.18.505)
Rochma Putri Novitasari (015.20.18.506)
Tri Kusuma Wardhany (015.20.18.523)
Wahyu Winata Buwana (015.20.18.526)
Yulia Tantri (015.20.18.530)

AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KABUPATEN NGAWI
2018

1|K ep e r a w a t a n D a s a r I
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha Pengasih lagi maha
penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan Tugas makalah "Perawatan Luka Pos Operasi" ini dengan baik
dan lancar. Adapun tugas tersebut adalah untuk mempelajari mengenai perawatan
luka setelah operasi yang harus dikuasai oleh mahasiswa sebagai calon perawat.
Terwujudnya tugas ini merupakan untuk memenuhi kebutuhan kami akan
ilmu pengetahuan dalam perawatan luka. Tersusunnya tugas ini adalah berkat
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu dengan segala hormat dan
ketulusan hati kami ucapkan terima kasih kepada Dosen Keperawatan Dasar I Bu
Pariyem, S. Kep., Ns.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada tugas ini. Oleh
karena itu, kami menerima segala bentuk kritik dan saran agar kedepannya bisa
lebih baik lagi.

Hormat Kami

Penulis

2|K ep e r a w a t a n D a s a r I
Daftar Isi

Halaman sampul.............................................................................................1
Kata pengantar................................................................................................2
Daftar Isi.........................................................................................................3
Bab I Pendahuluan..........................................................................................4
1.1 Latar belakang masalah................................................................4
1.2 Rumusan masalah.........................................................................4
1.3 Tujuan...........................................................................................5
1.4 Manfaat ........................................................................................5
Bab II
Bab III Penutup..............................................................................................11
3.1 Kesimpulan .................................................................................11
Lampiran-lampiran..........................................................................................

3|K ep e r a w a t a n D a s a r I
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Operasi adalah tindakan pengobatan yang menggunakan cara tindakan


dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani
(Sjamsuhidajat & Jong, 2005). Prosedur operasi yang biasanya menggunakan
anestesi dapat menghambat kemampuan klien untuk merespon stimulus
lingkungan membantu klien untuk terhindar dari trauma pada tubuh.
Pemulihan diperlukan pada klien yang menjalani prosedur anestesi untuk
mengembalikan fungsi tubuh yang terganggu Masa pemulihan dari anestesia
beragam, tergantung jenis anestesia yang digunakan. Dosis dan respon individu
(Kozier, 2010).
Salah satu prosedur pemulihan yang bisa dilakukan setelah operasi adalah
latihan post operatif yaitu ambulasi dini yang dilakukan segera pada pasien setelah
operasi di mulai dari bangun dan duduk disisi tempat tidur sampai pasien turun
dari tempat tidur, berdiri dan mulai belajar berjalan (Roper, 2005). Masaalah yang
sering terjadi ketika pasien merasa terlalu sakit atau nyeri dan faktor lain yang
menyebabkan pasien tidak mau melakukan mobilisasi dini dan memilih untuk
istirahat di tempat tidur (Black & Hawks, 2010). Banyak faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan ambulasidini pasien paska operasi, seperti kondisi
kesehatan pasien, nutrisi, emosi, situasi, dan kebiasaan. keyakinan dan nilai
dukungan sosial, gaya hidup dan pengetahuan (Lewis, 2011). 2

1.2 Rumusan Masaalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat dirumuskan


permasaalahan sebagai berikut :
“Bagaimana pelaksanaan asuhan kepererawatan pada pasien post operasi ?”

1.3 Tujuan

Tujuan umum adalah untuk mengetahui Gambaran pelaksanaan asuhan


keperawatan post operasi pada pasien.

1.4 Manfaat

a. Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pemahaman tentang Gambaran


pelaksanaan asuhan keperawatan post operasi pada pasien bedah Umum.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
memahami Gambaran asuhan keperawatn post operasi pada pasien bedah
Umum.

4|K ep e r a w a t a n D a s a r I
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Keperawatan Pascaoperatif


Fase pascaoperatif adalah suatu kondisi dimana pasien sudah masuk di ruang
pulih sadar sampai pasien dalam kondisi sadar betul untuk dibawa ke ruang rawat
inap.

2.2 Proses Keperawatan Di Ruang Pulih Sadar


Ruang pulih sadar (recovery room) atau Unit Perawatan Pascaanestesi
(PACU) merupakan suatu ruangan untuk pemulihan fisiologis pasien
pascaoperatif. PACU biasanya terletak berdekatan dengan ruang operasi. Pasien
yang masih di bawah pengaruh anestesi atau yang pulih dari anestesi ditempatkan
di unit ini untuk kemudahan akses ke :
1. Perawat yang disiapkan dalam merawat pasien pascaoperatif segera
2. Ahli anestesi dan ahli bedah
3. Alat pemantau dan peralatan khusus, medikasi, dan penggantian cairan.
Ruangan dijaga agar tenang, bersih, dan bebas dari peralatan yang tidak
dibutuhkan. Ruangan juga harus dicat dengan warna yang lembut, menyenangkan,
dan mempunyai pencahayaan tidak langsung, plafon kedap suara, peralatan yang
mengontrol atau menghilangkan suara, dan ruang terisolasi (kotak berkaca) untuk
pasien yang terganggu. Gambaran ini juga memberikan nilai psikologis bagi
pasien untuk menurunkan ansietas.
Alat pemantau tersedia untuk memberikan penilaian yang akurat dan cepat
tentang kondisi pasien. Peralatan khusus termasuk tipe alat bantu pernapasan,
yaitu oksigen, laringoskop, set trakeostomi, peralatan bronkial, kateter, ventilator
mekanis, dan peralatan suction. Peralatan ini diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan sirkulasi, seperti aparatus tekanan darah, peralatan parenteral, plasma
ekspander, nampan berisi set intravena, set pembuka jahitan, peralatan henti
jantung, defibrilator, kateter vena, dan tourniqet. Bahan-bahan balutan bedah,
narkotik, medikasi kedaruratan, set kateterisasi, dan peralatan drainase. Tempat
tidur pemulihan memberikan akses mudah ke pasien, aman, dapat digerakkan

5|K ep e r a w a t a n D a s a r I
dengan mudah, dapat dengan mudah dan cepat ditempatkan dalam posisi syok,
dan mempunyai kelengkapan yang memudahkan perawatan, seperti tiang
intravena, pagar tempat tidur brankar beroda, dak rak penyimpan kertas catatan.

2.3 Pengkajian
Pengkajian dan Intervensi Pada Saat Pemindahan
Pengkajian pascaanestesi dilakukan sejak pasien mulai dipindahkan dari
kamar operasi ke ruang pemulihan. Pengkajian dilakukan saat memindahkan
pasien yang berada di atas brankar, perawat mengkaji dan melakukan intervensi
tentang kondisi jalan napas, tingkat kesadaran, status vaskular, sirkulasi,
perdarahan, suhu tubuh, dan saturasi oksigen. Pengaturan posisi kepala pada saat
pemindahan sangat penting dilakukan dengan tetap menjaga kepatenan jalan
napas.
Saat pasien masuk ke PACU, perawat dan anggota tim bedah
menyerahkan status pasien. Laporan tim bedah mencakup laporan tentang obat
anestesi yang diberikan, sehingga perawat PACU dapat mengantisipasi dengan
mudah pasien mana yang seharusnya sudah sadar. Laporan pemberian cairan IV
atau transfusi darah selama pembedahan berlangsung mengingatkan perawat pada
keseimbangan cairan dan elektrolit. Dokter bedah sering melaporkan beberapa hal
yang perlu mendapat perhatian khusus. Misalnya pasien yang berisiko mengalami
perdarahan atau infeksi. Perawat menerima laporan adanya komplikasi yang
terjadi selama pembedahan berlangsung, seperti kehilangan darah yang berlebihan
atau irama jantung tidak teratur. Biasanya laporan ini diberikan saat petugas
PACU menerima kedatangan pasien. Perawat akan memasang berbagai jenis
peralatan monitor, seperti alat monitor tekanan darah noninvasif, alat monitor
EKG, dan oksimeter nadi. Pada periode pemulihan ini, sebagian besar pasien
menerima oksigen melalui beberapa cara.
Pada saat pasien siap dipindahkan dari PACU, petugas memberitahu divisi
keperawatan tentang kedatangan pasien. Hal ini akan memudahkan petugas
keperawatan untuk memberi informasi kepada anggota keluarga pasien tentang
tindakan pembedahan yang telah dijalani. Perawat biasanya menganjurkan
anggota keluarga untuk tetap berada di ruang tunggu sehingga mereka dapat

6|K ep e r a w a t a n D a s a r I
dengan mudah ditemukan jika dokter bedah datang untuk menjelaskan kondisi
pasien. Dokter bedah akan memberi gambaran tentang status pasien, hasil
pembedahan, dan adanya komplikasi.
2.4 Patofisiologi Masalah Keperawatan di Ruang Pemulihan

Pasien pasca operasi akan mengalami perubahan fisiologi sebagai efek dari
anestesi dan intervensi bedah. Efek dari anestesi umum terlihat pada sistem
respirasi, di mana akan terjadi respons depresi pernapasan sekunder dari sisa
anestesi inhalasi, penurunan kemampuan terhadap kontrol kepatenan jalan napas
karena kemampuan memposisikan lidah secara fisiologis masih belum optimal
sehingga cenderung menutup jalan napas, dan juga penurunan kemampuan untuk
melakukan batuk efektif dan mutah yang masih belum optimal. Kondisi ini
menyebabkan adanya masalah keperawatan jalan napas tidak efektif dan resiko
tinggi pola napas tidak efektif.

7|K ep e r a w a t a n D a s a r I
Pascaoperasi

Efek anestesi umum


Efek intervensi bedah

B1 (Breathing B2 (Blood B3 (Brain


Sistem pernapasan Sistem Kardiovaskuler Sistem Saraf

depresi mekanisme regulasi kontrol kesadaran masih


Respon depresi sirkulasi normal. Pendarahan turun,kemampuan orientasi
pernapasan. Kontrol pascaoperatif. Penurunan masih turun,nyeri
kepatenanjalan napas curah jantung. Perubahan pascaoperatif meningkat
meurun,kontrol batuk kemampuan kontrol suhu
tubuh.Perubahan elektrolit sekunder. penuruna reaksi
efektif dan muntah anestesi rendah,kecemasab
dan metabolisme. Resiko
menurun. cedera vaskuler. postoperatif.

Resiko tinggi perfusi


Resiko tinggi pola napas jaringan. Resiko tinggi CO Penurunan kesadaran
tidak efektif. menurun,Hipotermi
maligna,Resiko tinggi Nyeri
Jalan napas tidak efektif trombosis vena
profunda,Ketidakseimbanga Kecemasan
n cairan dan elektrolit.

Efek anestesi akanmempengaruhi mekanisme regulasi sirkulasi normal sehingga


mempunyai resiko terjadinya penurunan kemampuan jantung dalam melakukan
stroke volume efektif yang berimplikasi pada penurunan curah jantung. Efek
intervensi bedah dengan adanya cedera vaskuler dan banyaknya jumlah volume
darah yang keluar dari vaskuler adalah terjadinya penurunan perfusi perifer,
perubahan elektrolit, dan metabolisme karena terjadi mekanisme kompensasi
pengaliran suplai hanya untuk organ vital. Efek anestesi juga memengaruhi pusat
pengatur suhu tubuh sehingga kondisi pascabedah pasien cenderung mengalami
hipotermi.
Efek anestesi pada system saraf pusat akan memengaruhi penurunan
control kesadaran dan kemampuan dalam orientasi pada lingkungansehingga

8|K ep e r a w a t a n D a s a r I
pasien yang mulai sadar biasanya gelisah. Kondisi penurunan reaksi anestesi akan
bermanifestasi pada munculnya keluhan nyeri akibat kerusakan neuromuscular
pascaoperasi, pasien pascaoperasi cenderung mengalami kecemasan pascaoperasi
sehubungan dengan penurunan kemampuan adaptasi normal.

Pascaoperatif

Efek anestesi umum


Efek intervensi bedah

B6 (Bone
B4 (Bladder B5 (Bowel
Sistem
Sistem perkemihan Sistem pencernaan muskuloskeletal,Integritas
kulit dan luka

Kontrol peristaltik usus Respons resiko posisi bedah


menurun (tromboembosis,parastesisa,cid
Resiko paralisis usus era tekan
Kontrol kemampuan Adanya luka bedah,adanya
dengan distensi dan gejala
miksi menurun obstruksi sistem drainase.
Kemampuan pengosongan Penurunan kontrol otot dan
lambung menurun. keseimbangan

Risiko tinggi aspirasi Kerusakan integritas jaringan.


Gangguan pemenuhan muntah Risiko tinggi infeksi
eliminasi urine Penurunan motilitas Risiko cedera bedah
usus Risiko tinggi trauma jatuh

9|K ep e r a w a t a n D a s a r I
2.5 Pedoman pengkajian pascaoperatif

Pengkajian Implikasi dan hasil pengkajian

Pengkajian awal Pengkajian awal pascaoperatif adalah sebagai berikut :


 Diagnosa medis dan jenis pembedahan yang
dilakukan
 Usia dan kondisi umum pasien, kepatenan jalan
napas, tanda-tanda vital.
 Anastesi dan medikasi lain yang digunakan
(misalnya: narkotika, relaksan otot, antibiotik)
 Segala masalah yang terjadi dalam ruang Operasi
yang mungkin mempengaruhi perawatan pasca
operasi
 Patologi yang dihadapi (jika malignansi, apakah
pasien atau keluarga sudah diberitahukan)
 Cairan yang di berikan, kehilangan darah dan
pengganti.
 Segala selang, drain, kateter atau alat bantu
pendukung lainnya.
 Informasi spesifik tentang siapa ahli bedah atau ahli
anestesi yang akan diberitahu
Sistem pernapasan Kontrol pernapasan
 Obat anestesi tertentu dapat menyebabkan depresi
pernapasan. Sehingga perawat perlu mewaspadai
pernapasan yang dangkal dan lambat serta batuk
yang lemah.
 Perawat mengkaji frekuensi, irama, kedalaman
ventilasi pernapasan, kesimetrisan gerakan dinding
dada, bunyi nafas, dan warna membran mukosa.

Kepatenan jalan napas


 Jalan napas oral atau airway masih dipasang untuk
mempertahankan kepatenan jalan napas sampai
tercapai pernapasan yang nyaman dengan kecepatan
normal, maka perawat mengajarkan pasien cara
membersihkan jalan nafas dengan cara meludah.
Kemampuan melakukan hal tersebut manandakan
kembalinya reflex muntah normal
 Salah satu kekhawatiran terbesar perawat adalah
obstruksi jalan napas akibat aspirasi muntah,
akumulasi sekresi mukosa di faring, atau spasme

10 | K e p e r a w a t a n D a s a r I
faring.
Status sirkulasi Respons TTV
 Pasien berisiko mengalami komplikasi
kardiovaskular akibat kehilangan darah secara actual
atau risiko dari tempat pembedahan, efek samping
anestesi, ketidakseimbangan elektrolit, dan depresi
mekanisme regulasi sirkulasi normal.
 Pengkajian kecepatan denyut dan irama jantung yang
teliti serta pengkajian tekanan darah menunjukkan
status kardiovaskular pasien.
 Perawat membandingkan TTV praoperatif. Dokter
harus diberitahu jika tekanan darah pasien terus
menurun dengan cepat pada setiap pemeriksaan atau
jika kecepatan denyut jantung menjadi semakin tidak
teratur.
 Perawat mengkaji perfusi sirkulasi dengan melihat
warna dasar kuku dan mukosa kulit

Respons perdarahan pascaoperatif


 Masalah sirkulasi yang sering terjadi adalah
perdarahan.
 Kehilangan darah terjadi secara eksternal melalui
drain atau insisi, atau secara internal pada luka bedah.
 Perdarahan dapat mengakibatkan turunnya tekanan
darah; meningkatkan kecepatan denyut jantung dan
pernapasan; denyut nadi lemah; kulot dingin, lembab,
pucat; serta gelisah.
 Apabila perdarahan terjadi secara eksternal, maka
perawat memperhatikan adanya peningkatan drainase
yang mengandung darah pada balutan atau melalui
drain. Apabila balutan basah, maka darah mengalir
ke samping pasien dan berkumpul di bawah sprei
tempat tidur. Prawat yang waspada selalu memeriksa
adanya drainase dibawah tubuh pasien. Apabila
perdarahan terjadi secara internal, maka tempat
pembedahan menjadi bengkak dan kencang.

Respons cedera sirkulasi


 Pasien yang menjalani bedah pelvis atau pasien yang
diposisikan litotomi selama pembedahan berlangsung
berisiko mengalami thrombosis vena provunda.
Trmbosis vena provunda adalah thrombosis pada

11 | K e p e r a w a t a n D a s a r I
vena yang letaknya dalam dan bkan superficial. Duaa
komplikasi serius dari TVP adalah embolisme
pulmonary dan sindrom pascafleblitis.
 Respons trombosit vena provunda secara patologis
dimulai dengan adanya inflamasi ringan sampai berat
dari vena yang terjadi dalam kaitannya dengan
pembekuan darah. Komplikasi dapat terjadi dalam
kaitannya dengan pembekuan darah. Komplikasi
dapat terjadi dari sejumlah penyebab, termasuk
cedera pada vena yang disebabkan oleh pengikat
yang terlalu ketat atau penahan tungkai pada waktu
operasi, tekanan dari gulungan selimut dibawah lutut,
hemokonsentrasi akibat kehilangan cairan atau
dehidrasi, atau yang lebih umum lagi adalah
melambatnya aliran darah dalam kstremitas akibat
metabolism yang melambat dan depresi sirkulasi
setelah pembedahan. Kemungkinan juga beberapa
faktor ini berinteraksi untuk menghasilkan
thrombosis. Tungkai kiri lebih sering terkena
dibanding yang kanan.
 Pengkajian TVP adalah dengan melihat tanda
Homan.

Pengkajian tanda-tanda dan gejala-gejala flebotrombosis A. dengan lutut fleksi,


pasien mengeluh nyeri pada beds saat dorsofleksi kaki (tanda Homan). Hal ini
adalah tanda thrombosis dini dan subklinis. Tanda ini mungkin ada atau
mungkin juga tidak ada. Kompresi lembut menunjukkan nyeri tekan pada otot
beds, B. tungkai yang terkena dapat membengkak dan vena lebih menonjol dan
dapat teraba dengan mudah.

Kontrol suhu  Lingkungan ruang operasi dan ruang pulih sadar


sangat dingin.
 Penurunan tingkat tinggi fungsi tubuh pasien

12 | K e p e r a w a t a n D a s a r I
menyebabkan turunnya metabolisme dan
menurunkan suhu tubuh. Apabila pasien mulai sadar,
mereka mungkin akan mengeluh kedinginan dan
tidak nyaman.
 Perawat mengukur suhu tubuh pasien dan
memberikan selimut hangat. Apbila suhu berada pada
≤35ºC, maka penghangat eksternal dapat digunakan.
Meningkatkan suhu tubuh menyebabkan peningkatan
metabolisme, sirkulasi, serta pernapasan pasien.
 Menggigil mungkin bukan merupakan tanda
hipotermia, tetapi hanya efek samping dari obat
anestesi tertentu. Menggigil dapat dikurangi dengan
memberikan Demerol dalam jumlah kecil.
 Pada hipertermia maligma tertentu, mungkin terjadi
komplikasi akibat pemberian anestesi yang dapat
mengancam kehidupan. Hipertermia maligna
menyebabkan takipnea, takikardia, tekanan darah
tidak stabil, dan kaku otot.

Status neurologi  Obat-obatan, perubahan elektrolit dan metabolisme,


nyeri dan faktor emosional dapat memengaruhi
tingkat keesadaran. Bersamaan dengan hilangnya
efek anestesi, maka refleks, kekuatan otot, dan
tingkat orientasi pasien akan kembali normal.
 Perawat mengkaji tingkat keadaran pasien dengan
cara memaggil nama pasien dengan suara sedang.
 Perawat memperhatikan apakah pasien berespons
dengan tepat atau terlihat bingung dan disorientasi.
 Apabila pasien tetap tidur atau tidak berespons, maka
perawat coba mengkaji pasien dengan cara
menyentuh atau menggerakkan bagian tubuh pasien
dengan lembut.
 Perawat dapat memeriksa refleks pupil, muntah, dan
mengkaji genggaman tangan serta pergerakan
ekstremitas pasien.
 Kaji tingkat responns sensibilitas dengan
membandingkan peta dermatom untuk menilai
kembalinya fungsi sensasi taktil. Pengkajian
dermatom (segmen area kulit yang dipengaruhi
segmen medulla spinalis).Saraf spinalis dilengkapi
saat kedatangan, selama periode pemulihan diruang
pulih sadar, dan saat pasien pindah dari ruang pulih

13 | K e p e r a w a t a n D a s a r I
sadar. Biasanya perawat menekan tangan atau
mencubit kulit pasien dengan lembut.
 Pengkajian orientasi pada lingkungan ruang pulih
sadar sangat penting dalam mempertahankan
kesadaran pasien. Perawat mengorientasikan pasien
kembali, menjelaskan bahwa pembedahannya sudah
selesai, dan memberikan gambaran tentang prosedur
dan tindakan keperawatan yang akan dilakukan
diruang pemulihan.

Respons nyeri  Saat pasien sadar dari anestesi umum, rasa nyeri
menjadi sanagt terasa. Nyeri mulai terasa sebelum
kesadaran pasien kembali penuh. Nyeri akut akibat
insisi menyebabkan pasien gelisah dan menyebabkan
tanda-tanda vital berubah.. apabila pasien merasa
nyeri, mereka sulit melakukan batuk efektif dan
napas dalam. Pasien yang mendapat anestesi regional
dan lokal biasannya tidak mengalami nyeri karena
area insisi masih berada dibawah pengaruh anestesi.
 Pengkajian rasa tidak nyaman pasien dan evaluasi
terapi untuk menghlangkan rasa nyeri pascaoperatif,
keperawatan yang penting. Skala nyeri merupakan
metode efektif bagi perawat untuk mengkaji nyeri
pascaoperatif, mengevaluasi respons pemberian
analgesik, dan mendokumentasikan beratnya nyeri.
Pengkajian nyeri pascaoperatif digunakan sebagai
dasar perawat mengevaluasi efektifitas intervensi
selama pemulihan pasien.
Genitourinari  Dalam waktu 6-8 jam setelah anestesi, pasien akan
mendapatkan kontrol fungsi berkemih secara
volunter, bergantung pada jenis pembedahan.
 Pasien perlu dibantu berkemih jika pasien tidak dapat
berkemih dalam waktu 8 jam. Karena kandung kemih
yang penuh dapat menyebabkan nyeri dan sering
menyebabkan kegelisahan selama pemulihan, maka
pemasangan kateter mungkin diperlukan.
 Apabila pasien telah terpasang kateter tetap, maka
urine harus mengalir sedikitnya 2ml/kg/jam pada
dewasa dan 11ml/kg/jam pada anak-anak.
 Perawat mengobservasi warna dan bau urine pasien.
 Pembedahan yang melibatkan saluran perkemihan,
biasanya akan menyebabkan urine mengandung

14 | K e p e r a w a t a n D a s a r I
darah kurang lebih selama 12-24 jam setelah
pembedahan, bergantung pada jenis pembedahan.

Sistem gastrointestinal :
1. Anastesi memperlambat motilitas gastrointestinal dan menyebabkan mual.
Normalnya, selama tahap pemulihan setelah pembedahan, bising usus
terdengar lemah atau hilang di keempat kuadran.
2. Inspeksi abdomen menentukan adanya distensi yang memungkinkan
terjadi akibat akumulasi gas.
3. Pada pasien yang baru menjalani pembedahan abdomen, distensi terjadi
jika pasien mengalamiperdarahan internal. Hal ini juga terjadi pada ileac
paralitik akibat pembedahan usus masalah ini mungkin juga berhubungan
dengan pemberian obat-obatan antikolinergik.
4. Pengaruh anastesi pada pengosongan lambungmaka isi lambung yang
terakumulasi tidak bisa keluar dan menimbulkan mual dan muntah.

Keseimbangan Cairan dan Elektrolit :


1. karena pasien bedah mengalami ketidak seimbangan cairan dan elektrolit,
maka perawat harus mempertahankan ketepatan infus IV. Setelah
pembedahan, pasien mungkin juga menerima produk darah yang
jumlahnya bergantung pada banyaknya kehilangan darah selama
pembedahan.
2. Catatan intake dan output cairan yang akurat membantu proses pengkajian
fungsi ginjal dan sirkulasi.

Integritas Kulit, kondisi luka dan Drainase :


1. Diruang pulih sadar, perawat mengkaji kondisi kulit pasien, melihat
adanya kemerahan,ptekie, abrasi, atau luka bakar.
2. Kemerahan dapat menunjukkan adanya sensitivitas terhadap obat atau
alergi.
3. Abrasi atau ptekie dapat terjadi karena posisiyang kurang tepat atau
pengikatan yang menyebabkancedera pada lapisan kulit.
4. Luka bakar dapat menunjukkan bahwa bantalan adekauter listrik tidak
terpasang dengan benar pada kulit pasien.
5. Setelah pembedahan, sebagian luka ditutup untuk melindungiluka dan
mengumpulkan drainase.
6. Perawat mengobservasi, jumlah, warna, bau, dan konsistensi drainase yang
terdapat pada balutan.

2.6 Diagnosis Pascaoperatif


Perawat melakukan diagnosis seperti gangguan integritas kulit, dapat
berlanjut menjadi masalah pascaoperatif. Perawat juga juga dapat
mengidentifikasifaktor resiko yang mengarah pada identifikasi diagnosis

15 | K e p e r a w a t a n D a s a r I
keperawatn baru. Perawat juga mempertimbangkan kebutuhan keluarga pasien
saat membuat diagnosis.
Berdasarkan pada data pengkajian diagnosis keperawatan pasca operatif
dapat mencakup beberapa diagnosis berikut ini :
1. Risiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
kontrol pernapasan efek sekunder anastesi.
2. Penurunan perfusi perifer berhubungan dengan depresi mekanisme
regulasi sirkulasi normal, perdarahan pasca operatif, penurunan curah
jantung, hipovolemia, pengumpulan darah perifer, dan vasokonstriksi
3. Nyeri berhubungan dengan cedera jarinngan lunak bedah urogenital,
kerusakan neuromuscular pascabedah.
4. Resiko terhadap cedera vaskular, pembentukan trombus pada ekstremitas,
efek sekunder kompresi p[osisi bedah
5. Konstipasi berhubungan denagnpenurunan motilitas lambung dan
ususselama periode intraoperatif
6. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan penurunan aktivitas, efek
medikasi dan penurunan pemasukan cairan
7. Kecemasan berhubungan dengan diagnosis pascaoperatif kemungkinan
perubahandalam gaya hidup dan perubahan dal konsep diri
8. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan kerentanan terhadap invasi
bakteri

Risiko tinggi pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kontrol
pernapasan efek sekunder anastesi

Tujuan : mengefektifikan jalan napas, mempertahan kan ventilasi pulmonal, dan


mencegah hipoksemia dan hiperkapnea.
Kriteria evaluasi :
1. Frekuensi pernapasan dalam batas normal (12-20x/menit)
2. Pasien tidak menggunakan otot bantu napas
3. Tidak terdenagr bunyi napas tambahan
4. Oral airway dapat dilepas tanpa komplikasi

intervensi rasional
Atur tempat pasien dengan Pasien biasanya masih mendapat
dekatkan pada akses oksigen dan oksigenasi pemeliharaan sampai
suction sadar penuh

Kaji dan observasi jalan napas  Deteksi awal untuk


interprestasi intervensi
selanjutnya
 Untuk mengetahui pasien
bernafas atau tidak adalah
dengan menempatkan
telapak tangan diatas

16 | K e p e r a w a t a n D a s a r I
hidung dan mulut pasien

Pertahankan kepatenan jalan Jalan napas oral atau oral airway


napas tetap tepasang untuk
memepertahankan kepatena jalan
napas sampai tercapai pernapasan
yang nyaman denagn kecepatan
normal.

Atur posisi kepala untuk Tindakan terhadap obstruksi


memepertahankan jalan napas hipofaringous termasuk
mendongakkan kepala kebelakang
dan mendorong kedepan pada
sudut rahang bawah seperti jika
mendorong gigi bawah di depan
gigi atas
Beri oksigen 3 liter/menit Pemenuhan oksigen dapat
membantu meningkatkan PaO 2 di
cairan otak yang akan
memengaruhi pengaturan
pernapasan

Risiko terhadap cedera vaskular (trombosis vena profunda/TVP) berhubungan


dengan cedera vaskular, pembentukan trombus pada ekstremitas, efek
sekunder kompresi posisi bedah.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam tidak terjadi TPV.
Kriteria: Tidak terdapat tanda-tqnda Homans.
Intervensi Rasional
Monitor tanda dan gejala trombosis Gejala pertama TVP bisa berupa nyeri
vena provunda (TVP). atau keram pada kaki seperti yang
ditunjukan oleh tanda Homan.
Lakukan latihan tungkai. Upaya yang diarahkan pada
pencegahan pembentukan trombus
termasuk tindakan seperti latihan
tungkai yang dapat diajarkan sebelum
pembedahan.
Hindari posisi kaki yang Duduk ditepi tempat tidur dan kaki
menggantung. menggantung dapat membahayakan
dan tidak dianjurkan pada pasien yang
rentan, karena tekanan dibawah lutut
dapat membahayakan sirkulasi.
Kalaborasi pemberian heparin. Heparin dosis rendah dapat diresepkan
dan diberikan melalui subkutan sampai
pasien bisa ambulasi. Warfarin dosis
rendah adalah antikoagulan lain yang
mungkin diberikan. Deztran 40 dan
Dextran 70 (dengan berat molekul

17 | K e p e r a w a t a n D a s a r I
yang rendah dan tinggi) adalah plasma
ekspander yang mengurangi
pembentukan bekuan mikroskopik
yang dicetuskan oleh hemokonsentrasi.

Nyeri berhubungan dengan cedera jaringan lunak bedah urogenital, kerusakan


neuromuskular pascabedah.
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang atau teradaptasi.
Kriteria evaluasi:
 TTV dalam batas normal
 Nyeri ditingkat 0 atau 1 dari skala 0-4

Intervensi Rasional
Kaji kemampuan kontrol nyeri pasien.Banyak faktor fisiologi (motivasi,
afektif, kognitif, dan emosional) yang
dapat mempengaruhi pasien nyeri.
Kaji persiapan pengelolaan nyeri Persiapan praoperatif yang diterima
praoperatif. oleh pasien (termasuk informasi
tentan apa yang diperkirakan dan
dukungan psikologis) adalah faktor
yang signifikan dalam menurunkan
ansietas dan nyeri yang dialami
dalam periode pascaoperatif.
Kaji skala nyeri. Skala nyeri pascaoperatif tergantung
pada persepsi psikologis dan
psikologis individu, toleransi yang
ditimbulkan untuk nyeri, letak insisi,
sifat prosedur, dan kedalaman trauma
bedah.
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan. Istirahat secara psikologis akan
 Istilah pasien. menurunkan kebutuhan oksigen yang
diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme basal.
 Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan O2 sehingga
pernapasan dalam saat nyeri menurunkan nyeri sekunder dari
muncul. iskemia spina.

 Ajarkan teknik distraksi pada Distraksi (pengalihan perhatian)


saat nyeri. dapat menurunkan stimulus internal.

 Manahemen lingkungan: Lingkungan tenang akan menurunkan


stimulus nyeri eksternal dan

18 | K e p e r a w a t a n D a s a r I
lingkungan tenang, batasi pembatasan penunjang akan
pengunjung dan istirahatkan membantu meningkatkan kondisi O2
pasien. ruangan yang akan berkurang apabila
banyak pengunjung yang berada
diruangan. Istirahat akan menurunkan
kebutuhan O2 jaringan perifer.
 Lakukan manajemen sentuhan. Manajemen sentuhan pada saat nyeri
berupa sentuhan dukungan psikologis
dapat membantu menurunkan nyeri.
Masase ringan dapat meningkatkan
aliran darah dan membantu suplai
darah dan oksigen ke ara nyeri.
 Lakukan teknik stimulasi Salah satu metode destraksi untuk
perkutaneus. menstimulasi pengeluaran endorfin-
enkafalin yang berguna sebagai
analgetik internal untuk memblok
rasa nyeri.
 Tingkatkan pengetahuan tentang Pengetahuan membantu mengurangi
penyebab nyeri dan nyerinya dan mengembangkan
menghubungkan berapa lama kepatuhan pasien terhadap rencana
teraupetik.
nyeri akan berlangsung.

Kolaborasi dengan dokter untuk Analgesik memblok lintasan nyeri,


pemberian analgesik. sehingga nyeri akan brrkurang.

Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas lambung dan usus selama


periode intraoperatif.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam fungsi peristaltik menjadi normal.
Kriteria evaluasi:
 TTV dalam batas normal.
 Peristaltik usus normal.
 Pasirn mampu BAB

19 | K e p e r a w a t a n D a s a r I
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan peristaltik setiap 4-  Anestesi umum akan
8 jam. mempengaruhi penurunan
peristaltik usus. Penilaian bunyi
bising usus merupakan
parameter penting yang
dilakukan perawat untuk
mengetahui fungsi intestinal
sudah optimal.
 Perawat mengkaji peristaltik
usus setiap 4-8 jam. Perawat
secara rutin mengauskultasi
abdomen untuk mendeteksi
kembalinya bising usus normal.
Adanya suara seperti berkumur
yang nyaring sebanyak 5-30 kali
per menit pada setup kuadran
abdomen menunjukkan bahwa
peristaltik telah kembali normal.
Bunyi gemerincing benda tinggi
yang disertai dengan distensi
abdomen menunjukkan usus
belum berfungsi dengan baik.
Perawat menanyakannya apakah
pasien sudah mengeluarkan gas
(flatus). Hal ini merupakan tanda
penting yang menunjukkan
bahwa fungsi usus telah kembali
normal.

Berikan asupan nutrisi dan Beberapa jam pertama setelah


tingkatkan secara bertahap. pembedahan, pasien hanya menerima
cairan melalui IV. apabila dokter
memprogramkan pemberian diet normal
pada malam pertama setelah
pembedahan, pertama-tama perawat
memberikan cairan yang encer,seperti
air, jus apel, atau teh, setelah mual
pasien hilang. Jumlah cairan yang
terlalu banyak dapat menyebabkan
distensi dan muntah. Apabila pasien
dapat menoleransi cairan tanpa rasa
mual, diet terus diberikan sesuai
program. Pasien yang telah menjalani

20 | K e p e r a w a t a n D a s a r I
bedah abdomen biasanya berpuasa 24-
48 jam pertama setelah pembedahan.
Apabila peristaltik sudah kembali,
perawat memberikan cairan yang encer,
dilanjutkan dengan cairan yang kental,
diet ringan makanan padat, dan akhirnya
diberikan diet reguler.
Lakukan dan tingkatkan ambulasi Aktivitas fisik merangsang kembalinya
dan latihan. peristaltik. Pasien yang mengalami
distensi abdomen dan "nyeri karena
gas" akan merasa lebih nyaman ketika
berjalan.
Pertahankan asupan cairan yang Cairan menjaga feses tetap lembut
adekuat. sehingga mudah dikeluarkan. Jus buah
dan air hangat biasanya sangat efektif.
Kolaborasi dengan dokter untuk Perawat memberikan enema, supositoria
pemberian obat supositoria. rektal, dan selang rektal sesuai instruksi.
Apabila terjadi konstipasi atau distensi,
dokter mencoba merangsang peristaltik
melalui katartik atau enema. Selang
rektal atau enema aliran balik
meningkatkan keluarnya flatus.

2.7 Kecemasan berhubungan dengan diagnosis pascaoperatif,


Kemungkinan perubahan dalam gaya hidup, dan perubahan dalam
konsep diri
Tujuan: Dalam waktu 1 x 24 jam tingkat kecemasan pasien beekurang atau
hilang.
Kriteria evaluasi:
 Pasien menyatakan kecemasan berkurang
 Pasien mampu mengenal perasaannya, dapat mengidentifikasi penyebab
atau faktor yang mempengaruhinya
 Pasien kooperatif terhadap tindakan
 Wajah rileks.
Intervensi Rasional
Kaji tanda verbal dan non verbal kecemasan, Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukan
dampingi pasien dan lakukan tindakan bila rasa agitasi, marah dan gelisah yang akan
menunjukan perilaku merusak memengaruhi posisi pasien pada brankar
sehingga mempunyai resiko jatuh. Apabila

21 | K e p e r a w a t a n D a s a r I
perawat mendapatlan gejala perubahan dari
non verbal, maka perawat meminta bantuan
dari perawat lain di ruang pemulihan untuk
melakukan fiksasi pada pasien.
Hindari konfrontasi. Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah,
menurunkan kerja sama, dan memperlambat
penyembuhan

Tingkatkan kontrol sensasi pasien. Kontrol sensasi pasien (dalam menurunkan


ketakutan) dengan cara memberikan
informasi tentang keadaan pasien,
menekankan terhadap penghargaan pada
sumber- sumber koping (pertahanan diri)
yang positif, membantu latihan relaksasi dan
teknik-teknik pengalihan, dan memberikan
respon baik dan positif
Orientasikan pasien terhadap prosedur rutin Orientasi dapat menurunkan kecemasan
dan aktivitas yang di harapkan.

2.8 Evaluasi Keperawatan Pascaoperatif


Evaluasi yang di harapkan pada pasien meliputi:
 Kembalinya fungsi fisiologis pada seluruh sistem secara normal;
 Tidak terjadi komplikasi pascabedah;
 Pasien dapat beristirahat dan memperoleh rasa nyaman;
 Hilangnya rasa cemas;
 Meningkatkan konsep diri pasien;

22 | K e p e r a w a t a n D a s a r I
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

23 | K e p e r a w a t a n D a s a r I

Anda mungkin juga menyukai