Anda di halaman 1dari 32

ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PADA TN.

A DENGAN
APENDESITIS AKUT DIRUANG ‘ARAFAH BEDAH
DI RSU CUT MEUTIA

DISUSUN OLEH :
ASMA’UL HUSNA
(2107401001)

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. IDA SURYAWATI , M.KEP

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) MUHAMMADIYAH
LHOKSEUMAWE
TAHUN 2023
IDENTITAS MAHASISWA MODUL
PRAKTEK KLINIK KJEPERAWATAN DASAR

Nama : Asmaul Husna


Nim : 2107401001
Program Studi : D-III Keperawatan
Email/ No. Hp : 0853 6247 9390
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PADA TN. A DENGAN


APENDESITIS AKUT DIRUANG ‘ARAFAH BEDAH
DI RSU CUT MEUTIA

Lhokseumawe, 09 Januari 2023

Telah disetujui oleh :


Dosen Pembimbing Clinic Instruktor Ruangan

Ns. Yudi Akbar, M.Kep Ns. Zakaria, S.Kep

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa Allah SWT, berkat
rahmat dan karunia Nya kami dapat menyelesaikan Laporan tugas praktik
keperawatan ini yang berjudul " ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PADA TN.
A DENGAN APENDESITIS AKUT DIRUANG ‘ARAFAH BEDAH I RSU CUT
MEUTIA” dengan tepat waktu.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing dan
kepala ruangan arafah I yang telah membantu kami, sehingga kami merasa lebih
ringan dan lebih mudah menyusun Laporan ini.
Kami menyadari bahwa teknik penyusunan dan materi yang kami sajikan
masih kurang sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang
mendukung dengan tujuan untuk menyempurnakan makalah ini.

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB 1 : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Tujuan .............................................................................................. 3
1.3 Rumusan Masalah............................................................................ 3

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Dasar................................................................................... 4
1. Definisi........................................................................................ 4
2. Tanda Dan Gejala........................................................................ 4
3. Etiologi........................................................................................ 5
4. Pathofisiologi............................................................................... 6
5. Pathway....................................................................................... 7
6. Manifestasi Klinis........................................................................ 8
7. Pemeriksaan Diagnostik ............................................................. 8
8. Penatalaksanaan........................................................................... 9
9. Komplikasi ................................................................................. 10
2.2 Asuhan Keperawatan........................................................................ 12
1. Pengkajian................................................................................... 12
2. Diagnosis Keperawatan .............................................................. 14
3. Intervensi Keperawatan............................................................... 15
4. Implementasi Keperawatan ........................................................ 15
5. Evaluasi ...................................................................................... 16

BAB III : TINJAUAN KASUS ................................................................... 18


3.1 Pengkajian ......................................................................................... 18
3.2 Analisa Data....................................................................................... 19
3.3 Diagnosis Keperawatan ..................................................................... 20
3.4 Intervensi Keperawatan...................................................................... 20
3.5 Implementasi Dan Evaluasi................................................................ 23

BAB IV : PENUTUP
4.1 Kesimpulan......................................................................................... 26
4.2 Daftar Pustaka.................................................................................... 26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya
proses radang bakteri yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus
diantaranya. Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing
askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari
kebanyakan penyakit ini. (Rudi Haryono, 2012).
Appendisitis merupakan penyakit yang menjadi perhatian oleh karena
angka kejadian appendisitis tinggi di setiap negara. Resiko perkembangan
appendisitis bisa seumur hidup sehingga memerlukan tindakan pembedahan.
Appendicitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak
kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insiden tertinggi pada kelompok
umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insiden pada laki-laki dan perempuan
umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun insiden laki-laki lebih
tinggi (Sjamsuhidajat & de jong, 2010).
Keluhan appendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus
atau periumbilikus yang disertai dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan
beralih ke kuadran kanan bawah, yang akan menetap dan diperberat bila
berjalan. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak
terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi
diare, mual, dan muntah. Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada
keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen
bawah akan semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat
ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran
kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan
spasme biasanya juga muncul (Mansjoer, 2011).
Appendisitis yang tidak segera ditatalaksana akan menimbulkan
komplikasi. Salah satu komplikasi yang paling membahayakan adalah
perforasi. Perforasi terjadi 24 jam setelah timbul nyeri. Gejalanya mencakup

1
demam dengan suhu 37,7°C atau lebih tinggi, dan nyeri abdomen atau nyeri
tekan abdomen yang kontinyu (RAdwan, 2013).
Dampak dari appendisitis terhadap kebutuhan dasar manusia
diantaranya kebutuhan dasar cairan, karena penderita mengalami demam
tinggi sehingga pemenuhan cairan berkurang. Kebutuhan dasar nutrisi
berkurang karena klien appendisitis mengalami mual, muntah, dan tidak nafsu
makan. Kebutuhan rasa nyaman penderita mengalami nyeri pada abdomen
karena peradangan yang dialami dan personal hygine terganggu karena
penderita mengalami kelemahan. Kebutuhan rasa aman, penderita mengalami
kecemasan karena penyakit yang di deritanya dan bila tidak terawat, angka
kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika umbai
cacing yang terinfeksi hancur (Elizabeth J. Corwin, 2011).
Penatalaksanaan klien dengan appendisitis meliputi terapi farmakologi
dan terapi bedah. Terapi farmakologi yang diberikan adalah antibiotik, cairan
intravena dan analgetik. Antibiotik dan cairan intravena diberikan sampai
pembedahan dilakukan, analgetik dapat diberikan setelah diagnosa
ditegakkan (W. Sofiah, 2017).
Masalah keperawatan yang akan muncul pada kasus preoperative
appendisitis yaitu nyeri akut, hipertermia, dan ansietas, sedangkan masalah
keperawatan yang akan muncul pada kasus post operatif appendisitis yaitu
nyeri akut, resiko infeksi, resiko hypovolemia. Sebelum dilakukan
pembedahan perawat perlu memprioritaskan tindakan keperawatan yang
dilakukan yaitu dengan mengurangi nyeri, mencegah terjadinya komplikasi
pre operatif, dan memberikan informasi tentang kondisi atau prognosis dan
kebutuhan pengobatannya, terutama yang akan menjalani tindakan operasi
agar tidak menimbulkan kecemasan bagi klien (Soewito, 2017).

2
1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan laporan ini adalah untuk memperoleh
gambaran Asuhan Keperawatan pada Pasien TN. A dengan Gangguan
apendisitis Akut Diruang ‘Arafah Bedah I Rsu Cut Meutia.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mendapatkan gambaran data yang tercantum dalam teori dan
data hasil pengkajian sesuai dengan keluhan pada Pasien TN. A
dengan Apendisitis Akut di Diruang Bedah ‘Arafah I RSU Cut Meutia
b. Untuk mendapatkan gambaran diagnosa keperawatan yang terdapat
dalam teori dengan diagnosa keperawatan pada Pasien TN. A dengan
Apendisitis Akut di Diruang Bedah ‘Arafah I RSU Cut Meutia
c. Untuk mendapatkan gambaran antara rencana keperawatan yang
terdapat dalam teori dengan rencana keperawatan pada Pasien TN. A
dengan Apendisitis Akut di Diruang Bedah ‘Arafah I RSU Cut Meutia
d. Untuk mendapatkan gambaran antara tindakan keperawatan yang
terdapat dalam teori dengan tindakan keperawatan pada Pasien TN. A
dengan Apendisitis Akut di Diruang Bedah ‘Arafah I RSU Cut
Meutia.
e. Untuk mendapatkan gambaran antara evaluasi keperawatan yang
terdapat dalam teori dengan evaluasi keperawatan pada Pasien TN. A
dengan Apendisitis Akut di Diruang Bedah ‘Arafah I RSU Cut
Meutia.

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang, maka dapat dirumuskan
masalah“ Bagaimanakah gambaran asuhan keperawatan pada pasien post
operasi apendiktomi dengan masalah keperawatan nyeri akut di ruang bedah
‘Arafah I RSU Cut Meutia ”.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar


1. Definisi
Appendiks adalah ujung seperti jari yang kecil panjangnya kira-kira
10 cm (94 inci), melekat pada sekum tepat di bawah katup ileosekal.
Appendiks berisi makanan dan mengosongkan diri secara teratur ke dalam
sekum. Karena pengosongannya tidak efektif dan lumennya kecil,
appendiks cenderung menjadi tersumbat dan rentan terhadap infeksi.
(Brunner dan Sudarth, 2002).
Apendisitis adalah infeksi pada appendiks karena tersumbatnya lumen
oleh fekalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan cacing usus.
Obstruksi lumen merupakan penyebab utama Apendisitis. Erosi
membrane mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti
Entamoeba histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis
(Ovedolf, 2006).
Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan
merupakan penyebab nyeri abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini
menyerang semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih
sering menyerang laki-laki berusia 10 sampai 30 tahun dan merupakan
penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran bawah kanan dan
merupakan penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat
(Smeltzer & Bare, 2013).
Appendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing.
Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus
memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang
terinfeksi (Anonim, 2007 dalam Docstoc, 2010)
2. Tanda Dan Gejala
Gejala utama radang usus buntu adalah rasa sakit pada perut bagian
kanan bawah. Banyak juga penderita yang merasakan sakitnya berawal

4
dari pusar, kemudian menjalar ke perut kanan bawah. Kondisi ini terjadi
secara tiba-tiba dan mungkin akan memburuk selama beberapa jam ke
depan. Sebaiknya, hindari minum obat pereda nyeri untuk gejala
apendisitis akut karena bisa menutupi gejala yang perlu diketahui oleh
dokter. Berikut adalah bebrapa gejala radang usus buntu yang terjadi pada
orang dewasa, seperti:
 Rasa sakit di sekitar pusar lalu berpindah ke sisi kanan bawah perut.
 Perut membengkak.
 Muntah.
 Kehilangan selera makan.
 Demam dan menggigil.
 Sembelit atau diare.
 Kesulitan untuk membuang gas (kentut).
Sakit yang Anda rasakan bisa saja memburuk dari waktu ke waktu,
saat melakukan gerakan, bernapas dalam, batuk, bersin, atau bahkan
hanya menyentuh perut. Apabila usus buntuk pecah, Anda juga bisa saja
merasakan sakit di seluruh area perut. Lokasi munculnya rasa sakit pada
kondisi apendisitis akut bisa berbeda-beda, tergantung usia dan letak usus
buntu. Misalnya, penderita yang sedang hamil, nyeri terasa di perut atas
karena letak usus buntu lebih tinggi saat mengandung.
3. Etiologi
Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik tetapi ada faktor
prediposisi yaitu:
a. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya
obstruksi ini terjadi karena:
1) Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab
terbanyak.
2) Adanya faekolit dalam lumen appendiks
3) Adanya benda asing seperti biji-bijian
4) Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.

5
b. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan
Streptococcus.
c. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30
tahun (remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan
jaringan limpoid pada masa tersebut.
d. Tergantung pada bentuk apendiks:
1) Appendik yang terlalu panjang
2) Massa appendiks yang pendek
3) Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
4) Kelainan katup di pangkal appendiks
(Nuzulul, 2009)

Appendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan


sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor
yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan
limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula
menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan
appendicitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E.
histolytica (Jong,2010).
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan
makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya
appendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang
berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya
pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah
timbulnya appendisitis akut (Jong, 2010).
4. Pathofisiologi
Appendisitis kemungkinan dimulai oleh obstruksi dari lumen yang
disebabkan oleh feses yang terlibat atau fekalit. Penjelasan ini sesuai
dengan pengamatan epidemiologi bahwa appendisitis berhubungan
dengan asupan serat dalam makanan yang rendah (Burkitt, 2007).

6
Pada stadium awal dari appendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi
mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan
lapisan muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta
terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan
peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen,
menyebabkan peritonitis lokal (Burkitt, 2007).
Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke
dalam lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang
menyuplai apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang
suplai darah menjadi nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi
dan menyebar ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus
oleh omentum, abses lokal akan terjadi (Burkitt, 2007).
5. Pathway

7
6. Manifestasi Klinik
a. Nyeri kuadran kanan bawah dan biasanya demam ringan
b. Mual, muntah
c. Anoreksia, malaise
d. Nyeri lepas lokal pada titik Mc. Burney
e. Spasme otot
f. Konstipasi, diare
(Nurarif & Kusuma , 2016 )
7. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Saputro (2018), pemeriksaan penunjang apendiksitis meliputi
sebagai berikut :
a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : akan tampak adanya pembengkakan (swelling) rongga
perut dimana dinding perut tampak mengencang (distensi).
2) Palpasi : didaerah perut kanan bawah bila ditekan akan terasa
nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri (Blumberg
sign) yang mana merupakan kunci dari diagnosis apendiksitis
akut.
3) Dengan tindakan tungkai bawah kanan dan paha diteku
kuat/tungkai di angkat tinggi-tinggi, maka rasa nyeri di perut
semakin parah (proas sign).
4) Kecurigaan adanya peradangan usus buntu semakin bertambah
bila pemeriksaan dubur dan atau vagina menimbulkan rasa nyeri
juga.
5) Suhu dubur yang lebih tinggi dari suhu ketiak, lebih menunjang
lagi adanya radang usus buntu.
b. Pemeriksaan Laboratorium
1) SDP: Leukositosis diatas 12.000/mm3, Neutrofil meningkat
sampai 75%,
2) Urinalisis: Normal, tetapi eritrosit/leukosit mungkin ada.

8
3) Foto abdomen: Dapat menyatakan adanya pergeseran, material
apendiks (fekalit), ileus terlokalisir Kenaikan dari sel darah putih
(leukosit) hingga 10.000- 18.000/mm3. Jika peningkatan lebih dari
itu, maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi
(pecah).
c. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos perut dapat memperlihatkan adanya fekalit.
2) Ultrasonografi (USG)
3) CT Scan
4) Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen, USG
abdomen dan Apendikogram
8. Penatalaksanaan
Alhinduan (2020), menyebutkan penatalaksanan yang dilakukan pada
klien apendisitis yaitu penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan
keperawatan :
a. Penatalaksanaan Medis
1) Pembedahan (konvensional atau laparaskopi) apabila diagnosa
apendisitis telah ditegakan dan harus segera dilakukan untuk
mengurangi risiko perforasi.
2) Berikan obat antibiotik dan cairan IV sampai tindakan
pembedahan dilakukan.
3) Agen analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakan.
4) Operasi (apendiktomi), bila diagnosa telah ditegakan yang harus
dilakukan adalah operasi membuang apendiks (apendiktomi).
Penundaan apendiktomi dengan cara pemberian antibiotik dapat
mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses apendiks
dilakukan drainage.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Tatalaksana apendisitis pada kebanyakan kasus adalah
apendiktomi. Keterlambatan dalam tatalaksana dapat
meningkatkan kejadian perforasi. Teknik laparoskopi sudah

9
terbukti menghasilkan nyeri pasca bedah yang lebih sedikit,
pemulihan yang lebih cepat dan angka kejadian infeksi luka yang
lebih rendah. Akan tetapi terdapat peningkatan kejadian abses intra
abdomen dan pemanjangan waktu operasi. Laparoskopi itu
dikerjakan untuk diagnosa dan terapi pada pasien dengan akut
abdomen, terutama pada wanita.
2) Tujuan keperawatan mencakup upaya meredakan nyeri, mencegah
defisit volume cairan, mengatasi ansietas, mengurangi risiko
infeksi yang disebabkan oleh gangguan potensial atau aktual pada
saluran gastrointestinal, mempertahankan integritas kulit dan
mencapai nutris yang optimal.
3) Sebelum operasi, siapkan pasien untuk menjalani pembedahan,
mulai jalur Intra Vena berikan antibiotik, dan masukan selang
nasogastrik (bila terbukti ada ileus paralitik), jangan berikan
laksatif.
9. Komplikasi
Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan appendisitis.Adapun
jenis komplikasi menurut (Sulekale, 2016) adalah :
a. Abses
Abses merupakan peradangan apendiks yang berisi pus. Teraba
massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini
mulamula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang
mengandung pus. Hal ini terjadi apabila appendisitis gangren atau
mikroperforasi ditutupi oleh omentum. Operasi appendektomi untuk
kondisi abses apendiks dapat dilakukan secara dini (appendektomi
dini) maupun tertunda (appendektomi interval). Appendektomi dini
merupakan appendektomi yang dilakukan segera atau beberapa hari
setelah kedatangan klien di rumah sakit. Sedangkan appendektomi
interval merupakan appendektomi yang dilakukan setelah terapi
konservatif awal, berupa pemberian antibiotika intravena selama
beberapa minggu.

10
b. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga
bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12
jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24
jam.Perforasi dapat diketahui praoperatif pada 70% kasus dengan
gambaran klinis yang timbul lebih dari 36 jam sejak sakit, panas lebih
dari 38,5° C, tampak toksik, nyeri tekan seluruh perut, dan
leukositosis terutama Polymorphonuclear (PMN). Perforasi baik
berupa perforasi bebas maupun mikroperforasi dapat menyebabkan
terjadinya peritonitis. Perforasi memerlukan pertolongan medis segera
untuk membatasi pergerakan lebih lanjut atau kebocoran dari isi
lambung ke rongga perut. Mengatasi peritonitis dapat dilakukan
oprasi untuk memperbaiki perforasi, mengatasi sumber infeksi, atau
dalam beberapa kasus mengangkat bagian dari organ yang
terpengaruh .
c. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum. Bila infeksi
tersebar luas pada permukaan peritoneum dapat menyebabkan
timbulnya peritonitis umum. Aktivitas peristaltik berkurang sampai
timbul ileus paralitik, usus meregang, dan hilangnya cairan elektrolit
mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguria.
Peritonitis disertai rasa sakit perut yang semakin hebat, muntah, nyeri
abdomen, demam, dan leukositosis. Penderita peritonitis akan
disarankan untuk menjalani rawat inap di rumah sakit. Beberapa
penanganan bagi penderita peritonitis adalah :
1) Pemberian obat-obatan. Penderita akan diberikan antibiotik suntik
atau obat antijamur bila dicurigai penyebabnya adalah infeksi
jamur, untuk mengobati serta mencegah infeksi menyebar ke
seluruh tubuh. Jangka waktu pengobatan akan disesuaikan dengan
tingkat keparahan yang dialami klien.

11
2) Pembedahan. Tindakan pembedahan dilakukan untuk membuang
jaringan yang terinfeksi atau menutup robekan yang terjadi pada
organ dalam.

2.2 Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Data demografi
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor register.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Nyeri pada daerah abdomen kanan bawah.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengatakan nyeri pada daerah abdomen kanan bawah yang
menembus kebelakang sampai pada punggung dan mengalami
demam tinggi
3) Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami operasi sebelumnya pada colon.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga ada yang mengalami jenis penyakit yang
sama.
c. Pemeriksaan fisik ROS (review of system)
1) Kedaan umum : kesadaran composmentis, wajah tampak
menyeringai, konjungtiva anemis.
2) Sistem kardiovaskuler : ada distensi vena jugularis, pucat, edema,
TD >110/70mmHg; hipertermi.
3) Sistem respirasi : frekuensi nafas normal (16-20x/menit), dada
simetris, ada tidaknya sumbatan jalan nafas, tidak ada gerakan
cupinghidung, tidak terpasang O2, tidak ada ronchi, whezing,
stridor.

12
4) Sistem hematologi : terjadi peningkatan leukosit yang merupakan
tanda adanya infeksi dan pendarahan.
5) Sistem urogenital : ada ketegangan kandung kemih dan keluhan
sakit pinggang serta tidak bisa mengeluarkan urin secara lancer.
6) Sistem muskuloskeletal : ada kesulitan dalam pergerakkan karena
proses perjalanan penyakit.
7) Sistem Integumen : terdapat oedema, turgor kulit menurun,
sianosis, pucat.
8) Abdomen : terdapat nyeri lepas, peristaltik pada usus ditandai
dengan distensi abdomen.
d. Pola fungsi kesehatan menurut Gordon.
1) Pola persepsi dan tatalaksana hidup sehat
Adakah ada kebiasaan merokok, penggunaan obat-obatan, alcohol
dan kebiasaan olahraga (lama frekwensinya), karena dapat
mempengaruhi lamanya penyembuhan luka.
2) Pola nutrisi dan metabolism.
Klien biasanya akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi
akibat pembatasan intake makanan atau minuman sampai
peristaltik usus kembali normal.
3) Pola Eliminasi.
Pada pola eliminasi urine akibat penurunan daya konstraksi
kandung kemih, rasa nyeri atau karena tidak biasa BAK ditempat
tidur akan mempengaruhi pola eliminasi urine. Pola eliminasi alvi
akan mengalami gangguan yang sifatnya sementara karena
pengaruh anastesi sehingga terjadi penurunan fungsi.
4) Pola aktifitas.
Aktifitas dipengaruhi oleh keadaan dan malas bergerak karena
rasa nyeri, aktifitas biasanya terbatas karena harus bedrest berapa
waktu lamanya setelah pembedahan.

13
5) Pola sensorik dan kognitif.
Ada tidaknya gangguan sensorik nyeri, penglihatan serta
pendengaran, kemampuan berfikir, mengingat masa lalu, orientasi
terhadap orang tua, waktu dan tempat.
6) Pola Tidur dan Istirahat.
Insisi pembedahan dapat menimbulkan nyeri yang sangat sehingga
dapat mengganggu kenyamanan pola tidur klien.
7) Pola Persepsi dan konsep diri.
Penderita menjadi ketergantungan dengan adanya kebiasaan gerak
segala kebutuhan harus dibantu. Klien mengalami kecemasan
tentang keadaan dirinya sehingga penderita mengalami emosi
yang tidak stabil.
8) Pola hubungan.
Dengan keterbatasan gerak kemungkinan penderita tidak bisa
melakukan peran baik dalam keluarganya dan dalam masyarakat.
penderita mengalami emosi yang tidak stabil.
9) Pemeriksaan diagnostic.
a) Ultrasonografi adalah diagnostik untuk apendistis akut.
b) Foto polos abdomen : dapat memperlihatkan distensi sekum,
kelainan non spesifik seperti fekalit dan pola gas dan cairan
abnormal atau untuk mengetahui adanya komplikasi pasca
pembedahan.
c) Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya
peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
d) Pemeriksaan Laboratorium.
 Darah : Ditemukan leukosit 10.000 – 18.0000 µ/ml.
 Urine : Ditemukan sejumlah kecil leukosit dan eritrosit.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
baik yang berlangsung aktual maupun potensial (PPNI, 2017).

14
Berdasarkan pada semua data pengkajian diagnosa keperawatan utama
yang dapat muncul pada kl appendicitis, antara lain :
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi (inflamasi
appendicitis).(D.0077)
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik(Prosedur
oprasi). (D.0077)
c. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit (Infeksi pada
appendicitis). (D.0130)
d. Risiko Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan secara
aktif (muntah). (D.0034)
e. Resiko hipovolemia ditandai dengan efek agen farmakologis(D.0034)
f. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080)
g. Resiko Infeksi ditandai dengan efek prosedur infasive (D.0142).
3. Intervensi Keperawatan
Perencanaan keperawatan atau intervensi keperawatan adalah
perumusan tujuan, tindakan dan penilaian rangkaian asuhan keperawatan
pada klien berdasarkan analisa pengkajian agar masalah kesehatan dan
keperawatan klien dapat diatasi (Nurarif, A. H., & Kusuma, 2016).
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
Kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter, P., & Perry, 2014).
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan
dimana rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan
intervensi/aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap
untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat
waktu dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi
prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan,
memantau dan mencatat respons klien terhadap setiap intervensi dan

15
mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan Kesehatan
lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat mengevaluasi dan
merevisi rencana perawatan dalam tahap proses keperawatan berikutnya
(Wilkinson.M.J, 2012).
Komponen tahap implementasi :
a. Tindakan keperawatan mandiri.
b. Tindakan keperawatan edukatif.
c. Tindakan keperawatan kolaboratif.
d. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan.
5. Evaluasi
Menurut (Setiadi, 2012) dalam buku konsep dan penulisan asuhan
keperawatan tahapan penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang
sistematis dan ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan
dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya. Terdapa
dua jenis evaluasi:
a. Evaluasi Formatif (Proses)
Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan
dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan
segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan
guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal
dengan istilah SOAP :
1) S (subjektif) : Data subjektif dari hasil keluhan klien, kecuali pada
klien yang afasia.
2) O (objektif) : Data objektif dari hasi observasi yang dilakukan
oleh perawat.
3) A (analisis) : Masalah dan diagnosis keperawatan klien yang
dianalisis atau dikaji dari data subjektif dan data objektif.

16
4) P (perencanaan) : Perencanaan kembali tentang pengembangan
tindakan keperawatan, baik yang sekarang maupun yang akan
datang dengan tujuan memperbaiki keadaan kesehatan klien.
b. Evaluasi Sumatif (Hasil)
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua
aktivitas proses keperawatan selesi dilakukan. Evaluasi sumatif ini
bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang
telah diberikan. Ada 3 kemungkinan evaluasi yang terkait dengan
pencapaian tujuan keperawatan (Setiadi, 2012), yaitu:
1) Tujuan tercapai atau masalah teratasi jika klien menunjukan
perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
2) Tujuan tercapai sebagian atau masalah teratasi sebagian atau klien
masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan
perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan.
3) Tujuan tidak tercapai atau masih belum teratasi jika klien hanya
menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama
sekali.

17
BAB III
TINJAUAN KASUS

18
ANALISA DATA
NO DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
1 Data Subjektif : Agen Pencedera Nyeri akut
- Pasien mengeluh nyeri Fisiologis
perut kanan bawah lebih ( Inflamasi
kurang 5 hari ini Appendisitis )
- Nyeri terus menerus
- Menjalar ke ulu hati

Data Objektif :
- Klien tanpak meringis
- Skala nyeri : 6
- TTV :
TD : 110/70 mmHg
N : 104 X/mnt
RR : 20 X/mnt
Suhu : 38 oc

2 Data Subjektif : Kekurangan Intake Resiko


- Pasien mengeluh mual Cairan Hipovolemia
dan muntah
- Perut kembung
- diare

Data Objektif :
- Pasien demam , pasien
terpasang infus
- TTV :
TD : 110/70 mmHg

19
N : 104 X/mnt
RR : 20 X/mnt
Suhu : 38 oc

3 Data Subjektif : Ketidaktahuan Ansietas


- Menanyakan masalah Menemukan sumber
yang dihadapi Informasi

Data Objektif :
- Klien dan kluarga tidak
tahu tentang penyakit
yang dialami dan cara
perawatannya

- Klien dan kluarga


tanpak bingung

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Nyeri Akut Berhubungan Dengan Agen Pencedera Fisiologi ( Inflamasi
Appendisitis )
2) Resiko Hipovolemia Berhubungan Dengan Kekurangan Intake Cairan
3) Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi

INTERVENSI KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA TUJUAN/NOC NIC
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan Tindakan Manajemen nyeri :
Berhubungan keperawatan Selama 1x8 Jam Observasi
Dengan Agen diharapkan tingkat nyeri dapat 1. Identifikasi lokasi ,
Pencedera menurun dengan Kriteria Hasil : karakteristik,
Fisiologi(Inflamasi 1. Keluhan nyeri menurun. durasi,frekuensi,
Appendisitis ) 2. Meringis menurun kulaitas nyeri, skala

20
3. Sikap protektif menurun. nyeri,
4. Gelisah menurun. 2. intensitas nyeri
Identifikasi respon
nyeri non verbal.
3. Identivikasi factor
yang memperberat dan
memperingan nyeri.

Terapeutik
1. Berikan Teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa
nyeri.
2. Fasilitasi istirahat dan
tidur.
3. Kontrol lingkungan
yang memperberat
rasa nyeri.
Edukasi
1. jelaskan strategi
meredakan nyeri
2. Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi
pemberian analgetik jika
perlu,
2 Risiko Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen hypovolemia
berhubungan dengan Tindakan keperawatan Selama 1x8 Observasi :
kehilangan cairan Jam 1. Periksa tanda dan

21
secara aktif Status cairan gejala hipovolemia.
(muntah). membaik dengan 2. Monitor intake dan
Kriteria Hasil : output cairan.
1. Kekuatan nadi Terapeutik :
meningkat. 1. Berikan asupan cairan
2. Membrane mukosa oral
lembap. Edukasi :
3. Frekuensi nadimembai 1. Anjurkan
4. Tekanan darah memperbanyak asupan
membaik. cairan oral.
5. Turgor kulit 2. Anjurkan menghindari
membaik. perubahan posisi
mendadak.
Kolaborasi :
Kolaborasi peberian cairan IV.
3 Ansietas Setelah dilakukan Reduksi ansietas
berhubungan dengan tindakan keperawatan Selama 1x8 Observasi :
kurang terpapar Jam tingkat ansietas 1. Identivikasi saat
informasi menurun dengan Kriteria Hasil : tingkat ansietas
1. Verbalisasi berubah.
kebingungan 2. Monitor tanda-
menurun. tanda ansietas
2. Verbalisasi khawatir verbal dan non
akibat menurun. verbal
3. Prilaku gelisah 3. Temani klien
menurun. untuk mengurangi
4. Prilaku tegang menurun. kecemasan jika
perlu
4. Dengarkan dengan
penuh perhatian
5. Gunakan

22
pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan.
6. Jelaskan prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin
dialami.
7. Anjurkan keluarga
untuk tetap
bersama klien, jika
perlu.
8. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan dan
persepsi.
9. Latih teknik
relaksasi.
Kolaborasi
pemberian obat antiansietas
jika perlu.

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI


NO DIAGNOSA HARI/ IMPLEMENTASI EVALUASI
KEPERAWATAN JAM
1 Nyeri Akut Hari 1 Memberikan Tindakan S : Pasien mengeluh
Berhubungan Rabu, keperawatan diharapkan nyeri perut bagian kanan
Dengan Agen 11/01/23 tingkat nyeri dapat bawah
Pencedera menurun :
Fisiologi(Inflamasi 10 : 00  Memberikan O : k/u lemah
Appendisitis ) WIB obat kolaborasi Skala nyeri : 6
supaya keluhan TD : 110/70 mmHg

23
nyeri pasien N : 104 X/mnt
menurun . RR : 20 X/mnt
-Drip Suhu : 38 oc
paracetamol 1 A : Nyeri
gr/8 jam Masalah belum teratasi

P : - Observasi keluhan
pasien
- Monitong tetesan
infus
- Menghitung
cairan infus
- Mengikuti visit
dokter
- Intervensi
dilanjutkan
2 Risiko Hari 1 Setelah dilakukan S: - Pasien mengeluh
Hipovolemia Rabu, Tindakan keperawatan mual dan muntah
berhubungan 11/01/23 Selama 1x8 Jam - Perut kembung
dengan Status cairan - diare
kehilangan cairan 10 : 00 Membaik :
secara aktif WIB - Mengobservasi
(muntah). tanda dan gejala O: k/u lemah
dehidrasi (kulit TD : 110/70 mmHg
membrane N : 104 X/mnt
mukosa kering , RR : 20 X/mnt
kenaikan berate Suhu : 38 oc
jenis urine tiap 4
jam dan rasa A: mual
haus). Masalah belum teratasi

24
- Monitor TTV :
TD : 110/70 P: - observasi keluhan
mmHg pasien
N : 104 X/mnt - Anjurkan
RR : 20 X/mnt memperbanyak
Suhu : 38 oc asupan cairan
- Monitor intake oral
dan output cairan - Kolaborasi
peberian cairan
IV.
- Intervensi
dilanjutkan
3 Ansietas Hari 1 Setelah dilakukan S: - Menanyakan
berhubungan Rabu, tindakan keperawatan masalah yang dihadapi
dengan 11/01/23 Selama 1x8 Jam tingkat
kurang terpapar ansietas O: - Klien dan kluarga
informasi 10 : 00 menurun : tidak tahu tentang
WIB - Monitor tanda- penyakit yang dialami
tanda ansietas dan cara perawatannya
verbal dan non
verbal A: Bingung , gelisah
- Temani klien Masalah belum teratasi
untuk
mengurangi P: - Latih teknik
kecemasan relaksasi
- Dengarkan - pemberian obat
dengan penuh antiansietas
perhatian - intervensi
dilanjutkan

BAB IV

25
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Apendiksitis akut adalah suatu proses obstruksi yang disebabkan oleh
inflamasi akut pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, kemudian
diikuti proses infeksi dan disusul oleh peradangan dari appendiks.
2. Pada tahap pengkajian diperlukan pengkajian yang cermat dan mengenal
terlebih dahulu masalah pasien agar dapat memberikan pengarahan dan
kepada tindakan yang dilakukan dan berfokus pada kebutuhan Bio-
psikososial dan spiritual dan disimpulkan secara komperatif. Ada pun
pengkajian apendiksitis akan ditemukan nyeri kuadran kanan bawah dan
biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah, dan hilangnya nafsu
makan nyeri tekan lokal pada titik Mc-Burney.
3. Diagnosa keperawatan teoritis kepada kebutuhan dasar manusia
berdasarkan teoritis Abraham Maslow dan memperlihatkan repon
individu/pasien terhadap penyakit atau kondisi yang didalamnya.
4. Intervensi keperawatan dilakukan untuk mengetahui dan menanggulangi
masalah kesehatan pasien dengan gangguan sistem pencernaan
apendiksitis akut berdasarkan prioritas masalah pada saat pengkajian.
5. Implementasi dilakukan untuk menanggulangi masalah kesehatan pada
pasien dengan gangguan sistem pencernaan yang dilakukan berdasarkan
rencana tindakan dicapai pada setiap pencernaan yang dilakukan
berdasarkan rencana tindakan dicapai pada setiap tindakan.
6. Evaluasi merupakan hasil yang dicapai pada setiap tindakan keperawatan
dengan gangguan sistem pencernaan apendiksitis akut mulai catatan
perkembangan yang didapat dari pasien.

26
DAFTAR PUSTAKA

Burkitt, and R. (2007). Appendicitis. In: Essential Surgery Problems, Diagnosis,


& Management . (4th ed.). London: Elsevier Ltd. Jong, S. & de. (2010).
Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Elizabeth, J, Corwin. (2009). Biku saku Fatofisiologi, EGC, Jakarta.
Fatma (2010). Askep Appendiksitis. Diakses
http://fatmazdnrs.blogspot.com/2010/08/askep appendicitis.html pada tanggal 09
Mei 2012.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
Mansjoer, A. (2001). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius
FKUI
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis
Berdasarkan Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai
Kasus. Jogjakarta: Mediaction.
Nuzulul. (2009). Askep Appendiksitis. Diakses
http://nuzulul.fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35840-Kep
%20Pencernaan Askep%20Apendisitis.html tanggal 09 Mei 2012.
Potter, P., & Perry, A. (2014). Fundamentals of Nursing (7th ed.). Philadelphia:
Elsevier Ltd.
PPNI, T. P. S. D. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Smeltzer, Bare (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Brunner &
suddart. Edisi 8. Volume 2. Jakarta, EGC

27

Anda mungkin juga menyukai