Anda di halaman 1dari 57

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

N
DENGAN OPERASI BATU URETER (URETEROLITHIASIS)
DI RUANG EUCHARIS RS MITRA KELUARGA CIBUBUR

OLEH :
YAHAN WIYANTA
ANITA DEWI
BIGGI TRI NUGROHO
DADANG TEGUH
YANCE HUTAPEA

KAMAR BEDAH
RS MITRA KELUARGA CIBUBUR
2021
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................................1


1.2 Tujuan Penulisan....................................................................................................2
1.3 Metode penulisan...................................................................................................3
1.4 Sistematika Penulisan............................................................................................4

BAB 2 LANDASAN TEORI...................................................................................................5

2.1 Konsep Dasar Medis.............................................................................................


2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan..............................................................

BAB 3 LAPORAN KASUS...................................................................................................

3.1 Pengkajian.............................................................................................................
3.3 Diagnosa Keperawatan......................................................................................
3.4 Intervensi Keperawatan.....................................................................................
3.5 Implementasi.........................................................................................................
3.6 Evaluasi..................................................................................................................

BAB 4 PEMBAHASAN.........................................................................................................
4.1 Pengkajian.............................................................................................................
4.2 Diagnosa Keperawatan......................................................................................
4.3 Intervensi Keperawatan.....................................................................................
4.4 Implementasi.........................................................................................................
4.5 Evaluasi..................................................................................................................

BAB 5 PENUTUP.....................................................................................................................

5.1 Kesimpulan............................................................................................................
5.2 Saran........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batu ureter (ureterolithiasis) merupakan suatu keadaan terdapatnya batu

(kalkuli) di ureter. Ureter merupakan bagian dari saluran kemih, yang

menghubungkan ginjal dengan kandung kemih. Kondisi adanya batu pada ureter

memberikan gangguan pada sistem perkemihan dan memberikan berbagai

masalah keperawatan pada pasien (Muttaqin dan Sari 2014). Batu ureter

merupakan penyakit tidak menular membunuh 38 juta orang setiap tahun. Hampir

tiga perempat dari kematian akibat penyakit tidak menular terjadi di negara

berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2015).

Kejadian Batu Saluran Kemih di Amerika Serikat dilaporkan 0,1-0,3 per

tahun dan sekitar 5-10% penduduknya sekali dalam hidupnya pernah menderita

penyakit ini, di Eropa Utara 3-6%, sedangkan Eropa Selatan disekitar laut tengah

6-9% . di Jepang dan Taiwan 9,8% sedangkan di Indonesia sampai saat ini angka

kejadian Batu Saluran Kemih yang sesungguhnya belum diketahui, diperkirakan

170.000 kasus per tahun (Lina, 2008).

Meskipun batu ureter bukan penyakit menular namun penyakit ini cukup

berbahaya jika tidak ditangani segera. Dari studi lapangan di ruang Eucaris RS

Mitra Keluarga Cibubur penulis mendapatkan kasus pada Tn. N dengan diagnosa

medis Batu Ureter, klien dilakukan tindakan operasi ureteroscopy dan saat ini

klien tidak memahami tentang penyakitnya sehingga diperlukan education oleh

perawat. Oleh karena itu, penulis tertarik membuat laporan tugas Standar Asuhan

Keperawatan (SAK) dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Tn.N dengan Post

Operasi Batu Ureter.


1.2 Tujuan Penulisan

1.2.1 Tujuan umum

Menciptakan pelayanan asuhan keperawatan yang berkualitas dengan

indikator teratasinya masalah yang terkait dengan kebutuhan dasar manusia pada

klien.

Penulis dapat memahami konsep dan teori yang berkaitan dengan Batu

Ureter (Ureterolhitiasis) serta memperoleh gambaran yang nyata terhadap

pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn.N dengan diagnosa medis Batu Ureter

(Ureterolhitiasis) di Ruang Ecaris RS Mitra Keluarga Cibubur melalui proses

pendekatan asuhan keperawatan secara holistik dan komperhensif.

1.2.2 Tujuan Khusus

1.2.2.1 Melaksanakan proses keperawatan pada Tn.N dengan diagnosa medis

Batu Ureter (Ureterolithiasis).

1.2.2.2 Membandingkan antara teori dan kasus asuhan keperawatan pada Tn.N

dengan diagnosa medis (Ureterolithiasis).

1.2.2.3 Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam melaksanakan

proses keperawatan pada Tn.N dengan diagnosa medis Batu Ureter

(Ureterolithiasis).

1.2.2.4 Melaksanakan pemecahan masalah pada Tn.N dengan diagnosa medis

Batu Ureter (Ureterolithiasis).


1.3 Metode Penulisan

Penyusunan laporan tugas SAK ini penulis menggunakan metode diskriptif

dengan tipe studi kasus, yaitu metode ilmiah yang menggambarkan keadaan yang

sedang terjadi dan semua kegiatan hanya tertuju pada satu kasus secara intensif,

dimulai dari pengumpulan data, klasifikasi data, analisa data, merumuskan

diagnosa keperawatan, intervensi dan implementasi yang telah dilakukan. Data -

data yang tertuang dalam laporan tugas akhir ini diperoleh dengan cara sebagai

berikut :

1.3.1 Pengamatan/Observasi

Mengamati keadaan dan perilaku klien untuk memperoleh data objektif

tentang masalah kesehatan dan keperawatan klien.

1.3.2 Wawancara

Data yang didapatkan dari pasien, keluarga dan tim kesehatan lainnya

melalui percakapan dan pengamatan. Data dapat dikumpulkan selama satu periode

kontak atau lebih dan harus mencakup semua data yang relevan. Teknik

pengumpulan data ini dilakukan dengan cara wawancara langsung dengan klien

dan keluarga atau orang tertentu yang mengetahui pasti keadaan klien, sehingga

penulis dapat memperoleh data yang aktual.

1.3.3 Pemeriksaan Fisik Head to Toe

Pengumpulan data dengan melakukan pemeriksaan fisik secara keseluruhan

melalui empat tahap yaitu, inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

1.3.4 Studi Dokumentasi

Data diperoleh dari dokumentasi yang terdapat pada catatan perawat dan

catatan tim kesehatan lainnya yang berhubungan dengan kasus klien.


1.3.5 Studi Kepustakaan

Dapat berupa buku-buku, artikel, jurnal, penelitian, dan sumber lain yang

berhubungan dengan judul serta permasalahan dalam laporan tugas akhir.

1.4 Sistematika Penulisan

Secara sistematis laporan tugas akhir ini dibagi dalam lima bab, yaitu :

Bab satu pendahuluan, pada Bab ini teridiri dari latar belakang, tujuan penulisan,

manfaat penulisan, ruang lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan

Bab dua terbagi menjadi dua bahasan Pertama yaitu konsep dasar penyakit yang

terdiri dari definisi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis,

pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan dan komplikasi, yang kedua yaitu

konsep dasar asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian, penyimpangan

KDM, diagnosa medis, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Bab tiga berisi tinjauan kasus, yang terdiri dari pengkajian, klasifikasi data,

analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan

evaluasi. Bab empat pembahasan yang berisi perbandingan atau perbedaan antara

konsep proses keperawatan secara teoritis dengan aplikasi nyata yang ditemukan

di lapangan dengan kesenjangan tersebut nantinya akan dibahas berdasarkan hasil

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Kemudian pada bab terakhir berisi kesimpulan dari seluruh penulisan laporan

tugas akhir dan saran yang ditunjukan untuk perbaikan selanjutnya.


BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Medis

2.1.1 Pengertian

Batu ureter (ureterolithiasis) umumnya berasal dari batu ginjal yang turun

ke ureter. Batu ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih. Batu ureter

juga bisa sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu

ureter juga sampai ke kandung kemih dan berupa nidus menjadi batu kandung

kemih besar.

Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan menyebabkan

obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin asimptomatik. Tidak jarang

terjadi hematuria yang didahului oleh serangan kolik (R. Sjamsuhidayat, 2005).

Batu ureter adalah benda zat padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai zat

terlarut dalam urine pada saluran kemih (urolhitiasis).

Batu dapat berasal dari kalsium oksalat (60%), fosfat sebagai campuran

kalsium, amonium dan magnesium fosfat (batu tripel fosfat akibat infeksi) (30)%),

asam urat (5%) dan sistin (1%) (Pierce A Grace & Neil R. Borley 2006).

Batu ureter (ureterolithiasis) merupakan suatu keadaan terdapatnya batu

(kalkuli) di ureter. Kondisi adanya batu pada ureter memberikan gangguan pada

sistem perkemihan dan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien

(Muttaqin dan Sari 2014).


2.1.2 Anatomi Fisiologi

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Perkemihan


( sumber : https://www.honestdocs.id/urologi )

Ureter merupakan bagian dari sistem urinarius yaitu sistem tubuh yang

berperan dalam proses pembentukan dan pembuangan sisa metabolisme dan

kelebihan cairan dalam urine yang disebut sistem perkemihan. Ureter adalah suatu

saluran muskuler berbentuk silinder atau pipa yang menghubungkan ginjal dengan

kandung kemih. Ureter merupakan lanjutan dari pelvis renalis yang berjalan dari

hillus ginjal menuju distal dan kemudian bermuara pada kandung kemih. Ureter

terdiri dari 2 saluran pipa di sebelah kanan dan kiri yang menghubungkan ginjal

kanan dan kiri dengan kandung kemih. Ureter memiliki panjang sekitar 20 - 30 cm

dengan diameter rata - rata sekitar 0,5 cm dan diameter maksimal sekitar 1,7 cm

yang berada di dekat kandung kemih. Berdasarkan letak anatomisnya ureter ini

dibagi menjadi ureter pars abdominalis yang berada di dalam rongga abdomen

dan ureter pars pelvis yang berada di dalam rongga pelvis. Ureter memiliki tiga

lapisan dinding yang terdiri dari jaringan ikat pada lapisan luar, otot polos sirkuler

dan longitudinal pada lapisan tengah, sel - sel transisional pada lapisan mukosa

sebelah dalam.
Pada pria ureter terdapat di dalam visura seminalis atas yang disilangi oleh duktus

deferens dan dikelilingi oleh pleksus vesikalis. kemudian ureter berjalan sepanjang

2 cm di dalam dinding kandung kemih pada sudut lateral dari trigonum vesika.

Pada wanita ureter terdapat di belakang fossa ovarika yang berjalan ke bagian

medial dan ke depan ke bagian lateral serviks uteri di bagian atas vagina untuk

mencapai fundus vesika urinaria. Dalam perjalanannya, ureter ini didampingi

oleh arteri uterina sepanjang 2,5 cm dan selanjutnya arteri ini menyilang ureter

dan menuju ke atas di antara lapisan ligamentum. Sistem perdarahan ureter

bersifat segmental dan berasal dari pembuluh darah arteri renalis, arteri

spermatika interna, arteri hipogastrika, arteri vesikalis inferior dengan hubungan

kolateral yang kaya perdarahan, sehingga umumnya perdarahan pada tindak

bedah ureter tidak begitu mengancam. Persyarafan ureter bersifat otonom yaitu

oleh plexus hypogastricus inferior T11 - L2 melalui neuron simpatis. Ureter

memiliki fungsi yang penting yaitu menghantarkan urin dari ginjal menuju

kandung kemih. Lapisan dinding ureter yang terdiri dari otot - otot polos sirkuler

dan longitudinal menimbulkan gerakan - gerakan peristaltik (berkontraksi) setiap

5 menit sekali guna mendorong air kemih kemudian disemprotkan dalam bentuk

pancaran, melalui osteum uretralis masuk ke dalam kandung kemih. Sewaktu

masuk kandung kemih dinding atas dan dinding bawah ureter akan tertutup dan

pada saat kandung kemih penuh akan terbentuk katup (valvula) yang mencegah

kembalinya urin dari kandung kemih. Selain fungsi ureter tersebut selama

perjalanannya ureter memiliki beberapa tempat yang ukuran diameternya relatif

lebih sempit dari pada di banding tempat lainnya Tempat-tempat penyempitan itu

antara lain adalah :


2.1.2.1 Pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvico uretero

junction

2.1.2.2 Pada persilangan ureter dan arteri iliaka di rongga pelvis atau flexura

marginalis

2.1.2.3 Pada saat ureter masuk ke dalam kandung kemih atau pada ketiga tempat

sempit inilah batu (batu ginjal) atau benda-benda lain yang berasal dari ginjal

sering kali tersangkut di dalam ureter.

Lokasi ureter :

1) Pars abdominalis ureter : dalam kavum abdomen ureter terletak di belakang

peritoneum sebelah media anterior muskulus psoas mayor dan di tutupi oleh fasia

subserosa. Vasa spermatika dan ovarika interna menyilang ureter secara oblique.

Ureter akan mencapai kavum pelvis dan menyilang arteri illiaka eksterna. Ureter

kanan terletak pada pars desenden duodenum. Sewaktu turun ke bawah terdapat di

kanan bawah dan disilang oleh kolon dekstra dan vasa illiaka ilokolika, dan dekat

epertura pelvis akan dilewati oleh bagian bawah mesenterium dan bagian akhir

ileum. Ureter kiri disilang oleh vasa koplika sisnistra dekat apertura pelvis

superior dan berjalan di belakang kolon sigmoid dan mesenterium.

2) Pars pelvis ureter : berjalan pada bagian dinding lateral dari kavum pelvis

sepanjang tepi anterior dari insisura iskiadika mayor dan tertutup oleh peritonium.

Ureter dapat ditemukan di depan arteri hipogastrika bagian dalam nervus

obturatoris arteri vasialis anterior dan arteri hemoroidalis media. Pada bagian

bawah insiura iskhiadika mayor ureter agak miring ke bagian medial untuk

mencapai sudut lateral dari kandung kemih.


3) Ureter pada pria terdapat dalam fisura seminalis, bagian atasnya disilang oleh

duktus deferens dan dikelilingi oleh pleksus vesikalis. Selanjutnya ureter berjalan

obligue sepanjang 2 cm di dalam dinding kandung kemih pada sudut lateral dari

trigonum vesika. Sewaktu menembus kandung kemih dinding atas dan dinding

bawah ureter akan tertutup, sedangkan pada waktu kandung kemih terisi penuh

akan membentuk katup (valvula) dan mencegah pengambilan urin dan kandung

kemih.

4) Ureter pada wanita terdapat di belakang fossa ovarika berjalan ke bagian

medial dan depan bagian lateralis serviks uterus, bagian atas vagina untuk

mencapai fundus vesika urinaria. Dalam perjalanannya ureter didampingi oleh

arteri uterina sepanjang 2,5 cm. Selanjutnya arteri ini menyilang ureter dan

menuju ke atas diantara uretra lapisan ligamentum latum. Ureter mempunyai jarak

2 cm dari sisi serviks uterus. Ada tiga tempat yang penting diureter yang mudah

terjadi penyumbatan yaitu : pada sambungan ureter pelvis diameter 2 mm,

penyilangan vasa iliaka diameter 4 mm dan pada saat masuk ke kandung kemih

berdiameter 1-5 mm. Pembuluh darah ureter : arteri renalis, arteri spermatika

interna, arteri hipogastrika dan arteri vesikalis inferior. (Syaifuddin, 2009).

2.1.3 Etiologi

Etiologi pembentukan batu ureter meliputi idiopatik, namun ada beberapa

faktor predisposisi terbentuknya batu ureter (Pangestu, 2017). yaitu:

2.1.3.1 Ginjal

Tubular rusak pada nefron, mayoritas terbentuknya batu.


2.1.3.2 Imobilisasi

Kurang gerakan tulang dan muskuloskeletal menyebabkan penimbunan kasium.

Peningkatan kalsium di plasma akan meningkatkan pembentukan batu.

2.1.3.3 Infeksi

Infeksi saluran kemih dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan menjadi

inti pembentukan batu. Kurang minum sangat potensial terjadi timbulnya

pembentukan batu.

2.1.3.4 Pekerjaan

Dengan banyak duduk lebih memungkinkan terjadinya pembentukan batu

dibandingkan pekerjaan seorang buruh atau petani.

2.1.3.5 Iklim

Tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering dan

pemasukan cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah tropis,

di ruang mesin menyebabkan banyak keluar keringat, akan mengurangi produksi

urin.

2.1.3.6 Diuretik

Potensial mengurangi volume cairan dengan meningkatkan kondisi terbentuknya

batu saluran kemih.

2.1.3.7 Makanan

Kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, keju, kacang

polong, kacang tanah dan coklat. Tinggi purin seperti : ikan, ayam, daging, jeroan.

Tinggi oksalat seperti : bayam, seledri, kopi, teh dan vitamin D.


2.1.4 Klasifikasi

2.1.4.1 Teori Intimatriks

Terbentuknya batu saluran kencing memerlukan adanya substansi organik sebagai

inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang

mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.

2.1.4.2 Teori Supersaturasi

Terjadi kejenuhan substansi pebembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin,

asam urat, kalsium oksalat, akan mempermudah terbentuknya batu.

2.1.4.3 Teori Presipitasi – Kristalisasi

Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dari urine. Urine

yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali

akan mengendap garam-garam fosfat.

2.1.4.4 Teori Berkurangnya Faktor Penghambat

Berkurangnya faktor penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, sirat

magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya batu.

2.1.5 Jenis Batu :

2.1.5.1 Batu Struvit

Terbentuk akibat kelainan metabolik yang mendasari, seperti asidosis

tubular renal, dan ginjal spongiosa medular. Terutama ditemukan pada wanita

dengan infeksi saluran kemih berulang akibat bakteri penghasil urease. Batu struit

bersifat radioopak. Terbentuk pada pH urin yang sangat akali >8 disimpang kadar

ammonium yang tinggi. Pada pH tersebut tidak jarang termasuk pula kristal

kalsium karbonat (Sutomo, 2015).


2.1.5.2 Batu Kalsium Oksalat

Penyebabnya diduga herediter sering pada laki-laki pada dekade ketiga.

Selain itu dapat dijumpai hiperkalsiuria idiopatik, hiperparatirod primer, renal

tubular acidosis, sarkoidosis, sindrom chusing, imobilisasi, eksresi vitamin D

hipertiroid (Sutomo, 2015).

2.1.5.3 Batu Asam Urat

Pada kondisi hiperurikosuria akan menyebabkan urin menjadi

supersaturated sehingga terbentuk kristal dan batu. Batu asam urat berwarna

merah oranye karena menyerap pigmen urisin. Batu asam urat bersifat radiolusen.

Dapat timbul akibat diet tinggi purin (daging, ikan, unggas), gout, kurang minum,

paska ileostomi. Umumnya terbentuk pada pH alkali. Pembentukan batu asam urat

diasosiasikan dengan kondisi yang menyebabkan presipitasi asam urat. (Sutomo,

2015).

2.1.6 Patofisiologi

Terbentuknya batu pada saluran kemih belum diketahui secara pasti. Namun

demikian ada beberapa faktor predisposisi terbentuknya batu, yaitu:

Peningkatan konsentrasi larutan urine akibat dari intake cairan yang kurang serta

peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi saluran kemih atau statis urine

menjadikan sarang untuk pembentukan batu.

Supersaturasi elemen urine seperti kalsium, fosfat dan faktor lain yang

mendukung terjadinya batu, meliputi: pH urine yang berubah menjadi asam,

jumlah cairan urin. Masalah-masalah dengan metabolisme purin mempengaruhi

pembentukan batu asam urat. PH urine juga mendukung pembentukan batu. Batu
asam urat dapat mengendap dalam urine yang alkalin, sedangkan batu oksalat

tidak dipengaruhi oleh pH urine.

Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi. Ada batu yang

kecil, ada batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urine dan akan

menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah

dalam urine, sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi saluran

kemih yang menimbulkan dilatasi strukur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks

urine dan akan menimbulkan terjadinya hidronefrosis karena dilatasi ginjal.

Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan-

kerusakan pada organ dalam ginjal sehingga gagal ginjal kronis karena ginjal

tidak mampu melakukan fungsinya secara normal, yang mengakibatkan terjadinya

penyakit ginjal kronis yang dapat mempercepat kematian. Selain itu dapat

mengabrasi dinding sehingga darah akan keluar bersama urine (Nursalam dan

Fransiska, 2006).

2.1.7 Manifestasi Klinis

2.1.7.1 Nyeri batu yang berada di ureter dapat menyebakan nyeri yang luar biasa,

akut dan kolik. nyeri ini dapat menjalar hingga ke perut bagian depan, perut

sebelah bawah, daerah inguinal, dan sampai ke kemaluan. Penderita sering ingin

merasa berkemih, namun hanya disertai dengan darah, maka penderita tersebut

mengalami gejala kolik ureter (Sjamsudrajat,2005).

2.1.7.2 Hematuria, penderita sering mengeluh hematuria atau urine berwarna

seperti teh. Namun lebih kurang 10-15% penderita batu saluran kemih tidak

menderita hematuria (Sjamsudrajat, 2005).


2.1.7.3 Infeksi biasanya dengan gejala-gejala menggigil, demam, nyeri pinggang,

nausea serta muntah dan disuria. Secara umum infeksi pada batu struvit (batu

infeksi) berhubungan dengan infeksi dari proteus sp, Pseudomonas sp, Klebsiella

sp, dan jarang dengan E.colli (Sjamsudrajat, 2005).

2.1.7.4 Demam hubungan batu urine dengan demam adalah kedaruratan medik

relatif. Tanda-tanda klinik sepsis bervariasi, termasuk demam, takikari, hipotensi

dan vasodilatasi perifer. Demam akibat obstruksi saluran kemih memerlukan

dekompresi segera (Sjamsudrajat, 2005).

2.1.7.5 Mual dan Muntah akibat obstruksi saluran kemih bagian atas (ginjal dan

ureter) sering kali menyebabkan mual dan muntah (Sjamsudrajat, 2005).

2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik untuk mengidentifikasi batu ureter :

2.1.8.1 Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum

menunjukkan adanya sel darah merah, sel darah putih dan kristal (sistin, asam

urat, fosfat, oksalat atau sistin meningkatkan magnesium, fosfat amonium

atau batu kalsium fosfat).

2.1.8.2 Urine (24 jam) kreatinin, asam urat, fosfat, oksalat atau sistin meningkat.

2.1.8.3 Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih

(stapilococus aureus, proteus, kebsiela, pseudomonas).

2.1.8.4 Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, asam urat, fosfat, protein

dan elektrolit.

2.1.8.5 BUN/kreatinin serum dan urine : abnormal (tinggi pada serum/rendah pada

uirne) sekunder terhadap tingginya batu okstutif pada ginjal menyebabkan

iskemia/nekrosis.
2.1.8.6 Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan

penurunan kadar bikorbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.

2.1.8.7 Hitung darah lengkap : sel darah putih mungkin meningkat menunjukkan

infeksi atau septicemia.

2.1.8.8 Sel darah merah : biasanya normal

2.1.8.9 Hb, Ht, : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi

(mendorong presipitas pemadatan) atau anemia (perdarahan, disfungsi ginjal).

2.1.8.10 Hormon paratiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH

merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan

kalsium urine).

2.1.8.11 Foto rontgen menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomi pada

area ginjal dan sepanjang ureter.

2.1.8.12 IVP : memberikan konfirmasi cepat urolhitiasis, seperti penyebab nyeri

abnormal atau panggul. Menunjukkan abdomen pada struktur anatomi (distensi

ureter) dan garis bentuk calculi.

2.1.8.13 Sistoureteroskopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat

menunjukkan batu dan efek obstruksi.

2.1.8.14 Stan CT : mengidentifikasi /menggambarkan calculi dan massa lain,

ginjal, ureter dan distensi kandung kemih.

2.1.8.15 USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.

2.1.9 Pencegahan

2.1.9.1 Usahakan diuresis yang adekuat : minum air 2-3 liter per hari dapat di

capai diuresis 1,5 liter per hari.


2.1.9.2 Pelaksanaan diet bergantung dari jenis penyakit batu (rendah kalsium

tinggi sisa asam, diet tinggi sisa basa dan diet rendah purin).

2.1.10 Penatalaksanaan

2.1.10.1 Pengurangan nyeri, megurangi nyeri sampai penyebabnya dapat

dihilangkan, morfin diberikan untuk mencegah sinkop akibat nyeri luar

biasa. Mandi air hangat di area panggul dapat bermanfaat. Cairan yang

diberikan, kecuali pasien mengalami muntah atau menderita gagal

jantung kongestif atau kondisi lain yang memerlukan pembatasan cairan.

Ini meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang belakang batu sehingga

mendorong passase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang

hari mengurangi konsentrasi kristaloid urine, mengencerkan urine

menjamin haluaran urine yang besar.

2.1.10.2 Pengangkatan batu, pemeriksaan sistoskopik dan passase kateter ureteral

kecil untuk menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi jika

mungkin, akan segera mengurangi tekanan belakang pada ginjal dan

mengurangi nyeri.

2.1.10.3 Terapi nutrisi dan medikasi. Nutrisi berperan penting dalam mencegah

batu ginjal. Masukan cairan yang adekuat dan menghindari makanan

tertentu dalam diet yang merupakan bahan utama pembentuk batu

(misalnya kalsium), efektif untuk mencegah pembentukan batu atau lebih

jauh meningkatkan ukuran batu yang telah ada. Minum paling sedikit 8

gelas sehari untuk mengencerkan urine, kecuali dikontraindikasikan.


1) Batu kalsium, penguragan kandungan kalsium dan fosfat dalam diet.

2) Batu fosfat, diet rendah fosfor dapat diresepkan untuk pasien yang memiliki

batu fosfat, untuk mengatasi kelebihan fosfor, dari aluminium hidroksida dapat

diresepkan karena agens ini bercampur dengan fosfor, dan mengeksresikannya

melalui saluran intensial bukan ke system urinarius.

3) Batu urat, pasien diharuskan diet rendah purin, untuk mrngurangi eksresi asam

urat dalam urine.

4) Batu oksalat, urine encer dipertahankan dengan pembatasan pemasukan

oksalat. Makanan yang harus dihindari mencakup sayuran hijau berdaun banyak,

kacang, seledri, coklat, teh, kopi.

5) Jika batu tidak dapat keluar secara spontan atau jika terjadi komplikasi,

modaritas penanganan mencakup terapi gelombang kejut ekstrakorporeal,

pengangkatan batu perkutan atau ureteroskopy.

6) Lithotrupsi gelombang kejut ekstrakorporeal adalah prosedur non invasive

yang digunakan untuk menghancurkan batu kaliks ginjal. Setelah batu itu pecah

menjadi bagian yang kecil seperti pasir, sisa batu-batu tersebut dikeluarkan secara

spontan.

7) Metode endourologi : pengangkatan batu, bidang endourologi menggabungkan

keterampilan ahli radiologi dan urologi untuk mengangkat batu renal tanpa

pembedahan mayor.

8) Uteroskopy, mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukan suatu

alat ureteroskop melaui sistoskop. Batu dihancurkan dengan menggunakan laser,

lithotripsy elektohidraulik, atau ultrasound kemudian diangkat.


9) Pelarutan batu, infus cairan komlitik, untuk melarutkan batu dapat dilakukan

sebagai alternative penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap terapi lain,

atau mereka yang memiliki batu yang mudah larut (struvit).

10) Pengangkatan bedah, sebelum adanya lithotripsy, pengangkatan batu ginjal

secara bedah, merupakan terapi utama. Jika batu terletak di ginjal, pembedahan

dilakukan dengan nefrolitotomi (insisi pada ginjal untuk mengangkat batu atau

nefrektomi, jika ginjal tida berfungsi akibat infeksi dan hidronefrosis).

2.1.8 Komplikasi

2.1.8.1 Obstruksi : akibat pecahan batu

2.1.8.2 Infeksi : akibat desiminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat

obstruksi.

2.1.8.3 Kerusakan fungsi ginjal : akibat sumbatan yang lama sebelum pengobatan

dan pengangkatan batu ginjal.


2.2 Konsep Dasar Keperawatan

2.2.1 Pengkajian

Pengkajian keperawatan merupakan pengumpulan data yang berhubungan

dengan pasien secara sistematis pengumpulan data dari berbagai sumber data

untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien sesuai dengan

fakta atau kondisi yang ada pada klien (Budiono dan Pertami, 2016).

Pengkajian keperawatan merupakan pengumpulan data yang berhubungan

dengan pasien secara sistematis. Pengkajian keperawatan pada ureterolhitiasis

tergantung pada ukuran, lokasi, dan etiologi kalkulus (Doenges, 2014).

Sumber data diperoleh dari pasien sendiri, dari keluarga dan orang terdekat,

status pasien, catatan kondisi pasien dan informasi dari tim kesehatan yang

merawat pasien (Nursalam, 2001).

2.2.1.1 Aktivitas/Istirahat

Gejala : pekerjaan monoton, pekerjaan dimana klien terpajan pada lingkungan

bersuhu tinggi, keterbatasan aktivitas/mobilitas sehubungan dengan kondisi

sebelumnya (Doenges, 2014).

2.2.1.2 Sirkulasi

Tanda : peningkatan tekanan darah/nadi, (obstruksi oleh kalkulus) kulit hangat

dan kemerahan, pucat (Doenges, 2014).

2.2.1.3 Eliminasi

Gejala : riwayat adanya ISK kronis, penurunan haluaran urine, distensi vesica

urinaria, rasa terbakar, dorongan berkemih.

Tanda : oliguria, hematulia, piuruia, perubahan pola berkemih (Doenges, 2014).


2.2.1.4 Makanan/Cairan

Gejala : mual/muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purine, kalsium oksalat

dari fosfat, ketidakcukupan intake cairan tanda distensi abdominal,

penurunan/tidak ada bising usus, muntah (Doenges, 2014).

2.2.1.5 Nyeri kenyamanan

Gejala: Episode akut nyeri berat, lokasi tergantung pada lokasi batu, nyeri dapat di

nobatkan sebagai akut, hebat, tidak hilang dengan perubahan posisi atau tindakan

lain.

tanda : melindungi, perilaku distraksi, nyeri tekan pada area abdomen (Doenges,

2014).

2.2.1.6 Keamanan

Gejala : demam, mengigil (Doenges, 2014).

2.2.1.7 Penyuluhan dan Pembelajaran

Gejala :riwayat kalkulus dalam keluarga ,penyakit ginjal, ISK, paratiroibisma,

alourine, fosfat, alopurino fosfat, tiazid, pemasukan berlebihan kalsium dan

vitamin (Doenges, 2014).

2.2.1.8 Pemeriksaan Diagnostik

Urinelisis, urine 24 jam, kulture urine, survey biokimia, foto ronsen, IVP,

sistoureteroskopi, CT scan, USG (Doenges, 2014).

2.1.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin ditemukan pada pasien dengan Batu Ureter

(Doenges, 2014) adalah :


2.1.2.1 Diagnosa Operasi :

1) Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

diuresis pasca operasi

2) Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan

3) Perubahan pola eliminasi berkemih berhubungan dengan obstruksi

mekanik

4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan

5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan informasi/salah

interpretasi informasi

6) Risiko infeksi berhubungan ditandai dengan insisi bedah dengan

pemasangan kateter (Doenges, 2014).

7) Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

8) Resiko injury dengan adanya faktor risiko kelemahan fisik dan proses

pembedahan terlalu lama

9) Hipotermi berhubungan dengan paparan diruangan yang dingin dan proses

anastesi spinal

2.1.3. Perencanaan

Post Operasi :

2.1.3.1 Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan

diuresis pasca operasi

Tujuan : Tanda- tanda vital stabil, Kulit kering dan elastis, Intake output

seimbang, insisi mulai sembuh, tidak ada perdarahan melalui selang

1) Kaji balutan selang kateter terhadap perdarahan setiap jam dan lapor dokter.

Rasional : mengetahui adanya perdarahan.


2) Anjurkan pasien untuk mengubah posisi selang atau kateter saat mengubah

posisi

Rasional : mencegah perdarahan pada luka insisi

3) Pantau intake output tiap 4 jam, dan laporan ketidakseimbangan.

Rasional : mengetahui keseimbangan dalam tubuh


4) Kaji tanda vital dan turgor kulit, suhu tiap 4-8 jam

Rasional : dapat menunjukan adanya dehidrasi/kurangnya volume cairan

(Doenges, 2014).

2.1.3.6 Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan

Tujuan : pasien melaporkan meningkatnya kenyamanan yang di tandai dengan

mudah untuk berdetak, menunjukan exspresi wayah dan tubuh yang releks.

Intervensi :

1) Kaji intensitas, sifat, lokasi pencetus dan penghalang faktor

nyeri. Rasional : menentukan tindakan selanjutnya

2) Berikan tindakan kenyamanan non farmakologis, ajarkan teknik relaksasi, batu

pasien memilih posisi yang nyaman

Rasional : dengan otot rileks posisi dan kenyamanan dapat menguragi nyeri

3) Kaji nyeri tekan, bengkak dan kemerahan.

Rasional : peradangan dapat menimbulkan nyeri.

4) Anjurkan pasien untuk menahan daerah insisi dengan kedua tangan bila sedang

batuk

Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri

5) Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik

Rasional : analgetik dapat mengurangi nyeri (Doenges, 2014).

2.1.3.2 Perubahan pola eliminasi berkemih berhubungan dengan obstruksi

mekanik

Tujuan : pasien berkemih dengan baik, warna urine kuning jernih dan dapat

berkemih spontan bila kateter dilepas setelah 7 hari 1) Kaji pola berkemih pasien
Rasional : untuk membandingkan apakah ada perubahan pola berkemih

2) Kaji keluhan distensi kandung kemih tiap 4 jam

Rasional : kandung kemih yang tegang disebabkan karena sumbatan kateter

3) Ukur intake output cairan

Rasional : untuk mengetahui keseimbangan cairan

4) Kaji warna dan bau urine dan nyeri

Rasional : untuk mengetahui fungsi ginjal

5) Anjurkan klien untuk minum air putih 2 liter/hari bila tidak ada

kontraindikasi Rasional : untuk melancarkan urine (Doenges, 2014).

2.1.3.7 Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan

Tujuan : dapat tidur sesuai dengan kebutuhan 6-8 jam, mengutarakan rasa segar

dan pus

1) Kaji pola tidur

Rasional : untuk mengetahui kemudahan tidur

2) Kaji faktor penyebab gangguan tidur

Rasional : untuk mengidentifikasi penyebab aktual dari gangguan tidur

3) Ciptakan suasana nyaman, kurangi atau hilangkan distraksi lingkungan dan

gangguan tidur

Rasional : untuk membantu relaksasi saat tidur

4) Batasi pengunjung selama periode istirahat optimal

Rasional : memudahkan dalam mendapatkan tidur yang optimal

2.1.3.8 Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpajan informasi/salah

interpretasi
Tujuan : mengerti proses penyakit dan program perawatan

Intervensi :

1) Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakitnya

Rasional : mempermudah dalam memberikan penjelasan pada klien

2) Jelaskan tentang proses penyakitnya

Rasional : Meningkatkan pengetahuan dan mengurangi cemas

2.1.3.9 Risiko infeksi berhubungan dengan insisi bedah dengan pemasangan


kateter
Tujuan : insisi kering dan penyembuhan mulai terjadi, drainase dan selang kateter

bersih

1) Kaji dan laporkan tanda dan gejala. Inspeksi luka (demam, kemerahan,

bengkak, nyeri tekan dan pus)

Rasional : mengintervensi tindakan selanjutnya

2) Kaji suhu tiap 4 jam

Rasional : peningkatan suhu menandakan adanya infeksi

3) Anjurkan klien untuk menghindari atau menyentuh insisi

Rasional : mengkhindarkan infeksi

4) Pertahankan teknik steril untuk mengganti balutan dan perawatan

luka Rasional : menghindari infeksi silang (Doenges, 2014).

2.1.4 Pelaksanaan :

Impelementasi keperawatan merupakan tahap ke empat dari proses

keperawatan dimana rencana perawatan dilaksanakan. Pada tahap ini perawat siap

untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas-aktivitas yang telah dicatat di


rencana keperawatan pasien. Agar implementasi dan perencanaan ini dapat tepat

waktu dan efektif terhadap biaya, perlu mengidentifikasi prioritas perawatan

pasien kemudian bila telah dilaksanakan pantau dan mencatat respon pasien

terhadap setiap intervensi dan mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia

perawatan kesehatan (Doenges, 2014).

2.1.4 Evaluasi

Evaluasi dilakukan untuk menilai tingkat keberhasilan pelayanan asuhan

keperawatan yang telah dilakukan, tahap ini akan terlihat apakah tujuan yang telah

disusun tercapai atau tidak (Doenges, 2014).


2.1.5 Penyimpangan KDM

Faktor idiopatik: kurang konsumsi air mineral, Faktor ekstrinsik:


gemar mengkonsumsi alcohol
aktivitas/pelerjaan

Defisiensi kadar magnesium, sitrat prifosfor, mikoprotein


dan peptide

Resiko kristalisasi mineral

Peningkatan larutan urine

Penumpukan kristal

pengendapan

Batu saluran kemih

farmakologi
Spasme batu saat turun
Kencing tidak tuntas
dari ureter

Defisit Pengetahuan

Obstruksi saluran Gangguan


eliminasi urine
Ketidakpatuhan terapeutik
Nyeri

Resiko kekurangan Resiko infeksi


Gelisah volume cairan

Gangguan pola tidur

Rencana pembedahan Krisis situasional Ansietas


BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Informasi Umum
Nama : Tn. N
Usia : 45 tahun
Tanggal Lahir : 08-03-1976
Jenis Kelamin : laki-laki
Suku Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : wiraswasta
Tanggal Masuk : 23-04-2021
Waktu : 10.09 WIB
Dari : Poli bedah urologi
Diagnosa medis : Batu ginjal sinistra

1. 1.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Klien mengatakan sering merasakan nyeri hilang timbul skala 5 di pinggang
sebelah kiri sejak akhir tahun 2020. Saat BAK sering terasa nyeri dan BAK
tidak tuntas. Ada keluhan BAK menetes di akhir. Tahun 2021 klien memiliki
riwayat BAK berdarah, terasa nyeri skala 5. BAK berdarah hanya terjadi
sekali itu saja. Saat ini nyeri sudah hilang di karenakan sudah di berikan obat
Hasil PCR Negatif

3.1.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Keluarga juga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit ginjal atau batu
saluran kemih.

3.1.4 Aktifitas/Istirahat
• Gejala ( Subyektif )
Klien bekerja sebagai wiraswasta. Klien mengatakan sedikit bergerak dan
akhir-akhir ini lebih sering duduk di meja di dalam ruangan ber-AC.
Aktivitas/hobi yang disukai adalah membaca dan menonton tv. Klien
mengatakan keterbatasan karena nyeri di pinggang saat melakukan
aktivitas. Klien mengatakan tidur 6-8 jam/malam dan tidak pernah tidur
siang. Klien mengatakan terkadang mengalami insomnia karena nyeri
yang dirasakan atau karena rangsangan ingin pipis. Terkadang muncul
rasa ingin pipis namun tidak pernah tuntas dan menetes di akhir.“ Setelah
dilakukan URS Litotripsi klien juga merasakan sedikit nyeri sakit area
genital (testis).
• Tanda ( Obyektif)
Kesadaran klien compus mentis. Respon terhadap aktifitas yang
terobservasi : Berhati - hati saat bergerak karena takut luka operasi
berdarah/sakit. Hasil pengkajian neuromuskular massa/tonus otot
sebanding/ tegap secara bilateral. Postur tubuh klien tegap dan rentang
gerak sempurna. Kekuatan otot sama pada keempat ekstremitas.

3.1.5 Sirkulasi
• Gejala ( Subyektif)
Klien mengatakan mulai jarang berolahraga dan tidak suka minum air
putih terlalu banyak. Terdapat perubahan frekuensi berkemih yaitu
menjadi lebih sering namun sedikit dan BAK terasa sakit.

• Tanda ( Obyektif )
Pemeriksaan tanda vital klien: TD berbaring 150/60 mmHg, frekuensi
nadi radialis 98 x/menit, kuat dan teratur. Hasil auskultasi paru tidak ada
ronkhii. Pada ekstremitas teraba hangat. Suhu tubuh 36,2 C. Warna kulit
klien sawo matang, tidak pucat, pengisian kapiler: ± 2 detik. Kuku jari
bersih dan normal. Penyebaran rambut merata, rambut kasar sampai mata
kaki, ada bulu pada ibu jari, Konjungtiva tidak anemis dan sklera tidak
ikterik.

3.1.6 Integritas Ego


• Gejala ( Subyektif)
Saat ini klien mengatakan agak tegang karena akan melakukan tindakan
operasi yang sama untuk kedua kalinya.Kondisi yang dialami sekarang
dilalui dengan banyak berdoa. Gaya hidup menengah keatas. Klien
mengatakan yang dicemaskan saat ini adalah masalah operasi dan apa
saja penyebab batu empedu yang dialami.

• Tanda ( Obyektif)
Status emosi klien gelisah, kekhawatiran terhadap operasi yang
dijalankan muncul, respon psikologis yang terobservasi adalah eskpresi
wajah menahan nyeri dan sedikit cemas. Ansietas klien termasuk skala
ringan karena masih terorientasi dengan waktu, tempat, dan orang.

3.1.7 Eliminasi
• Gejala ( Subyektif )
Klien mengatakan buang air besar hampir setiap pagi, tidak ada
gangguan. BAB terakhir kemarin pagi, konsistensi lembek warna kuning
tua. Tidak ada perdarahan. Klien mengatakan tidak memiliki riwayat
hemoroid dan konstipasi. Penggunaan laksatif harian tidak pernah.
Pola BAK klien sekitar 4-6 x/hari. Karakter urin: kuning jernih

• Tanda ( Obyektif)
Saat pemeriksaan abdomen, didaptkan nyeri tekan abdomen kanan atas.
Skala nyeri 5.

3.1.8 Cairan/Makanan
• Gejala ( Subyektif)
Klien mengatakan makanan kesukaan adalah ikan dan nugget. Klien
mengatakan gemar meminum teh dan minuman bersoda. Klien makan 3
kali sehari. Saat dirumah sakit pola diit mengikuti aturan rumah sakit.
Klien tidak memiliki alergi makanan. Klien tidak memiliki kesulitan
mengunyah dan menelan. Gigi masih utuh dan bersih.

• Tanda ( Obyektif )
Berat badan klien 69 kg dan tinggi badan 170 cm. IMT 24,67 dalam batas
normal. Postur tubuh tegap berisi. Turgor kulit baik dan elastis.
Penampilan lidah pink. Membran mukosa pink utuh. Kondisi gigi dan
gusi utuh dan baik, tidak ada perdarahan gusi. Bising usus: aktif pada
keempat kuadran.

3.1.9 Higiene
• Gejala ( Subyektif)
Aktivitas sehari-hari klien dilakukan mandiri, saat sakit dan setelah
menjalani operasi dibantu oleh istri.

• Tanda ( Obyektif)
Penampilan umum klien bersih, rapi, rambut dicukur pendek, cara
berpakaian rapi dan bersih. Tidak ada bau badan. Kondisi kuku dan
kepala bersih. Tidak ditemukan kutu.

3.1.10 Neurosensori
• Gejala ( Subyektif)
Klien mengatakan tidak merasa pusing dan tidak merasa kebas pada
ekstremitas. Penglihatan baik, pendengaran baik, indera pembau baik.

• Tanda ( Obyektif)
Tidak ada perdaraha pada hidung, indera bembau tidak bermasalah, status
mental sadar, terorientasi terhadap waktu, tempat, orang. Afek bicara
jelas dan koheren. Reaksi pupil mata positif, tidak menggunakan
kacamata. Tidak menggunakan alat pendengaran. Kekuatan genggaman
sama antara kiri dan kanan dan sensitif terhadap sentuhan.

3.1.11 Nyeri
• Gejala ( Subyektif )
Sebelum URS Litotripsi klien merasakan nyeri pada pinggang kiri dan
nyeri saat ingin dan sedang berkemih. Nyeri seperti terbakar, skala 5 dan
hilang saat beristirahat. Muncul saat ingin berkemih. Setelah operasi
nyeri muncul di alat genitalia (testis), namun bila menarik napas nyeri
dapat hilang.
• Tanda (Obyektif)
Sebelum URS Litotripsi: Nyeri di area pinggang dan testis, nyeri
menyebar, skala 5 dari 10, nyei hilang saat beritirahat dan muncul saat
ingin berkemih. Klien tampak menjaga area yang sakit, berhati-hati saat
tidur dan bangun tidur, berhati-hati saat menoleh dan beraktivitas serta
ekspresi wajah terlihat kesakitan dan menjaga area yang sakit. Respon
emosi masih terkendali dan sabar.

3.1.12 Pernapasan
• Gejala ( Subyektif)
Klien mengatakan tidak ada keluhan batuk, sesak napas, dan riwayat TB
ataupun bronkitis dan pneumonia. Tidak ada alat bantu pernapasan.

• Tanda (Obyektif)
Frekuensi pemapasan : 18 x/menit. Kedalaman baik, pengembangan dada
simentris, auskultasi tidak ada ronkhii, tidak ada wheezing, tidak ada
sianosis, tidak ada jari tabuh. Fungsi mental/kegelisahan: Sadar
terorientasi dan tegang, wajah terlihat gelisah.

3.1.13 Keamanan
• Gejala ( Subyektif )
Klien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi. Tidak ada riwayat
fraktur dan dislokasi. Tidak ada masalah penglihatan dan pendengaran.
• Tanda ( Obyektif )
Suhu: 36,2° C. Integritas kulit baik dan tidak ada jaringan parut di bagian
otot baik, rentang gerak maksimal

3.1.14 Interaksi Sosial


• Gejala ( Subyektif)
Klien sudah menikah kurang lebih 6 tahun, memiliki satu anak. Perilaku
koping klien dengan membicarakan masalah pada istri.
• Tanda ( Obyektif)
Bicara jelas dan dapat dimengerti. Komunikasi verbal/non-verbal dengan
istri dan keluarga.

3.1.15 Penyuluhan/Pembelajaran
• Gejala ( Subyektif)
Bahasa yang dominan digunakan yaitu Bahasa Indonesia. Klien melek
huruf dengan pendidikan terakhir S1. Klien mengatakan tidak tahu apa
saja yang bisa dimakan dan minum untuk mencegah batu akan pecah
sehingga harus dilakukan pembedahan atau operasi yang akan dialami.
Riwayat keluhan terakhir:
Sejak akhir tahun 2020 klien mengalami nyeri saat BAK, pinggang dan
testis terasa sakit. Akhirnya klien berobat ke RS. Klien berobat jalan
dimana diberikan obat untuk menghancurkan batu ginjal, tetapi tidak
berhasil. Direncanakan akan dilakukan pengobatan namun peralatan di
tempat tinggal klien terbatas sehingga mendatangi RS. Mitra Keluarga
Cibubur dan selanjutnya direncanakan operasi.

3.1.16. Data Penunjang

Tabel 3.1 Pemeriksaan Laboratorium Tn. I dengan Batu Saluran


Kemih Tahun 2013
22/04/2021
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Interpretasi
Hemoglobin 15,4 13-18 g/Dl Normal
Hematokrit 47 40-52 % Normal

Eritrosit 5,23 4,3-6,0 juta/mL Normal


Leukosit 10,300 4.800-10.800 Meningkat
Trombosit 282,000 150.000-400.000 Normal

APTT Kontrol 24,1 Detik Normal


SGOT 19 0-40 Meningkat
SGPT 33 0-35 Meningkat
Ureum 35 13-43 mg/dL Normal
Kreatinin 1,6 0,7-1,2 Normal
GDS Sewaktu 156 <200mg/dL Normal
Natrium 135 125-147 mmoL Normal

Kalium 4,01 3,5-5,0 mmoL Normal


Klorida 104 98-106 mmoL Menurun

pH urine 5,5 4,6-8,0 Normal


Berat Jenis urine 1,025 1,010-1030 Normal
Protein urine (negatif) (negatif) Normal

SARS CoV RT-PCR Negatif Negatif Normal


Basofil 1 0-1%
Normal

Eosinofil 3 1-3%
Normal

Batang 0 2-6%
Menurun

Segmen 59 50-70%
Normal

Limfosit 31 21-40%
Normal

Monosit 6 2-8%
Normal

MCV 81 82-92fl Menurun

MCH 29 27-31pg Normal

MCHC 37 32-36% Normal

Masa Perdarahan 2.00 1.00-6.00mnt Normal


Masa Pembekuan 11.00 9.00-15.00mnt Normal

Silinder Negatif Negatif


Normal

Epitel 1+ 1+
Normal

Bakteri Positif Negatif

Kristal Negatif Negatif

b. Pemeriksaan Thorax Dada 20/04/2021


Hasil : Cardio dan Pulmo Normal
c. Pemeriksaan CT Scan urologi polos tanggal 20/04/2021
Hasil :
- Ginjal kanan : ukuran normal dengan permukaan reguler
Pelviokalises ginjal baik, tebal parenkim kortek normal. Tidak tampak
batu/SOL intraparenkim.
Fat perirenal baik
Ureter kanan kaliber normal, tidak tampak batu sepanjang ureter. Fat periureter
tidak suram.
- Ginjal kiri : Ukuran normal dengan permukaan reguler
Pelviokalises melebar, tampak batu multipel di calyx tengah dan inferior
dengan ukuran diameter 0.5cm s/d ukuran +/- 1.5 x 2.3cm. Tak tampak
SOL di parenkim ginjal, perirenal fat tidak suram. Ureter kiri kaliber
melebar sampai setinggi L3 berukuran diameter 0.5cm.
- Buli-buli : Bentuk dan besar baik, dinding tidak menebal, tidak tampak
batu/SOL
- Prostat : Bentuk dan besar baik, tidak tampak massa. Kalsifikasi parenkim
prostat.
Hepar, Kd. Empedu, pankreas dan lien baik.
Kesan: Batu Ureter Kiri setinggi L3 diameter 0.5cm yang menyebabkan
hydroureter proksimal dan hydronefrosis kiri grade 2. Multipel nefrosis kiri di
calyx tengah dan inferior, pro URS Litotripsi
d. Therapy yang diberikan :
• IVFD : RL 20 tpm IV
• Ceftriaxone : 1 x 2 gr IV
• Lasix: 1x1 gr IV
• Profenid 3x 1 Supp
• Ciprofloxacin 1 x 500 mg PO
• Neuralgad lx 500 mg PO
e. Resume Pasien
Klien datang ke RS. Mitra Keluarga Cibubur tanggal 21 april 2021 dengan
keluhan nyeri pinggang kiri sejak. Skala nyeri 4-5. Hasil observasi TTV
tanggal 21 april 2021 : 2 minggu yang lalu, BAK berdarah, TD : 150/60
mmHg, N : 98x/menit, S : 36,6 0C dan RR : 18x/menit. Klien dilakukan operasi
URS Litotripsi pada tanggal 24 april 2021.

3.2 DATA FOKUS KLIEN DAN ANALISA DATA


3.2.1 DATA FOKUS
DATA SUBYEKTIF:
• Klien mengatakan nyeri pada pinggang kanan sejak akhir tahun 2020
• Klien mengatakan skala nyeri sedang (4-5)
• Klien mengatakan ketika berkemih seperti terbakar
• Klien mengatakan berkemih sering namun tidak tuntas dan menetes diakhir
• Klien mengatakan jarang minum air putih, gemar minum teh dan minuman
bersoda
• Klien mengatakan lebih sering berada di meja dalam ruangan ber AC
• Klien mengatakan mulai jarang berolahraga
• Klien mengatakan makanan kesukaan adalah ikan dan nugget.
• Klien mengatakan awal tahun 2021 pernah berkemih dan berdarah, saat itu
skala nyeri 5 dari 10.
• Klien mengatakan cemas akan tindakan operasi yang akan dijalankan

• Klien mengatakan kakinya tidak dapat di gerakkan

• Klien mengatakan badan dingin dan mengigil saat di ruang RR


• Klien mengatakan mengantuk setelah operasi, pusing bila mengangkat kepala

DATA OBYEKTIF
• Klien terlihat cemas
• Masih merasakan nyeri disekitar genitalia
• Skala nyeri 4-5 dari 10
• Perubahan pola berkemih: disuria
• Klien terlihat melindungi area yang sakit
• Klien terpasang IVFD RL : 20 tpm
• Klien terlihat gelisah dan wajah tegang
• Hasil Observasi TTV
TD : 150/60 mmHg, S=36,2°C
N = 98x/menit, RR =18 x/menit
• Hasil pemeriksaan lab tanggal 22 April 2021
- Leukosit = 10.300 /ul
- SGOT/SGPT = 19/33
• Penatalaksanaan URS Litotripsi tanggal 24 April 2021
• Anestesi spinal
• Tidak ada perdarahan post URS Litotripsi
• Perencanaan pulang post op tanggal 27 April 2021
• Terpasang kateter urine 18 Fr produksi kuning


ASKEP PRE OPERATIF
PENGKAJIAN
DS :
- Klien mengatakan susah tidur
- Klien mengatakan cemas tentang proses operasi
-
DO :
- Klien tampak gelisah, tegang
- TD meningkat, nadi meningkat
- Muka tampak pucat

No Data Fokus Etiologi Masalah


keperawatan
- Cemas Proses
DS : Penyakit
- Klien mengatakan susah tidur
- Klien mengatakan cemas tentang
proses operasi
DO :
- Klien tampak gelisah, tegang
- TD meningkat, nadi meningkat
- Muka tampak pucat

ASKEP INTRAOPERATIF
PENGKAJIAN
DS : -
DO :
a. Suhu ruangan 22°c
b. Klien berada di atas meja operasi
c. Posisi klien lithotomi
d. Imobilisasi terlalu lama
e. Dilakukan pembedahan URS
f. Tanda vital: TD: 150/60 mmHg, Nadi: 98 X/menit, RR: 18 X/menit, T: 36,2 oC.
ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
1 DS : Klien mengataka kakinya Prosedur pembedahan Risiko injury
tidak dapat di gerakan
DO : Tindakan anestesi
a. Suhu ruangan 22°c
b.Klien berada di atas meja Imobilisai terlalu lama
operasi
c. Posisi klien lithotomi Risiko injury
d.Imobilisasi terlalu lama
e. Dilakukan pembedahan URS
f. Tanda vital: TD: 150/60
mmHg, Nadi: 98 X/menit,
RR: 18 X/menit, T: 36,2 oC.
ASKEP POST OPERASI
PENGKAJIAN
DS :
- Klien mengatakan bahwa tubuhnya kedinginan

DO :
- Suhu ruangan 22°c
- Klien menggigil
- Mendapatkan anastesi spinal
- Akral dingin
- Tanda vital: TD: 150/60 mmHg, Nadi: 98 X/menit, RR: 18 X/menit, T: 36,2 oC.
DS : Prosedur Hipotermi
Klien mengatakan bahwa pembedahan
tubuhnya terasa dingin dan
mengigil Klien berada di
DO : kamar ok
a. Suhu ruangan 22°c
Paparan dingin
b. Klien menggigil

c. Klien mendapatkan Hipotermi


anastesi spinal

d. Akral klien dingin

e. Tanda vital: TD:


150/60 mmHg, Nadi:
98 X/menit, RR:
18X/menit, T: 36,2 oC.
3.3 DIAGNOSA
1. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ( Pre Operatif)
2. Resiko injury dengan adanya faktor risiko kelemahan fisik dan proses
pembedahan terlalu lama ( Intra Operatif)
3. Hipotermi berhubungan dengan paparan diruangan yang dingin dan proses
anastesi spinal (Post Operasi)
RENCANA KEPERAWATAN
3.4.1 Diagnosa Keperawatan: Ansietas
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x60 menit klien dapat
mengontrol kecemasannya, cemas berkurang
Kriteria hasil : Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, mau
berjabat tangan, klien dapat menyebutkan nama dan tgl lahir, klien membalas
salam, klien mau mengungkapkan perasaannya
Intervensi Keperawatan :
a. Bina hubungan saling percaya
Rasional : Klien dapat menyebutkan nama dan tgl lahir
b. Menyapa pasien dengan baik : verbal atau non verbal
Rasional : Klien dapat mengungkan perasaannya saat ini
c. Mengajarkan klien Tehnik relaksasi nafas dalam
Rasional : Klien dapat mengurangi rasa cemas
Implementasi

Implementasi untuk diagnosa Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

1. Tgl 24 April 2021 jam 08.05


Bina hubungan saling percaya pada pasien
2. Tgl 24 April 2021 jam 08.08
Memberikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaannya
saat ini
3. Tgl 24 April 2021 jam 08.15
Mengajarkan tehnik relaksasi latihan nafas dalam

Evaluasi

Evaluasi untuk diagnosa Ansietas berhubungan dengan krisis situasional


S : Klien mengatakan cemas sudah berkurang
O : Klien tampak lebih tenang
A : Klien sudah bersedia untuk dilakukan operasi
P : Intervensi di hentikan

3.4.2 Diagnosa Keperawatan: Resiko Injury


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x60 menit tidak
terjadi injury
Kriteria Hasil : tidak ada keluhan pusing, tidak ada cedera fisik
Intervensi Keperawatan:
a. Monitor tanda-tanda vital
Rasional: Penurunan TD dan peningkatan nadi menunjukkan kehilangan
volume cairan
b. Pantau tingkat kesadaran klien
Rasional: Efek anestesi dan kondisi fisik mempengaruhi tingkat kesadaran
c. Berikan lingkungan yang aman pada klien, pasang handrail, jauhkan dari
benda-benda berbahaya.
Rasional: Mencegah resiko jatuh dan cedera pada klien
Implementasi :
Implementasi untuk diagnosa resiko injury dengan adanya faktor risiko
kelemahan fisik dan proses pembedahan terlalu lama

1. Tgl 24 Juni 2021 Jam 10.50


Klien berada di atas meja operasi dengan posisi aman dan nyaman
2. Tgl 24 Juni 2021 Jam 10.55
Lakukan restrain pada ekstremitas bawah dan kedua tangan klien
3. Tgl 24 Juni Jam 10.58
Letakkan posisi kedua tangan klien dengan posisi anatomis

Evaluasi :
S:-
O : - Klien berada di atas meja operasi dengan posisi aman dan nyaman
- Klien dilakukan restrain pada ekstremitas bawah
- Kedua tangan klien dengan posisi anatomis
A : Klien aman berada di atas meja operasi dengan posisi lithotomi
P : Intervensi di hentikan
3.4.3 Diagnosa Keperawatan: Hipotermi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan lx60 menit dapat suhu tubuh
dalam batas normal
Kriteria Hasil: Suhu dalam batas normal, klien tidak menggigil kedinginan,
wajah tidak pucat
Intervensi Keperawatan:
- Pantau suhu tubuh saat di ruang pemulihan
Rasional : perubahan suhu yang signifikan membantu dalam pemberian
intervensi
- Berikan selimut tambahan
Rasional : Pemberian selimut tambhan dapat mengurangi efaporasi dan
radiasi sehingga suhu tubuh dapat di pertahankan
- Pantau suhu lingkungan
Rasional : Menjaga suhu lingkungan tetap konstan sehingga tidak terjadi
pertukaran antara suhu tubuh dengan suhu ruangan
Implementasi :
Implementasi untuk diagnosa Hipotermi berhubungan dengan paparan
diruangan yang dingin dan proses anastesi spinal

1. Tgl 24 April 2021 jam 13.45


Monitoring suhu tubuh pasien
2. Tgl 24 April 2021 jam 13.55
Memberikan selimut penghangat tubuh
3. Tgl 24 April 2021 jam 14.00
Kolaborasi pemberian obat analgetik

Evaluasi

Evaluasi untuk diagnosa Hipotermi berhubungan dengan paparan diruangan


yang dingin dan proses anastesi spinal
S : Klien tampak sudah tidak menggigil kedinginan
O : Klien sudah tidak menggigil
A : Suhu tubuh pasien dalam batas normal
P : Intervensi di hentikan
BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pembahasan kasus ini penulis akan membahas tentang adanya kesesuaian antara teori
dan hasil asuhan keperawatan pada Tn. N dengan kasus URS + lithotripsi yang telah dilakukan
tanggal 24 April 2021 di RS Mitra Keluaga Cibubur. Kegiatan yang dilakukan meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan
evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian
Penulis telah berusaha mencoba menerapkan dan mengaplikasikan proses Asuhan
Keperawatan Pada Klien dengan Batu Ginjal sesuai dengan teori-teori yang ada. Untuk
melihat lebih jelas asuhan keperawatan yang diberikan dan sejauh mana keberhasilan yang
dicapai, akan diuraikan sesuai dengan tahap-tahap proses keperawatan di mulai dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Pengkajian
merupakan tahap yang sistematis dalam mengumpulkan data tentang individu, keluarga,
dan kelompok ( Carpenito & Moyet, 2007). Dalam melakukan pengkajian pada klien Tn.
N data didapatkan dari klien, beserta keluarga, catatan medis serta tenaga kesehatan lain.
Identitas klien Pengkajian berdasarkan tinjauan teoritis di dapatkan data seperti
identitas klien dengan lengkap yaitu nama klien, jenis kelamin klien, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, tanggal masuk klien, tanggal pengkajian, diagnosa. Dalam
melakukan pengkajian kasus pada klien, penulis juga mendapatkan data yang lengkap
sesuai dengan tinjauan teoritis. Penulis tidak menemukan kesulitan untuk mendapatkan
data dari klien. Karena klien bisa diajak untuk berkomunikasi dan juga klien kooperatif
apabila ditanya. Keluarga klien juga banyak memberikan informasi jika ditanya.
Keluhan utama klien ketika masuk Rumah Sakit pada tanggal 20 April 2021 pada
pukul 11.22 WIB melalui poli bedah urologi klien mengatakan nyeri pinggang sebelah kiri
sudah 2 minggu dan klien mengatakan pipis sedikit sakit dan berdarah.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon manusia
(keadaan sehat atau perubahan pola interaksi aktual / potensial) dari individu atau
kelompok tempat perawat secara legal mengidentifikasi dan perawat dapat memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan atau untuk mengurangi,
menyingkirkan atau mencegah perubahan (Rohmah & Walid, 2012).
Pada tinjauan kasus ditemukan 3 diagnosa keperawatan :
1. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional

2. Resiko injury dengan adanya faktor risiko kelemahan fisik dan proses pembedahan terlalu
lama
3. Hipotermi berhubungan dengan paparan diruangan yang dingin dan proses anastesi spinal

C. Intervensi
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran (outcome) yang
diharapkan (SIKI DPP PPNI 2018).
Intervensi asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada Tn. M sudah menggunakan
menggunakan standar intervensi keperawatan indonesia (SIKI) dan standar luaran
keperawatan indonesia (SLKI). adapun tindakan pada standar intervensi keperawatan
indonesia terdiri atas observasi, terapeutik, edukasi, dan kolaborasi (PPNI, 2018).
Berdasarkan perencanaan kasus pada Tn. N, tindakan yang akan dilakukan sesuai
dengan intervensi yang telah di susun dengan masalah Ansietas menurut SIKI DPP PPNI
2018. Intervensi yang dilakukan dengan tujuan, Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x60 menit pasien menunjukkan klien dapat membina hubungan saling percaya
dengan Kriteria hasil klien dapat mengungkapkan tentang kecemasannya, klien dapat
melakukan latihan nafas dalam. Rencana tindakan pada diagnose ansietas meliputi : bina
hubungan saling percaya, klien dapat mengungkapkan kecemasannya, ajarkan klien
latihan nafas dalam, anjurkan pasien untuk berdoa. Intervensi asuhan keperawatan pada
klien yang mengacu pada intervensi yang telah disusun berdasarkan standar intervensi
keperawatan indonesia dan standar luaran keperawatan indonesia yang telah di pilih sesuai
kebutuhan klien dengan Ansietas berhubungan dengan krisis situasional ditandai dengan
klien mengatakan cemas karena proses operasi dengan kriteria hasil pasien tampak tenang
dan siap untuk operasi

Rencana tindakan keperawatan dalam diagnosa resiko injury dengan adanya faktor
risiko kelemahan fisik dan proses pembedahan terlalu lama yaitu memastikan klien
bearada diatas meja operasi posisi nyaman dan aman, dilakukan restrain pada ekstremitas
bawah, memastikan posisin kedua tangan klien dengan posisi anatomis.

Berdasarkan perencanaan kasus klien Tn. N untuk diagnosa hipotermia berhubungan


dengan efek pemberian obat anastesi rencana tindakan yang dilakukan adalah
memonitoring suhu tubuh klien, memberikan selimut tebal, memberikan penghangat
tubuh.

D. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah
(Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui seberapa jauh diagnosa
keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan telah tercapai (Ali, 2014).
Evaluasi yang ditemukan setelah dilakukan perawatan selama 1x60menit, masalah
Ansietas berhubungan dengan krisis situasional adalah pada klien dapat teratasi dan
intervensi dilakukan di ruangan penerimaan pasien di kamar bedah sebelum dilakukan
tindakan operasi pada tanggal 24 April 2021.

Evaluasi yang ditemukan setelah dilakukan perawatan selama 1x60menit, masalah


resiko injury dengan adanya faktor risiko kelemahan fisik dan proses pembedahan terlalu
lama adalah pada klien dapat teratasi dan intervensi dilakukan saat tindakan operasi dan
sebelum pasien pindah ke ruang pemulihan pada tanggal 24 April 2021.
Evaluasi yang ditemukan setelah dilakukan perawatan selama 1-2 jam, masalah
Hipotermi berhubungan dengan paparan diruangan yang dingin dan proses anastesi spinal

adalah pada klien teratasi dan intervensi dilakukaan setelah pasien di ruang pemulihan
dan sebelum kembali ke ruang rawat inap pada tanggal 24 April 2021
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan asuhan keperawatan yang sudah diberikan kepada klien dengan batu
saluran kemih, dapat ditarik beberapa kesempulan sebagai berikut :
1. Saluran kemih yang dialami klien adalah adanya faktor resiko ekstrinsik yaitu
rendahnya konsumsi air putih, pekerjaan yang monoton, dan tingginya konsumsi
protein hewani.
2. Masalah keperawatan yang muncul adalah ansietas, resiko cedera, dan hipotermi.

3. Implementasi yang menjadi fokus utama dalam rangka prevensi kekambuhan ulang
batu saluran kemih adalah edukasi pasien terkait peningkatan intake cairan dan
perubahan pola diit.

4. Peningkatan intake cairan dan perubahan pola diit adalah salah satu metoda yang
terbukti melalui beragam penelitian dapat meningkatkan volume urine sehingga
mengurangi resiko pembentukan batu saluran kemih.

5. Evaluasi keperawatan dilakukan saat selesai tindakan operasi di ruang pemulihan dan
sebelum klien kembali ke ruangan dengan fungsi eliminasi sudah kembali normal.

B. Saran

1. Bagi Penulis
a. Meningkatkan pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan batu saluran
kemih.

b. Dapat menciptakan/mengembangkan intervensi yang baru (inovatif) dalam


mengatasi masalah keperawatan yang ada.

Bagi Masyarakat
a. Meningkatkan pemahaman tentang penyebab batu saluran kemih
b. Meningkatkan kebiasaan intake air putih minimal 2-2,5 L perhari.

Bagi Instansi/ Rumah Sakit


a. Mampu memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas bagi pasien batu
saluran kemih
b. Meningkatkan pemahaman dan berpikir kritis dalam menghadapi kasus batu
saluran kemih

DAFTAR PUSTAKA
Alimul, A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya: Salemba
Medika.

Amin, N. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction.

Arif, M., & Sari, K. (2014). Asuhan Keperawatan gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.

Alodokter, (2017). Definisi Gangguan Tidur. Diambil dari


https://www.alodokter.com/gangguan-tidur

Astuti, 2014 Definisi Nyeri. Diambil dari

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-5/20391013-
PR Ragil%20Aprilia%20Astuti.pdf

Budiono & Pertami B. Sumirah, (2016). Konsep Dasar Keperawatan.Jakarta.


Bumi Medika.

Bustan, M. N. (2015). Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular.


Jakarta: Rineka Cipta.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2014). Nursing care plans:
Guidelines for individualizing client care across the life span. FA Davis

Gusdiani, (2010). Kebutuhan Dasar Eliminasi. Diambil tanggal 23 Juni 2019


dari https://www.scribd.com/doc/29388064/LP-ELIMINASI

Grace, P. A., & Borley, N. R. (2006). At a Glance Ilmu Bedah, Edisi Ketiga
Penerbit Buku Erlangga.

Hadiansyah, (2013). Nyeri Kolik Dan Hubungannya Dengan Batu Ureter Pada
Penderita Unilateral. Jakarta : RSC Mangunkusumo

Nessa. (2013). Efek diuretik dan daya larut batu ginjal dari ekstrak etanol rambut
jagung (zea mays L.). Andalas: Universitas Andalas.

Nursalam & Fransiska, (2006) : Asuhan Keperawatan pada pasien dengan


Gangguan Sistem Perkemihan : Jakarta : Salemba Medika.

Kurniati, M. F., & Abidin, A. Z. A. (2018). Hubungan Pelaksanaan Tindakan


Keperawatan Berdasarkan Kebutuhan Dasar Manusia Virginia Handerson
Dengan Kepuasan Pasien Di Rs Bhayangkara Wahyu Tutuko Bojonegoro.
Journal of Health Sciences, 11(2), 140-150.
Lina, (2008). Fator-Faktor Kejadian Batu Saluran Kemih. Semarang

Pangestu, (2017). Asuhan Keperawatan keluarga. Diambil tanggal 18 Juni 2019


dari https://www.academia.edu/17118119/117015620-ureterolithiasis

Purnomo, 2012 :Dasar – Dasar Urologi : Jakarta : CV Sagung Seto

Pratiwi, C. D., & Puspitasari, E. (2019). Identifikasi Sedimen Urine pada


Penduduk yang Mengkonsumsi Air Sumur di Desa Besole Kecamatan
Besuki Kabupaten Tulungagung. Borneo Journal of Medical Laboratory
Technology, 1(2), 52-56.

Prihatini, L. D. (2007). Analisis hubungan beban kerja dengan stress kerja


perawat di tiap ruang rawat inap RSUD Sidikalang (Master's thesis).

Pryskylia, (2016). Cara Menghitung Indeks Massa Tubuh. Diambil tanggal 4 Juli
2019 dari https://id.scribd.com/doc/307904035/Cara-Menghitung-Indeks-
Massa-Tubuh

Puspitaningrum, W., & Suratini, S. (2015). Hubungan Frekuensi Berkemih


dengan Kejadian Insomnia pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Yogyakarta Unit Budi Luhur Kasongan Bantul (Doctoral dissertation,
STIKES'Aisyiyah Yogyakarta).

Pratomo, (2019). Definisi Imobilisasi. Diambil dari


https://www.academia.edu/13435604/URETEROLITHIASIS

Rahmahani, A. K. (2017). Perbedaan Total Body Water (Tbw) Remaja Late


Adolescene Laki-Laki Dan Perempuan Di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Malang Menggunakan Bioelectrical Impedance Analysis
(BIA) (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).

Sartika Katarina, (2017). Ureterolithiasis. Diambil tanggal 2 Juni 2019 dari


https://www.academia.edu/17118119/117015620-ureterolithiasis

Suryanto, F., & Subawa, A. A. N. Gambaran Hasil Analisis Batu Saluran Kemih
Di Laboratorium Patologi Klinis Rsup Sanglah Denpasar Periode
November 2013–Oktober 2014. E-Jurnal Medika Udayana, 6(1).

Syaifuddin, A. (2009). Anatomi Tubuh Manusia Untuk Mahasiswa Keperawatan.

Tim Pokja, S. D. K. I. DPP PPNI.(2017). Standar Diagnosis Keperawatan


Indonesia (Edisi 2). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat
Nasional Indonesia.
World Health Organization, WHO/UNICEF Joint Water Supply, & Sanitation
Monitoring Programme. (2015). Progress on sanitation and drinking water:
2015 update and MDG assessment. World Health Organization.

Warli, M. H. (2013). Karakteristik Pasien Batu Saluran Kemih yang Dilakukan


Tindakan Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) di RSUP Haji Adam
Malik Medan Tahun 2012.

Yani, (2013). Menghitung Balance Cairan. Diambil tanggal 4 Juli 2019 dari
https://id.scribd.com/doc/126001917/Menghitung-Balance-Cairan

Zenyxtayulian, (2019). Definisi Kelemahan Otot. Diambil tanggal 24 Juni 2019 dari
https://www.scribd.com/doc/263539874/Kelemahan-Otot

Indrawati, (2013). Asuhan Keperawatan Batu Saluran Kemih. Diambil tanggal


4Juli 2019 dari http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351517-PR-Nova
%20Indrawati.pdf
 Hiperkalsiuria
PATHWAY  Hiperoksaluria
 Hiperuriouria
 Penurunan jumlah air kemih
 Faktor diet

Pengendapan partikel-partikel jenuh (Kristal dan


Matrik) dalam nukleus

Kelainan kristaluria, pertumbuhan kristal

Batu saluran kemih

Obstruksi Komplikasi Pembedahan

 Neyeri saat kencing  Kencing tiba-tiba  Pasien meningkat  Nyeri pada luka  Terdapat luka  Kelemahan  Ps bertanya-
 Nyeri pada pinggang berhenti kurang mengetahui operaso operasi  Ps tampak tanya
Hidronefrosis  Retensi urine  Pancaran miksi kecil penyakit prosedur  Ps tampak terpasang pucat tentang
pembedahan meringis keteter  Pusing keadaannya
 Ps tampak
Atopi ginajl Nyeri akut cemas,
Perubahan
eliminasi Nyeri akut Intoleransi
Kurang pengetahuan Resiko aktivitas
Destruksi ginjal urine
infeksi Kurang
Resiko
infeksi Urosepsis pengetahuan
Gangguan pola
eliminasi urine
Kerusakan fungsi ginjal permanen Ansietas

Gagal ginjal kronik

Anda mungkin juga menyukai