Di Susun Oleh :
Halaman
BAB I PENDAHULUAN
2.1.4 Anatomi........................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hiperplasi beberapa atau semua komponen
prostat yang mengakibatkan penyumbatan uretra prostatika (Muttaqin dan Sari, 2011).
Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering ditemukan pada pria
yang berusia lanjut. Istilah benigna prostat hiperplasia (BPH) sebenarnya merupakan
istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar
prostat. Benigna prostat hiperplasia ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia
60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun
dengan meningkatnya angka harapan hidup ini menurut WHO (2012) penderita
benigna prostat hiperplasia diseluruh dunia mencapai 1,1 juta jiwa, sedangkan untuk di
Benua Asia mencapai 764.000 jiwa. Data WHO (2016) memperkirakan jumlah
penderita benigna prostat hiperplasia di dunia adalah sekitar 30 juta penderita dan akan
meningkat pula pada tahun-tahun mendatang. Pada usia 40 tahun sekitar 40%, usia 60-
70 tahun meningkat menjadi 50% dan usia lebih dari 70 tahun mencapai 90
tersering kedua di klinik urologi di Indonesia setelah batu saluran kemih. Tahun 2013
di Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH, di antaranya diderita oleh laki-laki berusia di
atas 60 tahun. Prevalensi histologi BPH meningkat dari 20% pada laki-laki berusia 41-
50 tahun, 50% pada laki-laki usia 51-60 tahun hingga lebih dari 90% pada laki-laki
Prevalensi penderita BPH pada tahun 2014 di Rumah Sakit Umum Pusat Dr M
Husein Palembang, ditemukan 423 kasus pembesaran prostat jinak dan terjadi
peningkatan pada tahun 2015 yaitu sebanyak 617 kasus, ini dapat menunjukkan bahwa
kasus BPH adalah kasus yang paling banyak dan yang paling mudah ditemukan
(Birowo, 2015).
Di Kota Lubuklinggau berdasarkan data yang didapat dari catatan rekam medik
Rumah Sakit Siti Aisyah Kota Lubuklinggau, didapat angka kejadian hiperplasia
prostat cukup tinggi dalam dua tahun terakhir, yaitu pada tahun 2017 angka kejadian
benigna prostat hyperplasia sebanyak 42 kasus, sedangkan pada tahun 2018 sebanyak
34 kasus dan data pasien yang menjalani operasi benigna prostat hiperplasia pada tahun
2018 yaitu sebanyak 27 kasus (CM Rumah Sakit Siti Aisyah Kota Lubuklinggau,
2019).
Dayrit, dan Siswadi (2009) antara lain : perubahan gaya hidup, pengobatan, kateterisasi
dan pembedahan atau operasi. Tindakan operasi merupakan salah satu tindakan medis
mengakibatkan reaksi stres baik fisiologis maupun psikologis. Salah satu respon stres
adalah cemas. Menurut Baradero, Dayrit, dan Siswadi (2009) menyebutkan bahwa
fenomena yang ada di masyarakat menyatakan 80% pasien yang akan menjalani operasi
terjadinya perubahan dalam hidupnya di masa depan akibat penyakit atau akibat dari
Ruang Al-Kautsar RSUD Siti Aisyah Kota Lubuklinggau mengatakan bahwa pasien
pasien dan untuk tindakan non farmakologis hanya diajarkan untuk melakukan
Kecemasan akan timbul karena adanya sesuatu yang tidak jelas atau tidak
diketahui sehingga mucul perasaan tidak tenang rasa khawatir atau ketakutan (Rachmat,
2009). Banyak pasien pre operasi yang mengalami gangguan antara lain peningkatan
tekanan darah, denyut, nadi, suhu tubuh, dan penurunan daya tahan tubuh. Kecemasan
pada pasien pre operasi BPH dapat menunda proses operasi, proses pemulihan semakin
lama, peningkatan rasa sakit setelah operasi, penurunan kekebalan terhadap infeksi,
peningkatan analgesik pasca operasi, dan juga lamanya waktu rawat inap yang dijalani.
Berdasarkan Data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2013.
Menyatakan bahwa jumlah pasien pre operasi bertambah dengan klien yang mengalami
prevalensi kecemasan menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun
gangguan emosional yang ditunjukkan dengan gejala kecemasan dan depresi. Pada
penelitian yang dilakukan oleh Bahsoan (2013) sekitar 1,2 juta jiwa atau berkisar 80%
Indonesia penyakit BPH menempati angka kedua sesudah batu saluran kemih, dan
secara umum meningkat diusia 50 tahun sebanyak 50%, di Indonesia sendiri sebanyak
denyut jantung, tekanan darah, frekuensi nafas, dan secara umum mengurangi tingkat
energi pada pasien, dan akhirnya akan berdampak pada pelaksanaan proses
pembedahan (Muttaqin & Sari, 2011). Upaya untuk menurunkan kecemasan sebelum
pembedahan sangatlah penting bagi pasien. Dalam hal ini jika tidak ditangani secara
tepat dan benar oleh perawat maka akan muncul berbagai macam akibat diantaranya
akan terjadi penundaan pembedahan (Majid, Judha, dan Istianah .2011) Perawat
memiliki peran sebagai seorang edukator yang tentunya sangat diperlukan dalam hal
ini. Perawat dalam menjalankan peran sebagai pemberi pelayanan dapat memberikan
pendidikan kesehatan pre operasi pasien akan memperoleh informasi yang jelas
mengenai penyakit yang diderita dan pengalaman operasi yang akan dihadapi (Majid,
Disamping itu ada cara lain yang dapat digunakan untuk mengatasi kecemasan,
yaitu distraksi. Salah satu teknik distraksi yaitu terapi musik (Young & Koopsen,
gangguan suasana hati, seperti kecemasan (Rompas 2014). Musik dapat mengurangi
nyeri, depresi, pergolakan, dan agresi serta meningkatkan relaksasi dan suasana hati
yang positif (Young & Koopsen, 2012). Kepercayaan spiritual juga mempunyai
peranan penting dalam menghadapi kecemasan (Muttaqin dan Sari, 2009). Beberapa
penelitian telah menunjukan penurunan kecemasan pada pasien yang menggunakan doa
maupun praktik spiritualitas lainnya (Young & Koopsen, 2012). Salah satu terapi yang
menjadi bagian dari terapi musik dan terapi spiritualitas adalah terapi murottal Al-
Qur’an.
akan ditemukan bahwa sebagian besar pasien pra bedah juga beragama Islam. Tindakan
spiritual yang dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan sesuai dengan ajaran
salah satunya adalah ketenangan jiwa, sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh
Nugroho (2011) tentang konsep jiwa dalam Al Qur’an menyatakan bahwa Al Qur’an
ini sering memunculkan gelombang delta di daerah frontal dan sentral baik sebelah
kanan dan kiri otak. Adapun fungsi dari daerah frontal yaitu sebagai pusat intelektual
umum dan pengontrol emosi, sedangkan fungsi dari daerah sentral yaitu sebagai pusat
dalam otak manusia terdapat pusat asosiasi penglihatan dan pendengaran yang
berfungsi menginterpretasikan objek yang dilihat dan didengar. Informasi dari pusat
yang berada pada permukaan otak tersebut akan dihantarkan ke pusat emosi yaitu
sistem limbik. Dari pusat pengatur emosi ini perasaan tenang akan muncul oleh
rangsangan suara yang lembut dan irama yang perlahan. Ketenangan dapat memberikan
dampak pada fisiologi tubuh seperti detak jantung yang melambat, pernapasan yang
dalam dan panjang, tekanan darah menurun, dan suhu tubuh meningkat (Rusdi &
Isnawati, 2009).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Maulana (2015) tentang Pengaruh
RSUD Arifin Achmad Riau Tahun 2015, didapatkan hasil yaitu distribusi deskriptif
kecemasan sebelum dilakukan terapi musik murottal pada pasien benigna prostat
hyperplasia adalah dengan skala 27 atau kecemasan sedang dan setelah diberikan terapi
musik murottal menjadi skala 19 atau kecemasan ringan. Berdasarkan teori dan
dilakukan terapi musik murottal yang sering muncul pada pasien adalah kecemasan
ringan. Hal ini disebabkan melalui pemberian terapi musik murottal adanya perubahan
perubahan arus listrik di otot, perubahan sirkulasi darah, perubahan detak jantung dan
terhadap penurunan kecemasan maka membuat penulis tertarik untuk melakukan studi
Kecemasan Pada Pasien Pra Bedah Benigna Prostat Hyperplasia Di RSUD Siti Aisyah
studi kasus ini adalah “Bagaimanakah tingkat kecemasan pada pasien pra bedah
Bedah Benigna Prostat Hyperplasia Di Ruangan Rawat Inap RSUD Siti Aisyah
2019.
Tahun 2019.
2019.
Untuk mengetahui evaluasi keperawatan pada pasien pra bedah bedah benigna
medikal bedah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
paling umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering
ditemukan untuk intervensi medis pada pria di atas usia 50 tahun (Wijaya dan
Putri, 2013).
merupakan pembesaran pada kelenjar prostat yang dapat menyumbat aliran urin
2.1.2 Etiologi
menua. Terdapat perubahan mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria
usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang, akan terjadi
perubahan patologikanatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka
kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%,
merupakan factor terjadinya penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat
menyebabkan inskripsi pada RNA, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda dengan
kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim alfa–
reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini
normal.
meningkat, tetapi sel-sel prostat telah ada mempunyai umur yang lebih
dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator yang disebut Growth
factor. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol,
yang lebih besar pada pasien dengan pembesaran prostat jinak. BFGF dapat
diakibatkan oleh adanya mikro trauma karena miksi, ejakulasi atau infeksi.
keseimbangan antara laju poliferasi sel dengan kematian sel. Pada saat terjadi
Sel-sel yang telah apoptosis selalu dapat diganti dengan sel-sel baru.
Didalam kelenjar prostat istilah ini dikenal dengan suatu sel stem, yaitu sel
stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran
lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati
membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan
muntah, rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi
dengan buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada
2.2.1 Definisi
Cemas adalah suatu keadaan yang membuat seseorang tidak nyaman dan
terbagi dalam beberapa tingkatan. Jadi, cemas berkaitan dengan perasaan yang
ketidaknyamanan atau rasa takut yang disertai suatu respons (penyeab tidak
spesifik atau tidak diketahui oleh individu). Perasaan takut dan tidak menentu
sebagai sinyal yang menyadarkan bahwa peringatan bahaya yang akan datang
Ah .2015).
adalah suatu perasaan yang tidak tenang, gelisah, dan tidak nyaman serta
berasal dari diri sendiri (faktor internal) maupun dari luar (faktor eksternal)
Handayani (2012).
1. Faktor eksternal :
a. Ancaman integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau
b. Ancaman sistem diri antara lain : ancaman terhadap identitas diri, harga
a. Usia : Seseorang yang mempunyai umur lebih muda ternyata lebih mudah
ditandai oleh kecemasan yang spontan dan episodik, gangguan ini lebih
mengalami kecemasan
(Handayani, 2012)
1. Perasaan cemas yang ditandai dengan : cemas, firasat buruk, takut akan
2. Ketegangan yang ditandai dengan : merasa tegang, lesu, tidak dapat istirahat
sendiri, ketakutan pada orang asing, ketakutan pada binatang besar, ketakutan
4. Gangguan tidur yang ditandai dengan : sukar masuk tidur, terbangun malam
hari, tidur tidak nyenyak, bangun dengan lesu, mimpi buruk, mimpi yang
menakutkan.
6. Perasaan depresi yang ditandai dengan : kehilangan minat, sedih, bangun dini
7. Gejala somatik yang ditandai dengan : nyeri pada otot, kaku, kedutan otot,
nyeri dada, denyut nadi mengeras, rasa lemas seperti mau pingsan, detak
10. Gejala pernafasan yang ditandai dengan : rasa tertekan atau sempit di dada,
perasaan tercekik, merasa nafas pendek/ sesak, sering menarik nafas panjang.
11. Gejala gastrointestinal yang ditandai dengan : sulit menelan, mual, perut
rasa panas di perut, perut terasa kembung atau penuh, muntah, defekasi
12. Gejala urogenital yang ditandai dengan : sering kencing, tidak dapat
masa haid amat pendek, haid beberapa kali dalam sebulan, frigiditas,
13. Gejala otonom yang ditandai dengan : mulut kering, muka merah kering,
mudah berkeringat, pusing, sakit kepala, kepala terasa berat, bulu- bulu
berdiri.
14. Perilaku sewaktu wawancara, ditandai oleh : gelisah, tidak tenang, jari
gemetar, mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat,
1. Penilaian skor
Skor 0 : tidak ada gejala sama sekali
2. Penilaian hasil
Penilaian hasil yaitu dengan menjumlahkan nilai skor item 1 sampai dengan
dan tekanan darah sistolik, sedangkan fight merupakan reaksi agresif untuk
efeknya ntara lain napas menjadi lebih dalam, nadi meningkat. Darah akan
3. Respon Kognitif
bingung.
4. Respon Afektif
Kerangka Konsep
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
studi kasus. Studi kasus adalah penelitian yang dilakukan dengan meniliti suatu
permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal dengan pokok
pertanyaan yang berkenaan dengan “how” atau “why”. Unit tunggal dapat berarti satu
orang atau sekelompok penduduk yang terkena suatu masalah (Notoatmodjo, 2010).
Studi kasus ini bertujuan untuk menganalisis asuhan keperawatan yang akan dilakukan
yaitu Terapi Musik Murottal terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien pra bedah
benigna prostat hyperplasia di RSUD Siti Aisyah Kota Lubuklinggau Tahun 2019.
3.2 Subjek
Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang pasien Pra operasi benigna prostat
hyperplasia (BPH) di Ruang Rawat Inap RSUD Siti Aisyah Kota Lubuklinggau
1. Klien dengan pra operasi benigna prostat hyperplasia dengan kondisi yang buruk
3.3 Fokus
Fokus studi dalam penelitian ini adalah penurunan tingkat kecemasan pasien pra
prostat yang dapat menyumbat aliran urin yang sering terjadi umumnya pada pria.
2. Cemas
Cemas dapat diartikan sebagai suatu respon perasaan yang tidak berdaya, tidak
2. Murottal
Murottal adalah rekaman suara Al-Quran yang dilakukan seorang qori’ dengan
1. Pengumpulan Data
2. Instrumen
HARS, earphone/hedshet, dan handphone yang berisi lagu tentang terapi murottal
atau kesahihan suatu instrumen, sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu
kuesioner HARS. Skala HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas
kecemasan sebelum dilakukan terapi musik murottal adalah dengan skala 27 atau
kecemasan sedang dan setelah diberikan terapi musik murottal menjadi skala 19 atau
kecemasan ringan.
Penelitian ini akan dilakukan di Ruang Rawat Inap RSUD Siti Aisyah Kota