DISUSUN OLEH :
Segala puji bagi Allah pencurah kasih sayang tiada batas kepada yang dikehendaki-
Nya. Allah telah mencurahkan rahmat-Nya kepada penyusun sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul Persiapan Instrument Untuk Operasi Apendiktomie.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai
pemberi syafaat dan pembawa kabar gembira.
Penyusun menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang bersangkutan dalam
menyelesaikan penulisan makalah ini. Makalah ini penyusun ajukan untuk memenuhi tugas
yang ditetapkan oleh dosen Instrumentasi Poltekkes kemenkes Banten. Penyusun telah
berusaha sangat maksimal untuk memberikan yang terbaik, tetapi tidak menutup
kemungkinan untuk menerima kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan di masa
yang akan datang.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang........................................................................ 1
1.2 Tujuan Penulisan..................................................................... 2
1.3 Manfaat Penulisan................................................................... 2
1.4 Metode Penulisan.................................................................... 2
1.5 Sistematika Penulisan.............................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertiaan Apendiksitis.......................................................... 3
2.2 Etiologi Apendiksitis................................................................ 4
2.3 Patofisiologi.............................................................................. 4
2.4 Manifestasi Klinik..................................................................... 5
2.5 Pemeriksaan Penunjang............................................................ 6
2.6 Penatalaksanaan........................................................................ 7
2.7 Komplikasi................................................................................ 9
2.8 Pencegahan ............................................................................... 9
2.9 Macam – macam apendiktomi.................................................. 9
2.10 Bagian tubuh yang akan di operasai apendiktomi................... 12
2.11 Persiapan pasien....................................................................... 12
2.12 Persiapan Perawat Instrumen................................................... 13
2.13 Persiapan Tempat & Alat......................................................... 14
2.14 Prosedur untuk operasi apendektomi....................................... 25
2.15 Tehnik Menyeterilkan Instrumen alat operasi apendiktomi…. 26
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Tujuh persen penduduk di Amerika menjalani apendiktomi (pembedahan untuk
mengangkat apendiks) dengan insidens 1,1/1000 penduduk pertahun, sedang di negara-
negara barat sekitar 16%. Di Afrika dan Asia prevalensinya lebih rendah akan tetapi
cenderung meningkat oleh karena pola dietnya yang mengikuti orang barat
(www.ilmubedah.info.com, 2011).
Dilihat dari konsep diatas, maka penulis tertarik untuk menyusun makalah yang
berjudul tentang Persiapan Instrument Untuk Operasi Appendiktomy.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Apendiktomi adalah pembedahan atau operasi pengangkatan apendiks (Haryono,
2012). Apendiktomi merupakan pengobatan melalui prosedur tindakan operasi hanya
untuk penyakit apendisitis atau penyingkiran/pengangkatan usus buntu yang terinfeksi.
Apendiktomi dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi lebih
lanjut seperti peritonitis atau abses (Marijata dalam Pristahayuningtyas, 2015).
2.3 Patofisiologi
Apendiksitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia
folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan
sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi
mukosa mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun
elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat
4
aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada
saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila
sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif
akut.
Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti
dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang
telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses diatas
berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks
hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada
apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena
omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih
tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang sehingga
memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua, perforasi mudah terjadi
karena telah ada gangguan pembuluh darah.
2.6 Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Antibiotik
dan cairan IV diberikan serta pasien diminta untuk membatasi aktivitas fisik sampai
pembedahan dilakukan. Analgetik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
Apendiktomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera
mungkin untuk menurunkan resiko perforasi. Apendiktomi dapat dilakukan dibawah
anestesi umum atau spinal, secara terbuka ataupun dengan cara laparoskopi yang
merupakan metode terbaru yang sangat efektif. Bila apendiktomi terbuka, insisi
Mc.Burney banyak dipilih oleh para ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak
jelas sebaiknya dilakukan observasi dulu. Pemeriksaan laboratorium dan ultrasonografi
bisa dilakukan bila dalam observasi masih terdapat keraguan. Bila terdapat
laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera
menentukan akan dilakukan operasi atau tidak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
7
Menurut Arief Mansjoer (2000), penatalaksanaan apendisitis adalah sebagai berikut:
1. Tindakan medis
a. Observasi terhadap diagnosa
Dalam 8 – 12 jam pertama setelah timbul gejala dan tanda apendisitis, sering tidak
terdiagnosa, dalam hal ini sangat penting dilakukan observasi yang cermat. Penderita
dibaringkan ditempat tidur dan tidak diberi apapun melalui mulut. Bila diperlukan
maka dapat diberikan cairan aperviteral. Hindarkan pemberian narkotik jika
memungkinkan, tetapi obat sedatif seperti barbitural atau penenang tidak karena
merupakan kontra indikasi. Pemeriksaan abdomen dan rektum, sel darah putih dan
hitung jenis di ulangi secara periodik. Perlu dilakukan foto abdomen dan thorak posisi
tegak pada semua kasus apendisitis, diagnosa dapat jadi jelas dari tanda lokalisasi
kuadran kanan bawah dalam waktu 24 jam setelah timbul gejala.
b. Intubasi
Dimasukkan pipa naso gastrik preoperatif jika terjadi peritonitis atau toksitas yang
menandakan bahwa ileus pasca operatif yang sangat menggangu. Pada penderita ini
dilakukan aspirasi kubah lambung jika diperlukan. Penderita dibawa kekamar operasi
dengan pipa tetap terpasang.
c. Antibiotik
Pemberian antibiotik preoperatif dianjurkan pada reaksi sistematik dengan toksitas yang
berat dan demam yang tinggi .
2. Terapi bedah
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan. Apendiktomi
adalah pembedahan yang dilakukan untuk mengangkat apendiks yang telah
terinflamasi, hal ini dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan risiko perforasi.
Apendiktomi dapat dilakukan dibawah anastesi umum atau spinal dengan insisi
abdomen bawah atau dengan laparoskopi (Smeltzer & Bare, 2013).
3. Terapi pasca operasi
Perlu dilakukan obstruksi tanda-tanda vital untuk mengetahui terjadinya perdarahan
didalam, syok hipertermia, atau gangguan pernapasan angket sonde lambung bila
pasien telah sadar, sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan pasien
dalam posisi fowler. Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan.
Selama itu pasien dipuasakan. Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada
perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai fungsi usus kembali normal.
Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4-5 jam lalu naikkan menjadi 30
8
ml/jam. Keesokan harinya diberikan makan saring, dan hari berikutnya diberikan
makanan lunak. Satu hari pasca operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat
tidur selama 2 x 30 menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk diluar
kamar. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.
2.7 Komplikasi
a. Perdarahan
b. Infeksi pada luka dan usus perforasi (pecah).
c. Pembentukan abses di daerah usus buntu yang telah dibuang atau pada luka sayatan
d. Komplikasi yang relatif jarang atau langka lainnya mungkin termasuk ileus (gerak
peristaltik usus melambat-berhenti),
e. gangren usus,
f. peritonitis (infeksi di rongga peritoneal)
g. obstruksi usus (usus tersumbat).
h. Cedera pada organ didekatnya
2.8 Pencegahan
a) Diet tinggi serat akan sangat membantu melancarkan aliran pergerakan makanan
dalam saluran cerna sehingga tidak tertumpuk lama dan mengeras.
b) Minum air putih minimal 8 gelas sehari dan tidak menunda buang air besar juga akan
membantu kelancaran pergerakan saluran cerna secara keseluruhan.
10
2. Apendiktomi Laparoscopi
Pengangkatan usus buntu ini dilakukan untuk usus buntu akut. Apendiktomi
laparoskopi merupakan alternatif yang baik untuk pasien dengan usus buntu akut,
khususnya wanita muda pada usia subur, karena prosedur laparoskopi memiliki
keunggulan diagnosa untuk diagnosa yang belum pasti. Keunggulan lainnya
termasuk hasil kosmetik lebih baik, nyeri berkurang dan pemulihan lebih cepat.
Tindakan laparoskopi umumnya dilakukan sebagai prosedur rawat jalan. Dengan
kata lain, seseorang bisa pulang pada hari yang sama setelah menjalani laparoskopi.
Sebelum tindakan dimulai, pasien diberikan anestesi umum yang membuat pasien
tidur selama proses bedah berlangsung. Pada beberapa kasus, digunakan anestesi
lokal. Anestesi ini mematikan area yang akan dilakukan pembedahan, dan pasien
tetap terjaga selama tindakan.
Berbeda dengan metode sebelumnya, dalam teknik laparoskopi dokter hanya
memberi sayatan kecil pada bagian perut, yaitu kurang dari 2 cm. Selain itu,
dibanding melihat langsung ke dalam bagian perut pasien, dokter akan memasukan
sebuah tabung kecil yang berisi kamera yang bercahaya bernama laparoskop untuk
memberi visual organ dalam pasien pada monitor. Sebelum memasukan alat
tersebut, dokter akan menginjeksi gas ke dalam perut agar dinding perut terpompa
dan memberi ruang pada organ dalam lainnya. Dengan adanya ruang tersebut, dokter
menjadi lebih mudah menemukan jaringan usus buntu yang sudah meradang.
Setelah ditemukan, umbai cacing akan diikat dan kemudian dipotong dibuang.
Setelah umbai cacing yang meradang selesai dibedah, dokter akan mengeluarkan
gas yang berada di dalam perut, kemudian menjahitnya dan ditutup dengan perban.
Mengingat ukuran sayatan yang dibuka hanya sekitar 1 cm, luka akan hilang dan
sembuh sendiri seiring berjalannya waktu.
Tahap selanjutnya, dokter akan memasukkan laparoskop lewat sayatan yang
sudah dibuat sebelumnya. Kamera yang terpasang pada alat laparoskop ini
menampilkan gambar pada layar, sehingga ahli bedah bisa melihat masalah yang
terjadi di bagian dalam tubuh dengan lebih jelas. Setelah prosedur selesai dilakukan,
luka sayatan ditutup dengan dijahit atau plester bedah dan ditutup dengan perban.
Pasien akan dianjurkan untuk beristirahat selama satu atau dua jam sebelum kembali
ke rumah.
11
2.10Bagian tubuh yang akan di operasai apendiktomi
2.11Persiapan Pasien
1. Pre Operasi
a. Tes darah dan USG (ultrasonografi) untuk memastikan gejala tersebut adalah
akibat usus buntu.
b. Melakukan tes alergi obat bius sebelum jadwalnya diresmikan.
c. Diwajibkan untuk berpuasa makan dan minum setidaknya 8 jam sebelum
operasi usus buntu dilakukan. Puasa ini dilakukan untuk mengurangi risiko
aspirasi, kondisi isi perut masuk yang ke paru-paru. Perut yang kosong juga
memudahkan dokter untuk melihat rongga perut.
d. Tidak minum obat-obatan yang dapat mempengaruhi pembekuan darah seperti
aspirin, warfarin dan obat antikoagulan lainnya
e. Pasien diberi obat-obatan untuk mengurangi atau
menghilangkan mual dan muntah.
f. Antibiotik melalui infus juga dapat diberikan sebelum operasi.
2. Post Operasi
a. Setelah operasi, pasien akan dibawa ke ruang pemulihan untuk mengawasi organ
vital seperti detak jantung dan pernapasan pasien. Setelah tekanan darah, denyut
nadi, dan pernapasan stabil, pasien akan dipindah ke kamar rawat inap biasa.
b. Waktu pemulihan tiap orang setelah operasi berbeda-beda. Ini tergantung dari
kondisi, tingkat keparahan infeksi, dan apakah usus buntunya pecah atau tidak.
12
Menurut American College of Surgeons, jika apendiks tidak pecah, pasien
biasanya dapat pulang dalam 1-2 hari setelah operasi.
c. Beberapa jam setelah operasi, pasien diperbolehkan minum cairan. Pasien juga
mungkin diperbolehkan makan makanan padat, belajar duduk, dan berjalan
kembali pelan-pelan.
2. Pre Operasi : Melakukan kunjungan pasien yang akan dibedah minimal sehari
sebelum pembedahan untuk memberikan penjelasan / memperkenalkan tim bedah,
menyiapkan ruangan operasi dalam keadaan siap pakai meliputi : Kebersihan ruang
operasi dan peralatan, meja mayo / instrumen, meja operasi lengkap, lampu operasi,
mesin anestesi lengkap, suction pump,gas medis, menyiapkan set instrumen steril
sesuai jenis pembedahan, menyiapkan cairan antiseptik dan bahan-bahan sesuai
keperluan pembedahan
3. Saat operasi : Memperingati “tim bedah steril” jika terjadi penyimpangan prosedur
aseptik, membantu mengenakanjas steril dan sarung tangan untuk ahli bedah dan
asisten, menata instrumen steril di meja mayo sesuai dengan urutan proedur
pembedahan, emberikan cairan antiseptik kulit daerah yang akan diinsisi, memberikan
kain steril untuk prosedur draping, memberikaninstrumen kepada ahli bedah sesuai
urutan prosedur dan kebutuhan tindakan pembedahan secara tepat dan benar,
memberikan kain / duk steril kepada operator, dan mengambil kain kassa yang telah
digunakan dengan memakai alat, menyiapkan benang jahitan sesuai kebutuhan, dalam
keadaan siap pakai, mempertahankan instrumen selama pembedahan dalam keadaan
tersusun secara sistematis untuk memudahkan saat bekerja, membersihkan instrumen
dari darah pada saat pembedahan untuk mempertahankan sterilisasi alat dari meja
mayo, enghitung kain kassa, jarum dan instrumen, memberitahukan hasil perhitungan
13
jumlah alat, kain kassa dan jarum pada ahli bedah sebelum operasi dimulai dan
sebelum luka ditutup lapis demi lapis, menyiapkan cairan untuk mencuci luka,
membersihkan kulit sekitar luka setelah luka dijahit, penutup luka dengan kassa steril,
penyiapan bahan pemeriksaan laboratorium / patologi jika ada.
4. Post Operasi : Memfiksasi drain, dan kateter (jika terpasang), membersihkan dan
memeriksa adanya kerusakan kulit pada daerah yang terpasang elektrode, mengganti
alat tenun, baju pasien dan penutup serta memindahkan pasie dari meja operasi ke
kereta dorong, memeriksa dan menghitung semua instrumen sebelum dikeluarkan dari
kamar operasi, memeriksa ulang catatan dan dokumentasi pembedahan dalam
keadaan lengkap, membersihkan instrumen bekas pakai dengan benar dengan cara
sebagai berikut : pembersihan awal, merendam dengan cairan desinfektan yang
mengandung deterjen, menyikat sela-sela engsel instrumen, membilas dengan air
mengalir, mengeringkan, membungkus instrumen sesuai jenis macam, bahan,
kegunaan dan ukuran. Memasang indikator autoclavedan membuat label nama alat-
alat (set) pada setiap bungkusan instrumen dan selanjutnya siap untuk di sterilkan
sesuai prosedur yang berlaku, membersikan kamar operasi setelah tindakan
pembedahan selesai agar siap pakai.
Klem adalah suatu alat untuk menjepit ( memegang dan menekan ) sesuatu benda.
14
DoekKlem (Towel Forceps)5 (lima)
Towel clamp merupakan clamp pemegang dengan ujungnya yang runcing untuk
menahan tepi handuk/ doek pada tempatnya. Berguna untuk menjepit kain operasi
juga untuk memegang tulang coste ketika dilakukan traksi eksternal pada dinding
dada.
Pinset Chirurgis atau biasa disebut juga pinset jaringan tissue forceps atau pinset
operasi (surgical forceps) ini biasanya memiliki susunan gigi 1x2 (dua gigi pada
satu bidang) 2x3 dan 3x4 pinset bergigi ini digunakan pada jaringan.
15
Pinset Anatomi memiliki ujung tumpul halus. Secara umum, pinset digunakan
oleh ibu jari dan dua atau tiga anak jari lainnya dalam satu tangan. Tekanan pegas
muncul saat jari-jari tersebut saling menekan ke arah yang berlawanan dan
menghasilkan kemampuan menggenggam. Alat ini dapat menggenggam objek
atau jaringan kecil dengan cepat dan mudah, serta memindahkan dan
mengeluarkan jaringan dengan tekanan yang beragam. Pinset Anatomi ini juga
digunakan saat jahitan dilakukan, berupa eksplorasi jaringan dan membentuk pola
jahitan tanpa melibatkan jari.
Klem Arteri Pean lurus. Fungsinya untuk hemostatis untuk jaringan tipis dan
lunak.
16
Arteri klem van pean bengkok (chrorn kiern) Fungsinya untuk hemostatis untuk
jaringan tipis dan lunak.
Sifatnya mempunyai gigi pada ujungnya seperti pinset sirugis. Fungsinya untuk
menjepit jaringan.
17
Nald Voerder panjang/pendek 1/1
Nald vooder termasuk dalam jenis needle holder, dalam bahasa belanda disebut
dengan nama Naald-Voerder. Kegunaannya untuk memegang jarum jahit
(hechtnaald) serta menjahit luka terbuka seperti luka bekas pembedahan.
Langenbeck 2 (dua)
Langenback alat ini digunakan untuk melebarkan lubang operasi dengan tujuan
untuk kemudahan melakukan tindakan operasi. Alat ini berujung tumpul dengan
tujuan agar jaringan yang ditarik atau dilebarkan tidak mengalami cedera.
Rektator
18
Rektator fungsi untuk membuka bagian operasi
Linen Set untuk melindungi tubuh dari darah, cairan dan mikroba mikroba
ketika operasi.
Duk Bolong
Duk Bolong berfungsi untuk membatasi daerah yang akan dioperasi atau yang
sedang dioperasi.
19
Sarung tangan bermacam-macam ukuran
20
Pisau bedah untuk memotong bagian yang akan dioperasi.
21
Benang nonabsorbable
Alat ini sebagai perekat untuk mengencangkan pembalut yang memiliki luka
lebar.
22
Mesin Diatermi
Mesin Suction
Mesin Suction untuk menghisap cairan yang tidak diperlukan didalam tubuh
pasien. Seperti nanah, lendir, darah, ludah dan lainnya.
Lampu Operasi
Meja Operasi
23
Meja operasi adalah sebagai sebuah meja yang digunakan untuk berbaringan
pasien bedah, sesuai dengan posisi yang sesuai, dimana dokter akan melakukan
operasi pembedahan.
Meja Mayo
Meja Instrumen
Standar Infus
24
Standar Infus berfungsi untuk menyangga cairan infus
Tempat sampah
Tempat sampah untuk membuang bekas bekasa alat steril yang tidak terepakai.
Seperti kasa bekas.
25
14. Berikan bab cock untuk menjepit appendik kemudian pisahkan dari meso appendik
dengan couter.
15. Berikan crushing klem untuk menjepit pangkal appendik kemudian berikan benang
non absorbable 2/0 untuk mengikat pangkal appendik 2 x.
16. Berikan crusing klem lagi untuk menjepit diatas ikatan da berikan pisau bedah no
10 yang telah dibasahi dengan desinfektan untuk memotong appendik.
17. Berikan pinset panjang untuk mengkoter ujung potongan appendik dan untuk
merawat perdarahan.
18. Inventaris alat dan kasa
19. Jahit lapis demi lapis dengan benang absorbtabel 2/0 , 3/0. dan tutup dengan kasa
& plester.
20. Cuci tangan, cuci instrumen dan setting kembali instrumen
26
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1 Apendiktomy adalah suatu tindakan pengangkatan apendiks yang terimflamasi
dengan menggunakan pendekatan endoskopi.
2 Dalam melakukan pengkajian
keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis apendiktomy dijumpai adanya
nyeri, aktivitas dibantu, luka insisi + 5 cm, nyeri tekan.
3 Rencana keperawatan yang dilaksanakan dalam Asuhan Keperawatan pada pasien
apendiktomy adalah kaji intensitas nyeri, kaji pernyataan verbal dan non verbal,
berikan kenyamanan dengan mengubah posisi, ganti perban, bantu aktivitas,
pendidikan kesehatan mengawasi tanda-tanda vital, pantau gejala infeksi, gunakan
desinfektan.
4 Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan
antaranya penggunaan skala rentang nyeri dalam mengkaji tingkat nyeri, ketidak
sesuaian antara petunjuk verbal dan non verbal, memberikan kenyamanan dengan
mengubah posisi, untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah infeksi,
membantu aktivitas, memberikan pendidikan kesehatan, mengatasi tanda-tanda vital,
memantau gejala infeksi dan menggunakan desinfektan.
3.2 Saran
Untuk rekan-rekan mahasiswa
1 Diharapkan dalam melakukan pengkajian keperawatan dengan klien post
appendiktomy agar mengkaji secara menyeluruh dan disesuaikan dengan teori yang
ada.
2 Diharapkan agar lebih memahami dan mempelajari lebih dalam ilmu keperawatan
medical bedah khususnya tentang asuhan keperawatan pada klien dengan post
appendiktomi dan juga untuk meningkatkan kepercayaan diri.
27
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, Diane C dan Hackley, JiAnn C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku
untuk Brunner dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Sjamsuhidajat, R dan Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Volume 2,
Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta: EGC.
Wilkinson, Judith M dan Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan:
Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil Noc. Jakarta: EGC.
https://www.academia.edu/12956687/APENDISITIS
https://id.scribd.com/document/361976690/BAB-Instrumen-docx
28