PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa
urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila
kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses
eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra. Proses ini terjadi
dari dua langkah utama yaitu : Kandung kemih secara progresif terisi sampai
tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang, yang kemudian
mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang disebut refleks miksi
(refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih atau jika ini
gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan keinginan untuk berkemih.
Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik medula spinalis, refleks ini bisa
juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau batang otak.
Kandung kemih dipersarafi araf saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori
dari kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-4) kemudian
diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirim signal
pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter
interna berelaksasi dan spinter eksternal dibawah kontol kesadaran akan berperan,
apakah mau miksi atau ditahan. Pada saat miksi abdominal berkontraksi
meningkatkan kontraksi otot kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine
tersisa dalam kandung kemih yang diusebut urine residu. Pada eliminasi urine
normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan
atau bangun tidur., Normal miksi sehari 5 kali.
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi
tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada
gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada
keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing
orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara
kebiasaan eliminasi yang normal. Keadaan sakit dapat menghindari mereka
sesuai dengan program yang teratur. Mereka menjadi tidak mempunyai
kemampuan fisik untuk menggunakan fasilitas toilet yang normal ; lingkungan
rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas,
perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi. Untuk menangani masalah
eliminasi klien, perawata harus mengerti proses eliminasi yang normal dan
faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi
B. Tujuan
1. Memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan eliminasi
urin
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
1. Gangguan Eliminasi Urin
Gangguan eliminasi urin adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami atau berisiko mengalami disfungsi eliminasi urine. Biasanya orang
yang mengalami gangguan eliminasi urin akan dilakukan kateterisasi urine, yaitu
tindakan memasukan selang kateter ke dalam kandung kemih melalui uretra
dengan tujuan mengeluarkan urine.
C. Etiologi
1. Gangguan Eliminasi Urin
a. Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
output urine atau defekasi. Seperti protein dan sodium mempengaruhi
jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan urine intake
cairan dari kebutuhan, akibatnya output urine lebih banyak.
b. Aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi
urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus
sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi
pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang
lama. Karena urine secara terus menerus dialirkan keluar kandung kemih,
otot-otot itu tidak pernah merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi.
Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine yang
diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih besar metabolisme tubuh
c. Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra
d. Infeksi
e. Kehamilan
f. Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat
g. Trauma sumsum tulang belakang
h. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra.
i. Umur
j. Penggunaan obat-obatan
E. Patofisiologi
1. Gangguan Eliminasi Urin
Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskan di
atas. Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda.
Pada pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cedera medulla spinal,
akan menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urin/ inkontinensia urin.
Gangguan traumatik pada tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada
medulla spinalis. Lesi traumatik pada medulla spinalis tidak selalu terjadi
bersama-sama dengan adanya fraktur atau dislokasi. Tanpa kerusakan yang nyata
pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkan efek yang nyata di
medulla spinallis. Cedera medulla spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab
gangguan fungsi saraf termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.
Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik dikaitkan
dengan cedera medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagai syok spinal.
Syok spinal merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada medulla spinalis
(areflexia) di bawah tingkat cedera. Dalam kondisi ini, otot-otot yang dipersyarafi
oleh bagian segmen medulla yang ada di bawah tingkat lesi menjadi paralisis
komplet dan fleksid, dan refleks-refleksnya tidak ada. Hal ini mempengaruhi
refleks yang merangsang fungsi berkemih dan defekasi. Distensi usus dan ileus
paralitik disebabkan oleh depresi refleks yang dapat diatasi dengan dekompresi
usus (Brunner & Suddarth, 2002). Hal senada disampaikan Sjamsuhidajat (2004),
pada komplikasi syok spinal terdapat tanda gangguan fungsi autonom berupa kulit
kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi
kandung kemih dan gangguan defekasi.
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan
dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal
penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan
somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung
kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih.
Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas
kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher
kandung kemih dan proksimal uretra.
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang simultan
otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf
parasimpatis yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu
agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf
sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke
batang otak. Impuls saraf dari batang otak menghambat aliran parasimpatis dari
pusat kemih sakral spinal. Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan
pada aliran parasimpatis sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.
Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi pada
otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang nervus pudendus
untuk merelaksasikan otot halus dan skelet dari sphincter eksterna. Hasilnya
keluarnya urine dengan resistensi saluran yang minimal. Pasien post operasi dan
post partum merupakan bagian yang terbanyak menyebabkan retensi urine akut.
Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan edema sekunder
akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural anestesi, obat-obat narkotik,
peregangan atau trauma saraf pelvik, hematoma pelvik, nyeri insisi episiotomi
atau abdominal, khususnya pada pasien yang mengosongkan kandung kemihnya
dengan manuver Valsalva. Retensi urine pos operasi biasanya membaik sejalan
dengan waktu dan drainase kandung kemih yang adekuat.
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan foto rontgen
3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses
H. Pengkajian
1. Riwayat keperawatan eliminasi
Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin membantu perawat
menentukan pola defekasi normal klien. Perawat mendapatkan suatu
gambaran feses normal dan beberapa perubahan yang terjadi dan
mengumpulkan informasi tentang beberapa masalah yang pernah terjadi
berhubungan dengan eliminasi, adanya ostomy dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pola eliminasi.
Pengkajiannya meliputi:
a. Pola eliminasi
b. Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
c. Masalah eliminasi
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat bantu, diet,
cairan, aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi inspeksi,
auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran intestinal.
Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat merubah
peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi dan palpasi.
Inspeksi feses, meliputi observasi feses klien terhadap warna, konsistensi,
bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya unsur-unsur abdomen. Perhatikan
tabel berikut :
3. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal meliputi tehnik visualisasi
langsung / tidak langsung dan pemeriksaan laboratorium terhadap unsur-
unsur yang tidak normal.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan dalam eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine,
inkontinensi dan enuresis
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya inkontinensi urine
3. Perubahan dalam rasa nyaman berhubungan dengan dysuria, nyeri saat
mengejan
4. Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urine, pemasangan kateter
5. Perubahan konsep diri berhubungan dengan inkontinensi
6. Self care defisit : toileting jika klien inkontinesi
7. Potensial defisit volume cairan berhubungan dengan gangguan fungsi saluran
urinary akibat proses penyakit
Daftar Pustaka
Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Eliminasi. Terdapat pada :
http://911medical.blogspot.com/2007/06/asuhan-keperawatan-klien-dengan-
masalah.html
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. enerbit Kedokteran
EGC: Jakarta.
Harnawatiaj. 2010. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fekal. Terdapat
pada : http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/14/konsep-dasar-pemenuhan-
kebutuhan-eliminasi-fecal/
Septiawan, Catur E. 2008. Perubahan Pada Pola Urinarius. Terdapat pada:
www.kiva.org
Sjamsuhidajat. 2004. Buku Ajar Medikal Bedah. Penerbit Kedokteran EGC: Jakarta.
Supratman. 2000. askep Klien Dengan Sistem Perkemihan
Andi Visi Kartika. Retensi Urin Pospartum.
Http://www.jevuska.com/2007/04/19/retensi-urine-post-partum
Siregar, c. Trisa , 2004, Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi BAB, Program Studi
Ilmu Keprawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Johnson M., Meridean, M., Moorhead, 2000. NANDA, NIC, NOC. PENERBIT:
MOSBY