Anda di halaman 1dari 49

EFEKTIFITAS POSISI DEKUBITUS LATERAL TERHADAP

PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE (NGT) PADA PASIEN


TIDAK SADAR

Dianjukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Keperawatan Medikal Bedah Berbasis Inovasi dan Teknologi

Asep Badrujamaludin, MN., RN

Disusun Oleh :
Kelompok II
Astri Zeini Wahida
Elizabeth Tampubolon
Fera Melinda
Jhons P Kusmawan
Uun Komalawati

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S-2)


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL ACHMAD YANI CIMAHI
2020
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan makalah ini
tepat pada waktunya dengan berjudul “EFEKTIFITAS POSISI DEKUBITUS
LATERAL TERHADAP PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE (NGT)
PADA PASIEN TIDAK SADAR”.
Makalah ini berisikan tentang analisis evidance base practice yang bisa
diterapkan di tatanan klinis yang berfokus pada sistem sistem pencernaan sebagai
bentuk inovasi. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat
kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini.

Hormat Kami,

Kelompok II

i
ii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL

KATA PENGANTAR..........................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................1

B. Rumusan Masalah.............................................................................8

C. Tujuan...............................................................................................8

D. Manfaat.............................................................................................9

BAB II TINJAUAN TEORI..............................................................................10

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan.....................................10

B. Nasogastric Tube (NGT)................................................................12

C. Konsep Penerapan Posisi Lateral Dekubitus dalam Pemasangan

NGT Pada Pasien Tidak Sadar.......................................................22

D. Kerangka Teori...............................................................................24

BAB III METODE PENELITIAN....................................................................25

A. Kerangka Konsep...........................................................................25

B. Desain Penelitian............................................................................27

C. Variabel Penelitian.........................................................................27

D. Definisi Operasional.......................................................................28

E. Populasi dan Sampel.......................................................................29

F. Teknik Pengambilan Data..............................................................30


iii

G. Instrument Penelitian......................................................................30

H. Pengolahan dan Analisis Data........................................................32

I. Prosedur Penelitian.........................................................................37

J. Etika Penelitian...............................................................................39

K. Lokasi dan Waktu Penelitian..........................................................40

DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut American Nurse Association, keperawatan adalah diagnosis

dan penanganan terhadap respon manusia, baik itu berupa masalah kesehatan

yang aktual atau potensial (Jonnavithula et al., 2019). Pemberian pelayanan

keperawatan pada pasien membutuhkan adanya suatu kompetensi pemikiran

kritis (critical thinking) yang harus dimiliki perawat. Alfaro Le Fevre (2018)

mengungkapkan bahwa critical thinking merupakan suatu pemikiran yang

bertujuan, terinformasi, berfokus pada hasil yang dicapai, yang memerlukan

identifikasi masalah-masalah utama, isu-isu terkait, dan risiko-risiko yang

terlibat.

Proses keperawatan dikategorikan sebagai kompetensi critical

thinking yang spesifik dalam keperawatan. Proses ini merupakan suatu proses

yang sistematis dengan menggunakan pendekatan problem-solving

(pemecahan masalah), yang membantu perawat dalam membuat keputusan

klinis tentang rencana perawatan pasien. Proses keperawatan terdiri dari

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi

(Potter, A.P. & Perry, A., 2010). Berdasarakan pendekatan proses

keperawatan, perawat diharapkan tidak hanya mampu untuk melakukan suatu

keterampilan, tetapi juga berpikir tentang rasionalisasi dari apa yang mereka

lakukan. Keterampilan keperawatan harus didasari ilmu pengetahuan dan


2

praktek dimana mencakup langkah-langkah tertentu demi keselamatan dan

kesejahteraan pasien dan perawat.

Keterampilan keperawatan merupakan salah satu alat pendukung

untuk melaksanakan intervensi keperawatan bagi pasien. Intervensi

keperawatan adalah setiap tindakan yang dapat dilakukan perawat atau

didelegasikan oleh perawat secara legal dan mandiri. Ketika perawat

menentukan intervensi keperawatan yang tepat, perawat harus

mempertimbangkan faktor-faktor terkait atau faktor etiologi dan faktor-faktor

risikonya. Salah satu bentuk intervensi keperawatan yang memerlukan

kompetensi pemikiran kritis adalah pemasangan pipa lambung (Nasogastric

Tube/NGT). Dimana pemasangan selang NGT merupakan tugas yang sulit

pada pasien dengan tingkat kegagalan upaya pertama setinggi 50%

(Jonnavithula et al., 2019).

Tindakan pemasangan NGT adalah suatu tindakan memasukan sebuah

selang atau pipa melalui lubang hidung melewati nasofaring dan esofagus

menuju ke dalam lambung (Kim et al., 2018). Tindakan pemasangan NGT ini

bertujuan untuk : dekompresi (mengeluarkan cairan dan gas dari saluran

gastrointestinal/lambung), feeding (memberikan cairan dan nutrisi ke dalam

lambung pada pasien yang tidak mampu menelan), kompresi (memberi

tekanan internal dengan menggunakan balon untuk mencegah perdarahan

gastrointestinal), dan lavage (irigasi lambung pada kasus perdarahan aktif,

keracunan atau dilatasi lambung) (Kavakli, Ozturk, et al., 2017).


3

Selama pemasangan selang NGT, penting untuk memperhatikan

teknik pemasangannya karena tindakan pemasangan NGT juga dapat

menimbulkan beberapa komplikasi seperti refleks muntah, batuk, dan

pendarahan mukosa. Kesalahan penempatan NGT bahkan dapat

menyebabkan pneumotoraks pneumonia (Joseph TT et al. 2014 ). Jika tidak

tepat selang nasogastrik mungkin ada di kerongkongan, meningkatkan risiko

aspirasi (Santos et al., 2016). Berdasarkan laporan dari Rumah Sakit di

Singapura, (Lim et al., 2018) 19,2% pasien mengalami pneumonia aspirasi

setelah inisiasi home enteral nutrisi. Ini berpotensi disebabkan oleh kesalahan

pemasangan. Kemudian karena selang mungkin berkerut, menyebabkannya

diblokir (Santos et al., 2016), atau masukkan duodenum jika itu terlalu

panjang. Ini meningkatkan ketidaknyamanan pasien, waktu perawatan,

radiologis paparan dan biaya perawatan kesehatan (Santos et al., 2016; Taylor

et al., 2014). Lebih jauh lagi, itu menyebabkan keterlambatan dalam memberi

makan dan pengobatan administrasi (Taylor et al., 2014), dan berpotensi

mengarah ke pasien membahayakan. Oleh karena itu, penting untuk memiliki

perkiraan yang baik untuk pemasangan selang NGT.

Ketepatan posisi NGT di lambung merupakan hal yang sangat penting

di dalam melakukan prosedur pemasangan NGT, jika posisi NGT salah maka

akan berdampak buruk bagi pasien. Akan tetapi ada beberapa kondisi yang

mempersulit pemasangan NGT walaupun secara umum prosedurnya relatif

sederhana dan tidak memakan waktu namun terkadang prosedur ini sulit

dilakukan terutama pada pasien yang dalam keadaan tidak sadar karena
4

mereka tidak mampu mengikuti instruksi perawat (Road et al., n.d., 2018)

sedangkan untuk pasien dengan keadaan tidak sadar pemasangan NGT

diperlukan karena tidak dapat menelan makanan dan obat-obatan atau

memiliki asupan oral yang tidak memadai (Best C, 2017). Prosedur

pemasangan NGT tidak hanya memerlukan keterampilan dan kebiasaan

semata, tetapi juga diperlukan rasionalisasi berdasarkan ilmu keperawatan

yang dimiliki serta kemampuan berpikir kritis dalam membuat suatu

penilaian dari tindakan yang dilakukan karena pada pasien tidak sadar perlu

mempertimbangkan kondisi pasien yang tidak sadar sering menunjukkan

glossoptosis.

Pemasangan selang NGT dimasukkan melalui satu lubang hidung ke

dalam rongga hidung, melewati choanae, dan bergerak sepanjang dinding

faring lateral posterior ke esofagus. Sinus piriform dan kartilago arytenoid

sering disebut sebagai tempat impaksi yang umum. Dalam kondisi klinis,

ketidaksadaran pada pasien disebabkan oleh cedera otak, sering disertai

dengan glossoptosis. Glossoptosis mengacu pada perpindahan lidah ke

belakang yang disebabkan oleh kelumpuhan saraf dan penurunan ketegangan

otot. Lidah yang dipindahkan memblokir saluran faring di mana NGT harus

dilewati untuk penempatan ke kerongkongan atas. Selama prosedur

memasukkan NGT, situs impaksi pertama bukanlah sinus piriform dan tulang

rawan arytenoid, tetapi lidah yang tergusur ke belakang di atasnya,

menghasilkan kerutan dan penggulungan tabung. Dalam metode

konvensional, fleksi leher ke depan dapat meningkatkan kelengkungan


5

saluran faring, yang memungkinkan tabung dekat dengan dinding faring

lateral posterior; Namun, manuver ini semakin mengurangi ruang antara

dinding faring lateral posterior dan lidah dan, sebaliknya, meningkatkan

kesulitan penyisipan NGT. Upaya semacam itu bisa efektif pada pasien yang

sadar namun untuk pasien yang tidak sadar dengan glossoptosis, mungkin

tidak cocok (Road et al., 2018).

Kondisi lidah yang jatuh ke belakang menghalangi jalan faring

menjadikan banyaknya manuver dari para peneliti telah melakukan banyak

penelitian untuk meningkatkan tingkat keberhasilan intubasi dan mengurangi

ketidaknyamanan pasien. Manuver diusulkan untuk memfasilitasi penyisipan

NGT, termasuk manuver Sellick terbalik (Parris WC, 1989), perpindahan ke

depan laring (Kirtania J et al, 2012), fleksi leher dengan lateral tekanan (Illias

AM et al, 2013), rotasi kepala (Najafi M & Golzari SE, 2016), penggunaan

jari untuk memanipulasi NGT (Appukutty J & Shroff PP, 2009) dan

penggunaan posisi decubitus lateral (Road et al., 2018).

Manuver Sellick melibatkan penerapan tekanan pada tulang rawan

krikoid dengan jari menyumbat kerongkongan dan meningkatkan visualisasi

glotis selama intubasi endotrakeal; Oleh karena itu, manuver Sellick terbalik

melibatkan mengangkat tulang rawan krikoid untuk membuka awal

kerongkongan. Manuver Sellick terbalik dan perpindahan teknik laring ke

depan buka kerongkongan lebih lebar dan biarkan NGT lewat dengan lebih

mudah. Demikian pula Gupta D et al. (2017) menyatakan membuka

kerongkongan bagian atas dengan menggembungkan udara melalui bagian


6

wajah data memfasilitasi penyisipan NGT. Fleksi leher dengan tekanan

lateral, rotasi kepala dan penggunaan teknik jari cenderung menumpulkan

sinus piriform dan mempertahankan NGT dekat dengan posterior dinding

lateral pharyngeal, yang memungkinkan tabung masuk ke esofagus bagian

atas dengan lancar.

NGT umumnya terbuat dari polivinil klorida atau silikon, yang

fleksibel terutama di suhu tubuh. Setelah ditekuk, NGT mungkin menjadi

terpaku lagi di lokasi yang sama sehingga banyak penelitian yang

menyarankan untuk menggunakan kawat pemandu ureter sebagai stylet

(Mahajan R et al., 2009) dan teknik Seldinger untuk penyisipan (Kirtania J et

al, 2012). Tsai et al. (2012) menggunakan stilet intubasi ‘Rusch’ yang

terhubung ke ujung distal NGT oleh halangan Highwayman (sejenis slipknot

yang dapat dengan mudah dilepaskan dengan tarikan yang sangat ringan)

untuk memperkeras tabung dan meningkatkan tingkat keberhasilan

pemasangan NGT. Namun tidak membutuhkan waktu lebih lama dan

dianggap tidak efektif.

Pada kondisi pasien tidak sadar tindakan yang paling efektif adalah

penggunakan posisi decubitus lateral karena memiliki resiko paling rendah.

Memposisikan tubuh dalam posisi dekubitus lateral atau lebih lanjut

memiringkan tubuh ke dekubitus yang rentan posisi 20-30 derajat, sela antara

dinding faring lateral posterior dan lidah meningkat, yang memfasilitasi

pemasangan selang NGT. Metode ini dinilai lebih efektif untuk pemasangan

selang NGT pada pasien yang tidak sadar karena lidah kana bergerak ke
7

samping dan ke depan karena gravitasi dengan demikian sela antara lidah dan

dinding faring lateral posterior diekspos yang memfasilitasi penyisipan NGT.

Keberhasilan waktu pemasangan yang lebih pendek, tingkat keberhasilan

yang tinggi dan jumlah upaya berulang berkurang dan timbulnya komplikasi

berkurang (Adib-Hajbaghery et al., 2014).

Penelitian Road et, al (2018) yang berjudul The important role of

positioning in nasogastric tube insertion in unconscious patients: A

prospective, randomized, double-blind study menunjukan bahwa kelomok

responden dengan posisi decubitus lateral memiliki tingkat keberhasilan yang

lebih tinggi pada penyisipan pertama dan tingkat keberhasilan keseluruhan

dari pada kelompok dengan Teknik konvensional (P <0,05). Waktu intubasi

pada kelompok decubitus lateral lebih pendek dari pada kelompok

konvensional (P <0,001), dan tingkat komplikasi pada kelompok decubitus

lateral lebih rendah dari pada kelompok konvensional (P <0,05).

Perbedaannya signifikan secara statistik. Sehingga kondisi lidah yang jatuh ke

belakang menghalangi jalan faring dan pemasangan NGT dalam posisi

dekubitus lateral direkomendasikan pada pasien yang tidak sadar karena

tingkat keberhasilan yang lebih tinggi, waktu intubasi berkurang dan tingkat

komplikasi lebih rendah.

Berdasarkan uraian diatas sehingga dianggap perlu dilakukan

penelitian kembali untuk melihat efektifitas posisi dekubitus lateral terhadap

pemasangan nasogastric tube pada pasien tidak sadar karena selama ini di
8

rumah sakit selalu menggunakan teknik konvensional yang dilakukan pada

pasien sadar

Berdasarkan latar Belakang di atas, penting untuk melakukan penelitian

mengenai. “ Efektifitas Posisi Dekubitus Lateral Terhadap Pemasangan

Nasogastric Tube (NGT) Pada Pasien Tidak Sadar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang yang telah diuraikan tersebut, maka

penulis menetapkan rumusan masalah penelitian, yaitu “ adakah pengaruh

Efektifitas Posisi Dekubitus Lateral Terhadap Pemasangan Nasogastric Tube

(NGT) Pada Pasien Tidak Sadar? ”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui Efektifitas Posisi Dekubitus Lateral Terhadap

Pemasangan Nasogastric Tube (NGT) Pada Pasien Tidak Sadar.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi waktu, tingkat keberhasilan dan komplikasi pada

pasien dengan pemasagan Nasogastric Tube (NGT) Pada Pasien

Tidak Sadar posisi konvensional.


9

b. Mengidentifikasi waktu, tingkat keberhasilan dan komplikasi pada

pasien dengan pemasagan Nasogastric Tube (NGT) Pada Pasien

Tidak Sadar posisi dekubitus lateral

c. Menguji perbedaan waktu, tingkat keberhasilan dan komplikasi

pada pasien dengan pemasagan Nasogastric Tube (NGT) Pada

Pasien Tidak Sadar posisi konvensional dan decubitus lateral

D. Manfaat Penelitian

1. Aspek Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menjadi landasan penelitian selanjutnya dalam

mengembangkan inovasi dalam system pencernaan khususnya

pemasangan NGT.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini dapat menjadi landasan dalam mengembangkan

perancanaan intervensi keperawatan pada pasien, khususnya dalam

menentukan pilihan teknik pemasangan NGT pada pasien tidak sadar.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan terdiri dari oesophagus, gaster, intestinum yang

berasal dari praenteron, mesenteron, dan metenteron yang terletak di dalam

cavitas abdominis. Oesophagus merupakan tabung untuk melewatkan

makanan, sedangkan gaster, intestinum, dan glandulae bertanggung jawab

terhadap pencernaan dan ekskresi makanan yang tidak dicerna. Hasil

pencernaan makanan akan memasuki epitel gaster dan epitel intestinum untuk

kemudian diserap ke dalam pembuluh darah dan pembuluh getah bening.

Setelah itu makanan dibawa melalui vena portae hepatis ke dalam hepar.

Systema digestorium mempunyai mekanisme spinchter pada daerah pharyngo-

oesophageal, gastro-oesophageal, pylorus, dan ileocolica.

Praenteron terdiri dari oesophagus, gaster, dan duodenum bersama

pancreas, hepar dan splen. Mendapat perdarahan dari arteria coeliaca dan

aliran balik darah menuju vena portae hepatis. Persarafan parasimpatis berasal

dari nervus vagus dan simpatis dari nervus splanchnicus major. Oesophagus

berfungsi untuk menyalurkan makanan, gaster untuk menyimpan makanan,

gaster bersama duodenum dengan sekresi yang dihasilkan hepar dan pancreas

berfungsi untuk mencerna makanan.

Metenteron terdiri dari jejunum, ileum, colon ascendens, dan colon

transversum. Bagian ini mendapat darah dari arteria mesenterica superior dan

10
11

darah vena mengalir menuju vena portae hepatis melalui vena mesentarica

superior. Persarafan parasimpatis dari nervus vagus dan simpatis dari nervus

splanichus minor. Fungsi utama jejunum dan ileum adalah absorbsi makanan

sedangkan colon ascendens dan colon transversum untuk penyerapan air.

Metenteron terdiri dari colon descendens, colon sigmoideum dan

rectum. Mendapat darah dari arteria mesentarica inferior dan vena mengalir

melalui vena mescentarica inferior ke vena portae hepatis. Persarafan

parasimpatis oleh nervus vagus dan simpatis oleh nervus splanchnicus

lumbalis. Colon descendens mempunyai fungsi menyerap cairan dan membuat

feses menjadi padat, colon sigmoid untuk menyimpan feses dan rectum

beserta anus untuk mengelurkan feses.

Intestinum tenue terdiri dari duodenum, jejunum, ileum, panjang usus

ini sekitar 5–7 M, jejunum membentuk 2/5 bagian proksimal sedangkan ileum

3/5 bagian distal. Bagian usus ini melekat dengan dinding belakang abdomen

dengan perantara radix mesentarii. Mendapat darah dari arteria mescenterica

superior memberi darah mulai dari sekitar pertengahan duodenum sampai dua

pertiga colon transversum bagian proksimal. Persarafan parasimpatis diurus

oleh nervus vagus untuk mempercepat gerakan peristaltik, persarafan simpatis

oleh nervus splanchnicus minor.

Intetinum crassum atau usus besar mempunyai panjang 11/2–2 M.

Terdiri dari caecum dan appendix vermiformis, colon ascendens, colon

transversum, colon descendens, colon sigmoideum, rectum dan canalis analis.

Diameter terbesar terdapat pada appendix dan mengecil secara bertahap ke


12

arah distal. Persarafan parasimpatis untuk colon ascendens, termasuk caecum,

dan appendix vermiformis dan colon transversum berasal dari nervus vagus

melalui plexus mesentericus inferior. Persarafan simpatis melalui nervus

splanchnicus lumbalis. (Brunner & Suddarth, 2011; Craven & Hirnle, 2010)

B. Nasogastric Tube (NGT)

1. Pengertian

Nasogastric Tube (NGT) adalah selang plastic yang lentur, dan

tipis yang dapat dimasukkan ke dalam lubang hidung pasien menuju ke

dalam lambung (Craven & Hirnle, 2010). Intubasi nasogastrik dapat

dipasang dengan berbagai indikasi yaitu untuk dekompresi lambung,

lavase lambung, atau pemberian makanan. Pemasangan NGT adalah suatu

tindakan intubasi ke dalam abdomen dengan menggunakan selang yang

lentur yang dimasukkan melalui hidung pasien, nasofaring, dan esophagus

dan masuk ke dalam lambung kadang-kadang dilakukan setelah prosedur

operasi, saat muntah dan distensi lambung terjadi, dan untuk irigasi

abdomen. (Brunner & Suddarth, 2011)

2. Tujuan Pemasangan NGT

Terdapat beberapa tujuan pemasangan NGT, diantaranya yaitu untuk

dekompresi, lavase, dan untuk nutrisi (Craven & Hirnle, 2010; Proehl,

2009).

a. Dekompresi lambung.

Dekompresi mengalirkan isi lambung, melepaskan abdomen dan

intestinal dari tekanan yang diakibatkan oleh akumulasi cairan dan


13

udara gastrointestinal. Dekompresi lambung diindikasikan untuk

obstruksi bowel, untuk ileus paralitik, dan saat operasi pada area

abdomen atau intestinal akan dilakukan. Dalam setiap situasi,

akumulasi cairan dan udara/gas, baik itu yang sudah aktual maupun

yang masih berisiko, dapat mengakibatkan distensi abdomen, rasa

tidak nyaman pada pasien, dan kemungkinan gangguan fisiologis yang

serius. Selang biasanya tetap dipasang sampai fungsi bowel kembali

normal, yang dibuktikan oleh adanya bunyi usus yang aktif pada saat

diauskultasi.

b. Lavase Lambung

Lavase lambung adalah irigasi lambung dilakukan pada kasus

keracunan yang tidak atau pun disengaja atau pada kasus overdosis

obat. Pengeluaran isi lambung juga dilakukan pada pasien dengan

perdarahan saluran makan bagian atas. Jika pasien tidak dapat menelan

obat-obatan emetik, lavase lambung diperlukan. Tindakan lavase

lambung dilakukan dengan cara memasukan NGT untuk mengaspirasi

isi lambung dan memasukan normal salin ke dalam lambung untuk

melarutkan substansi racun. Pasien dengan perdarahan lambung

kadangkala dirawat dengan mengunakan lavase salin es, yang

melibatkan pemasukan dan aspirasi cairan salin es melalui NGT untuk

mengosongkan lambung yang berdarah dan memperlambat perdarahan

pada sumbernya.
14

c. Pemberian Nutrisi

Pasien yang tidak mampu mendapatkan nutrisi adekuat secara oral,

makanan cair dapat dimasukan ke dalam lambung melaui NGT. Tipe

pemberian makan ini juga disebut nutrisi enteral. NGT yang digunakan

untuk pemberian makanan dimaksudkan untuk dapat digunakan dalam

jangka waktu yang lama dibandingkan NGT yang digunakan untuk

dekompresi atau lavase. Bentuknya lebih ramping dan dibuat dari

bahan yang lebih lentur.

3. Masalah Medis Yang Memerlukan Pemasangan NGT

Menurut (Proehl, 2009), beberapa masalah medis yang

memerlukan tindakan pemasangan NGT adalah :

a. Pasien dengan penurunan kesadaran

b. Pasien dengan gangguan menelan/pasien yang tidak mampu

mendapatkan nutrisi secara oral

c. Post operasi pada esophagus, lambung, atau intestinal

d. Keracunan

e. Perdarahan gastro intestinal

f. Obstruksi (illeus)

4. Tindakan Pemasangan NGT yang Memerlukan Perhatian Khusus

Beberapa kasus yang memerlukan perhatian khusus pada tindakan

pemasangan NGT (Proehl, 2009). Contoh kasus-kasus tersebut

diantaranya adalah:
15

a. Pasien dengan risiko injuri tulang belakang atau dengan fraktur

servikal, kepala pasien sebaiknya secara manual diimobilisasi agar

tidak merubah posisi servikal atau tulang belakang.

b. Pasien dengan trauma kepala, injuri maxillofacial, atau fraktur basis

kranii anterior, pemasangan NGT memiliki risiko terjadinya penetrasi

NGT ke dalam otak melalui tulang etmoid jika selang NGT

dimasukkan melalui hidung.

c. Pasien dengan varises esophagus, pemasangan harus hati-hati terhadap

kemungkinan terjadi ruptur esophagus dan perdarahan.

5. Tahapan Pemasangan Nasogastric Tube

Salah satu cara yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi

selama pemasangan NGT yaitu dengan melakukakan tahapan-tahapan

pemasangan NGT secara sistematis meliputi tahap persiapan serta

procedural. Berikut adalah tahapan pemasangan NGT : (Sigmon DF, 2020;

Williams & Wilkins, 2004)

a. Persiapan

1) Persiapan preprosedural

a) Lakukan inform konsen tertulis.

b) Mengevaluasi tingkat kesadaran pasien.

c) Melindungi jalan napas pasien yang tidak sadar dengan pipa

endotrakeal.
16

2) Manajemen pasien

a) Menjelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan, risiko,

indikasi, dan alternatif lain serta menyepakati sinyal yang akan

digunakan bila pasien ingin menghentikan segera tindakan saat

dilakukan pemasangan NGT.

b) Jika menggunakan lokal anastesi untuk mengurangi rasa nyeri,

sampaikan kepada pasien kemungkinan efek samping yang

timbul.

c) Pada pasien agitasi disarankan untuk memberikan

benzodiasepine dosis rendah. Bila pasien tidak koperatif

lakukan fiksasi tangan.

3) Persiapan Prosedur Penyelamatan

Persiapan peralatan suction bila terjadi aspirasi, nasal packing

untuk epistaksis masif, serta intubasi endotrakeal jika terjadi

aspirasi berat atau hipoksia.

b. Prosedur

1) Persiapan alat-alat

Ukuran NGT yang sesuai, senter, jelly/pelumas larut air,

spuit 10 cc, stetoskop, handscoen steril, plester/hypafix, tisu dan

tempat sampah, segelas air.

2) Teknik pemasangan

Teknik pemasangan NGT yang tepat bertujuan memastikan

penempatan NGT serta mengurangi komplikasi yang terjadi.


17

a) Pasien posisi Fowler dengan tujuan memudahkan pasien saat

menelan dan dengan bantuan gaya gravitasi akan memudahkan

masuknya pipa, tutupi pakaian dengan handuk, lalu petugas

mencuci tangan.

b) Periksa pasien dari sisi kanan bila bertangan dominan kanan

atau sebaliknya.

c) Evaluasi patensi dan simetrisitas kedua lubang hidung serta

akses aliran udaranya, pilih yang lebih lapang.

d) Lubrikasi jalan nafas dengan gel lidokain 2% untuk efek

anastesi.

e) Pilih diameter pipa terbesar yang masih bisa melewati hidung

pasien. Untuk gastric lavage, buat lobang yang cukup besar

pada ujung pipa untuk mengakomodasi pil yang lebih besar dan

fragmen-fragmen charchoal, serta pastikan patensi pipa.

f) Mengukur panjang NGT yang akan dimasukkan dengan

mengukur jarak dari ujung hidung ke daun telinga lalu ke

procesus xiphoideus sternum, tandai dengan plester atau tali

untuk mencegah insersi terlalu dalam.

g) Lubrikasi ujung pipa dengan jeli anastesi atau lubrikan larut air

kurang lebih 3” (7,6cm) untuk mengurangi trauma pada

mukosa hidung dan lipoid pneumonia. Fleksikan kepala pasien

kedepan sehingga saluran faring akan lebih lurus lanjutkan


18

memasukkan NGT secara gentle dan perlahan untuk mencegah

turbinasi, nyeri serta perdarahan.

h) Jangan dipaksakan mendorong NGT bila ada tahanan terutama

di nasofaring minta pasien untuk menurunkan kepalanya untuk

menutup akses ke trakea serta membuka akses ke esofagus.

Saat tahanan berkurang, minta pasien untuk menelan atau

minum segelas air sambil lanjutkan mendorong pipa. Bila

muncul respon muntah saat mendorong pipa, dorong ke

belakang dahi pasien untuk memfasilitasi pipa masuk ke dalam

faring posterior dan esofagus daripada ke laring, sedangkan

menelan atau minum air akan membuat epiglotis menutup dan

mempermudah masuknya pipa. Ini diharapkan mampu

mengurangi risiko terjadinya komplikasi.

i) Jika muncul tanda-tanda batuk, stridor, sianosis, dan gejala-

gejala distres napas, kemungkinan pipa masuk ke dalam trakea.

Tarik pipa beberapa sentimeter, putar sedikit, kemudian dorong

secara perlahan-lahan, minta pasien untuk menelan kembali

sampai tanda yang sudah ditentukan. Konfirmasi penempatan

NGT lalu fiksasi dengan plaster hipoalergenik.

j) Konfirmasi penempatan NGT dengan memeriksa mulut dan

tenggorokan pasien, pastikan NGT tidak melengkung terutama

pasien yang tidak sadar. Selama pemasangan evaluasi tanda-

tanda distres nafas yang menunjukan bahwa pipa berada di


19

bronkus sehingga harus segera ditarik. Hentikan mendorong

pipa bila penanda pada pipa sudah mencapai ujung hidung

pasien. Jika cairan lambung tidak keluar, konfirmasi letak pipa

dengan cara mengaspirasi isi lambung, bila gagal coba

miringkan pasien ke kiri sehingga isi lambung akan berkumpul

di kurvatura lambung yang lebih besar. Jangan pernah

meletakkan ujung pipa di dalam kontainer yang berisi air.

Karena jika ujung distal pipa berada atau melengkung di dalam

trakea, pasien akan berisiko mengaspirasi air di dalamnya.

Tidak munculnya gelembunggelembung udara di dalam

kontainer tidak bisa dipakai sebagai acuan untuk memastikan

letak pipa sudah sesuai, karena bisa saja ujung pipa

melengkung di trakea atau esofagus. Bisa juga dengan

menginjeksikan spuit yang berisi 10 cc udara ke dalam NGT

bersamaan dengan itu lakukan auskultasi di area epigastrik

dengan menggunakan stetoskop. Bila terdengar suara udara

saat spuit didorong, berarti posisi pipa sudah benar. Bila belum

yakin dengan posisi NGT dapat konfirmasi menggunakan X-

ray.

k) Lakukan perawatan yang rutin selama terpasang NGT.


20

6. Indikasi Melepaskan Nasogastric Tube

NGT harus segera ditarik atau dilepas bila pasien menunjukan

gejala-gejala batuk, adanya wheezing, pasien tidak mampu bernapas,

pasien tidak mampu berbicara, pasien tampak pucat, NGT keluar dari

mulut saat dilakukan pemasangan, serta bila indikasi pemasangan NGT

tidak diperlukan lagi. (Sigmon DF, 2020; Williams & Wilkins, 2004)

7. Komplikasi

Komplikasi dapat terjadi akibat trauma mekanik selama proses

pemasangan awal NGT maupun penempatan NGT yang tidak tepat antara

lain :

a. Distres nafas pada pemasangan awal NGT terjadi akibat penempatan

posisi pasien serta teknik pemasangan NGT yang tidak tepat. Ini dapat

dicegah dengan memposisikan pasien pada posisi fowler atau sniffing

serta melakukan setiap tahapan prosedur pemasangan NGT dengan

berurutan, serta yang paling 9 penting adalah konfirmasi letak pipa.

Penangan awal bila muncul tanda-tanda distres nafas adalah dengan

segera menarik keluar NGT.

b. Malposisi NGT Jangan melakukan pemasangan NGT misalnya

malposisi NGT misalnya pada pasien trauma maksilofasial yang

dicurigai mengalami fraktur pada cribiformis plate.

c. Pasien merasa tidak nyaman dapat diatasi dengan pemberian nasal

dekongestan dan anastesi topikal dengan menggunakan lidokain 4


21

persen ke dalam mukosa hidung serta sprai lidokain 4 persen atau

benzocaine langsung ke posterior orofaring. Alternatif lain dengan

menggunakan nebulizer yang mengandung lidocain 4 persen, sehingga

baik mukosa hidung dan mulut teranastesi baik.

d. Epistaksis masif dapat menyebabkan gangguan pada jalan nafas,

sehingga memerlukan pemasangan tampon. Risiko komplikasi ini

dapat dikurangi dengan melakukan teknik pemasangan NGT yang

tepat yaitu dengan menelusuri dasar hidung menuju ke arah telinga

saat mendorong masuk NGT untuk mengurangi terjadinya turbinasi

dan nyeri serta epistaksis.

e. Memberikan nasal dekongestan seperti oxymethazoline atau

phenylephrine untuk vasokonstriksi pembuluh darah mukosa hidung

juga dapat dilakukan sebelum pemasangan NGT. (Proehl, 2009;

Williams & Wilkins, 2004)

f. Trauma pada mukosa terjadi akibat terlalu memaksakan mendorong

pipa saat terdapat tahanan. Risiko ini meningkat pada pasien dengan

perforasi saluran cerna atas.

g. Pneumonia aspirasi terjadi akibat aspirasi isi lambung saat pasien

muntah ini dapat dicegah dengan memposisikan pasien dengan baik,

bila perlu lakukan 10 intubasi bila saluran napas tidak lapang terutama

pada pasien yang tidak sadar. Menelan yang gentle dan cepat saat

pemasangan NGT juga akan mengurangi sensasi ingin muntah.


22

h. Pneumonitis dapat terjadi akibat pemberian makanan atau obat

melalui pipa yang posisi atau letaknya setinggi trakea. Selain itu cara

mencegah terjadinya pneumonitis yaitu dengan pemakaian lubrikan

yang larut dalam air, karena akan diserap dengan baik bila saat

pemasangan NGT, pipa masuk ke dalam saluran pernapasan

dibandingkan dengan menggunakan lubrikan yang larut dalam

minyak.

i. Hipoksemia terjadi akibat obstruksi saluran napas karena penempatan

NGT yang kurang tepat.

j. Pneumothorak dapat terjadi akibat injuri pulmoner setelah

pemasangan NGT. Pada pasien yang sebelumnya memiliki riwayat

menelan bahan-bahan kimia kuat yang bersifat iritatif curigai adanya

abnormalitas pada esofagus, karena bila dipaksakan melakukan

pemasangan NGT akan beresiko penempatan NGT yang salah berupa

perforasi hipofaring atau perforasi esofagus.

Sedangkan komplikasi pemasangan pipa nasogastik jangka panjang

dapat terjadi berupa erosi mukosa hidung, sinusitis, esofagitis,

esofagotrakeal fistula, ulkus lambung, infeksi paru dan infeksi mulut.

(Proehl, 2009; Sigmon DF, 2020; Williams & Wilkins, 2004)

C. Konsep Penerapan Posisi Lateral Dekubitus dalam Pemasangan NGT

Pada Pasien Tidak Sadar


23

NGT dimasukkan melalui satu lubang hidung ke dalam rongga hidung,

melewati choanae, dan bergerak sepanjang dinding faring lateral posterior ke

esofagus. Sinus piriform dan kartilago arytenoid sering disebut sebagai tempat

impaksi yang umum. Dalam pengaturan klinis, sebuah temuan menyatakan

bahwa ketidaksadaran pada pasien, terutama yang disebabkan oleh cedera otak,

sering disertai dengan glossoptosis. Glossoptosis mengacu pada perpindahan

lidah ke belakang yang disebabkan oleh kelumpuhan saraf dan penurunan

ketegangan otot. Lidah yang dipindahkan memblokir saluran faring di mana

NGT harus dilewati untuk penempatan ke kerongkongan atas. Selama prosedur

memasukkan NGT, situs impaksi pertama bukanlah sinus piriform dan tulang

rawan arytenoid, tetapi lidah yang tergusur ke belakang di atasnya,

menghasilkan kerutan dan penggulungan selang NGT. Dalam metode

konvensional, fleksi leher ke depan dapat meningkatkan kelengkungan saluran

faring, yang memungkinkan tabung dekat dengan dinding faring lateral

posterior. Namun, manuver ini semakin mengurangi ruang antara dinding

faring lateral posterior dan lidah dan sebaliknya, meningkatkan kesulitan

penyisipan NGT. Upaya semacam itu bisa efektif pada pasien yang sadar

namun untuk pasien yang tidak sadar dengan glossoptosis, kurang tepat.

(Kavakli, Kavrut Ozturk, et al., 2017; Palareti et al., 2016)

Konsep posisi dekubitus lateral ialah dengan memposisikan pasien

menjadi posisi dekubitus lateral atau lebih lanjut dimiringkan ke posisi

dekubitus rawan 20-30 derajat. Pada posisi tersebut, lidah akan bergerak ke

samping dan ke depan karena gravitasi, dengan demikian sela antara lidah dan
24

dinding faring lateral posterior diekspos sehingga memfasilitasi penyisipan

NGT. (Palareti et al., 2016)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Palareti et al menunjukan

bahwa tingkat keberhasilan dekubitus lateral dalam pemasangan NGT pada

pasien tidak sadar adalah sebesar 98% dan dinyatakan ada pengaruh posisi

dekubitus lateral dalam pemasangan NGT pada pasien tidak sadar dengan P-

Value 0,03. (Palareti et al., 2016)

D. Kerangka Teori

Indikasi NGT

-Dekompresi Lambung
-Lavase Lambung
Nasogastric Tube -Pemberian Nutrisi
(NGT)
Prosedur NGT

-Persiapan Preproseduran
-Persiapan Alat
-Posisikan Pasien
-Evaluasi patensi kedua lubang
hidung, kesimetrisan dan
Komplikasi NGT aliran udara
-Lubrikasi jalan nafas dengan
- Distres nafas
gel lidokain 2%
- Malposisi NGT
-Ukur panjang NGT
- Epistaksis masif
-Lubrikasi ujung pipa dengan
- Trauma mukosa
jeli
- Pneumonia aspirasi
-Fleksikan kepala pasien lalu
- Pneumonitis
masukan selang NGT
- Hipoksemia
perlahan
- pneumothoraks
-Jangan dipaksakan mendorong
bila ada tahanan
-Lihat respon pasien selama
pemasangan
-Cek ketepatan penempatan
selang
-Fiksasi
25

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Sumber : (Kavakli, Kavrut Ozturk, et al., 2017)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau

antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin

diteliti. (Sukidjo Notoatmodjo, 2012)

Pemasangan NGT adalah suatu tindakan intubasi ke dalam abdomen

dengan menggunakan selang yang lentur yang dimasukkan melalui hidung

pasien, nasofaring, dan esophagus dan masuk ke dalam lambung.

Pada pasien dengan penurunan kesadaran terutama yang disebabkan

oleh cedera otak, sering disertai dengan terjadinya glossoptosis atau

perpindahan posisi lidah ke belakang yang disebabkan oleh kelumpuhan saraf

dan penurunan ketegangan otot. Glossoptosis tersebut memblokir saluran

faring di mana merupakan akses NGT sehingga menimbulkan kerutan dan

penggulungan selang NGT.


26

Dalam metode konvensional, fleksi leher ke depan dapat meningkatkan

kelengkungan saluran faring, yang memungkinkan tabung dekat dengan

dinding faring lateral posterior. Namun, manuver ini semakin mengurangi

ruang antara dinding faring lateral posterior dengan lidah dan sebaliknya,

meningkatkan kesulitan penyisipan NGT. Upaya semacam itu bisa efektif pada

pasien yang sadar namun untuk pasien yang tidak sadar dengan glossoptosis,

kurang tepat.

Posisi yang lebih tepat dalam menghadapi situasi tersebut ialah dengan

memposisiska pasien ke arah dekubitus lateral. Dengan posisi pasien

dimiringkan ke posisi dekubitus rawan 20-30 derajat, maka lidah akan

bergerak ke samping dan ke depan karena gravitasi, dengan demikian sela

antara lidah dan dinding faring lateral posterior diekspos sehingga

memfasilitasi penyisipan NGT.

Berdasarkan uraian tersebut dapat dibuat bagan kerangka pemikiran

tentang Efektifitas Posisi Dekubitus Lateral Terhadap Pemasangan

Nasogastric Tube (NGT) Pada Pasien Tidak Sadar adalah sebagai berikut :

Bagan 3.1 Kerangka Konsep Efektifitas Posisi Dekubitus Lateral


Terhadap Pemasangan Nasogastric Tube (NGT) Pada
Pasien Tidak Sadar

Kelompok Kontrol :
Posisi konvensional

Pemasangan NGT
Efektifitas Posisi Terhadap
pada Pasien Tidak
Pemasangan NGT
Sadar

Kelompok Intervensi :
Posisi Lateral Dekubitus
27

Keterangan :
: : Faktor yang akan diteliti
: Adanya pengaruh

B. Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental double-blind dengan

rancangan RCT (Randomized Controlled Trial). Pada rancangan ini terdapat

kelompok kontrol tetapi tidak dapat berfungsi secara sepenuhnya, digunakan

untuk mengontrol variabel-variabel yang mempengaruhi eksperimen

(Sugiyono, 2011). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan

efektivitas antar dua kelompok intervensi.

Bagan 3.2 rancangan desain

Kelompok Intervensi
Menggunakan teknik
posisi decubitus lateral

Sampel
Kelompok Kontrol
Menggunakan teknik
posisi konvensional

C. Variabel Penelitian

Variabel mengandung pengertian ukuran atau ciri yang dimiliki

anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh


28

kelompok lain. Definisi lain mengatakan bahwa variabel adalah sesuatu

yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki atau

didapatkan oleh satuan penelitian tentang suatu konsep (Soekidjo

Notoatmodjo, 2010), dalam penelitian ini ada tiga variabel.

a. Variabel independen yaitu posisi dekubitus lateral dan konvensional

b. Variabel dependen yaitu pemasangan NGT

D. Definisi Operasional

Definisi Operasional adalah pembahasan ruang lingkup

variabel yang diteliti atau diamati dan juga bermanfaat untuk

mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-

variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrument

(Notoatmodjo, 2010). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel

dibawah ini.

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Skala
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur
ukur
Perlakuan
Posisi Posisi pasien tidak sadar Protocol - -
Dekubitus dengan posisi terlentang
Lateral tanpa bantal, dan
kepalanya terbentang
agak ke belakang.
Posisi Posisi pasien tidak dasar Protokol - -
konvensional dengan tubuh selanjutnya
dimiringkan posisi
dekubitus 20-30 derajat.
Faktor yang diteliti
Pemasangan Tindakan intubasi ke Lembar - Rasio
NGT dalam abdomen dengan Observasi
29

Skala
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur
ukur
menggunakan selang yang Bates-
lentur yang dimasukkan Jensen
melalui hidung pasien,
nasofaring, dan esophagus
dan masuk ke dalam
lambung.
E. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien tidak sadar

yang berada di Rumah Sakit X.

2. Sampel

Cara pengambilan sampel dilakukan melalui non probability

sampling dengan jenis consecutive sampling Consecutive sampling adalah

suatu metode pemilihan sampel yang dilakukan dengan memilih semua

individu yang ditemui dan memenuhi kriteria pemilihan sampel selama

kurun waktu tertentu sesuai dengan kriteria sampel yang telah ditentukan

sampai jumlah sampel minimal terpenuhi (Dahlan, 2009). Penentuan

besar sampel untuk penelitian dapat ditentukan dengan menggunakan

rumus analitik numerik tidak berpasangan. Adapun estimasi besar

sampel menggunakan rumus uji hipotesis terhadap rerata dua populasi

independen yaitu:

(Zα +Zβ )2
n=2 SD2
(X 1− X 2)2
Keterangan :

n = ukuran Sampel

SD = Standar deviasi

Zα = Derivat baku alfa


30

Zβ = Derivat baku beta

X1-X2 = Selisih minimal rerata yang dianggap bermakna

Kriteria inklusi berikut: tidak dapat menelan makanan dan obat-

obatan atau memiliki asupan oral yang tidak memadai dan memerlukan

nutrisi enteral atau pemberian obat; disfungsi gastrointestinal dan

diperlukan dekompresi gastrointestinal; dan tanda-tanda vital yang stabil.

Kriteria eksklusi meliputi yang berikut: penyakit esofagus atau anomali;

penyakit faring atau anomali; penyakit hematologis atau kecenderungan

untuk berdarah; dan perawatan sebelumnya dengan radioterapi pada

kepala dan leher.

F. Hipotesis Penelitian

Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat pengaruh Efektifitas

Posisi Dekubitus Lateral Terhadap Pemasangan Nasogastric Tube (NGT)

Pada Pasien Tidak Sadar

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis

dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan

data [ CITATION Sug15 \l 1057 ].

1. Data primer

Data primer adalah sumber data yang diperoleh secara langsung

dari sumber aslinya (tidak melalui perantara). Data primer adalah


31

pengumpulan data yang dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap

responden yang menjadi objek dalam penelitian [ CITATION Nur13 \l

1057 ].

Data primer dalam penelitian ini merupakan hasil pengumpulan

data yang diperoleh dengan cara observasi partisipatif kelompok

intervensi dan kontrol. Data yang akan dikumpulkan dengan cara

observasi partisipatif yang hasilnya akan dimasukkan ke dalam lembar

observasi.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh secara tidak

langsung melalui media perantara (dicatat oleh orang lain). Data

sekunder umunya berupa bukti, catatan yang disimpan (data documenter)

yang dipublikasikan dan tidak dipublikasikan.

Data sekunder adalah data yang diambil tidak dari sumber langsung

asli. Misalnya data yang diambil berasal dari buku, dokumen, dan hasil

penelitian lain. Data sekunder dalam penelitian ini didapat dari Dinas

Rumah Sakit X.

3. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar

observasi. Menggunakan selang NGT (berdiameter 16-Fr) dan segmen

distal NGT diberi pelumas yang larut. Untuk mengukur jarak dari lubang

hidung melalui daun telinga ipsilateral ke proses xiphoid untuk

menentukan panjang NGT yang diperlukan untuk mencapai perut (Best

C 2007). Mendefinisikan insersi sebagai berhasil ketika suara gemericik


32

terdengar di atas area epigastrium lambung ketika 20 ml udara dengan

cepat disuntikkan melalui NGT atau ketika aspirasi isi lambung dari

NGT. Selang dipasang pada hidung dengan pita perekat. Setiap kasus

diizinkan tiga upaya. Jika upaya pertama gagal, tabung asli disiram

dengan 20-30 ml air dan dibersihkan dengan kasa medis, dan dua upaya

tambahan dilakukan dengan NGT asli menggunakan prosedur yang

sama. Jika ketiga upaya tidak berhasil, prosedur didefinisikan sebagai

intubasi yang gagal. Dalam kasus yang gagal, kami memasukkan NGT

dengan bantuan laringoskop dan forceps Magill.

Tingkat keberhasilan pada penyisipan pertama didefinisikan

sebagai persentase keberhasilan intubasi pada yang pertama sisipan.

Tingkat keberhasilan keseluruhan didefinisikan sebagai persentase dari

keberhasilan intubasi pada semua pasien dengan tidak lebih dari tiga

upaya. Waktu mulai didefinisikan sebagai saat ketika NGT menyentuh

lubang hidung, dan waktu akhir didefinisikan sebagai saat ketika NGT

berhasil dimasukkan dan diperbaiki dengan kuat atau waktu setelah tiga

penyisipan gagal. Mengumpulkan data mengenai tingkat keberhasilan

pada pemasangan pertama, tingkat keberhasilan keseluruhan dan waktu

intubasi untuk kedua kelompok. Mencatat terjadinya komplikasi, seperti

refleks muntah, batuk dan perdarahan mukosa. Tingkat komplikasi

didefinisikan sebagai persentase dari jenis komplikasi tertentu yang

terjadi pada semua pasien.


33

H. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini

antara lain melalui tiga tahapan yaitu [ CITATION Ari13 \l 1057 ]:

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan bertujuan untuk memperoleh gambaran yang jelas

dan lengkap mengenai masalah yang hendak diteliti. Tahap ini diawali

dengan menentukan permasalahan atau fokus penelitian yang meliputi:

a. Menentukan masalah atau fenomena

b. Memilih lahan penelitian.

c. Bekerjasama dengan lahan penelitian untuk studi pendahuluan.

d. Melakukan studi kepustakaan tentang hal-hal yang berkaitan dengan

masalah penelitian.

e. Menyusun proposal penelitian.

f. Menyajikan seminar proposal penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data sesuai dengan fokus

dan tujuan penelitian. Pengumpulan data atau informasi melalui kuisioner,

tahap pelaksanaan meliputi:

a. Peneliti menentukan responden berdasarkan kriteria inklusi dan

ekslusi yang telah ditentukan.

b. Kemudian peneliti memberikan penjelasan tujuan dan maksud

penelitian kepada keluarga responden serta meminta persetujuan bagi


34

yang bersedia untuk menandatangani lembar persetujuan menjadi

responden penelitian (informed consent).

c. Sebelum penelitian dilakasanakan, peneliti meminta kepada

penanggung jawab ruangan 2 orang perawat untuk dijadikan asisten

penelitian. Kemudian peneliti memberikan penjelasan dan berdiskusi

mengenai prosedur .

d. Kondisi pasien dikaji dan difoto dengan kamera digital serta hasilnya

dicatat oleh peneliti dalam lembar observasi.

e. Untuk kelompok kontrol, metode konvensional diadopsi. Pasien

dalam posisi terlentang tanpa bantal, dan kepalanya terbentang agak

ke belakang. Satu tangan memegang segmen proksimal NGT dengan

kasa medis, dan tangan lainnya memegang segmen distal dan

memasukkan tabung dengan lembut ke lubang hidung yang dipilih.

Ketika tabung dimasukkan sekitar 10-15 cm ke dalam lubang hidung,

resistensi mungkin telah dirasakan, dan refleks menelan, refleks

muntah, atau batuk dapat terjadi pada beberapa pasien. Lenturkan

leher pasien ke depan dan dekatkan dagu dengan sternum. Manuver

ini meningkatkan kelengkungan saluran faring dan memungkinkan

tabung dekat dengan dinding faring lateral posterior, dan kemudian,

tabung itu maju ke kerongkongan.

f. Pasien dalam kelompok intervensi ditempatkan di posisi dekubitus

lateral, memastikan bahwa pasien kepala, leher, dan belalai berada

pada level yang sama. Lubang hidung yang dipilih menghadap ke atas.
35

Secara umum, kami memilih posisi dekubitus lateral kanan karena

posisi ini nyaman untuk operator dekstral. NGT dimasukkan dengan

lembut sekitar 10-15 cm ke dalam lubang hidung. Sejumlah kecil

perlawanan mungkin telah dirasakan, tetapi penempatan NGT terus

bergerak maju. Jika resistansi sudah jelas, tubuh selanjutnya

dimiringkan untuk rawan posisi dekubitus 20-30 derajat. Pada posisi

ini, lidah bergerak ke lateral dan ke depan karena gravitasi, dan

interspace terbuka antara lidah dan dinding faring lateral posterior,

yang memfasilitasi penempatan NGT. Tabung itu kemudian

dimasukkan ke kerongkongan.

3. Tahap Pelaporan

Kegiatan ini merupakan kegiatan akhir dalam penyusunan hasil

penelitian yang kemudian diikuti dengan pencentakan dan penggandaan

laporan untuk dikomunikasikan pada pihak lain.


36

Bagan .3.3 Alur Penelitian

Pasien Tidak Sadar

Pengacakan Responden
Penelitian

Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol

Kaji Pasien Kaji Pasien

Pemasangan posisi decubitus Pemasangan posisi


lateral konvensional

Penilaian waktu,
Penilaian waktu, keberhasilan
keberhasilan dan
dan komplikasi
komplikasi

Analisa Data
37

I. Pengolahan Data dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Peneliti melakukan beberapa tahap pengolahan data sebagai berikut :

a. Editing

Setelah data dikumpulkan langkah selanjutnya adalah langkah

awal yaitu editing. Tahap ini peneliti memeriksa kembali kelengkapan

data yang telah terkumpul sesuai dengan data yang dibutuhkan, mulai

dari data umum terkait identitas responden dan data khusus terkait

dengan kondisi pasien

b. Coding

Pada penelitian tahapan coding diberikan untuk mengganti

nama responden dengan kode angka

c. Transfering (Pemindahan data)

Pemindahan data peneliti dilakukan dengan cara memasukan

data yang sudah diberi kode ke dalam master tabel.

d. Tabulating

Pada tahap ini peneliti memindahkan dari master tabel ke

dalam tabel distribusi frekuensi.


38

e. Cleaning

Sebelum data dimasukan ke dalam komputer data diperiksa

kembali dan data-data yang dianggap tidak perlu dikeluarkan dari

komputer.

2. Analisis Data

Analisa Data Setelah dilakukan pengumpulan data, maka dilakukan

analisa data, yaitu sebagai berikut :

a. Analisa Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendapatkan deskripsi

karakteristik responden. Hasil analisis berupa distribusi frekuensi,

persentase, mean, median, dan standar deviasi, ini digunakan pada saat

menganalisa data .

b. Analisa Bivariat

Analisa data untuk menguji hipotesis dengan menggunakan

bantuan SPSS. Sebelum melakukan analisa bivariat, peneliti

melakukan uji kesetaraan untuk melihat homogenitas antar kelompok

intervensi dan kelompok kontrol. Uji homogenitas karakteristik

responden menggunakan uji chi square.

Peneliti melakukan uji normalitas nilai selisih baik kelompok

intervensi dan kelompok kontrol dengan menggunkan uji shapiro wilk

karena responden tiap kelompok berjumlah kurang dari 50.

Berdasarkan hasil uji normalitas data berdistribusi normal sehingga

untuk menguji uji hipotesis variabel numerik tidak berpasangan


39

menggunakan independent sample t test untuk membandingkan dua

kelompok tidak berpasangan (kelompok intervensi dan kelompok

kontrol) dengan taraf signifikansi jika p < 0,05 arttinya bahwa ada

perbedaan yang bermakna skor nilai pre tes, post tes dan skor selisih

antara kelompok intervensi dan kontrol.

J. Etika Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menerapkan prinsip-prinsip etik

penelitian keperawatan yaitu:

1) Menghormati hak dan martabat manusia (respect for human dignity).

Penelitian melaksanakan penelitian ini dengan menjunjung tinggi

harkat dan martabat manusia. Responden memiliki hak asasi dan

kebebasan untuk menentukan pilihan mengikuti atau menolak menjadi

responden dalam penelitian (autonomy).

2) Menghormati privasi dan kerahasiaan subyek (respect for privacy and

confidentially ).

Peneliti mempertahankan prinsip privasi dan kerahasiaan

responden selama pengumpulan data dengan tidak menulis nama,

tetapi dengan memberikan kode tertentu pada lembar observasi.

3) Menghormati keadilan dan inklusivitas (respect for justice

inclusiveness).

Peneliti melaksanakan penelitian dengan jujur, tepat, cermat, hati-

hati dalam pengambilan data dan menunjukkan sikap profesional

dengan cara bersikap hati-hati pada pasien sesuai prosedur intervensi.


40

Dalam prinsip ini peneliti menerapkan prinsip keterbukaan, kejelasan

prosedur penelitian, mempertahankan faktor-faktor ketepatan,

keseksamaan, memperhatikan psikologis.

4) Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan (balancing

harm and benefits).

Selama pengambilan data, peneliti mempertimbangkan manfaat

sebesar-besarnya bagi subyek penelitian (beneficence) dan

meminimalkan dampak yang merugikan bagi subyek penelitian

(nonmaleficence).

K. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Bedah Rumah Sakit Rumah Sakit X

pada waktu………………..
41

DAFTAR PUSTAKA

Adib-Hajbaghery, M., Abasi, A., & Rajabi-Beheshtabad, R. (2014). Whole body

massage for reducing anxiety and stabilizing vital signs of patients in cardiac

care unit. Medical Journal of the Islamic Republic of Iran, 28(1).

Brunner, & Suddarth. (2011). Keperawatan Medical Bedah (8th ed). EGC.

Craven, R., & Hirnle, J. C. (2010). Fundamental of nursing (4th ed). Lippincott

Williams & Wilkins.

Jonnavithula, N., Padhy, S., Ravula, R., & Alekhya, G. (2019). Trends in

Anaesthesia and Critical Care Comparison of ease of insertion of nasogastric

tube in standard snif fi ng position and in additional fl exion of the neck : A

randomized control trial. Trends in Anaesthesia and Critical Care, 26–27,

48–51. https://doi.org/10.1016/j.tacc.2019.03.002

Kavakli, A. S., Kavrut Ozturk, N., Karaveli, A., Onuk, A. A., Ozyurek, L., &

Inanoglu, K. (2017). Comparison of different methods of nasogastric tube

insertion in anesthetized and intubated patients. Brazilian Journal of

Anesthesiology, 67(6), 578–583. https://doi.org/10.1016/j.bjan.2017.04.020

Kavakli, A. S., Ozturk, N. K., Karaveli, A., Onuk, A. A., & Ozyurek, L. (2017).

ARTICLE IN PRESS REVISTA ¸ ão de sonda nasogástrica em pacientes

anestesiados e intubados. xx. https://doi.org/10.1016/j.bjan.2017.04.020


42

Kim, H. J., Park, S. I., Cho, S. Y., & Cho, M. J. (2018). The GlideScope with

modified Magill forceps facilitates nasogastric tube insertion in anesthetized

patients : A randomized clinical study. 1–7.

https://doi.org/10.1177/0300060518772719

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Sukidjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta.

Palareti, G., Legnani, C., Cosmi, B., Antonucci, E., Erba, N., Poli, D., Testa, S., &

Tosetto, A. (2016). Comparison between different D-Dimer cutoff values to

assess the individual risk of recurrent venous thromboembolism: Analysis of

results obtained in the DULCIS study. International Journal of Laboratory

Hematology, 38(1), 42–49. https://doi.org/10.1111/ijlh.12426

Proehl, J. A. (2009). Emergency Nursing Procedures (4th Ed). Elsivier.

Road, E. R., City, H., Province, H., Road, E. R., City, H., Province, H., Road, E.

R., City, H., Province, H., Road, E. R., City, H., Province, H., Road, E. R.,

City, H., & Province, H. (n.d.). The important role of positioning in

nasogastric tube insertion in unconscious patients: A prospective,

randomized, double-blind study. 0–2. https://doi.org/10.1111/ijlh.12426

Sigmon DF. (2020). Nasogastric Tube. StatPearl.

Williams, L., & Wilkins. (2004). Nasogastric Tube Insertion and Removal

Nursing Prosedures (4th Ed). A Wolters Kluwer Company.


43

Data Demografi

No. responden :
Jenis kelamin :
Umur :
Lama perawatan :

Lembar Observasi

Tipe : Kelompok Kontrol

Waktu Komplikasi (Ya/Tidak)


No Jenis Keberhasilan
Usia Intubasi
Resp Kelamin (Ya/Tidak)
(Menit) Refleks Keluaran
Batuk
Muntah Mukosa
44
45

Lembar Observasi

Tipe : Kelompok Intervensi

Waktu Komplikasi (Ya/Tidak)


No Jenis Keberhasilan
Usia Intubasi
Resp Kelamin (Ya/Tidak)
(Menit) Refleks Keluaran
Batuk
Muntah Mukosa

Anda mungkin juga menyukai