Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menjelaskan tentang hasil penelitian yang telah

dilakukan tentang pengaruh terapi murottal asmaulhusna terhadap intensitas

nyeri pada pasien post pemasangan CTT di ruang Famili Paru RSUD R.

Syamsudin, SH Kota Sukabumi. Hasil penelitian ini menjabarkan analisis

deskriptif, analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis deskiptif dilakukan

untuk mengetahui karakteristik responden meliputi, usia responden. Analisis

univariat menjelaskan mengenai intensitas nyeri sebelum dan sesudah

diberikan terapi murottal asmaul husna. Selanjutnya, menguraikan analisis

bivariat yang dilakukan menggunakan uji Non Parametrik Wilcoxon meliputi

pengaruh terapi murottal asmaul husna terhadap intensitas nyeri. Berikut hasil

analisa univariat dan bivariat pada hasil penelitian.

A. Hasil

1. Analisis Deskriptif Karakteristik Responden

a. Analisis Deskriptif Usia Responden

Analisis deskriptif usia responden dalam penelitian ini dengan

menggunakan distribusi frekuensi dan persentase setiap kategori.

Analisis deskriptif usia responden selengkapnya dapat dilihat pada

Tabel 4.1 berikut.

58
59

Tabel 4.1 : Distribusi frekuensi usia responden yang dilakukan


pemasangan CTT di Ruang Famili Paru RSUD R. Syamsudin,
SH Kota Sukabumi

Usia Jumlah Persentase (%)


B < 25 2 13.3
25-35 5 33.3
e > 35 8 53.4
Total 15 100
r

dasarkan Tabel 4.1, menyatakan bahwa sebagian besar usia

responden yang dilakukan pemasangan CTT di ruang Famili Paru

RSUD R. Syamsudin, SH Kota Sukabumi mempunyai usia dalam

rentang > 35 tahun sebanyak 8 orang (53.4 %). Sedangkan

sebagian kecil mempunyai usia < 25 tahun yaitu sebanyak 2 orang

(13.3 %).

2. Analisis Deskriptif Univariat Variabel Penelitian

Analisis deskriptif univariat variabel penelitian menggambarkan

variabel penelitian pada variabel intensitas nyeri. Berikut selengkapnya

analisis deskriptif univariat variabel pada penelitian ini.


60

a. Distribusi observasi responden

Tabel 4.2
Distribusi data skala nyeri responden pada kelompok
intervensi

No Inisial Usia Tingkat Nyeri Selisih


Responden (thn) Pre Post
Test Test
T
1 Ny. F 20 5 3 2
2 Ny. S 46 5 3 2
a
3 Tn. A 35 6 3 3
b 4 Tn. D 45 5 2 3
5 Ny. K 24 5 4 1
e 6 Ny. Y 28 5 2 3
7 Tn. U 40 5 3 2
l 8 Tn. R 37 4 2 2
9 Tn. B 27 6 4 2
10 Ny. G 38 5 2 3
11 Ny. M 33 5 2 3
4 12 Tn. P 29 5 3 2
13 Tn. N 55 6 4 2
. 14 Ny. N 46 4 2 2
15 Tn. T 45 5 2 3
2

menunjukan data hasil observasi penelitian yang diperoleh pada

bulan Januari 2017. Terdapat 15 responden pada kelompok

intervensi yang diberikan terapi murottal asmaul husna. Responden

untuk kelompok intervensi merupakan responden dengan urutan

angka 1-15 pada saat pengambilan data. Responden diberikan

intervensi oleh satu orang pemberi terapi dan tingkat nyeri diukur

sebelum dan sesudah pemberian perlakuan. Selisih nyeri dihitung

dengan mengurangi nilai skala nyeri sebelum perlakuan dengan

nilai skala nyeri sesudah perlakuan.


61

b. Intensitas nyeri responden sebelum dan sesudah diberikan terapi

murottal asmaul husna

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka

distribusi frekuensi intensitas nyeri responden sebelum dan

sesudah diberikan terapi murottal asmaul husna ini dapat dilihat

pada tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.3 : Distribusi frekuensi intensitas nyeri responden


sebelum dan sesudah diberikan terapi murottal
asmaul husna.

Variabel N %
Nyeri Sebelum
Ringan 0 0
Sedang 15 100
Nyeri Sesudah
Ringan 12 80
Sedang 3 20

Berdasarkan tabel 4.3, Hasil penelitian menunjukkan bahwa

intensitas nyeri sebelum diberikan terapi murottal asmaul husna

pada pasien post pemasangan CTT didapat hasil mayoritas

responden mengalami nyeri sedang sebanyak 15 (100%) dan

intensitas nyeri setelah diberikan terapi murottal asmaul husna

pada pasien post pemasangan CTT didapat hasil sebagian besar

responden mengalami nyeri ringan sebanyak 12 (80%) dan

sebagian kecil mengalami nyeri sedang sebanyak 3 (20%)

responden.
62

3. Analisis Deskiptif Bivariat Variabel Penelitian

Analisa bivariat pada tahap ini dilakukan untuk menawab hipotesis

penelitian yang telah di susun. Untuk mengetahui pengaruh terapi

asmaul husna dilakukan analisa bivariat seperti berikut ini.

a. Uji normalitas data

Uji normalitas terhadap variabel intensitas nyeri sebelum dan

sesudah diberikan terapi asmaul husna menggunakan uji Shapiro-

Wilk karena sampel kurang dari 50 dapat dilihat pada tabel 4.3

berikut ini.

Tabel 4.4 : Uji normalitas data variabel intensitas nyeri

Shapior-Wilk
Statistic df Sig.
intensitas nyeri sebelum ,763 ,15 ,001
terapi asmaul husna
intensitas nyeri sesudah ,783 ,15 ,002
terapi asmaul husna

Berdasarkan tabel 4.4 diketahui bahwa signifikansi (ρ)

variabel intensitas nyeri berdasarkan hasil uji Shapiro-Wilk

diperoleh hasil nilai ρ intensitas nyeri sebelum terapi asmaul husna

adalah 0,001 dan nilai ρ intensitas nyeri sesudah terapi asmaul

husna adalah 0,002. Karena nilai ρ kedua data tersebut < 0,05 maka

kedua data tersebut berdistribusi tidak normal. Pada penyusunan

proposal penelitain, uji yang akan dilakukan terhadap data hasil

penelitian adalah menggunakan uji t. Akan tetapi berdasarkan hasil


63

uji normalitas data, diketahui data dalam penelitian ini tidak

berdistribusi normal. Oleh karena itu, uji yang dilakukan adalah uji

alternatif yaitu uji nonparametrik Wilcoxon.

b. Uji Wilcoxon

Berdasarkan hasil uji normalitas data yang telah dilakukan,

diketahui data dalam penelitian ini tidak berdistribusi normal. Oleh

karena itu, uji yang dilakukan adalah uji nonparametrik Wilcoxon

yaitu uji hipotesis komparatif variabel numerik tidak normal dua

kelompok berpasangan.

Tabel 4.5 : Uji Wilcoxon intensitas nyeri sebelum dan sesudah


terapi murottal asmaul husna.

n Median ρ
(minimum-maksimum)
intensitas nyeri sebelum 15 5 (4-6)
terapi asmaul husna
intensitas nyeri sesudah 15 3 (2-4) 0.000
terapi asmaul husna

Berdasarkan analisis statistik pada tabel 4.5 diketahui

bahwa intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan terapi

murottal asmaul husna menggunakan uji Wilcoxon di dapatkan

nilai ρ value 0.000. Jadi nilai ρ value kurang dari α 0.05 sehingga

H0 ditolak artinya terdapat perbedaan yang bermakna antara

intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan terapi murottal

asmaul husna.
64

B. Pembahasan

1. Intensitas Nyeri Sebelum Diberikan Terapi Murottal Asmaul Husna

Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh data bahwa mayoritas intensitas

nyeri responden post pemasangan CTT sebelum diberikan terapi

murottal asmaul husna adalah berada dalam kategori nyeri sedang (4-

6). Responden akan mengalami nyeri akibat dari terputusnya

kontinuitas jaringan karena pembedahan, kerusakan kontinuitas

jaringan menyebabkan pelepasan mediator kimia yang kemudian

mengaktivasi nosiseptor dan memulai tranmisi nosiseptik sampai

teradi nyeri.

Nyeri adalah sensasi yang tidak menyenangkan dan sangat

individual yang tidak dapat dibagi dengan orang lain. Menurut

McCaffery mendefinisikan nyeri sebagai segala hal yang dikatakan

oleh orang yang mengalami nyeri dan terjadi kapan saja orang tersebut

mengatakan bahwa ia merasakan nyeri, dasar dari definisi ini adalah

kemauan tenaga kesehatan untuk percaya bahwa klien adalah orang

yang berwenangn terhadap nyeri tersebut (Berman dkk, 2009). Nyeri

akan mengakibatkan mobilisasi terbatas (Economidou 2012).

2. Intensitas Nyeri Sesudah Diberikan Terapi Murottal Asmaul Husna

Berdasarkan tabel 4.3 diperoleh data bahwa mayoritas intensitas

nyeri responden post pemasangan CTT sesudah diberikan terapi

murottal asmaul husna sebagian besar adalah berada dalam kategori


65

nyeri ringan (2-3) dan sebagian kecil berada dalam kategori nyeri

sedang (4-6).

Adanya perbedaan intensitas nyeri setelah pemberian terapi

murottal asmaul husna dikarenakan adanya perbedaan persepsi nyeri

setiap individu. Tingkat nyeri yang dirasakan oleh responden

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Perry dan Potter (2010),

menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri antara

lain usia, jenis kelamin, kebudayaan, makna nyeri, perhatian, ansietas,

pengalaman sebelumnya, gaya koping dan dukungan sosial. Selain itu

juga dipengaruhi oleh penerimaan suara pada setiap individu

(Robinson, 2010).

Gelombang suara yang datang dari arah spektral berbeda dibentuk

oleh pinna berdasarkan arah suara. Saluran telinga menyaring

gelombang tersebut sebelum melewati dua tulang telinga yang kecil

dan menuju ke koklea. Gelombang suara masuk ke koklea dan

mengatur cairan saat bergerak. Koklea merupakan bagian dari

membran basilar, berbeda nilai resonansi, berbeda pula frekuensinya.

Peran membran basilar adalah sebagai analisis spektrum. Pergerakan

dari membran basilar menyebabkan penghantaran pada sel sel rambut

yang panjang membentang. Sel-sel rambut luar berfungsi untuk

menyempurnakan resonansi pada membran basilar karena signal

umpan balik dari otak. Signal yang berasal dari sel-sel rambut

dilanjutkan pada saraf pendengaran. Fungsi inti koklea adalah


66

mempertajam bunyi suara yang masuk, sementara komplek olivary

superior bertanggung jawab untuk mepersepsikan tentang lokasi suara.

Fungsi pusat pusat syaraf lainnya masih belum diketahui

keterkaitannya dengan sistem pendengaran manusia, tetapi berperan

utama untuk persepsi dan pemahaman dari signal audio, suara,maupun

bentuk lainnya (Robinson, 2008).

Terapi murottal asmaul husna yang diberikan kepada pasien post

pemasangan CTT untuk mengurangi intensitas nyeri. Terapi ini dapat

mengatasi nyeri berdasarkan teori Gate Control, bahwa impuls nyeri

dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang

sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahawa impuls nyeri

dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat

sebuah pertahanan ditutup. Salah satu cara menutup mekanisme

pertahanan ini adalah dengan merangsang sekresi endorfin yang akan

menghambat pelepasan substansi P.

Mendengarkan murottal asmaul husna sendiri juga dapat

merangsang peningkatan hormon endorfin yang merupakan substansi

sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh. Sehingga pada saat neuron

nyeri perifer mengirimkan sinyal ke sinaps, terjadi sinapsis antara

neuron perifer dan neuron yang menuju otak tempat seharusnya

substansi p akan menghasilkan impuls. Pada saat tersebut, endorfin

akan memblokir lepasnya substansi P dari neuron sensorik, sehingga

sensasi nyeri menjadi berkurang (Andreana, 2006).


67

3. Pengaruh Terapi Murottal Asmaul Husna Terhadap Intensitas Nyeri

Pada Pasien Post Pemasangan CTT

Berdasarkan analisis statistik pada tabel 4.5 diketahui bahwa

intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan terapi murottal asmaul

husna menggunakan uji Wilcoxon di dapatkan nilai ρ value 0.000 jadi

nilai ρ value kurang dari α 0.05 artinya terdapat pengaruh pemberian

terapi murottal asmaul husna terhadap intensitas nyeri.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Afrianti (2013)

meggunakan penelitian eksperimen terhadap 30 responden dengan nyeri

kepala akibat cedera kepala di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau

diperoleh hasil bahwa mendengarkan asmaul husna sangat efektif terhadap

penurunan intensitas nyeri (p < 0,05).

Mendengarkan Asmaul Husna dapat digunakan dalam menangani

kecemasan atau nyeri pada berbagai penyakit. Secara aplikatif

mendengarkan asmaul husna tidak sulit dilakukan, tidak invasif terhadap

yang mendengarkan, serta mudah dan cepat dilaksanakan. Nama-nama

yang terkandung dalam asmaul husna bermanfaat untuk penyembuhan

diantaranya As-Salam (Maha Penyelamat), Al-ghafur (Maha Pengampun),

As-Syakur (Maha penerima syukur), Al-Majid (Maha mulia), Al-hayyu

(Maha hidup). Nama nama tersebut diyakini apabila dibaca atau

diperdengarkan kepada orang yang sakit akan mengurangi dan memberi

kesembuhan pada orang yang sakit ( Nafisa, 2010).


68

Tubuh memiliki ujung-ujung syaraf yang menerima transmisi

impuls dari rangsangan cahaya, suara sentuhan dan kerusakan

jaringan. Nyeri dapat berasal dari nosiseptor dikulit, organ dalam

(visceral) dan musculoskeletal. Dimana akibat adanya stimulasi nyeri

menyebabkan keluarnya mediator nyeri yang akan menstimulasi

transmisi impuls disepanjang serabut saraf aferen ke nosiseptor, ke

substansia gelatinosa di medulla spinalis untuk selanjutnya

disampaikan ke korteks serebri dan diinterpretasikan sebagai nyeri

(Cecep Eli Kosasih, 2015).

Secara fisiologis, terapi mendengarkan Asmaul Husna ini otak

akan bekerja ketika otak mendapat rangsangan luar, maka otak akan

memproduksi zat kimia yang akan memberikan rasa nyaman yaitu

neuropeptida. Setelah otak memproduksi zat tersebut, maka zat ini

akan menyangkut dan diserap didalam tubuh yang kemudian akan

memberi umpan balik berupa kenikmatan atau kenyamanan (Lukman,

2012).

Mendengarkan Murottal asmaul husna melalui audio yang

dilagukan bersifat sedatif tidak hanya efek distraksi dalam inhibisi

persepsi nyeri. Terapi ini memberikan kesempatan bagi tubuh dan

fikiran untuk mengalami relaksasi yang sempurna. Kondisi relaksasi

yang sempurna itu seluruh sel dalam tubuh akan mengalami

reproduksi, penyembuhan alami akan berlangsung, produksi hormon

tubuh di seimbangkan dan fikiran mengalami penyegaran.


69

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini telah di usahakan dan di laksanakan sesuai dengan

prosedur ilmiah, namun demikian masih memiliki keterbatasan yaitu :

Pada penelitian ini tidak diperbandingkan antara kelompok yang diberi

terapi dengan kelompok yang tidak diberikan terapi sehingga tidak

diketahui apakah pemberian terapi murottal asmaulhusna memiliki

pengaruh yang sangat signifikan terhadap penurunan intensitas nyeri

apabila di bandingkan kepada dua kelompok.

Anda mungkin juga menyukai