Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

RESUME KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN


SISTEM INTEGUMEN: POST OPERASI MASTEKTOMI
DI RUANG POLI BEDAH RUMAH SAKIT
Dr. MOHAMMAD SUTOMO

DISUSUN OLEH:
ABDUSSALAM
NIM.201133001

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
JURUSAN KEPERAWATAN PONTIANAK
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2020/2021
VISI DAN MISI

PROGRAM STUDI NERS KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK

VISI
"Menjadi Institusi Pendidikan Tinggi Kesehatan Terapan Dan Profesi sebagai
Rujukan Nasional Berkualitas Global"

MISI
1. Menyelenggarakan Kegiatan Tridharma Perguruan Tinggi Terapan dan
Profesi Kesehatan yang Berkualitas Global.
2. Menghasilakn Lulusan yang Berintelektualitas Tinggi, Berbudi Luhur dan
Mampu Bersaing Secara Global.
3. Mengembangkan Tata Kelola Perguruan Tinggi yang Mandiri Transparan
dan Akuntabel
4. Berperan Aktif dalam Kerjasama Pengembangan dan Peningkatan Sistem
Pendidikan Tinggi Kesehatan di Tingkat Global

i
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN
RESUME KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN
SISTEM INTEGUMEN: POST OPERASI MASTEKTOMI
DI RUANG POLI BEDAH RUMAH SAKIT
Dr. MOHAMMAD SUTOMO
Telah Mendapatkan Persetujuan dari Pembimbing Klinik dan Dosen
Pembimbing Praktek Klinik Keperawatan Medikal Bedah

Pontianak, 24 Mei, 2021


Mahasiswa

Abdussalam
NIM. 201133001

Pontianak, , 2021
Mengetahui

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik/CI

Ns. Hendra, M.kep


NIP. 19740220 199403 1 004

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan pada Tuhan Yang Maha Esa atas Kuasa-Nya
yang telah memberikan segala nikmat dan kesempatan sehingga penyusunan
Laporan Pendahuluan yang berjudul “Resume Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem integumen: Post operasi mastektomi” dapat terselesaikan.
Dalam penyusunan Laporan Pendahuluan ini penulis telah melibatkan bantuan
moril dan material dari banyak pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas ini.
Dengan terselesaikannya Laporan Pendahuluan ini, perkenankan pula
saya untuk mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Didik Hariyadi, S.Gz M.Si., selaku Direktur Poltekkes Kemenkes
Pontianak.
2. Ibu Ns. Nurbani, M.Kep., selaku Ketua Jurusan Keperawatan Poltekkes
Kemenkes Pontianak.
3. Ibu Ns. Puspa Wardhani, M.Kep., selaku Ketua Prodi Profesi Ners Poltekkes
Kemenkes Pontianak sekaligus selaku pembingbing akademik
4. Seluruh Dosen, Instruktur dan Staf Prodi Sarjana Terapan Keperawatan
Pontianak serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu
yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Pendahuluan ini
masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Untuk itu kritik dan saran dari
pembaca sangat diperlukan demi kesempurnaan Laporan Pendahuluan ini.
Semoga Laporan Pendahuluan ini bagi pembaca khususnya Mahasiswa
Poltekkes Kemenkes Pontianak dalam upaya meningkatkan mutu pembelajaran
mahasiswa di Prodi Profesi Ners Poltekkes Kemenkes Pontianak.
Pontianak, 24 Mei 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Halaman
VISI DAN MISI...............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ii
KATA PENGANTAR...................................................................................iii
DAFTAR ISI..................................................................................................iv
DAFTAR TABEL...........................................................................................v
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................vi
BAB I KONSEP DASAR...............................................................................1
A. Konsep Dasar Dislokasi.......................................................................1
1. Definisi...........................................................................................1
2. Jenis-jenis Mastektomi................................................................1
3. Etiologi..........................................................................................3
4. Komplikasi....................................................................................5
5. Rekontruksi Payudara Pasca Mastektomi................................6
6. Dampak Post Operasi Mastektomi.............................................7
7. Pemeriksaan Diagnostik..............................................................7
8. Penatalaksanaan...........................................................................8
BAB II WEB OF CAUSATION (WOC)........................................................9
A. Web Of Causation................................................................................9
BAB III PROSES KEPERAWATAN.........................................................11
A. Pengkajian..........................................................................................11
B. Diagnosa keperawatan.......................................................................16
C. Perencanaan keperawatan..................................................................16
D. Intervensi keperawatan......................................................................17
E. Aplikasi Pemikiran Kritis dalam Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah (Efek Terapi Gel Lidah Buaya (Aloe Vera) Dalam Penyembuhan
Luka)........................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................22

iv
DAFTAR TABEL

HalamanTabel 3.1 Perencanaan Keperawatan.....................................................15


Tabel 3.2 Intervensi Keperawatan............................................................. ……..15

DAFTAR GAMBAR

v
HalamanGambar 2.1 Pathway Post Operasi ORIF Close Frakture Angkle........10

vi
1
1

BAB I
KONSEP DASAR
A. Konsep Dasar Dislokasi
1. Definisi
Mastektomi merupakan pembedahan yang dilakukan untuk
mengangkat payudara (Pamungkas, 2011).
Mastektomi adalah operasi pengangkatan payudara baik itu sebagian
atau seluruh payudara (Suyatno & Pasaribu, 2010).
Mastektomi adalah pemotongan melintang dan pengangkatan
jaringan payudara dari tulang selangka (superior) ke batas depan
latissimus dorsi (lateral) ke rectus sheath (inferior) dan midline (medial).
Sebagai tambahan, ekor aksila (axillary tail) dipotong (Lim, et al, 2009).

2. Jenis-jenis Mastektomi
Pengobatan atau terapi yang bisa dilakukan untuk mengatasi kanker
payudara antara lain pemberian kemoterapi (sitostatika), radioterapi
(penyinaran), hormon, dan operasi pengangkatan payudara (mastektomi)
(Purwoastuti, 2008). Tipe mastektomi dan penanganan kanker payudara
bergantung pada beberapa faktor, yakni usia, kesehatan secara
menyeluruh, status menopause, dimensi tumor, tahapan tumor dan
seberapa luas penyebarannya, stadium tumor dan keganansannya, status
reseptor hormon tumor, dan penyebaran tumor, apakah telah mencapai
simpul limfe atau belum (Pamungkas, 2011). Setelah mengetahui faktor
penentu dilakukannya jenis mastektomi tertentu, maka berikut ini adalah
beberapa jenis mastektomi yaitu:
a. Mastektomi Preventif
Mastektomi preventif disebut juga prophylactic mastectomy.
Pembedahan dilakukan pada wanita yang mempunyai resiko tinggi
terkena kanker payudara akibat faktor genetika atau risiko keturunan
kanker payudara. Operasi ini dapat berupa total mastektomi,
pengangkatan seluruh payudara dan puting atau subcutaneous
mastectomy, pengangkatan 1 payudara tetapi puting tetap
dipertahankan.

1
2

b. Mastektomi sederhana atau total (Simple or Total Mastectomy)


Mastektomi sederhana atau total dilakukan dengan mengangkat
payudara berikut kulit dan putingnya, namun simpul limfe tetap
dipertahankan.
c. Mastektomi radikal bermodifikasi (Modified Radical Mastectomy)
Mastektomi radikal bermodifikasi adalah pengangkatan seluruh
payudara beserta simpul limfe di bawah ketiak, sedangkan otot
pektoral (mayor dan minor), akan dipertahankan. Kulit dada dapat
diangkat dan bisa pula dipertahankan, kemudian diikuti dengan
rekonstruksi payudara jika diinginkan.
d. Mastektomi radikal
Mastektomi radikal adalah pengangkatan seluruh kulit payudara, otot
di bawah payudara serta simpul limfe (getah bening).
e. Mastektomi parsial atau segmental (lumpektomi)
Mastektomi parsial atau segmental dapat dilakukan pada wanita
dengan kanker payudara stadium I dan II. Mastektomi parsial adalah
terapi penyelamatan payudara atau breast conserving therapy yang
akan mengangkat bagian payudara dimana tumor berada. Prosedur ini
biasanya akan diikuti oleh terapi radiasi untuk mematikan sel kanker
pada jaringan payudara yang tersisa.
f. Kuadrantektomi (Quadrantectomy)
Kuadrantektomi adalah varian lain dari mastektomi parsial.
Mastektomi jenis ini akan mengangkat seperempat bagian payudara,
termasuk kulit dan jaringan konektif. Pengangkatan beberapa atau
seluruh simpul limfe akan dilakukan dengan prosedur terpisah, dengan
penyayatan simpul bawah ketiak (axillary node) dan biopsi simpul
sentinel (sentine node biopsy). Menurut El Manan (2011), jenis – jenis
mastektomi ada 3, yaitu
1) Mastektomi simplek, pengangkatan seluruh jarinagan payudara
tetapi otot di bawah payudara dibiarkan utuh dan disisakan kulit
yang cukup untuk menutup luka bekas operasi. Prosedur ini
3

digunakan untuk mengobati kanker invasive yang telah menyebar


ke dalam saluran air susu. Bila dilakukan pembedahan breast
conserving, maka kanker sering kali kambuh
2) Mastektomi simplek dan diseksi kelenjar getah bening ataupun
modifikasi mastektomi radikal, pengangkatan seluruh jaringan
payudara dengan menyisakan otot dan kulit, serta pengangkatan
getah bening ketiak
3) Mastektomi radikal, pengangkatan seluruh payudara, otot dada,
dan jaringan lainnya diangkat.

3. Etiologi
Yang termasuk faktor resiko kanker payudara menurut Brunner dan
Suddarth (2014); Reeder, Martin dan Griffin (2015), yaitu:
a. Gendre
Kanker payudara lebih sering menyerang perempuan dibanding laki-
laki. Laki-laki juga bisa menderita kanker payudara, akan tetapi
penyakit ini lebih besar kemungkinanya untuk menyerang kaum
perempuan. Mungkin penyebabnya adalah karena laki-laki memiliki
lebih sedikit hormone esterogen dan progesteron. Hormon esterogen
dan progesterone inilah yang menjadi pemicu tumbuhnya sel kanker
dan kedua hormon tersebut lebih banyak dimiliki dalam diri
perempuan. Inilah sebabnya perempuan lebih beresiko terkena kanker
payudara.
b. Faktor genetik/Mutasi genetic.
Sekitar 5-10%kasus kanker payudara diturunkan. Ini artinya bibit
kanker payudara tersebut merupakan hasil langsung dari kelainan gen
(mutasi gen) yang diturunkan dari orang tuanya. Telah ditemukan2
varian gen yang tampaknya berperan dalam terjadinya kanker
payudara, yaitu BRCA1 dan BRCA2. Jika seseorang perempuan
mewarisi salah satu dari gen tersebut, ia berisiko tinggi menderita
4

kanker payudara. Gen lainnya yang juga diduga berperan dalam


terjadinya kanker payudara adalah p53, BARDI, BRCA3 dan Noey2.
c. Penggunaan obat hormonal.
Seseorang yang pernah menggunakan obat hormonal dalam jangka
waktu lama, seperti terapi sulih hormon atau hormonal replacement
therapy (HRT), dan pengobatan kemandulan (infertilitas) dapat
beresiko tinggi terserang kanker payudara.
d. Faktor Usia
Perempuan berusia diatas 40 tahun, perempuan yang mendapatkan
haid pertama pada umur kurang dari 12 tahun (menarke dini) memiliki
resiko 2- 4 kali lebih besar, dan perempuan yang mengalami
menopause (mati haid) setelah usia 50 tahun. Semakin lambat
menopause maka semakin besar resiko terserang kanker payudara.
e. Perempuan yang tidak pernah melahirkan anak dan tidak menyusui
Pasalnya pada saat menyusui secara aktif menjadi periode bebas
kanker dan memperlancar sirkulasi hormonal. Pada masa menyusui,
peran hormon eterogen menurun dan di dominasi oleh hormon
prolaktin. Beberapa studi menunjukan bahwa menyusui dapat
menurunkan resiko terkena kanker payudara, terutama jika ibu
menyusui selama 1,5 hingga 2 tahun.
f. Perempuan yang melahirkan anak pertama diatas usia 30 tahun
Semakin tua usia perempuan saat hamil dan melahirkan, semakin
tinggi resikonya menderita kanker payudara.
g. Riwayat Keluarga
Beberapa riwayat keluarga yang dianjurkan untuk deteksi dini yaitu
ibu atau saudara perempuan terkena kanker payudara atau kanker yang
berhubungan dari ibu atau ayah, kanker ovarium, endometrium,
kolorektal, prostat, tumor otak, leukemia, dan sarkoma
h. Riwayat pribadi menderita kanker di masa sebelumnya. Seseorang
yang pernah mengalami operasi payudara akibat tumor jinak (kelainan
fibrokistik dan fibroadenoma), atau tumor ganas payudara
5

kontralateral cenderung akan berkembang kembali sebagi kanker


payudara suatu hari nanti.
i. Perempuan yang terlalu banyak mengkonsumsi alcohol. Perempuan
yang mengkonsumsi alkohol resikonya dua kali lipat terserang kanker
payudara pada tahun-tahun terakhir hidupnya.
j. Paparan radiasi. Perempuan yang pernah terpapar radiasi di bagian
dada (sebagai salah satu terapi kanker yang dideritanya saat anak-
anak/remaja atau sebagai pengobatan lainnya) juga beresiko menderita
kanker payudara.
k. Peningkatan berat badan yang signifikan pada usia dewasa karena
obesitas pada usia dewasa/menopause akan menyebabkan tingkat
esterogen yang jauh lebih tinggi. Makanan berlemak dan berprotein
tinggi rendah serat Konsumsi makanan berlemak dan berprotein tinggi
tetapi rendah serat yang terlalu banyak dan sering, karena
mengandung zat karsinogen yang dapat merangsang pertumbuhan sel
kanker.

4. Komplikasi
Prosedur mastektomi menyebabkan banyak dampak komplikasi
meskipun teknik pembedahan terus mengalami perbaikan. Banyak
dampak yang diterima pasien post mastektomi seperti: lymphedema,
pembentukan seroma, penurunan mobiltas lengan dan kekuatan kompleks
lengan, kesulitan yang berhubungan dengan pasca operasi bekas luka
(Winer, et al dalam Botwala, et al, 2013, dalam Aini 2015).
Selama ini komplikasi yang bersifat fisik masih tingi (10% - 50%).
Komplikasi fisik ini terutama dirasakan pada daerah bekas operasi lengan
atas dan lengan bawah (Van de Velde, et al, 1999 dalam Sudarto, 2002
dalam Aini, 2015). Keterbatasan gerak bahu sedikitnya bisa muncul dalam
2 minggu immobilsasi. Mobiltas lengan dan bahu adalah salah satu yang
harus diperhatikan karena akan berdampak pada aktivitas kehidupan
sehari- hari penderita kanker payudara (Delburck, 2007 dalam Aini 2015)
6

5. Rekontruksi Payudara Pasca Mastektomi


Rekonstruksi payudara adalah jenis pembedahan bagi wanita yang
telah menjalani pengangkatan atau penghilangan payudara (mastektomi).
Pembedahan dilakukan untuk membuat payudara kembali seperti
sebelumnya, baik dalam bentuk atau ukuran. Puting dan areola juga bisa
ditambahkan. Tujuan dilakukan rekonstruksi payudara adalah:
b) Menjadikan payudara seimbang ketika menggunakan bra;
c) Mendapatkan kembali kontur payudara secara permanen;
d) Menghindari upaya prostesis (upaya menyesuaikan diri dengan bra)
eksternal;
e) Meningkatkan rasa percaya diri sehingga dapat meningkatkan tingkat
kehidupan sosial.
f) Rekonstruksi dapat dilakukan secara bersamaan setelah mastektomi
atau bisa dilakukan di kemudian hari.

Rekonstruksi segera (immediate reconstruction) dilakukan pada saat


yang sama setelah mastektomi dilaksanakan. Keuntungannya adalah
bahwa jaringan dada tidak akan ikut rusak pada saat menjalani terapi
radiasi atau mengalami luka parut serta mengurangi satu pembedahan.
Sedangkan rekonstruksi tertunda (delayed reconstruction) berarti
rekonstruksi payudara akan dilakukan di kemudian hari. Sebagian wanita
dinasihatkan untuk melakukan terapi radiasi terhadap area dada setelah
mastektomi. Namun, terapi radiasi yang diberikan setelah pembedahan
rekonstruksi payudara bisa menyebabkan komplikasi.
Rekonstruksi payudara bisa menggunakan impalant silikon atau
salin, maupun jaringan yang diambil dari bagian tubuh yang lain atau
kombinasi keduanya. Penutup jaringan tersebut adalah bagian dari kulit,
lemak dan otot yang diambil dari punggung, perut, atau area lain pada
tubuh untuk dipasang di area dada.
7

6. Dampak Post Operasi Mastektomi


Berdasarkan pemaparan Hirshaut & Pressman (1992), mastektomi
adalah operasi pengangkatan payudara, dimana dilakukan pembedahan
dilakukan untuk mengangkat sebagian atau seluruh payudara yang
terserang kanker payudara. Pembedahan paling utama dilakukan pada
kanker payudara stadium I dan II. Pembedahan juga dapat bersifat kuratif
(menyembuhkan) maupun paliatif (menghilangkan gejala-gejala
penyakit). Dampak dari operasi mastektomi dapat menghambat proses
perkembangan sel kanker dan umumnya mempunyai taraf kesembuhannya
85% sampai dengan 87%. Namun penderita akan kehilangan sebagian
atau seluruh payudara, mati rasa pada kulit, kelumpuhan (jika tidak
ditangani secara seksama). Reaksi psikis positif yang dapat muncul
adalah, meningkatnya penyesuaian Hubungan Antara diri penderita karena
kehilangan payudara. Sedangkan, reaksi psikis negatif yang dapat muncul
adalah menurunnya self confidence (kepercayaan diri) sebagai perempuan
karena kehilangan payudara, stress, atau depresi (Wagman, dalam Melisa
2004).

7. Pemeriksaan Diagnostik
Mamografi dilakukan untuk pemeriksaan fisik dini pada wanita
untuk menunjukkan adanya kanker payudara. 2) Aspirasi jarum tajam atau
biopsi dengan pembedahan dilakukan jika ada gumpalan dan hasil
memografi negatif. 3) Ultrasonografi, untuk membedakan kista berisi
cairan dengan tumor. 4) Scan tulang, untuk mendeteksi metastase tumor.
5) Pengujian reseptor hormonal yang dilakukan pada tumor untuk
mengetahui hormon yang lebih berpengaruh antara estrogen dan
progesteron (Williams & Wilkins, 2011).

8. Penatalaksanaan
Menurut Tanto (2014) jenis pembedahan kanker payudara yaitu:
8

a. Mastektomi radikal klasik: pengangktan seluruh kelenjar payudara


dengan sebagian kulit, otot pektoralis mayor dan minor, dan kelenjar
limfe kadar I,II, dan III.
b. Mastektomi radikal demodifikasi: sama dengan mastektomi radikal
klasik namun otot pektoralis mayor dan minor dipertahankan. Hanya
kelenjar limfe kadar I dan II yang diangkat.
c. Mastektomi sederhana: seluruh kelenjar payudara diangkat, tanpa
pengangkatan kelenjar limfe aksila dan otot pektoralis.
d. Breast consevasing surgery (BCS). Prosedur ini membuang massa
tumor dengan memastikan batas bebas tumor dan diseksi aksila kadar
1 dan 2 atau dilakukan sentinel node biopsy terlebih dahulu

BAB II
WEB OF CAUSATION (WOC)
A. Web Of Causation
9

Trauma langsung, trauma tidak langsung, Trauma Patologis

Ca mamae

Operasi Mastektomi

Terputusnya Post Operasi Luka Insisi


Kontinuitas Jaringan

Gangguan Kerusakan
Mediator Nyeri Aktivitas Integritas Kulit

Nyeri Akut Gangguan Mobilitas


Fisik
Gambar 2.1 Pathway Post Operasi Mastektomi
Sumber: Modifikasi dari aplikasi diagnosa keperawatan Nanda NIC NOC, 2015
11

BAB III
PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Biodata
Meliputi: Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
diagnosa medis, nomor register dan tanggal MRS.
2. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh sakit (nyeri) pada daerah luka post op
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada daerah luka operasi.
4. Pola-pola fungsional
a. Pola aktivitas dan latihan Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/
gangguan akibat adanya luka operasi sehingga perlu dibantu baik
perawat maupun klien.
b. Pola tidur dan istirahat Kebiasaan pola tidur dan istirahat px
mengalami gangguan yang disebabkan oleh nyeri luka post op.
c. Pola persepsi dan konsep diri Setelah pasien mengalami post op pasien
akan mengalami angguan konsep diri.

14
15

d. Pola sensori dan kognitif Biasanya pasien mengeluh nyeri yang


disebabkan oleh adanya kerusakan jaringan lunak dan hilangnya darah
serta cairan seluler ke dalam jaringan.
e. Pola tata nilai dan kepercayaan Biasanya pasien pada post operasi
akan mengalami gangguan/ perubahan dalam menjalankan ibadahnya.
f. Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien fraktur harus mengkonsumsi
nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi,
protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan
tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu
menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi
komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau
protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu
juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
g. Pola Eliminasi Untuk kasus Mastektomi tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan
pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau,
dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
h. Pola Tidur dan Istirahat. Semua klien Post op mastektomi timbul rasa
nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan
kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada
lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur
serta penggunaan obat tidur.
i. Pola Aktivitas Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka
semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien
perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah
bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa
bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding
pekerjaan yang lain.
16

j. Pola Hubungan dan Peran Klien akan kehilangan peran dalam


keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat
inap.
k. Pola Reproduksi Seksual Dampak pada klien Post operasi Mastektomi
yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena
keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga,
perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya
5. Pemeriksaan fisik
a. Pada pasien post operasi terdapat adanya perubahan yang menonjol
pada sistem integumen seperti warna kulit, tekstur kasar ada / tidak,
terjadi rembesan darah pada luka post operasi ada / tidak.
b. Sistem Respirasi biasanya pada pasien post operasi Mastektomi ada/
tidak perubahan yang menonjol seperti bentuk data ada / tidaknya
sesak nafas, suara tambahan, pernafasan cuping hidung (Melti, 2019).

B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien kemungkinan
diagnosa keperawatan dari orang dengan Post operasi ORIF adalah sebagai
berikut (SDKI, 2016).
1. (D.0077) Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan neuromuscular,
cedera jaringan lunak, stress/ansietas.
2. (D.0129) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan luka Post
Operasi

C. Perencanaan keperawatan
Tabel 3.1 Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Luaran
SLKI
1. D.0077 Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan
berhubungan dengan diharapkan tingkat nyeri menurun dan kontrol
agen pendera fisik nyeri meningkat dengan kriteria hasil:
(prosedur operasi) 1. Tidak mengeluh nyeri
17

2. Tidak meringis
3. Tidak bersikap protektif
4. Tidak gelisah
5. Tidak mengalami kesulitan tidur
6. Frekuensi nadi membaik
7. Tekanan darah membaik
8. Melaporkan nyeri terkontrol
9. Kemampuan mengenali onset nyeri
meningkat
10. Kemampuan mengenali penyebab nyeri
meningkat
11. Kemampuan menggunakan teknik non-
farmakologis

2. D.0129 Gangguan Setelah dilakukan intervensi maka integritas


integritas kulit kulit dan jaringan meningkat dengan kriteria
berhubungan dengan hasil:
luka Post Operasi 1. Elasitas meningkat
2. Kerusakan jaringan menurun
3. Perdarahan menurun
4. Kerusakan lapisan menurun
5. Sensasi membaik
6. Tekstur membaik.

D. Intervensi keperawatan
Tabel 3.2 Intervensi Keperawatan
Intervensi
Diagnosa Keperawatan
SIKI
D.0077 Nyeri akut Intervensi Utama: Dukungan Nyeri Akut:
berhubungan dengan Pemberian analgesik
agen pendera fisik Observasi
(prosedur operasi) 1. Identifikasi karakteristik nyeri (mis. pencetus,
pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi,
durasi)
2. Identifikasi riwayat alergi obat
3. Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis.
narkotika, non-narkotika, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
4. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
5. Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
1. Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk
mencapai analgesia optimal
2. Pertimbangkan pengguanaan infus kontinu, atau
bolus oploid untuk mempertahankan kadar dalam
serum
3. Tetapkan target efektifitas analgesik untuk
18

mengoptimalkan respons pasien


4. Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak diinginkan
Edukasi
1. Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi
Dukungan Nyeri Akut:
Manajemen Nyeri
Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respons nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetic

D.0129 Gangguan Perawatan integritas kulit


integritas kulit Observasi
berhubungan dengan 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
luka Post Operasi Edukasi
19

2. Anjurkan minum air yang cukup


3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Perawatan luka
Observasi
1. Monitor karakteristik luka (warna, ukuran, bau)
2. Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik
1. Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
2. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antibiotik

E. Aplikasi Pemikiran Kritis dalam Asuhan Keperawatan Medikal Bedah


(Efek Terapi Gel Lidah Buaya (Aloe Vera) Dalam Penyembuhan Luka)

1. Definisi
Lidah buaya termasuk dalam famili Lily (Liliaceae). Tanaman ini
telah dikenal sebagai tanaman penyembuh. Lidah buaya telah digunakan
untuk tujuan medis tradisional di beberapa budaya selama ribuan tahun.
Secara in vitro, ekstrak atau komponen dari lidah buaya merangsang
proliferasi beberapa jenis sel. Banyak penelitian telah menunjukkan
bahwa pengobatan dengan gel lidah buaya murni dan ekstraknya membuat
penyembuhan luka lebih cepat (Khan, 2013).
Dalam proses penyembuhan luka Post operasi, pemberian lidah
buaya meningkatkan efektivitas dan kualitas penyembuhan luka.
Pemberian gel lidah buaya pada luka post operasi menunjukkan efek
penyembuhan dalam waktu 24 jam dibandingkan dengan terapi standar
pembalutan luka operasi tanpa ditemukan efek samping. Akhir-akhir ini
penelitian mengenai manfaat lidah buaya untuk penyembuhan luka mulai
banyak dilakukan dan hasilnya cukup memuaskan (Primasari, 2016).

2. Etiologi
Pemberian lidah buaya terutama lendirnya secara topikal pada luka
dapat mempercepat proses penyembuhan luka karena lendir lidah buaya
mengandung glikoprotein, yang mencegah inflasi rasa sakit dan
20

mempercepat perbaikan dan glukomanan, yaitu senyawa yang diperkaya


dengan polisakarida yang dapat mempengaruhi faktor pertumbuhan
fibroblas dan merangsang aktivitas dan proliferasi sel dan meningkatkan
produksi dan sekresi kolagen sehingga dapat mempercepat penyembuhan
luka dan merangsang pertumbuhan kulit (Novyana, 2016).
Lidah buaya terbukti memiliki berbagai kandungan yang bermanfaat
bagi kesehatan. Salah satu kandungan dalam lidah buaya yang memiliki
efek positif dalam penyembuhan luka adalah kandungan polisakarida,
terutama acemannan, sebuah β-(1,4)-acetylpolymannan. Acemannan
merupakan komponen aktif utama yang terdapat dalam lidah buaya. Zat
ini terdiri dari polimer rantai panjang yang terbentuk dari glukosa dan
mannose. 15 Acemannan menunjukkan aktivitas biologis sebagai
antikanker, antiinflamasi, antimikroba serta meningkatkan proliferasi sel
sehingga membantu mempercepat penyembuhan luka (Primasari, 2016).
Dalam proses penyembuhan luka, pemberian gel lidah buaya dengan
konsentrasi tertentu mampu mempercepat kontraksi penutupan luka dan
terjadinya epitelialisasi, memperkecil ukuran jaringan parut dan mengatur
penyusunan jaringan parut pada luka. Pemberian lidah buaya dapat
mempercepat penyembuhan luka dengan mempercepat proliferasi
fibroblast, keratinosit dan menstimulasi migrasi sel-sel tersebut.
Pernyataan tersebut didukung dengan hasil penelitian oleh Chitra, et al.
yang membuktikan bahwa lidah buaya membantu proliferasi fibroblast,
meningkatkan gugus aldehyde pada serat kolagen serta menstimulasi dan
membantu pembentukan jaringan epidermis yang berkorelasi dengan
kecepatan penutupan luka (Bałan, 2015).
Selain mendukung proses epitelialisasi, lidah buaya juga mampu
meningkatkan produksi kolagen. Kolagen merupakan protein utama dari
matriks ekstraseluler yang berfungsi untuk memberikan kekuatan pada
jaringan kulit. Lidah buaya meningkatkan jumlah glucosaminoglycan dan
jaringan kolagen. Lidah buaya memiliki molekul biologi aktif yang
menstimulasi pembentukan jaringan epidermis, meningkatkan sintesis
21

kolagen dan remodeling serta menambah kekuatan regangan (Nugraha,


2015).

3. Efek Samping dan Kontraindikasi


Pemberian lidah buaya secara topikal dapat menyebabkan sensasi
terbakar, kemerahan serta nyeri pada individu yang sensitif. Reaksi alergi
terjadi akibat dari kandungan anthraquinone seperti aloin dan barbaloin
yang terdapat pada lidah buaya. Di samping efek laksatifnya, konsumsi
lidah buaya secara peroral seringkali menyebabkan kram perut, diare,
perburukan dari konstipasi serta gangguan elektrolit (penurunan kadar
kalium). Dalam penggunaan jangka panjang, lidah buaya dilaporkan dapat
meningkatkan risiko kanker usus-rektum. Walaupun jarang menyebabkan
alergi, namun lidah buaya tidak disarankan untuk pasien yang memiliki
alergi terhadap tanaman Liliaceae, serta untuk ibu hamil dan menyusui
(Primasari, 2016).

REFERENSI

Aminanto, S., & Ruhyana, R. (2015). Efektivitas Gel Aloe Vera Sebagai Primary
Dressing pada Luka Diabetes Melitus di Praktik Perawatan Luka Indaryati
Sleman Yogyakarta (Doctoral dissertation, STIKES'Aisyiyah Yogyakarta).
Bałan, B. J., Niemcewicz, M., Kocik, J., Jung, L., Skopińska-Różewska, E., &
Skopiński, P. (2015). Experimental immunology Oral administration of Aloe
vera gel, anti-microbial and anti-inflammatory herbal remedy, stimulates
cell-mediated immunity and antibody production in a mouse model. Central
European Journal of Immunology, 39(2), 125-130.
Novyana, R. M., & Susianti, S. (2016). Lidah Buaya (Aloe vera) untuk
Penyembuhan Luka. Jurnal Majority, 5(4), 149-153.
Nugraha, A. (2015). Pengaruh Pemberian Aloe Vera Pada Pasien Luka Bakar.
Jurnal Medika Cendikia, 2(02), 72-81.Gail W. Stuart, B. A. (2016). Prinsip
dan Praktik Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart. Jakarta: Buku Kedokteran
EGC.
Primasari, M. (2016) EFEK TERAPI GEL LIDAH BUAYA (ALOE VERA)
DALAM PENYEMBUHAN LUKA.
22

DAFTAR PUSTAKA

Baradero, M. Dkk. (2008).Seri Asuhan Keperawatan pada Klien Kanker. Jakarta:


EGC.
Daniele Gale. (1999). Rencana asuhan keperawatan onkologi (Onkologi Nursing
Care Plans). Jakarta: EGC
Irianto K.(2015). Kesehatan Reproduksi , Teori & Praktikum. Bandung : Alfabeta
CV
NANDA, N. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
Nanda Nic Noc
Sjamsuhidajat, R., Karnadihardja, W., Prasetyono, T. O. H., & Rudiman, R.
(2011). Buku ajar ilmu bedah sjamsuhidajat-de jong. Edisi ke-3. Jakarta:
EGC, 706-22.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. 8th. Jakarta:
EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan.
Tim Pokja SLKI PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Jakarta
Selatan.

Anda mungkin juga menyukai