Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN HERNIA INGUINALIS

GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN DI


RS. TK.II KARTIKA HUSADA

DISUSUN OLEH
ROHMAN
NIM. 2011133032

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN HERNIA INGUINALIS DENGAN


GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN

Pontianak, November 2021

Mahasiswa

Rohman
NIM. 2011133032

Mengetahui,

Pembimbing akademik Pembimbing klinik


BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Hernia merupakan adalah penonjolan serat atau ruas organ atau jaringan
melalui lubang yang abnormal. Hernia dalah keluarnya bagian dalam dari tempat
biasanya (Nuari, 2015). Hernia merupakan prostrusi atau penonjolan isi suatu
rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada
hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan
muskulo-appneurotik dinding perut. Hernia terdiri dari atas cincin, kantong dan
isi hernia. Berdasarkan terjadinya hernia dibagi atas hernia bawah atau congenital
dan hernia dapatan atau akuista (Nurarif & Kusuma, 2016).
Hernia inguinalis adalah hernia yang paling umum terjadi dan muncul
sebagai tonjolan di selangkangan atau skorotum. Orang awam biasa
menyebutnya “turun bero” atau “hernia”. Hernia inguinalis terjadi ketika dinding
abdomen berkembang sehingga usus menerobos ke bawah melalui celah. Jika
anda merasa ada benjolan dibawa perut yang lembut, kecil, dan mungkin sedikit
nyeri dan bengkak, Anda mungkin terkena hernia ini. Hernia tipe ini lebih sering
terjadi pada laki-laki dari pada perempuan (Nurarif & Kusuma, 2015).
Hernia inguinalis adalah kondisi prostusi (penonjolan) organ intestinal
masuk kerongga melalui defek atau bagian dinding yang tipis atau lemah dari
cincin inginalis. Materi yang mauk lebih sering adalah usus halus, tetapi bisa
juga merupakan suatu jaringan lemak atau omentum. (Amrizal, 2015).
B. Etiologi
Hernia abdominal cenderung terjadi pada kelemahan struktural yang
didapat atau kongenital atau trauma pada dinding abdominal, yang terjadi
peningkatan tekanan intra-abdomen akibat dari mengangkat benda berat,
obesitas, kehamilan, mengejan, batuk, atau kedekatannya dengan tumor. Bila
faktor ini ada bersama dengan kelemahan otot individu akan mengalami
hernia.
Bila isi kantong hernia dapat dipindahkan ke rongga abdomen dengan
manipulasi, hernia disebut redusibel. Hernia iredusibel dan inkarserata adalah
istilah yang menunjukan hernia yang tidak dapat dipindahkan atau dikurangi
dengan manipulasi.
Banyak jenis hernia abdominal yang terjadi, diklasifikasikan berdasarkan
tempat :
a. Henia Inguinal (paling umum), visera menonjol kedalam kanal inginal pada
titik dimana spermatik muncul pada pria, dan sekitar ligamen pada wanita.
Hernia inguinal nal indirek lengkung usus keluar melalui kanalis inguinalis
dan mengikuti kordo spermatikus (pria) atau ligamen sekitar (wanita), ini
akibat dari gagalnya prosesus vaginalis untuk menutup sebelah testis turun
ke dalam skrotum, atau fiksasi ovarium. Hernia inguinalis direk lengkung
usus keluar melalui kanalis inguinalis posterior.
b. Hernia femoralis terjadi di mana arteri femoralis masuk ke dalam kanal
femoral, dan muncul dibawah ligamen inguinal di bawah pangkal paha.
Hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan lebih umum pada
wanita dari pada pria. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis
femoralis yang membesar dan secara bertahap menarik peritorium dan
hampir tidak dapat dihindari kandung kemih masuk ke dalam kantung. Ada
insiden yang tinggi dari inkarserata dan strangulasi dengan tipe hernia ini.
Hernia
c. Hernia umbilikal terjadi karena kegagalan orifisium umbilikal untuk
menutup. Hal ini paling sering terjadi pada wanita obesitas, anak-anak, dan
pada pasien yang peningkatan tekanan intra-abdominal karena sirosis dan
ascites tipe hernia ini terjadi pada sisi insisi bedah sebelumnya yang telah
sembuh secara tidak adekuat, karena masalah pasca-operasi seperti infeksi,
nutrisi tidak adekuat, distensi ekstrem.
d. Hernia insisional atau ventral terjadi melalui dinding abdominal karena
kelemahan, kemungkinan juga terjadi karena penyembuhan insisi bedah
yang buruk.
e. Hernia parastomal menonjol melalui defek fasial disekitar stoma dan
kedalam jaringan subkutan.
f. Hernia epigastrium tampak melalui defek dilinea alba dan biasanya
ditemukan di garis tengah antara xifisternum dan umbilikus.
g. Hernia ventralis adalah nama umum untuk semua hernia di dinding perut
bagian anteralateral sepereti pada hernia sikatrik. Hernia sikatriks
merupakan penonjolan peritoneum melalui bekas luka operasi. (Diyono &
Mulyanti, 2013).
C. Klasifikasi Hernia
Klasifikasi hernia inguinalis yaitu:
1. Hernia inguinalis indirek
Hernia inguinalis indirek disebut juga herbia inguinalis lateralis,
diduga mempunyai penyebab kongenital. Kantong hernia merupakan sisa
prosesus vaginalis peritonei sebuah kantong peritoneum yang menonjol
keluar, yang ada pada janin berperan dalam pembentukan kanalis
inguinalis. Oleh karena itu kantong hernia masuk kedalam kanalis
inguinalis melalui anulus inguinalis internus yang terletak di sebelah
lateral vasa epigastrika inferior, menyususri kanalis ingunalis dan keluar
ke rongga perut melalui anulis inguinalis eksternus. Lateral dari arteria
dan vena epigasttrika inferior. Hernia ini lebih sering dijumpai pada sisi
kanan. Hernia inguinalis indirek dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Merupakan sisa prosessus vaginalis dan oleh karena itu bersifat
kongenital
b. Angka kejadian hernia indirek lebih banyak dibandingkan hernia
inginalis direk
c. Hernia indirek lebih sering pada pria dari pada wanita
d. Hernia indirek lebih sering pada sisi kanan
e. Sering di temukan pada anak-anak dan dewasa muda
f. Kantong hernia masuk kedalam kanalis inguinalis melalui anulus
inguinalis profundus dan lateral terhadap arteria dan vena
epigastrika inferioer.
g. Kantong hernia dapat meluas melalui anulus inguinalis
superficialis, terletak di atas dan medial terhadap tuberkulum
pubikum.
h. Kantong hernia dapat meluas ke arah bawah ke dalam kantong
skrotum atau labium majus.
2. Hernia inguinalis direk
Hernia inguinalis direk disebut juga hernnia inguinalis medialis.
Hernia ini melalui dinding inguinal posteromedial dari vasa epigastrika
inferior didaerah yang dibatasi segitiga Hasselbach. Hernia inguinalis
direk jarang pada perempuan, dan sebagian bersifat bilateral. Hernia ini
merupakan penyakit pada laki-laki lanjut usia dengan kelemahan otot
dinding abdomen. (Amrizal, 2015).
D. Manifestasi Klinis
Menurut (Huda Amin & Hardhi Kusuma, 2016) Tanda dan gejala
terjadinya hernia adalah sebagai berikut:
1. Berupa benjolan keluar masuk/keras dan yang tersering tampak benjolan di
lipatan paha.
2. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan bila isinya terjepit disertai perasaan
mual.
3. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi.
4. Bila terjadi hernia inguinalis strangulata perasaan sakit akan bertambah hebat
serta kulit diatasnya menjadi merah dan panas.
5. Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kemih sehingga
menimbulkan gejala sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing
darah) disamping benjolan dibawah sela paha.
6. Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit di daerah perut disertai
dengan sesak napas.
7. Bila pasien mengejan atas batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar.
E. Patofisiologi
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus pada bulan ke-8
kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis
tersebut akan menarik peritonium kedaerah skrotum sehingga terjadi penonjolan
peritonium yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonel.
Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor utama, yang pertama adalah
faktor kongenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu
kehamilan Pada bayi yang sudah lahir umumnya prosesus ini telah mengalami
obliterasi. Namun dalam beberapa hal, sering kali kanalis ini tidak menutup,
karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih
sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka
dalam keadaan normal. Kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia dua
bulan. Bila proses terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi) akantimbul
hernia inguinalis lateralis kongenital.
Faktor yang kedua adalah faktor yang didapat seperti hamil, batuk kronis,
pekerjaan mengangkat benda berat dan faktor usia. Riwayat pembedahan
abdomen, kegemukan, meruapakan faktor lain yang dapat menyebabkan
terjadinya hernia. Masuknya isi rongga perut melalui kanal ingunalis, jika cukup
parah maka akan menonjol keluar dari anulus ingunalis eksternus. Apabila hernia
ini berlanjut tonjolan akan sampai ke skrotum. Hernia ada yang dapat kembali
secara spontan maupun manual juga ada yang tidak dapat kembali secara spontan
ataupun manual akibat terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding
kantong hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali.
Peningkatan isi abdomen, memasuki kantung hernia. Jika terjadi
penekanan terhadap cincin hernia maka isi hernia kantong hernia tidak dapat
kembali ke posisi awal dan terjepit sehingga menimbulkan nyeri dan kerusakan
organ sehingga terjadi hernia strangulate yang akan menimbulkan gejala ileus
yaitu gejala obstruksi usus sehingga menyebabkan peredaran darah terganggu
yang akan menyebabkan kurangnya suplai oksigen yang bisa menyebabkan
iskemik dan terjadi kerusakan jaringan, penumpukan jaringan menjadi mati
sehingga timbul respon inflamasi hingga timbul masalah risiko infeksi. Kalau
kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang akhirnya dapat
menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan dengan rongga
perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan peristaltik usus yang bisa
menyebabkan konstipasi, kembung, mualmuntah, intake menurun, sehingga klien
berisiko mengalami penurunan berat badan dan akhirnya timbul masalah
ketidakseimbangan nutrisi. Apa bila tidak dilakukan pembedahan maka isi perut
akan lepas didalam rongga dan terdapat nekrosis sampai ganggren karena
peredaran darah terganggu (Nuari, N.A, 2019)
F. Komplikasi
Akibat dari hernia dapat menimbulkan beberapa komplikasi antara lain :
1. Terjadi pelengketan berupa isi hernia hal ini disebut hernia inguinalis lateralis
ireponsibilis.
2. Terjadi tekanan pada cincin hernia maka akan terjadi banyaknya usus yang
masuk. Kondisi ini mengakibatkan terjadinya isi usus diikuti dengan
gangguan vascular. Keadaan ini disebut hernia inguinalis strangulata
(Mansjoer, 2012).
G. Pemeriksaan penunjang
Menurut Huda Amin dan Hardhi Kusuma (2016), pemeriksaan penunjang
yang dapat dilakukan untuk hernia adalah:
1. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/ obstruksi
usus.
2. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan
hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih dan
ketidakseimbangan elektrolit.

Menurut Nuari (2015), pemeriksaan diagnostik hernia yaitu:


1. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi daerah ingunal
b. Palpasi hernia inguinal
2. Pemeriksaan diagnostic
a. Foto rontgen spinal
b. Elektromiografi
c. Venogram epidural
d. Fungsi lumbal
e. Tanda leseque (tes dengan mengangkat kaki lurus ke atas)
f. CT scan
g. MRI
h. Mielogram
3. Pemeriksaan darah
a. Leukosit: peningkatan jumlah leukosit mengindikasikan adanya
infeksi.
b. Hemoglobin: hemoglobin yang rendah dapat mengarah pada anemia/
kehilangan darah.
c. Hematokrit: peningkatan hematokrit mengindikasikan dehidrasi.
d. Waktu koagulasi: mungkin diperpanjang, mempengaruhi hemostasis
intra operasi/ pasca operasi.
4. Urinalisis
BUN, creatinin, munculnya SDM atau bakteri yang mengindikasikan
infeksi.
5. EKG
Untuk mengetahui kondisi jantung.
H. Penatalaksanaan
Penanganan hernia menurut Amin Huda dan Hardhi Kusuma (2016)
ada dua macam, yaitu:
1. Konservatif (Townsend CM)
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan
pemakaian penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia
yang telah direposisi. Bukan merupakan tindakan definitive sehingga
dapat kambuh kembali, terdiri atas:
a. Reposisi
Reposisi adalah suatu usaha untuk mengembalikan isi hernia kedalam
cavum peritoni atau abdomen. Reposisi dilakukan secara bimanual.
Reposisi dilakukan pada pasien dengan hernia reponibilis dengan cara
memakai dua tangan. Reposisi tidak dilakukan pada hernia inguinalis
strangulata kecuali pada anakanak.
b. Suntikan
Dilakukan penyuntuikkan cairan sklerotik berupa alkohol atau kinin di
daerah sekitar hernia, yang menyebabkan pintu hernia mengalami
sclerosis atau penyempitan sehingga isi hernia keluar dari cavum
peritonii.
c. Sabuk Hernia
Diberikan pada pasien yang hernia masih kecil dan menolak dilakukan
tindakan operasi.
2. Operatif
Operasi merupakan tindakan paling baik dan dapat dilakukan pada:
a. Hernia reponibilis
b. Hernia irreponibilis
c. Hernia strangulasi
d. Hernia incarserata
Operasi hernia dilakukan dalam 3 tahap:
a. Herniotomy
Membuka dan memotong kantong hernia serta mengembalikan isi
hernia ke cavum abdominalis.

b. Hernioraphy
Mulai dari mengikat leher hernia dan menggantungkannya pada
conjoint tendon (penebalan antara tepi bebas M. Obliquus
intraabdominalis dan M. transversus abdominis yang berinsersio di
tuberculum pubicum).
c. Hernioplasty
Menjahitkan conjoint tendon pada lagamentum inguinale agar LMR
hilang/ tertutup dan dinding perut jadi lebih kuat karena tertutup otot.
Hernioplasty pada hernia inguinalis lateralis ada bermacam-macam
menurut kebutuhannya (Ferguson, bassini, Halstedt, Hernioplasty pada
hernia inguinalis media dan hernia femoralis dikerjakan dengan cara
Mc. Vay).
Operasi hernia pada anak dilakukan tanpa hernioplasty, dibagi menjadi
dua yaitu:
a. Anak berumur kurang dari satu tahun: menggunakan teknik
Michele Benc.
b. Anak berumur lebih dari satu tahun: menggunakan teknik POTT
BAB II
WEB OF COUTION (WOC)

Batuk kronis, mengangkat


benda berat, mengejan pada
saat defekasi

Peningkatan tekanan intra


abdomen

Defek pada dinding otot


ligament

Herni inguinalis
Resiko infeksi
Herniorafi/herniotomi
Masuknya
mikroorganisme
Post operasi

Proses
Insisi bedah
inflamasi

Defisit Diskontinuinitas
perawatan diri jaringan
Nyeri akut
Defisiensi
pengetahuan
Takut bergerak
Ansietas

Tirah baring

Hambatan mobilitas fisk


BAB III
PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Pasien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin,agama, alamat, bangsa, pendidikan,
pekerjaaan tanggal MRS, diagnose medis,nomor registresi.
b. Identitas Penanggung Jawab
Meliputi : Nama, hubungan dengan klien, alamat, no. hp
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus hernia adalah terasa nyeri.
Nyeri tersebut adalah akut karena disebabkan oleh diskontinuitas jaringan
akibat tindakan pembedahan ( insisi pembedahan ). Dalam mengkaji
adanya nyeri, maka digunakan teknik PQRST.
P= Provoking: Merupakan hal - hal yang menjadi faktor presipitasi
timbulnya nyeri, biasanya berupa trauma pada bagian tubuh yang
menjalani prosedur pembedahan dan biasanya nyeri akan bertambah
apabila bersin, mengejan, batuk kronik dll.
Q= Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, ditekan, ditusuk-tusuk,
diremas.
R= Region: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau
menyebar dan dimana rasa sakit terjadi.
S= Scale of pain: Biasanya klien hernia akan menilai sakit yang
dialaminya dengan skala 5 - 7 dari skala pengukuran 1 - 10.
T= Time: Merupakan lamanya nyeri berlangsung, kapan muncul dan
dalam kondisi seperti apa nyeri bertambah buruk.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari hernia,
yang nantinya membantu dalam rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa di
tentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena.
merasa ada benjolan di skrotum bagian kanan atau kiri dan kadang-
kadang mengecil/menghilang. Bila menangis, batuk, mengangkat beban
berat akan timbul benjolan lagi, timbul rasa nyeri pada benjolan dan
timbul rasa kemeng disertai mual-muntah. Akibat komplikasi terdapat
shock, demam, asidosis metabolik, abses, fistel, peritonitis. Pada pasien
post operasi hernia juga akan merasakan nyeri dimana nyeri tersebut
adalah akut karena disebabkan oleh diskontinuitas jaringan akibat
tindakan pembedahan (insisi pembedahan ).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Latar belakang kehidupan klien sebelum masuk rumah sakit yang
menjadi faktor predisposisi seperti riwayat bekerja mengangkat benda-
benda berat, riwayat penyakit menular atau penyakit keturunan, serta
riwayat operasi sebelumnya pada daerah abdomen atau operasi hernia
yang pernah dialami klien sebelumnya.
d. Riwayat Kesehatan
Keluarga Perlu diketahui apakah ada anggota keluarga lainnya yang
menderita sakit yang sama sepert klien, dikaji pula mengenai adanya
penyakit keturunan atau menular dalam keluarga.
3. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum
Keadaan klien dengan hernia biasanya mengalami kelemahan serta
tingkat kesadaran composmentis. Tanda vital pada umumnya stabil
kecuali akan mengalami ketidakstabilan pada klien yang mengalami
perforasi appendiks.
2. B1 Sistem Pernafasan (Breathing)
Bentuk hidung simetris keadaan bersih tidak ada sekret, pergerakan dada
simetris, Irama nafas regular tetapi ketika nyeri timbul ada kemungkinan
terjadi nafas yang pendek dan cepat. Tidak ada nyeri tekan pada dada,
tidak ada retraksi otot bantu nafas, gerakan fokal fremitus antara kanan
dan kiri sama, pada hernia inkarcerata dan strangulata di jumpai adanya
peningkatan RR (> 24 x /mnt) pada perkusi terdapat bunyi paru resonan,
suara nafas vesikuler tidak ada suara tambahan seperti ronkhi dan
whezzing.
3. B2 Sistem Kardiovaskuler (Blood)
Konjungtiva normal tidak terdapat sianosis, tidak ada peningkatan JVP,
tidak ada clubbing finger, CRT < 3 detik, tidak terdapat sianosis,
peningkatan frekuensi dan irama denyut nadi karena nyeri, terdapat bunyi
jantung pekak/redup, bunyi jantung tidak disertai suara tambahan, bunyi
jantung normal S1 S2 tunggal lup dup.
4. B3 Sistem Persyarafan (Brain)
Umumnya pada pasien hernia tidak mengalami gangguan pada
persyarafannya, namun gangguan bisa terjadi dengan adanya nyeri pada
post operasi sehingga perlu dikaji nilai GCS.
5. B4 Sistem Perkemihan (Bladder)
Pada Post Operasi kaji apakah terdapat benjolan pada abdomen bagian
bawah / kandung kemih. Pada hernia inkarcerata dan strangulata di
jumpai penurunan produksi urine. Ada tidaknya nyeri tekan pada
kandung kemih.
Kaji PQRST.
P= Provoking: Merupakan hal - hal yang menjadi faktor presipitasi
timbulnya nyeri, biasanya berupa trauma pada bagian tubuh yang
menjalani prosedur pembedahan dan biasanya nyeri akan bertambah
apabila berdin mengejan batuk kronik dll.
Q= Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, ditekan, ditusuk-tusuk,
diremas. R= Region: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar dan dimana rasa sakit terjadi. S= Scale of pain:
Biasanya klien hernia akan menilai sakit yang dialaminya dengan skala 5
- 7 dari skala pengukuran 1 - 10. T=Time: Merupakan lamanya nyeri
berlangsung, kapan muncul dan dalam kondisi seperti apa nyeri
bertambah buruk.
6. B5 Sistem Pencernaan (Bowel)
Dikaji mulai dari mulut sampai anus, tidak ada asites, pada pasien post-op
biasanya sudah tidak ada benjolan pada abdomen, pada pasien post-op
biasanya ada nyeri tekan, tidak ada distensi abdomen. Terdapat suara
tympani pada abdomen, Peristaltik usus 5-21x/menit.
7. B6 Sistem Muskuluskeletal (Bone)
Biasanya post operasi herniotomy secara umum tidak memiliki gangguan,
tetapi perlu dikaji kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah,dengan nilai
kekuatan otot (0-5), adanya kekuatan pergerakan atau keterbatasan gerak.
Terdapat lesi/ luka. Kaji keadaan luka apakah terdapat push atau tidak,
ada tidaknya infeksi, keadaan luka bersih atau lembab.
8. B7 Sistem Penginderaan
Pada post herniotomy pada sistem ini tidak mengalami gangguan baik
pengindraan, perasa, peraba, pendengaran dan penciuman semua dalam
keadaan normal.
9. B8 Sistem Endokrin
Pada sistem endokrin tidak terdapat pembesaran kelenjar thyroid dan
kelenjar parotis.
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut bd diskontuinitas jaringan akibat tindakan operasi
2. Gangguan mobilitas fisik b.d ganuggan neuromuscular, nyeri
3. Ansietas b.d kurangnya terpapar informasi, ancaman kematian
C. Intervensi keperawatan
NO Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (LKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)
(SDKI)
1. (D.0077) (L.08066) (I.08238)
Nyeri akut b.d Setelah dilakukan tindakan Keperawatan  Observasi
diskontuinitas jaringan diharapkan nyeri menurun KH :  Identifikasi local,
akibat tindakan operasi.  Keluhan nyeri menurun (5) karakteristik, durasi,
 Gelisah menurun (5) frekuensi, kualitas,
 Meringis menurun (5) intensitas nyeri, skala nyeri
 Kesulitan tidur menurun (5)  Identifikasi respon nyeri
 Pola tidur membaik (5) non verbal.
 Frekuensi nadi membaik (5)  Identifikasi faktor yang
 Pola napas membaik (5) memperberat dan
 Tekanan darah membaik (5) memperingan nyeri.
 Monitor efek samping
penggunaan analgetik.
 Observasi TTV
 Terapeutik
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur.
 Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri.
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri.
 Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri.
 Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri.
 Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik .jika perlu
2. (D.0054) (L.05042) (I.05173)
Hambatan/gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Observasi
mobilitas fisik b.d selama diharapkan mobilitas fisik meningkat  Identifikasi adanya nyeri
ganuggan neuromuscular, dengan KH : atau keluhan fisik lainnya
nyeri.  Pergerakan eksremitas  Identifikasi toleransi fisik
meningkat (5) melakukan pergerakan
 Nyeri menurun (5)  Monitor TTV sebelum
 Kecemasan menurun (5) melakukan mobilisasi
 Gerakan terbatas menurun (5)  Terapeutik
 Kelemahan fisik menurun (5)  Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (mis. Pagar tempat
tidur)
 Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
 Edukasi
 Jelaskan dan tujuan prosedur
mobilisasi
Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan
3. Ansietas b.d kurangnya (L.09093) (I.09134)
terpapar informasi, Setelah dilakukan intervensi keperawatan  Observasi
ancaman kematian diharapkan ansietas menurun dengan kriteria  Identifikasi saat ansietas
hasil : berubah
1. Verbalisasi kebingungan menurun (5)  Monitor tanda-tanda
2. Verbalisasi khawatir akiat kondisi ansietas
yang dihadapi menurun (5)  Terapeutik
3. Perilaku gelisah menurun (5)  Ciptakan suasana
4. Perilaku tegang menurun (5) terapeutik untuk
5. Konsentrasi membaik (5) menumbuhkan
6. Pola tidur membaik (5) kepercayaan
 Anjurkan keluarga untuk
menemani klien untuk
mengurangi kecemasan
 Gunakan pendekatan
tenang dan menyakinkan
 Ciptakan lingkungan
yang tenang dan tanpa
gangguan pencahyaan,
suhu ruangan yang
nyaman
 Edukasi
 Jelaskan prosedur
termasuk sensasi yang
dialami
 Anjurkan mengambil
posisi yang nyaman
 Latih klien terapi
relaksasi nafas dalam
 Anjurkan klien untuk
sering mengulangi dan
melatih terknik nafas
dalam
D. Aplikasi Pemikiran Kritis dalam Asuhan Keperawatan Pasien
Hernia inguinalis adalah hernia yang paling umum terjadi dan muncul
sebagai tonjolan di selangkangan atau skorotum. Orang awam biasa
menyebutnya “turun bero” atau “hernia”. Hernia inguinalis terjadi ketika dinding
abdomen berkembang sehingga usus menerobos ke bawah melalui celah. Jika
anda merasa ada benjolan dibawa perut yang lembut, kecil, dan mungkin sedikit
nyeri dan bengkak, Anda mungkin terkena hernia ini. Hernia tipe ini lebih sering
terjadi pada laki-laki dari pada perempuan (Nurarif & Kusuma, 2015).
Salah satu tindakan dari penelitian (Zurimi, 2017) yang berjudul
Pengaruh Pemberian Mobilisasi Dini Terhadap Penyembuhan Luka Pada Pasien
Post Herniatomi Inguinalis Lateralis Di Rumah Sakit Bhayangkara Ambon.
Salah satu tindakan adalah dengan non farmakologis untuk penyembuhan luka
pada pasien post op dan hambatan mobilisasi dini cara melakukan mobilisasi.
Mobilisasi fisik merupakan suatu keadaan dimana tubuh mampu beradaptasi
dengan kondisi yang di alami seseorang dan mobilisasi fisik dilakukan dengan
range of motion. Mobilisasi setelah operasi yaitu proses aktivitas yang dilakukan
setelah operasi dimulai dari latihan ringan diatas tempat tidur sampai dengan bisa
turun dari tempat tidur, berjalan kekamar mandi dan berjalan keluar kamar
(Zurimi, 2017). Padahal tidak sepenuhnya masalah ini perlu dikhawatirkan pada
post operasi, bahkan justru hampir semua jenis operasi membutuhkan mobilisasi
atau pergerakan badan sedini mungkin asalkan rasa nyeri dapat ditahan dan
keseimbangan tubuh tidak lagi menjadi gangguan. Kebanyakan dari pasien masih
mempunyai kekhawatiran kalau tubuh digerakkan pada posisi tertentu pasca
pembedahan akan mempengaruhi luka operasi yang masih belum sembuh yang
baru saja selesai dikerjakan (Zurimi, 2017). Setelah dilakukan tindakan
mobilisasi dini selama 4 hari perawatan selama proses perawatan post herniatomi
ada pengaruh terhadap penyembuhan luka post herniatomi kering dan sembuh
dan hambatan mobilisasi dini teratasi.
DAFTAR PUSTAKA

Amrizal. 2015. Hernia Inguinalis. Syifa Medika Vol.6 No.1


Diyono & Mulyani Sri. 2013. Buku Ajar Keperawatan Mendikal Bedah system
pencernaan.edisi pertama. Jakarta: Kencana
Huda, A & Hardhi, K. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan Penerapan
Diagnosa Nanda, NIC, NOC Dalam Berbagai Kasus. Jogjakarta: Mediaction.
Kusuma, H., & Nurarif, A. H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA. Jogyakarta: Mediaction Jogja.
Nuari, N.A (2015). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Gastrointestinal.
Jakarta: Trans Info Media. Nurarif A H, Kusuma H. (2013). Aplikasi asuhan
keperawatan berdasarkan diagnose medisdan NANDA NIC NOC jilid
1 .Yogyakarta: Mediaction publishing.
Nurarif A H, Kusuma H. (2013). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnose
medisdan NANDA NIC NOC jilid 1 .Yogyakarta: Mediaction publishing.
Zurimi, S. (2017). Pengaruh Pemberian Mobilisasi Dini Terhadap Penyembuhan Luka
Pada Pasien Post Herniatomi Inguinalis Lateralis di RS Bhayangkara Ambon.
Global Health Science, 2(2), 149–154.

Anda mungkin juga menyukai