Anda di halaman 1dari 57

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Penyakit hernia atau yang lebih dikenal dengan turun berok adalah penyakit akibat

turunnya buah zakar seiring melemahnya lapisan otot, sehingga penderita hernia kebanyakan
laki-laki, terutama anak-anak.1
Hernia berasal dari bahasa Latin herniae yaitu menonjolnya isi suatu rongga melalui
jaringan ikat tipis yang lemah pada diding rongga bersangkutan. Gangguan ini sering terjadi di
daerah perut yang berisi alat visera dari ronngga perut (abdomen), misalnya usus, dan lain-lain.1
Hernia yang terjadi pada anak-anak lebih disebabkan karena kurang sempurnanya procesus
vaginalis untuk menutup seiring dengan turunnya testis atau buah zakar.2 Bila pada orang dewasa
disebabkan karena adanya tekanan yang tinggi dalam rongga perut (tekanan intraabdomen) dan
karena faktor usia yang menyebabkan melemahnya otot dinding perut. 1 Hernia diderita oleh
orang yang banyak kesibukan dan aktivitas yang membutuhkan stamina dan energi yang banyak,
sehingga bila stamina tubuhnya kurang bagus dan tetap dipaksakan untuk bekerja maka akan
timbul penyakit hernia. Bila hernia yang didapat bersifat inkarserata maka tindakan pembedahan
harus cepat ditangani untuk menghindari terjadinya stangulata.1
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi penyedia pelayanan anestesi, baik dokter spesialis
anestesi maupun perawat anestesi. Kemajuan dalam ilmu kedokteran khususnya pembedahan,
tidak terlepas dari peran dan dukungan kemajuan di bidang anestesiologi. Anestesiologi sebagai
cabang ilmu kedokteran, merupakan ilmu yang mendasari usaha dalam hal pemberian anestesi
dan analgesi serta menjaga keselamatan penderitan yang mengalami pembedahan atau tindakan-

tindakan lainnya termasuk bantuan hidup (resusitasi), perawatan intensif pasien gawat,
pemberian terapi inhalasi dan penanggulangan nyeri menahun.3
Kemajuan anestesi pada saat ini menyebabkan lebih aman dan menyenangkan bagi pasien.
Faktor yang mempengaruhi kemajuan tersebut adalah sudah adanya pemahaman tentang fisiologi
dan farmakologi tentang obat, sehingga pelaksanaan anestesi yang dimulai dari persiapan pasien
hingga pengawasan perioperatif dapat di laksanakan dengan baik, apalagi dengan tersedianya
tehnik anestesi yang baru seperti pemakaian obat pelumpuh otot, intubasi endotrakeal, dan
penggunaan obat-obatan yang mudah menguap. Penggunaan anestesi ini sangat membantu ahli
bedah dalam menangani operasi yang sulit, salah satunya yaitu operasi herniorafi pada hernia
inkarserata.3 Dua pelopor bedah hernia adalah Bassini dan Halsted, tindakan serta prinsip
operasinya masih dipraktekkan/digunakan sampai pada hari ini.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hernia


Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian
lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek
atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurotik dinding perut.2
Meburut Made Kusala Girl dan Farid Nur Mantu, hernia adalah penonjolan peritonium
yang berisi alat visera dari rongga abdomen melalui suatu lotus baik bawaan maupun didapat.
Dari kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hernia adalah penonjolan isi suatu
rongga karena adanya kelemahan pada dinding organ yang dapat terjadi karena faktor bawaan
maupun didapat.5

2.1.1 Anatomi Hernia


Bagian hernia terdiri dari cincin, kantong dan isi hernia itu sendiri. Isi hernia dapat berupa
lambung, usus, ovarium, dan jaringan penyangga usus (omentum). Bila ada lapisan yang lemah
dari lapisan otot diding perut, maka usus dapat keluar ke tempat yang tidak seharusnya yakni
bisa ke diafragma, lipatan paha atau ke pusat. 4 Berikut ini dapat dilihat gambar anatomi letak
hernia.
2.1.2 Klasifikasi
Berdasarkan penyebab terjadinya hernia dapat dibedakan menjadi hernia bawaan
(congenital) dan hernia didapat. Sedangkan menurut letaknya, hernia dibedakan menjadi hernia
diafragma, umbilikalis, femoralis, inguinalis, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Hernia diafragma adalah adanya visera yang masuk kedalam toraks seperti lambung, usus,
omentum, yang dapat menimbulkan gejala atau tanda obstruksi atau pendarahan. 2 Sedangkan
hernia umbilikalis merupakan hernia kongenital pada umbilikus yang hanya tertutup peritoneum
dan kulit. Hernia umbilikalis adalah penonjolan yang mengandung isi rongga perut yang masuk
melalui cincin umbilikus akibat peninggian tekanan intraabdomen, biasanya diketahui ketika
bayi menangis. Hernia ini umumnya tidak menimbulkan nyeri dan sangat jarang terjadi
inkarserata.2
Hernia femoralis adalah

penonjolan jaringan preperitoneal ke dalam rongga kanalis

femoralis. Hernia femoralis umumnya terjadi pada orang yang sudah tua, penyebab lainnya
adalah kehamilan multipara, obesitas dan degenerasi jaringan ikat karena usia lanjut.2
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat.
Hernia inguinalis ada yang medialis dan lateralis. Hernia inguinalis lateralis yang mencapai
scrotum disebut hernia scoratis. Hernia inguinalis medialis disebut juga direk karena hernia yang
menonjol langsung melalui segitiga Hesselbach, sedangkan hernia inguinalis lateralis,
penonjolan dari perut dilateral pembuluh epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar
melalui dua pintu dan saluran. Pada pemeriksaan hernia lateralis, akan tampak penonjolan
berbentuk lonjong sedangkan hernia medialis, berbentuk tonjolan bulat.
Hernia Pantalon merupakan kombinasi hernia inguinalis dan

medialis pada satu

sisi. Kedua kantong hernia dipisahkan oleh vasa epigastrika inferior sehingga membentuk seperti
celana. Untuk menegakkan diagnosa biasanya baru di temukan sewaktu operasi.

2.1.3 Menurut Sifat


Menurut sifatnya, hernia dapat disebut reponibel bila isi hernia dapat keluar masuk. Usus
keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi ketika berbaring atau didorong masuk perut,
dan juga tidak ada keluhan nyeri atau obstruksi usus. Bila isi kantong tidak dapat direposisi
kembali kedalam rongga perut disebut hernia ireponibel. Ini biasanya disebabkan oleh
perlengketan isi kantong pada peritoneum kantong hernia. Tidak ada keluhan nyeri ataupun tanda
sumbatan usus.2
Hernia di sebut inkarserata atau strangulata, bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga
isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga perut yang berakibat
terjadinya gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara klinis hernia inkarserata lebih
dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase, sedangkan gangguan
vaskularisasi di sebut hernia strangulata.2 Berikut ini adalah gambar mengenai hernia usus.

2.1.4 Etiologi

Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang didapat.
Hernia dapat dijumpai pada setiap usia dan lebih banyak terjadi pada kaum laki-laki dari pada
kaum perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia
pada anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh isi kantong dan hernia.2
Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia
inguinalis yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur otot oblikus internus
abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi, dan adanya fasia

transversa yang kuat, yang menutupi trigonum Hasselbach umumnya tidak berotot. Gangguan
pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya hernia.2
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka,
peninggihan tekanan didalam rongga perut dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Proses
turunnya testis mengikuti prosesus vaginalis. Pada neonatus kurang lebih 90% prosesus vaginalis
tetap terbuka, sedangkan bayi umur satu tahun sekitar 30% prosesus vaginalis belum tertutup.
Akan tetapi kejadian hernia pada umur ini tidak sampai 10% anak dengan prosesus vaginalis
paten menderita hernia. Pada umumnya disimpulkan adanya prosesus vaginalis yang paten bukan
merupakan penyebab tunggal terjadinya hernia, tetapi diperlukan faktor lain, seperti anulus
inguinalis yang cukup besar.2

2.1.5 Patogenesis
Hernia dapat terjadi pada semua umur, mulai dari bayi sampai dengan orang tua. Hernia
inguinalis lateralis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus. Kanalis inguinalis
adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 kehamilan, terjadi penurunan testis
melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan menarik peritoneum ke daerah skrotum
sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritoneal.3
Pada bayi yang sudah lahir, umumnya proses ini telah mengalami obliterasi
(penyempitan/mengecil), sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis tersebut. Namun
dalam beberapa hal, seringkali kanalis ini tidak menutup. Biasanya yang sering terkena hernia
adalah bayi atau anak laki-laki karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis
kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka.
Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan.3

Bila prosesus terbuka terus karena tidak mengalami obliterasi, akan timbul hernia
kongenital. Pada orang tua kanalis tersebut telah menutup. Namun karena tekanan
intraabdominal meningkat, kanal tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis
lateralis akuisita (didapat).3
Keadaan yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraabdominal adalah kehamilan,
batuk kronis, pekerjaan mengangkat beban berat, megejan pada saat defekasi dan mengejan
padasaat miksi misalnya akibat hipertropi prostat.3
Umumnya hernia tidak menimbulkan nyeri. Namun bila sudah terjadi jepitan isi hernia
oleh cincin hernia maka akan menimbulkan nyeri. Akibat banyaknya usus yang masuk,
menyebabkan gangguan aliran isi usus diikuti dengan gangguan vaskuler, menyebabkan
pembuluh darah di daerah tersebut lama kelamaan akan mati dan akan menjadi penimbinan
racun. Jika dibiarkan terus, maka racun tersebut akan menyebar ke seluruh daerah perut sehingga
dapat menyebabkan infeksi didalam tubuh.
Infeksi akibat hernia menyebabkan penderita merasa perut kembung, muntah, konstipasi
dan merasakan nyeri yang hebat dan kontinyu, daerah benjolan menjadi merah dan pasien
gelisah, maka harus segera ditangani oleh dokter, karena dapat mengancam nyawa penderita. 2
Sebenarnya tidak semua hernia harus dioperasi. Bila jaringan hernia masih dapat dimasukkan
kembali, maka tindakannya adalah reposisi dengan memasukkan bantalan penyangga untuk
mempertahankan hernia yang telah direposisi. Pada hernia incarserata sering terjadi dibawah 2
tahun.
Reposisi spontan dapat terjadi karena cincin hernia pada anak-anak lebih elastis. Bila usaha
reposisi ini berhasil, anak disiapkan untuk operasi pada hari berikutnya. Jika reposisi hernia tidak
berhasil dalam waktu enam jam, maka harus dilakukan operasi.2

2.1.6 Gambaran Klinis


Umumnya pada orang dewasa keluhannya berupa benjolan dilipatan
pada waktu mengejan, batuk atau pada saat mengangkat
waktu istirahat baring. Pada bayi dan
lipat paha biasanya

paha yang timbul

beban berat dan menghilang pada

anak-anak adanya benjolan yang hilang timbul di

diketahui oleh orang tua. Jika hernia mengganggu anak atau bayi sering

gelisah, banyak menangis dan kadang-kadang perut kembung harus

dipikirkan

kemungkinan terjadinya hernia strangulata.2


Pada inpeksi, perhatikan keadaan asimetri pada kedua sisi lipat
labia dalam posisi berbaring dan berdiri. Penderita
adanya benjolan atau keadaan
benjolan

paha, skrotum atau

diminta mengejan atau batuk sehingga

asimetri dapat dilihat. Palpasi dilakukan dalam keadaan ada

hernia, diraba konsistensinya dan dicoba mendorong apakah benjolan

dapat direposisi.2

2.1.7 Tata laksana hernia


Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan rasional pada hernia inguinalis.
Indikasi operatif sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip dasar operasi hernia ada dua
yaitu herniotomi dan hernioplastik/herniorafi. Pada herniotomi dilakukan pembebasan kantong
hernia sampai ke lehernya, kantong hernia dibuka dan isi hernia dibebaskan bila ada
perlengketan, kemudian direposisi. Kantong hernia dijahit-diikat setinggi mungkin lalu dipotong.
Pada herniorafi dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan memperkuat
dinding belakang kanalis inguinalis.2

2.1.8 Tinjauan umum pembedahan


Yang dimaksudkan dengan pembedahan adalah semua tindakan pengobatan yang
menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan
ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan dengan membuat sayatan.
Setelah bagian tubuh yang akan ditangani di tampilkan, dilakukan tindakan perbaikan kemudian
ditutup dengan jahitan.1
Dalam melakukan pembedahan ada tiga proses yang dilalui, yaitu preoperatif/prabedah,
intraoperatif/intrabedah dan postbedah/spostoperatif yang disebut perioperatif.
Preoperatif adalah masa sebelum pembedahan atau anestesi, pasien yang akan menjalani
anestesi dan pembedahan (elektif / darurat) harus dipersiapkan dengan baik. Kunjungan prabedah
pada bedah elektif dilakukan 1-2 hari sebelumnya, dan pada bedah darurat dilakukan sesingkat
mungkin, dengan tujuan mempersiapkan mental dan fisik pasien secara optimal, menentukan
klasifikasi ASA, merencanakan dan memilih obat-obatan anestesi yang sesuai. Persiapkan
prabedah sangat penting sekali untuk mengurangi resiko komplikasi yang mungkin terjadi,
karena hasil akhir suatu pembedahan sangat bergantung pada penilaian keadaan awal penderita.3
Intraoperatif adalah masa dimana dilakukan pembedahan, sehingga diperlukan suatu
perhatian khusus baik petugas bedah maupun anestesi. Hal terpenting untuk petugas anestesi
adalah melakukan monitoring pada pasien, sehingga operasi dapat berjalan dengan baik dan juga
untuk mengetahui adanya tanda-tanda kegawatan yang mungkin terjadi.
Postoperatif adalah suatu keadaan atau masa dimana telah dilakukan tindakan anestesi
maupun pembedahan. Pada umumnya setelah dilakukan pembedahan pasien diistirahatkan di
ruang pemulihan sampai pasien pulih atau sadar penuh.

10

2.2

Tinjauan Umum Anestesi

2.2.1

Definisi
Anestesi berasal dari bahasa Yunani an yang berarti tidak dan esthesia yang berarti rasa,

sehingga dapat berarti hilangnya rasa atau sensasi. Kata anesthesia diperkenlakan oleh Oliver
Wendell Holmes yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara karena
pemberian obat, dengan tujuan untuk menghilangkan sensasi rasa nyeri pada saat pembedahan.
Sedangkan analgesi ialah pemberian obat untuk menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran pasien.6

2.2.2 Klasifikasi Anestesi


General Anestesi
Anestesi umum atau general anestesi adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri atau sakit
secara sentral yang disertai hilangnya kesadaran dan dapat putih kembali. 2 Hilangnya segala
sensasi perasaan panas, dingin, rabaan, kedudukan tubuh (posture), nyeri dan disertai hilangnya
kesadaran.7 Anestesi umumnya terdiri dari tiga komponen yaitu : Hipnotik, analgesi dan
relaksasi. Cara pemberian obat untuk anestesi umum dapat melalui; pertama, Parentetal
(Intramuskural / Intravena), pemberian ini digunakan untuk tindakan yang singkat atau induksi
anestesi.
Yang kedua bisa melalui Perrectal (peranus), diberikan pada anak untuk induksi anestesi
atau tindakan singkat/ diagnostik pada pemeriksaan mata, telinga, penyinaran, rontgen foto.
Ketiga, dapat melalui inhalasi/ anestesi inhalasi (valatile agent), yaitu menggunakan gas/cairan
anestesi sebagai zat anestetik yang mudah menguap melalui udara pernafasan.3

11

Teknik ini digunakan untuk pembedahan abdomen yang luas, intraperitoneum, toraks,
intrakranial, pembedahan yang berlangsung lama, dan operasi dengan posisi tertentu yang
memerluakn pengendalian pernafasan.3

Regional Anestesi
Regional anestesi adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri atau sakit secara regional
tanpa disertai hilangnya kesadaran. Pemberian anestesi regional dapat dengan cara, pertama yaitu
blok sentral (blok neuroksial), yang meliputi blok spinal dan epidural dan tindakan ini sering
dikerjakan. Pengertian blok spinal adalah penyuntikan obat anestesi lokal kedalam ruang
subaraknoid. Sedangkan blok epidural adalah penyuntikan obat anestesi lokal ke dalam ruang
epidural. Yang kedua yaitu blok perifer (blok saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksiler, dll.6

12

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Penatalaksaan Perioperatif


Manajemen Perioperatif
Pada tahap ini petugas anestesi melakukan kunjungan kepada penderita untuk berinteraksi
dengan penderita dan keluarganya, tahap ini juga diperlukan untuk mengurangi tingkat
kecemasan serta menanamkan rasa kepercayaan penderita kepada petugas. Evaluasi dan
persiapan penderita dilakukan pada saat kunjungan.
Anamnesa
Yang pertama adalah melakukan anamnesa untuk mengetahui identifikasi penderita yang
terdiri dari nama, umur, alamat, pekerjaan, agama, status perkawinan, dll. Menanyakan juga
keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi. Adakah riwayat penyakit yang sedang/
pernah diderita yang dapat menjadi penyulit anestesi seperti, diabetes melitus, penyakit paruparu kronis, (asma bronkial, pneumnia, dan bronkitis), penyakit jantung (infark miokard, angina
pektoris dan gagal jantung), hipertensi, penyakit hati dan penyakit ginjal.
Riwayat obat-obatan yag meliputi alergi obat, obat yang sedang digunakan dan dapat
menimbulkan interaksi dengan obat anestesi seperti, korsikosteroid, obat antihipertensi,
antidiabetik, golongan aminoglikosida, digitalis, dieuretikal, obat anti alergi, obat penenang dan
bronkodilator. Adakah riwayat anestesi/ operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal, jenis
pembedahan dan anestesi, komplikasi, dan perawatan intensif pascaoperatif untuk menjadi

13

acuhan dalam pertimbangan anestesi.3 Ditanyakan juga riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat
mempengaruhi tindakan anestesi, seperti merokok, minum alkohol, obat penenang, narkotik,
riwayat keluarga yang mendrita kelainan seperti hipertermia maligna. Ditanyakan pula
berdasarkan sistem organ yang meliputi keadaan umum, pernapasan, kardiovaskular, ginjal,
gastrointensinal, hematologi, endokrin, psikiatrik, ortopedi, dan dermatologi.3
Pada anak-anak yang belum bisa bicara dilakukan alloanemnesa, yaitu komunikasi
dilakukan dengan orang tua, atau keluarga yang mengantarnya. Apabila perlu, konsultasikan
dengan pediatri. Bila anak ditemukan demam, batuk-batuk, kelainan hidung (rhinitis), atau
gastroenteritis (diare), pembedahan sebaiknya diundurkan.3
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan yang kedua adalah melakukan pemeriksaan fisik, yang dapat dilakukan
dengan pengukuran tinggi badan, menimbang berat badan, yang diperlukan untuk menghitung
dosis obat, terapi pemberian cairan, serta jumlah urin selama dan sesudah pembedahan.
Menghitung frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernapasan, serta suhu tubuh
karena dengan kenaikkan maupun penurunan suhu tubuh dapat mempengaruhi pola dan
frekuensi napas serta nadi.
Pemeriksaan jalan napas (airway), diperiksa juga pada daerah kepala dan leher untuk
mengetahui adanya trismus, keadaan gigi geligi, apakah ada gigi palsu, atau gangguan fleksi,
ekstensi leher, devisiasi trakea, dan massa untuk menilai apakah ada kesulitan intubasi. 3 Lakukan
pemeriksaan jantung, untuk mengevaluasi kondisi jantung, apakah ada kelainan jantung yang
didapat pada orang dewasa dan pada anak-anak sebagai penyakit bawaan (congenital).
Pemeriksaan pada Paru-paru, untuk mengetahui adanya dispnu, ronki, dan mengi yang dapat

14

menggangu frekuensi dan pola pernapasan. Pada abdomen lakukan palpasi untuk mengetahui
adanya distensi, massa, asites, atau hernia.
Pemeriksaan daerah ekstremitas terutama untuk melihat perpusi distal, adanya jari tumbuh,
sianosis, atau infeksi kulit, dan juga untuk melihat tempat-tempat fungsi vena atau daerah blok
saraf regional. Daerah punggung juga diperiksa bila ditemukan adanya deformitas, memar atau
infeksi terutama dengan pemilihan anestesi regional. Neurologis, misalnya status mental, fungsi
saraf kranial, kesadaran dan fungsi sensasi motorik, yang diperlukan untuk menentukan status
fisik pasien.3
Pemeriksaan laboratium
Pemeriksaan Laboratium, ada yang dilakukan pemeriksaan rutin seperti, darah
(hemoglobin, leukosit, hitung jenis leukosit, golongan darah, masa perdarahan,dan masa
pembekuan), urin (protein, reduksi, dan sedimen), foto dada terutama (untuk bedah mayor),
elektrokardiografi (untuk pasien berusia diatas 40 tahun). Ada juga yang dilakukan secara
khusus, yang dilakukan bila terdapat riwayat atau indikasi, Elektrokardiohrafi pada anak,
bronkospirometri pada pasien tumor paru, fungsi hati pada pasien ikterus, fungsi ginjal pada
pasien hipertensi atau pasien yang mengalami gangguan miksi.3

Konsultasi dengan bagian medis lain


Lakukan konsultasi kepada bagian medis lain bila di temukan adanya kelainan atau
gangguan dari sistem tubuh, selain penyakit bedah yang dapat mempengaruhi keselamatan
penderita. Misalnya, penyakit dalam, neurologi, psikiatri, dll.

15

Klasifikasi Status Fisik (ASA)


Berdasarkan hasil pemeriksaan kita dapat menentukan status fisik pasien, American
Society Of Anestesiologists (ASA) membuat klasifikasi pasien menjadi kelas-kelas :
a.

Kelas / ASA I Pasien normal sehat fisik dan mental

b. Kelas / ASA II Pasien dengan penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan fungsional.
c.

Kelas / ASA III Pasien dengan penyakit sistemik sedang hingga berat yang menyebabkan
keterbatasan fungsi.

d.

Kelas / ASA IV Pasien dengan penyakit sistemik berat yang mengancam hidup dan
menyebabkan ketidakmampuan fungsi.

e.

Kelas / ASA V Pasien yang tidak dapat hidup / bertahan dalam 24 jam dengan atau tanpa
operasi.

f.

Kelas / ASA VI Pasien mati batang otak yang organ tubuhnya dapat diambil.

g. E, Bila operasi yang dilakukan darurat (emergency) maka penggolongan ASA di ikuti huruf E
(misalnya I E atau 2 E).3

Pemilihan tehnik anestesi


Pemilihan anestesi berdasarkan atas usia penderita, status fisik penderita (adakah penyakit
sistemik yang diderita, bentuk fisik penderita), jenis pemnedahan (kecil atau besar, terncana atau
darurat, lokasi pembedahan serta posisi penderita), keterampilan dan pengalaman ahli bedah
serta keterampilan dan pengalaman dokter dan perawat anestesi.6

16

Indikasi anestesi umum


Anestesi umum digunakan untuk bayi dan anak-anak, dewasa yang ingin dianestesi umum,
prosedur operasi yang lama dan rumit seperti, pembedahan abdomen yang luas, intraperitoneum,
toraks, intrakranial, pembedahan yang berlangsung lama, dan operasi dengan posisi tertentu yang
memerlukan pengendalian pernafasan, serta penderita dengan gangguan mental.6
Bila pemilihan anestesi umum dengan tindakan langoskopi dan intubasi trakea, maka dapat
menimbulkan komplikasi. Laringoskopi adalah alat yang digunakan untuk melihat laring secara
langsung supaya kita dapat memasukkan pipa trakea dengan baik dan benar. Intubasi trakea
adalah tindakan memasukkan pipa trakea ke dalam trakea melalui rima glotis, sehingga ujung
distalnya berada kira-kira di pertengahan trakea antara pita suara dan bifurkasio trakea.
Komplikasi yang timbul selama intubasi antara lain, trauma gigi-geligi, laserasi pada bibir, gusi,
laring, dapat merangsang saraf simpatis sehingga terjadi hipertensi atau takikardi, aspirasi, dan
spasme bronkus. Komplikasi yang timbul setelah ekstubasi adalah, spasme laring, aspirasi,
gangguan fonasi, edema gotis-subglotis, dapat juga menimbulkan infeksi pada laring, faring dan
trakea.6
Indikasi anestesi regional
Anestesi regional digunakan untuk orang dewasa, dengan indikasi bedah ekstremitas
bawah, operasi kebidanan, bedah urologi, tindakan sekitar rektum perineum. Kontra indikasi
absolut regional anestesi yaitu tidak boleh diberikan apabila pasien menolak, infeksi pada tempat
suntikan, hipovolema berat, syok, koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan, fasilitas
resusitasi yang minim, kurang pengalaman atau tanpa didampingi konsultan anestesia.6

17

3.2 Persiapan alat dan obat anestesi


Persiapan alat
Alat-alat harus dipersiapkan lebih dulu sebelum tindakan anestesi dilakukan, hal ini untuk
menghindari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan selama anestesi berlangsung. Persiapan
alat-alat ini meliputi :
1.

Persiapan mesin anestesi antara lain, Canester yang berisi sodalime


absorber untuk mengikat karbondioksida yang

berfungsi sebagai

dikeluarkan oleh pasien waktu ekspirasi, cairan

volatil seperti isofluran, halotan, enfluran, atau secofluran, nitorus oksida, dan oksigen.
Pastikan flow meter berfungsi dengan baik, vaporiser tidak bocor dan terisi dengan baik
oleh cairan volatil halotan, enfluran, isofluran, atau sevofluran, pastikan sirkuit aliran oksigen
dan nitrous oksida berfungsi dan tidak bocor.3

2. Persiapan alat-alat intubasi antara lain, Scope yang terdiri dari Stetoskop, untuk mendengarkan
suara paru dan jantung dan laringo-scope untuk

melihat laring. Pilih bilah atau daun (blade)

yang sesuai dengan usia pasien. Blade lurus (Manchintos) untuk bayi atau anak-anak dan blade
lengkung (Miller, Magill) untuk anak besar dan orang dewasa, serta lampunya harus cukup
terang. Tubes atau pipa trakea, pilih nomor sesuai usia yaitu usia < 5 tahun tanpa balon (cuffed)
dan > 5 tahun dengan balon (cuffed). Menjaga agar airway atau jalan nafas tetap bebas dengan
menggunakan pipa mulut-

faring (Guedel, orotracheal airway) atau pipa hidung-faring (naso-

tracheal airway). Pipa ini untuk menahan lidah saat pasien tidak sadar sehingga lidah tidak
menyumbat jalan napas, dan juga agar pipa trakea tidak tergigit.

18

Diperlukan juga tape atau plester untuk fiksasi pipa supaya tidak terdorong atau tercabut.
Introducer yaitu dipakai mandrin atau stilet dari kawat dibungkus plastik (kabel), yang mudah
dibengkokkan untuk pemandu supaya pipa trakea mudah dimasukkan ke dalam trakea.
Connector sebagai penyambung antara pipa dan peralatan anestesi. Suction untuk penyedot
lendir, ludah dan lain-lain. Spuit 10 cc untuk pengisian udara pada caff pipa trakea.
Face mask atau sungkup muka untuk mengantar udara / gas anestesi dari alat resusitasi
atau sistem anestesi ke jalan napas pasien dengan napas spontan atau dengan tekanan positif,
tidak bocor sehingga gas masuk semua ke trakea lewat mulut atau hidung. Ukuran untuk anak
1,2, dan 3, sedangkan pada orang dewasa no 4 dan 5. Sungkup laring atau LMA (laringeal mask
airway) adalah alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar berlubang dengan ujung
menyerupai sendok, yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan seperti balon pada pipa
trakea. Ukuran untuk anak no 1,dan 2. pada orang dewasa no 3, 4, dan 5.6
3.

Alat-alat intravena line yang terdiri dari abocath dengan ukuran yang sesuai dengan jenis
operasi. Umumnya pada anak-anak digunakan no besar yaitu
cairan intravena jangka lama dipasang

no 22 dan 24, tetapi untuk terapi

kanul besar no 18 atau 20. Sedangkan orang dewasa

dapat menggunakan no 14, 16, 18 dan 20. Untuk terapi cairan intravena jangka lama sebaiknya
dipasang kanul 18 atau 16.
Untuk tranfusi darah atau dalam keadaan syok sebaiknya dipakai

kanul besar No. 14

atau 16 agar dapat memasukkan cairan yang banyak dan cepat. Selang tranfusi set / infusion set
yang digunakan untuk mengalirkan cairan ataupun darah dari flabotnya ke tubuh pasien. Cairan
infus berupa cairan kristaloid dan cairan koloid serta darah bila diperlukan.

19

Persiapan Obat
Obat Anestesi Intravena
Natrium tiopental (tiopental, pentotal). Tiopental adalah Tiopental berupa bubuk kuning,
yang bila akan digunakan dilarutkan dalam air menjadi larutan 2,5% atau 5%. Indikasi
pemberian tiopental adalah induksi anestesi umum., operasi/tindakan yang singkat (reposisi
fraktur, insisi, jahit luka, dilatasi serviks, dan kuretase), sedasi pada anestesi regional, dan untuk
mengatasi kejang eklamsia atau epilepsi.
Kontraindikasinya adalah status asmatikus, syok, anemia, disfungsi hepar, dispnu berat,
asma bronkial, miastenia gravis, dan riwayat alergi terhadap tiopental. Keuntungan penggunaan
tiopental adalah induksi mudah dan cepat, tidak ada delirium, tidak ada iritasi mukosa jalan
napas, masa pemulihan cepat, sedangkan kerugiannya adalah dapat menyebabkan depresi
pernapasan, depresi kardiovaskuler, cenderung menyebabkan spasme laring, relaksasi otot perut
kurang, dan bukan analgetik. Dosis induksi tiopental adalah 3-6 mg/kgBB intravena, dosis sedasi
0,5-1,5 mg/kgBB.3
Propofol (diprivan 1%, fresofol 1%, recofol). Propofol adalah campuran 1% obat dalam
air dan emulsi berisi 10% minyak kedelai, 2,25% gliserol, dan lesitin telur. Propofol sebagai obat
anestesi umum yang bekerja cepat, efek obatnya dicapai dalam waktu 30 detik. 3 Secara umum,
propofol dapat menimbulkan penurunan tekanan darah dan sedikit perubahan frekuensi denyut
jantung pada saat induksi maupun maintenance.
Akan tetapi gangguan hemodinamik yang serius jarang terjadi. Depresi pernapasan dapat
terjadi, tetapi bila dosis dan cara penberian sesuai dengan yang dianjurkan maka hal ini masih

20

dalam batas yang bisa di kendalikan. Propofol dapat menurunkan tekanan intrakranial.
Pemulihan cepat, tanpa rasa pusing atau sakit kepala dan tanpa rasa mual dan muntah. Indikasi
adalah untuk penberian induksi dan maintenance anestesi umum, juga untuk sedasi pada pasien
dewasa yang mendapat perawatan intensive dengan bantuan ventilasi. Propofol tidak dianjurkan
untuk anak-anak-anak dibawah umur 3 tahun. 8 Sebaikknya pemberian obat ini pada vena besar
karena dapat menimbulkan nyeri. Dosis induksi 1-2,5 mg/kgBB. Dosis sedasi 25-100
mg/kgBB/menit infus.Dosis maintenance 4-12 mg/kgBB/jam.3
Ketamin (ketalar, anesject). Ketamin adalah obat anestesi umum yang bekerja cepat,
bukan barbiturat. Menyebabkan Perubahan kesadaran yang disertai analgesik kuat yang disebut
anestesi disosiatif. Ketamin menimbulkan produksi saliva meningkat, sehingga bahaya aspirasi
dapat terjadi. Indikasi pemakaian adalah prosedur diagnostik, tindakan ortopedi, pasien resiko
tinggi, untuk analgesi dan anestesi pada obstetric, dan pasien asam. 8 Kontraindikasi adalah
tekanan sistolik 160 mmHg dan diastolik 100 mmHg, riwayat penyakit serebrovaskular, gagal
jantung, penderita alkoholisme, dan pada kasus-kasus dengan tekanan intrakranial yang tinggi.
Ketamin menimbulkan efek halusinasi dan bila penggunaan yang lama pada pasien epilepsi,
dapat meningkatkan frekuensi serangan.
Diperingatkan untuk pemberian secara intravena dilakukan secara perlahan-lahan karena
dapat menimbulkan depresi pernafasan atau apnoe, ketamin dan barbiturat tidak boleh bergabung
karena akan menimbulkan gumpalan dan dapat memperpanjang masa pemulihan. 8 Dosis induksi
1-4 mg/kgBB intravena, rata-rata 2 mg/kgBB, dosis tambahan 0,5 mg/kgBB sesuai kebutuhan.
Dosis pemberian intramuskular 6-13 mg/kgBB, rata-rata 10 mg/kgBB.3

21

Midazolam (dormikum). Midazolam adalah golongan benzodiazepine obat induksi tidur


jangkah pendek untuk premedeksi, induksi, dan pemeliharaan anestesi. Midazolam bekerja kuat
menimbulkan sedasi dan juga ada efek ansiolitik, antikonvulsan, serta relaksasi otot. Midazolma
dapat menembus plasenta dan memasuki sirkulasi janin, menyebabkan setelah persalinan denyut
jantung janin tidak teratur, susah menghisap susu serta hypotermia, sehingga midazolam tidak
dianjurkan untuk ibu hamil, juga penderita insufisiensi paru-paru akut, dan depresi pernafasan.
Dosis premedikasi 0,07-0,10 mg/kgBB. Dosis sedasi 2,5 mg diberikan 5-10 menit sebelum
tindakan, selanjutnya 1 mg dapat diberikan jika diperlukan.8
Diazepam (valium). Diazepam adalah golongan obat benzodiazepine yang berkhasiat
ansiolitik, sedatif, relaksasi otot, antikonvulsi dan amnesia. Diazepam diindikasikan untuk sedasi
sebelum melakukan tindakan pengobatan utama atau intervensi seperti kardioversi, kateterisasi
jantung, endoscopi, prosedur radiologi, bedah minor. Dikontrainidikasikan pada pasien depresi
pernapasan, psikosis kronis, serta glaukoma.
Diazepam dapat menimbulkan reaksi withdrawal pada pasien yang ketergantugan obatobat dan alkohol. Tanda-tanda withdrawal bervariasi antara beberapa jam hingga satu minggu
atau lebih. Pada kasus ringan biasanya tremor, gelisah, insomnia, ansietas, sakit kepala, dan
ketidakmampuan konsentrasi. Bila sudah berat dapat terjadi spasme otot dan abdomen,
berkeringat, perubahan persepsi, delirium, dan konvulsi. Dosis premedikasi 10-20 mg
intramuskukar, anak-anak 0,1-0,2 mg/kgBB diberikan 1 jam sebelum induksi anestesi.8
Obat anestesi Inhalasi
Obat anestesi dihirup bersama udara pernapasan kedalam paru-paru, masuk kedalam darah
dan sampai di jaringan otak dan mengakibatkan anestesia.

22

Obat anestesi yang dipakai dengan cara ini, berupa gas yaitu N20 dan cyclopropane (tidak
dipergunakan lagi karena toksisitas terlalu besar). Dan berupa cairan yang menguap yaitu ether
(chloraethyl, trilene, sekarang sudah tidak digunakan), halotan, enfluran, isofluran, cevofluran,
dan defluran (jarang digunakan karena strukturnya menyerupai isofluran).
Gas anestesi (N2O gas gelak)
N2O merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak iritatif, tidak berasa, lebih
berat dari udara, tidak mudah terbakar/meledak dan tidak bereaksi dengan soda lime absorber
(Pengikat CO2). Penggunaan dalam anestesi umumnya dipakai dengan kombinasi N2O : O2
yaitu 60% : 40%, 70% : 30%, dan 50% : 50%. Dosis untuk mendapatkan efek analgesik
digunakan dengan perbandingan 20% : 80%, untuk induksi 80% :20%, dan pemeliharaan 70% :
30%. N2O sangat berbahaya bila digunakan pada pasien pneumotoraks, pneumomediastinum,
obstruksi, emboli udara, dan timpanoplasti. Dosis normal 104-105 volume %.3

Obat Anestesi Inhalasi (volatile)


Halotan
Halotan merupakan cairan tidak berwarna, berbau enak, mudah menguap, tidak mudah
terbakar/meledak, tidak bereaksi dengan soda lime. Induksi cepat dan lancar, tidak mengiritasi
jalan nafas, bronkodilatasi, pemulihan cepat, proteksi terhadap shock, jarang menyebabkan
mual/muntah. Harus dikombinasi dengan obat analgetik dan relaksan. Dapat menimbulkan
hipotensi, aritmia, meningkatkan tekanan intrakranial, menggigil pascaanestesi dan hepatotoksik.
Dosis, 0,72 volume %

23

Enfluran
Enfluran merupakan obat anestesik eter berhalogen berbentuk cairan, mudah menguap,
tidak mudah terbakar, tidak bereaksi dengan soda lime. Induksi dengan enfluran cepat dan lancar.
Obat ini jarang menimbulkan mual dan muntah serta masa pemulihan cepat. Dosis : 1,7 volume
%

Isofluran
Isofluran merupakan halogenasi eter yang pada dosis anestetik atau subanestetik
merupakan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan
tekanan intra kranial. Efek terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal sehingga
digemari untuk anestesi pada pasien dengan gangguan koroner. Dosis : 1,2 volume %.3
Desfulran
Desfluran (suprane) merupakan halogensi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya mirip
isofluran. Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan anestetik volatil lain, sehingga perlu
menggunakan vaporizer khusus (TEC 6). Titik didihnya mendekati suhu ruang (23,5 0C).
Potensi rendah (MAC 6,0%) bersifat simpatmimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi.
Efek depresi nafasnya seperti isofluran dan etran. Desfluran merangsang jalan nafas atas,
sehingga tidak digunakan untuk induksi anestesi. Dosis : 6 volume %
Sevofluran
Sevofluran merupakan halogenasi eter. Induksi dan pasien pulih dari anestesi lebih cepat
dibandingkan dengan isofluran. Baunya enak,tidak menyengat dan tidak merangsang jalan nafas
sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi. Efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil,
jarang menyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem syaraf pusat seperti isofluran dan belum ada

24

laporan toksik terhadap hepar. Setelah dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh tubuh.
Walaupun dirusak oleh kapur soda (soda lime, baralime), tetapi belum ada laporan
membahayakan terhadap manusia. Dosis : 2 volume %.3

Obat pelumpuh otot


Obat golongan ini menghambat transmisi neromuskular sehingga menimbulkan
kelumpuhan pada otot rangka. Mekanisme kerja obat ini dibagi menjadi dua golongan, yaitu obat
penghambat secara depolarisasi resisten (misalnya suksinil kolin), dan obat penghambat
kompetitif atau nondepolarisasi (misalnya kurarin). Pada anestesi umum obat ini memudahkan
dan mengurangi cedera tindakan laringoskopi dan intubasi trakes, serta memberi relaksasi otot
yang dibutuhkan dalam pembedahan dab ventilasi kendali.3
Obat Pelumpuh Otot Nondepolarisasi
Pavulon (pankuronium bromida). Pavulon merupakan obat relaksan yang tidak pernah
menimbulkan reaksi anafilaktik yang berat, sedikit menembus sawar plasenta sehingga sangat
bermanfaat pada bedah obstetrik. Obat ini sebagian dikeluarkan melalui ginjal dan sebagian
masuk kedalam cairan empedu, sehingga obat ini jangan diberikan kepada pasien gagal ginjal
dan pasien dengan obstruksi total cairan empedu. Sebagian obat ini dimetabolisme oleh enzim
mikrosomal hepatik, untuk itu pemberian pada pasien cirrosis hepatis perlu dosis yang lebih
besar tetapi dengan resiko apnoe yang memanjang sampai pascaoperatif. 8 Mula kerja obat ini
pada menit kedua-ketiga selama 20-40 menit. Dosis dewasa 0,06-0,1 mg/kgBB. Dosis bayi 0,13
mg/kgBB. Kemasan ampul 2 ml berisi pavulon.3

25

Vekuronium (norkuron). Vekuronium merupakan hormolog pankuronium bromida yang


berkekuatan lebih besar dan lama kerjanya singkat. Zat anestetik ini tidak memiliki efek
akumulasi pada pemberian berulang dan tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskuler
yang bermakna. Di metabolisme dalam liver dan dikeluarkan melalui ginjal. Mula kerja pada
menit kedua-ketiga dengan masa kerja selama 30 menit. Dosis 0,1-0,2 mg/kgBB. Kemasan
berupa ampul berisi 4 mg bubuk vekuronium. Pelarutnya dapat berupa akuades, garam
fisiologik, ringer laktat, atau dekstrose 5% sebanyak 2 ml.3
Rokuronium (esmeron). Zat rocuronium merupakan analog vekuronium dengan awal
kerja lebih cepat dan efek kerjanya lebih lama. Dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hati,
tetapi tidak mengganggu fungsi ginjal. Obat ini dapat menembus sawar plasenta tetapi tidak
menimbulkan efek yang bermakna. Pada anestesi dengan tehnik hipotermi dapat memperpanjang
efek obat. Mula kerja obat 60-90 detik dan masa kerja 40-50 menit. Dosis 0,6-1 mg/kgBB.
Kemasan berupa flakon, tiap ml mengandung 10 mg rokuronium bromide.8
Trakrium (atrakurium besilat). Atrakurium tidak mempunyai efek akumulasi pasa
pemberian berulang, dan tidak menyebabkan perubahan fungsi kardiovaskular yang bermakna.
Keunggulan obat ini metabolisme terjadi di dalam darah, sehingga tidak tergantung fungsi hati
dan ginjal. Mula kerja obat ini menit kedua-ketiga dan lama kerja 15-30 menit. Dosis 0,3-0,6
mg/kgBB. Kemasan dalam ampul 5 ml berisi 50 mg trakurium.3
Obat Pelumpuh Otot Depolarisasi
Suksametonium (suksinil kolin). Suksametonium mempengaruhi sistem kardiovaskuler
yang dapat menyebabkan bradikardi dan cardiac arrest pada pemberian ulangan ataupun pada
suntikan pertama. Hal ini dapat dicegah dengan pembetian atropin sebelumnya. Cardiac arrest

26

akibat hiperkalemi setelah pemberian suksametonium dapat terjadi pada pasien yang sebelumnya
telah ada hiperkalemi, seperti pasca luka bakar, tetanus, dan juga multiple trauma.
Setelah pemberian obat ini terjadi fasikulasi yang diperkuat dengan isoflurance,
anticholinesterase, dan magnesium. Fasikulasi yang terjadi menyebabkan rasa sakit pada otot 3-4
hari pascaoperatif.8 Mula kerja obat ini 30-60 detik dan lama kerja 3-5 menit. Dosis 1-1,5
mg/kgBB intravena. Kemasan dalam flakon 20, 50 atau 100 mg/ml.
Obat Analgetik Narkotik
Morfin. Morfin dapat digunakan sebagai untuk mengurangi kecemasan dan ketegangan
pasien menjelang operasi, menghindari takipnu pada pemberian trikloroetilen, dan agar anestesi
dapat berjalan dengan tenang dan dalam. Kerugiannya adalah terjadi perpanjangan waktu
pemulihan, timbul spasme serta kadang-kadang terjadi konstipasi, retensi urin, hipotensi, dan
depresi napas, ini dapat dilawan dengan pemberian atropin secara intravena. 3 Dosis premedikasi
dewasa 5-10 mg (0,1-0,2 mg/kgBB). Diberikan 90 menit sebelum anestesi dimulai. Pada orang
tua dan anak-anak dosisnya dikurangi dan tidak boleh diberikan pada anak dibawah 5 tahun
karena membahayakan.8

Pethidin. Daya kerja Pethidin menyerupai morfin tetapi efek yang ditimbulkan lebih
rendah dari morfin. Tujuan dari pemberian Pethidin dapat menekan tekanan darah dan
pernapasan serta merangsang otot polos. Selain itu, efek samping yang dapat timbul antara lain
berkeringat, hipotensi, vertigo dan lengan terasa kesemutan. Dapat juga menimbulkan mualmuntah pada masa pascaoperatif sama seperti morfin.8 Dosis untuk premedikasi 25 100
mg/kgBB. Dosis analgesik pascaoperatif 50 100 mg intramuskuler atau per infus. Kemasan
dalam ampul 2 ml / 100 mg.3

27

Fentanyl. Fentanyl adalah obat analgesik yang kuat berupa cairan isotonik steril. Dapat
dipakai sebagai suplemen narkotik-analgesik dalam anestesi umum atau regional. Efek yang
ditimbulkan adalah depresi pernapasan yang dapat berlanjut sampai masa pascaoperatif, dimana
efek ini dapat dinetralkan dengan antagonis narkotik yaitu naloxone, dosisnya 0.1 0.4 mg/
intravena. Untuk menjaga terjadinya bradikardi dianjurkan memberikan obat anticholinergis
dosis rendah secara intravena sebelum induksi anestesi. Dosis 1 5 g/kgBB. Kemasan dalam
bentuk ampul 2 ml/ 100 g.8
Analgetik nonnarkotik
Ketorolak (Toradol, Remopain). Obat ini dapat mengatasi nyeri ringan sampai berat pada
kasus-kasus emergensi, muskuloskeletal, pascabedah minor dan mayor, kolik ginjal dan nyeri
pada kanker. Obat ini baik untuk pemberian pascaoperatif dengan dosis tunggal intravena 30 mg
dan dapat diulangi tiap enam jam, maksimum 120 mg atau tidak boleh lebih dari lima hari.8
Obat Anestesi Regional
Penggolongan Obat Anestesi Reegional diantaranya yaitu Bupivacaine 0,5% ( Marcaine
0,5% ), Dosis sampai 4 ml dan pada usia lanut dosisnya dikurangi. Lignocaine HCL, BP 5%,
obat ini dicampur dengan dextrose 3% dan 7%. Dosis

: 1,5 ml dapat memberikan analgesia

kira-kira 2 jam, blockade sampai umbilicus. Prilocaine 5% dalam larutan 5% durasi efeknya
sama dengan lignocaine. Amethocaine HCl, BP dalam bentuk puder isinya 20 mg dalam ampul,
dan dalam bentuk cair 1% berisi 10 mg/ml. dosis maksimum 20 mg. Procaine HCl, BP 5% atau
kurang durasi efek : 40 80 menit. Mepivacaine HCl 4% durasi efek kira kira 1 jam.6

Obat Resuitasi

28

Obat Anticholinergik yaitu sulfas atropine , dosis umumnya 0,1 mg/kgBB, anak-anak
dosis 0,015 mg/kgBB dan hyoscine buytlbromide (buscopan), dosis 10 20 mg. Vaso Pressor /
Vaso dilator yaitu adrenalin, untuk cardiac arres dosis 0,5mg (0,5 ml dari larutan 1/1000); untuk
anafilaktik shock 0,1 mg dan ephedrine, Bp, Dosis 15-30 mg. Oksitosin, metergin dan
magnesium dipersiapkan untuk pasien obsertik. Untuk pasien hipoglikemia dapat diberikan
dekstrose 40%. Dan untuk pasien gangguan respiratorik dapat diberikan aminofilin. Bila pasien
mengalami alergi maka dapat diberikan kortikosteroid antara lain deksametason, dosis 4-100 mg,
Prednisone, dosisnya 20 mg, Hydrocotisone hemisuccitane, dosisnya 100 mg.
Obat furosemid/Lasix; Mannitol, dosisnya 0,5-1mg/ kgBB secara infus digunakan larutan
10% dan 20% digunakan untuk dieuretik. Oba anticholinesterase yaitu neostigmine
(Prostigmen), dosisnya 2,5 mg memiliki efek antagonis terhadap relaksan nondepolarizing.
Naloxone, dosis dewasa 0,1-0,4 mg/intravena; Neonatus, dosis 0,01 mg/kgBB sebagai narkotik
antagonis.8

3.3

Persiapan pasien Sebelum hari operasi


Pembersihan dan pengosongan saluran pencernaan untuk mencegah aspirasi isi lambung,

karena regurgitasi/muntah. Pada operasi elektif, pasien dewasa puasa 6-8 jam, pada anak cukup
3-5 jam. Dan gigi palsu, bulu mata palsu, perhiasan (cincin, gelang, kalung) dilepas serta bahan
kosmetik (lipstik, cat kuku), di bersihkan sehingga tidak mengganggu pemeriksaan.
Kosongkan juga kandung kemih dan bila peelu lakukan katerisasi, bersihkan lendir dari
saluran napas. Jangan lupa memberikan informed consent kepada keluarga dan membuat izin
pembedahan/anestesi secara tertulis. Sebelum pasien masuk kamar operasi harus mengenakan

29

pakaian khusus (diberi tanda dan label, terutama pada bayi). Pemeriksaan tentang fisik pasien
dapat diulangi di ruang operasi.3

3.4 Premedikasi
Premedikasi adalah penberian obat-obatan 1 atau 2 jam sebelum induksi secara oral,
intramuskular, intravena maupun perrektal. Adapun tujuan dari pemberian premedikasi adalah,
menimbulkan rasa nyaman pada pasien (menghilangkan kekuatiran, memberikan ketenangan,
membuat amnesia dan memberikan analgesi), juga untuk memudahkan/memperlancar induksi,
rumatan dan sadar dari anestesi serta mengurangi jumlah obat-obatan anestesi. Dapat
mengurangi timbulnya hipersalivasi, bradikardi, mual dan muntah pascaoperatif, stress fisiologis
(takikardi, napas cepat) dan keasaman lambung.
Adapun obat-obat yang dapat diberikan antara lain :
Sulfas atropin, 0,1 mg/kgBB dipakai untuk pengobatan bradikardi dan sebagai therapi tambahan
pada

pengobatan

bronkhospasme

serta

tukak

lambung.

Atropin

secara

kompetisi

mengantagonisir aksi asetil kolin pada reseptor muskarinik, menurunkan sekresi saliva, bronkhus
dan lambung serta merelaksasi otot polos.8
Diazepam per oral 10-15 mg untuk pereda kecemasan.
Pethidin 50 mg untuk mengurangi nyeri atau kesakitan. Simethidin/ranithidin 150 mg untuk
mengurangi ph asam cairan lambung, Ondacetron, 2-4 mg untuk mengurangi mual-muntah
pascabedah.

30

3.5

Penatalaksanaan pada Hernia


Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang rasional.

Tujuan dari operasi adalah reposisi isi hernia, menutup pintu hernia untuk menghilangkan LMR,
dan mencegah residif dengan memperkuat dinding perut. Prinsip dasar operasi hernia terdiri dari
herniotomy, hernioraphy, dan hernioplasty.5
Pada herniotomy dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong
dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi ke cavum abdomen
seperti semula. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu dipotong. Pada hernioraphy
leher hernia diikat dan digantungkan pada conjoint tendon (pertemuan m. transverses internus
abdominis dan m. obliqus intenus abdominis). Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil
anulus inguinalis internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.7
Pada bayi dan anak-anak dengan hernia kongenital lateral yang faktor penyebab adanya
prosesus vaginalis yang tidak menutup sedangkan anulus inguinalis internus cukup elastis dan
dinding belakang kanalis cukup kuat, hanya dilakukan herniotomi tanpa hernioplastik.
Pada operasi hernia inguinalis, ada 3 prinsip yang harus diperhatikan, yaitu eksisi
kantong hernia, ligasi tinggi kantong hernia, dan repair dinding kanalis inguinalis.
1) Tehnik operasi:7
Insisi inguinal 2 jari medial SIAS sejajar ligamentum inguinal ke tuberculum pubicum
Insisi diperdalam sampai tampak aponeurosis MOE tampak crus medial dan lateral yg
merupakan annulus eksternus
Aponeurosis MOE dibuka kecil dengan pisau, dengan bantuan pinset anatomis dan gunting
dibuka lebih lanjut ke cranial sampai annulus internus dan ke kaudal sampai membuka
annulus inguinal eksternus.

31

Funiculus dibersihkan, kemudian digantung dengan kain kasa dibawa ke medial, sehingga
tampak kantong peritoneum
Peritoneum dijepit dengan 2 pinset dibuka usus didorong ke cavum abdomen dengan
melebarkan irisan ke proksimal sampai leher hernia. Kantong sebelah distal dibiarkan
Leher hernia dijahit dengan kromik

ditanamkan di bawah conjoint tendon dan

digantungkan.

Selanjutnya dilakukan hernioplasty secara:


a. Ferguson
Funiculus spermaticus ditaruh disebelah dorsal MOE dan MOI abdominis MOI
dan transverses dijahitkan pada ligamentum inguinale dan meletakkan funiculus di
dorsalnya, kemudian aponeurosis MOE dijahit kembali, sehingga tidak ada lagi
kanalis inguinalis.
b. Bassini
MOI dan transverus abdominis dijahitkan pada ligamentum inguinal, funiculus
diletakkan disebelah ventral aponeurosis MOE tidak dijahit, sehingga kanalis
inguinalis tetap ada. Kedua musculus berfungsi memperkuat dinding belakang canalis
sehingga LMR hilang
c. Halsted
Dilakukan penjahitan MOE, MOI dan m. transverses abdominis, untuk
memperkuat/menghilangkan LMR. Funiculus spermaticus diletakkan di subkutis.

32

Tehnik operasi terbaru pada hernia inguinalis adalah menggunakan mesh, suatu materi
prostese yang digunakan untuk memperkuat otot-otot di region inguinalis sehingga mengurangi
timbulnya residif.
Keuntungan pemakaian mesh antara lain:

Aman, terutama pada pasien dengan penyakit penyerta kronik

Efektif dan kuat

Penyembuhan berlangsung lebih cepat

Nyeri pasca operasi minimal

Jarang menimbulkan komplikasi

3.6 Anestesi Regional

Definisi Anestesi Regional


Anestesi regional adalah tindakan analgesia yang dilakukan dengan cara menyuntikkan

obat anestetika lokal pada lokasi serat saraf yang menginervasi

regio tertentu, yang

menyebabkan hambatan konduksi impuls aferen yang bersifat temporer. Dapat pula di
definisikan sebagai penggunaan obat analgetik lokal untuk menghambat impuls nyeri suatu
bagian tubuh sementara pada impuls saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari satu bagian
tubuh diblokir untuk sementara (reversibel). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau
seluruhnya. Tetapi pasien tetap sadar.3,4

Pembagian Anestesi Regional

1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal. Tindakan ini

sering dikerjakan.1

33
2. Blok perifer (blok saraf), misalnya anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan, dan

analgesia regional intravena.1

Keuntungan Anestesi Regional

1. Alat minim dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih murah.
2. Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi emergency, lambung penuh) karena
penderita sadar.
3. Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.
4. Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.
5. Perawatan post operasi lebih ringan.1

Kerugian Anestesia Regional


1. Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.
2. Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.
3. Sulit diterapkan pada anak-anak.
4. Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.
5. Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.1

Persiapan Anestesi Regional


Persiapan anestesi regional sama dengan persiapan anestesi umum karena untuk

mengantisipasi terjadinya reaksitoksik sistemik yang bisa berakibat fatal, perlu persiapan
resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk ke pembuluh darah kolaps

34

kardiovaskular sampai cardiac arrest. Juga untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan, sehingga
operasi bisa dilanjutkan dg anestesi umum. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal dibawah ini:1
Informed Consent (Izin dari pasien)
Pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung dan lainlainnya.
Pemeriksaan laboratorium anjuran, misalnya hemoglobin, hematokrit, prothrombine time dan
partial trombloplastine time.1

Pembahasan Blok Sentral


Blok neuroaksial akan menyebabkan blok simpatis, analgesia sensoris dan blok motoris

(tergantung dari dosis, konsentrasi, dan volume obat anestesi lokal).

1. Anestesi Spinal
Anestesi spinal ialah pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid.
Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang
subarachnoid. Anestesi spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural
atau blok intratekal.1
Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis
subkutis Lig. Supraspinosum Lig. Interspinosum Lig. Flavum ruang epidural
durameter ruang subarachnoid.

35

Gambar 2.Anestesi Spinal

Medula spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinal,
dibungkus oleh meningens (duramater, lemak dan pleksus venosus). Pada dewasa berakhir
setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3. Oleh karena itu, anestesi/analgesi spinal
dilakukan ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.
Indikasi:
1. Bedah ekstremitas bawah
2. Bedah panggul
3. Tindakan sekitar rektum perineum
4. Bedah obstetrik-ginekologi
5. Bedah urologi
6. Bedah abdomen bawah
7. Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan
anestesi umum ringan.1
Kontra indikasi absolut:
1. Pasien menolak
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan

36

5. Tekanan intrakranial meningkat


6. Fasilitas resusitasi minim
7. Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.1
Kontra indikasi relatif:
1. Infeksi sistemik
2. Infeksi sekitar tempat suntikan
3. Kelainan neurologis
4. Kelainan psikis
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan
8. Nyeri punggung kronik.1
Persiapan anestesi spinal
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anestesia
umum. Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan,
misalnya ada kelainan anatomis tulang punggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak
teraba tonjolan prosesus spinosus. Selain itu perlu diperhatikan hal-hal di bawah ini:
1. Informed consent, kita tidak boleh memaksa pasien untuk menyetujui anestesia spinal
2. Pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan spesifik seperti kelainan tulang punggung
3. Pemeriksaan laboratorium anjuran, Hemoglobin, Hematokrit.1,3
Peralatan anestesi spinal
1.

Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dll.

2.

Peralatan resusitasi

37

3.

Jarum spinal

Jarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing/ quinckebacock) atau jarum
spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare).3

Gambar 3. Jarum Spinal

Anastetik lokal untuk anestesi spinal


Berat jenis cairan serebrospinalis (CSS) pada 37 C adalah 1.003-1.008. Anastetik
lokal dengan berat jenis sama dengan CSS disebut isobarik. Anastetik lokal dengan berat
jenis lebih besar dari CSS disebut hiperbarik. Anastetik lokal dengan berat jenis lebih kecil
dari CSS disebut hipobarik. Anastetik lokal yang sering digunakan adalah jenis hiperbarik
diperoleh dengan mencampur anastetik lokal dengan dextrose. Untuk jenis hipobarik
biasanya digunakan tetrakain diperoleh dengan mencampur dengan air injeksi.4

Anestetik lokal yang paling sering digunakan:

38

1. Lidokaine (xylocain, lignokain) 2%: berat jenis 1.006, sifat isobarik, dosis 20-100 mg
(2-5 ml)
2. Lidokaine (xylocain, lignokain) 5% dalam dextrose 7.5%: berat jenis 1.033, sifat
hiperbarik, dosis 20-50 mg (1-2 ml)
3. Bupivakaine (markaine) 0.5% dalam air: berat jenis 1.005, sifat isobarik, dosis 5-20 mg
(1-4 ml)
4. Bupivakaine (markaine) 0.5% dalam dextrose 8.25%: berat jenis 1.027, sifat hiperbarik,
dosis 5-15 mg (1-3 ml)

Teknik anestesi spinal


Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah
ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa
dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi
berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.1,2
1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal
kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien
membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.

39

Gambar 4. Posisi Duduk dan Lateral Decubitus

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal L2-L3,
L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medula
spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.
4. Beri anestesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3 ml
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat
langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan
menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan
introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum
spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
(Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada
posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran
likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi
menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat
dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya
untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau yakin ujung jarum spinal pada posisi

40

yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk
anestesi spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.

Gambar 5. Tusukan Jarum pada Anestesi Spinal


6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir)
dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa 6cm.3
Penyebaran anastetik lokal tergantung2:
1. Faktor utama:
a. Berat jenis anestetik lokal (barisitas)
b. Posisi pasien
c. Dosis dan volume anestetik lokal
2. Faktor tambahan
a. Ketinggian suntikan
b. Kecepatan suntikan/barbotase
c. Ukuran jarum

41

d. Keadaan fisik pasien


e. Tekanan intra abdominal
Lama kerja anestetik lokal tergantung2:
1. Jenis anestesi lokal
2. Besarnya dosis
3. Ada tidaknya vasokonstriktor
4. Besarnya penyebaran anestetik local
Komplikasi pasca tindakan:
1. Nyeri tempat suntikan
2. Nyeri punggung
3. Nyeri kepala karena kebocoran likuor
4. Retensio urine
5. Meningitis.2
2. Anestesi Epidural
Anestesi epidural adalah blokade saraf dengan menempatkan obat di ruang epidural.
Ruang ini berada diantara ligamentum flavum dan duramater. Kedalaman ruang ini rata-rata
5 mm dan dibagian posterior kedalaman maksimal pada daerah lumbal.2
Obat anestetik lokal diruang epidural bekerja langsung pada akar saraf spinal yang
terletak dilateral. Awal kerja anestesi epidural lebih lambat dibanding anestesi spinal,
sedangkan kualitas blokade sensorik-motorik juga lebih lemah.2

42

Gambar 6. Anestesi Epidural


Keuntungan epidural dibandingkan spinal2:
Bisa segmental
Tidak terjadi headache post op
Hipotensi lambat terjadi
Kerugian epidural dibandingkan spinal2:
Teknik lebih sulit
Jumlah obat anestesi lokal lebih besar
Reaksi sistemis

Komplikasi anestesi/analgesi epidural2:


1. Blok tidak merata
2. Depresi kardiovaskular (hipotensi)
3. Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
4. Mual muntah

Indikasi anestesi epidural:

43

1. Untuk anestesi saja, di mana operasi tidak dipertimbangkan. Sebuah anestesi epidural
untuk menghilangkan nyeri (misalnya pada persalinan) kemungkinan tidak akan
menyebabkan hilangnya kekuatan otot, tetapi biasanya tidak cukup untuk operasi.
2. Sebagai tambahan untuk anestesi umum. Hal ini dapat mengurangi kebutuhan pasien akan
analgesik opioid. Ini cocok untuk berbagai macam operasi, misalnya histerektomi, bedah
ortopedi, bedah umum (misalnya laparotomi) dan bedah vaskuler (misalnya perbaikan
aneurisma aorta terbuka).
3. Sebagai teknik tunggal untuk anestesi bedah. Beberapa operasi, yang paling sering operasi
caesar, dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi epidural sebagai teknik tunggal.
Biasanya pasien akan tetap terjaga selama operasi. Dosis yang dibutuhkan untuk anestesi
jauh lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk analgesia.
4. Untuk anestesi pasca-operasi, di salah satu situasi di atas. Analgesik diberikan ke dalam
ruang epidural selama beberapa hari setelah operasi, asalkan kateter telah dimasukkan.
5. Untuk perawatan sakit punggung. Injeksi dari analgesik dan steroid ke dalam ruang
epidural dapat meningkatkan beberapa bentuk sakit punggung.
6. Untuk mengurangi rasa sakit kronis atau peringanan gejala dalam perawatan terminal,
biasanya dalam jangka pendek atau menengah.3
Ada beberapa situasi di mana resiko epidural lebih tinggi dari biasanya :
1. Kelainan anatomis, seperti spina bifida, meningomyelocele, atau skoliosis
2. Operasi tulang belakang sebelumnya (di mana jaringan parut dapat menghambat
penyebaran obat)
3. Beberapa masalah sistem saraf pusat, termasuk multiple sclerosis

44

4. Beberapa masalah katup jantung (seperti stenosis aorta, di mana vasodilatasi yang
diinduksi oleh obat bius dapat mengganggu suplai darah ke jantung).4
Anestesi epidural sebaiknya dilakukan pada:
1. Kurangnya persetujuan
2. Gangguan pendarahan (koagulopati) atau penggunaan obat antikoagulan (misalnya
warfarin)
3. Risiko hematoma
4. Kompresi tulang belakang
5. Infeksi dekat titik penyisipan
6. Hipovolemia
Penyebaran obat pada anestesi epidural bergantung :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Volume obat yang disuntikan


Usia pasien
Kecepatan suntikan
Besarnya dosis
Ketinggian tempat suntikan
Posisi pasien
Panjang kolumna vetebralis.1

Teknik anestesi epidural :


Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang subarakhnoid.2
1. Posisi pasien saat tusukan seperti pada analgesia spinal.
2. Tusukan jarum epidural biasanya dilakukan pada ketinggian L3-4.

3. Jarum yang digunakan ada 2 macam, yaitu:


a) jarum ujung tajam (Crawford)
b) jarum ujung khusus (Tuohy)

45

Gambar 7. Jarum Anestesi Epidural

4. Untuk mengenal ruang epidural digunakan banyak teknik. Namun yang paling populer
adalah teknik hilangnya resistensi dan teknik tetes tergantung.
a) Teknik hilangnya resistensi (loss of resistance)

Teknik ini menggunakan semprit kaca atau semprit plastik rendah resistensi yang
diisi oleh udara atau NaCl sebanyak 3ml. Setelah diberikan anestetik lokal pada
tempat suntikan, jarum epidural ditusuk sedalam 1-2 cm. Kemudian udara atau NaCl
disuntikkan perlahan dan terputus-putus. Sembari mendorong jarum epidural sampai
terasa menembus jaringan keras (ligamentum flavum) yang disusul hilangnya resistensi.
Setelah yakin ujung jarum berada dalam ruang epidural, lakukan uji dosis (test dose).1

b) Teknik tetes tergantung (hanging drop)

Persiapan sama seperti teknik hilangnya resistensi, tetapi pada teknik ini
menggunakan jarum epidural yang diisi NaCl sampai terlihat ada tetes Nacl yang

46

menggantung. Dengan mendorong jarum epidural perlahan secara lembut sampai terasa
menembus jaringan keras yang kemudian disusul oleh tersedotnyatetes NaCl ke ruang
epidural. Setelah yakin, lakukan uji dosis (test dose).1
5. Uji dosis (test dose)

Uji dosis anestetik lokal untuk epidural dosis tunggal dilakukan setelah ujung jarum
diyakini berada dalam ruang epidural dan untuk dosis berulang (kontinyu) melalui kateter.
Masukkan anestetik lokal 3 ml yang sudah bercampur adrenalin 1:200.000.
Tak ada efek setelah beberapa menit, kemungkinan besar letak jarum sudah benar
Terjadi blokade spinal, menunjukkan obat sudah masuk ke ruang subarakhnoid karena
terlalu dalam.
Terjadi peningkatan laju nadi sampai 20-30%, kemungkinan obat masuk vena epidural.4
7. Dosis maksimal
Dewasa muda sehat 1,6 ml/segmen yang tentunya bergantung pada konsentrasi
obat. Pada manula dan neonatus dosis dikurangi sampai 50% dan pada wanita hamil
dikurangi sampai 30% akibat pengaruh hormon dan mengecilnya ruang epidural akibat
ramainya vaskularisasi darah dalam ruang epidural.
8. Uji keberhasilan epidural
Keberhasilan analgesia epidural :
a. Tentang blok simpatis diketahui dari perubahan suhu.
b. Tentang blok sensorik dari uji tusuk jarum.
c. Tentang blok motorik dari skala bromage
Melipat Lutut
Melipat Jari
Blok tak ada
++
++
Blok parsial
+
++
Blok hampir lengkap
+
Blok lengkap
Tabel 1. Skala bromage untuk Blok Motorik

47

Anestetik lokal yang digunakan untuk epidural


1. Lidokain (Xylokain, Lidonest)
Umumnya digunakan 1-2%, dengan mula kerja 10 menit dan relaksasi otot baik.
Konsentrasi 0.8% blokade sensorik baik tanpa blokade motorik. Konsentrasi 1.5% lazim
digunakan untuk pembedahan. Konsentrasi 2% untuk relaksasi pasien berotot.
2. Bupivakain (Markain)
Konsentrasi 0.5% tanpa adrenalin, analgesianya sampai 8 jam. Volum yang
digunakan <20ml
Komplikasi:
1.
2.
3.
4.

Blok tidak merata


Depresi kardiovaskuler (hipotensi)
Hipoventilasi (hati-hati keracunan obat)
Mual-muntah.1

Tabel 2. Obat Anestesi Epidural

3. Anestesi Kaudal

48

Anestesi kaudal sebenarnya sama dengan anestesi epidural, karena kanalis


kaudalis adalah kepanjangan dari ruang epidural dan obat ditempatkan di ruang kaudal
melalui hiatus sakralis. Hiatus sakralis ditutup oleh ligamentum sakrokoksigeal tanpa
tulang yang analog dengan gabungan antara ligamentum supraspinosum, ligamentum
interspinosum, dan ligamentum flavum. Ruang kaudal berisi saraf sakral, pleksus venosus,
felum terminale dan kantong dura.2

Indikasi : Bedah daerah sekitar perineum, anorektal misalnya hemoroid, fistula


paraanal.
Kontra indikasi: Seperti anestesi spinal dan anestesi epidural.
Teknik anesthesia kaudal :
1. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih rendah
dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil.
2. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran 20-22
pada pasien dewasa.
3. Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen)
4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri dan spina
iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut diperoleh
hiatus sakralis.
5. Setelah dilakukan tindakan dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis, tusukkan jarum
mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah diyakini masuk kanalis sakralis, ubah jarum jadi
450-600 dan jarum didorong sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl sebanyak 5 ml
secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di kulit untuk menguji
apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.4

49

Gambar 8. Anestesi Kaudal

4. Anestesi Spinal Total


Anestesi spinal total ialah anestesi spinal intratekal atau epidural yang naik
sampai di atas daerah servikal. Anestesi ini biasanya tidak disengaja, pasien batuk-batuk,
dosis obat berlebihan, terutama pada analgesia epidural dengan posisi pasien yang tidak
menguntungkan.1
Tanda-tanda klinis:
1. Tangan kesemutan
2. Lidah kesemutan
3. Napas berat
4. Mengantuk kemudian tidak sadar
5. Bradikardi dan hipotensi berat
6. Henti napas
7. Pupil midriasis.
Walaupun saraf phrenikus mungkin terkena blockade namun henti napas lebih
disebabkan oleh hipoperfusi pusat kendali napas. Kejadian ini timbul segera setelah
tindakan atau setelah 30-45 menit kemudian. Kejadian ini bersifat sementara namun

50

apabila tidak ditanggulangi dapat mengakibatkan henti jantung yang dapat merenggut
nyawa pasien. Pengenalan dini anestesia spinal total ini amat penting agar pertolongan
dapat segera dilakukan.1
Tindakan terhadap anestesi spinal total ini adalah dengan menaikkan curah
jantung, infuse cairan koloid 2-3 L, menaikkan kedua tungkai, kendalikan pernapasan
dengan O2 100% kalau perlu dengan intubasi dan intubasi ini dapat dilakukan dengan
mudah karena telah terjadi relaksasi otot maksimal, beri atropine untuk melawan
bradikardi dan beri efedrin untuk melawan hipotensi.3

Anestesi pada Hernioraphy


Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat
anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal /subaraknoid juga disebut sebagai
analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan
yang melibatkan tungkai bawah, panggul dan perineum. Hernia pada dinding perut merupakan
penyakit yang sering dijumpai dan memerlukan suatu tindakan pembedahan. Hernia inguinalis
lateralis sering dijumpai pada pria. Pada kasus ini seorang pria 77 tahun datang dengan keluhan
timbul benjolan di lipat paha kiri sejak 2 bulan yang lalu, sejak 3 minggu terasa nyeri. Dari
anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien di diagnosis menderita hernia inguinalis lateralis sinistra
dan akan dilakukan hernioraphy dengan anestesi spinal.
Berikut langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:

51

1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral. Beri bantal
kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien
membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang punggung
ialah L4 atau L4-5. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-3, L3-4 atau L4-5. Tusukan pada
L1-2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medula spinalis.
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.
4. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G, 23 G atau 25G dapat
langsung digunakan. Sedangkan untuk kecil 27 G atau 29 G, dianjurkan menggunakan
penuntun jarum (introducer), yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukkan introducer
sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit kearah sefal, kemudianmasukkan jarum spinal berikut
mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock)
irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring
bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat
berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum
spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan
pelan-pelan (0,5 ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum
tetap baik. Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak
keluar, putar arah jarum 9.00 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat
dimasukkan kateter.
5. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir)
dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa 6 cm. Pada tindakan
anestesi disuntikan secara SAB pada vertebra lumbal 3-4 obat yang digunakan adalah
bupivacain 20 mg, kemudian untuk menjaga oksigenasi diberikan O2 2 L/m. Ranitidin
adalah suatu antagonis reseptor H2, diberikan dengan tujuan mencegah mual dan muntah

52

pasca operasi agar tidak terjadi aspirasi dan rasa tidak nyaman. Induksi anestesi pada kasus
ini adalah dengan menggunakan anestesi lokal yaitu bupivacain 20 mg , bupivacain
merupakan obat anestesi lokal yang mekanismenya adalah mencegah terjadinya depolarisasi
pada membran sel saraf pada tempat suntikan obat tersebut, sehingga membran akson tidak
dapat bereaksi dengan asetil kolin sehingga membran tetap semipermeabel dan tidak terjadi
perubahan potensial. Hal ini menyebabkan aliran impuls yang melewati saraf tersebut
berhenti sehingga segala macam rangsang atau sensasi tidak sampai ke sistem saraf pusat.
Hal ini menimbulkan parestesia, sampai analgesia, paresis sampai paralisis dan vasodilatasi
pembuluh darah pada daerah yang terblock. Pemberian O2 2 L/menit adalah untuk menjaga
oksigenasi pasien.
Pada anestesi regional seharusnya pasien tidak perlu lagi diberikan obat-obatan induksi
intra Vena seperti ketamin, propovol, dan tiopental.
Komplikasi tindakan pada analgesia spinal berupa hipotensi berat akibat blok simpatis
sehingga terjadi venous pooling, bradikardia, hipoventilasi akibat paralisis saraf frenikus atau
hipoperfusi pusat kendali napas, trauma pembuluh darah.

Monitoring Intraoperatif
Kontrol tekanan darah systole dan diastole tidak boleh naik diatas 20% baseline atau
turun 20% dibawah baseline, dapat dilakukan dengan menggunakan alat monitor automatik atau
dengan tensimeter manual. Monitoring pada nadi dapat dilakukan dengan, tehnik palpasi
(merasakan dengan tangan) dan dibantu dengan alat elektronika / pulse oximetri dan juga
stethoscope untuk mendengarkan detak jantung. Pernapasan dapat dilihat pada monitor,bila ada
gangguan dapat di pantau dengan pemasangan saturasi, dapat dilakukan melalui suatu monitor

53

dengan alat sensor yang dipasang pada jari utuk melihat nadi dan saturasi oksigen. Monitoring
Diuresis dilakukan untuk mengetahui adanya kekurangan cairan atau gangguan pada ginjal.
Monitoring pemberian cairan infus perlu dilakukan agar pasien tidak mengalami kekurangan
cairan akibat puasa maupun pembedahan. 7Monitoring suhu badan dengan menggunakan
thermometer secara manual atau dengan monitor outomatik.

Ekstubasi
Setelah operasi selesai, obat anestesi dihentikan pemberiannya. Berikan oksigen 4-6 liter
dalam waktu 5-15menit. Bersihkan rongga hidung dan mulut dari lendir. Bila perlu berikan obat
anticholinesterase (prostigmin 0,04 mg/kgbb) dan atropin 0,02 mg/kgbb. Jika masih ada depresi
nafas oleh narkotik-analgesik berikan Narkotik Antagonis (Nalolxone) 0,1-0,4 mg secara
intravena. Ekstubasi dilakuakan saat pasien masih teranastesi/tidur dalam, untuk mengurangi
traumatis dan mencegah batuk. Dikerjakan bila nafas spontannya adekuat, keadaan umumnya
baik serta tidak ada resiko aspirasi pulmonal dan tidak memerlukan intubasi awake atau rapid
sequence induction.

Penatalaksanaan Pascaanestesi di recovery room.


Ruang pemulihan atau Recovery room (RR) disebut juga unit perawatan pascaanestesi atau
postanesthesia caru unit ( PACU ). Setelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang pemuluhan
atau ke ruang rawat intensif bila ada indikasi. Di ruang pemulihan dilakukan pemantauan atau
monitor sampai pasien sadar betul. Yang harus di monitor antara lain, keadaan umum, kesadaran,
tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, sensibilitas nyeri, perdarahan dari drain, dll.9

54

Awasi keadaan vital penderita secara saksama, periksa tekanan darah, frekuensi nadi dan
frekuensi pernapsan dilakukan paling tidak setiap 5 menit dalam 15 menit pertama atau hingga
stabil, setelah itu dilakukan setiap 15 menit. Perbaiki defisit yang masih ada (cairan, darah, nyeri,
mualmuntah,menggigil karena hipotermia,dll). Seluruh pasien yang sedang dalam pemulihan
dari anestesi umum harus mendapat oksigen 30-40% selama pemulihan.
Bila keadaan umum dan tanda vital pasien normal dan stabil, maka pasien dapat
dipindahkan ke ruangan dengan pemberian intruksi postoperatif menilai keadaan umum sebelum
pasien dipindahkan ke ruang perawatan, dapat dipakai aldrete score untuk orang dewasa dan
steward Score untuk anak dengan berbagai kriteria penilaian. Nilai score yang normal 8 -10,
pasien dapat di pindahkan ke ruang perawatan ataupun pulang bila pasien rawat jalan, tetapi atas
ijin dokter anestesi yang bertugas.9 Score tersebut dapat dilihat pada tabel 3.1 dan 3.2
Tabel Aldrete Score, 3.1.
Parameter
Pernapasan Sirkulasi
Kesadaran Aktivitas
Warna

Kriteria
Merah muda
Pucat
Sianosis
Mampu bernafas dalam dan batuk
Dangkal namun pertukaran udara adekuat
Apnoe atau ada sumbatan jalan nafas
Tekanan darah menyimpang<20% pre op
Tekanan darah menyimpang<20-50% pre op
Tekanan darah menyimpang<50% pre op
Bangun, sadar penuh dan orientasi baik
Beraksi bila dipanggil namun cepat tertidur
Tidak berespon
Mampu menggerakkan 4 ekstremitas
Dapat menggerakkan 2 ekstremitas
Tidak begerak

Score
2
1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0
2
1
0

55

Tabel Steward Score, 3.2


Kesadaran Pasien
Kesadaran
Jalan Nafas
Gerakan tubuh

Kriteria
Bangun
Bereaksi bila dirangsang
Tidak ada rekasi terhadap rangsang
Batuk atas perintah atau menangis
Jalan nafas terpelihara baik
Perlu rumatan jalan nafas
Mampu menggerkkan lengan dan tungkai
Gerakkan lengan dan tungkai tak terarah
Tidak ada gerakkan tubuh

Skor
2
1
0
2
1
0
2
1
0

56

BAB IV
KESIMPULAN

`
4.1 KESIMPULAN
Hernia terjadi pada semua usia mulai dari bayi sampai orang dewasa. Hernia merupakan
penonjolan isi suatu rongga karena adanya kelemahan pada dinding organ yang bersangkutan,
yang terjadi karena faktor bawaan ataupun didapat. Bagian hernia terdiri dari cincin, kantong dan
isi hernia itu sendiri, dimana pilihan terapi untuk hernia ireponible yaitu melalui operasi.
Pembedahan dapat dilakukan terencana, tidak harus segera yang meliputi tahap,
praoperatif, intraoperatif dan postoperatif. Khusus untuk hernia inkarserata penatalaksanaan
ditujukan untuk mengatasi nyeri penderita dan mencegah terjadinya strangulata, sehingga
tindakan operasi harus segera dilakuakan. Bila tidak, bagian isi yang terjepit akan membusuk dan
bisa menjadi sumber infeksi ke seluruh dinding usus, yang dapat berakibat buruk yaitu kematian
bagi penderita tersebut.
Tindakan pembedahan membutuhkan pemberian anestesi. Anestesi adalah keadaan tidak
sadar yang bersifat sementara karena pemberian obat, ataupun tidak disertai dengan hilangnya
kesadaran, dengan tujuan untuk menghilangkan sensasi rasa nyeri pada saat pembedahan.
Penatalaksanaan anestesi terhadap pasien yang menjalani operasi herniorafi pada hernia inginal
lateralis incarserata yaitu operasinya bersifat segera, oleh karena itu anestesi disesuaikan dengan
kondisi umum penderita, maka anamnesa, pameriksaan fisik serta analisis penunjang
(laboratorium) mutlak dilakukan dengan teliti, hal ini menuntut pengetahuan dan keterampilan
dari tenaga anestesi untuk menghasilkan suatu kondisi anestesi yang aman dan efektif.

57

DAFTAR PUSTAKA

1. Anoname, 2008 , hernia, www.Ashared.com


2. R.Sjamsuhidayat, Wim de jong, buku ajar ilmu bedah, edisi ke-2, jakarta 2004
3. Arif Mansjoer, dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke-3. 2000.
4. David C.sabiston, Jr,Md, buku ajar bedah
5. Made kusmala, dkk, hernia inguinalis pada anak, FKU Hasannudin, www.kalbe.com
6. Said A Latif, dkk, Petunjuk Praktis Anestesiologi, Ed. 2, FKUI Jakarta 2002
7.

Wargahadibrata, A. Himendra, Anestesiologi Untuk Mahasiswa Kedokteran SAGA, Bandung,


2008

8. Yuswana, farmokologi obat-obat anestesi dan obat-obat bantuan dalam anestesi, Bandung 2005
9. Morgan G Edward, Mikhail, Maged S.Clinical Anesthesiologi. Edisi ke4. 2007.

Anda mungkin juga menyukai