Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN FRAKTUR TIBIA DENGAN

GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL RUMAH SAKIT


TK.II KARTIKA HUSADA

Disusun Oleh:
ROHMAN
NIM. 2011133032

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PONTIANAK
JURUSAN KEPERAWATAN PONTIANAK
PRODI PROFESI NERS
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Telah mendapat persetujuan dari Pembimbing Akademik (Clinical Teacher) dan


Pembimbing Klinik (Clinical Instructure).
Telah disetujui pada :
Hari :
Tanggal :

Mahasiswa,

Rohman
NIM. 2011133032

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Fraktur adalah patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga
fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang dan jaringan lunak
di sekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau
tidak lengkap ( Nurarif, 2015 ).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis
dan luasnya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk
dan kontraksi otot ekstrem. Saat tulang patah, jaringan disekitar akan
terpengaruh, yang dapat mengakibatkan edema pada jaringan lunak, dislokasi
sendi, kerusakan saraf. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang
disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Brunner & Suddart, 2013).
Fraktur Tibia adalah fraktur yang terjadi pada bagian tibia sebelah kanan
maupun kiri akibat pukulan benda keras atau jatuh yang bertumpu pada kaki.
Fraktur ini sering terjadi pada anak- anak dan wanita lanjut usia dengan tulang
osteoporosis dan tulang lemah yang tak mampu menahan energi akibat jatuh atau
benturan benda keras (Marlina, 2013).
B. Etiologi
Penyebab fraktur terdiri dari :
1. Kekerasan Langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah.
2. Kekerasan Tidak Langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang di tempat yang jauh
dari tempat kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vector kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan dan penekanan kombinasi dari ketiganya dan
penarika. (Carpenito 2013).
C. Klasifikasi fraktur
Klasifikasi fraktur berdasarkan klinis :
1. fraktur tertutup bila tidak terdapat hubungan antara frakmen tulang dan
dunia luar.
2. fraktur terbuka bila terdapat hubungan antara frakmen dan dunia luar.
3. fraktur dengan komplikasi missa mal-union, delayed, union, naunion dan
infeksi tulang.
Klasifikasi fraktur berdasarkan radiologis :
1. Lokalisasi : diafisal, Metafisal, intra-antikuler, fraktur dengan dislokasi.
2. Kofigurasi : fraktur transfersal, fraktur oblik, fraktur spiral, fraktur
segmental.
Fraktur komunitif (lebih dari defragment), fraktur baji biasa pada vertebra
karena trauma, fraktur avulse, fraktur depresi, fraktur pecah dan fraktur
epifisis.
3. Menurut ekstensi : fraktur total, fraktur tidak total, fraktur buckle atau
torus, fraktur garis rambut, fraktur green stick.
Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya : tidak
bergeser, bergeser (bersampingan, angulasi, rotasi, distraksi, over-riding,
impaksi).
D. Manifestasi Klinis
Menurut Nurafif & Kusuma (2015), Tanda dan gejala dari fraktur antara lain:
1. Tidak dapat menggunakan anggota gerak.
2. Nyeri pembengkakan.
3. Terdapat trauma ( kecelakaan lalulintas, jatuh dari ketinggian atau jatuh dari
kamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat, kecelakaan
kerja, trauma, olahraga).
4. Gangguan fisik anggota gerak.
5. Deformitas mengalami perubahan bentuk pada daerah fraktur.
6. Kelainan gerak.
7. Pembengkakan pada perubahan warna lokasi pada daerah fraktur.
8. Krepitasi atau dating dengan gejala-gejala lain.
E. Patofisiologi
Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
pintur mendadak dan bahkan kontraksi otot extreme dan juga kondisi patologis
layaknya osteoporosis. Fragmen tulang yang bergeser atau rusak akibat fraktur
dapat menimbulkan nyeri. Hal ini juga mengakibatkan tekanan sum-sum tulang
lebih tinggi dikapiler lalu melepaskan katekolamin yang mengakibatkan
metabolisme asam lemak yang pada akhirnya menyebabkan evoli dan
penyumbatan pembulu darah. Spasme otot juga menyebabkan protein plasma
hilang karena lepasnya histamine akibat peningkatan tekanan kapiler yang pada
akhirnya menyebabkan edema. Fragmen tulang yang bergeser juga
mengakibatkan gangguan fungsi ekstremitas. Laserasi kulit atau luka terbuka
dapat menimbulkan infeksi, karena hilang bagian pelindung tubuh bagian luar
yaitu kulit (Brunner & Suddarth, 2015).
F. Komplikasi
a) Komplikasi awal
Ada 6 komplikasi awal pada fraktur antara lain :
1. Kerusakan arteri
Pecahnya arteri jarena trauma bias ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, hematoma yang lebar, perubahan posisi pada yang sakit
dan pembedahan.
2. Kompartement syndrome
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang
tertutup diotot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan
sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya
menyebabkan kerusakan pada otot. Gejalanya mencakup rasa sakit karena
ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit yang berhubungan dengan
tekanan yang berlebihan pada kompertemen, rasa sakit dengan
perenggangan pasif pada otot . komplikasi ini terjadi sering pada fraktur
tulang kering (Tibia dan tulang hasta, radius atau ulna).
3. Fat Embolism Syndrome (FSE)
Adalah komplikasi serius yang terjadi pada fraktur pangang. FSE terjadi
karena sel-sel lemak yang dihasilkan oleh bone morrow kurang masuk ke
dalam aliran darah yang menyebabkan tingkat oksigen dalam darah
rendah yang di tandai dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi,
takipnea dan demam.
4. Infeksi
System pertahanan tubuh rusak apabila terjadi trauma pada jaringan pada
trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit dan masuk ke dalam,
biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka.
5. Avaskuler Nekrosis
Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bias
menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya volkman’s
ischenis.
6. Shock
Terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas
kapiler yang bias menyebabkan menurunnya oksigenasi.
b) Komplikasi dalam waktu lama
Menurut Yasmara, dkk (2016), beberapa komplikasi dalam waktu lama yang
terjadi pada fraktur antara lain :
1. Delayed Union
Kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dalam waktu yang dibutuhkan
tulang untuk menyambung. Ini di sebabkan karena penurunan suplai
darah ke tulang.
2. Nonunion
Kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang
lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan
adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu.
3. Malunion
Merupakan penyembuhan tulang di tandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk. Malunion dilakukan dengan
pembedahan.
G. Pemeriksaan penunjang
Pada klien fraktur pemeriksaan yang di lakukan adalah sebagai berikut :
1. X-ray menentukan lokasi / luas fraktur
2. Scan tulang memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak.
3. Arteogram : dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
4. Hitung darah lengkap : Hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan, peningkat lekosit sebagai respon terhadap perdarahan.
5. Kretinin : trauma otot meningkat beban kretinin untuk klirens ginjal.
6. profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi atau
cedera hati (Nurafif dan Kusuma 2015 ).
H. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi
fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan reduksi
tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk mereduksi
fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya traksi dapat
dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya traksi
disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur tertentu
memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang
direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau
batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang
dalam posisinya samapai penyembuhan tulang solid terjadi.
Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah mengimobilisasi
dan mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi interna
dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai,
traksi kontin, pin dan teknik gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk
fiksasi interna. Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang dapat
dilakukan dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler,
latihan isometrik, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam
memperbaiki kemnadirian dan harga diri (Brunner & Suddarth, 2015).
Tahap-tahap penyembuhan fraktur menurut brunner & suddart (2015):
inflamasi tubuh berespon pada tempat cedera terjadi hematom, poliferasi sel
terbentuknya barang-barang fibrin sehingga terjadi revaskularisasi,
pembentukan kalus jaringan fibrus yang menghubungkan efek tulang,
opsifikasi merupakan proses penyembuhan pengambilan jaringan tulang yang
baru dan remodeling perbaikan patah yang meliputi pengambilan jaringan
yang mati dan reorganisai.
WEB OF COUTION (WOC)

Trauma langsung ,Trauma


tidak langsung, kondisi
patologis
Resiko infeksi
Fraktur

Adanya peninkgatan
Trauma pembedahan leukosit

Luka insisi
Trauma Jaringan Post op

Pelepasan Histamin Indikasi Imobilisasi pada


Jaringan Post op
MK : Nyeri Akut Sirkulasi darah ke perifer
menurun

MK : Hambatan Mobilitas Fisik


MK : Ketidakefektifan
Gangguan Perfusi Jaringan
Laserasi kulit
integritas kulit PeriferJaringan Post op

Kerangka Masalah Fraktur (Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc, 2015).
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengumpulan Data
a. Identitas Pasien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin,agama, alamat, bangsa, pendidikan,
pekerjaaan tanggal MRS, diagnose medis,nomor registresi.
b. Identitas Penanggung Jawab
Meliputi : Nama, hubungan dengan klien, alamat, no. hp
2. Riwayat Penyakit
a. Keluhan utama
Keluhan utama pada masalah fraktur yaitu nyeri. Nyeri akut atau kronik
tergantung berapa lamanya serangan. Unit memperoleh data pengkajian
yang yang lengkap mengenai data pasien di gunakan :
1. Proboking insiden : apa ada peristiwa factor pripesi nyeri.
2. Quality of pain : bagaimana rasanya nyeri saat dirasakan pasien.
Apakah panas, berdenyut / menusuk.
3. Region Radiation of pain : apakah sakitbisa reda dalam sekejap, apa
terassa sakit menjalar, dan dimana posisi sakitnya.
4. Severity/scale of pain : seberapa jauh rasaa nyeri yang dirasakan
pasien berdasarkan skala nyeri.
5. Time : berapakah waktu nyeri berlangsung, apa bertambah buruk pada
waktu malam hari atau pagi hari.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien patah tulang disebabkan karena trauma / kecelakaan, dapat
secara degenerative/patologis yang disebabkan awalnya pendarahan,
kerusakan jaringan di sekitar tulang yang mengakibatkan nyeri, bengkak,
pcat/perubahan warna kulit dan terasa kesemutan.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah pasien mengalami patah tulang paha atau pasien pernah punya
penyakit menurun sebelumnya. Memiliki penyakit osteoporosis/arthritis
atau penyakit lain yang sifatnya menurun atau menular.
3. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi hidup sehat
Pada klien fraktur apakah akan mengalami perubahan atau gangguan pada
personal hygiene atau mandi.
b. Pola nutrisi dan metabolism
Pada klien fraktur tidaka da perubahan nafsu makan, walaupun menu
makanan di sesuakan dari rumah sakit.
c. Pola eliminasi
Perubahan BAK/BAB dalam sehari, apakah mengalami kesulitan waktu
BAB di kaenakan imobilisasi, feses warna kuning, pada pasien fraktur
tidak ada gangguan BAK.
d. Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan pada pola tidur apakah ada gangguan yang disebabkan karena
nyeri, misalnya nyeri karena fraktur.
e. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas pada klien mengalami gangguan karena fraktur femur yang
mengakibatkan kebutuhan pasien perlu di bantu oleh perawat atau
keluarga.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Pada klien fraktur mengalami gangguan percaya diri sebab tubuhnya
perubahan pasien takut cacat / tidak dapat bekerja lagi.
g. Pola sensori koknitif
Adanya nyeri yang disebabkan kerusakan jaringan, jika pada pola
koknotif atau pola berfikir tidak ada gangguan.
h. Pola hubungan peran
Trjadi hubungan peran interpersonal yaitu klien merasa tidak berguna
sehingga menarik diri.
i. Pola penggulangan stress
Penting di tanyakan apakah membbuat pasien masien menjadi depresi /
kepikiran mengenai kindisinya.
j. Pola reproduksi seksual
Jika pasien sudah berkeluarga maka mengalami perubahan pola seksual
dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien tidak mengalami
gangguan pola reproduksi seksual.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Terjadi kecemasan / stress untuk pertahanan klien meminta
mendekatakan diri pada Allah SWT.
4. Pemeriksaan fisik
Menurut (Muttaqin 2015), ada dua macam pemeriksaan fisik yaitu
pemeriksaan fisik secara umum (status general) untuk mendapatkan
gambaran umum dan pemeriksaan setempat (local). Hal ini diperlukan untuk
dapat melaksanakan perawatan total (total care).
1) Pemeriksaan fisik secara umum
Keadaan umum :
a. Kesadaran klien : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmetis, yang
bergantung pada klien
b. Keadaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, atau berat. Tanda
vital tidak normal terdapat gangguan lokal, baik fungsi maupun
bentuk.
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan, baik fungsi
maupun bentuk
2) Pemeriksaan fisik secara head to toe :
a. Kepala
Bentuk kepala : (simetris atau tidak), ada ketombe atau tidak, ada
kotoran pada kulit kepala atau tidak,pertumbuhan rambut merata atau
tidak ada lesi atau tidak,ada nyeri tekan atau tidak
b. Leher
Benjolan atau massa (ada atau tidak), ada kekakuan atau tidak, ada
nyeri tekan atau tidak, hiperekstensi atau tidak, tenggorokan : ovula
(simetris atau tidak), kedudukan trakea (normal atau tidak), gangguan
bicara (ada atau tidak)
c. Mata
Bola mata (simetris atau tidak), pergerakan bola mata normal atau
tidak, reflek pupil terhadap cahaya normal atau tidak, kornea (bening
atau tidak), konjungtiva (anemis atau tidak), sclera ada
ikterik/tidak,ketajaman penglihatan normal atau tidak
d. Telinga
Bentuk daun telinga (simetris atau tidak), pendengaran (baik atau
tidak), ada serumen atau tidak, ada cairan atau tidak
e. Hidung
Bentuk (simetris atau tidak), fungsi penciuman (baik atau tidak),
peradangan (ada atau tidak), ada polip atau tidak.
f. Mulut
Bibir (warnanya pucat, cyanosis, atau merah), kering atau lembab,
gigi (bersih atau kotor), tonsil (radang atau tidak), lidah (tremor atau
tidak, kotor atau tidak), fungsi pengecapan (baik atau tidak), ada
stomatitis atau tidak.
g. Thorak (Jantung dan Paru)
Bentuk (simetris atau tidak), bentuk dan pergerakan dining dada
(simetris atau tidak), ada bunyi irama pernafasan seperti : teratur atau
tidak, ada irama kussmaul atau tidak, stridor atau tidak, whezeeng atau
tidak, ronchi atau tidak, pleura friction-rub atau tidak, ada nyeri tekan
pada daerah dada atau tidak, ada atau tidak bunyi jantung tambahan,
seperti : bunyi jantung 1 yaitu bunyi menutupnya katub mitral dan
trikuspidalis, BJ II yaitu bunyi menutupnya katup aorta dan
pulmonalis, bising jantung atau murmur
h. Abdomen
Bentuk (simetris atau tidak), ada nyeri tekan pada epigastrik atau
tidak, ada peningkatan peristaltic usus atau tidak, ada nyeri tekan pada
daerah suprapubik atau tidak, ada oedema atau tidak.
i. Inguinal, genetalia, anus
Tujuan : mengetahui adanya kelainan dan kesulitan BAB
Inspeksi : tidak ada hernia, tidak ada kesulitan BAB
j. Keadaan lokal. Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah
sebagai berikut :
1) Inspeksi (look) : pada inspeksi dapat diperhatikan wajah klien,
kemudian warna kulit, kemudian, saraf, tendon ligamen, dan
jaringan lemak, otot, kelenjar limfe, tulang dan sendi, apakah ada
jaringan parut warna kemerahan atau kebiruan, atau
hiperpigmentasi, apa ada benjolan dan pembengkakan, atau
adakah bagian yang tidak normal.
2) Palpasi (feel) : pada pemeriksaan palpasi yaitu Suhu pada kulit,
apakah teraba denyut arteri, raba apakah ada pembengkakan,
palpasi pada daerah jaringan lunak, untuk mengetahui adanya
spasme otot, atrofi otot, apakah ada penebalan jaringan senovia,
adanya cairan didalam/diluar sendi, perhatikan bagaimana bentuk
tulang, ada atau tidak penonjolan atau adanya abnormalitas.
3) Pergerakan (move) : perhatikan gerakan pada sendi baik secara
aktif/pasif, apa pergerakan sendi diikuti adanya krepitasi, lakukan
pemerikaan stabilitas sendi, apa pergerakan menimbulkan rasa
nyeri, pemeriksaan (Range of motion), dan pemeriksaan batar
gerak sendi aktif maupun pasif.
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik, trauma jaringan, post operative
fracture.
2. Hambatan/gangguan mobilitas fisik b.d ganuggan neuromuscular, nyeri,
3. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d kelembapan, penurunan mobilitas
C. Intervensi keperawatan
NO Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil (LKI) Intervensi Keperawatan (SIKI)
(SDKI)
1. Nyeri Akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan  Identifikasi local, karakteristik, durasi,
pencedera fisik, trauma Keperawatan diharapkan nyeri frekuensi, kualitas, intensitas nyeri,
jaringan, post operative menurun KH : skala nyeri
fracture.  Keluhan nyeri menurun (5) Rasional : untuk mengetahui tingkat
 Gelisah menurun (5) keparahan nyeri klien
 Meringis menurun (5)  Identifikasi respon nyeri non verbal
 Kesulitan tidur menurun (5) Respon : untuk mengetahui nyeri
 Pola tidur membaik (5) klien
 Frekuensi nadi membaik (5)  Identifikasi faktor yang memperberat
 Pola napas membaik (5) dan memperingan nyeri.
 Tekanan darah membaik (5)  Monitor efek samping penggunaan
analgetik.
 Observasi TTV
 Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur.
 Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri.
 Jelaskan strategi meredakan nyeri.
 Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri.
 Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi nyeri
 Kolaborasi pemberian analgetik .jika
perlu
2. Hambatan/gangguan Setelah dilakukan tindakan  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan
mobilitas fisik b.d keperawatan selama diharapkan fisik lainnya
ganuggan neuromuscular, mobilitas fisik meningkat dengan  Identifikasi toleransi fisik melakukan
nyeri, KH : pergerakan
 Pergerakan eksremitas meningkat  Monitor TTV sebelum melakukan
(5) mobilisasi
 Nyeri menurun (5)  Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
 Kecemasan menurun (5) alat bantu (mis. Pagar tempat tidur)
 Gerakan terbatas menurun (5)  Fasilitasi melakukan pergerakan, jika
 Kelemahan fisik menurun (5) perlu
 Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
 Jelaskan dan tujuan prosedur
mobilisasi
Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan
3. Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan  Identifikasi penyebab gangguan
kulit/jaringan b.d keperawatan selama diharapkan integritas kulit
kelembapan, penurunan integritas kulit dan jaringan  Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah
mobilitas meningkat dengan KH : baring
 Nyeri menurun (5)  Gunakan berbahan petroleum atau
 Elastisitas meningkat (5) minyak pada kulit kering
 Hidrasi meningkat (5)  Gunakan produk berbahan
 Perfusi jaringan meningkat (5) ringan/alami dan hipoalergik pada
 Kemerahan menurun (5) kulit sensitive
 Hematoma menurun (5)  Hindari produk berbahan dasar
alcohol pada kulit kering
 Anjurkan menggunakan pelembab
 Anjurkan minum air yang cukup
 Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan buah
dan sayur
 Anjurkan terpapar dari suhu ekstrem
DAFTAR PUSTAKA

Brunner.Suddarth. (2013) . Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC


Carpenito, LJ.2011. Buku Saku Diagnose Keperawatan Edisi 6. Jakarta:EGC
Tusyanawati, V. M., Sutrisna, M., & Tohri, T. (2020). Studi Perbandingan Modern
Dressing (Salep Tribee) dan Konvensional Terhadap Proses Penyembuhan Luka
Pada Pasien Post Operasi Apendiktomi. Jurnal Persatuan Perawat Nasional
Indonesia (JPPNI), 4(1), 9. https://doi.org/10.32419/jppni.v4i1.172
Marlina. (2013). Mobilisasi pada pasien fraktur melalui pendekatan Konseptual
model dorothea e. Orem. Idea Nursing Journal. Vol 1 No.1
Nurarif A H. Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis Dan Nanda Nic Noc Jilid 2, Yogyakarta : Mediaction
Publishing. Diakses pada tanggal 24 Agustus 2019 pukul 09:20 WIB.
Smeltzer, S. C. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Burnner and Suddarth.
Ed. 8. Vol.3. Jakarta: EGC.
Yasmara, D., Nursiswati, dan R. Aravat. 2016. Rencana Asuhan Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai