Anda di halaman 1dari 25

Laporan Pendahuluan

Batu Buli-Buli

1.1 Definisi

Batu buli-buli disebut juga batu vesica, vesical calculi, vesical stone, bladder stone.
Batu buli-buli atau vesikolitiasis adalah masa yang berbentuk kristal yang terbentuk atas
material mineral dan protein yang terdapat pada urin. Batu kandung kemih adalah batu yang
tidak normal di dalam saluran kemih yang mengandungkomponen kristal dan matriks organik
tepatnya pada vesika urinari atau kandung kemih. Batu kandungkemih sebagian besar
mengandung batu kalsium oksalat atau fosfat ( Prof. Dr. Arjatm T. Ph.D. Sp. Anddan dr.
Hendra Utama, SPFK, 2001 ).
Batu kandung kemih atau vesikolitiasis adalah batu yang menghalangi aliran air
kemih akibat penutupan leher kandung kemih atau terdapat benda asing di kandung kemih,
sering terjadi pada klien yang menderita gangguan miksi (Muttaqin, 2008: 121).

1.2 Anatomi Fisiologi

Buli-buli merupakan organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling
beranyaman. Di sebelah dalam adalah otot longitudinal, di tengah merupakan otot sirkuler,
dan yang paling luar adalah longitudinal mukosa vesika terdiri dari sel-sel transisional yang
sama seperti pada mukosa pelvis renalis, ureter dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli
kedua muara ureter dan meatus uretra internum membentuk suatu segitiga yang disebut
trigonum buli-buli. Secara anatomis buli-buli terdiri dari tiga permukaan, yaitu (1)
permukaan superior yang berbatasan dengan rongga peritoneum (2) permukaan inferoinferior
dan (3) permukaan posterior.

Gambar 1. Sistem urinarius

1
Gambar 2.
Anatomi Buli-buli

Buli-buli berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian mengeluarkannya


melalui uretra dalam mekanisme berkemih. Dalam menampung urin, buli-buli mempunyai
kapasitas yang maksimal, yang volumenya untuk orang dewasa kurang lebih adalah 300-450
ml, sedangkan kapasitas buli-buli pada anak menurut formula dari koff adalah:

Kapasitas buli- buli = ( umur(tahun)+ 2 )x 30

Pada saat kosong, buli-buli terdapat di belakang simpisis pubis dan pada saat penuh
berada pada atas simpisis pubis sehingga dapat dipalpasi atau di perkusi. Buli-buli yang
terasa penuh memberikan rangsangan pada saraf afferen dan menyebabkan aktivasi miksi di
medulla spinalis segmen sacral S2-4. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot detrusor,
terbukanya leher buli-buli dan relaksasi spingter uretra sehingga terjadilah proses miksi.

1.3 Etiologi

Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu buli-buli yaitu
faktor instrinsik yang terdiri dari herediter (keturunan) penyakit ini diduga diturunkan dari
orang tuanya, umur, serta jenis kelamin, jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak
dibandingkan dengan pasien perempuan. Sedangkan faktor ekstrinsik terdiri dari keadaan

2
geografi, iklim, temperatur, asupan air, diet, dan pekerjaan. Geografi, kebanyakan didaerah
pegunungan, padang pasir, dan daerah tropis. Iklim, individu yang menetap di daerah
beriklim panas dengan paparan sinar ultraviolet tinggi akan cenderung mengalami dehidrasi
serta peningkatan produksi vitamin D3 (memicu peningkatan ekskresi kalsium dan oksalat)
sehingga insiden batu saluran kemih akan meningkat. Asupan air, kurangnya asupan air dan
tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu
saluran kemih. Diet, obat sitostatik untuk penderita kanker juga memudahkan terbentuknya
batu saluran kemih, karena obat sitostatik bersifat meningkatkan asam urat dalam tubuh, diet
banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.
Dan pekerjaan, penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk
atau kurang aktifitasnya.

Batu buli-buli atau vesikolitiasis sering terjadi pada pasien yang menderita gangguan
miksi atau terdapat benda asing di buli-buli yang aktivitasnya sebagai inti batu. Gangguan
miksi terjadi pada pasien-pasien hiperplasia prostat, striktura uretra, divertikel buli-buli dan
buli-buli neurogenik. Pada suatu studi dilaporkan pada pasien dengan cidera spinal dimana ia
mempunyai kelainan neurogenik blader dalam delapan tahun, 36%nya berkembang menjadi
batu buli-buli. Benda asing tersebut dibedakan menjadi iatrogenic dan non iatrogenik. Benda
iatrogenic terdiri dari bekas jahitan, balon folley kateter yang pecah, kalsifikasi yang
disebabkan karena iritasi balon kateter, staples, uretral stens, peralatan kontrasepsi, prostetik
uretral stents. Noniatrogenik disebabkan adanya benda yang terkandung pada buli-buli seusai
pasien rekreasi atau alasan yang lain. Selain itu batu buli-buli dapat berasal dari batu ginjal
atau batu ureter yang turun ke buli-buli yang banyak dijumpai pada anak-anak yang
menderita kurang gizi atau yang sering menderita dehidrasi atau diare. Infeksi pada saluran
kemih akan mempercepat timbulnya batu. Inflamasi pada buli-buli dapat disebabkan karena
hal sekunder misalnya sinar radiasi atau infeksi shiztomiasis yang juga merupakan
predisposisi batu buli-buli.

Gangguan metabolik juga merupakan faktor predisposisi terjadi pembentukan batu.


Pada pasien ini batu umumnya terbentuk dari bahan calsium dan struvit. Pada pasien yang
mempunya predisposisi dilakukan evaluasi ada tidaknya hal yang memicu statisnya urin,
misalnya BPH. Pada perempuan yang memakai celana ketat, dan cystocele

3
1.4 Patofisiologi
Pada umumnya batu buli-buli terbentuk dalam buli-buli, tetapi pada beberapa kasus
batu buli terbentuk di ginjal lalu turun menuju buli-buli, kemudian terjadi penambahan
deposisi batu untuk berkembang menjadi besar. Batu buli yang turun dari ginjal pada
umumnya berukuran kecil sehingga dapat melalui ureter dan dapat dikeluarkan spontan
melalui uretra.

Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada tampat-
tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urine), yaitu pada sistem kalises
ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretro-pelvis),
divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostate benigna, striktura,
dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya
pembentukan batu. Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam
keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang
menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi
membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik
bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup
besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk
itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari
sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup
besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh pH larutan,
adanya koloid di dalam urine, konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine di dalam
saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai
inti batu. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang berikatan
dengan oksalat maupan dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat;
sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium ammonium fosfat (batu
infeksi), batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis
pembentukan batu-batu diatas hampir sama, tetapi suasana didalam saluran kemih yang
memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam hal ini misalkan batu asam urat
mudah terbentuk dalam asam, sedangkan batu magnesium ammonium fosfat terbentuk karena
urine bersifat basa.

Pada penderita yang berusia tua atau dewasa biasanya komposisi batu merupakan batu
asam urat yaitu lebih dari 50% dan batu paling banyak berlokasi di vesika. Batu yang terdiri

4
dari calsium oksalat biasanya berasal dari ginjal. Pada batu yang ditemukan pada anak
umumnya ditemukan pada daerah yang endemik dan terdiri dari asam ammonium material,
calsium oksalat, atau campuran keduanya. Hal itu disebabkan karena susu bayi yang berasal
dari ibu yang banyak mengandung zat tersebut. Makanan yang mengandung rendah pospor
menunjang tingginya ekskresi amonia. Anak-anak yang sering makan makanan yang kaya
oksalat seperti sayur akan meningkatkan kristal urin dan protein hewan (diet rendah sitrat).

Batu buli-buli juga dapat terjadi pada pasien dengan trauma vertebra/ spinal injury,
adapun kandungan batu tersebut adalah batu struvit/Ca fosfat. Batu buli-buli dapat bersifat
single atau multiple dan sering berlokasi pada divertikel dari ventrikel buli-buli dan biasanya
berukuran besar atau kecil sehingga menggangu kerja dari vesika. Gambaran fisik batu dapat
halus maupun keras. Batu pada vesika umumnya mobile, tetapi ada batu yang melekat pada
dinding vesika yaitu batu yang berasal dari adanya infeksi dari luka jahitan dan tumor intra
vesika.

1.5 Komposisi Batu

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat atau kalsium
fosfat, asam urat, magnesium ammonium fosfat, xanthin, sistein, silikat dan senyawa lainnya.
Data mengenai kandungan atau komposisi batu sangat penting untuk pencegahan timbulnya
batu yang residif.

a. Batu Kalsium
Batu ini merupakan batu yang paling banyak ditemukan yaitu sekitar 70- 80% dari
seluruh batu saluran kemih. Adapun kandungannya adalah kalsium oksalat, kalsium fosfat
atau campuran keduanya. Faktor terjadinya batu oksalat adalah sebagi berikut:

 Hiperkalsiuri merupakan kenaikan kadar kalsium dalam urin yang melebihi 250-
300mg/24jam, disebabkan oleh peningkatan absorbsi kalsium melalui usus,
gangguan reabsorbsi kalsium oleh ginjal, dan peningkatan reabsorbsi tulang
karena hiperparatiroid atau tumor paratiroid.
 Hiperoksaluri merupakan peningkatan ekskresi oksalat melebihi 45 gram/ hari,
keadaan ini banyak diderita oleh penderita yang mengalami kelainan usus karena
post operasi dan diet kaya oksalat, misalnya teh, kopi instant, minuman soft
drinks, kokoa, jeruk, sitrun, dan sayuran yang berwarna hijau terutama bayam.

5
 Hiperurikosuri merupakan kadar asam urat di dalam urin melebihi 850mg/ 24 jam.
Asam urat yang berlebihan dalam urin bertindak sebagai inti batu terhadap
pembentukan batu kalsium oksalat. Sumber asam urat dalam urin berasal dari
makanan yang mengandung banyak purin maupun berasal dari metabolisme
endogen.
 Hipositraturia merupakan sitrat berikatan dengan kalsium di dalam urin sehingga
calsium tidak lagi terikat dengan oksalat maupun fosfat, karenanya merupakan
penghambat terjadinya batu tersebut. Kalsium sitrat mudah larut sehingga hancur
dan dikeluarkan melalui urin.
 Hipomagnesia, magnesium juga merupakan penghambat seperti halnya sitrat.
Penyebab tersering dari hipomagnesia adalah inflamasi usus yang diikuti
gangguan absorbsi. Penyebab tersering hipomagnesuria ialah penyakit inflamasi
usus (inflammatory bowel disease) yang diikuti dengan gangguan malabsorbsi.
b. Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini karena proses
infeksi pada saluran kemih. Hal ini disebabkan karena infeksi yang sebagian besar karena
kuman pemecah urea, sehingga urea yang menghasilkan suasana basa yang
mempermudah mengendapnya magnesium fosfat, ammonium, karbonat. Kuman tersebut
diantaranya adalah Proteus spp, Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, dan stafilokokus.
c. Batu Asam urat merupakan batu yang terjadi pada 5-10% kasus batu. 75- 80% adalah batu
asam urat murni dan sisanya merupakan campuran dengan asam oksalat. Batu ini banyak
diderita oleh pasien dengan gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapat terapi
antikanker, dan banyak menggunakan obat urikosurik diantaranya tiazid, salisilat,
kegemukan, peminum alkohol, diet tinggi protein. Adapun faktor predisposisi terjadinya
batu asam urat adalah urin yang terlalu asam, dehidrasi atau konsumsi air minum yang
kurang dan tingginya asam urat dalam darah.
d. Batu jenis lain diantaranya batu sistin, batu santin, dan batu silikat sangat jarang dijumpai.
Batu sistin didapatkan karena kelainan metabolisme yaitu kelainan absorbsi sistin di
mukosa usus. Pemakaian antasida yang mengandung silikat berlebihan dalam jangka
waktu yang lama dapat memungkinkan terbentuknya batu silikat.
1.6 Manifestasi klinis
Pasien yang mempunyai batu buli sering asimtomatik, tetapi pada anamnesis biasanya
dilaporkan bahwa penderita mengeluh nyeri suprapubik, disuria, gross hematuri terminal,
perasaan ingin kencing, sering kencing di malam hari, perasaan tidak enak saat kencing, dan

6
kencing tiba-tiba terhenti kemudian menjadi lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh.
Gejala lain yang umumnya terjadi dalam menyertai nyeri yaitu nyeri menjalar dari ujung
penis, scrotum, perineum, punggung dan panggul, perasaan tidak nyaman tersebut biasa
bersifat tumpul atau tajam, disamping sering menarik-narik penisnya pada anak laki-laki dan
menggosok-gosok vulva pada anak perempuan. Rasa sakit diperberat saat pasien sedang
beraktivitas, karena akan timbul nyeri yang tersensitisasi akibat batu memasuki leher vesika.
Pasien anak dengan batu buli sering disertai dengan priapism dan disertai ngompol.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan vesika urinaria tampak penuh pada inspeksi, ketika
dipalpasi didapatkan blader distended pada retensi akut. Adapun tanda yang dapat dilihat
adalah hematuri mikroskopik atau bahkan gross hematuri, pyuria, bakteri yang positif pada
pemeriksaan kultur urin.

1.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan urin
Pemeriksaan urin sering dilakukan karena tidak mahal dan hasilnya dapat
menggambarkan jenis batu dalam waktu yang singkat. Pada pemeriksaan dipstick, batu buli
berhubungan dengan hasil pemeriksaan yang positif jika mengandung nitrat, leukosit esterase
dan darah. Batu buli sering menyebabkan disuri dan nyeri hebat, oleh sebab itu banyak pasien
sering mengurangi konsumsi air minum sehingga urin akan pekat. Pada orang dewasa, batu
buli akan menyebabkan urin asam. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya sel darah
merah dan pyuria( leukosit), dan adanya kristal yang menyusun batu buli. Pemeriksaan urin
juga berguna untuk memberikan antibiotik yang rasional jika dicurigai adanya infeksi.

b. Pemeriksaan Imaging
 Urografi
Pemeriksaan radiologis yang digunakan harus dapat memvisualisasikan saluran
kemih yaitu ginjal, ureter dan vesika urinaria (KUB). Tetapi pemeriksaan ini mempunyai
kelemahan karena hanya dapat menunjukkan batu yang radioopaque. Batu asam urat dan
ammonium urat merupakan batu yang radiolucent. Tetapi batu tersebut terkadang dilapisi
oleh selaput yang berupa calsium sehingga gambaran akhirnya radioopaque. Pelapisan
adalah hal yang sering, biasanya lapisan tersebut berupa sisa metabolik, infeksi dan
disebabkan hematuri sebelumnya.

 Cystogram/ intravenous pyelografi

7
Jika pada pemeriksaan secara klinik dan foto KUB tidak dapat menunjukkan
adanya batu, maka langkah selanjutnya adalah dengan pemeriksaan IVP. Adanya batu
akan ditunjukkan dengan adanya filling defek.

 Ultrasonografi (USG)
Batu buli akan terlihat sebagai gambaran hiperechoic, efektif untuk melihat batu
yang radiopaque atau radiolucent.

 CT scan
Pemeriksaan ini dilakukan untuk banyak kasus pada pasien yang nyeri perut,
massa di pelvis, suspect abses, dan menunjukkan adanya batu buli- buli yang tidak dapat
ditunjukkan pada IVP. Batu akan terlihat sebagian batu yang keruh.

 MRI
Pemeriksaan ini akan menunjukkan adanya lubang hitam yang semestinya tidak
ada pada buli yang seharusnya terisi penuh, ini diassosiasikan sebagai batu.

 Sistoskopi
Pada pemeriksaan ini dokter akan memasukkan semacam alat endoskopi melalui
uretra yang ada pada penis, kemudian masuk kedalam blader.

Gambar 7. Sistoskopi

1.8 Pengobatan

a. Konservatif

8
Terapi ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm, karena diharapkan
batu dapat keluar spontan. Memberikan minum yang berlebihan disertai diuretik. Dengan
produksi air kemih yang lebih banyak diharapkan dapat mendorong batu keluar dari saluran
kemih. Pengobatan simptomatik mengusahakan agar nyeri, khususnya kolik, yang terjadi
menghilang dengan pemberian simpatolitik. Dan berolahraga secara teratur.

Adanya batu struvit menunjukkan terjadinya infeksi saluran kemih, karena itu
diberikan antibiotik. Batu strufit tidak dapat dilarutkan tetapi dapat dicegah pembesarannya
bila diberikan pengobatan dengan pengasaman urin dan pemberian antiurease, seperti
Acetohidroxamic acid. Ini untuk menghambat bakteri urease dan menurunkan kadar
ammonium urin.

Pengobatan yang efektif untuk pasien yang mempunyai batu asam urat pada saluran
kemih adalah dengan alkalinisasi supaya batu asam yang terbentuk akan dilarutkan. Pelarutan
batu akan terjadi apabila pH urin menjadi lebih tinggi atau berjumlah 6,2. Sehingga dengan
pemberian bikarbonas natrikus disertai dengan makanan alkalis, batu asam urat diharapkan
larut. Potasium Sitrat (polycitra K, Urocit K) pada dosis 60 mEQ dalam 3-4 dosis perhari
pemberian digunakan untuk terapi pilihan. Tetapi terapi yang berlebihan menggunakan
sediaan ini akan memicu terbentuknya deposit calsium pospat pada permukaan batu sehingga
membuat terapi tidak efektif lagi. Atau dengan usaha menurunkan produksi kadar asam urat
air kemih dan darah dengan bantuan alopurinol, usaha ini cukup memberi hasil yang baik.
Dengan dosis awal 300 mg perhari, baik diberikan setelah makan.

b. Litotripsi
Pemecahan batu telah mulai dilakukan sejak lama dengan cara buta, tetapi dengan
kemajuan tehnik endoskopi dapat dilakukan dengan cara lihat langsung. Untuk batu kandung
kemih, batu dipecahkan dengan litotriptor secara mekanis melalui sistoskop atau dengan
memakai gelombang ultrasonic atau elektrohidrolik. Makin sering dipakainya gelombang
kejut luar tubuh (ESWL = Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang dapat memecahkan
batu tanpa perlukaan ditubuh sama sekali. Gelombang kejut dialirkan melalui air ke tubuh
dan dipusatkan di batu yang akan dipecahkan. Batu akan hancur berkeping-keping dan keluar
bersama kemih.

c. Terapi pembedahan
Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotriptor, alat gelombang kejut atau
bila cara non bedah tidak berhasil. Walaupun demikian kita harus memerlukan suatu indikasi.

9
Misalnya apabila batu kandung kemih selalu menyebabkan gangguan miksi yang hebat
sehingga perlu diadakan tindakan pengeluarannya. Litotriptor hanya mampu memecahkan
batu dalam batas ukuran 3 cm kebawah. Batu diatas ukuran ini dapat ditangani dengan batu
kejut atau sistolitotomi.

1. Transurethral Cystolitholapaxy: tehnik ini dilakukan setelah adanya batu ditunjukkan


dengan sistoskopi, kemudian diberikan energi untuk membuat nya menjadi fragmen
yang akan dipindahkan dari dalam buli dengan alat sistoskopi. Energi yang digunakan
dapat berupa energi mekanik (pneumatic jack hummer), ultrasonic dan
elektrohidraulik dan laser.
2. Percutaneus Suprapubic cystolithopaxy: tehnik ini selain digunakan untuk dewasa
juga digunakan untuk anak- anak, tehnik percutaneus menggunakan endoskopi untuk
membuat fragmen batu lebih cepat hancur lalu dievakuasi.sering tehnik ini digunalan
bersama tehnik yang pertama denagn tujuan stabilisasi batu dan mencegah irigasi
yang ditimbulkan oleh debris pada batu.
3. Suprapubic Cystostomy: tehnik ini digunakan untuk memindah batu dengan ukuran
besar, juga di indikasikan untuk membuang prostate, dan diverculotomy.
Pengambilkan prostate secara terbuka diindikasikan jika beratnya kira- kira 80-100gr.
Keuntungan tehnik ini adalah cepat, lebih mudah untuk memindahkan batu dalam
jumlah banyak, memindah batu yang melekat pada mukosa buli dan kemampuannya
untuk memindah batu yang besar dengan sisi kasar. Tetapi kerugian penggunaan
tehnik ini adalah pasien merasa nyeri post operasi, lebih lama dirawat di rumah sakit,
lebih lama menggunakan kateter.

1.9 Pencegahan
 Diuresis yang adekuat
Untuk mencegah timbulnya kembali batu maka pasien harus minum banyak
sehingga urin yang terbentuk tidak kurang dari 1500 ml. pada pasien dengan batu asam
urat dapat digunakan alkalinisasi urin sehingga pH dipertahankan dalam kisaran 6,5-7,
mencegah terjadinya hiperkalsemia yang akan menimbulkan hiperkalsiuria pasien
dianjurkan untuk mengecek pH urin dengan kertas nitrasin setiap pagi.

 Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu


 Eradikasi infeksi saluran kemih khususnya untuk batu struvit

10
11
Tinjauan Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
a. Biodata
 Usia : paling sering terjadi pada usia 30-50 th
 Jenis kelamin : pria peling sering banyak menderita penyakit ini
 Suku/bangsa : bangsa asia dan afrika
 Pekerjaan : orang yang banyak bekerja duduk dan kurang aktivitas beresiko
terkena penyakit ini
b. Riwayat Penyakit sekarang
Keluhan utama pada px adalah nyeri kandung kemihdan menjalar ke penis berat dan
ringannya tergantung pada lokasi dan besarnya batu, nyeri kolik renal
c. Riwayat penyakit dahulu
Px pernah mengalami infeksi kemih, hiperparatiroidisme, inflamasi usus,
hiperkolasemia, imobilisasi lama dan dehidrasi
d. Riwayat penyakit keluarga
Keluarga px pernah mengalami renal tubor asidosis,cystinuria,xanthiuria dan
dehidraxenadenuria
e. Pemeriksaan fisik
a) k/u letih, lesu, lelah dan klien tampak gelisah
b) TTV
N:tidak takikardi atau bradikardi
S: hipertermi karena ada reaksi inflamasi
TD: tidak mengalami peningkatan atau penurunan kecuali ada faktor genetik
hipotensi atau hipertensi
RR: RR normal 16-20x/ menit
c) B1-B6
 B1: fungsi pernafasan baik, tidak ada pernafasan cupping hidung,
tidak ada suara nafas tambahan, bentuk dada simetris
 B2 : tidak pusing, sakit kepala, palpitasi, nyeri dada dan kram kaki,
suara jantung normal
 B3: composmentis, GCS 4,5,6
 B4: produksi urine < 400-500 ml frek lebih dari 6x /hari, menetes,
warna pekat seperti teh, terlihat ada kristal dan berbau khas, nyeri

12
pinggang, sifat nyeri tumpul, terus menerus, adanya distensi pada
kandung kemih, peningkatan berkemih, dan keluar butiran-butiran
batu
 B5 : fungsi mengunyah dan menelan baik, bising usus normal, tidak
nyeri tekan dan distensi, BAB lancar 1x/hari
 B6 : intoleransi aktivitas, tidak parase, paralise dan hemiparese, tidak
ada kelainan pada ekstrimitas, akral hangat,kering dan merah, turgor
baik
B. Diagnosa Keperawatan
a. Pre operasi
 Nyeri akut b.d peningkatan frekuensi atau dorongan kontraksi uretral, trauma
jaringan, pembentukan edema, iskemia seluler
 Gg eliminasi urine b.d stimulasi kandung kemih oleh batu, obstruksi mekanik, dan
inflamasi
 Intoleransi aktivitas b.d kelemahan umum
b. Intra operasi
 Ketidakefektifan jalan nafas b.d penumpukan secret
 Resiko aspirasi b.d mual muntah

 Devisit volume cairan b.d perdarahan


c. Post operasi
 Hipotermi b.d sianosis
 Resiko jatuh b.d kesadarn belum sempurna
C. Intervensi keperawatan
a. Pre operasi
Nyeri akut b.d peningkatan frekuensi atau dorongan kontraksi uretral, trauma jaringan,
pembentukan edema, iskemia seluler
Tujuan : nyeri hilang dengan spasme terkontrol
KH: px tampak rileks, px mampu tidur, tidak gelisah, tidak merintih
Intervensi:
1. Observasi ttv
2. Catat lokasi, lamanya intensitas, penyebaran dan tanda-tanda nonverbal
3. Jelaskan penyebab nyeri dan perubahan karakteristik nyeri
4. Berikan tindakan nyaman relaksasi dan distraksi

13
b. Intra operasi
Ketidakefektifan jalan nafas b.d penumpukan secret
Tujuan : bersihan jalan nafas meningkat
KH: px mampu mengeluarkan secret tanpa bantuan yaitu batuk efektif, tidak ada
suara nafas tambahan, produksi sputum menurun
Intervensi:
1. Monitor pola nafas yaitu frekuensi, kedalaman, usaha nafas
2. Monitor bunyi nafas tambahan
3. Monitor sputum
4. Lakukan suction kurang dari 15 dtk
5. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head tlit dan chin lift
6. Berikan hiperoksigenasi sebelum penghisapan
7. Monitor posisi selang ett terutama setelah mengubah posisi
8. Kurangi tekanan balon ett secara periodik
c. Post operasi
Resiko jatuh b.d kesadarn belum sempurna
Tujuan : tingakat jatuh menurun
KH: jatuh dari tempat tidur menurun
Intervensi:
1. Identifikasi faktor resiko jatuh yaitu usia lebih 65 tahun, penurunan tingkat
kesadaran, deficit kognitif, gg keseimbangan
2. Identifikasi resiko jatuh tiap 5 menit
3. Membangunkan dan memberikan informasi kalau operasi sudah selesai
4. Pastikan roda tempat tidur dalam kondisi terkunci

14
15
DAFTAR PUSTAKA

1. Basler, J. 2007. Bladder Stones. Emedicine Journal. Sited by http://www.emedicine.com.

2. de Jong, W. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:EGC

3. Purnomo, B. B. 2007. Dasar-dasar Urologi. Malang: Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya.

4. Reksoprojo, S. 1995. Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara

5. Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., dan Setiati, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

16
Format Pengkajian

Asuhan Keperawatan Perioperatif

Identitas Klien

Nama : Tn S

Umur : 65 th

Jenis Kelamin : laki-laki

Suku/bangsa : jawa/Indonesia

Agama : islam

Pendidikan : SD

Alamat : Dsn Bandung Sekaran Rt 01 Rw 01 Balongpanggang Gresik Jawa Timur

No RM : 698xxx

Tgl MRS : 15-03-20

Diagnose : Batu Buli-Buli

1. Pasien mulai dirawat di ruang premedikasi


Tanggal: 16-03-20 jam : 09.00WIB
2. Keluhan utama : Nyeri pada saat BAK
3. Riwayat Kesehatan :
a. Riwayat Kesehatan Sekarang:
1 bulan yang lalu Px merasakan nyeri saat BAK, nyeri semakin parah kemudian
dibawa ke IGD RSIS dan disarankan MRS di ruang dahlia dan dijadwalkan
operasi tanggal 16-03-20 saat dilakukan pengkajian px mengatakan nyeri saat
BAK, nyeri pada perut bagian bawah, BAK tidak tuntas, nyeri menjalar ke
penis, skala nyeri 4, nyeri dirasakan terus menerus, ekspresi wajah kadang
tampak menyeringai, BAK spontan.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu :
Px tidak memeiliki riwayat penyakit jantung dan DM tetapi memiliki riwayat
penyakit HT.
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Px mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit
menurun dan menular.
4. Pemeriksaan Fisik :
a. Breathing /B1: jalan nafas bersih, tidaka ada sumbatan, irama nafas teratur,
kedalaman nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak ada pernafasan
cuping hidung, suara nafas vesikuler, bentuk dada simetris, RR= 18x/mnt

17
sebelum,selama dan sesudah operasi, selama dan sesudah operasi px
menggunakan nasal canul.
b. Blood/ B2 : akral hangat, kering dan merah, kekuatan pulsasi kuat, crt< 2dtk,
konjungtiva mera mudah, irama jantung teratur, suara jantung normal, tidak ada
nyeri dada, tidak pusing, px terlihat cemas dan sering bertanya tentang tindakan
operasi yang akan dilakukan, perdarahan sedikit selama operasi,
─ sebelum operasi TD:134/83 mmhg, N: 80 x/mnt s: 37ᵒc, infuse assering
7 tpm
─ saat operasi : TD:136/83 mmhg, N: 80 x/mnt s: 37ᵒc, infuse assering 7
tpm
─ sesudah operasi : TD:119/73 mmhg, N: 80 x/mnt s: 37ᵒc, infuse assering
7 tpm
c. Brain/ B3 : kesadaran composmentis, GCS : 4,5,6 , pupil isokhor, ada respon
cahaya, tidak kejang, tidak pelo dan tidak disartia, saat operasi px dilakukan
jenis pembiusan regional, tidak ada nyeri saat injeksi spinal dan saat insisi jenis
insisi vertical
d. Bladder/ B4 : tidak terpasang kateter, produksi urine < 500-1000ml frek lebih
dari 6x/hari, urine menetes, warna pekat seperti the, berbau khas, keluar butiran-
butiran batu, nyeri saat BAK, skala nyeri 4, nyeri tumpul dan dirasakan terus
menerus, adanya distensi pada kandung kemih, nyeri menjalar ke penis, pada
saat dan sesudah operasi px menggunakan kateter dan jumlah urine setelah
operasi 100ml warna merah
e. Bowel/B5 : fungsi menelan dan mengunyah baik, peristaltic normal frek
15x/mnt, BAB lancar 1x/hari, pasien puasa sebelum operasi dari jam 24 malam,
tidak mual dan muntah
f. Bone/B6: tidak ada kelainan pada ekstrimitas, tidak ada fraktur, kekuatan otot
normal, pada saat operasi kekuatan otot pada ekstrimitas bawah lemah dan tidak
terasa
5. Prosedur Khusus Operatif
─ Tindakan sebelum pembedahan dilakukan tindakan persiapan psikologis,
lembar infrom consent, puasa, pembersihan kulit, pembersihan saluran
pencernaan, pengosongan kandung kemih,terapi cairan assering, memakai
baju operasi, penyiumpanan perhiasan aksesoris, kacamata, dan anggota
tubuh palsu
─ Tindakan bantuan salama pembedahan adalah pemberian oksigen nasal
kanule dan suctioning sebanyak 2000ml
6. Posisi pasien di meja operasi: supinasi
7. Jenis operasi: Bersih Kontaminasi
8. Nama operasi: vesikolitotomi
9. Dokter Bedah : dr. Yasin Sp B
10. Pembedahan berlangsung salama: 1 jam tindakan operasi dimulai pada jam 13 .30
WIB
11. Pemberian Obat-obatan oleh dr Krisna, Sp AN tanggal : 16-03-20
o lidocain,

18
o vicillin drip 50cc/iv,
o ondansetron 1ml/iv
o antrain 2ml/iv
o pethidin 50mg/im
o midazolam 2,5mg/im
o antoponin sulfat 0,25mg/im
12. Risiko Cedera atau Jatuh :
DEWASA : pasien terpasang infus
Keterangan :
Tidak berisiko = 0-24
Risiko rendah = 25-50
Risiko tinggi = ≥51

ANAK : ...............................................................................(jelaskan beserta nilai)


Keterangan :
Rendah = 7-11
Tinggi = ≥12

LANSIA : px mengalami agitasi, dan mengeluh pengelihatannya buram, px


mengalami perubahan perilaku berkemih
Keterangan :
Rendah = 0-5
Sedang = 6-16
Tinggi = 17-30
13. Pemeriksaan Penunjang
a. X-ray: foto thoraks normal
b. Hasil Laboratorium:
Hb: 13,3
BUN: 12,7
Sc: 1,49
Uric Acid: 6,8
SGOT: 49,6
SGPT: 55,5
HbSAg : positif

c. Hasil USG
19
Ren bilateral : besar normal, echo cortex normal, batas cortex normal dengan
medulla jelas, tampak batu, buli-buli: ada batu ukuran 38,2x21mm,
prostat 39,5 cc
Kesimpulan: S. BPH dan batu buli buli
14. Pasien pindah ruangan : Dahlia Jam : 16.00 WIB

Gresik, 16 Maret 2020

Mahasiswa

Yang mengkaji

Intan Putri Ramadhani

20
Analisa Data

Data Etiologi Masalah Keperawatan


Ds: Obstruksi saluran kemih
px mengatakan nyeri saat Nyeri akut
BAK Retensi urine D.6074
P: adanya batu pada kandung
kemih Tekanan blas meningkat
Q: terasa tumpul dan
menjalar ke penis Iritasi pada blas
R: nyeri dibagian pinggang
S: skala nyeri 4 Nyeri
T: terus menerus

Do:
px tampak menyeringai,
urine menetes, warna pekat
seperti teh, keluar butiran-
butiran batu, adanya distensi
kandung kemih, tidak
terpasang kateter,
TD:134/83 mmhg,
N: 80 x/mnt
s: 37ᵒc,
RR= 18x/mnt
Ds: Sisa anestesi sab Resiko jatuh
px mengatakan kaki nya D.0043
kesemutan Kesadaran belum pulih
Do:
px bergerak tidak terkontrol Kelumpuhan ekstrimitas
dan tidak mampu bawah
menggerakkan ekstrimitas
bawah Resiko jatuh

Ds: Direncanakan operasi Ansietas


px mengatakan cemas dan D.0080
gelisah karena baru Kurang terpapar informasi
pertamakali operasi
Do: Krisis situasional
k/u cukup, px tampak
gelisah, px terus bertanya ansietas
tentang tindakan operasi
yang akan dilakukan
Ds: - Sayatan luka Resiko infeksi
Do: D.0143
Dilakukan operasi Port de entere
vesikolitotomi, luka tertutup mikroorganisme
kasa dan hypafix
Resiko infeksi

21
Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b.d iritasi pada blas d.d px mengatakan nyeri saat BAK P: adanya batu
pada kandung kemihm, Q: terasa tumpul dan menjalar ke penis, R: nyeri dibagian
pinggang, S: skala nyeri 4, T: terus menerus, px tampak menyeringai, urine
menetes, warna pekat seperti teh, keluar butiran-butiran batu, adanya distensi
kandung kemih, tidak terpasang kateter, TD:134/83 mmhg, N: 80 x/mnt s: 37ᵒc,
RR= 18x/mnt
2. Ansietas b.d krisis situasional d.d px mengatakan cemas dan gelisah karena baru
pertamakali operasi, k/u cukup, px tampak gelisah, px terus bertanya tentang
tindakan operasi yang akan dilakukan
3. Resiko jatuh b.d penurunan tingkat kesadaran dan kelumpuhan ekstrimitas bawah d.d px
mengatakan kaki nya kesemutan, px bergerak tidak terkontrol dan tidak mampu
menggerakkan ekstrimitas bawah
4. Resiko infeksi b.d tindakan invasive, trauma jaringan d.d Dilakukan operasi
vesikolitotomi, luka tertutup kasa dan hypafix

Intervensi keperawatan

Diagnose keperawatan, tujuan, Intervensi Rasional


kriteria hasil
Nyeri akut b.d iritasi pada blas 1. Identifikasi lokasi,
Tujuan : tingkat nyeri menurun karakteristik, durasi
KH: frekuensi, kualitas,
─ Keluhan nyeri tidak ada intensitas dan skala nyeri
─ Px tidak terlihat 2. Identifikasi respon nyeri
meringis non verbal
─ Ttv membaik 3. Jelaskan penyebab nyeri
─ Px tampak rileks dan 4. Anjurkan teknik distraksi
tenang dan relaksasi
5. Kolaborasi dalam
pemberian analgesik jika
perlu
Ansietas b.d krisis situasional 1. Monitor ttv
Tujuan : tingkat ansietas 2. Jelaskan rangkaian kegiatan
menurun dan kejadian rutin
KH: 3. Jelaskan bahwa operasi
─ Px menyatakan siap sudah dilakukan dan
untuk dilakukan operasi ditangani oleh tim ahli
─ Perilaku tegang dan 4. Kolaborasi dalam
gelisah menurun pemberian premedikasi
5. Berikan kesempatan untuk
menenangkan diri dan
berdoa
Resiko jatuh b.d penurunan 1. Identifikasi faktor resiko
tingkat kesadaran dan jatuh yaitu usia lebih dari 65
kelumpuhan ekstrimitas bawah th, penurunan tingkat
Tujuan : tingkat jatuh menurun kesadaran, gg keseimbangan
KH: 2. Monitor ttv
─ Px mengatakan 3. Atur posisi secara benar

22
kesemutan pada kaki 4. Pasang restrain atau sabuk
menghilang pengaman pada px di meja
─ Px bergerak terkontrol operasi dengan benar
dan mampu
menggerakkan
ekstrimitas bawah
─ Px tidak jatuh dan
cidera
Resiko infeksi b.d tindakan 1. Batasi jumlah petugas di
invasive, trauma jaringan ruang operasi
Tujuan : tidak ada tanda-tanda 2. Lakukan pemberian
resiko infeksi yang muncul antibiotic profilaksis sesuai
KH: advise 1 jam sebelum
─ Tidak ada kemerahan, pembedahan
panas, bengkak dan 3. Siapkan instrument dan
nyeri alkes steril dan alat
─ Luka tertutup kassa dan penunjang yang lain
terfiksasi dengan 4. Lakukan scrubing,
hipafix growing,gloving,drapping
dengan benar
5. Lakukan prosedur time out
6. Lakukan prosedur aseptic
setiap melakukan tindakan
7. Lakukan prosedur sign out
8. Tutup luka operasi dengan
kasa steril dan fiksasi
dengan benar

Implementasi

Tanggal Diagnose Implementasi Waktu Paraf


16/03/2 Nyeri akut b.d 1. mengidentifikasi lokasi, 09.10
0 iritasi pada blas karakteristik, durasi frekuensi,
kualitas, intensitas dan skala nyeri
2. mengidentifikasi respon nyeri non 09.10
verbal
3. menjelaskan penyebab nyeri 09.15
4. menganjurkan teknik distraksi dan 09.20
relaksasi
5. melakukan kolaborasi dalam 09.25
pemberian analgesik jika pethidin
50mg
Ansietas b.d krisis 1. memonitor ttv 09.00
situasional 2. menjelaskan rangkaian kegiatan dan 09.15
kejadian rutin
3. menjelaskan bahwa operasi sudah
dilakukan dan ditangani oleh tim 09.25
ahli
4. melakukan kolaborasi dalam 09.25
pemberian premedikasi
5. memberikan kesempatan untuk
14.15
menenangkan diri dan berdoa
Resiko jatuh b.d 1. mengidentifikasi faktor resiko jatuh 09.10

23
penurunan tingkat yaitu usia lebih dari 65 th,
kesadaran dan penurunan tingkat kesadaran, gg
kelumpuhan keseimbangan
ekstrimitas bawah 2. memonitor ttv 09.10
3. mengatur posisi secara benar 13.30
4. memasang restrain atau sabuk 13.30
pengaman pada px di meja operasi
dengan benar
Resiko infeksi b.d 1. Batasi jumlah petugas di ruang 13.30
tindakan invasive, operasi
trauma jaringan 2. Lakukan pemberian antibiotic
profilaksis sesuai advise 1 jam 13.30
sebelum pembedahan
3. Siapkan instrument dan alkes steril 13.30
dan alat penunjang yang lain
4. Lakukan scrubing, 13.45
growing,gloving,drapping dengan
benar
5. Lakukan prosedur time out 13.50
6. Lakukan prosedur aseptic setiap
13.50
melakukan tindakan
7. Lakukan prosedur sign out
14.15
8. Tutup luka operasi dengan kasa 14.20
steril dan fiksasi dengan benar

Evaluasi

Tanggal Diagnose keperawatan Evaluasi


16/03/20 Nyeri akut b.d iritasi S: px mengatakan nyeri di pinggang berkurang
pada blas O: px tampak rileks dan tidak terlihat meringis,
TD:120/85 mmhg,
N: 85 x/mnt
s: 36ᵒc,
RR= 18x/mnt
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
Ansietas b.d krisis S: px mengatakan siap dilakukan tindakan operasi
situasional O: perilaku tegang dan gelisah berkurang, px tampak rileks,
TD:120/85 mmhg,
N: 85 x/mnt
s: 36ᵒc,
RR= 18x/mnt
A: masalah teratasi
P: intervensi dilanjutkan
Resiko jatuh b.d S: px mengatakan kesemutan pada kakinya menghilang
penurunan tingkat O : kaki px sudah bisa digerakkan, px terlihat bergerak
kesadaran dan terkontrol, px mulai sadar, px tidak jatuh dan cidera
kelumpuhan A: masalah teratasi
ekstrimitas bawah P: intervensi dilanjutkan
Resiko infeksi b.d S: -

24
tindakan invasive, O: tidak ada tanda-tanda infeksi yaitu kemerahan, panas, nyeri,
trauma jaringan bengkak, luka tertutup kasa dengan benar
A: masalah teratasi
P: intervensi dilanjutkan

25

Anda mungkin juga menyukai