Anda di halaman 1dari 69

SKRIPSI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECEMASAN

PASIEN YANG AKAN MENGHADAPI OPERASI DI RSUD dr. M.

HAULUSSY AMBON

OLEH :

MAGDALENA M. MATATULA

12114201130156

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

AMBON

2020

i
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KECEMASAN

PASIEN YANG AKAN MENGHADAPI OPERASI DI RSUD dr. M.

HAULUSSY AMBON

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

keperawatan.

OLEH

MAGDALENA M. MATATULA

12114201130156

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU

AMBON

2020

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Ujian Skripsi Program

Studi Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas Kristen Indonesia Maluku

pada hari...... Tanggal ...... Tempat Fakultas Kesehatan.

Tim Penguji :

Pembimbing I Pembimbing II

(Ns. M. Pattipeilohy, S.Kep., M.Kep) (D. J. Pungesehan, S.Hut., M.Se)


NIDN : 196804041989032021 NIDN : 008077601

Penguji I Penguji II

(Dr. H. J. Huliselan, M.Kes) (Ns. M. Siauta, S.Kep., M.Kep)


NIDN : NIDN :1209099001

Mengesahkan Mengetahui
Dekan Ketua Program Studi

(B. Talarima, SKM., M.Kes) (Ns. Sinthia. R. Maelissa, S.Kep., M.Kep)


NIDN : 1207098501 NIDN : 1223038001

iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Magdalena M. Matatula

NPM : 12114201130156

Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Berhubungan dengan

Kecemasan Pasien yang akan Menghadapi

Operasi di RSUD dr. M. Haulussy Ambon.

Jurusan : Keperawatan

Program Studi : Keperawatan

Fakultas : Kesehatan

Dengan ini menyatakan bahwa:

1. Karya Tulis ini adalah orisinal sendiri melalui proses penelitian, dan

didalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat orang lain,

kecuali secara tertulis menyebutkan penulis dari sumber aslinya atau

dari sumber orang lain, sebagaimana tercantum dalam daftar pustaka.

2. Saya menyerarkan hak milik atas karya tulis ini kepada Universitas

Kristen Indonesia Maluku dan oleh karenanya berhak melakukan

pengelolaan atas karya tulis ini sesuai dengan norma hukum dan etika

yang berlaku.

v
3. Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, apabila dikemudian

hari terbukti tidak sesuai dengan pernyataan ini, saya bersedia menerima

sanksi akademik sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas

Kristen Indonesia Maluku dan perundang-undangan yang berlaku.

Ambon, Mei 2020

Yang memberi pernyataan

Magdalena M. Matatula

NPM: 12114201130156

vi
ABSTRAK

Magdalena M. Matatula (12114201130156). Faktor-faktor yang

Berhubungan dengan Kecemasan Pasien yang akan Menghadapi Operasi di

RSUD dr. M. Haulussy Ambon M. Pattipeilohy, D. J. Pungesehan.

vii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,

karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

Skripsi ini dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kecemasan Pasien Yang Akan Menghadapi Operasi Di RSUD

Dr.M.Haulussy Ambon”.Penyusunan Skripsi ini dimaksudkan untuk

memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada

program S1 keperawatan Universitas Kristen Indonesia Maluku.

Dengan terselasaikan Skripsi ini maka penulis mengucapkan banyak

terima kasih kepada :

1. Dr. G. J. Damamain selaku rektor Universitas Kristen Indonesia Maluku, yang

telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk menimba ilmu di Universitas

Kristen Indonesia Maluku.

2. B. Talarima, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas

Kristen Indonesia Maluku, yang telah memberikan sarana dan prasarana

kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.

3. Ns.Sinthia. R. Maelissa, S.kep., M.Kep, selaku Ketua Program Studi Ilmu

Keperawatan, yang telah menyetujui Skripsi ini.

4. Ns. M. Pattipeilohy, S.Kep.,M.Kep, selaku pembimbing I yang selama ini

sudah membimbing penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

viii
5. D.J. Pungesehan.S.Hut.M.sc,selaku pembimbing II yang selama ini sudah

membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini.

6. Direktur Rumah Sakit beserta staf yang sudah meluangkan waktu dan

mengarahkan penulis pada saat pengambilan data awal.

7. Untuk Papa dan Mama besertaketujuh saudara yang penulis kasihi yang telah

memberikan DOA, dorongan dan semangat selama penyusunan Skripsi ini.

Semoga diberkati oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan untuk itu kritik dan saran

yang membangun dari pembaca sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan Skripsi

ini.

Ambon, Mei 2020

Penulis

ix
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN DEPAN .............................................................................. i
HALAMAN JUDUL .............................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................. vi
ABSTRACT ............................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ............................................................................ viii
DAFTAR ISI ........................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xi
DAFTAR TABEL ................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... xiii

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ...................................................................... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Umum Tentang Usia Kecemasan Pasien Operasi........ 7
B. Tinjauan Umum Tentang Pengalaman Pasien Operasi ............... 17
C. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan Paisen Operasi .............. 26
D. Kerangka Konsep ........................................................................ 33
E. Hipotesis Penelitian .................................................................... 34

BAB III. METODE PENELITIAN


A. Jenis Penelitian ........................................................................... 35
B. Tahapan Systematic Review ....................................................... 35
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampeling ................................... 37

x
D. Variabel Penelitian ...................................................................... 39
E. Analisa Data ................................................................................ 39

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian ........................................................................... 40
B. Pembahasan ................................................................................ 46

BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 51
B. Saran ........................................................................................... 51

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

xi
Halaman
Gambar 2.4 Kerangka Konsep……………………………………….... 33

DAFTAR TABEL

xii
Halaman
Tabel 4.1 Hasil Systematic Review Faktor-faktor yang Berhubungan
Dengan Kecemasan Pasien Yang Akan Menghadapi Operasi
…………………………....…………................................................... 40

DAFTAR LAMPIRAN

xiii
1. Surat Keputusan Dekan Tentang Penunjukan Pembimbing Skripsi

2. Surat Permohonan Pengambilan Data Awal

3. Surat Izin Pengambilan Data Awal

xiv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembedahan atau operasi adalah suatu tindakan pengobatan yang menggunakan

cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan di tangani

(Smeltzer, 2017). Pasien pre-operasi dapat mengalami berbagai ketakutan, takut terhadap

anestesi, takut terhadap ketidaktahuan, takut terhadap nyeri dan kematian. Selain

ketakutan tersebut pasien juga mengalami kekhawatiran lain seperti masalah finansial,

tanggung jawab terhadap keluarga dan kewajiban pekerjaan atau ketakutan akan

prognosis buruk atau kemungkinan kecacatan akan datang (Aini & Aridiana, 2016).

Kecemasan merupakan perasaan ketidaknyamanan, ketakutan dan memiliki firasat

buruk yang akan terjadi pada dirinya. Kecemasan yang dialami pasien dapat berdampak

terhadap berlangsungnya pelaksanaan operasi . Pada tahun 2017 401 RSU Depkes dan

Pemda operasi yang dilaksanakan sebanyak 642.632, yang dirinci menurut tingkat kelas

A, B, C, dan D, data tersebut dikasifikasikan berdasarkan jenis operasi. Pada kelas A,

jumlah operasi besar adalah 8.364 (16,2%), kelas B operasi besar 76.969 (19,8%), pada

kelas C jumlah operasi besar adalah 65.987 (34,0%), pada kelas D operasi besar adalah

3.307 (41,0%) (Depkes RI, 2017).

Gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia. Usia mempengaruhi

seseorang matang dan dewasa maka seseorang lebih siap dalam menghadapi suatu

1
masalah. ketika usia masih muda bahkan masih anak-anak maka seseorang akan kesulitan

dalam beradaptasi dengan keadaan lingkungan. Pada usia dewasa juga lebih sering dan

lebih banyak pada wanita. Sebagian besar kecemasan terjadi pada umur 21-45 tahun

(Bikbov et al., 2020).

Pengalaman awal pasien dalam pengobatan merupakan pengalaman-pengalaman

yang sangat berharga yang terjadi pada individu terutama untuk masa-masa yang akan

datang. Pengalaman awal ini sebagai bagian penting dan bahkan sangat menentukan bagi

kondisi mental individu di kemudian hari. Apabila pengalaman individu tentang operasi

kurang, maka cenderung mempengaruhi peningkatan kecemasan saat menghadapi

tindakan operasi (Bikbov et al., 2020).

Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari pengalaman yang berasal dari

berbagai sumber seperti media poster, kerabat dekat, media massa, media elektronik,

buku petunjuk, petugas kesehatan, dan sebagainya. Pengetahuan adalah suatu proses

dengan menggunakan pancaindera yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu

yang dapat menghasilkan pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan merupakan hasil

dari apa yang diketahui seseorang dan ini terjadi setelah orang tersebut melakukan

penginderaan terhadap objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang, sebagian pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Rolly, 2017).

Pasien yang belum mengetahui informasi dan prosedur operasi / pembedahan

yang akan dihadapinya dapat mengalami kecemasan yang ditandai dengan perilaku

seperti kesal, marah, menangis, serta menarik diri. Kecemasan ini terjadi karena banyak

2
pertanyaan seputar operasi yang akan dihadapi belum dijelaskan atau terjawab

sepenuhnya. Dalam hal ini tenaga kesehatan mempunyai peran yang penting dalam

meningkatkan pengetahuan dan sikap pasien terhadap tindakan yang akan dialaminya.

Pengetahuan yang lengkap dan jelas mengenai prosedur operasi yang akan dijalani sangat

diperlukan untuk mengurangi kecemasan pra operasi yang dialami pasien sehingga proses

operasi dapat berjalan baik (Adilah, 2016).

Berdasarkan data yang diperoleh dari World Health Organization (WHO), jumlah

pasien dengan tindakan operasi mencapai angka peningkatan yang sangat signifikan dari

tahun ketahun. Tercatat di tahun 2016 terdapat 140 juta pasien diseluruh rumah sakit di

dunia, sedangkan pada tahun 2017 data mengalami peningkatan sebesar 148 juta jiwa.

Tindakan operasi di Indonesia pada tahun 2017 mencapai 1,2 juta jiwa. Berdasarkan Data

Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun 2018 tindakan bedah

menempati urutan ke 11 dari 50 pertama penanganan pola penyakit di rumah sakit se-

Indonesia yang diperkirakan 32% diantaranya tindakan bedah laparatomi

(Hartoyo,2019:1)

Gangguan kecemasan adalah salah satu gangguan mental yang umum dengan

prevalensi seumur hidup yaitu 16%-29% (Katz, et al., 2018). Dilaporkan bahwa

gangguan kecemasan pada dewasa muda di Amerika adalah sekitar 18,1% atau sekitar 42

juta orang hidup dengan gangguan kecemasan, seperti gangguan panik, gangguan

obsesiv-kompulsif, gangguan stres pasca trauma, gangguan kecemasan umum dan fobia

(Duckworth, 2019). Sedangkan gangguan kecemasan terkait jenis kelamin dilaporkan

bahwa prevalensi gangguan kecemasan seumur hidup pada wanita sebesar 60% lebih

tinggi dibandingkan pria (NIMH dalam Donner & Lowry, 2018).

3
Di Indonesia prevalensi terkait gangguan kecemasan menurut hasil Riset

Kesehatan Dasar ( Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan bahwa sebesar 6% untuk

usia 15 tahun ke atas atau sekitar 14 juta penduduk di Indonesia mengalami gangguan

mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala kecemasan dan depresi

(Depkes, 2018).

Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang di lakukan oleh Ferlina Indra S

(2016), yang berjudul “hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kecemasan

pasien” di peroleh 80% dari 20 sampel yaitu pasien yang akan menjalani tindahkan

pembedahan di RS Muhammadiah Malang mengalami kecemasan.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2015),

tentang hubungan sikap perawat dalam memberikan informasi dan pengetahuan pasien

dengan terjadinya kecemasan pasien pre operasi elektif mayor di RSUD Dr. Soedirman

Kebumen, diambil dari 44 responden terdapat 14 (31,8 %) responden tidak mengalami

kecemasan, 28 (63,6 %) responden mengalami cemas ringan dan 2 (4,5 %) responden

mengalami cemas sedang.

Pada data awal yang penulis ambil di RSUD Dr. M. Haulussy masih banyak pasien

yang mengalami kecemasan sebab pasien sangat takut dengan penyakit yang diderita.

Pentingnya dukungan keluarga sebab, tanpa dukungan keluarga pasien tersebut akan

merasa cemas, dan takut dengan sakit yang diderita. Dukungan perawat yang bertugas di

ruangan pasien itu juga penting untuk menenangkan pasien serta berkomunikasi

teraupetik yang baik agar pasien tersebut bisa tenang dan merasa sukacita dan pasien

tersebut berangsur-angsur menjadi sembuh.

4
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan 6 pasien yang akan di lakukan

pembedahan, terdapat 3 pasien mengalami kecemasan karena belum pernah menjalani

operasi, hal tersebut di kuatkan dengan pernyataan pasien yang mengatakan tidurnya

sering terbangun dan sulit tidur. 2 pasien mengatakan pernah menjalani operasi namun

masih merasa cemas karena takut operasi gagal dan meninggal saat operasi dan 1 orang

pasien tidak mengalami kecemasan karena sudah pasrah pada tindakan yang akan di

jalani.

Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti “ Faktor-Faktor Yang Berhubungan

dengan Kecemasan Pasien Yang Akan Menghadapi Operasi Di RSUD Dr.M.Haulussy

Ambon “.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan diatas, peneliti ingin mencoba

merumuskan masalah yaitu Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kecemasan Pada

Pasien Yang Akan Menghadapi Operasi Di RSUD Dr.M.Haulussy Ambon Tahun 2020.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang Berhubungan dengan kecemasan pasien yang akan

menghadapi Operasi di RSUD dr. M. Haulussy.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk Mengetahui Hubungan Usia dengan Kecemasan Pasien yang akan

Menghadapi Operasi di RSUD dr. M. Haulussy Ambon.

5
b. Untuk Mengetahui Hubungan Pengalaman dengan Kecemasan Pasien yang akan

Menghadapi Operasi di RSUD dr. M. Haulussy Ambon.

c. Untuk Mengetahui Hubungan Pengetahuan dengan Kecemasan Pasien yang akan

Menghadapi Operasi di RSUD dr. M. Haulussy Ambon.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan “kecemasan pasien yang akan

menghadapi operasi di RSUD Dr.M.Haulussy Ambon” serta penelitian ini dapat

menjadi suatu masukkan untuk perkembangan ilmu keperawatan khususnya bagi mata

kuliah keperawatan dasar.

2. Bagi pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan

Penelitian ini dapat menjadi masukkan dalam meningkatkan mutu dan pelayanan

kesehatan di rumah sakit dan asuhan keperawatan kepada pasien operasi.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi atau bahan rujukan untuk

peneltian selanjutnya yang siftanya lebih besar dan bermanfaat bagi kemajuan

keperawatan khususnya di Indonesia.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kecemasan

1. Defenisi Kecemasan

Kecemasan adalah emosi yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan

kekhawatiran, keprihatinan, rasa takut yang kadang kita alami, dalam tingkat yang

berbeda-beda. Cemas sangat berkaitan dengan perasaan yang sangat tidak enak, khawatir,

cemas, gelisah, tidak pasti dan tidak berdaya yang disertai satu atau lebih gejala badaniah

(Prasetyo, 2019).

Kecemasan merupakan keadaan suasana hati yang ditandai oleh efek negatif dan

gejala-gejala ketegangan jasmaniah dimana seseorang mengantisipasi kemungkinan

datangnya bahaya atau kemalangan dimasa yang akan datang dengan perasaan khawatir.

Kecemasan mungkin melibatkan perasaan perilaku dan respon-respon fisiologis.

Kecemasan terjadi ketika seseorang merasa terancam baik secara fisik maupun

psikologis seperti harga diri, gambaran diri atau identitas diri (Desy, 2017).

Tingkat kecemasan yang benar sejalan dengan terjadinya ancaman bahaya.

Kecemasan dapat membantu dalam mengenali dan menghindari bahaya. Tetapi apabila

kecemasan tidak berfungsi positif dapat memunculkan ketidakseimbangan dan akan

memicu timbulnya cemas. Bahkan rasa cemas tersebut bersifat parah, permanen, dan

sangat mengganggu aktivitas (Budiannur, 2018).

7
2. Penyebab Kecemasan

Penyebab rasa cemas menurut Budiannur (2018), dapat dikelompokkan menjadi

tiga faktor yaitu :

a. Faktor biologis atau fisiologis, berupa ancaman akan kekurangan makanan,

minuman, perlindungan dan keamanan.

b. Faktor psikososial, ancaman terhadap konsep diri, kehilangan benda atau orang yang

dicintai, perubahan status sosial ekonomi.

c. Faktor perkembangan, yaitu ancaman pada masa bayi, anak dan remaja.

3. Klasifikasi Tingkat Kecemasan

Kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya

menurut Suliswati (2018) ada empat tingkatan kecemasan, yaitu:

a. Kecemasan Ringan

Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu masih


waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan indera. Dapat memotivasi
individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif dan
menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.

b. Kecemasan Sedang

Individu berfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi


penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan
orang lain.

8
c. Kecemasan Berat

Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detail yang
kecil dan spesifik dan tidak dapat berfikir hal-hal lain. Seluruh perilaku
dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah atau arahan
untuk terfokus pada area lain.

d. Panik

Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Karena hilangnya
kontrol, maka tidak melakukan apapun meskipun dengan perintah terjadi
peningkatan aktifitas motorik, berkurangnya kemampuan berhubungan dengan
orang lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu
berfungsi secara efektif. Biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian.

4. Tanda dan Gejala Kecemasan

a. Tanda dan gejala kecemasan ringan

1) Respon fisiologis yaitu sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat,

gangguan mental pada lambung

2) Respon kognitif yaitu lapang persepsi meluas, mampu menerima rangsangan yang

kompleks, konsentrasi pada masalah dan menyelesaikan masalah secara efektif

3) Respon perilaku dan emosi yaitu tidak dapat duduk atau baring dengan tenang,

tremor pada kedua tangan dan suara kadang-kadang meninggi

b. Tanda dan gejala kecemasan sedang

1) Respon fisiologis yaitu sering sesak nafas pendek, nadi dan tekanan darah

meningkat, mukut kering, anoreksia, diare atau konstipasi.

9
2) Respon kognitif yaitu lapang persepsi menyempit, tidak mampu menerima

rangsangan dari luar, dan berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya.

c. Tanda dan gejala kecemasan berat

1) Respon fisiologis yaitu nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat,

berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur dan ketegangan.

2) Respon kognnitif yaitu lapang persepsi sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan

masalah.

3) Respon perilaku dan emosi yaitu perasaan adanya ancaman meningkat, verbalisasi

cepat dan blocking.

d. Tanda dan gejala kecemasan panik

1) Respon fisiologis yaitu nafas sering pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, dan

aktivitas motorik meningkat.

2) Respon kognitif yaitu lapang persepsi sangat sempit, kehilangan pemikiran, dan

tidak dapat melakukan apa-apa.

Sumber : Stuart dan Sundeen dalam buku Asmadi (2019)

5. Patofisologi

Gangguan kecemasan merupakan respon dari persepsi ancaman yang diterima

oleh sistem saraf pusat. Persepsi ini timbul akibat adanya rangsangan dari luar serta dari

dalam yang berupa pengalaman masa lalu dan faktor genetik. Rangsangan tersebut

dipersepsi oleh panca indra lalu diteruskan dan direspon oleh sistem saraf pusat sesuai

10
pola hidup tiap individu. Didalam saraf pusat proses tersebut melibatkan jalur Cortex

Cerebri-Lumbic System-Reticular Activating System-Hypothalamus yang memberikan

impuls kepada kelenjar hipofisis untuk mensekresi mediator hormonal terhadap target

organ yaitu kelenjar adrenal yang kemudian memacu sistem saraf otonom melalui

mediator hormonal yang lain. Mediator-mediator utama dari gejala-gejala kecemasan

didalam sistem saraf pusat adalah norepinefrin dan serotonin. Neurotransmiter dan

peptida lain seperti corticotropin-releasing factor juga ikut terlibat. Sistem saraf otonom

yang berada di perifer terutama sistem saraf simpatis juga banyak memperantarai gejala

kecemasan (Riska, 2018)

6. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kecemasan

Faktor yang berhubungan dengan kecemasan dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Faktor predisposisi yang menyangkut tentang teori kecemasan (Hasmawa, 2017).

1) Teori Psikoanalitik

Teori psiskoanalitik mejelaskan tentang konflik emosional yang terjadi

antara dua elemen kepribadian diantaranya Id dan Ego. Id mempunyai dorongan

naluri dan impuls primitive seseorang, sedangkan Ego mencerminkan hati nurani

seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Fungsi

kecemasan dalam ego adalah mengingatkan ego bahwa adanya bahaya yang akan

datang.

11
2) Teori Interpersonal

Kecemasan merupakan perwujudan penolakan dari individu yang

menimbulkan perasaan takut. Kecemasan juga berhubungan dengan

perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan

kecemasan. Individu dengan harga diri yang rendah akan mudah mengalami

kecemasan.

3) Teori Perilaku

Pada teori ini, kecemasan timbul karena adanya stimulus lingkungan

spesifik, pola berfikir yang salah, atau tidak produktif dapat menyebabkan

perilaku maladaptif. Menurut Stuart (2017), penilaian yang berlebihan terhadap

adanya bahaya dalam situasi tertentu dan menilai rendah kemampuan dirinya

untuk mengatasi acaman merupakan penyebab kecemasan pada seseorang.

4) Teori Keluarga

Kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dan timbul dalam suatu

keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan kecemasan dan antara gangguan

kecemasan dengan depresi (Sunaryo, 2019).

5) Teori Biologis

Teori biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus yang

dapat meningkatkan neuroregulator inhibisi (GABA) yang berperan penting dalam

mekanisme bilogis yang berkaitan dengan kecemasan. Gangguan fisik dan

penurunan individu untuk mengatasi stressor merupakan penyerta dari kecemasan.

12
b. Faktor Presipitasi (Prasetyo, 2019)

1) Faktor Eksternal

a) Ancaman integritas fisik, Meliputi ketidakmampuan fisiologis terhadap


kebutuhan dasar sehari-hari yang bisa disebabkan karena sakit, trauma fisik,
kecelakaan.

b) Ancaman sistem diri, diantaranya ancaman terhadap identitas diri, harga diri,

kehilangan, dan perubahan status dan peran tekanan kelompok, sosial budaya.

2) Faktor Internal

a) Potensial Stresor

Stresor psikososial merupakan keadaan yang menyebabkan perubahan dalam

kehidupan sehingga individu dituntut untuk beradaptasi.

b) Maturitas

Kematangan kepribadian individu akan mempengaruhi kecemasan yang


dihadapinya. Kepribadian individu yang lebih matur maka lebih sukar
mengalami gangguan akibat kecemasan, karena individu mempunyai daya
adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan.

c) Pendidikan

Tingkat pendidikan individu berpengaruh terhadap kemampuan berpikir.


Semakin tinggi tingkat pendidikan maka individu semakin mudah berpikir
rasional dan menangkap informasi baru. Kemampuan analisis akan
mempermudah individu dalam menguraikan masalah baru.

13
d) Respon Koping

Mekanisme koping digunakan seseorang saat mengalami kecemasan.


Ketidakmampuan mengatasi kecemasan secara konstruktif merupakan
penyebab terjadinya perilaku patologis.

e) Status Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi yang rendah pada seseorang akan menyebabkan


individu mudah mengalami kecemasan.

f) Keadaan Fisik

Individu yang mengalami gangguan fisik akan mudah mengalami kelelahan


fisik. Kelelahan fisik yang dialami akan mempermudah individu mengalami
kecemasan.

g) Tipe Kepribadian

Individu dengan tipe kepribadian A lebih mudah mengalami gangguan akibat

kecemasan daripada orang dengan tipe kepribadian B. Misalnya dengan orang

tipe A adalah orang yang memiliki selera humor yang tinggi, tipe ini lebih

cenderung santai, tidak tegang dan tidak gampang merasa cemas bila

menghadapi sesuatu, sedangkan tipe B ini adalah orang yang mudah emosi,

mudah curiga, tegang, maka tipe B ini akan lebih mudah merasa cemas.

h) Lingkungan dan Situasi

Seseorang yang berada di lingkungan asing lebih mudah mengalami

kecemasan dibandingkan dilingkungan yang sudah dikenalnya.

14
i) Dukungan Sosial

Dukungan sosial dan lingkungan merupakan sumber koping individu.


Dukungan sosial dari kehadiran orang lain membantu seseorang mengurangi
kecemasan sedangkan lingkungan mempengaruhi area berpikir individu.

j) Usia

Usia mudah lebih mudah cemas dibandingkan indivdu dengan usia lebih tua.
Kriteria diagnostik untuk gangguan kecemasan pada umumnya adalah pada
usia 18 tahun atau lebih. Tingkat maturasi individu akan mempengaruhi
tingkat kecemasan.

k) Jenis Kelamin

Gangguan kecemasan tingkat panik lebih sering dialami wanita daripada pria

7. Faktor-Faktor Yang Dapat Mengurangi Tingkat Kecemasan

Tingkat kecemasan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terkait meliputi hal

berikut (Hasmawa, 2016) :

a. Represi, yaitu tindakan untuk mengalihkan atau melupakan hal atau keinginan yang

tidak sesuai dengan hati nurani. Represi juga bisa diartikan sebagai usaha untuk

menenangkan atau meredam diri agar tidak timbul dorongan yang tidak sesuai dengan

hatinya.

b. Relaksasi, yaitu dengan mengatur posisi tidur dan tidak memikirkan masalah, dan

rekreasi bisa menurunkan kecemasan dengan cara tidur yang cukup, mendengarkan

musik, tertawa dan memperdalam ilmu agama.

15
c. Komunikasi perawat, yaitu komunikasi yang disampaikan perawat kepada pasien

dengan cara memberi informasi yang lengakap mulai pertama kali pasien masuk

dengan menetapkan kontrak untuk hubungan profesional mulai dari fase orientasi

sampai dengan terminasi atau yang disebut dengan komunikasi teraupetik.

d. Psikofarmaka, yaitu pengobatan untuk cemas dengan menggunakan obat-obatan

seperti diazepam, bromazepam, dan alprazolam yang berkhasiat memulihkan fungsi

gangguan neurotransmiter (sinyal penghantar saraf) disusunan saraf pusat otak.

e. Psikoterapi, merupakan terapi kejiwaan dengan memberi motivasi, semangat dan

dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan diberi keyakinan

serta kepercayaan diri.

8. Intervensi Keperawatan Pasien Dengan Kecemasan

Pada pasien dengan kecemasan ringan, tidak ada intervensi khusus sebab pada

kecemasan ringan ini pasien masih mampu mengontrol dirinya dan mampu membuat

keputusan yang tepat dalam menyelesaikan masalah. Sedangkan pada kecemasan sedang

intervensi yang dapat dilakukan yaitu dengan mengembangkan pola mekanisme koping

yang positif. Pada kecemasan berat dan panik, terdapat strategi khusus yang perlu

diperhatikan oleh perawat dalam pemberian asuhan keperawatan.

Setelah tingkat kecemasan pasien menurun sampai tingkat sedang atau ringan,

prinsip intervensi keperawatan yang diberikan adalah re-edukatif atau berorientasi pada

kognitif. Tujuannya adalah menolong pasien dalam mengembangkan kemampuan

menoleransi kecemasan dengan mekanisme koping dan strategi pemecahan masalah yang

konstruktif. Intervensi utama yang dilakukan perawat dalam memberikan asuhan

16
keperawatan pada pasien kecemasan adalah menyadari untuk mengenali perasaannya dan

juga mampu mengendalikannya. Prinsip intervensi keperawatan pada pasien tersebut

adalah melindungi pasien dari bahaya fisik dan memberikan rasa aman pada pasien

karena pasien tidak dapat mengendalikan perilakunya (Creasoft,, 2018).

B. Tinjauan Umum Tentang Kecemasan Operasi

1. Pengertian Operasi

Pembedahan atau operasi merupakan tindakan pengobatan yang menggunakan

teknik invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani

melalui sayatan yang diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Ahsan, 2017).

Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh. Pembedahan

dibagi menjadi tiga fase atau tahap yaitu, praoperasi, intraoperasi dan pascaoperasi

(Hasmawa, 2016)

Pembedahan atau operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian

tubuh. Pre-operatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau

pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi

(Kholfiyah, 2017).

Ada 3 faktor penting yang terkait dalam pembedahan yaitu penyakit pasien, jenis

pembedahan yang dilakukan dan pasien sendiri. Dari ketiga faktor tersebut faktor

pasien merupakan hal yang paling penting, bagi penyakit tersebut tindakan

pembedahan adalah hal yang baik/benar. Bagi pasien sendiri pembedahan mungkin

merupakan hal yang paling mengerikan yang pernah mereka alami. Mengingat hal

17
tersebut diatas, sangatlah penting untuk melibatkan pasien dalam setiap langkah-

langkah perioperatif (Kuraesin, 2016).

2. Klasifikasi Pembedahan

Pasien diindikasikan untuk dilakukan pembedahan sesuai dengan masalah yang

dialami pasien. Menurut Munif (2017), ada beberapa alasan yang mendasari tindakan

operasi, yaitu :

a. Bedah Diagnostik

Bedah diagnostik dilakukan untuk mengetahui penyebab masalah atau mengetahui

asal masalah, misalnya biopsi payudara untuk mengetahui gejala yang mengarah

kepada abnormalitas.

b. Bedah Kuratif

Bedah kuratif dilakukan untuk mengatasi masalah dengan mengangkat jaringan

atau organ yang terkena, misalnya apendektomi.

c. Bedah Reparatif

Bedah reparatif dilakukan untuk memperbaiki kecacatan atau memperbaiki status

fungsional pasien, misalnya rekronstruksi neovaginal setelah vagina diangkat

karena kanker atau kecelakaan.

18
d. Bedah Paliatif

Bedah paliatif merupakan pembedahan yang meringankan gejala tanpa

menyembuhkan penyakitnya. Tujuan dari bedah paliatif ini adalah memperbaiki

kualitas kehidupan pasien.

e. Bedah Kosmetik

Bedah kosmetik dilakukan untuk memperbaiki penampilan seseorang, misalnya

mengatasi penuaan kulit, menebalkan dagu, menurunkan kelopak mata, dan lain-

lain. Pembedahan berdasar klasifikasi tindakan pembedahan menurut faktor resiko

yang ditimbulkan adalah sebagai berikut (Ahsan, 2017) :

1) Minor, merupakan pembedahan yang menimbulkan trauma fisik yang minimal

dengan resiko kerusakan yang minimal. Contoh dari pembedahan minor adalah

insisi dan drainage kandung kemih atau sirkumsisi.

2) Mayor, merupakan pembedahan yang dapat menimbulkan trauma fisik yang

luas, resiko kematian yang sangat serius. Contoh dari pembedahan ini adalah

total abdominal histerektomi dan reseksi kolon.

Pembedahan berdasarkan tingkat urgensinya adalah sebagai berikut

(Munif, 2017) :

1) Pembedahan Emergensi atau Kedaruratan

Pembedahan ini dilakukan untuk menyelamatkan nyawa atau bagian

tubuh, misalnya perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih atau usus,

fraktur tulang tengkorak, luka tembak atau tusuk, luka bakar luas.

19
2) Pembedahan Urgen

Pembedahan urgen merupakan prosedur pembedahan yang tidak

direncanakan dan memerlukan intervensi tepat waktu, misalnya infeksi

batu kemih akut, batu ginjal atau batu uretra.

3) Diperlukan

Pembedahan yang harus dilakukan dan direncanakan dalam beberapa

minggu atau bulan, misalnya hiperplasia prostat tanpa obstruksi kandung

kemih, gangguan tiroid, katarak.

4) Pembedahan Elektif

Pada pembedahan ini, pasien harus dioperasi ketika benar-benar

diperlukan. Indikasi dari pembedahan elektif adalah jika tidak dilakukan

pembedahan maka tidak terlalu membahayakan kondisi pasien. contoh

dari pembedahan elektif adalah perbaikan scar, hernia sederhana, dan

perbaikan vaginal.

5) Pilihan

Pembedahan yang termasuk dalam klasifikasi pilihan adalah pembedahan

yang dilakukan berdasarkan keputusan dari pasien, misalnya bedah

kosmetik.

20
3. Tahapan atau Fase Pembedahan

Pembedahan menurut Kuraesin (2016) dibagi dalam tiga fase atau tahapan, yaitu :

a. Fase Pre-operasi

Keberhasilan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada

fase ini. Hasl ini disebabkan fase preoperatif merupakan tahap awal yang menjadi

landasan untuk kesuksesan tahapan selanjutnya. Kesalahan yang dilakukan pada

tahap ini akan berakibat fatal pada tahap selanjutnya. Pengkajian secara integral

meliputi fungsi fisik biologis psikolosis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan

kesuksesan tindakan operasi. Persiapan preoperasi unit perawatan, meliputi :

1) Persiapan Fisik

Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi

antara lain :

a) Status kesehatan fisik secara umum

Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status

kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti

kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap,

antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan,

fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain.

Selain itu pasien harus istirahat yang cukup karena dengan istirahat yang

cukup pasien tidak mengalami stres fisik.

21
b) Status nutrisi

Segala bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk

memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi

buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pacsa

operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah

sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi,

dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam

dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien

dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.

c) Keseimbangan cairan dan elektrolit

Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output

cairan. Keseimbangan cairan dan eletrolit terkait erat dengan fungsi ginjal.

Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi

metabolik obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat

dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti

oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, nefritis akut maka operasi harus

ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus yang

mengancam jiwa.

d) Kebersihan lambung dan kolon

Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi

keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan

dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan

22
enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya

puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan

lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan

lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area

pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca

pembedahan).

e) Pencukuran daerah operasi

Pencukurann pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya

infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak

dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga

mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka.Daerah

yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang

akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan

pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan

paha. Misalnya: apendiktomi, herniotomi.

f) Personal Hygiene

Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena

tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat

mengakibatkan infeksi pada daerah yang di operasi.

23
g) Pengosongan kandung kemih

Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan

kateter. Selain untuk pengosongan isi bladder tindakan kateterisasi juga

diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.

2) Persiapan Penunjang

Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dipisahkan dari tindakan

pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah

tidak mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada

pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan

radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain.

3) Pemeriksaan Status Anestesi

Pemeriksaan status fisik untuk pembiusan perlu dilakukan untuk keselamatan

selama pembedahan. Sebelum dilakukan anestesi demi kepentingan

pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan

untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien.

Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan

metode ASA (American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini

dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu

fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.

24
4) Inform Consent

Hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab

dan tanggung gugat, yaitu inform consent. Baik pasien maupun keluarganya

harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun mempunyai

resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis,

wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis

(pembedahan dan anestesi).

5) Persiapan Mental atau Psikis

Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses

persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat

berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan

ancaman potensial maupun aktual pada integritas seseorang yang dapat

membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis.

b. Fase Intra-operasi

Fase Intraoperatif dimulai dengan pemindahan pasien ketempat tidur kamar

operasi, sampai pasien dipindahkan ke unit pascaanestesia (PACU). Pembedahan

umum adalah dasar dari spesialisasi pembedahan. Spesialisasi pembedahan

muncul sebagai hasil dari penggunaan tindakan yang spesifik untuk berbagai

bagian tubuh. Seperti, bedah umum menyangkut organ-organ pada sistem

pencernaan, dinding abdomen, tiroid, dada (misalnya, Mastektomi, Appendiktomi,

reseksi usus dan herniorafi).

25
Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang

dilakukan oleh tenaga paramedis di ruang operasi. Aktivitas diruang operasi oleh

paramedic difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan

untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang

mengganggu pasien.

c. Fase Pasca-operasi

Tahap pascaoperatif dimulai dengan memindahkan pasien dari kamar bedah ke

unit pascaoperasi dan berakhir dengan pulangnya pasien. Fokus intervensi

keperawatan pada tahap pascaoperasi adalah memulihkan fungsi pasien seoptimal

mungkin dan secepat mungkin.

C. Tinjauan Umum Tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kecemasan

Pasien Yang Akan Menghadapi Operasi

1. Usia

Usia mempengaruhi psikologi seseorang. Semakin bertambah usia seseorang,

semakin siap pula dalam menerima cobaan dan berbagai masalah. Usia adalah

variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan epidemiologi angka-angka

kesakitan maupun kematian dalam hampir setiap keadaan menunjukkan hubungan

dengan usia (Asmadi, 2018)

Semakin bertambah usia sesorang dan semakin matang dalam berfikir dan

bekerja. Dari segi kepercayaan pasien yang akan dioperasi, seseorang yang lebih

dewasa akan lebih percaya diri dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Makin

26
tua usia seseorang makin konsentrasi dalam menggunakan koping dalam masalah

yang dihadapi. Kaplan dan Sadock, 2017 mengemukakan bahwa gangguan

kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia dewasa dan lebih

banyak pada wanita.

Menurut Supartini (2017) dalam Septiana (2018) menyatakan bahwa kondisi

kecemasan yang menjalani perawatan rumah sakit dipengaruhi beberapa faktor,

semakin muda usia seseorang maka akan semakin sulit dalam menyesuaikan dengan

lingkungan perawatan. Usia berkaitan dengan kedewasaan berpikir individu. Dengan

usia yang lebih matang seseorang cenderung lebih dewasa dalam menghadapi

masalah.

Individu yang memiliki kematangan kepribadian sehingga lebih sukar

mengalami gangguan kecemasan berupa stres, karena individu yang matang

mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap stresor yang timbul, sebaliknya

individu yang berkepribadian tidak matang yaitu yang tergantung pada peka terhadap

rangsangan sehingga sangat mudah mengalami gangguan akibat stres. Terbukti di

dalam penelitian didapatkan usia yang matur yaitu usia dewasa lebih prevalensi

tingkat kecemasannya lebih sedikit dibandingkan dengan usia remaja. Hal ini

membuktikan usia yang matur memiliki kemampuan koping yang cukup dalam

mengatasi kecemasan (Dinny, 2017).

Menurut Haryanto, 2019 usia menunjukan ukuran waktu pertumbuhan dan

perkembangan seorang individu. Usia berkorelasi dengan pengalaman, pengalaman

berkorelasi dengan pengetahuan, pemahaman dan pandangan terhadap suatu penyakit

27
atau kejadian sehingga akan membentuk persepsi dan sikap. Kematangan dalam

proses berpikir pada individu yang berusia dewasa lebih memungkinkannya untuk

menggunakan mekanisme koping yang baik dibandingkan kelompok usia anak-anak,

ditemukan sebagian besar kelompok usia anak yang mengalami insiden fraktur

cenderung lebih mengalami respon cemas yang berat dibandingkan kelompok usia

dewasa (Lukman, 2019).

Semakin bertambahnya usia kematangan psikologi individu semakin baik,

artinya semakin matang psikologi seseorang, semakin baik pula adaptasi terhadap

kecemasan. Semakin tua semakin banyak seseorang mendapatkan pengalaman

sehingga semakin baik pula pengetahuannya (Rolly, 2017).

2. Pengalaman

Pengalaman masa lalu individu dalam menghadapi kecemasan dapat

mempengaruhi individu ketika menghadapi stressor yang sama karena individu

memiliki kemampuan beradaptasi atau mekanisme koping yang lebih baik, sehingga

tingkat kecemasan pun akan berbeda dan dapat menunjukkan tingkat kecemasan yang

lebih ringan.

Pengalaman memberikan seseorang gambaran suatu kejadian yang telah

dialami. Sehingga seseorang tersebut akan lebih siap dalam menghadapinya jika hal

tersebut terjadi lagi (Septiana, 2018). Pengalaman awal pasien dalam pengobatan

merupakan pengalaman-pengalaman yang sangat berharga yang terjadi pada individu

terutama untuk masa-masa yang akan datang. Pengalaman awal ini sebagai bagian

penting dan bahkan sangat menentukan bagi kondisi mental individu dikemudian

28
hari. apabila pengalaman individu tentang operasi kurang, maka cenderung

mempengaruhi peningkatan kecemasan saat menghadapi tindakan operasi (Lutfa,

2016).

Pengalaman masa lalu terhadap penyakit baik yang positif maupun negatif

dapat mempengaruhi perkembangan keterampilan menggunakan koping.

Keberhasilan seseorang dapat membantu individu untuk mengembangkan kekuatan

coping, sebaliknya kegagalan atau reaksi emosional menyebabkan seseorang

menggunakan coping yang maladaptif terhadap stressor tertentu (Kuraesin, 2016).

3. Pengetahuan

Pengetahuan adalah suatu proses dengan menggunakan panca indera yang

dilakukan seseorang terhadap objek tertentu yang dapat menghasilkan pengetahuan

dan keterampilan. Pengetahuan merupakan hasil dari apa yang diketahui seseorang

dan ini terjadi setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang, sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga (Rolly, 2017). Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari

pengalaman yang berasal dari berbagai sumber seperti media poster, kerabat dekat,

media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, dan sebagainya.

Dengan pengetahuan yang dimiliki, akan membantu seseorang dalam

mempersepsikan suatu hal, sehingga seseorang dapat menurunkan perasaan cemas

yang dialami. Pengetahuan ini sendiri biasanya diperoleh dari informasi yang didapat

dan pengalaman yang pernah dilewati individu.

29
Menurut Soekidjo (2000), pengetahuan merupakan hasil tahu, dan hal ini

terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang. Perilaku yang didasari pengetahuan akan akan lebih langgeng daripada

yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan dapat membantu pasien mencapai respon yang optimal tentang

respon fisiologis dan psikologis terhadap intervensi bedah/operasi. Dengan adanya

pengetahuan, pasien dapat memuat strategi koping, mengubah perilaku, mempelajari

teknik baru, mengendalikan respon emosi dan bersiap terhadap dampak stress.

Pasien yang belum mengetahui informasi dan prosedur operasi / pembedahan

yang akan dihadapinya dapat mengalami kecemasan yang ditandai dengan perilaku

seperti kesal, marah, menangis, serta menarik diri. Kecemasan ini terjadi karena

banyak pertanyaan seputar operasi yang akan dihadapi belum dijelaskan atau terjawab

sepenuhnya. Dalam hal ini tenaga kesehatan mempunyai peran yang penting dalam

meningkatkan pengetahuan dan sikap pasien terhadap tindakan yang akan dialaminya.

Pengetahuan yang lengkap dan jelas mengenai prosedur operasi yang akan dijalani

sangat diperlukan untuk mengurangi kecemasan pra operasi yang dialami pasien

sehingga proses operasi dapat berjalan baik (Adilah, 2016).

Menurut Notoatmojo (2005), pengetahuan adalah salah satu komponen

perilaku yang termasuk dalam kognitif domain yang terdiri dari enam tingkatan

yakni:

30
a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

(recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah. Kata kerja untuk mengukur orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan

sebagainya.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui dan dapat mengimplementasikan materi

tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus

dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan. Dan

sebagainya terhadap objek yang dipelajarinya.

c. Aplikasi ( Application)

1. Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi ril (sebenarnya).

2. Aplikasi disini dapat diartikan atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

31
d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi suatu objek

dalam komponen komponen, tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut

dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis dapat dilihat dari

penggunaan kata-kata kerja : dapat menggambarkan (membuat) bagan,

membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formalasi baru

dari formalasi-formalasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap

suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi

terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu

kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

32
D. Kerangka Konsep

Usia

Pengalaman Kecemasan

Pengetahuan

Gambar 2.1
Keterangan:
: Variabel dependen
: Variabel independen
: Hubungan

33
E. Hipotesis Penelitian

1. Ho1 : Tidak ada hubungan antara usia dengan kecemasan pasien yang akan

menghadapi operasi.

Ha1 : Ada hubungan antara usia dengan kecemasan pasien yang akan menghadapi

operasi.

2. Ho2 : Tidak ada hubungan antara pengalaman dengan kecemasan pasien yang akan

menghadapi operasi.

Ha2 : Ada hubungan antara pengalaman dengan kecemasan pasien yang akan

menghadapi operasi.

3. Ho3 : Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kecemasan pasien yang akan

menghadapi operasi.

Ha3 : Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat kecemasan pasien

yang akan menghadapi operasi.

34
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah Deskriptif dengan menggunakan metode

Systematic Review yakni sebuah sintesis dari studi literature yang bersifat sitematik,

jelas, menyeluruh dengan mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi melalui

pengumpulan data - data yang sudah ada dengan metode pencarian yang eksplisit dan

melibatkan proses telah kritis dalam pemilihan studi. Tujuan dari metode ini adalah

untuk membatu peneliti lebih memahami latar belakang dari penelitian yang menjadi

subyek topik yang dicari serta memahami bagaimana hasil dari penelitian tersebut

sehingga dapat menjadi acuan bagi penelitian baru.

B. Tahapan Systematic Review

1. Identifikasi Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan judul penelitian dapat menentukan PICO tersebut.

a. (P) Populasi : Pasien Operasi

b. (I) Intervensi : Ada hubungan antara usia, pengalaman, dan pengetahuan

c. (C) Comparator : Tidak ada pembanding atau intervensi lain.

d. (O) Outcome : Adanya Kecemasan Operasi

Pertanyaan penelitian berdasarkan PICO adalah apakah ada hubungan usia,

pengalaman dan pengetahuan dengan kecemasan pasien yang akan menghadapi

operasi?

35
2. Menyusun Protokol

Merupakan detail perencanaan yang dipersiapakan secara matang, yang

mencakup beberapa hal seperti lingkup dari studi, prosedur, kriteria untuk menilai

kualitas (kriteria inklusi dan eksklusi), skala penelitian yang akan dilakukan. Untuk

menyusun protokol review kita menggunakan metode PRISMA (Preferred Reporting

Items For Systematic Reviews and Meta Analyses).

a. Pencarian Data

Pencarian data mengacu pada sumber data base seperti PubMed, Proquest,

Google Scholar, Science Direct, dan lain – lain yang sifatnya resmi.

b. Skrining Data

Skrining adalah penyaringan atau pemilihan data (artikel penelitian) yang

bertujuan untuk memilih masalah penelitian yang sesuai dengan topik atau judul,

abstrak dan kata kunci yang diteliti.

c. Penilaian Kualitas (Kelayakan) Data

Penilaian kualitas (artikel penelitian) berupa artikel penelitian kuantitatif atau

kualitatif yang memenuhi semua syarat dan kriteria untuk dilakukan analisis lebih

lanjut.

d. Hasil Pencarian Data.

Semua data (artikel penelitian) berupa artikel penelitian kuantitatif atau kualitatif

yang memenuhi semua syarat dan kriteria untuk dilakukan analisis lebih lajut.

36
3. Menyusun Strategi Pencarian

Strategi pencarian dilakukan mengacu pada protokol yang telah dibuat dan

menentukan lokasi atau sumber data base untuk pencarian data serta dapat melibatkan

orang lain untuk membantu review.

4. Ekstraksi Data

Ekstraksi data dapat dilakukan setelah proses protokol telah dilakukan dengan

menggunakan metode PRISMA, ekstrasi data dapat dilakukan secara manual dengan

membuat formulir yang berisi tentang; tipe artikel, nama jurnal atau konferensi, tahun,

judul, kata kunci, metode penelitian dan lain-lain.

C. Populasi dan Sampel

Populasi dan sampel dalam penelitian adalah sebagai berikut:

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas objek atau subjek yang

mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Nursalam, 2015). Adapun yang

menjadi populasi di penelitian ini adalah jurnal nasional dan jurnal internasional yang

berkaitan dengan faktor-faktor yang berhungan dengan kecemasan pasien yang akan

menghadapi operasi.

2. Sampel

Sampel terdiri atas bagian populasi yang dapat dipergunakan sebagai subjek

penelitian melalui sampling (uraikan pertimbangan ditetapkan jumlah sampel).

Sebagai contoh sampel dalam penelitian ini berjumlah 5 artikel penelitian nasional

37
maupun internasional yang berkaitan dengan judul penelitian faktor-faktor yang

berhubungan dengan kecemasan pasien yang akan menghadapi operasi.

3. Teknik Sampling

Teknik sampling merupakan cara – cara yang digunakan dalam pengambilan

sampel, agar memperoleh sampel yang sesuai dari keseluruhan subjek penelitian.

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu

suatu teknik penetapan sampel dengan cara memilih sample di antara populasi sesuai

dengan yang dikehendaki peneliti (tujuan dan masalah dalam penelitian), sehingga

sampel dapat mewakili karakteristik populasi yang telah diketahui sebelumnya.

Berdasarkan karakteristik populasi yang telah diketahui, maka dibuat kriteria inklusi

dan eksklusi. Kriteria Inklusi adalah semua aspek yang harus ada dalam sebuah

penelitian yang akan kita review dan kirteria eksklusi adalah faktor – faktor yang dapat

menyebabkan sebuah penelitian menjadi tidak layak untuk di review; sebagai berikut :

Dengan memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Kriteria Inklusi

1) Artikel penelitian nasional dan internasional yang berkaitan dengan faktor-

faktor yang berhubungan dengan kecemasan pasien yang akan menghadapi

operasi.

2) Artikel penelitian diterbitkan dalam rentang waktu 10 tahun.

3) Tipe artikel penelitian review articles, research articles.

4) Artikel penelitian yang dapat diakses secara penuh.

38
b. Kriteria Ekslusi

1) Artikel penelitian nasional dan internasional yang tidak berkaitan dengan

faktor-faktor yang berhubungan denga kecemasan pasien yang akan

menghadapi operasi.

2) Artikel penelitian diterbitkan telah lebih dari 10 tahun.

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terbagi 2, yaitu:

1. Variabel bebas (independen) dalam penelitian ini adalah usia, pengalaman dan

pengetahuan.

2. Variabel terikat (dependen) dalam penelitian ini adalah kecemasan pasien yang akan

menghadapi operasi.

E. Analisa Data

Setelah melewati tahap protokol sampai pada ekstraksi data, maka analisis data dilakukan

dengan menggabungkan semua data yang telah memenuhi kriteria inklusi menggunakan

teknik secara deskriptif untuk memberikan gambaran sesuai permasalahan penelitian yang

diteliti.

39
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL
1) Hasil penelitian berisi tentang uraian artikel penelitian yang telah direview dan disajikan dalam bentuk tabel seperti di
bawah ini :
Tabel 4.1
Hasil Systematic ReviewFaktor-faktor yang berhungan dengan kecemasan pasien yang akan menghadapi
operasi.
Jumlah
No Judul/ Desain Metode Teknik
Tahun Lokasi Tujuan Responde Intervensi Hasil
. Peneliti Penelitian Pengukuran Analisis
n
1. Faktor-faktor 2017 RSU Tujuan untuk Rancangan 36 Kuesioner Chi Terdapat Hasil tingkat
yang GMIM mengetahui cross- Responden Square hubungan kecemasan diperoleh
berhubungan Pancaran faktor-faktor sectional antara jenis nilai
dengan Kasih yang kelamin, ρ = 0,009 < α = 0,05.
Kecemasan Manado berhubungan tingkat Tingkat pendidikan
pada Pasien dengan pendidikan, dengan tingkat
pre-operasi di kecemasan komunikasi kecemasan terdapat
RSU GMIM pada pasien terapeutik hubungan yang
Pancaran pre operasi. dengan signifikan yaitu nilai
Kasih tingkat ρ = 0,011 < α = 0,05.
Manado kecemasan Komunikasi
(Romario pada pasien terapeutik dengan
Anthonie) pre operasi. tingkat kecemasan
pada pasien pre
operasi terdapat

40
hubungan yang
signifikan yaitu nilai
ρ = 0,003 < α = 0,05.
2. Fakto-faktor 2018 Rumah Tujuan Desain 22 Observasi Chi Ada Hasil uji chi square
yang Sakit penelitian ini penelitian Responden dan kuesioner Square Hubungan dengan tingkat
berhungan Massen- untuk yang komunikasi kemaknaan α = 0,05
dengan rempulu mengetahui digunakan terapeutik Hasil uji Chi
tingkat faktor-faktor yaitu dengan Squaredidapatkan
kecemasan yang deskriptif tingkat nilai p = 0,044. Oleh
pasien pre berhubungan analitik kecemasan karena
operasi di dengan dengan pasien pre p < (α) 0,05.
Rumah Sakit kecemasan pendekatan operasi. hasil uji Chi Square
Massen- pasien pre Cross didapatkan nilai p =
rempulu operasi di Sectional 0,030. Oleh karena
Kabupaten rumah Study. p < (α) 0,05
Enrengkang. sakit. hasil uji Chi Square
(Andi Palla) didapatkan nilai p =
0,035. Oleh karena
p < (α) 0,05
3. Faktor-Faktor 2016 RSUD Tujuan untuk Deskriptiv 69 Kuesioner Chi Ada Hasil tidak memiliki
yang Abdul mengetahui e Responden Square hubungan pengalaman operasi
Berhubungan Wahab faktor-faktor correlation pengalama 35 orang (50,7%).
dengan Sjahranie yang dengan n operasi, Pendidikan sedang
Tingkat Samarin berhubungan rancangan pendidikan dan rendah sebanyak
Kecemasan da. dengan cross dan 24 orang (34,8%)
pada Pasien tingkat sectional. dukungan Dukungan keluarga
Pre Operasi kecemasan keluarga 35 orang (50,7%).
di Ruang pada pasien dengan Tingkat kecemasan
Cempaka pre operasi tingkat 26 orang ((37,7%).
RSUD Abdul kecemasan
Wahab pada pasien
Sjahranie pre operas
Samarinda

41
(Bobby
Fradana)
4. Faktor-faktor 2013 RSUP Untuk Rancangan 43 Kuesioner Uji Ada Hasil uji
yang dr. mengetahui cross- Responden Statistik hubungan Umur 0,01<0,05.
berhubungan Wahidin Faktor-faktor sectional Rank yang Jenis kelamin
dengan Yang Spearma signifikan 0,00<0,05
tingkat Berhubungan n antara Pekerjaan
kecemasan Dengan umur, 0,01<0,05
pasien pre Tingkat jenis Pendidikan
operasi bedah Kecemasan kelamin, 0,01<0,05
mayor Pada Pasien pekerjaan, Pendapatan
digestif di Pre Operasi pendidikan, 0,01<0,05
RSUP dr. Bedah Mayor pendapatan
Wahidin dengan
Sudirohusodo tingkat
Makassar kecemasan
(Yesty
Gangka)
5. Hubungan 2017 Rumah Untuk Rancangan 74 Kuesioner Chi Ada Hasil uji
Pengetahuan Sakit mengetahui cross- Responden Square hubungan p value= 0,023<0, 05
Pasien Mitra hubungan sectional pengetahua
Tentang Husada pengetahuan n pasien
Informasi Pre Pringsew pasien tentang
Operasi u tentang informasi
Dengan informasi pre pre operasi
Kecemasan operasi dengan
Pasien Pre dengan kecemasan
Operasidi kecemasan pasien pre
Rumah Sakit pasien pre operasi.
Mitra Husada operasi.
Pringsewu
(Nur
Hasanah)

42
Berdasarkan penelitian yang di lakukan oleh, Romario Anthonie & Yandris Reinal

Bara tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada pasien pre operasi

di RSU GMIM Pancaran Kasih Manado. Jenis penelitian ini menggunakan desain

penelitian kuantitatif dengan pendekatan Cross Sectional Study. Populasi pada penelitian

ini ialah seluruh pasien pre operasi, jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 36

responden, dalam penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling dengan

metode pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, instrument yang

digunakan ialah lembar kuesioner dan analisa data yang di gunakan yaitu univariat dan

bivariat dengan uji Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari sampel yang

diteliti, ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan tingkat kecemasan

diperoleh nilai ρ = 0.009 < α = 0.05. Tingkat pendidikan dengan tingkat kecemasan

terdapat hubungan yang signifikan yaitu nilai ρ = 0.011 < α = 0.05. Komunikasi

terapeutik dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi terdapat hubungan yang

signifikan yaitu nilai ρ = 0.003 < α = 0.05. Kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara

jenis kelamin, tingkat pendidikan, komunikasi terapeutik dengan tingkat kecemasan pada

pasien pre operasi di RSU GMIM Pancaran Kasih Manado.

Penelitian yang sama dilakukan oleh Andi pala, pada penelitiannya telah

dilaksanakan di rumah sakit Massenrempulu Kabupaten Enrengkang pada tanggal 23Mei

s/d 25 Juni Tahun 2018. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling

dengan jumlah sampel sebanyak 22 orang. Uji yang digunakan dalam penelitian ini

adalah uji chi square dengan tingkat kemaknaan α = 0,05. Adapun hasil penelitian ini

yaitu ada hubungan jenis tindakan operasi dengan kecemasan pasien pre opersi di Rumah

Sakit Massenrempulu Kabupaten Enrengkang Tahun 2018, dimana diperoleh nilai

signifikasi 0,044, ada hubungan dukungan keluarga dengan kecemasan pasien pre

operasi di Rumah Sakit Massenrempulu Kabupaten Enrengkang Tahun 2018, dimana

43
diperoleh nilai signifikasi 0,030 dan ada hubungan komunikasi terapeutik

dengan kecemasan pasien pre opersi di Rumah Sakit Massenrempulu Kabupaten

Enrengkang Tahun 2018, dimana diperoleh nilai signifikasi 0,035. Diharapkan

perawat selalu menerapkan komunikasi terapeutik dengan baik seperti menayakan

keluhan yang dialami pasien, bahasa dalam menyampaikan pesan perawat mudah

dipahami, dan perawat memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan

permasalahan yang dirasakan supaya tidak ada kecemasan pasien sebelum dilakukan

tindakan keperawatan terutama tindakan operasi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Bobby Fradana tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di ruang cempaka

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Penelitian bertujuan untuk mengetahui

faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi.

Penelitian menggunakan jenis penelitian deskriptive correlation dengan rancangan cross

sectional. Sampel pada penelitian ini yaitu pasien yang menjalani operasi yaitu berjumlah

69 responden. Analisis data menggunakan univariat dan bivariat menggunakan uji chi-

square. Hasil Penelitian : Menunjukkan sebagian besar responden tidak pernah memiliki

pengalaman operasi yaitu sebanyak 35 responden (50,7%). Untuk tingkat pendidikan,

diketahui sebagian besar responden dengan tingkat pendidikan sedang dan rendah yaitu

masing-masing sebanyak 24 responden (34,8%). Adapun untuk dukungan keluarga,

sebagian besar responden mendapatkan dukungan yaitu sebanyak 35 responden (50,7%).

Untuk tingkat kecemasan, diketahui sebagian besar responden dengan kecemasan sedang

yaitu sebanyak 26 responden (37,7%). Kesimpulan : Ada hubungan pengalaman operasi,

pendidikan dan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi di

Ruang Cempaka RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda. Berarti pasien yang pernah

44
menghadapi operasi sebelumnya, pendidikan tinggi dan mendapatkan dukungan

keluarga, cenderung tidak mengalami kecemasan menghadapi operasi.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yesty Gangka tentang Faktor-faktor

yang berhubungan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi bedah mayor digestif di

RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar dengan Perawatan pre operasi yang efektif

dapat mengurangi resiko post operasi, salah satu prioritas keperawatan pada

periode ini adalah mengurangi kecemasan pasien. Jenis penelitian ini adalah

deskriptif analitik, dengan rancangan cross sectional. Populasi pada penelitian ini adalah

43 orang dengan sampel yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 30 orang.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Data yang telah

dikumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan program computer

(SPSS). Analisis data mencakup analisa univariat dengan mencari distribusi

frekuensi, analisis bivariat dengan uji satatistik Rank Spearman dengan tingkat

kemaknaan α<0,005. hasil analisis bivariat ditemukan Seluruh faktor yang diteliti yaitu

umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan ada hubungan

dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi bedah mayor digestif p<0,005.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan ada hubungan yang signifikan antara

umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan, pendapatan dengan tingkat kecemasan.

Penelitian yang sama dilakukan oleh Nur Hasanah terkait Hubungan Pengetahuan

Pasien Tentang Informasi Pre Operasi Dengan Kecemasan Pasien Pre Operasi.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2007, Amerika Serikat

menganalisis data dari 35.539 klien bedah yang dirawat di unit perawatan intensif antara

1 Oktober 2003 sampai 30 September 2006, sebanyak 8.922 pasien (25,1%) mengalami

kondisi kejiwaan, dan 2.473 pasien (7%) mengalami kecemasan. Studi pendahuluan yang

45
dilakukan oleh peneliti terhadap 10 pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan di

Rumah Sakit Mitra Husada Pringsewu pada bulan Januari 2017, dari 10 pasien yang akan

dilakukan tindakan pembedahan, 75% menyatakan kurang tahu tindakan dan prosedur

apa yang akan dijalani dan 25% mereka tidak tahu tentang apa yang akan dikerjakan oleh

dokter. Tujuan penelitian ini adalah diketahui hubungan pengetahuan pasien tentang

informasi pre operasi dengan kecemasan pasien pre operasi di Rumah Sakit Mitra

Husada Pringsewu Lampung Tahun 2017. Penelitian ini menggunakan survey analitik

dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilakukan pada bulan Juli tahun 2017.

Sampel dalam penelitian ini adalah pasien pre operasi di Rumah Sakit Mitra Husada

Pringsewu Lampung Tahun 2017 sebanyak 74 pasien dengan tehnik Accidental

Sampling. Hasil penelitian menyimpulkan adanya hubungan pengetahuan pasien tentang

informasi pre operasi dengan kecemasan pasien pre operasi di Rumah Sakit Mitra

Husada Pringsewu Tahun 2017, dengan nilai p value= 0,023. Penelitian ini perawat

diharapkan dapat menjadi motivasi dan dorongan untuk memberikan informasi dan

penjelasan tentang proses pembedahan pada pasien pre operasi sehingga dapat membantu

mengurangi tingkat kecemasan pada pasien serta membantu proses penyembuhan.

B. Pembahasan

1. Hubungan Usia dengan Kecemasan Pasien Yang akan Menghadapi Operasi

Usia mempengaruhi psikologi seseorang. Semakin bertambah usia seseorang,

semakin siap pula dalam menerima cobaan dan berbagai masalah. Usia adalah

variabel yang selalu diperhatikan di dalam penyelidikan epidemiologi angka-angka

kesakitan maupun kematian dalam hampir setiap keadaan menunjukkan hubungan

dengan usia (Asmadi, 2018). Semakin bertambah usia sesorang dan semakin matang

dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan pasien yang akan dioperasi,

46
seseorang yang lebih dewasa akan lebih percaya diri dari orang yang belum tinggi

kedewasaannya. Makin tua usia seseorang makin konsentrasi dalam menggunakan

koping dalam masalah yang dihadapi. Kaplan dan Sadock, 2017 mengemukakan

bahwa gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering pada usia

dewasa dan lebih banyak pada wanita.

Menurut Supartini (2017) dalam Septiana (2018) menyatakan bahwa kondisi

kecemasan yang menjalani perawatan rumah sakit dipengaruhi beberapa faktor,

semakin muda usia seseorang maka akan semakin sulit dalam menyesuaikan dengan

lingkungan perawatan. Usia berkaitan dengan kedewasaan berpikir individu. Dengan

usia yang lebih matang seseorang cenderung lebih dewasa dalam menghadapi

masalah. Individu yang memiliki kematangan kepribadian sehingga lebih sukar

mengalami gangguan kecemasan berupa stres, karena individu yang matang

mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap stresor yang timbul, sebaliknya

individu yang berkepribadian tidak matang yaitu yang tergantung pada peka

terhadap rangsangan sehingga sangat mudah mengalami gangguan akibat stres.

Terbukti di dalam penelitian didapatkan usia yang matur yaitu usia dewasa lebih

prevalensi tingkat kecemasannya lebih sedikit dibandingkan dengan usia remaja. Hal

ini membuktikan usia yang matur memiliki kemampuan koping yang cukup dalam

mengatasi kecemasan (Dinny, 2017).

Menurut Haryanto, 2019 usia menunjukan ukuran waktu pertumbuhan dan

perkembangan seorang individu. Usia berkorelasi dengan pengalaman, pengalaman

berkorelasi dengan pengetahuan, pemahaman dan pandangan terhadap suatu

penyakit atau kejadian sehingga akan membentuk persepsi dan sikap. Kematangan

dalam proses berpikir pada individu yang berusia dewasa lebih memungkinkannya

47
untuk menggunakan mekanisme koping yang baik dibandingkan kelompok usia

anak-anak, ditemukan sebagian besar kelompok usia anak yang mengalami insiden

fraktur cenderung lebih mengalami respon cemas yang berat dibandingkan

kelompok usia dewasa (Lukman, 2019).

Semakin bertambahnya usia kematangan psikologi individu semakin baik,

artinya semakin matang psikologi seseorang, semakin baik pula adaptasi terhadap

kecemasan. Semakin tua semakin banyak seseorang mendapatkan pengalaman

sehingga semakin baik pula pengetahuannya (Rolly, 2017).

2. Hubungan Pengalaman dengan Kecemasan Pasein yang akan Menghadapi

Operasi.

Pengalaman masa lalu individu dalam menghadapi kecemasan dapat

mempengaruhi individu ketika menghadapi stressor yang sama karena individu

memiliki kemampuan beradaptasi atau mekanisme koping yang lebih baik, sehingga

tingkat kecemasan pun akan berbeda dan dapat menunjukkan tingkat kecemasan

yang lebih ringan.

Pengalaman memberikan seseorang gambaran suatu kejadian yang telah

dialami. Sehingga seseorang tersebut akan lebih siap dalam menghadapinya jika hal

tersebut terjadi lagi (Septiana, 2018). Pengalaman awal pasien dalam pengobatan

merupakan pengalaman-pengalaman yang sangat berharga yang terjadi pada

individu terutama untuk masa-masa yang akan datang. Pengalaman awal ini sebagai

bagian penting dan bahkan sangat menentukan bagi kondisi mental individu

dikemudian hari. apabila pengalaman individu tentang operasi kurang, maka

cenderung mempengaruhi peningkatan kecemasan saat menghadapi tindakan operasi

(Lutfa, 2016).

48
Pengalaman masa lalu terhadap penyakit baik yang positif maupun negatif

dapat mempengaruhi perkembangan keterampilan menggunakan koping.

Keberhasilan seseorang dapat membantu individu untuk mengembangkan kekuatan

coping, sebaliknya kegagalan atau reaksi emosional menyebabkan seseorang

menggunakan coping yang maladaptif terhadap stressor tertentu (Kuraesin, 2016).

3. Hubungan Pengetahuan dengan Kecemasan Pasien yang akan menghadapi

Operasi

Pengetahuan adalah suatu proses dengan menggunakan pancaindera yang

dilakukan seseorang terhadap objek tertentu yang dapat menghasilkan pengetahuan

dan keterampilan. Pengetahuan merupakan hasil dari apa yang diketahui seseorang

dan ini terjadi setelah orang tersebut melakukan penginderaan terhadap objek

tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang, sebagian pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga (Rolly, 2017). Pengetahuan seseorang biasanya diperoleh dari

pengalaman yang berasal dari berbagai sumber seperti media poster, kerabat dekat,

media massa, media elektronik, buku petunjuk, petugas kesehatan, dan sebagainya.

Dengan pengetahuan yang dimiliki, akan membantu seseorang dalam

mempersepsikan suatu hal, sehingga seseorang dapat menurunkan perasaan cemas

yang dialami. Pengetahuan ini sendiri biasanya diperoleh dari informasi yang

didapat dan pengalaman yang pernah dilewati individu.

Menurut Soekidjo(2018), pengetahuan merupakan hasil tahu, dan hal ini

terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

49
seseorang. Perilaku yang didasari pengetahuan akan akan lebih langgeng dari pada

yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Pengetahuan dapat membantu pasien mencapai respon yang optimal tentang

respon fisiologis dan psikologis terhadap intervensi bedah/operasi. Dengan adanya

pengetahuan, pasien dapat memuat strategi koping, mengubah perilaku, mempelajari

teknik baru, mengendalikan respon emosi dan bersiap terhadap dampak stress.

Pasien yang belum mengetahui informasi dan prosedur operasi /

pembedahan yang akan dihadapinya dapat mengalami kecemasan yang ditandai

dengan perilaku seperti kesal, marah, menangis, serta menarik diri. Kecemasan ini

terjadi karena banyak pertanyaan seputar operasi yang akan dihadapi belum

dijelaskan atau terjawab sepenuhnya. Dalam hal ini tenaga kesehatan mempunyai

peran yang penting dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap pasien terhadap

tindakan yang akan dialaminya. Pengetahuan yang lengkap dan jelas mengenai

prosedur operasi yang akan dijalani sangat diperlukan untuk mengurangi kecemasan

pra operasi yang dialami pasien sehingga proses operasi dapat berjalan baik (Adilah,

2016).

50
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian maka disimpulkan bahwa.
1. Usia dan pengalaman memiliki hubungan dengan Kecemasan Pasien yang akan

menghadapi operasi.

2. Ada hubungan signifikan antara Pengalaman dengan Kecemasan pasien yang

akan menghadapi operasi.

3. Ada hubungan signifikan antara Pengetahuan dengan Kecemasan pasien

operasi.

B. SARAN
Berdasarkan penemuan-penemuan masalah dalam penelitian ini, penulis
memberikan saran :
1. Bagi Responden Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan tentang

Hubungan usia, Pengalaman dengan Pengetahuan pada pasien operasi.

2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

bacaan dan referensi untuk penelitian lebih lanjut terutama untuk variabel-

variabel yang belum dibahas dalam penelitian ini.

3. Bagi Peneliti selanjutnya Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman untuk

meneliti variabel-variabel yang belum diteliti pada penelitian ini.

51
DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S Prosedur penilitian. Edisi ke-6 Jakarta : PT Rineka Cipta 2015

Brunner & Suddarth.. keperawatan medical bedah. Jakarta : EGC. 2002

Guide and Ag Guide. MultSurvivalSurgery. www. Iacuc.ufl.edu/.doc. diakses pada tanggal


20 mei 2015

Lukman. Ansietas Pada Fraktur. http://l.blogspot.com. Diakses pada tanggal 1 November


2015

Nursalam. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika. 2015

Notoatmodjo. Prosedur Penellitian Kesehatan. 2015

Priyadi. 2014. Hubungan Support System (dukungan) Sosial dengan Tingkat Kecemasan
Pasien Pre Operasi Sectio Cesarea Di Ruang Bedah Wanita BRSD “RAA Soewondo”
Pati. http://skripsistikes.wordpress.com. Diakses pada tanggal 26 Oktober 2014.

Rosintan. Gambaran tingkat kecemasan pasien menghadapi tindakan operasi.jakarta: 2012

Stuart, Gail W. Buku saku keperawatan jiwa. Jakarta: EGC. 2013

S.E,Smith. Major-surgery. www.wisegeek.com. diakses pada tanggal 20 Mei 2014

Virginia. Types of Surgery. www. Healthsystem. com. diakses pada tanggal 20 Mei 2014.

52
LAMPIRAN

53
Lampiran 1 SK

54
Lampiran 2

55

Anda mungkin juga menyukai