Anda di halaman 1dari 76

SKRIPSI

STUDI LITERATUR FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN


DENGAN KECEMASAN PADA PASIEN PRA-OPERASI

BRIAN FRIDOLIN HOSEA


12114201150018

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA MALUKU
AMBON
2022

i
LEMBAR PERSETUJUAN

Kami menyatakan, menerima, dan menyetujui skripsi yang disusun oleh Brian

Fridolin Hosea dengan NPM: 12114201150018

Ambon, Februari 2022

Pembimbing I Pembimbing II

(Ns. D. F. Sumah, S.Kep., M.Kep.) (Ns. S. Embuai, S.Kep., M.Kep)


NIDN: 1219128501 NIDN: 1229098901

Menyetujui Mengetahui
Dekan Ketua Program Studi

B. Talarima, S.KM., M.Kes Ns. S. R. Maelissa,


S.Kep.,M.Kep
NIDN : 1207098501 NIDN : 1223038001

ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Brian Fridolin Hosea


NPM : 12114201150018
Judul Skripsi : Studi Literatur Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kecemasan Pada
Pasien Pra-Operasi
Program Studi : Keperawatan
Fakultas : Kesehatan
Dengan ini menyatakan bahwa:
1. Karya Tulis ini adalah orisinal sendiri melalui proses penelitian dan di dalam
karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat orang lain, kecuali secara
tertulis menyebutkan penulis dari sumber aslinya atau dari sumber orang lain,
sebagaimana tercantum dalam daftar pustaka.
2. Saya menyerahkan hak milik atas karya tulis ini kepada Universitas Kristen

Indonesia Maluku dan oleh karenanya berhak melakukan pengelolaan atas

karya tulis ini sesuai dengan norma hukum dan etika yang berlaku.

3. Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya, apabila dikemudian hari

terbukti tidak sesuai dengan pernyataan ini, saya bersedia menerima sanksi

akademik sesuai dengan norma yang berlaku di Universitas Kristen Indonesia

Maluku dan perundang-undangan yang berlaku.

Ambon, Februari 2022


Yang memberi pernyataan

BRIAN FRIDOLIN HOSEA


NPM: 12114201150018

iii
ABSTRAK

Brian Fridolin Hosea (12114201150007). Studi Literatur Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Kecemasan Pada Pasien Pra Operasi. (Denne Sumah,)

Pasien pre operasi dapat mengalami berbagai ketakutan, takut terhadap anestasi,
nyeri atau kematian, dan takut ketidaktahuan. Selain ketakutan-ketakutan tersebut
pasien juga mengalami kekhawatiran lain seperti masalah finansial,
tanggungjawab terhadap keluarga dan kewajiban pekerjaan atau ketakutan akan
prognosis buruk atau kemungkinan kecacatan di masa akan datang sehingga
tindakan pembedahan akan memberikan dampak terhadap perubahan dalam
kehidupan seseorang. Keadaan atau peristiwa tersebut, menuntut individu tersebut
harus menyesuaikan diri untuk mengatasinya, maka perlu adanya adaptasi, tetapi
kemampuan adaptasi seseoarang berbeda-beda, sehingga bisa muncul kondisi
stres atau kecemasan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada pasien pra operasi
dengan pendekatan studi literatur. Desain penelitian ini menggunakan jenis
systematic review. Systematic review ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang
berhubungan dengan kecemasan pada pasien pra operasi. Metode yang digunakan
menggunakan review artikel dan jurnal keperawatan. Hasil berbagai artikel dan
jurnal yang dilakukan menunjukkan bahwa adanya hubungan pengetahuan,
dukungan keluarga dan komunikasi teraupetik perawat dengan kecemasan pada
pasien pra operasi. Semakin pengetahuan yang dimiliki seseorang baik dari
Pendidikan akademik, pengalaman maupun informasi-informasi maka semakin
baik perilaku dalam menghadapi tindakan operasi dengan kurangnya kecemasan.
Dukungan keluarga yang baik dalam memberikan perhatian dapat mengurangi
kecemasan pasien pra operasi. Kecemasan pasien pra operasi juga tidak akan
berlebihan jika adanya komunikasi teraupetik yang baik dari perawat dalam
memberikan informasi terkait tindakan operasi yang akan dilakukan. Dari hasil
literature review yang dibuat, disimpulkan bahwa terdapat hubungan pengetahuan,
dukungan keluarga dan komunikasi teraupetik perawat dengan kecemasan pada
pasien pra operasi. Sehingga disarankan dapat menjadi informasi dan barmanfaat
sebagai pengetahuan baru bagi tenaga kesehatan dalam melakukan intervensi bagi
pasien pre operasi.

Kata Kunci: Pengetahuan, Dukungan Keluarga, Komunikasi Teraupetik


Perawat, Kecemasan, Pra Operasi

iv
ABSTRAC

v
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur penulis Panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus,

karena atas kasih dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan judul “Studi Literatur Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kecemasan Pasien Pra Operasi”. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat

dalam penyelesaian tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana keperawatan

(S.Kep) di Fakultas Kesehatan, Universitas Kristen Indonesia Maluku.

Dengan terselesaikannya proposal ini, Perkenankanlah penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan hati yang tulus

kepada:

1. Dr Sonny Hetharia, M.Th., selaku Rektor Universitas Kristen Indonesia

Maluku.

2. B. Talarima, S.KM.,M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kesehatan Universitas

Kristen Indonesia Maluku.

3. Ns. S.R. Maelissa, S.Kep.,M.Kep., selaku Ketua Program Studi

Keperawatan Fakultas Kesehatan Universitas Kristen Indonesia Maluku

4. Ns. Denne F. Sumah, S.Kep., M.Kep., sebagai pembimbing I Yang telah

banyak mengarahkan dan membimbing peneliti sehingga skripsi ini dapat

terselesaikan

5. Ns. S. Embuai, S.Kep., M.Kep. selaku pembimbing II yang telah banyak

mengarahkan dan membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

vi
6. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Keperawatan, Universitas Kristen

Indonesia Maluku.

7. Keluarga Yang telah memberikan dukungan baik materi maupun moril

serta selalu menopang dalam Doa guna menyelesaikan studi.

8. Teman-teman Angkatan 2015 yang telah memberikan semangat dan

dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan studi.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangandan jauh

dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik sangat penulis harapkan guna

perbaikan lebih lanjut sehingga skripsi ini dapat berguna serta bermanfaat bagi

semua yang membacanya.

Ambon, Februari 2022

Penulis

vii
DAFTAR ISI

Halaman
SAMPUL............................................................................................................ i
LEMBAR PERSETUJUAN .............................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS...................................................iii
ABSTRAK .......................................................................................................iv
ABSTRAC ....................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .......................................................................................vi
DAFTAR ISI .....................................................................................................viii
DAFTAR TABEL............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian.................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian.................................................................. 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Kecemasan.....................................9
B. Tinjauan Umum Tentang Pre Operasi....................................16
C. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan...................................18
D. Tinjauan Umum Tentang Dukungan Keluarga.......................21
E. Tinjauan Umum Tentang Komunikasi teraupetik..................29
F. Kerangka Konsep……………………………………………33
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian.......................................................................34
B. Tahapan Systematic Review....................................................34
C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling.................................38
D. Variabel Penelitian..................................................................40

viii
E. Analissa Data..........................................................................41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian.......................................................................42
B. Pembahasan............................................................................48
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................59
B. Saran.......................................................................................59

ix
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Ekstrasi Data.......................................................................................36


Tabel 4.1 Hasil Penelitian ..................................................................................42

x
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Konsep............................................................................33


Gambar 3.1 Diagram PRISMA...........................................................................35

xi
DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Keterangan Pembimbing

2. Surat Pengambilan Data Awal

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Operasi atau pembedahan merupakan tindakan medis yang dilakukan

dengan tujuan menyelamatkan kondisi kesehatan pasien dari injuri sampai

deformitas organ tubuh. Pembedahan merupakan tindakan pengobatan yang

menggunakan teknik invasif dengan membuka atau menampilkan bagian

tubuh yang akan ditangani melalui sayatan yang diakhiri dengan penutupan

dan penjahitan luka (Anggraeni, 2018).

Tindakan operasi memiliki komplikasi pada pasien sekitar 3-16%

dengan jumlah kematian 0.4-0.8% di Negara berkembang. Komplikasi yang

paling sering adalah komplikasi mayor dengan jumlah 7 juta pasien dan satu

juta orang yang meninggal dua per tahunnya (Darmawan dan Rihiantoro,

2017). Jumlah pasien dengan tindakan operasi mencapai angka peningkatan

yang sangat signifikan dari tahun ke tahun. Tercatat ditahun 2015 terdapat

140 juta pasien di seluruh rumah sakit di dunia, sedangkan pada tahun 2016

data mengalami peningkatan sebesar 148 juta jiwa. Tindakan operasi di

Indonesia pada tahun 2016 mencapai 1,2 juta jiwa. Berdasarkan Data

Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2019,

tindakan bedah menempati ururan ke-11 dari 50 pertama penanganan pola

1
penyakit di rumah sakit se-Indonesia yang diperkirakan 32% diantaranya

merupakan tindakan bedah laparatomi (WHO, 2017).

Berdasarkan data WHO (Word Health Organisasion) bahwa selama

lebih dari satu abad, perawatan bedah telah menjadi komponen penting dari

perawatan kesehatan di seluruh dunia. Diperkirakan setiap tahun ada 230 juta

tindakan bedah dilakukan di seluruh dunia. Data Tabulasi Nasional

Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2016, menjabarkan bahwa

tindakan bedah menempati urutan ke-11 dari 50 pola penyakit di Indonesia

dengan persentase 12,8% dan diperkirakan 32% diantaranya merupakan

bedah mayor, dan 25,1% mengalami kondisi kejiwaan serta 7% mengalami

kecemasan (Kemenkes, 2016).

Pembedahan atau operasi adalah suatu tindakan pengobatan yang

menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh

yang ditangani. Pasien pre operasi dapat mengalami berbagai ketakutan, takut

terhadap anestasi, nyeri atau kematian, dan takut ketidaktahuan. Selain

ketakutan-ketakutan tersebut pasien juga mengalami kekhawatiran lain seperti

masalah finansial, tanggungjawab terhadap keluarga dan kewajiban pekerjaan

atau ketakutan akan prognosis buruk atau kemungkinan kecacatan di masa

akan datang sehingga tindakan pembedahan akan memberikan dampak

terhadap perubahan dalam kehidupan seseorang. Keadaan atau peristiwa

tersebut, menuntut individu tersebut harus menyesuaikan diri untuk

mengatasinya, maka perlu adanya adaptasi, tetapi kemampuan adaptasi

2
seseoarang berbeda-beda, sehingga bisa muncul kondisi stres atau kecemasan

(Budikasi, 2017).

Kecemasan adalah respon psikologis terhadap stres yang mengandung

komponen fisiologik dan psikologik. Reaksi fisiologis terhadap kecemasan

merupakan reaksi yang pertama timbul pada sistem saraf otonom, meliputi

peningkatan frekuensi nadi dan respirasi, pergeseran tekanan darah dan suhu,

relaksasi otot polos pada kandung kemih dan usus, kulit dingin dan lembab

(Asmadi, 2016).

kecemasan besar yang dialami sebelum operasi, dilaporkan

mempengaruhi 60 - 80% dari pasien bedah. Peningkatan kecemasan sebelum

operasi terkait dengan respon fisiologis jalan seperti hipertensi dan disritmia

dan dapat menyebabkan pasien untuk menolak operasi yang direncanakan.

Kecemasan menyebabkan berbagai respon. Respon psikologis termasuk

takikardi (detak jantung diatas normal), hipertensi, suhu tinggi atau demam,

berkeringat, mual dan sensitif terhadap sentuhan, bau atau mendengar

(Nigussie et al, 2018).

Kecemasan pasien pre operasi disebabkan berbagai faktor, diantaranya

adalah faktor pengetahuan, dukungan keluarga, komunikasi atau sikap

perawat dalam mengaplikasikan pencegahan kecemasan pada pasien pre

operasi, dan jenis operasi. Kecemasan berhubungan dengan segala macam

prosedur asing yang harus dijalani pasien dan juga ancaman terhadap

keselamatan jiwa akibat prosedur pembedahan dan tindakan pembiusan.

Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan

3
perioperatif. Hal ini disebabkan fase ini merupakan awal yang menjadi

landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Pengkajian secara

integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat

diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi (Andi, 2018).

Kecemasan yang dialami pasien tersebut secara umum disebabkan

karena kurangnya pengetahuan tentang tindakan pembedahan. Perawat

memberikan pendidikan dan pemahaman kepada pasien secara terorganisir

dalam rangka menanamkan prilaku sehat, seperti yang diharapkan dalam

mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Pendidikan dan pemahaman yang

diberikan oleh perawat kepada pasien dapat meningkatkan pengetahuan

pasien tentang penyakit (Hawari, 2016). Tingkat pengetahuan seseorang

berpengaruh dalam memberikan respon terhadap suatu yang akan datang baik

dari dalam maupun luar. Orang yang mempunyai pengetahuan baik akan

memberikan respon yang lebih rasional dibandingkan mereka yang

berpengetahuan kurang baik. Kecemasan merupakan respon yang dipelajari,

dengan demikian pendidikan yang rendah menjadi faktor penunjang

terjadinya kecemasan dalam menghadapi operasi (Zulfadila, 2017).

Hal tersebut sejalan dengan penelitian Yuli (2020) dengan hasil

penelitian bahwa pasien preoperasi bedah mayor yang mengalami tingkat

kecemasan sedang lebih banyak pada pasien yang mempunyai pengetahuan

rendah (73,1%) dibandingkan dengan yang mempunyai pengetahuan tinggi

(27,7%). Hasil uji statistik chi square diperoleh nilai pvalue < 0,05 yaitu

0,000, maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara

4
pengetahuan dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi bedah mayor.

Perawat sangat berperan penting meningkatkan pengetahuan pasien dengan

memberikan informasi kepada pasien tentang jenis operasi yang akan dijalani

oleh pasien, bagaimana proses operasi dan tujuannya, komplikasi setelah

operasi, jenis anestesi dan efek yang ditimbulkan, persiapan sebelum

menjalani operasi baik mental maupun fisik dan penanganan setelah operasi.

Selain itu, dukungan keluarga juga memiliki peranan yang penting

dalam menurunkan kecemasan pada pasien pre opersi. Dukungan keluarga

adalah tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit.

Keluarga memiliki peran dalam memberikan dukungan untuk memberikan

ketenangan dan kenyamanan pada saat ada anggota keluarganya yang sedang

mengalami sakit. Pasien yang menjalani operasi memerlukan orang terdekat

untuk memberikan dukungan baik secara fisik maupun psikologis dalam

memberikan ketenangan dan kenyamanan selama menjalani pengobatan.

Keluarga berperan dalam mengatasi setiap masalah yang dihadapi pasien saat

akan menjalani operasi. Peran keluarga dalam mengenal masalah kesehatan

yaitu mampu mengambil keputusan dalam kesehatan, Ikut merawat anggota

keluarga yang sakit, memodifikasi lingkungan, dan memanfaatkan fasilitas

kesehatan yang ada sangatlah penting dalam mengatasi kecemasan pasien

(Ulfah, 2017).

Hal ini sejalan dengan penelitian Hartono (2020) dengan hasil

penelitian menunjukkan bahwa keluarga sebagian besar memberikan

dukungan tinggi sebanyak 27 responden (58.7%). Hasil penelitian diperoleh p

5
value 0,027, artinya ada hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat

kecemasan pasien pre operasi. Semakin kurang dukungan keluarga yang

diberikan terhadap pasien menyebabkan pasien merasa cemas saat akan

dilakukan tindakan operasi. Dukungan yang kurang akan menyebabkan

pasien kurang merasa tenang dan nyaman pada saat menjalani pengobatan di

rumah sakit sehingga pasien mudah mengalami cemas.

Intervensi keperawatan pada masa sebelum, selama maupun setelah

operasi yang tepat diperlukan untuk mengurangi tingkat kecemasan klien.

Penerapan komunikasi teraupetik perawat kepada pasien pre operasi dapat

memberikan informasi-informasi akurat yang dibutuhkan oleh pasien sesuai

dengan kondisi dan tingkat kecemasan yang dialaminya. Komunikasi

terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan

kegiatan dipusatkan untuk mengatasi masalah yang dihadapi klien. Dengan

komunikasi dan hubungan terapeutik perawat-klien diharapkan dapat

menurunkan kecemasan klien. Klien merasa bahwa interaksinya dengan

perawat merupakan kesempatan untuk berbagi pengetahuan, perasaan dan

informasi dalam rangka mencapai tujuan keperawatan yang optimal, sehingga

proses penyembuhan akan lebih cepat. Pasien yang setelah diberikan

komunikasi terapeutik mengatakan bahwa dirinya menjadi lebih tenang,

ikhlas dan siap menjalani tindakan operasi. komunikasi yang terampil,

profesional, menghormati privasi pasien, pasien akan merasa lebih

diperhatikan, mendapat dukungan, dan memiliki pemahaman sehingga dapat

mengurangi perasaan gellisah, tegang, takut dan cemas (Suprastyo, 2016).

6
Hal ini sejalan dengan penelitian Andi (2018) dengan hasil penelitian

menunjukkan bahwa dari 22 responden menyatakan yang komunikasi

terapeutik perawat yang baik sebanyak 17 orang (77,3%), dan kurang

sebanyak 5 orang (22,7%). Hasil uji statistik menunjukkan dari hasil uji Chi

Square didapatkan nilai p = 0.035, yang artinya ada hubungan komunikasi

terapeutik perawat dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi.

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan secara

sadar, tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan klien.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka dirasa perlu untuk melakukan

penelitian tentang “faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat

kecemasan pasien pra-operasi dengan pendekatan studi literatur”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “faktor-faktora apakah yang berhubungan dengan

kecemasan pada pasien pra-operasi dengan pendekatan studi literatur?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan dengan tingkat kecemasan pada pasien pra-operasi dengan

pendekatan studi literatur.

7
D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian, sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, hasil peneliatian ini dapat bermanfaat untuk

menambah ilmu dan pengetahuan terutama dalam keperawatan medikal

bedah.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Tenaga Kesehatan

Diharapkan dapat menjadi suatu pengetahuan baru bagi tenaga

Kesehatan dalam melakukan intervensi bagi pasien pre operasi.

b. Bagi Keluarga

Dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi keluarga sebagai

masukan untuk memberikan dukungan bagi anggota keluarga yang

akan melakukan operasi.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi untuk

melakukan penelitian sejenis dan lebih lanjut dalam bidang yang sama.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Kecemasan

1. Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah keadaan emosi tanpa objek tertentu. Kecemasan

dipicu oleh hal yang tidak diketahui dan menyertai semua pengalaman

baru, seperti masuk sekolah, memulai pekerjaan baru atau melahirkan

anak. Karakteristik kecemasan ini yang membedakan dari rasa takut

(Sundeen, 2016).

Kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang

digambarkan dengan kegelisahan atau ketegangan dan tanda – tanda

hemodinamik yang abnormal sebagai konsekuensi dari stimulasi simpatik,

parasimpatik dan endokrin (Zakariah, 2017).

Kecemasan adalah respon terhadap situasi tertentu yang mengancam

dan merupakan hal normal yang terjadi yang disertai perkembangan,

perubahan, pengalaman baru, serta dalam menemukan identitas diri dan

hidup. Kecemasan merupakan suatu perasaan subjektif mengenai

ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari

ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman.

Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan

yang nantinya akan menimbulkan perubahan fisiologis dan psikologis.

Kecemasan dalam pandangan kesehatan juga merupakan suatu keadaan

9
yang menggoncang karena adanya ancaman terhadap kesehatan (Grebb

(2016).

2. Teori-Teori Kecemasan

Konsep kecemasan berkembangnya dari zaman dahulu sampai

sekarang. Masing – masing model mengembangkan beberapa teori tertentu

dari fenomena kecemasan. Teori-teori ini saling diperlukan untuk

memahami kecemasan secara komprehensif. Berikut beberapa teori

kecemasan menurut Grebb (2016) yaitu:

a. Teori Genatik

Pada sebagian manusia yang menunjukkan kecemasan, riwayat hidup

dan riwayat keluarga merupakan predisposisi untuk berperilaku cemas.

Sejak kanak – kanak mereka merasa risau, takut dan merasa tidak pasti

tentang sesuatu yang bersifat sehari – hari. Penelitian riwayat keluarga

dan anak kembar menunjukkan faktor genetik ikut berperan dalam

gangguan kecemasan.

b. Teori Katekolamin

Situasi-situasi yang ditandai oleh sesuatu yang baru, ketidakpastian

perubahan lingkungan, biasanya menimbulkan peningkatan sekresi

adrenalin (epinefrin) yang berkaitan dengan intensitas reaksi-reaksi

yang subjektif, yang ditimbulkan oleh kondisi yang merangsangnya.

Teori ini menyatakan bahwa reaksi cemas berkaitan dengan

peningkatan kadar katekolamin yang beredar dalam badan.

c. Teori James-Lange

10
Kecemasan adalah jawaban terhadap rangsangan fisik perifer, seperti

peningkatan denyut jantung dan pernapasan

d. Teori Psikoanalisa

Kecemasan berasal dari impulse anxiety, ketakutan berpisah (separation

anxiety), kecemasan kastrisi (castriation anxiety) dan ketakutan

terhadap perasaan berdosa yang menyiksa (superego anxiety).

e. Teori Peerilaku atau Teori Belajar

Teori ini menyatakan bahwa kecemasan dapat dipandang sebagai

sesuatu yang dikondisikan oleh ketakutan terhadap rangsangan

lingkungan yang spesifik. Jadi kecemasan disini dipandang sebagai

suatu respon yang terkondisi atau respon yang diperoleh melalui proses

belajar.

f. Teori Perilaku Kognitif

Kecemasan adalah bentuk penderitaan yang berasal dari pola pikir

maladaptif.

g. Teori Belajar Sosial

Kecemasan dapat dibentuk oleh pengaruh tokoh-tokoh penting masa

kanak-kanak.

h. Teori Sosial

Kecemasan sebagai suatu respon terhadap stessor lingkungan, seperti

pengalaman-pengalaman hidup yang penuh dengan ketegangan.

i. Teori Eksistensi

11
Kecemasan sebagai suatu ketakutan terhadap ketidakberdayaan dirinya

dan respon terhadap kehidupan yang hampa dan tidak berarti.

3. Tingkat Kecemasan

Menurut Sundeen (2016) ada 4 tingkat kecemasan yaitu:

a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada. Kecemasan

ringan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan

kreativitas.

b. Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada

masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga

seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan

sesuatu yang terarah.

c. Kecemasan Berat

Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada

sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal

lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat

memusatkan pada suatu area yang lain.

d. Kecemasan Sangat Berat (Panik)

Berhubungan dengan ketakutan dan teror karena mengalami kehilangan

kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu melakukan sesuatu

walaupun dengan pengarahan. Kecemasan yang dialami akan

12
memberikan berbagai respon yang dapat dimanifestasikan pada respon

fisiologis, respon kognitif dan respon perilaku.

4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan

Menurut Grebb (2016), factor-faktor yang dapat menyebabkan

kecemasan pasien pre operasi adalah:

a. Faktor Intrinsik

1) Usia pasien

Gangguan kecemasan dapat terjadi pada semua usia, lebih sering

pada usia dewasa dan lebih banyak pada wanita. Sebagian besar

kecemasan terjadi pada usia 21 – 45 tahun. Semakin bertambahnya

usia, kematangan psikologi individu semakin baik, artinya semakin

matang psikologi seseorang maka akan semakin baik pula adaptasi

terhadap kecemasan.

2) Pengalaman pasien menjalani pengobatan (operasi)

Pengalaman awal pasien dalam pengobatan merupakan

pengalaman-pengalaman yang sangat berharga yang terjadi pada

individu terutama untuk masa-masa yang akan datang. Pengalaman

awal ini sebagai bagian penting dan bahkan sangat menentukan

bagi kondisi mental individu di kemudian hari. Apabila

pengalaman individu tentang anestesi kurang, maka cenderung

mempengaruhi peningkatan kecemasan saat menghadapi tindakan

anestesi.

3) Konsep diri dan peran

13
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian

yang diketahui individu terhadap dirinya dan mempengaruhi

individu berhubungan dengan orang lain.

b. Faktor Ekstrinsik

1) Kondisi medis (diagnosis penyakit)

Terjadinya gejala kecemasan yang berhubungan dengan kondisi

medis sering ditemukan walaupun insidensi gangguan bervariasi

untuk masing-masing kondisi medis, misalnya pada pasien sesuai

hasil pemeriksaan akan mendapatkan diagnosa pembedahan, hal ini

akan mempengaruhi tingkat kecemasan pasien. Sebaliknya pada

pasien dengan diagnosa baik tidak terlalu mempengaruhi tingkat

kecemasan.

2) Tingkat pendidikan

Pendidikan bagi setiap orang memiliki arti masing-masing.

Pendidikan pada umumnya berguna dalam merubah pola pikir, pola

bertingkah laku dan pola pengambilan keputusan. Tingkat

pendidikan yang cukup akan lebih mudah dalam mengidentifikasi

stresor dalam diri sendiri maupun dari luar dirinya. Tingkat

pendidikan juga mempengaruhi kesadaran dan pemahaman

terhadap stimulus.

3) Akses informasi

Akses informasi adalah pemberitahuan tentang sesuatu agar orang

membentuk pendapatnya berdasarkan sesuatu yang diketahuinya.

14
Informasi adalah segala penjelasan yang didapatkan pasien

sebelum pelaksanaan tindakan anestesi terdiri dari tujuan anestesi,

proses anestesi, resiko dan komplikasi serta alternatif tindakan

yang tersedia, serta proses administrasi.

4) Proses adaptasi

Tingkat adaptasi manusia dipengaruhi oleh stimulus internal dan

eksternal yang dihadapi individu dan membutuhkan respon

perilaku yang terus menerus. Proses adaptasi sering menstimulasi

individu untuk mendapatkan bantuan dari sumber-sumber di

lingkungan dimana dia berada. Perawat merupakan sumber daya

yang tersedia di lingkungan rumah sakit yang mempunyai

pengetahuan dan keterampilan untuk membantu pasien

mengembalikan atau mencapai keseimbangan diri dalam

menghadapi lingkungan yang baru.

5) Tingkat sosial ekonomi

Status sosial ekonomi juga berkaitan dengan pola gangguan

psikiatrik.

6) Jenis tindakan anestesi

Klasifikasi suatu tindakan medis yang dapat mendatangkan

kecemasan karena terdapat ancaman pada integritas tubuh dan jiwa

seseorang. Semakin mengetahui tentang tindakan anestesi, akan

mempengaruhi tingkat kecemasan pasien.

7) Komunikasi teraupetik

15
Komunikasi sangat dibutuhkan baik bagi perawat maupun pasien.

Terlebih bagi pasien yang akan menjalani proses anestesi. Hampir

sebagian besar pasien yang menjalani anestesi mengalami

kecemasan. Pasien sangat membutuhkan penjelasan yang baik dari

perawat. Komunikasi yang baik diantara mereka akan menentukan

tahap anestesi selanjutnya. Pasien yang cemas saat akan menjalani

tindakan anestesi kemungkinan mengalami efek yang tidak

menyenangkan bahkan akan membahayakan.

B. Tinjauan Umum Tentang Pre Operasi

1. Pengertian Pre Operasi

Pre operasi adalah waktu dimulai ketika keputusan untuk informasi

bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi. Tindakan

operasi atau pembedahan, baik elektif maupun kedaruratan adalah

peristiwa kompleks yang menegangkan. Sehingga pasien memerlukan

pendekatan untuk mendapatkan ketenangan dalam menghadapi operasi

(Brunner & Suddarth, 2014).

2. Gambaran Pasien Pre Operasi

Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun

mental aktual pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi

stres fisiologis maupun psikologis. Penyebab kekhawatiran/ kecemasan

pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain nyeri setelah

pembedahan, perubahan fisik, ruang operasi, peralatan pembedahan dan

16
petugas, mati saat di operasi/ tidak sadar lagi, dan operasi gagal. Beberapa

hal yang menyebabkan kecemasan sebelum pembedahan dan anestesi yaitu

lingkungan yang asing, masalah biaya, ancaman akan penyakit yang lebih

parah, masalah pengobatan, dan pendidikan kesehatan (Tarwoto dan

Wartonah, 2015).

3. Persiapan Pasien Pre Operasi

Menurut Sjamsuhidajat, Prasetyono, dan Riwanto (2017), bahwa

persiapan pasien pre operasi meliputi persiapan fisik dan persiapan mental,

persiapan ini penting sekali untuk mengurangi faktor resiko yang

diakibatkan dari suatu pembedahan.

a. Persiapan Fisik

Perawatan yang harus diberikan pada pasien pre operasi, diantaranya

keadaan umum pasien, keseimbangan cairan dan elektrolit, status

nutrisi, puasa, personal hygiene, dan pengosongan kandung kemih.

b. Persiapan Mental

Pasien secara mental harus dipersiapkan untuk menghadapi

pembedahan, karena selalu ada rasa cemas atau khawatir terhadap

penyuntikan, nyeri luka, anestesi, bahkan terhadap kemungkinan cacat

atau mati. Hubungan baik antara penderita, keluarga dan tenaga

kesehatan sangat membantu untuk memberikan dukungan sosial

(support system) dan pendidikan kesehatan.

17
C. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung,

telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan

sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan merupakan hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu

seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung,

telinga dan sebagainya) dengan sendirinya, pada waktu penginderaan

sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh

intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar

pengetahuan diperoleh dari indera penglihatan dan pendengaran.

Pengetahuan seseorang terhadap objek memiliki intensitas yang berbeda-

beda (Notoatmodjo, 2014).

2. Tingkatan Pengetahuan

Taksonomi Bloom setelah dilakukan revisi oleh Aderson dan

Kratwohl (2001), terdapat perbedaan yang tidak banyak pada dimensi

Kognitif. Anderson (dalam Widodo, 2006) menguraikan dimensi proses

kognitif pada taksonomi Bloom Revisi yang mencakup:

a. Mengingat

Dapat mengingat kembali pengetahuan yang diperoleh dalam jangka

waktu yang lama

18
b. Memahami

Membangun makna dari pesan-pesan instruksional, termasuk lisan,

tulisan, dan grafik komunikasi, termasuk di dalamnya: meringkas,

menyimpulkan, mengklasifikasi, membandingkan, menjelaskan,

mencontohkan.

c. Menerapkan

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan atau

mengaplikasikan materi yang dipelajari pada situasi dan kondisi yang

sebenarnya.

d. Menganalisis

Kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan

atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu

memahami hubungan diantara bagian-bagian yang satu dengan yang

lainnya.

e. Mengevaluasi

Kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap situasi,

nilai atau ide atau mampu melakukan penilaian berdasarkan kriteria dan

standar.

f. Menciptakan

Kemampuan menyusun unsur-unsur untuk membentuk suatu

keseluruhan koheren atau fungsional, mereorganisasi unsur ke dalam

pola atau struktur baru, termasuk didalamnya hipotesis (Generating),

perencanaan (Planning), penghasil (Producing).

19
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang dapat

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

a. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain.

Pengalaman yang sudah diperoleh dapat memperluas pengetahuan

seseorang.

b. Umur

Makin tua umur seseorang maka proses perkembangan mentalnya

bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses

perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan

tahun. Selain itu, daya ingat seseorang dipengaruhi oleh umur. Dari

uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur

seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang

diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu mengingat atau

menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu

pengetahuan akan berkurang.

c. Tingkat Pendidikan

Pendidikan dapat memperluas wawasan atau pengetahuan seseorang.

Secara umum seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan

mempunyai pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan

seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.

d. Sumber Informasi

20
Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia

mendapatkan informasi yang baik maka pengetahuan seseorang akan

meningkat. Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan

seseorang misalnya radio, televisi, majalah, koran dan buku.

e. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan

seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia

akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber

informasi.

f. Sosial Budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi dan sikap seseorang terhadap

sesuatu.

D. Tinjauan Umum Tentang Dukungan Keluarga

1. Pengertian Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang

masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda dalam berbagai tahap-

tahap siklus kehidupan. Dukungan keluarga dapat berupa dukungan sosial.

internal, seperti dukungan dari suami, istri, atau dukungan dari saudara

kandung, dan dapat juga berupa dukungan keluarga eksternal bagi

keluarga inti. Dukungan keluarga mampu membuat keluarga berfungsi

21
dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini

meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman, 2013).

Menurut Friedman (2013), dukungan keluarga adalah suatu bentuk

hubungan interpersonal yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan

terhadap anggota keluarga, sehingga anggota keluarga merasa ada yang

memperhatikan. Jadi dukungan sosial keluarga mengacu kepada

dukungan-dukungan sosial yang dipandang oleh anggota keluarga sebagai

sesuatu yang dapat diakses atau diadakan untuk keluarga yang selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan (Erdiana, 2015).

2. Sumber Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (2013) terdapat tiga sumber dukungan sosial

umum, sumber ini terdiri atas jaringan informal yang spontan: dukungan

terorganisasi yang tidak diarahkan oleh petugas kesehatan professional,

dan upaya terorganisasi oleh professional kesehatan. Dukungan sosial

keluarga mengacu kepada dukungan-dukungan sosial yang di pandang

oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses atau diadakan

untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota

keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap

memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial

keluarga dapat berupa dukungan sosial keluarga internal, seperti dukungan

dari suami/istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial

keluarga eksternal.

3. Tujuan Dukungan Keluarga

22
Sangatlah luas diterima bahwa orang yang berada dalam lingkungan

sosial yang suportif umumnya memiliki kondisi yang lebih baik

dibandingkan rekannya yang tanpa keuntungan ini. Lebih khususnya,

karena dukungan sosial dapat dianggap mengurangi atau menyangga efek

serta meningkatkan kesehatan mental individu atau keluarga secara

langsung, dukungan sosial adalah strategi penting yang harus ada dalam

masa stress bagi keluarga (Friedman, 2013). Dukungan sosial juga dapat

berfungsi sebagai strategi pencegahan guna mengurangi stress akibat

negatifnya. Sistem dukungan keluarga ini berupa membantu berorientasi

tugas sering kali diberikan oleh keluarga besar, teman, dan tetangga.

Bantuan dari keluarga besar juga dilakukan dalam bentuk bantuan

langsung, termasuk bantuan financial yang terus-menerus dan intermiten,

berbelanja, merawat anak, perawatan fisik lansia, melakukan tugas rumah

tangga, dan bantuan praktis selama masa krisis (Friedman, 2013).

4. Tipe Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (2013) menerangkan bahwa keluarga memiliki

empat tipe dukungan, di antaranya :

a. Dukungan Emosional

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat

dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-

aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan

dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan

dan didengarkan. Dukungan emosional keluarga merupakan bentuk

23
atau jenis dukungan yang diberikan keluarga berupa memberikan

perhatian, kasih sayang, dan empati. Dukungan emosional merupakan

fungsi afektif keluarga yang harus diterapkan kepada seluruh anggota

keluarga. Fungsi afektif merupakan fungsi internal keluarga dalam

memenuhi kebutuhan psikososial anggota keluarga dengan saling

mengasuh, cinta kasih, kehangatan, dan saling mendukung

menghargai antar anggota keluarga.

Dukungan emosional dari keluarga sangat dibutuhkan, dimana

hal ini dapat mempengaruhi status psikososial dan mental yang akan

ditunjukkan melalui perubahan perilaku yang diharapkan dalam upaya

meningkatkan status kesehatannya serta kualitas hidupnya. Hal

tersebut tentunya disebabkan karena terjadinya peningkatan perasaan

tidak berguna, tidak dihargai, merasa dikucilkan, dan kecewa.

Dukungan keluarga dapat mempengaruhi kesehatan fisik dan mental

seseorang melalui pengaruhnya terhadap pembentukan emosional

dalam meningkatkan kualitas hidupnya.

b. Dukungan Informasi

Keluarga berfungsi sebagai sebuah pengumpul dan penyebar

informasi. Menjelaskan tentang pemberian saran dan sugesti,

informasi yang dapat digunakan untuk mengungkapkan suatu

masalah. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan,

saran, petunjuk, dan pemberian informasi. Bentuk fungsi perawatan

kesehatan yang dapat diterapkan seperti menjelaskan tentang akses

24
perawatan kesehatan yang tidak tersedia agar dapat termotivasi

menjaga dan mengontrol kesehatannya.

c. Dukungan Instrumental

Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan

kongkrit diantaranya, dalam hal kebutuhan makan dan minum, dan

sebagainya. Dukungan instrumental keluarga merupakan suatu

dukungan atau bantuan penuh dari keluarga dalam bentuk

memberikan tenaga, dana, maupun, meluangkan waktu untuk

membantu atau melayani dan mendengarkan dalam menyampaikan

perasaannya. Serta dukungan instrumental keluarga merupakan fungsi

ekonomi dan fungsi perawatan kesehatan yang diterapkan keluarga.

d. Dukungan Penilaian

Keluarga bertindak sebagai pemberi umpan balik, membimbing

dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator

identitas anggota keluarga diantaranya memberikan support,

penghargaan, dan perhatian. Dukungan penilaian merupakan suatu

dukungan dari keluarga dalam bentuk memberikan umpan balik dan

penghargaan kepada lansia dengan menunjukkan respon positif yaitu

dorongan atau persetujuan terhadap gagasan, ide, atau perasaan

seseorang. Melalui dukungan penghargaan ini, maka akan mendapat

pengakuan atas kemampuannya baik sekecil dan sesederhana apapun.

5. Manfaat Dukungan Keluarga

25
Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi

sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda

dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam

semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat

keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai

akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga.

Friedman (2013), menyimpulkan bahwa baik efek-efek penyangga

(dukungan sosial menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan)

dan efek-efek utama (dukungan sosial secara langsung mempengaruhi

akibat-akibat dari kesehatan) ditemukan. Sesungguhnya efek-efek

penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan

kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan (Friedman, 2013).

6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (2013) faktor-faktor yang mempengaruhi

dukungan keluarga adalah:

a. Faktor Internal

1) Tahap Perkembangan

Artinya dukungan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini

adalah pertumbuhan dan perkembangan, dengan demikian setiap

rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon

terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda.

2) Pendidikan atau Tingkat Pengetahuan

26
Keyakinan seseorang terhadap adanya dukungan terbentuk oleh

variabel intelektual yang terdiri dari pengetahuan, latar belakang

pendidikan dan pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan

membentuk cara berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk

memahami faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit dan

menggunakan pengetahuan tentang kesehatan untuk menjaga

kesehatan dirinya.

3) Faktor Emosi

Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan terhadap adanya

dukungan dan cara melakukannya. Seseorang yang mengalami

respon stress dalam setiap perubahan hidupnya cenderung berespon

terhadap berbagai tanda sakit, mungkin dilakukan dengan cara

mengkhawatirkan bahwa penyakit tersebut dapat mengancam

kehidupannya. Seseorang yang secara umum terlihat sangat tenang

mungkin mempunyai respon emosional yang kecil selama ia sakit.

Seorang individu yang tidak mampu melakukan koping secara

emosional terhadap ancaman penyakit.

4) Spiritual

Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani

kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan,

hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari

harapan dan arti dalam hidup.

b. Faktor Eksternal

27
1) Praktek di Keluarga

Cara bagaimana keluarga memberikan dukungan biasanya

mempengaruhi penderita dalam melaksanakan kesehatannya.

Misalnya, klien juga kemungkinan besar akan melakukan tindakan

pencegahan jika keluarga melakukan hal yang sama.

2) Faktor Sosio-Ekonomi

Faktor sosial dan psikososial dapat meningkatkan resiko terjadinya

penyakit dan mempengaruhi cara seseorang mendefinisikan dan

bereaksi terhadap penyakitnya. Variabel psikososial mencakup:

stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan lingkungan kerja.Seseorang

biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok

sosialnya, hal ini akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan

cara pelaksanaannya. Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang

biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang

dirasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika

merasa ada gangguan pada kesehatannya.

3) Latar Belakang Budaya

Latar belakang budaya mempengaruhi keyakinan, nilai dan

kebiasaan individu, dalam memberikan dukungan termasuk cara

pelaksanaan kesehatan pribadi.

28
E. Tinjauan Umum Tentang Komunikasi Teraupetik

1. Pengertian Komunikasi Terapeutik

Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin yakni communicatio

yang artinya pemberitahuan atau pertukaran ide. Pemberitahuan atau

pertukaran ide dalam suatu proses komunikasi akan ada pembicara yang

menyampaikan pernyataan ataupun pertanyaan yang dengan harapan akan

ada timbal balik atau jawaban dari pendengarnya. Terapeutik merupakan

suatu hal yang diarahkan kepada proses dalam memfasilitasi penyembuhan

pasien. Sehingga komunikasi terapeutik itu sendiri merupakan salah satu

bentuk dari berbagai macam komunikasi yang dilakukan secara terencana

dan dilakukan untuk membantu proses penyembuhan pasien (Suryani,

2015).

Komunikasi terapeutik adalah kemampuan atau keterampilan

perawat untuk membantu klien beradaptasi terhadap stres, mengatasi

gangguan psikologis dan belajar bagaimana berhubungan dengan orang

lain. Komunikasi dalam profesi keperawatan sangatlah penting sebab

tanpa komunikasi pelayanan keperawatan sulit untuk diaplikasikan

(Priyanto, 2013).

Komunikasi terapeutik merupakan komunikasi yang direncanakan

secara sadar, tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk kesembuhan klien

(Ina dan Wahyu, 2014).

2. Tujuan Komunikasi Terapeutik

29
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk mengembangkan segala yang

ada dalam fikiran dan diri pasien ke arah yang lebih positif yang nantinya

akan dapat mengurangi beban perasaan pasien dalam menghadapi maupun

mengambil tindakan tentang kesehatannya. Tujuan lain dari komunikasi

terapeutik menurut Suryani (2015) adalah:

a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap

diri;

b. Kemampuan membina hubungan interpersonal yang tidak superfisial

dan saling bergantung dengan orang lain;

c. Meningkatkan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan

pasien serta mencapai tujuan yang realistik;

d. Menjaga harga diri;

e. Hubungan saling percaya.

3. Jenis Komunikasi Terapeutik

Jenis komunikasi terdiri dari verbal dan non verbal yang

dimanifestasikan secara terapeutik (Mubarak, 2013)

a. Komunikasi Verbal

Komunikasi yang menggunakan kata – kata mencakup komunikasi

bahasa terbanyak dan terpenting yang digunakan dalam berkomunikasi.

Hal ini disebabkan karena bahan dapat mewakili kenyataan kongkrit.

Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan

tiap individu untuk beberapa secara langsung.

b. Komunikasi non verbal

30
Komunikasi non verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan

kata-kata. Cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan

kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan non

verbal yang disampaikan klien mulai dari saat saat pengkajian sampai

evaluasi asuhan keperawatan, karena isyarat non verbal menambah arti

terhadap pesan verbal. Perawat yang mendeteksi suatu kondisi dan

menentukan kebutuhan asuhan keperawatan.

4. Ciri-Ciri Komunikasi Terapeutik

Ada tiga hal mendasar yang memberi ciri-ciri komunikasi terapeutik

(Arwani, 2013):

a. Keikhlasan (genuiness). Perawat harus menyadari tentang nilai, sikap

dan perasaan yang dimiliki terhadap keadaan klien. Perawat yang

mampu menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran mengenai

sikap yang dipunyai terhadap pasien sehingga mampu belajar untuk

mengkomunikasikan secara tepat;

b. Empati (emphaty). Empati merupakan perasaan, pemahaman dan

penerimaan perawat terhadap perasaan yang dialami klien dan

kemampuan merasakan dunia pribadi pada klien;

c. Kehangatan (warmth). Kehangatan, perawat akan mendorong klien

untuk mengekspresikan ide-ide dan menuangkannya dalam bentuk

perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi.

5. Prinsip Komunikasi Terapeutik

31
Menurut Lalongkoe (2013), prinsip-prinsip komunikasi terapeutik

yang harus diterapkan agarmendapatkan atau mencapai hasil yang

memuaskan yaitu dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut

a. Menjadikan klien sebagai fokus utama dalam interaksi;

b. Mengkaji kualitas intelektual untuk menentukan pemahaman;

c. Mempergunakan sikap membuka diri hanya untuk tujuan terapeutik;

d. Menerapkan profesional dalam mengatur hubungan terapeutik;

e. Menghindari hubungan sosial dengan klien.

6. Tahapan komunikasi Terapeutik

Tahapan dalam komunikasi terapeutik adalah:

a. Fase preinteraksi. Pre interaksi dimulai sebelum kontak pertama dengan

klien. Perawat mengumpulkan data tentang klien, mengeksplorasi

perasaan, kekuatan diri dan membuat rencana pertemuan dengan klien;

b. Fase orientasi. Pada tahap orientasi, perawat dapat mengucapkan salam

saat menemui pasien, memperkenalkan dirinya, membuat kontak awal

dengan pasien, menanyakan kabar pasien sebelum operasi,

menunjukkan sikap siap membantu dan tidak memaksa pasien untuk

bercerita keadaannya pada perawat;

c. Kerja. Pada fase kerja perawat menggunakan komunikasi dua arah,

menanggapi keluhan pasien dengan serius, bersikap jujur kepada

pasien, menepati janji yang telah diberikan, menciptakan suasana

lingkungan yang nyaman sehingga mendukung terjadinya komunikasi

yang efektif, mengulang pertanyaan dengan lebih jelas jika pasien

32
belum mengerti tentang pertanyaan yang disampaikan perawat, jangan

mendesak pasien untuk segera menjawab pertanyaan yang diajukan,

jangan memotong di tengah-tengah pembicaraan pasien, dan jangan

membandingkan dengan pasien lain;

d. Fase terminasi. Perawat dapat mengucapkan salam perpisahan,

membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, memberikan pendidikan

kesehatan post operasi, mengevaluasi respon pasien terhadap

komunikasi yang telah disampaikan dan meninggalakan petunjuk cara

menghubungi pasien (Damayanti, 2013).

F. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian ini dapat digambarkan seperti gambar dibawah:

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan

Dukungan Keluarga Kecemasan Pasien


Pre Operasi
Komunikasi Teraupetik
Perawat

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Keterangan :

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

: Hubungan

33
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan menggunakan

metode Systematic Review yakni sebuah sintesis dari studi literature yang

bersifat sitematik, jelas, menyeluruh, dengan mengidentifikasi, menganalisis,

mengevaluasi melalui pengumpulan data – data yang sudah ada dengan metode

pencarian yang eksplisit dan melibatkan proses telaah kritis dalam pemilihan

studi.

B. Tahapan Systematic Review

1. Identifikasi Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan judul penelitian diatas kita dapat menentukan PICO tersebut;

P = Artikel penelitian yang berkaitan dengan faktor-faktor yang

berhubungan dengan kecemasan pada pasien pre operasi,

I = tidak ada intervensi,

C = tidak ada pembanding atau intervensi lainnya dan

O = mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan

pasien pra-operasi. Pertanyaan penelitian berdasarkan “PICO” adalah

bagaimanakah gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan

kecemasan pada pasien pra-operasi melalui studi literatur?

2. Menyusun Protokol

34
Menyusun protokol review kita menggunakan metode PRISMA (Preferred

Reporting Items For Systematic Reviews and Meta Analyses)

a. Pencarian Data

Pencarian data mengacu pada sumber data base Google Scholar yang

sifatnya resmi. Artikel/jurnal yang digunakan dicari melalui situs Google

Scholar dengan pencarian jurnal yang berkaitan dengan variabel

penelitian.

b. Skrining Data

Skrining adalah penyaringan atau pemilihan data (artikel penelitian) yang

bertujuan untuk memilih masalah penelitian.

c. Penialaian Kualitas (Kelayakan) Data

Penilaian kualitas atau kelayakan didasarkan pada data (artikel

penelitian) denga teks lengkap (full text) dengan memenuhi criteria yang

ditentukan (kriteria inklusi dan eksklusi).

d. Hasil Pencarian Data

Semua data (artikel penelitian) berupa artikel penelitian kuantitatif atau

kualitatif yang memenuhi semua syarat dan kriteria untuk dilakukan

analisis lebih lajut yang dilihat pada bagan PRISMA:

Hasil Jurnal secara keseluruhan


Google Scholar (n=452)

Screening rentang waktu 5


Screening, jurnal
tahun:
(n=61)
Google Scholar (n=61)

35
Jurnal yang dapat diakses keseluruhan Jurnal full teks yang dapat
teks diakses:
(n=25) Google Scholar (n=25)

Jurnal yang berkaitan dengan


faktor-faktor yang
berhubungan dengan
Jurnal akhir yang sesuai kriteria kecemasan pada pasien pra-
inklusi operasi
(n=10)

3. Menyusun Strategi Pencarian

Strategi pencarian dilakukan mengacu pada protokol yang telah dibuat dan

menentukan lokasi atau sumber database untuk pencarian data serta dapat

melibatkan orang lain untuk membantu review.

4. Ekstrasi Data

Ekstraksi data dapat dilakukan setelah proses protokol telah dilakukan

dengan menggunakan metode PRISMA, ekstrasi data dapat dilakukan

secara manual dengan membuat formulir yang berisi tentang; tipe artikel,

nama jurnal atau konferensi, tahun, judul, kata kunci, metode penelitian dan

lain-lain yang dilihat pada table ekstrasi data:

No Judul Jurnal Tahun Kata Kunci Metode Lokasi


Jurnal
1 Hubungan 2018 Kecemasan; deskriptif Eka
Karakteristik Dan Pengetahuan; korelasi Hospital
Pengetahuan Pra Operasi dengan Tangerang
Pasien Tentang pendekatan
Informasi Pra cross
Operasi Dengan sectional
Tingkat
Kecemasan Pasien

36
Pra Appendiktomi
2 Hubungan 2017 Pengetahuan survey Rumah
Pengetahuan dan analitik Sakit Mitra
Pasien Tentang Kecemasan dengan Husada
Informasi Pre pendekatan Pringsewu
Operasi Dengan cross Lampung
Kecemasan Pasien sectional
Pre Operasi
3 Hubungan 2016 Pengetahuan, survey Balai
Pengetahuan Tingkat analitik Kesehatan
Dengan Tingkat Kecemasan dengan Mata
Kecemasan Pada dan Pre menggunak Masyarakat
Klien Pre Operasi operasi an (BKMM)
Katarak Di Balai Katarak pendekatan Manado
Kesehatan Mata Cross-
Masyarakat Sectional
(BKMM) Manado
4 Hubungan 2018 Dukungan kuantitatif Rumah
Dukungan Keluarga, melalui Sakit
Keluarga Dengan Ansietas Pre- pendekatan Kendal
Tingkat Ansietas operasi cross
Pasien Pre Operasi sectional
Mayor
5 Hubungan 2017 Dukungan cross Ruang
Dukungan keluarga, sectional Perawatan
Keluarga Dengan kecemasan, Bedah Baji
Tingkat pre operasi Kamase 1
Kecemasan Pasien Dan 2
Pre Operasi Di Rumah
Ruang Perawatan Sakit
Bedah Baji Labuang
Kamase 1 Dan 2 Baji
Rumah Sakit Makassar
Labuang Baji
Makassar
6 Hubungan 2017 Dukungan Observasion RSUD
Dukungan keluarga, al analitik Sleman
Keluarga Dengan kecemasan, dengan
Tingkat pra anestesi pendekatan
Kecemasan cross
Preanestesi sectional
Dengan Tindakan
Spinal Anestesi di
RSUD Sleman
7 Hubungan 2019 Katarak, deskriptif RSUD Sele
Komunikasi Komunikasi korelasi Be Solu

37
Terapeutik Teraupeutik, dengan Kota
Dengan Kecemasan desain Sorong
Kecemasan Pasien Cross
Pre Operasi Sectional
Katarak
8 Hubungan 2017 hubungan Cross IRNA C
Terapeutik terapeutik, sectional RSUP
Perawat-Pasien kecemasan, Sanglah
Terhadap Tingkat pre operasi Denpasar
Kecemasan Pasien
Pre Operasi
9 Hubungan 2017 Komunikasi deskriptif RSUD
Komunikasi Terapeutik, analitik dan Nene
Terapeutik Tingkat pendekatan Mallomo
Perawat Dengan Kecemasan, cross Kab. Sidrap
Tingkat Pasien Pre sectional
Kecemasan Pasien Operasi study
Pre Operasi
10 Faktor-Faktor 2018 Jenis operasi, deskriptif Rumah
Yang Dukungan analitik sakit
Berhubungan keluarga, dengan Massenrem
Dengan Tingkat Komunikasi pendekatan pullu
Kecemasan Pasien terapeutik, Cross Kabupaten
Pre Operasi Kecemasan Sectional Enrekang
Study

C. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling

1. Populasi

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah jurnal

nasional. Jurnal yang didapatkan dari tahun 2016-2021 sebanyak 61 jurnal

nasional yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan

kecemasan pada pasien pra-operasi. Jurnal yang dapat diproses keseluruhan

teks sebanyak 25 Jurnal dan disaring jurnal yang berkaitan dengan variabel

independen terdapat 10 jurnal.

2. Sampel

38
Sampel dalam penelitian ini yaitu jurnal yang dapat dianalisis dan

dipersempit oleh peneliti terkait variabel independen dan sesuai dengan

kriteria inklusi yaitu berjumlah 10 artikel penelitian nasional yang berkaitan

dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada pasien pra-

operasi.

3. Teknik Sampling

Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling, yaitu suatu teknik penetapan sampel dengan cara

memilih sample di antara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti

(tujuan dan masalah dalam penelitian), sehingga sampel dapat mewakili

karakteristik populasi yang telah diketahui sebelumnya. Berdasarkan

karakteristik populasi yang telah diketahui, maka dibuat kriteria inklusi dan

eksklusi. Kriteria Inklusi adalah semua aspek yang harus ada dalam sebuah

penelitian yang akan kita review dan kirteria eksklusi adalah faktor – faktor

yang dapat menyebabkan sebuah penelitian menjadi tidak layak untuk di

review; sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

1) Artikel penelitian nasional dan internasional yang berkaitan dengan

faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pasien pra-

operasi.

2) Artikel penelitian diterbitkan dalam rentang waktu 5 tahun

3) Tipe artikel penelitian review articles, research articles

4) Artikel penelitian yang dapat diakses secara penuh

39
b. Kriteria Eksklusi

1) Artikel penelitian nasional dan internasional yang tidak berkaitan

dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pasien

pra-operasi.

2) Artikel penelitian diterbitkan telah lebih dari 5 tahun

3) Artikel penelitian yang hanya menampilkan abstrak saja.

D. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,

obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang di tetapkan oleh

peneliti untuk di pelajari kemudian di tarik kesimpulannya. Variabel dalam

penelitian ini meliputi:

1. Variabel Independen

Variabel independen atau bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau

yang menjadi sebab perubahan timbulnya variabel dependen (Sugiyono,

2013). Variabel independen dalam penelitian ini adalah pengetahuan,

dukungan keluarga dan komunikasi terapeutik.

2. Variabel Dependen

Variabel dependen atau terikat adalah variabel yang di pengaruhi atau yang

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiono, 2013). Variabel

dependen dalam penelitian ini adalah kecemasan pada pasien pra operasi.

40
E. Analisa Data

Setelah melewati tahap protokol sampai pada ekstraksi data, maka analisis data

dilakukan dengan menggabungkan semua data yang telah memenuhi kriteria

inklusi mengguakan teknik secara deskriptif untuk memberikan gambaran

faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan pada pasien pra-operasi.

41
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Tabel 4.1
Hasil Studi Literatur Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Kecemasan Pasien Pra Operasi

No Judul/Peneliti Tahun Lokasi Tujuan Desain Jumlah Metode Teknik Intervensi Hasil
Penelitian Responden Pengukuran Analisa
1 Hubungan 2018 Eka mengetahui dan deskriptif 60 Kuesioner uji - ada
Karakteristik Hospital mengidentifikasi korelasi responden korelasi hubungan
Dan Tangerang tingkat kecemasan dengan Kendal secara
Pengetahuan pasien pra pendekatan Tau signifikan
appendiktomi. antara
Pasien cross
pengetahuan
Tentang sectional dengan
Informasi Pra kecemasan
Operasi (p=0,0000.
Dengan
Tingkat
Kecemasan
Pasien Pra
Appendiktomi
2 Hubungan 2017 Rumah diketahui survey 74 Kuesioner Chi square - adanya

42
Pengetahuan Sakit hubungan analitik responden hubungan
Pasien Mitra pengetahuan dengan pengetahuan
Tentang Husada pasien tentang pendekatan pasien
Informasi Pre Pringsewu informasi pre cross tentang
operasi dengan informasi
Operasi Lampung sectional
kecemasan pasien pre operasi
Dengan pre operasi di dengan
Kecemasan Rumah Sakit kecemasan
Pasien Pre Mitra Husada pasien pre
Operasi Pringsewu operasi di
Lampung Rumah
Sakit Mitra
Husada
Pringsewu
(p= 0,023).
3 Hubungan 2016 Balai mengetahui survey 42 Kuesioner Chi square - terdapat
Pengetahuan Kesehatan hubungan analitik responden hubungan
Mata pengetahuan dengan yang
Dengan dengan tingkat
Masyaraka menggunakan bermakna
Tingkat kecemasan pada
t (BKMM) pendekatan antara
Kecemasan klien pre operasi
Manado katarak.
Cross- pengetahuan
Pada Klien Sectional dengan
Pre Operasi tingkat
Katarak Di kecemasan
Balai klien pre
Kesehatan operasi
Mata katarak
Masyarakat (p=0,001).
(BKMM)

43
Manado
4 Hubungan 2018 Rumah mengetahui kuantitatif 167 Kuesioner Chi square - ada
Dukungan Sakit hubungan melalui responden hubungan
Keluarga Kendal karakateristik dan pendekatan yang
Dengan dukungan cross signifikan
keluarga dengan antara
Tingkat sectional
tingkat ansietas karakteristik
Ansietas pasien pre operasi dukungan
Pasien Pre mayor. keluarga
Operasi dengan
Mayor tingkat
ansietas
pasien pre
operasi
mayor
(p=0,000).

5 Hubungan 2017 Ruang mengetahui cross 32 Kuesioner Chi square - ada


Dukungan Perawatan hubungan sectional responden hubungan
Keluarga Bedah dukungan antara
Dengan Baji keluarga dengan dukungan
tingkat kecemasan keluarga
Tingkat Kamase 1
pasien pre operasi dengan
Kecemasan Dan 2 di ruangan bedah tingkat
Pasien Pre Rumah baji kamase 1 dan kecemasan
Operasi Di Sakit 2 di RSUD pasien pre
Ruang Labuang Labuang Baji operasi di
Perawatan Baji Makassar ruang
Bedah Baji Makassar perawatan
Kamase 1 Dan bedah Baji
2 Rumah Sakit Kamase 1

44
Labuang Baji dan 2 RSUD
Makassar Labuang
Baji
Makassar
(p=0,000).
6 Hubungan 2017 RSUD mengetahui Observasional 38 Kuesioner Spearman - terdapat
Dukungan Sleman hubungan analitik responden rank hubungan
Keluarga dukungan dengan yang
Dengan keluarga dengan pendekatan signifikan
tingkat kecemasan antara
Tingkat cross
preanestesi dukungan
Kecemasan dengan tindakan
sectional keluarga
Preanestesi spinal anestesi di dengan
Dengan RSUD Sleman tingkat
Tindakan kecemasan
Spinal preanestesi
Anestesi di dengan
RSUD Sleman tindakan
spinal
anestesi di
RSUD
Sleman
(p=0,001).
7 Hubungan 2019 RSUD mengetahuai deskriptif 37 Kuesioner Spearman - ada
Komunikasi Sele Be hubungan korelasi responden rank hubungan
Terapeutik Solu Kota komunikasi dengan desain yang
Dengan Sorong terapeutik Cross signifikan
antara
Kecemasan dengan Sectional
komunikasi
Pasien Pre kecemasan teraupeutik
Operasi pasien pre dengan

45
Katarak operasi katarak kecemasan
pasien pre
operasi
katarak
(p=0,003).
8 Hubungan 2017 IRNA C mengetahui Cross 45 Kuesioner Spearman - ada
Terapeutik RSUP hubungan sectional responden rank hubungan
Perawat- Sanglah terapeutik yang
Pasien Denpasar perawat-pasien signifikan
terhadap tingkat antara
Terhadap
kecemasan pasien komunikasi
Tingkat pre operasi. perawat
Kecemasan dengan
Pasien Pre tingkat
Operasi kecemasan
pasien pre
operasi
(p=0,000).
9 Hubungan 2017 RSUD mengetahui deskriptif 30 Kuesioner Chi square - ada
Komunikasi Nene hubungan analitik dan responden hubungan
Mallomo komunikasi pendekatan komunikasi
Terapeutik terapeutik perawat terapeutik
Kab. cross
Perawat dengan tingkat perawat
Sidrap sectional
Dengan kecemasan pasien dengan
study
Tingkat pre operasi tingkat
kecemasan
Kecemasan pasien pre
Pasien Pre operasi
Operasi (p=0,031).
10 Faktor-Faktor 2018 Rumah deskriptif 22 Kuesioner Chi square - ada

46
Yang sakit analitik responden hubungan
Berhubungan Massenre dengan dukungan
Dengan mpullu pendekatan keluarga
Tingkat Kabupaten Cross (p=0,030)
dan
Kecemasan Enrekang Sectional
komunikasi
Pasien Pre Study terapeutik
Operasi (p=0,035)
dengan
kecemasan
pasien pre
operasi.

47
B. Pembahasan

Berdasarkan hasil review dari jurnal atau artikel yang di dapatkan oleh

peneliti, terdapat 10 artikel yang yang menganalisis tentang faktor-faktor yang

berhubungan dengan kecemasan pada pasien pra operasi, terutama faktor

pengetahuan, dukungan keluarga, komunikasi teraupetik perawat. Dari hasil

review artikel atau jurnal diatas, terdapat hubungan yang signifikan antara

pengetahuan, dukungan keluarga dan komunikasi teraupetik perawat dengan

kecemasan pada pasien pre operasi.

1. Hubungan Pengetahuan Dengan Kecemasan Pada Pasien Pra Operasi

Berdasarkan 10 artikel yang direview terkait faktor-faktor yang

berhubungan dengan kecemasan pada pasien pra operasi, terdapat 3 artikel

yang membahas tentang hubungan pengetahuan dengan kecemasan pada

pasien pra operasi yang dibuktikan dengan uji statistik p-value<0,05. Hasil

penelitian Tiurma (2018) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara pengetahuan dengan tingkat kecemasan pasien pra

operasi appendiktomi dengan nilai p-value = 0,000. Pengetahuan dapat

dipengaruhi oleh pendidikan. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi

pendidikan pasien semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan

pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya.

Sebaliknya, jika pasien tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat

perkembangan sikap pasien terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai

yang baru diperkenalkan.

48
Kecemasan seringkali muncul disebabkan oleh pemahaman yang

salah tentang tindakan pembedahan atau keterbatasan informasi tentang

kejadian yang akan dialami pasien baik saat, sebelum, selama bahkan

setelah prosedur operasi. Keluarga dan pasien yang belum mengetahui

prosedur tindakan operasi (pembedahan) dengan baik dapat mengalami

kecemasan (Beata, 2017).

Informasi dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang. Informasi

yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat

memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan

atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia

bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan

masyarakat tentan inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi berbagai

bentuk media massa seperti televis, radio, surat kabar, majalah dan lain-

lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan

kepercayaan orang. Dalam penyampaikan informasi sebagai tugas

pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti

yang dapat mengarahkan pendapat seseorang. Adanya informasi baru

mengenai sesuatu hal akan memberikan landasan kognitif baru bagi

terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut (Dewi, 2017).

Pada umumnya tindakan operasi dapat menimbulkan ketegangan dan

ketakutan serta dapat menimbulkan gangguan emosi atau tingkah laku

yang dapat mempengaruhi proses pembedahan sampai tindakan

pembedahan dibatalkan. Operasi yang merupakan pengalaman baru bagi

49
pasien dapat menimbulkan kecemasan, respon pasien ditunjukkan melalui

ekspresi marah, binggung, apatis dan mengajukan pertanyaan. Gejala

kecemasan ditandai dengan khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya

sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, gelisah muda terkejut, dada

berdebar-debar, takut pada keramaian, tidur tidak tenang, penurunang

konsentrasi, sakit pada otot, pendengaran berdengun (rinitus), sesak nafas,

tekanan daran meningkat, nadi meningkat, gangguan pencernaan dan lain

sebagainya. (Wawan dan Tanjung, 2016).

Perasaan cemas pada pasien pre operasi sendiri ditunjukan dengan

mayoritas pasien merasa cemas dan khawatir dengan tindakan dan resiko

operasi yang dapat menyebabkan pasien berada pada cemas ringan sampai

dengan cemas berat sekali, sehingga sampai ada pasien yang rencana

operasinya ditunda karena adanya peningkatan tekanan darah dan

peningkatan tekanan nadi. Kecemasan yang dialami oleh pasien adalah

karena pasien merasa khawatir dengan proses pembedahan yang akan

dijalani apakah akan berjalan dengan baik atau tidak, sehingga pasien terus

menerus memikirkan tentang proses tindakan operasi, sehingga pasien

membutuhkan informasi tentang prosedur pembedahan sebelum dilakukan

operasi karena dari hasil riset ditemukan pada tingkat cemas ringan sampai

denga cemas berat sekali. Kecemasan pasien menghadapi pre-operasi

adalah kecemasan terhadap masalah menjelang pelaksanaan operasi

dimana merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan dan

merupakan reaksi normal terhadap situasi yang menimbulkan stress dan

50
konflik, bersifat subyektif, dan timbul karena individu merasa dirinya

menghadapi ketegangan. Situasi pre operasi menyebabkan individu

mengalami kecemasan dan gejalanya akan selalu tetap tampak selama

situasi tersebut ada (Mathino, 2018).

Salah satu tindakan untuk mengurangi tingkat kecemasan adalah

dengan cara mempersiapkan mental dari klien. Persiapan mental tersebut

salah satunya dapat dilakukan melalui pendidikan kesehatan (Health

education). Kemampuan perawatan untuk mendengarkan secara aktif

untuk pesan baik verbal dan nonverbal sangat penting untuk membangun

hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga. Pendidikan

kesehatan pre operasi dapat menbantu klien dan keluarga mengidentifikasi

kekhawatiran yang dirasakan. Perawat kemudian dapat merencanakan

intervensi keperawatan dan perawatan suportif untuk mengurangi tingkat

kecemasan klien. Pendidikan kesehatan pada hakikatnya ialah suatu

kegiatan untuk menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat,

kelompok atau individu untuk memperoleh pengetahuan tentang kesehatan

yang baik. Sehingga, pengetahuan tersebut diharapkan dapat berpengaruh

terhadap perubahan perilaku kearah yang lebih baik (Notoatmodjo, 2014).

Menurut asumsi peneliti, informasi pra operasi harus selalu

disosialisasikan kepada pasien/keluarga karena pengetahuan tentang

informasi pra operasi adalah suatu hal yang penting untuk dapat

mengurangi kecemasan pasien/ keluarga. Dampak dari kurangnya

informasi pra operasi pada pasien akan menimbulkan berbagai pemahaman

51
yang salah tentang operasi sehingga akan menjadi pemicu meningkatnya

kecemasan. Pengalaman masa lalu juga dapat menjadi pengetahuan terbaik

pada pasien yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam

menghadapi stressor yang sama. Menjalani tindakan pembedahan pada

umumnya merupakan pengalaman pertama bagi pasien, sehingga tidak

adanya pengalaman masa lalu yang dapat menjadi pengetahuan bagi

pasien dapat menyebabkan kecemasan pada pasien pre operasi.

2. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kecemasan Pada Pasien Pra

Operasi

Berdasarkan 10 artikel yang direview terkait faktor-faktor yang

berhubungan dengan kecemasan pada pasien pra operasi, terdapat 4 artikel

yang membahas tentang hubungan dukungan keluarga dengan kecemasan

pada pasien pra operasi yang dibuktikan dengan uji statistik p-value<0,05.

Hasil penelitian Nisa (2018) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara dukungan keluarga dengan tingkat ansietas pasien pre

operasi mayor dengan nilai p-value = 0,000. Dukungan keluarga meliputi

sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita sakit, Salah

satu peran dan fungsi keluarga yaitu memberikan fungsi afektif untuk

pemenuhan kebutuhan psikososial anggota keluarganya dalam

memberikan kasih saying. Dukungan dari pihak keluarga sangat

dibutuhkan terhadap penderita sakit, anggota keluarga sangat penting,

sehingga anggota keluarga tersebut meras nyaman dan dicintai apabila

dukungan keluarga tersebut tidak adekuat maka merasa diasingkan atau

52
tidak dianggap oleh keluarga, sehingga seseorang akan mudah mengalami

ansietas dalam menjalani operasi.

Dukungan keluarga juga berkaitan dengan tingkat kecemasan

seseorang dimana peran keluarga adalah sesuatu yang diharapkan secara

normatife dari seseorang dalam situasi tertentu agar dapat memenuhi

harapan–harapan. Kecemasan dapat terjadi jika ada konflik dalam

keluarga. Keberadaan dukungan keluarga yang adekuat terbukti

berhubungan dengan menurunya mortalitas, lebih mudah sembuh dari

sakit, fungsi kognitif, fisik, dan kesehatan emosi. Disamping itu, pengaruh

positif dari dukungan sosial keluarga adalah pada penyesuaian terhadap

kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan stress, sehingga dukungan

keluarga perlu ditingkatkan terutama pada dukungan penilaian agar dapat

mengurangi kecemasan khususnya kecemasan pada pasien pre operasi.

Selain itu perlu adanya informasi dari para petugas kesehatan terhadap

keluarga pasien untuk selalu memperhatikan anggota keluarganya, karena

efek dari dukungan keluarga terhadap kesehatan dan kesejahtraan

berfungsi bersamaan (Setiadi, 2018).

Dukungan keluarga dari pihak keluarga sangat dibutuhkan terhadap

penderita sakit, anggota keluarga sangat penting, sehingga anggota

keluarga tersebut meras nyaman dan dicintai apabila dukungan keluarga

tersebut tidak adekuat maka merasa diasingkan atau tidak dianggap oleh

keluarga, sehingga seseorang akan mudah mengalami ansietas dalam

menjalani operasi. Dalam semua tahap, dukungan sosial keluarga

53
menjadikan keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan

akal, sehingga akan meningkatkan kesehatan dan adaptasi mereka dalam

kehidupan (Romadoni, 2016).

Menurut asumsi peneliti, dukungan keluarga berkaitan dengan

tingkat kecemasan seseorang dimana peran keluarga adalah sesuatu yang

diharapkan secara normatif dari seseorang dalam situasi tertentu agar dapat

memenuhi harapan-harapan. Kecemasan dapat terjadi jika ada konflik

dalam keluarga. Dukungan keluarga dapat memberikan rasa senang, rasa

aman, rasa nyaman dan mendapat dukungan emosional yang akan

mempengaruhi kesehatan jiwa. Karena itu dukungan keluarga sangat

diperlukan dalam perawatan pasien, dapat meningkatkan semangat hidup

dan menurunkan kecemasan pasien serta menguatkan komitmen pasien

untuk menjalani operasi dan pengobatan.

3. Hubungan Komunikasi Teraupetik Perawat Dengan Kecemasan Pada

Pasien Pra Operasi

Berdasarkan 10 artikel yang direview terkait factor-faktor yang

berhubungan dengan kecemasan pada pasien pra operasi, terdapat 4 artikel

yang membahas tentang hubungan komunikasi teraupetik perawat dengan

kecemasan pada pasien pra operasi yang dibuktikan dengan uji statistik p-

value<0,05. Hasil penelitian Artini (2017) menunjukkan bahwa ada

hubungan terapeutik perawat terhadap tingkat kecemasan pre operasi

dilihat dari nilai p-value= 0,000. Hubungan terapeutik dengan tingkat

kecemasan pasien pre operasi memiliki hubungan sangat kuat. Hubungan

54
terapeutik perawat-pasien adalah hubungan kerja sama yang ditandai

tukar-menukar prilaku, perasaan, pikiran, dan pengalaman dalam membina

hubungan yang erat yang terapeutik. Reduksi tingkat kecemasan pasien

dapat dilakukan melalui hubungan terapeutik yang efektif diharapkan

perawat dapat hadir secara fisik maupun psikologis, karena dengan

terapeutik yang baik perawat dapat menggali dan mengeksplorasi

penyebab kecemasan dan tingkat kecemasan pasien serta merencanakan

dan melaksanakan tindakan keperawatan untuk mengurangi tingkat

kecemasan yang dialami.

Perawat merupakan profesi yang menolong manusia untuk

beradaptasi secara positif terhadap stres yang dialami. Pertolongan yang

diberikan harus bersifat terapeutik. Instrumen utama yang dipakai adalah

diri perawat sendiri. Jadi analisa diri sendiri merupakan dasar utama untuk

memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas. Respon cemas

seseorang tergantung pada kematangan pribadi, pemahaman dalam

menghadapi tantangan, harga diri, dan mekanisme koping yang digunakan

dan juga mekanisme pertahanan diri yang digunakan untuk mengatasi

kecemasannya antara lain dengan menekan konflik, impuls-impuls yang

tidak dapat diterima secara sadar, tidak mau memikirkan hal- hal yang

kurang menyenangkan. Komunikasi yang bersifat terapeutik akan

meningkatkan kepekaan diri diri kita akan perasaan orang lain, khususnya

klien. Selain itu dalam komunikasi terapeutik, diri kita akan terlatih

mengerti akan keinginan yang dibutuhkan klien. Setiap kilen memiliki

55
karakter yang berbeda, tidak ada klien yang sama. Oleh karena itu,

diperlukan teknik yang berbeda-beda dalam berkomunikasi dengan klien.

Melalui hubungan terapeutik perawat-klien, perawat termotivasi

memberikan pelayanan terbaik dengan cara memakai dirinya secara

terapeutik dalam membantu klien untuk mengenal dirinya, termasuk

perilaku, perasaan, pikiran dan nilai agar asuhan yang diberikan tetap

berkualitas dan menguntungkan klien (Purba, 2018).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses

penyembuhan klien. Dalam pengertian ini mengatakan bahwa komunikasi

terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat memakai

pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya

berpusat pada klien. Komunikasi terapeutik dapat menurunkan kecemasan

pasien, karena pasien merasa bahwa interaksinya dengan perawat

merupakan kesempatan untuk berbagi pengetahuan, perasaan dan

informasi dalam rangka mencapai tujuan keperawatan yang optimal,

sehingga proses pelaksanaan operasi dapat berjalan lancar tanpa adanya

kendala (Rahman, 2017).

Komunikasi terapeutik memberikan pengertian antara perawat dan

klien dengan tujuan membantu klien memperjelas dan mengurangi beban

pikiran serta diharapkan dapat menghilangkan kecemasan. Perawat sebagai

komponen penting dalam proses keperawatan dan orang yang terdekat

dengan klien diharapkan mampu berkomunikasi terapeutik, melalui

perkataan, perbuatan, atau ekspresi yang memfasilitasi penyembuhan

56
klien. Pada fase kerja perawat-pasien memiliki waktu bertatap muka lebih

lama dan perawat mendengarkan secara aktif dengan penuh perhatian

sehingga mampu membantu pasien untuk mendefinisikan masalah

kesehatannya. Untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan pasien perlu

ditekankan bahwa kesan lahiriah perawat mampu berbicara banyak, baik

mulai profil tubuh atau wajah terutama senyum yang tulus dari perawat,

kerapianberbusana, sikap yang familiar dan yang paling penting adalah

cara berbicara (Priscylia, 2018).

Komunikasi dan hubungan terapeutik yang terbina antara perawat

dan klien dapat membantu menurunkan kecemasan klien karena klien

dapat mengeksplorasikan perasaannya, menceritakan ketakutan,

kekhawatirannya menghadapi situasi tersebut dan mendapatkan solusi

serta pengetahuan yang diperlukan. Komunikasi terapeutik dapat

menurunkan kecemasan pasien, karena pasien merasa bahwa interaksinya

dengan perawat merupakan kesempatan untuk berbagi pengetahuan,

perasaan dan informasi dalam rangka mencapaitujuan keperawatan yang

optimal, sehingga proses pelaksanaan operasi dapat berjalan lancar tanpa

adanya kendala (Siti & Ida, 2018).

Menurut asumsi peneliti, Komunikasi perawat sangat dibutuhkan

dalam berbagai situasi yang dialami pasien. Hal ini dikarenakan pasien

membutuhkan kenyamanan dan perhatian dari perawat, mengingat segala

tindakan membuat pasien merasa takut akan sesuatu lain yang akan terjadi,

terutama pasien yang akan menjalani operasi memiliki tingkat stress dan

57
cemas yang tinggi. Ketika komunikasi antara perawat-pasien kurang

diterapkan maka masalah pasien tidak akan teratasi. Oleh karena itu, dalam

keperawatan bukan hanya skill yang dibutuhkan tapi komunikasi yang

baik perawat dengan pasien menentukan tingkat stress, rasa percaya diri

terutama tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani berbagai operasi.

58
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan jurnal-jurnal penelitian sebelumnya mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan kecemasan pada pasien pra operasi, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan jurnal-jurnal yang ditemui, terdapat hubungan yang signifikan

antara pengetahuan dengan kecemasan pada pasien pra operasi.

2. Berdasarkan jurnal-jurnal yang ditemui, terdapat hubungan yang signifikan

antara dukungan keluarga dengan kecemasan pada pasien pra operasi.

3. Berdasarkan jurnal-jurnal yang ditemui, terdapat hubungan yang signifikan

antara komunikasi teraupetik perawat dengan kecemasan pada pasien pra

operasi.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, adapun saran yang peneliti sampaikan sebagai

berikut:

1. Dapat menjadi suatu pengetahuan baru bagi tenaga Kesehatan dalam

melakukan intervensi bagi pasien pre operasi.

2. Dapat dijadikan sebagai sumber informasi bagi keluarga sebagai masukan

untuk memberikan dukungan bagi anggota keluarga yang akan melakukan

operasi.

59
3. Dapat dijadikan bahan referensi untuk melakukan penelitian sejenis dan

lebih lanjut dalam bidang yang sama.

60
DAFTAR PUSTAKA

Andi. 2018. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan


Pasien Pre Operasi. Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah.

Anggraiani. 2018. Pengaruh Penyuluhan Manfaat Mobilisasi Dini Terhadap


Pelaksanaan Mobilisasi Dini Pada Pasien Pasca Pembedahan Laparatomi.
Syntax Literate : Jurnal Ilmiah Indonesia, 3 (2).

Arwani. 2013. Komunikasi dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.

Asmadi. 2016. Kebuthan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika. Rosintan.

Brunner & Suddarth. 2014. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.

Budikasi. 2017. Hubungan Pemberian Informed Consent Dengan Tingkat


Kecemasan Pasien Preoperasi Kategori Status Fisik I-Ii Emergency
American Society Of Anesthesiologists (ASA) di Instalasi Gawat Darurat
RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado. ejournal Keperawatan (e-Kp), 3
(2).

Darmawan dan Rihiantoro. 2017. Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Mobilisasi


Dini Pasien Post Operasi Laparatomi. Jurnal Keperawatan, 8 (1).

Erdiana, Yuyun. 2015. Dukungan Keluarga Dalam kunjungan Lansia Di


posyandu lansia Di Desa Karanglo lor Kecamatan Sukerejo Kabupaten
Ponorogo. KTI. Program studi D III Keperawatan Falkultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Ponorogo.

Friedman, M. 2013. Buku Ajar Keperawatan keluarga : Riset, Teori, dan Praktek.
Edisi ke-6. Jakarta: EGC.

Grebb, J. A. 2016. Masa Remaja. Perilaku Psikiatri Klinis Jilid Satu. Tangerang:
Binarupa Aksara.

Hartono. 2020. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Pasien


Pre Operasi Di RSUD Banyumas.

Hawari. 2016. Manajemen Stress, Cemas Dan Depresi. Jakarta: FKUI.

Ina & Wahyu. 2014. Komunikasi Interpersonal Antara Perawat Dan Pasien.

61
Nigussie S. 2018. Predictors Of Preoperative Anxiety Among Surgical Patients In
Jimma University Specialized Teaching Hospital, South Western Ethiopia.
BMC Surg. 14(1):67.

Notoatmodjo, S. 2010. Ilmu Perilaku Dalam Kesehatan. Jakarta PT. Rineka Cipta.

Notoatmodjo, S. 2014. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT


Rineka Cipta.

Priyanto. 2013. Komunikasi Dan Konseling Aplikasi Dalam Sarana Pelayanan


Kesehatan Untuk Perawat Dan Bidan. Jakarta : Salemba Medika.

Sjamsuhidajat, Prasetyono & Riwanto. 2017. Buku Ajar Kedokteran Ilmu Bedah.
Jakarta: EGC

Sundeen. 2016. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan


Pada Pasien Pre Operasi.

Suryani. 2015. Komunikasi Terapeutik: Teori dan Praktik. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Tarwoto dan Wartonah. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses


Keperawatan. Jakarta: Peberbit Salemba Medika.

Ulfah. 2017. Dukungan Keluarga Untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan Pada


Pasien Pre Operasi Terencana Di RSU DR. Saiful Anwar Malang. Jurnal
Ilmu Keperawatan, 5 (1).

WHO. 2017. The World Health Report: Servise For Mental Health.

Yuli. 2020. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat


Kecemasan Pada Pasien Preoperasi Bedah Mayor Di Ruang Teratai.

Zakariah, M. F. 2017. Validation of the Malay Version of the Amsterdam


Preoperative Anxiety and Information Scale/APAIS. Department of
Anaesthesiology and Intensive Care, Faculty of Medicine University of
Malay, Vol. 70.

Zulfadila. 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan


Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Terapi Hemodialisis Di Unit
Hemodialisa RSUP. DR. M. Djamil Padang.

62
Lampiran:

63
64

Anda mungkin juga menyukai