Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN KASUS AMELOBLASTOMA

Disusun Oleh :
Nama : Andra Esmeralda Rumlauna
Nim : A1C122039

CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) ( )

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
UNIVERSITAS MEGAREZKY
2022/2023
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN AMELOBLASTOMA

A. Konsep Dasar
1. Definisi Ameloblastoma
Ameloblastoma adalah tumor odontogenik jinak yang paling umum pada
rahang yang merupakan sekitar 1% dari semua kista dan tumor rahang. Umumnya
merupakan tumor yang tidak nyeri, tumbuh lambat, agresif secara lokal yang
menyebabkan perluasan tulang kortikal, per forasi lingual atau pelat kortikal bukal
dan infiltrasi jaringan lunak. Ini memiliki insiden puncak pada dekade ketiga dan
keempat kehidupan tetapi dapat ditemukan pada semua kelompok umur dengan
predileksi jenis kelamin yang sama (Sandiah, 2019).

2. Anatomi Fisiologi Ameloblastoma


Mandibula atau tulang rahang bawah merupakan bagian dari tulang wajah.
Mandibular merupakan satu-satu nya tulang yang wajah yang bisa bergerak. Tulang
mandibular berasal dari dua tulang yang terpisah, yang kemudian bergabung
menjadi satu pada usia sekitar satu tahun. Bagian dari tulang mandibular yang
berada pada horizontal disebut corpus atau body. Pada bagian posterior vertical
disebut ramus. Kedua bagian dari mandibular disebut ganion. Titik pertengahan pada
dagu disebut mentum. Pada permukaan bagian dalam mandibular di wilayah dagu
mempunyai foramen mental yang berbentuk titik kecil. Karena letaknya berada pada
antero lateral, maka foramen mental menjadi bagian yang dilewati oleh saraf dan
pembuluh darah pada dagu. Ganion atau sudut mandibular memiliki permukaan
lateral yang kasar untuk pemasangan otot pengunyah. Kemudian seperti rahang atas
atau biasa disebut maxilla, mandibular juga memiliki prosesus alveolar yang berada
diantara gigi. Ramus pada mandibular berbentuk seperti huruf Y. Cabang posterior
pada ramus disebut prosesus kondiloideus yang berartikulasi dengan fossa
mandibular tulang temporal. Artikulasi ini membentu sendi atau yang biasa kita
sebut temporomandiblar joint (TMJ). Sedangkan cabang anterior ramus adalah
prosesus koronoideus yang berbentuk sebuah bilah. Prosesus koronoideus berfungsi
sebagai penyisipan tulang temporalis, yang menarik mandibular ke atas saat sedang
menggigit. Lengkungan berbentuk U diantara kedua prosesus disebut mandibular
notch. Terdapar foramen mandibular tepat dibawah mandibular notch yang berfungsi
sebagai tempat yang dilewati saraf dan pembuluh darah untuk mencapai gigi bawah
(Saladin 2017)

3. Etiologi Ameloblastoma
Penyebab ameloblastoma adalah faktor iritan non spesifik seperti ruam gigi,
pencabutan gigi, trauma, kerusakan gigi, infeksi, peradangan, serta petogenesis virus
dan dapat disebabkan oleh malnutrisi. Ameloblastoma adalah kumpulan epitel yang
berasal dari perkembangan organ email, sel basal mukosa mulut, Epitel heterotrofik
dari bagian lain tubuh, terutama kelenjar hipofisis, Sel basal pada permukaan epitel
yang membentuk rahang, Batas epitel kista odontogenik, Sel rest organ enamel dan
Sisa selubung Hertwig ataupun epitel Malassez (Latief, 2019).

4. Patofisiologi Ameloblastoma
Ameloblastoma memiliki sifat yang infiltrasi dan tidak memiliki kapsul serta
mampu berdiferensiasi dengan baik dan tumbuh lambat. Ameloblastoma dibagi
menjadi tiga tahap (Risnah, 2020):
a. Tahap insiasi adalah tahap pertama di mana sel-sel normal melakukan kontak
awal dengan karsinogen dan sel-sel ini menjadi ganas.
b. Tahap promosi, tahap ini adalah tahap kedua di mana karsinogen membelah dan
mengkloning.
c. Tahap progresi, di mana sel-sel membelah menunjukkan satu atau lebih fitur
ganas dari neoplasma.

5. Klasifikasi Ameloblastoma
Ada tiga tipe subtipe secara klinis untuk tujuan perawatan antara lain, tipe
solid/multikistik, tipe unikistik, dan tipe ekstraosseus/peripheral (Latief, 2019):
a. Konvensional solid/multikstik (86%)
Tumor ini akan menyerang pasien pada seluruh lapisan umur. Tumor ini jarang
terjadi pada anak yang usianya lebih kecil dari 10 tahun dan relatif jarang terjadi
pada usia 10 sampai 19 tahun. Tumor ini menunjukkan angka prevalensi yang
sama pada usia dekade ketiga sampai dekade ketujuh. Tidak ada prediksi jenis
kelamin yag signifikan. Sekitar 85% tumor ini terjadi pada mandibula, paling
sering terjadi pada daerah molar di sekitar ramus asendens. Sekitar 15% tumor
ini terjadi pada maksila biasanya pada regio posterior. Tumor ini biasanya
asimptomatik dan lesi yang kecil ditemukan pada saat pemeriksaan radiografis.
Gambaran klinis yang sering muncul adalah pembengkakan atau ekspansi
rahang yang tidak terasa sakit. Jika tidak dirawat, lesi akan tumbuh lambat
membentuk massa yang masif. Rasa sakit dan parastesis jarang terjadi bahkan
pada tumor besar. Tumor ini muncul dengan berbagai macam gambaran
histologis antara lain variasi dalam bentuk folikular, pleksiform dan sel
granular. Walaupun terdapat bermacam tipe histologis tapi hal ini tidak
mempengaruhi perawatan maupun prognosis. Tipe silod atau multikistik
tumbuh vasif secara lokal memiliki angka kajadian rekuransi yang tinggi bila
tidak diangkat secara tepat tapi dari sisi lain tumor ini memiliki kecenderungan
yang rendah untuk bermetastasis. Ameloblastoma tipe solid/multikistik ini
ditandai dengan agka terjadi rekurensi sampai 50% selama 5 tahun pasca
perawatan. Oleh karena itu, ameloblastoma tipe solid atau multikistik harus
dirawat secara radikal (reseksi dengan margin jaringan normal disekeliling
tumor). Pemeriksaan rutin jangka panjang bahkan seumur hidup diindikasikan
untuk tipe ini.
b. Unikistik (13%)
Ameloblastoma unikistik sering terjadi pada pasien muda, 50% dari tumor ini
ditemukan pada pasien yang berada pada dekade kedua. Lebih dari 90%
ameloblastoma unikisik ditemukan pada mandibula pada regio posterior.
Ameloblastoma tipe unikistik umumnya membentuk kista dentigerous secara
klinis maupun secara radiografis walaupun beberapa diantaranya tidak
berhubungan dengan gigi yang erupsi. Tipe ini sulit didiagnosa karena
kebanyakan ameloblastoma memiliki komponen kista. Tipe ini umumnya
menyerang bagian posterior mandibula diikuti dengan regio parasimfisis dan
anterior maksila. Sebuah variasi yang disebut sebagai ameloblastoma unikistik
pertama kali disebut pada tahun 1977 oleh Robinson dan Martinez. Mereka
melaporkan bahwa tipe unikistik ini kurang agresif dan menyerang enukleasi
simple pada ameloblastoma tipe unikistik sebenarnya menunjukkan angka
rekurensi yang tinggi yaitu sekitar 60% dengan demikian enukleasi simple
merupakan perawatan yang tidak sesuai untuk lesi ini dan perawatan yang lebih
radikal dengan osteotomi periferal atau terapi kiro dengan cairan atau dengan
cairan nitrogen atau keduanya lebih sesuai untuk tumor ini.
c. Periferal/Ekstraosseous (1%)
Periferal ameloblastoma juga dikenal dengan nama ekstraosseus ameloblastoma
atau ameloblastoma jaringan lunak. Biasanya terjadi pada gingiva atau mukosa
alveolar. Tipe ini menginfiltrasi jaringan di sekelilingnya yaitu jaringan ikat
gingiva dan tidak ada keterlibatan tulang dibawahnya. Periferal ameloblastoma
ini umumnya tidak sakit, sessile, kaku, pertumbuhan eksofitik yang biasanya
halus atau granular. Tumor ini diyakini mewakili 2% sampai 10% dari seluruh
kasus ameloblastoma yang didiagnosa. Tumor ini pernah dilaporkan terjadi pada
semua rentang umur dari 9 sampai 92 tahun. Kasus-kasus melaporkan bahwa
tumor ini terjadi kebanyakan pada pria daripada wanita dengan perbandingan
1,9 dengan 1. 70% dari emeloblastoma tipe periferal ini terjadi pada mandibula,
dari bagian ramus. Dari anterior mandibula sampai foramen mandibula paling
sering terkena. Perawatan yang direkomendasikan untuk tumor ini berbeda
dengan perawatan tumor tipe lainnya karena tumor ini biasanya kecil dan
bersifat lokal pada jaringan lunak superfisial. Kebanyakan lesi berhasil dirawat
dengan eksisi lokal dengan mengikutsertakan sebagian kecil dari margin
jaringan yang normal. Margin inferior harus diikutkan periosteoum untuk
meyakinkan penetrasi sel tumor ke tulang tidak terjadi.

6. Manifestasi Klinik Ameloblastoma


Ameloblastoma biasanya berkembang perlahan, tidak menunjukkan gejala,
dan tidak menyebabkan perubahan fungsi saraf sensorik sampai terjadi
pembengkakan. Kebanyakan pasien mengeluhkan pembengkakan dan asimetri
wajah. Tumor kecil dapat diidentifikasi dengan sinar-x biasa. Seiring waktu,
pembesaran tersebut membentuk pembengkakan yang keras, yang kemudian dapat
menyebabkan penipisan kulit yang menghasilkan egg shell crackling. Perkembangan
tumor yang lambat juga memungkinkan pembentukan tulang reaktif, yang dapat
menyebabkan pembesaran skala besar dan distorsi rahang. Tumor ini dapat
menyebabkan perforasi tulang dan menyebar ke jaringan lunak, sehingga
mempersulit eksisi jika diabaikan. Nyeri kadang dirasakan dan biasanya
berhubungan dengan infeksi sekunder. Efek lain termasuk pergerakan dan
perpindahan gigi, resorpsi akar, paraestesia apabila canalis alveolar inferior terlibat,
kegagalan erupsi gigi, dan ameloblastoma dapat menyebabkan ulserasi mukosa,
tetapi sangat jarang. Ameloblastoma umumnya jinak, tetapi merupakan tumor
invasif lokal. Mandibula yang tebal, tidak seperti ameloblastoma maksila,
memungkinkan tumor menyebar tanpa hambatan oleh struktur di sekitarnya.
ameloblastoma maksila memanifestasikan dirinya sebagai lesi yang lebih agresif dan
persisten, mungkin karena rahang atas tipis dan rapuh, Selain itu, kontribusi suplai
darah yang baik ke rahang atas dibandingkan dengan rahang bawah mempengaruhi
percepatan penyebaran neoplasma lokal ini (Cahyawati, 2018).

7. Komplikasi Ameloblastoma
Penyebaran lokal dan komplikasi seperti infeksi dan malnutrisi akibat
ameloblastoma dapat berakibat fatal yaitu kematian. Berdasarkan penelitian lain, ada
metastasis ke paru-paru dan kelenjar getah bening di sekitar tumor ameloblastoma
(Triana, 2018).

8. Pemeriksaan Diagnostik Ameloblastoma


Pemeriksaan radiologi untuk membantu mendiagnosis ameloblastoma yaitu
foto polos, Computerized tomography scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI). Foto polos hanya mampu membedakan antara tulang normal dengan
tumor dan tidak dapat membedakan antara jaringan lunak yang normal dengan
tumor, berbeda dengan CT scan dan MRI yang mampu memperlihankannya dengan
jelas. Langkah pertama untuk mendiagnosis ameloblastoma yaitu dengan radiografi
panoramik dan hasil gambaran radiografi akan bervariasi berdasarkan tipe tumor.
Pemeriksaan Computerized tomography scan (CT Scan) berguna untuk membantu
menegakan diagnosis dengan mengidentifikasi perluasan ke jaringan lunak, kontur
dan isi lesi, CT scan dianjurkan jika pembengkakan teraba keras dan terfiksir ke
jaringan sekitar. Magnetic Resonance Imaging (MRI) esensial digunakan dalam
menentukan prognosis pembedahan dan menentukan perluasan pada ameloblastoma
(Gumgum, 2018):
a. X-ray kepala, digunakan untuk menghasilkan gambar satu dimensi dari leher
dan mencari area rahang yang tidak normal.
b. CT scan (computerized tomography scan), dapat membuat gambar dua dimensi
dan dilakukan untuk mengungkapkan ameloblastoma yang dimensi dan
dilakukan untuk mengungkapkan ameloblastoma yang menginfiltrasi jaringan
dan organ lain.
c. MRI (magnetic resonance imaging), menjelaskan ketidaknormalan kecil di
daerah kepala dan leher.
d. Tumor marker (penanda tumor)

9. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan Ameloblastoma


Beberapa prosedur operasi yang mungkin digunakan untuk mengobati
ameloblastoma antara lain (Kawulusan, 2016):
a. Enukleasi
Enukleasi merupakan prosedur yang kurang aman untuk dilakukan. Pada suatu
diskusi menyatakan walaupun popular, kuretase merupakan prosedur yang
paling tidak efisien untuk dilakukan. Enukleasi menyebabkan kasus rekurensi
hampir tidak dapat dielakkan, walaupun sebuah periode laten dari pengobatan
yang berbeda mungkin memberikan hasil yang salah. Kuretase tumor dapat
meninggalkan tulang yang sudah diivansi oleh sel tumor. Teknik enukleasi
diawali dengan insisi, flap mukoperiostal dibuka. Kadangkadang tulang yang
mengelilingi lesi tipis. Jika dinding lesi melekat pada periosteum, maka harus
dipisahkan. Dengan pembukaan yang cukup, lesi biasanya dapat diangkat dari
tulang. Gunakan sisi yang konveksi dari kuret dengan tarikan yang lembut.
Saraf dan pembuluh darah biasanya digeser ke samping dan tidak berada pada
daerah operasi. Ujung tulang yang tajam dihaluskan dan daerah ini harus
diirigasi dan diperiksa. Gigi-gigi yang berada di daerah tumor jinak biasanya
tidak diperlukan perawatan khusus. Jika devitalisasi diperlukan, perawatan
endodontik sebelum operasi dapat dilakukan.
b. Eksisi Blok
Kebanyakan ameloblastoma harus dieksisi daripada dienukleasi. Eksisi sebuah
bagian tulang dengan adanya kontinuitas tulang mungkin direkomendasikan
apabila ameloblastomanya kecil. Insisi dibuat pada mukosa dengan ukuran yang
meliputi semua bagian yang terlibat tumor. Insisi dibuat menjadi flap supaya
tulang dapat direkseksi dibawah tepi yang terlibat tumor. Lubang bur
ditempatkan pada outline osteotomi, denganbur leher panjang henahan.
Oesteotomi digunakan untuk melengkapi pemotongan. Sesudah itu, segen
tulang yang terlibat tumor dibuang dengan tepi yang aman dari tulang normal
dan tanpa merusak border tulang. Setelah melakukan flap untuk menutup tulang,
dilakukan penjahitan untuk mempertahankan posisinya. Dengan demikian eksisi
tidak hanya mengikutkan tumor saja tetapi juga sebagian tulang normal yang
mengelilinginya. Gigi yang terlibat tumor dibuang bersamaan dengan tumor.
Gigi yang terlibat tidak diekstraksi secara terpisah.
c. Hemimandibulektomi
Merupakan pola yang sama dengan eksisi blok yang diperluas yang mungkin
saja melibatkan pembungkus angulus, ramus atau bahkan pada beberapa kasus
dilakukan pembuangan kondilus. Pembuangan bagian anterior mandibula
sampai regio simfisis tanpa menyisakan border bawah mandibula akan
mengakibatkan perubahan bentuk wajah yang dinamakan “Andy Gump
Deformity” Reseksi mandibula dilakukan setelah trakeostomi dan diseksi leher
radikal (bila diperluka) telah dilakukan. Akses biasanya diperoleh dengan insisi
splitting bibir bawah. Bibir bawah dipisahkan dan sebuah insisi vertikel dibuat
sampai ke dagu. Insisi itu kemudain dibelokkan secara horizontal sekitar ½
inchi dibawah border bawah mandibula. Kemudian insisi diperluas mengikuti
angulus bahwa mandibula sampai mastoid. Setelah akses diperoleh, di dekat
foramen mentale mungkin saja dapat terjadi perdarahan karena adanya
neurovascular.
d. Hemimaksilektomi
Akses ke maksila biasanya diperoleh dengan insisi Weber Fergusson.
Pemisahan bibir melalui philtrum rim dan pengangkatan pipi dengan insisi
paranasal dan infraorbital menyediakan eksposure yang luas dari wajah dan
aspek lateral dari maksila dan dari ethmoid. Setelah diperoleh eksposure yang
cukup, dilakukan pemotongan jaringan lunak dan ekstraksi gigi yang
diperlukan. Kemudian dilakukan pemotongan dengan ascillating saw dari lateral
dinding maksila ke infraorbital rim kemudian menuju kavitas nasal melalui
fossa lakrimalis. Dari kavitas nasal dipotong menuju alveolar ridge. Setelah itu,
dilakukan pemotongan pada palatum keras. Kemudian pemotongan lateral
dinding nasal yang menghubungkan lakrimal dipotong ke nasofaring dengan
menggunakan chisel dan gunting mayo dan kemudian dilakukan pemotongan
posterior. Pembuangan spesimen dan packing kavitas maksilektomi yang tepat
diperlukan untuk mengontrol perdarahan.
10. WOC (Web of Causation) Ameloblastoma

B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Identitas klien meliputi, nama, tempat/ tanggal lahir, umur, jenis kelamin,
perkerjaan, alamat, suku, bangsa, agama, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa
medis, keluarga yang dapat dihubungi.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
pasien mengeluh nyeri pada area luka pada mandibula.
2) Riwayat kesehatan sekarang
kaji kronologi, faktor yang menyebabkan terjadinya tumor mandibula,
apakah sudah pernah berobat atau belum.
3) Riwayat kesehatan dahulu
kaji, apakah sebelumnya klien pernah memiliki riwayat penyakit maupun
riwayat di rawat di rumah sakit.
4) Riwayat kesehatan keluarga
kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit seperti yang dialami
pasien.
5) Genogram
Petunjuk anggota keluarga klien.
c. Pola Kesehatan
1) Pola Nutrisi
Data Subyektif: Mual, muntah, dan mengalami perubahanSelera makan.
Data Obyektif: Mengalami distensi abdomen.
2) Pola Eliminasi
Data Subyektif: Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami
gangguan fungsi.
3) Pola Aktivitas dan Istirahat
Data Subjektif: Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
Data Objektif: Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera
(trauma).
4) Pola Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas (hipoventilasi,
hiperventilasi, dll).
5) Pola Integritas ego
Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau
dramatis) Data Obyektif : Cemas, Bingung, Depresi.
6) Pola Neurosensori.
Data Subyektif: Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.
Data Obyektif: Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status
mental, Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
7) Pola Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif: Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang
berbeda, biasanya lama.
Data Obyektif: Wajah meringis, gelisah, merintih
8) Pola Pernafasan
Data Subyektif: Perubahan pola nafas.
Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot
aksesoris.
9) Pola Keamanan
Data Subyektif: Trauma baru akibat gelisah.
Data Obyektif: Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
10) Pola hubungan dan peran
klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat karena
klien harus menjalani rawat inap
11) Pola presepsi dan konsep diri
dampak yan timbul pada klien post operasi tumor mandibula adalah timbul
ketahitan akan terjadinya infeksi pada luka post operasi.
12) Pola sensori dan kognitif
pola sensori dan kognitif pasien tidak mengalami gangguan.
13) Pola nilai dan keyakinan
Kaji apakah klien menjalankan kegiatan beribadah sesuai agamanya dengan
disiplin atau tidak. Kaji, keaktifan klien dalam mengikuti kegiatan
keagamaan di masyarakat.
14) Pola Spiritual
kaji respon pasien tentang penyakit yang diderita, peran klien dalam
keluarga dan masyarakat, serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan
sehari-hari dalam keluarga maupun masyarakat..
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Periksa keadaan baik dan buruknya klien, tanda-tanda yang perlu dicatat
adalah kesadaran pasien
2) Breathing
Tidak ada masalah dengan pernapasan
3) Kepala
Bentuk kepala tidak ada penonjolan, hanya terasa sakit kepala.
4) Wajah
Wajah terlihat menahan sakit karena nyeri yang dirasakan dan bagian wajah
yang lain ada perubahan bentuk simetris karena adanya luka di mandibula.

2. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksan radiologis, meliputi: mamografi, X-foto thoraxs.
b. Pemeriksaan laboratorium: urine, darah lengkap, CEA, MCA, AFP.
c. Pemeriksaan sitologis, pemeriksaan ini meliputi : FNA dari tumor, cairan kista
dan pleura effusion.
d. Pemeriksaan sitologis/ patologis meliputi: durante operasi vries coupe dan pasca
operasi dari specimen operasi.

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan objektif yang
telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan melibatkan proses berpikir kompleks tentang data yang
dikumpulkan dari klien, keluarga, rekam medis, dan pemberi pelayanan kesehatan
yang lain. Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu:
a. Nyeri akut
b. Risiko infeksi
c. Defisit nutisi
d. Gangguan pola tidur
e. Gangguan komunikasi verbal

4. Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan Intervensi
Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Identifikasi lokasi,
tindakan keperawatan karakteristik, durasi,
diharapkan tingkat nyeri frekuensi, kualitas,
pasien menurun intensitas nyeri
2. Identifikasi skala
nyeri
3. Identifikasi respon
nyeri
4. Berikan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri
5. Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri
6. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
7. Kolaborasi pemberian
analgesik
Risiko infeksi Setelah dilakukan 1. Monitor tanda dan
tindakan keperawatan gejala infeksi local
tingkat infeksi pasien dan sistemik
menurun dan integritas 2. Batasi jumlah
kulit dan jaringan pasien pengunjung
meningkat 3. Cuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien dan
lingkungan pasien
pertahankan teknik
aseptic pada pasien
beresiko tinggi
4. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
5. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
6. Ajari etika batuk
7. Kolaborasi
pemberian imunisasi,
jika perlu
Defisit nutisi Setelah dilakukan 1. Identifikasi status
tindakan keperawatan nutrisi
status nutrisi pasien 2. Identifikasi alergi dan
membaik intoleransi makanan
3. Identifikasi makanan
yang disukai
4. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu
5. Sajikan makanan
secara menarik dan
suhu yang sesuai
6. Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
7. Ajarkan diet yang
diprogramkan
8. Kolaborasi
pemberian medikasi
sebelum makan
9. Kolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
alori dan jenis
nutrient yang
dibutuhkan, jika
perlu
Gangguan pola tidur Setelah dilakukan 1. Identifikasi pola
tindakan keperawatan aktivitas dan tidur
pola tidur membaik 2. Identifikasi factor
pengganggu tidur
3. Modifikasi
lingkungan
4. Batasi waktu tidur
siang, jika perlu
5. Fasilitasi
menghilangkan stress
sbelum tidur
6. Jelaskan pentingnya
tidur cukup selama
sakit
7. Anjurkan menepti
kebiasaan waktu tidur
8. Anjurkan
menghindari
makanan/ minuman
yang mengganggu
tidur
Gangguan komunikasi Setelah dilakukan 1. Identifikasi prioritas
verbal tindakan keperawatan metode komunikasi
komunikasi verbal yang digunakan
meningkat sesuai dengan
kemampuan
2. Identifikasi sumber
pesan secara jelas
3. Fasilitasi
mengungkapkan isi
pesan dengan jelas
4. Fasilitasi
penyampaian struktur
pesan secara logis
dukung pasien dan
keluarga
menggunakan
komunikasi efektif
5. Jelaskan perlunya
komuikasi efektif
6. Ajarkan
memformulasikan
pesan dengan tepat

5. Implementasi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Implementasi
Nyeri akut 1. Mengidentifikasi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
2. Mengidentifikasi skala nyeri
3. Mengidentifikasi respon nyeri
4. Memberikan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri
5. Menjelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
6. Menjelaskan strategi meredakan
nyeri
7. Melakukan kolaborasi pemberian
analgesik
Risiko infeksi 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi
local dan sistemik
2. Membatasi jumlah pengunjung
3. Mencuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien pertahankan
teknik aseptic pada pasien beresiko
tinggi
4. Menjelaskan tanda dan gejala
infeksi
5. Mengajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
6. Mengajari etika batuk
7. Melakukan kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
Defisit nutisi 1. Mengidentifikasi status nutrisi
2. Mengidentifikasi alergi dan
intoleransi makanan
3. Mengidentifikasi makanan yang
disukai
4. Melakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
5. Menyajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
6. Menganjurkan posisi duduk, jika
mampu
7. Mengajarkan diet yang
diprogramkan
8. Melakukan kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
9. Melakukan kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan jumlah alori
dan jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
Gangguan pola tidur 1. Mengidentifikasi pola aktivitas dan
tidur
2. Mengidentifikasi factor pengganggu
tidur
3. Memodifikasi lingkungan
4. Membatasi waktu tidur siang, jika
perlu
5. Memfasilitasi menghilangkan stress
sbelum tidur
6. Menjelaskan pentingnya tidur
cukup selama sakit
7. Menganjurkan menepti kebiasaan
waktu tidur
8. Menganjurkan menghindari
makanan/ minuman yang
mengganggu tidur
Gangguan komunikasi verbal 1. Mengidentifikasi prioritas metode
komunikasi yang digunakan sesuai
dengan kemampuan
2. Mengidentifikasi sumber pesan
secara jelas
3. Memfasilitasi mengungkapkan isi
pesan dengan jelas
4. Memfasilitasi penyampaian struktur
pesan secara logis dukung pasien
dan keluarga menggunakan
komunikasi efektif
5. Menjelaskan perlunya komuikasi
efektif
6. Mengajarkan memformulasikan
pesan dengan tepat
DAFTAR PUSTAKA

Cahyawati. 2018. Ameloblastoma. Jurnal Kedokteran Umum 7(1):19–25.

Gumgum S. 2018. Clinical And Radiologic Behaviour Of Ameloblastoma In 4 Cases. J Can


Dent Assoc.

Kawulusan. 2016. Penatalaksanaan Ameloblastoma dengan Menggunakan Metode


Dredging. Makassar Dental Journal Vol. 3 No. 6

Latief, B. S. 2019. Amelobastama. Departemen Oral Maxillofacial Surgery.

Risnah. 2020. Konsep Medis dan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Onkologi. Makasar:
Jariah Publishing Intermedia.

Saladin. 2017. Anatomy & Front Matter Physiology: The Unity of Form and Function, Fifth
Edition. In: 5th ed. United States of America: McGrawHill, p. 817–28.

Sandiah. 2019. Hemimandibulektomi dan Fiksasi Intermaxillary: Bedah Pengobatan


Ameloblastoma di Mandibula. Jurnal Laporan Kasus Kedokteran Gigi Volume 1 nomor
3, 64-67.

Triana. 2018. Ameloblastoma. Jurnal Kedokteran Unram Vol.7 No.1.

Anda mungkin juga menyukai