Anda di halaman 1dari 92

i

SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT KEPATUHAN KONSUMSI OBAT ANTI


TUBERCULOSIS (OAT) TERHADAP KEBERHASILAN
PENGOBATAN TUBERCULOSIS DI POLI DIRECTLY
OBSERVED TREATMENT SHORTCOURSE (DOTS)
TB DI RSUD dr. R SOETRASNO REMBANG

Disusun Oleh :
Arif Indra Gunawan
NIM:2020012295

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
CENDEKIA UTAMA KUDUS
2021
ii
PENGESAHAN SKRIPSI

Judul Skripsi : Hubungan Tingkat Kepatuhan Konsumsi Obat Anti


Tuberculosis (OAT) Terhadap Keberhasilan Pengobatan
Tuberculosis di Poli Directly Observed Treatment
Shortcourse (DOTS) TB di RSUD dr. R Soetrasno
Rembang
Nama Mahasiswa : Arif Indra Gunawan
NIM : 2020012295

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji


pada tanggal …. Desember 2021

Kudus, Desember 2021


Tim Penguji

Pembimbing Utama Ketua Penguji Penguji Pendamping

Biyanti Dwi Winarsih, S.Kep. Ns. M.Kep. Sri Hartini, S.Kep.Ns. M.Kes. Nila Putri Purwandari, S.Kep. Ns. M.Kep.
NIDN 0607097801 NIDN 0601037803 NIDN 0621059101

Mengetahui,
STIKES Cendekia Utama Kudus
Ketua Prodi Ilmu Keperawatan

Ns. Heriyanti Widyaningsih, S. Kep. M. Kep.


NIDN 0623048301

iii
PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Kudus, Desember 2021

Arif Indra Gunawan

iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

1. Berjagalah untuk hal yang terburuk, berharaplah akan hal yang terbaik dan
terimalah apapun yang datang
2. Aku tak pernah memiliki kebijakan, saya hanya melakukan yang terbaik
setiap kali dan setiap hari
3. Apapun yg telah kamu lakukan, apapun kesalahanmu, kamu akan selalu
menemukan kata maaf dalam hati seorang Ibu.
4. Bahagia bukan milik dia yg hebat dalam segalanya, namun dia yg mampu
temukan hal sederhana dlm hidupnya dan tetap bersyukur.
5. Berhenti berusaha tuk jadi yang sempurna. Temukan dia yang tahu semua
kelemahanmu tapi tetap ingin menjadi bagian hidupmu

Skripsi ini saya persembahkan pada :


1. Kedua orang tuaku yang selalu mendoakan kebahagianku
2. Istriku yang selalu memberikan motivasi dam mengangkatku ketika aku
terjatuh
3. Anak-anaku yang selalu memberikan kebahagian dalam setiap langkahku
4. Teman-teman yang selalu pengertian akan kondisiku saat menjalani
pendidikan
5. Teman-teman seangkatan progsus STIKES Cendekia Utama Kudus yang
tidak dapat disebutkan satu persatu

v
RIWAYAT HIDUP

A. Identitas
Nama : Arif Indra Gunawan
Tempat, Tanggal Lahir : Rembang, 04 April 1980
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Alamat : Mondoteko Rt02 Rw03 Rembang
B. Riwayat Pendidikan
1. SDN Kutoharjo 1 Rembang lulus tahun 1993
2. SLTPN OV.Slamet Riyadi Rembang lulus tahun 1996
3. SMAN 3 Rembang lulus tahun 1999
4. DIII Akademi Keperawatan Karya Bhakti Nusantara Magelang lulus
tahun 2002
5. STIKES Cendekia Utama Kudus sampai sekarang
C. Riwayat Pekerjaan
RSUD dr. R.Soetrasno Rembang dari 2004 sampai dengan sekarang

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat
limpahan rahmat dan petunjuk-Nya peneliti dapat menyusun penelitian dengan
judul “Hubungan Tingkat Kepatuhan Konsumsi Obat Anti Tuberculosis (OAT)
Terhadap Keberhasilan Pengobatan Tuberculosis di Poli Directly Observed
Treatment Shortcourse (DOTS) TB di RSUD dr. R Soetrasno Rembang”.
Penelitian ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan mencapai gelar Sarjana
Keperawatan.
Keberhasilan penyusunan penelitian ini tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak, untuk itu peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1 Bapak Ilham Setyo Budi,S.Kep., M.Kes. selaku Ketua STIKES Cendekia
Utama Kudus.
2 Bapak dr. Agus Setyo Hadi, M.Kes. selaku Direktur RSUD dr. Soetrasno
Rembang yang telah memberikan izin pada penelitian ini.
3 Ibu Heriyanti Widyaningsih, S.Kep.,Ns., M.Kep. selaku Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan STIKES Cendekia Utama Kudus.
4 Ibu Biyanti Dwi Winarsih, S.Kep.Ns. M.Kep., selaku dosen pembimbing yang
selalu memberikan kesempatan, meluangkan waktu, tenaga, dan arahan
kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5 Ibu Sri Hartini, S.Kep.Ns. M.Kes., selaku penguji 1 / Reviewer 1 yang telah
memberikan bimbingan dan waktunya.
6 Ibu Nila Putri Purwandari, S.Kep.Ns. M.Kep., selaku penguji 2 / Reviewer 2
yang telah meluangkan waktunya untuk menyelesaikan skripsi ini.
7 Istri dan anak anak yang telah memberikan semangat, dukungan dan doa yang
berharap akan keberhasilan dan kebahagiaan penulis.
8 Seluruh Dosen dan Staf STIKES Cendekia Utama Kudus yang telah
memberikan motivasi dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.
9 Teman-teman seperjuangan yang tak hentinya memberikan semangat dan
dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

vii
Peneliti menyadari dalam penulisan penelitian ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu peneliti mengharap saran dan
kritik yang membangun demi sempurnanya penelitian ini. Peneliti juga berharap
semoga skripsi ini mendapat ridho dari Allah SWT dan bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan pada umumnya dan bagi
profesi kesehatan masyarakat pada khususnya.

Kudus, Desember 2021

Penulis

viii
DAFTAR ISI

Hal
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i i
PERSETUJUAN SKRIPSI............................................................................ ii ii
PENGESAHAN SKRIPSI.............................................................................. iiiiii
PERNYATAAN.............................................................................................. iviv
RIWAYAT HIDUP......................................................................................... v v
KATA PENGANTAR.................................................................................... vivi
DAFTAR ISI.................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL........................................................................................... x x
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xixi
LAMPIRAN.................................................................................................... xii
xii
ABSTRAK....................................................................................................... xiii
ABSTRACT..................................................................................................... xiv
xiv
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang....................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah............................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian................................................................. 5
1.5 Keaslian Penelitian................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................ 7
2.1 Konsep Teori TBC................................................................ 7
2.2 Konsep Kepatuhan................................................................. 18
2.3 Kerangka Teori...................................................................... 26
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 27
3.1 Kerangka Konsep................................................................... 27
3.2 Hipotesis Penelitian............................................................... 27
3.3 Jenis Dan Rancangan Penelitian............................................ 27
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................. 28
3.5 Populasi Dan Sampel Penelitian............................................ 28

ix
3.6 Definisi Operasional.............................................................. 30
3.7 Instrumen Penelitian dan Cara Pengumpulan Data............... 31
3.8 Tehnik Pengolahan Data dan Analisa Data........................... 32
3.9 Etika Penelitian...................................................................... 35
3.10 Jadwal Penelitian................................................................... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 37
3
4
5
4.1 Hasil Penelitian...................................................................... 37
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian........................... 37
4.1.2 Karakteristik Responden............................................. 38
4.1.3 Analisa Univariat......................................................... 39
4.1.4 Analisa Bivariat........................................................... 40
4.2 Pembahasan........................................................................... 41
4.2.1 Analisa Univariat......................................................... 41
4.2.2 Analisa Bivariat........................................................... 44
4.3 Keterbatasan Penelitian......................................................... 46
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 47
5.1 Kesimpulan............................................................................ 47
5.2 Saran...................................................................................... 47

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR TABEL

Nomor Tabel Judul Tabel Hal

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian 6


Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian 30
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden di Poli 38
DOTS RSUD dr. R Soetrasno Rembang
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin 38
Responden di Poli DOTS RSUD dr. R Soetrasno Rembang
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan pendidikan Responden di 38
Poli DOTS RSUD dr. R Soetrasno Rembang
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Responden di 39
Poli DOTS RSUD dr. R Soetrasno Rembang
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Kepatuhan 39
Responden di Poli DOTS RSUD dr. R Soetrasno Rembang
Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keberhasilan Pengobatan 40
Responden di Poli DOTS RSUD dr. R Soetrasno Rembang
Tabel 4.7 Hubungan Tingkat Kepatuhan Konsumsi Obat Anti 40
Tuberculosis (OAT) Terhadap Keberhasilan Pengobatan
Tuberculosis di Poli Directly Observed Treatment
Shortcourse (DOTS) TB di RSUD dr. R Soetrasno
Rembang

xi
DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar Judul Gambar Hal

Gambar 2.1 Kerangka Teori 26

Gambar 3.1 Kerangka Konsep 27

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Jadwal Penelitian

Lampiran 2 : Surat Permohonan Menjadi Responden

Lampiran 3 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 4 : Instrument Penelitian

Lampiran 5 : Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 6 : Hasil penelitian

Lampiran 7 : Lembar Konsultasi

xiii
ABSTRAK

HUBUNGAN TINGKAT KEPATUHAN KONSUMSI OBAT ANTI


TUBERCULOSIS (OAT) TERHADAP KEBERHASILAN PENGOBATAN
TUBERCULOSIS DI POLI DIRECTLY OBSERVED TREATMENT
SHORTCOURSE (DOTS) TB DI RSUD DR. R SOETRASNO REMBANG

Arif Indra Gunawan1, Biyanti Dwi Winarsih2, Sri Hartini3, Nila Putri
Purwandari4

Latar Belakang : Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan


oleh Mycobakteriumtuberkulosis dan bersifat menular. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi keberhasilan pengobatan TBC antara lain faktor pasien (pasien
tidak patuh minum Obat Anti TBC (OAT), pasien pindah fasilitas pelayanan
kesehatan dan resisten terhadap OAT), faktor PMO ada tapi kurang memantau,
faktor obat (suplai OAT terganggu dan kualitas OAT menurun karena
penyimpanan tidak sesuai standar). Penyebab penderita TBC tidak menyelesaikan
program pengobatannya, karena penderita TBC malas untuk berobat. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui hubungan tingkat kepatuhan konsumsi Obat Anti
Tuberculosis (OAT) terhadap keberhasilan pengobatan tuberculosis di Poli
Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) TB di RSUD dr. R Soetrasno
Rembang.

Metode : Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini menggunakan


metode deskriptif correlation dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang
digunakan sebanyak 60 responden dengan menggunakan tehnik total sampling.

Hasil : Hasil penelitian berdasarkan tingkat kepatuhan diperoleh sebagian besar


responden mempunyai tingkat kepatuhan konsumsi OAT tinggi sebanyak 39
(65,0%) responden. Hasil penelitian berdasarkan keberhasilan pengobatan
diperoleh sebagian besar responden berhasil dalam menjalani pengobatan
Tuberculosis sebanyak 43 (71,7%) responden. Hasil uji analisis Chi square
didapatkan nilai X2 hitung sebesar 40,838 dan ρ value 0,000 kurang dari 0,05.

Simpulan : Hasil diatas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan
antara tingkat kepatuhan konsumsi Obat Anti Tuberculosis (OAT) terhadap
keberhasilan pengobatan tuberculosis di Poli Directly Observed Treatment
Shortcourse (DOTS) TB di RSUD dr. R Soetrasno Rembang.

Kata Kunci : Kepatuhan, Keberhasilan Pengobatan, Tuberculosis

xiv
ABSTRACT

THE RELATIONSHIP OF COMPLIANCE LEVEL OF ANTI-


TUBERCULOSIS (OAT) DRUG CONSUMPTION TO THE SUCCESS OF TB
TREATMENT AT DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORTCOURSE
(DOTS) POLY IN RSUD DR. R SOETRASNO REMBANG

Arif Indra Gunawan1, Biyanti Dwi Winarsih2, Sri Hartini3, Nila Putri
Purwandari4

Background : Tuberculosis is an infectious disease caused by Mycobacterium


tuberculosis and is contagious. Factors that can affect the success of TB treatment
include patient factors (patients are not compliant with taking Anti-TB Drugs
(OAT), patients move health care facilities and are resistant to OAT), PMO
factors exist but lack of monitoring, drug factors (disrupted OAT supply and OAT
quality has decreased due to non-standard storage). The cause of TB sufferers did
not complete the treatment program, because TB patients were lazy to seek
treatment. The purpose of this study was to determine the relationship between the
level of adherence to the consumption of Anti Tuberculosis Drugs (OAT) on the
success of tuberculosis treatment at the TB Directly Observed Treatment
Shortcourse (DOTS) Poly at RSUD dr. R Soetrasno Rembang.

Methods: The research method used in this study used a descriptive correlation
method with a cross sectional approach. The sample used was 60 respondents
using total sampling technique.

Results: The results of the study based on the level of compliance obtained that
most of the respondents had a high level of adherence to OAT consumption as
many as 39 (65.0%) respondents. The results of the study based on the success of
treatment obtained that most of the respondents were successful in undergoing
tuberculosis treatment as many as 43 (71.7%) respondents. The results of the Chi
square analysis test showed that the calculated X2 value was 40,838 and the value
was 0.000 less than 0.05.

Conclusion: The above results can be concluded that there is a significant


relationship between the level of adherence to the consumption of Anti
Tuberculosis Drugs (OAT) on the success of tuberculosis treatment at the TB
Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) Poly at RSUD dr. R Soetrasno
Rembang.

Keywords: Compliance, Treatment Success, Tuberculosis

xv
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobakteriumtuberkulosis dan bersifat menular (Christian, 2009; Storla,
2009). WHO menyatakan bahwa sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi
kuman tuberkulosis. Setiap detik ada satu orang yang terinfeksi tuberkulosis.
Di Indonesia pemberantasan penyakit tuberkulosis telah dimulai sejak tahun
1950 dan sesuai rekomendasi WHO sejak tahun 1986 regimen pengobatan
yang semula 12 bulan diganti dengan pengobatan selama 6-9 bulan. Strategi
pengobatan ini disebut DOTS (Directly Observed Treatment Short
CourseChemotherapy). Cakupan pengobatan dengan strategi DOTS tahun
2000 dengan perhitungan populasi 26 juta, baru mencapai 28%.
Menurut World Health Organization (WHO) dalam laporan Global
Tuberculosis Report 2019 bahwa secara global pada tahun 2018 diperkirakan
10,0 juta (kisaran 9,0-11,1 juta) 2 orang jatuh sakit dengan TBC pada tahun
2018, jumlah yang telah relatif stabil dalam beberapa tahun terakhir. Penyakit
TBC mempengaruhi orang dari kedua jenis kelamin di semua kelompok umur
tetapi beban tertinggi adalah pada pria (usia ≥15 tahun), yang menyumbang
57% dari semua kasus TBC pada tahun 2018. Sebagai perbandingan, wanita
menyumbang 32% dan anak-anak (berusia <15 tahun) 11%. Diantara semua
kasus TBC 8,6% adalah orang yang hidup dengan HIV (ODHA) (WHO,
2019).
Secara geografis, sebagian besar kasus TBC pada 2018 ada di
Wilayah di Asia Tenggara (44%) dan presentase paling kecil di Eropa (3%).
Delapan negara menyumbang dua pertiga dari total global: India (27%), Cina
(9%), Indonesia (8%), Filipina (6%), Pakistan (6%), Nigeria (4%),
Bangladesh (4%) dan Afrika Selatan (3%) (WHO,2019). Secara global kasus
baru tuberkulosis sebesar 6,4 juta, setara dengan 64% dari insiden TBC (10,0
juta). Penyakit TBC tetap menjadi 10 penyebab kematian tertinggi di dunia
2

dan kematian tuberkulosis secara global diperkirakan 1,3 juta pasien (WHO,
2018).
Jumlah kasus TBC pada tahun 2018 ditemukan sebanyak 566.623
kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus TBC yang ditemukan pada
tahun 2017 yang sebesar 446.732 kasus. Jumlah kasus tertinggi yang
dilaporkan terdapat di provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu
Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kasus TBC di tiga provinsi
tersebut sebesar 44% dari jumlah seluruh kasus TBC di Indonesia
(Kemenkes, 2019). Menurut hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti
di Dinas Kesehatan DIY pada 19 Desember 2019 didapatkan data penemuan
penderita TBC pada tahun 2018 untuk semua kasus diantaranya, kota
Yogyakarta 931 kasus, kabupaten Bantul 1.145 kasus, kabupaten Kulonprogo
253 kasus, kabupaten Gunungkidul 488 kasus, kabupaten Sleman 988 kasus.
Angka keberhasilan pengobatan tertinggi di Kabupaten Sleman (92%) dan
terendah di Bantul (78%) (Dinkes DIY, 2019)
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif, pada
waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan dahak). Beberapa faktor yang mengakibatkan
menularnya penyakit itu adalah kebiasaan buruk pasien TB paru yang
meludah sembarangan (Anton, 2018)
Oleh karena itu orang sehat yang serumah dengan penderita TB paru
merupakan kelompok sangat rentan terhadap penularan penyakit tersebut.
Lingkungan rumah, Lama kontak serumah dan perilaku pencegahan baik oleh
penderita maupun orang yang rentan sangat mempengaruhi proses penularan
penyakit TB paru. Karakteristik wilayah pedesaan, menjadi determinan
tersendiri pada kejadian penyakit TB (Randy et.al, 2011).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan
TBC antara lain faktor pasien (pasien tidak patuh minum Obat Anti TBC
(OAT), pasien pindah fasilitas pelayanan kesehatan, dan TBCnya termasuk
yang resisten terhadap OAT), faktor PMO (PMO tidak ada, PMO ada tapi
kurang memantau), faktor obat (suplai OAT terganggu sehingga pasien
3

menunda atau tidak meneruskan minum obat, dan kualitas OAT menurun
karena penyimpanan tidak sesuai standar) (Kemenkes RI, 2014). Penyebab
penderita TBC tidak menyelesaikan program pengobatannya, karena
penderita TBC malas untuk berobat. Penyebab penderita TBC malas berobat
adalah jenuh dengan pengobatan yang cukup lama, efek samping obat, atau
merasa lebih baik setelah awal (dua bulan pertama) pengobatan. Penyebab
lain seperti faktor ekonomi, hambatan transportasi menuju ke pelayanan
kesehatan dan kurangnya motivasi dari penderita TBC baik motivasi intrinsik
maupun motivasi ekstrinsik. Penghentian pengobatan sebelum waktunya di
Indonesia merupakan faktor terbesar dalam kegagalan pengobatan penderita
TBC yang besarnya 50% (Akessa, 2015).
Bedasarkan data yang diperoleh dari Dinas kesehatan Kabupaten
Rembang dimana angka kejadian TBC dengan BTA positif pada tahun 2016
mencapai (583) kasus, pada tahun 2017 TBC dengan dengan BTA positif
mencapai (654) kasus, tahun 2018 mengalami peningkatan mencapai (693)
kasusu, pada tahun 2019 kasus TBC dengan BTA positif (712), pada tahun
2020 mencapai (834) kasus (DINKES Rembang, 2021).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medis RSUD dr.
Soetrasno Rembang Jumlah kunjungan TBC pada tahun 2018 sebanyak 726
orang, pada tahun 2019 mengalami peningkatan dengan jumlah 2284 orang,
tahun 2020 penderita TBC mencapai 1241 orang dan tahun 20021 mencapai
181 orang.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis di Poli DOT
TB RSUD dr. Soetrasno Rembang dari 30 pasien yang menjalani program
pengobatan di Poli Paru RSUD dr. Soetrasno Rembang, Dimana 15 pasien
mengatakan tidak teratur minum obat sedangkan 10 pasien mengatakan tidak
dipantau saat mengkonsumsi obat serta pihak keluarganya jarang mengantar
jika ingin kontrol. 5 orang mengatakan penyakitnya kambuh karena bosan
minum obat setiap hari.
4

Berdasarkan data SITBS yang peroleh dari RSUD dr. R Soetrasno


Pada tahun 2020 pada. Triwula I Bulan Januari – Maret Pasien TBC Sembuh
12 Orang, Pengobatan lengkap 25 orang, Gagal pengobatan 1 orang,
Meninggal 2 orang, Pindah Pengoabatan 3 orang, Pada Triwulan II angka
kesembuhan mengalami penurunan 8 Orang, Pengobatan lengkap 21 orang,
Gagal 0 Meninggal 1. Triwulan ke II sembuh 11 orang, Pengobatan lengkap
11 orang, Pengoabatan lengkap 37 orang,Gagal 0, Meninggal 4 orang,
Triwulan ke IV Sembuh 7 Pengobatan lengkap 26 orang, Meninggal 6 orang
Berdasarkan data di atas maka penulis teratarik untuk melakukan
suatu penelitian dengan judul penelitian “Hubungan Tingkat Kepatuhan
Konsumsi Obat Anti Tuberculosis (OAT) Terhadap Keberhasilan Pengobatan
Tuberculosis di Poli Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) TB di
RSUD dr. R Soetrasno Rembang”.

2.1 Perumusan Masalah


Adakah hubungan tingkat kepatuhan konsumsi Obat Anti
Tuberculosis (OAT) terhadap keberhasilan pengobatan tuberculosis di Poli
Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) TB di RSUD dr. R
Soetrasno Rembang.

2.2 Tujuan Penelitian


2.2.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi hubungan tingkat kepatuhan konsumsi Obat
Anti Tuberculosis (OAT) terhadap keberhasilan pengobatan
tuberculosis di Poli Directly Observed Treatment Shortcourse
(DOTS) TB di RSUD dr. R Soetrasno Rembang.
2.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mendeskripsikan tingkat kepatuhan konsumsi Obat Anti
Tuberculosis (OAT) di Poli Directly Observed Treatment
Shortcourse (DOTS) TB di RSUD dr. R Soetrasno Rembang.
5

2. Untuk mendeskripsikan keberhasilan pengobatan tuberculosis di


Poli Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) TB di
RSUD dr. R Soetrasno Rembang.
3. Menganalisis hubungan tingkat kepatuhan konsumsi Obat Anti
Tuberculosis (OAT) terhadap keberhasilan pengobatan
tuberculosis di Poli Directly Observed Treatment Shortcourse
(DOTS) TB di RSUD dr. R Soetrasno Rembang.

2.3 Manfaat Penelitian


2.3.1 Bagi Peneliti
Dapat meningkatkan kemampuan serta menambah pengalaman
dan pengetahuan peneliti dalam melakukan riset kuantitatif dalam
penelitian di bidang keperawatan tentang tingkat kepatuhan konsumsi
OAT terhadap keberhasilan Pengobatan TBC di Poli DOT TB RSUD
dr. Soetrasno Rembang.
2.3.2 Bagi STIKES Cendikia Utama Kudus
Menambah wawasan dan meningkatkan referensi kepustakaan
atau dokumentasi atas apa yang telah diteliti dalam pengembangan ilmu
kesehatan khususnya tentang keberhasilan pengobatan TBC di STIKES
Cendikia Utama Kudus.
2.3.3 Bagi lokasi Penelitian di Poli DOT TB RSUD dr. Soetrasno Rembang
Digunakan sebagai acuan dan sebagai bahan evaluasi dalam
meningkatkan pelayanan dan meningkatkan kepatuhan minum OAT
dan keberhasilan Pengobatan TBC di Poli DOT TB RSUD dr.
Soetrasno Rembang.
2.3.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai acuan atau referensi
bagi peneliti selanjutnya dalam melaksanakan penelitian yang akan
datang.
6

2.4 Keaslian Penelitian


Penelitian ini belum pernah dilakukkan oleh peneliti lain sebelumnya,
sedangkan penelitian terkait seperti di bawah ini :
Tabel 1.1
Originalitas Penelitian
Peneliti/ Judul Metode Variabel Hasil
Tahun
Siti Nur Hubungan Metode Variabel Hasil analisis yang
Djannah, tingkat observasi independen dalam didapatkan korelasi regresi
Dyah pengetahuan dan analitik penelitian ini linier dengan nilai Sig 0,001
Suryani, sikap dengan adalah: Tingkat dan R 0,520 serta R squere
Dian Asih perilaku pengetahuan dan 0,270 yang artinya
Purwati pencegahan sikap. Variabel penelitian ini memiliki
(2009) penularan tbc Dependen adalah keeratan hubungan yang
pada mahasiswa Perilaku sedang dan sikap
di Asrama pencegahan memberikan sumbangan
Manokwari penularan TBC sebesar 27 persen terhadap
Sleman perilaku dengan nilai Sig
Yogyakarta 0,001 < dari Alpha 0,05
yang berarti bahwa variabel
sikap secara statistik
bermakna dengan perilaku.
Asra Hubungan Survey Variabeldependend Terdapat hubungan
Septia Dukungan analitik ukungan keluarga dukungan keluarga dengan
(2012) Keluarga dengan Variabel kepatuhan minum obat pada
Kepatuhan independent penderita TB Paru di Rumah
Minum Obat Kepatuhan minum Sakit Umum Daerah Arifin
pada obat Achmad. Hasil uji statistik
Penderita TB nilai p-value = 0.036 (p
Paru <0,05). Berdasarkan
hipotesis yang diajukan
apabila p-value. ≤0,05
PDND dapat dikatakan ada
hubungan yang bermakna
antara duavariabel, sehingga
Ho ditolak.
Nilasari Hubungan Gaya Deskripsi Variable Hasil uji analisis Fisher's
(2020) Hidup Dengan korelasi Dependent gaya Exact Test (tabel 2X2)
Keberhasilan hidup didapatkan nilai ρ value
Pengobatan 0,003 kurang dari 0,05 maka
Pasien TB Paru hasil tersebut dapat
Variable
Di Rumah Sakit disimpulkan bahwa ada
Mitra Bangsa
Independent hubungan gaya hidup
Pati Adalah dengan keberhasilan
keberhasilan pengobatan pasien TB Paru
pengobatan TB di Rumah Sakit Mitra
paru Bangsa Pati.
7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar TBC


2.1.1 Pengertian
Tuberkulosis (TBC) paru adalah penyakit infeksi yang
disebabkan oleh kuman Mycrobacterium tuberculosis yang menyerang
paru-paru dan bronkus. TBC paru tergolong penyakit air borne
infection, yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui udara
pernapasan ke dalam paru-paru. Kemudian kuman menyebar dari paru-
paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem
saluran limfe, melalui bronkus atau penyebaran langsung ke bagian
tubuh lainnya (Widyanto & Triwibowo, 2013).
Tuberkulosis (TBC) paru adalah suatu penyakit infeksi kronis
yang sudah sangat lama dikenal pada manusia, misalnya dia
dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan yang
padat, dibuktikan dengan adanya penemuan kerusakan tulang vertebra
otak yang khas TBC dari kerangka yang digali di Heidelberg dari
kuburan zaman neolitikum, begitu juga penemuan yang berasal dari
mumi dan ukuriran dinding piramid di Mesir kuno pada tahun 2000 –
4000 SM. Hipokrates telah memperkenalkan sebuah terminologi yang
diangkat dari bahasa Yunani yang menggambarkan tampilan penyakit
TBC paru ini (Sudoyo dkk, 2010).
2.1.2 Etiologi Tuberkulosis
TB paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh basil TBC
(Mycrobacterium Tuberculosi Humanis). Mycrobacterium tuberculosis
merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran sangat kecil
dengan panjang 1-4 µm dengan tebal 0,3-0,6 µm. Sebagian besar
komponen Mycrobacterium tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid
yang menyebabkan kuman mampu bertahan terhadap asam serta zat
kimia dan faktor fisik. Kuman TBC bersifat aerob yang membutuhkan
8

oksigen untuk kelangsungan hidupnya. Mycrobacterium tuberculosis


banyak ditemukan di daerah yang memiliki kandungan oksigen tinggi.
Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit TB.
Kuman Mycrobacterium tuberculosis memiliki kemampuan tumbuh
yang lambat, koloni akan tampak setelah kurang dari dua minggu atau
bahkan terkadang setelah 6-8 minggu. Lingkungan hidup optimal pada
suhu 37°C dan kelembaban 70%. Kuman tidak dapat tumbuh pada suhu
25°C atau lebih dari 40°C (Widyanto & Triwibowo, 2013).
TB disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.
Kuman ini berbentuk batang, memiliki dinding lemak yang tebal,
tumbuh lambat, tahan terhadap asam dan alcohol, sehingga sering
disebut basil tahan asam (BTA). Kuman ini memasuki tubuh manusia
terutama melalui paru-paru, namun dapat juga lewat kulit, saluran
kemih, dan saluran makanan (Sofro, dkk, 2018)
Mycrobacterium tuberculosis termasuk Family Mycrobacteria
ceace yang mempunyai berbagai genus, satu diantaranya adalah
Mycrobacterium, yang salah satunya speciesnya adalah
Mycrobacterium tuberculosis. Basil TBC mempunyai dinding sel lipoid
sehingga tahan asam, sifat ini dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk
mewarnainya secara khusus. Oleh karena itu, kuman ini disebut pula
Basil Tahan Asam (BTA). Basil TBC sangat rentan terhadap sinar
matahari, sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Ternyata
kerentanan ini terutama terhadap gelombang cahaya ultraviolet. Basil
TBC juga rentan terhadap panas-basah, sehingga dalam 2 menit saja
basil TBC yang berada dalam lingkungan basah sudah akan mati bila
terkena air bersuhu 100°C. Basil TBC juga akan terbunuh dalam
beberapa menit bila terkena alkohol 70% atau lisol 5% (Danusantoso,
2013).
2.1.3 Patofisiologi TB Paru
Menghirup Mycobacterium Tuberculosis menyebabkan salah
satu dari empat kemungkinan hasil, yakni pembersihan organisme,
9

infeksi laten, permulaan penyakit aktif (penyakit primer), penyakit aktif


bertahuntahun kemudian (reaktivasi penyakit). Setelah terhirup, droplet
infeksius tetesan menular menetap diseluruh saluran udara. Sebagian
besar bakteri terjebak dibagian atas saluran nafas dimana sel epitel
mengeluarkan lender. Lender yang dihasilkan menangkap zat asing dan
silia dipermukaan sel terus-menerus menggerakkan lender dan
partikelnya yang terangkap untuk dibuang. System ini memberi tubuh
pertahanan fisik awal yang mencegah infeksi tuberculosis (Puspasari,
2019).
Sistem kekebalan tubuh berespon dengan melakukan reaksi
inflamasi. Neutrophil dan magrofag memfagositosis (menelan) bakteri.
Limfosit yang spesifik terhadap tuberculosis menghancurkan
(melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10
minggu setelah terpapar. Massa jaringan baru disebut granuloma, yang
berisi gumpalan basil yang hidup dan yang sudah mati, dikelilingi oleh
makrofag yang membentuk dinding. Granuloma berubah bentuk
menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut
disebut Ghon Tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri
menjadi nekrotik, membentuk perkijuan (necrotizing caseosa). Setelah
itu akan terbentuk kalsifikasi, membentuk jaringan kolagen. Bakteri
menjadi non-aktif. Penyakit akan berkembang menjadi aktif setelah
infeksi awal, karena respons system imun yang tidak adekuat. Penyakit
aktif juga timbul akibat infeksi ulang atau aktifnya kembali bakteri
yang tidak aktif. Pada kasus ini, terjadi ulserasi pada ghon tubercle, dan
akhirnya menjadi perkijuan. Tuberkel yang ulserasi mengalami proses
penyembuhan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi
kemudian meradang, mengakibatkan bronkopneumonia, pembentukan
tuberkel, dan seterusnya (Somantri, 2012).
10

2.1.4 Klasifikasi TB Paru (Puspasari, 2019) :


1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomi dari penyakit
a. Tuberculosis paru adalah TB yang menyerang jaringan
(parenkim) paru dan tidak termasuk pleura (selaput paru) dan
kelenjar pada hilus.
b. Tuberculosis ekstra paru adalah TB yang menyerang organ
tubuh selain paru seperti pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar limfe, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
a. Klien baru TB, yakni klien yang belum pernah diobati dengan
OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan (<
dari 28 dosis).
b. Klien yang pernah diobati TB, yakni klien yang sebelumnya
pernah menelan OAT selama 1 bulan atau lebih (≥ dari 28
dosis).
c. Klien ini selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan hasil
pengobatan TB terakhir :
1) Klien kambuh, yaitu klien TB yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh
atau pengobatan lengkap, didiagnosis TB berdasarkan
hasil pemeriksaan bakteriologi atau klinis.
2) Klien yang diobati kembali setelah gagal, yaitu klien TB
yang pernah diobati dan dinyatakan gagal pada
pengobatan terakhir.
3) Klien yang diobati kembali setelah putus obat, yakni klien
yang telah berobat dan putus obat 2 bulan atau lebih
dengan BTA positif.
4) Lain-lain, yaitu klien TB yang pernah diobati namun hasil
akhir pengobatan sebelumnya tidak diketahui.
11

d. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat


1) Mono resistan (TB MR): resistan terhadap salah satu jenis
OAT lini pertama saja.
2) Poli resistan (TB RR): resistan terhadap lebih dari satu
jenis OAT lini pertama selain Insoniazid (H) dan
Rifampisin (R) secara bersamaan.
3) Multidrug resistan (TB MDR): resistan terhadap Isoniazid
(H) dan Rifampisin (R) secara bersamaan.
4) Extensive drug resistan (TB XDR): TB MDR yang
sekaligus juga resistan terhadap salah satu OAT golongan
fluorokuinolon dan minimal salah satu dari OAT lini
kedua jenis suntikan.
5) Resistan Rifampisin (TB RR): resistan terhadap
Rifampisin dengan atau tanpa resistensi terhadap OAT
lain yang terdeteksi menggunakan metode genotype atau
metode fenotipe.
e. Klasifikasi klien TB berdasarkan status HIV
1) Klien TB dengan HIV positif
2) Klien TB dengan HIV negative
3) Klien TB dengan status HIV tidak diketahui
2.1.5 Manifestasi TB Paru (Nanda, 2015) :
1. Demam 40-41◦ C, serta ada batuk atau batuk berdarah
2. Sesak nafas dan nyeri dada
3. Malaise (perasaan tidak enak), keringat malam
4. Suara khas pada perkusi dada, bunyi dada
Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit Berdasarkan
(Sofro, et.al, 2018):
1. Keluhan pokok
2. Mirip gejala flu biasa
3. Selera makan menurun
12

4. Demam atau agak demam pada malam hari, selama berminggu-


minggu
5. Batuk kering
6. Batuk darah
7. Dada terasa sakit, sesak
8. Badan terasa lemah (malaise)
Tanda penting
1. Batuk berdahak minimal 2 minggu
2. Umumnya berat badan berkurang atau kurus
3. Kelemahan
4. Dokter akan mendengar suara ronki basah di apeks paru-paru
Manisfestasi Klinik (Nurrarif & Kusuma, 2013).
1. Demam 40-41oC
2. Batuk atau batuk berdarah
3. Sesak napas
4. Nyeri dada
5. Malaise
6. Keringat malam
7. Suara khas pada perkusi dada
8. Peningkatan sel darah putih dengan dominasi limfosit
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi pada penyakit TB paru, menurut
(Puspasari, 2019) antara lain :
1. Nyeri tulang belakang.
Nyeri punggung dan kekakuan adalah komplikasi
tuberculosis yang umum.
2. Kerusakan sendi.
Atritis tuberculosis biasanya menyerang pinggul dan lutut
pada penderita TB Paru.
13

3. Infeksi pada meningen (meningitis).


Hal tersebut dapat menyebabkan sakit kepala yang
berlangsung lama atau intermiten yang terjadi selam berminggu-
minggu.
4. Masalah hati atau ginjal.
Hati dan ginjal memiliki fungsi membantu menyaring
limbah dan kotoran dari aliran darah. Apabila terkena tuberkulosis
maka hati dan ginjal akan terganggu.
5. Gangguan jantung.
Hal tersebut bisa jarang terjadi, tuberculosis dapat
menginfeksi jaringan yang mengelilingi jantung, menyebabkan
pembengkakan dan tumpukan cairan yang dapat mengganggu
kemampuan jantung untuk memompa secara efektif. Sedangkan
menurut Ardiansyah, 2012 dibedakan menjadi 2 yaitu : Komplikasi
dini. Pleuralitis, Efusi pleura, Empiema, Laryngitis, TB usus,
Komplikasi lanjut, Obstruksi jalan nafas, Cor pulmonal,
Amiloidosis, Karsinoma paru, Sindrom gagal nafas
2.1.7 Pengobatan
Tujuan pengobatan TB adalah sebagai berikut (Kemenkes RI,
2014) :
1. Menyembuhkan pasien dan memperbaiki produktivitas serta
kualitas hidup
2. Mencegah terjadinya kematian oleh karena TB atau dampak buruk
selanjutnya
3. Mencegah terjadinya kekambuhan TB
4. Menurunkan penularan TB
5. Mencegah terjadinya dan penularan TB resisten obat
Jenis dan dosis OAT
1. Isoniasid (H)
Dikenal dengan INK, bersifat bakterisid dapat membunuh
90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan,
14

Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik


aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang
dianjurkan 5 mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3
kali seminggu diberikan dengan dosis 10 mg/kg BB.
2. Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semidormant
(persister) yang tidak dapat dibunuh oleh isoniasid, Dosis 10 mg/kg
BB diberikan sama untuk pengobatan harian dan intermiten 3 kali
seminggu.
3. Pirasinamid (Z)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada
dalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25
mg/kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali
seminggu dengan dosis 35 mg/kg BB.
4. Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kg
BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu
dengan dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun
dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan untuk berumur 60 tahun atau
lebih diberikan 0,50 gr/hari.
5. Etambutol (E)
Bersifat sebagai bakteriostatik, Dosis harian yang
dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk pengobatan intermiten 3
kali seminggu digunakan dosis 30 mg/kg BB
Menurut Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis
Tahun 2014, pengobatan yang adekuat harus memenuhi prinsip :
a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat
mengandung 4 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi
b. Diberikan dalam dosis tepat
15

c. Ditelan secara teratur dan diawasi langsung oleh pengawas


minum obat (PMO) sampai selesai pengobatan
d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi
dalam tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah
kekambuhan
6. Tahapan Pengobatan TBC
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengobatan TB
terbagi menjadi tahap awal dan tahap lanjutan. Pada tahap awal,
pengobatan diberikan setiap hari selama 2 bulan agar secara efektif
menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan
meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin
sudah resisten sejak sebelum pasien mendapatkan pengobatan.
Sedangkan, tahap lanjutan bertujuan untuk membunuh sisa kuman
yang masih ada dalam tubuh sehingga dapat sembuh dan mencegah
terjadinya kekambuhan (Kemenkes RI, 2014). Pengobatan TB
diberikan dalam 2 tahap yaitu :
1) Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat
setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya
kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifampisin, Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam
waktu 2 minggu, Sebagian besar penderita TB BTA positif
menjadi BTA negatif pada akhir pengobatan intensif (Depkes
RI, 2014)
2) Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.Tahap
lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten (dormant)
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Apabila paduan
obat yang digunakan tidak adekuat (jenis, dosis dan jangka
16

waktu pengobatan), kuman TB Paru akan berkembang menjadi


kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan
pasien menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan
pengawasan langsung (DOTS = Directly Observed Treatment
Shortcourse) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (Depkes
RI, 2014).
2.1.8 Pencegahan
1. Vaksinasi
BCG Vaksin BCG yang digunakan berupa vaksin yang
berisi M.bovis hidup yang dilemahkan. Dari beberapa penelitian,
vaksinasi BCG yang dilakukan pada anak-anak hanya memberikan
proteksi terhadap TB yakni 0-80%. BCG merupakan kontraindikasi
anak yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang
bergejala (Setiati, 2014).
2. Kemoprofilaksis
Anak yang tinggal dengan pasien TB BTA positif berisiko
tertular BTA. Untuk mencegah menjadi sakit TB, maka diperlukan
pemberian kemoprofilaksis. Terapi profilaksis dengan INH menurut
IUALTD diberikan selama 1 tahun dan ini dapat menurunkan
insidensi TB (Setiati, 2014).
2.1.9 Tipe Pasien Tuberkulosis Paru
Menurut Depkes (2018), tipe pasien ditentukan berdasarkan
riwayat pengobatan sebelumnya, ada beberapa tipe pasien yaitu :
1. Baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) atau sudah pernah menelan OAT kurang dari
satu bulan (4 minggu ).
2. Kambuh (Relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya
pernah mendapatkan pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan
sembuh, kemudian didiagnosis kembali dengan BTA positif.
17

3. Pengobatan setelah putus berobat (Default) adalah pasien yang


telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.
4. Gagal (Failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya
tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan ke lima atau
lebih selama pengobatan.
5. Pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan dari Unit
Pelayanan Kesehatan (UPK) yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
6. Lain-lain adalah kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.
Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronis, yaitu pasien dengan
hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan
ulangan
2.1.10 Kegagalan dalam pengobatan TB Paru
Menurut Halim (2011) Kegagalan adalah terjadinya
kemunduran selama masa penyembuhan (saat penderita masih
menerima pengobatan tuberculosis paru) terutama kemunduran
bakteriologik. Depkes (2012) Drop out adalah penderita yang tidak
mengambil obat selama 2 bulan berturu turut atau lebih selama masa
pengobatan selesai. Reviono (2010) mengungkapkan bahwa keadaan
drop out pada masa pengobatan terjadi pada dua bulan pertama
pengobatan sampai pengobatan lanjutan, kejadian berhenti berobat yang
terjadi pada fase awal dua bulan pertama pengobatan.
Menurut Haryanto (2012) kegagalan dalam pengobatan (Drop
Out) dikarenakan rendahnya tingkat pendidikan memberikan
konstribusi yang besar bagi rendahnya tingkat pemahaman pada
penderita mengenai penyakitnya. Kasus kegagalan dalam pengobatan
(Drop Out) menjadi salah satu keberhasilan program pemberantasan TB
Paru.
Penderita yang gagal bisa meninggal dunia namun juga tidak
bisa sembuh dan tetap merupakan sumber penularan bagi masyarakat
18

sekitar, banyak faktor yang dapat mempengaruhi kesembuhan penderita


TB paru antara lain, umur, sosial ekonomi, keteraturan minum obat dan
penyakit kronis yang menyertai pemakaian obat anti tuberkolosis
sebelumnya dan adanya resisten efek samping obat yang di minum
(Zulkifli, 2010).
2.1.11 Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis Paru (TBC)
Pengobatan penderita tuberkulosis paru harus dengan panduan
beberapa Obat Anti Tuberkulosis (OAT), berkesinambungan dan dalam
waktu tertentu agar mendapatkan hasil yang optimal. Kesembuhan yang
baik akan memperlihatkan pemeriksaan sputum BTA negatif (Depkes,
2012).
Dari segi kegiatan antimikroba, pemberian OAT bertujuan
memperoleh konversi dahak. Kenegatifan dahak adalah dahak satu kali
negative mikroskopis atau biakan, sedangkan konversi dahak adalah
dahak biakan tiga kali berturut-turut negatif pada pemeriksaan sekali
sebulan. Seminggu sebelum fase awal diselesaikan harus diperiksa dua
specimen dahak untuk melihat terjadinya konversi dahak. Jika salah
satu hasil pemeriksaan BTA positif, fase intensif dilanjutkan 1 bulan
lagi dengan OAT sisipan. Setelah pengobatan satu bulan diperiksa
dahak ulang, bila hasilnya negatif pengobatan dilanjutkan dengan fase
lanjutan (Depkes, 2012).

2.2 Konsep Kepatuhan


2.2.1 Pengertian
Kepatuhan menurut WHO adalah sejauh mana perilaku
seseorang minum obat, mengikuti diet, dan atau melaksanakan
perubahan gaya hidup, sesuai dengan yang telah disepakati
rekomendasi dari penyedia layanan kesehatan masyarakat (Kemenkes
RI, 2014).
Kepatuhan adalah istilah yang dipakai untuk menjelaskan
ketaatan atau pasrah pada tujuan yang telah ditentukan. Kepatuhan
19

berbanding lurus dengan tujuan yang dicapai pada program pengobatan


yang telah ditentukan. Kepatuhan sebagai akhir dari tujuan itu sendiri.
Kepatuhan pada program kesehatan merupakan perilaku yang dapat
diobservasi dan dapat langsung diukur (Bastable, 2012).
Kepatuhan mengacu pada program-program yang mengacu pada
kemampuan untuk memepertahankan program-program yang berkaitan
dengan promosi kesehatan, yang sebagian besar ditentukan oleh
penyelenggara. Kepatuhan pasien program kesehatan dapat ditinjau dari
berbagai perspektif teoritis antara lain (Eraker dkk, 1984 dan Levanthal
& Cameron 1987, dalam Bastable, 2012).
2.2.2 Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat
Faktor – factor yang mempengaruhi kepatuhan menurut
Kamidah (2015) diantaranya :
1. Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni: indera
penglihatan, pendengar, pencium, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga
(Notoatmodjo, 2017).
2. Motivasi
Motivasi adalah keinginan dalam diri seseorang yang
mendorongnya untuk berperilaku. Motivasi yang baik dalam
mengkonsumsi tablet kalsium untuk menjaga kesehatan ibu hamil
dan janin, keinginan ini biasanya hanya pada tahap anjuran dari
petugas kesehatan, bukan atas keinginan diri sendiri. Semakin baik
motivasi maka semakin patuh ibu hamil dalam mengkonsumsi
tablet kalsium karena motivasi merupakan kondisi internal manusia
seperti keinginan dan harapan yang mendorong individu untuk
berperilaku agar mencapai tujuan yang dikehendakinya (Budiarni,
2012).
20

3. Dukungan keluarga
Upaya yang dilakukan dengan mengikutkan peran serta
keluarga adalah sebagai faktor dasar penting yang ada berada
disekeliling ibu hamil dengan memberdayakan anggota keluarga
terutama suami untuk ikut membantu para ibu hamil dalam
meningkatkan kepatuhannya mengkonsumsi tablet kalsium. Upaya
ini sangat penting dilakukan, sebab ibu hamil adalah seorang
individu yang tidak berdiri sendiri, tetapi ia bergabung dalam
sebuah ikatan perkawinan dan hidup dalam sebuah bangunan
rumah tangga dimana faktor suami akan ikut mempengaruhi pola
pikir dan perilakunya termasuk dalam memperlakukan
kehamilannya (Amperaningsih, 2011).
2.2.3 Cara Mengukur Kepatuhan
Menurut Feist (2014) setidaknya terdapat lima cara yang dapat
digunakan untuk mengukur kepatuhan pada pasien, yaitu :
1. Menanyakan pada petugas klinis
Metode ini adalah metode yang hampir selalu menjadi
pilihan terakhir untuk digunakan karena keakuratan atas estimasi
yang diberikan oleh dokter pada umumnya salah.
2. Menanyakan pada individu yang menjadi pasien
Metode ini lebih valid dibandingkan dengan metode yang
sebelumnya. Metode ini juga memiliki kekurangan, yaitu: pasien
mungkin saja berbohong untuk menghindari ketidaksukaan dari
pihak tenaga kesehatan, dan mungkin pasien tidak mengetahui
seberapa besar tingkat kepatuhan mereka sendiri. Jika
dibandingkan dengan beberapa pengukuran objektif atas konsumsi
obat pasien, penelitian yang dilakukan cenderung menunjukkan
bahwa para pasien lebih jujur saat mereka menyatakan bahwa
mereka tidak mengkonsumsi obat.
21

3. Menanyakan pada individu lain yang selalu memonitor keadaan


pasien.
Metode ini juga memiliki beberapa kekurangan. Pertama,
observasi tidak mungkin dapat selalu dilakukan secara konstan,
terutama pada hal-hal tertentu seperti diet makanan dan konsumsi
alkohol. Kedua, pengamatan yang terus menerus menciptakan
situasi buatan dan seringkali menjadikan tingkat kepatuhan yang
lebih besar dari pengukuran kepatuhan yang lainnya. Tingkat
kepatuhan yang lebih besar ini memang sesuatu yang diinginkan,
tetapi hal ini tidak sesuai dengan tujuan pengukuran kepatuhan itu
sendiri dan menyebabkan observasi yang dilakukan menjadi tidak
akurat.
4. Menghitung banyak obat
Dikonsumsi Pasien Sesuai Saran Medis Yang Diberikan
Oleh Dokter. Prosedur ini mungkin adalah prosedur yang paling
ideal karena hanya sedikit saja kesalahan yang dapat dilakukan
dalam hal menghitung jumlah obat yang berkurang dari botolnya.
Tetapi, metode ini juga dapat menjadi sebuah metode yang tidak
akurat karena setidaknya ada dua masalah dalam hal menghitung
jumlah pil yang seharusnya dikonsumsi. Pertama, pasien mungkin
saja, dengan berbagai alasan, dengan sengaja tidak mengkonsumsi
beberapa jenis obat. Kedua, pasien mungkin mengkonsumsi semua
pil, tetapi dengan cara yang tidak sesuai dengan saran medis yang
diberikan.
5. Memeriksa bukti-bukti biokimia
Metode ini mungkin dapat mengatasi kelemahan-kelemahan
yang ada pada metode-metode sebelumnya. Metode ini berusaha
untuk menemukan bukti-bukti biokimia, seperti analisis sampel
darah dan urin. Hal ini memang lebih reliabel dibandingkan dengan
metode penghitungan pil atau obat diatas, tetapi metode ini lebih
mahal dan terkadang tidak terlalu berharga dibandingkan dengan
22

jumlah biaya yang dikeluarkan. Lima cara untuk melakukan


pengukuran pada kepatuhan pasien yaitu menanyakan langsung
kepada pasien, menanyakan pada petugas medis, menanyakan pada
orang terdekat pasien, menghitung jumlah obat dan memeriksa
bukti-bukti biokimia. Pada kelima cara pengukuran ini terdapat
beberapa kekurangan dan kekunggulan masing-masing dalam
setiap cara pengukuran yang akan diterapkan.
2.2.4 Cara-Cara Mengurangi Ketidak Patuhan
Menurut Dinicola dan Dimatteo dalam Neil, 2016 ada berbagai
cara untuk mengatasi ketidakpatuhan pasien antara lain:
1. Mengembangkan tujuan dari kepatuhan itu sendiri, banyak dari
pasien yang tidak patuh yang memiliki tujuan untuk mematuhi
nasihat-nasihat pada awalnya. Pemicu ketidakpatuhan dikarenakan
jangka waktu yang cukup lama serta paksaan dari tenaga kesehatan
yang menghasilkan efek negatif pada penderita sehingga awal mula
pasien mempunyai sikap patuh bisa berubah menjadi tidak patuh.
2. Perilaku sehat, hal ini sangat dipengaruhi oleh kebiasaan, sehingga
perlu dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk
mengubah perilaku, tetapi juga mempertahankan perubahan
tersebut. Kontrol diri, evaluasi diri dan penghargaan terhadap diri
sendiri harus dilakukan dengan kesadaran diri. Modifikasi perilaku
harus dilakukan antara pasien dengan pemberi pelayanan kesehatan
agar terciptanya perilaku sehat.
3. Dukungan sosial, dukungan sosial dari anggota keluarga dan
sahabat merupakan faktor-faktor penting dalam kepatuhan pasien.
2.2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan TB Green
(1980) dalam Notoatmodjo (2012) menyatakan kesehatan seseorang di
pengaruhi oleh dua faktor pokok, yakni faktor prilaku, dan faktor di luar
prilaku selanjutnya prilaku itu sendiri ditentukan dan dibentuk dari tiga
faktor:
23

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud


dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinana, nilai-nilai dan
sebagainya.
2. Faktor- faktor pendukung (enabling faktor) yang terwujud dalam
lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atau
sarana kesehatan.
3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam
sikap dan prilaku petugas kesehatan atau petugas lain yang
merupakan kelompok referensi dari prilaku masyarakat.
2.2.6 Strategi DOTS
Strategi DOTS yang di rekomendasikai oleh WHO telah
dibuktikan dengan uji coba lapangan dapat memberikan angka
kesembuhan yang tinggi. Bang dunia menyatakan bahwa strategi DOTS
merupakan setrategi kesehatan yang paling Cost Directly. Salah satu
komponenya adalah pengobatan panduan obat anti TB (OAT) jangka
pendek dengan pengawasan langsung, untuk menjamin keteraturan
pengobatan diperlukan seorang PMO. Upaya ini dapat mencakup
pengawasan langsung menelan obat, petugas kesehatan harus
memastikan bahwa setiap pasien TB didampingi oleh seorang PMO.
Ekspansi DOTS ke rumah sakit dilakukan bersama dengan peningkatan
kualitas program penangulangan tuberkulosis di kabupaten/kota dengan
terus mempertahankan atau meningkatkan, angka konversi lebih dari
80%, angka keberhasilan pengobatan lebih dari 85%, angka kesalahan
laboratorium di bawah 5%. Strategi DOTS terdiri dari lima komponen
yaitu:
1. Kometmen politik dari para pengambil keputusan, termasuk
dukungan dana
2. Diagnosis TB dengan pemeriksaan dahak scara mikroskopis
langsung
3. Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)
24

4. Kesinambungan persedian obat anti tuberkulosisi (OAT) jangka


pendek untuk pasien
5. Pencatatan dan pelaporan yang baku untuk memudahkan
monitoring dan evaluasi program TB. Untuk menjamin
keberhasilan penangulangan TB, kelima komponen tersebut di atas
harus dilaksanakan secara bersama.
2.2.7 Pengawas Langsung Oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)
Salah satu kompomen DOTS adalah pengobatan panduan OAT
jangka pendek dengan pengawasan langsung, untuk menjamin
keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO (Aditama, 2014).
Sarat-sarat untuk menjadi PMO antara lain: Seseorang yang
dikenal,dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun
pasien, selain itu harus disegani dan dihormatioleh pasien, sesorang
yang tinggal dekat dengan pasien, bersedia membantu pasien dengan
sukarela, bersedia diteliti dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama
dengan pasien (Depkes RI, 2014). Sebaiknya seorang pengawas
menelan obat adalah: Petugas kesehatan, misalnya bidan desa, perawat,
pekarya, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas
kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader
kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya
atau anggota keluarga. Keluarga dapat merupakan faktor endukung atau
penghambat untuk pasien berobat secara teratur sampai sembuh (Daud,
2011). Tugas seorang PMO adalah:
1. Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai
selesai pengobatan
2. Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur,
mengingatkan pasien untuk memeriksakan ulang dahak pada waktu
yang telah ditentukan
3. Memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk segera
memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan. b. Informasi
25

yang penting perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada


pasien dan keluarganya:
a. Keluarga harus tahu bahwa TB disebabkan oleh kuman
b. Bukan penyakit keturunan atau kutukan
c. TB dapat disemuhkan dengan pengobatan teratur
d. Cara penularan TB
e. Gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya
f. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan
lanjutan)
g. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur
h. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya
segera meminta pertolongan ke fasilitas kesehatan
26

2.3 Kerangka Teori


Berdasarkan ruang lingkup penelitian dan tinjauan teori yang telah
diuraikan maka digambarkan kerangka teori sebagai berikut :

Tingkat Kepatuhan
Konsumsi OAT

Tahapan Pengobatan TBC Keberhasilan


Tahap Insentif Pengobatan TBC
Tahap Lanjutan

Faktor–Faktor yang Mempengaruhi


Kepatuhan Minum Obat
a. Kepatuhan
b. Motivasi
c. Dukungan keluarga

Sembuh (BTA -) Tidak sembuh


(BTA +)

Keterangan

Area yang diteliti

Area yang tidak ditelitu

Gambar 2.1 Kerangka Teori


27

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep merupakan formulasi atau simplifikasi dari
kerangka teori atau teori-teori yang mendukung penelitian tersebut. Dengan
adanya kerangka konsep akan mengarahkan kita untuk menganalisis hasil
penelitian. (Notoatmodjo, 2015).

Variabel Independent Variabel Dependent

Keberhasilan Pengobatan
Tingkat Kepatuhan
TBC

Gambar 3.1
Kerangka Konsep

3.2 Hipotesis Penelitian


Sugiyono (2016) berpendapat bahwa hipotesis adalah jawaban
sementara dari masalah penelitian. Hipotesis penelitian (H1) merupakan
jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang menunjukkan adanya
gambaran antara variable bebas dan variable terikat. Adapun hipotesis
penelitian dalam penelitian ini adalah Ha yaitu ada hubungan tingkat
kepatuhan konsumsi Obat Anti Tuberculosis (OAT) terhadap keberhasilan
pengobatan tuberculosis di Poli Directly Observed Treatment Shortcourse
(DOTS) TB di RSUD dr. R Soetrasno Rembang.

3.3 Jenis Dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian yang akan digunakan adalah Deskriptif Correlation.
Deskriptif Correlation yaitu penelitian atau penelaahan hubungan antara
variabel Idependent dan dependent pada suatu situasi atau sekelompok
subjek (Saryono, 2019).
28

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan cross


sectional. Dalam penelitian Cross sectional atau potong silang, variabel
sebab atau risiko (independent variable) dan akibat atau kasus yang terjadi
(dependent variable) pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan secara
simultan (dalam waktu yang bersamaan) (Notoatmodjo, 2010). Pada
prosesnya penelitian Deskriptif Correlation dengan pendekatan Cross
sectional dilakukan dengan melakukan pengumpulan data sekali waktu,
untuk mencari kolerasi atau hubungan tingkat kepatuhan konsumsi Obat Anti
Tuberculosis (OAT) terhadap keberhasilan pengobatan tuberculosis di Poli
Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) TB di RSUD dr. R
Soetrasno Rembang.

3.4 Lokasi Dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan di Poli DOT TB RSUD dr. Soetrasno
Rembang. Waktu penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober 2021
sampai dengan 11 November 2021.

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian


3.5.1 Populasi
Populasi dapat dimaknai sebagai seluruh kelompok orang
(manusia), kejadian, atau hal-hal yang menarik perhatian peneliti di
mana peneliti tersebut ingin melakukan investigasi terhadapnya dan
menarik kesimpulan terhadapnya (Sekaran & Bougie, 2016). Populasi
dalam penelitian ini yaitu rata-rata kunjungan setiap bulan penderita
TBC sebanyak 60 pasien.
3.5.2 Tehnik Pengambilan Sampel
Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi porsi dari
populasi untuk dapat mewakili populasi. Teknik sampling merupakan
cara-cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh
sampel yang benar-benar sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian.
Mengingat jumlah populasi yang masih bisa dijangkau oleh peneliti
maka prosedur dan tehnik pengambilan sampel dilakukan secara total
29

sampling dengan mengambil semua populasi untuk dijadikan sampel.


Studi ini sering disebut juga sebagai studi populasi atau studi sensus
(Arikunto, 2016). Jadi sampel yang diambil adalah 60 responden.
Adapun kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian
dari suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti
(Nursalam, 2018). Kriteria inklusi untuk pasien dalam penelitian
ini adalah :
a. Pasien yang rutin kontrol ke RSUD dr.R Soetrasno Rembang
b. Pasien yang sudah menjalani pengobatan 6 bulan.
c. Pasien yang bersedia menjadi responden.
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan / mengeluarkan
subjek yang memenuhi kriteria inklusi dari studi (Nursalam, 2018)
Kriteria eksklusi untuk pasien dalam penelitian ini adalah :
a. Pasien TBC rawat inap
b. Pasien yang tidak bisa membaca dan menulis.
c. Pasien tidak mengalami gangguaan kejiwaan.
d. Pasien dengan TBC MDR
e. Pasien yang mempumyai riwayat penyakit dengneratif

3.6 Definisi Operasional


Tabel 3.1
Definisi Operasional Penelitian

Alat Ukur dan


Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Skala
Cara Ukur
Penelitian
Variabel Compliance dan Instrumen Hasil ukur Ordinal
Dependent adherence merupakan menggunakan kuesioner
Tingkat dua istilah yang Quesiner 8 digit dengan skor :
Kepatuhan umumnya digunakan soal. Cara ukur a. Skor 8
konsumsi secara bergantian jawaban Kepatuhan
OAT untuk responden yaitu : tinggi
30

menggambarkan 1. Ya nilai 1 b. Skor 6 -7


kepatuhan minum 2. Tidak niali 0 Kepatuhan
obat. Menurut sedang
Sarafino & Smith c. Skor < 6
(2012), kepatuhan Kepatuhan
(compliance ataupun rendah
adherence)
merupakan istilah
yang mengacu pada
sejauh mana pasien
melaksanakan
tindakan dan
pengobatan yang
direkomendasikan
oleh dokter atau
orang lain
Variabel Keberhasilan Instrumen Hasil ukur Nominal
Independent pengobatan TBC menggunakan keberhasilan
Keberhasilan yaitu adanya hasil pemeriksaan TB Paru :
Pengobatan perbaikan pengobatan BTA di Rekam a. Berhasil :
TBC dengan pada pasien Medis BTA -
TBC yang telah b. Tidak
menjalani pegobatan berhasil :
minimal 3 bulan BTA +
dengan ditunjukan
hasil pemeriksaan
BTA +

3.7 Instrumen Penelitian dan Tehnik Pengumpulan Data


3.7.1 Instrumen Penelitian
Instrumen adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur
fenomena alam maupun sosial yang dapat diamati (Sugiono, 2014).
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
observasi dengan alat bantu Cheklist.
1. Tingkat Kepatuhan Minum Obat
Instrument yang digunakan yaitu kuesioner Morisky
Medication Adherence Scale (MMAS-8). Skor jawaban yang
digunakan yaitu skor 1 untuk jawaban “ya”, dan skor 0 untuk
jawaban “tidak”. Hasil pengukuran dengan kategori kepatuhan
tinggi : 8, kepatuhan sedang : 6-7 dan kepatuhan rendah : < 6.
Skala yang digunakan ordinal.
31

2. Keberhasilan Pengobatan TBC


Instrument yang digunakan yaitu hasil pemeriksaan BTA
yang tercantum dalam rekam medis. Hasil ukur keberhasilan TB
Paru yaitu berhasil : BTA – dan tidak berhasil : BTA +. Skala
yang digunakan nominal.
3. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-
tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrument, sebuah
instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang
diinginkan (Sugiyono, 2014). Uji Validitas dilaksanakan di RSI
Arafah Rembang pada tanggal 4-11 November 2021 dengan
jumlah sampel sebanyak 20 responden karena RSI Arafah
rembang mempunyai karakteristik yang sama dengan responden
yang sebenarnya yaitu sama-sama menderita TBC, fasilitas dokter
yang sama dan melayani masyarakat Rembang sekitarnya. Hasil
uji validitas kepatuhan diperoleh nilai r hitung terkecil 0,489 lebih
besar dari r tabel (0,444) maka kuesioner kepatuhan dinyatakan
valid dan dapat digunakan dalam penelitian. Keberhasilan
pengobatan TBC tidak dilaksanakan uji validitas karena
menggunakan hasil pemeriksaan BTA.
4. Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa
suatu instrument tersebut dapat dipercaya untuk digunakan
sebagai alat pengumpulan data karena instrument itu sudah baik
(Sugiyono, 2014). Uji reliabilitas dilaksanakan RSI Arafah
Rembang pada tanggal 4-11 November 2021 dengan jumlah
sampel sebanyak 20 responden karena RSI Arafah rembang
mempunyai karakteristik yang sama dengan responden yang
sebenarnya yaitu sama-sama menderita TBC, fasilitas dokter yang
sama dan melayani masyarakat Rembang sekitarnya. Hasil uji
reliabilitas kepatuhan diperoleh 0,790 lebih besar dari 0,6 maka
32

kuesioner dinyatakan relaibel dan dapat digunakan untuk


penelitian. Keberhasilan pengobatan TBC tidak dilaksanakan uji
reliabilitas karena menggunakan hasil pemeriksaan BTA.
3.7.2 Tehnik Pengumpulan data
Pengumpulan data yang dilakukan peneliti adalah dengan data
primer (pedoman observasi) dan sekunder (Data RSUD dr. R.
Soetrasno Rembang, literatur dan perpustakaan). Adapun prosedur
pengumpulan data sebagai berikut :
1. Mengurus perizinan penelitian kepada institusi pendidikan yaitu
Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Cendekia Utama
Kudus.
2. Selanjutnya meminta izin kepada Kepala Dinas Kesehatan
Rembang dan permohonan izin penelitian di RSUD dr. R.
Soetrasno Rembang.
3. Peneliti melakukan pendekatan kepada calon responden untuk
memberikan penjelasan, diharapkan bersedia menjadi responden
dan bersedia menandatangani lembar persetujuan.
4. Peneliti meminta bantuan kepada enumerator untuk memilih
pasien sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan dengan
mengambil sampel sesuai yang dikehendaki peneliti.
5. Peneliti dan enumerator memberikan kuesioner tentang kepatuhan
dengan didampingi peneliti dan menilai hasil pemeriksaan BTA.
6. Mengumpulkan dan menilai hasil observasi yang didapat pada
perlakuan setelah terkumpul.

3.8 Teknik Pengolahan dan Analisis Data


3.8.1 Teknik Pengolahan Data
Untuk penelitian ini, pengolahan data dilakukan dengan
melalui tahap-tahap sebagai berikut :
33

1. Editing (Mengedit)
Hasil pengisian Cheklist, atau pengamatan dari lapangan
harus dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara
umum editing adalah Apakah lengkap, dalam arti semua
pertanyaan sudah terisi. Editing ini dilakukan pada tahap
pengumpulan data dari responden atau setelah data-data
terkumpul.
2. Coding (Pengkodean)
Setelah semua Cheklist diedit atau disunting selanjutnya
dilakukan pengkodean atau coding, yakni mengubah data
berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
Pemberian code kepatuhan yaitu kepatuhan tinggi diberi kode 1,
kepatuhan sedang diberi kode 2 dan kepatuhan rendah diberi kode
3. Keberhasilan pengobatan TBC yaitu berhasil diberi kode 1 dan
tidak berhasil diberi kode 2.
3. Entry
Adalah memasukkan data yang dikumpulkan. Data yang
telah didapatkan dikelompokkan dalam beberapa karakteristik
diantaranya adalah usia responden, jenis kelamin, Pendidikan
responden dan pekerjaan responden.
4. Scoring
Kegiatan melakukan scoring terhadap jawaban dari
Cheklist pemberian kode dalam penelitian ini adalah kepatuhan
tinggi diberi skor 8, kepatuhan sedang diberi skor 6-7 dan
kepatuhan rendah diberi skor < 6. Sedangkan keberhasilan
pengobatan TBC tidak diberi skor karena hanya menggunakan 1
pilihan jawaban hasil pemeriksaan BTA.
34

5. Tabulating
Tabulating adalah pekerjaan membuat tabel. Jawaban-
jawaban yang telah diberi kode kemudian dimasukkan ke dalam
tabel. Langkah terakhir dalam penelitian ini adalah melakukan
analisis data. Selanjutnya data dimasukkan ke komputer dan
dianalisis secara statistik.
3.8.2 Analisis Data
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari
hasil penelitian. Umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan
distribusi dan prosentase dari tiap variabel (Sugiyono, 2016).
Analisis data menggunakan program SPSS untuk
mengetahui bagaimana gambaran data yang telah selesai
dikumpulkan dengan bentuk distribusi frekuensi dan variabel
umur responden, jenis kelamin responden, pendidikan responden,
pekerjaan responden, kepatuhan dan keberhasilan pengobatan
TBC.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat yaitu analisis data yang dilakukan pada
dua variabel yang diduga mempunyai hubungan atau korelasi
(Sugiyono, 2016).
Analisis bivariat yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui hubungan tingkat kepatuhan konsumsi
Obat Anti Tuberculosis (OAT) terhadap keberhasilan pengobatan
tuberculosis di Poli Directly Observed Treatment Shortcourse
(DOTS) TB di RSUD dr. R Soetrasno Rembang dengan
menggunakan chi square.
Analisis data yang digunakan adalah chi square
dikarenakan uji chi squre tersebut untuk mengetahui hubungan
35

korelasi sederhana yang datanya bersifat normal (ordinal-nominal)


antara variabel bebas dengan variabel terikat. Aturan yang berlaku
untuk interpretasi uji Chi- Square pada analisis menggunakan
SPSS adalah sebagai berikut (Arikunto, 2016). Tabel silang 3x2
tidak dijumpai Expected Count kurang dari 5 atau dijumpai tetapi
tidak lebih dari 20% jumlah sel, maka uji hipotesis yang
digunakan adalah uji Chi- Square. Hasil yang dibaca pada bagian
Pearson Chi- Square.
Hasil uji Chi- Square dilihat dengan nilai p. jika nilai p <
0,05 maha Ho ditolak dan Ha diterima, yang menyimpulkan
bahwa terdapat hubungan antara variabel bebas dan variabel
terikat.

3.9 Etika Penelitian


Etika penelitian yang dikutip dari teori Nursalam (2016) dapat dilihat
seperti di bawah ini :
3.9.1 Permohonan menjadi responden
Peneliti membuat surat permohonan kepada calon responden
untuk menjadi responden dalam penelitian.
3.9.2 Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian
Apabila bersedia menjadi responden peneliti memohon
kesediaan untuk menandatangani persetujuan dan menjawab
pertanyaan yang diajukan dengan benar. Jika calon responden tidak
bersedia, peneliti tidak boleh memaksa dan menghormati responden.
3.9.3 Informed consent (lembar persetujuan)
Setelah responden diberikan penjelasan, responden mengerti
dan jelas tentang tujuan penelitian dan hak-haknya, maka lembar
persetujuan disampaikan kepada calon responden untuk ditanda
tangani.
3.9.4 Anonimity (tanpa nama)
Untuk menjaga identitas responden peneliti tidak
mencantumkan nama, namun menulis kode nama dengan nomor.
36

3.9.5 Confidentialitiy (kerahasiaan)


Peneliti menjamin kerahasiaan penelitian dengan memberikan
kode atas jawaban responden yang ditabulasi menggunakan program
komputerisasi dan data akan dibakar setelah 2 tahun.

3.10 Jadwal Penelitian


Jadwal penelitian terlampir.
37

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
RSUD dr. R. Soetrasno Rembang merupakan rumah sakit
umum daerah yang berlokasi di Kabupaten Rembang dengan visi
menjadi Rumah Sakit Unggulan Di Wilayah Jawa Tengah Bagian
Timur. RSUD dr. R. Soetrasno Rembang terletak di jalan Pahlawan
No. 16, Kabongan Kidul kabupaten Rembang. Pengembangan visi
diatas didukung dengan adanya penyelenggaraan pelayanan Rumah
Sakit yang Prima dan inovatif serta mengupayakan peningkatan mutu
pelayanan melalui pemenuhan SDM, Akreditasi dan Sertifikasi (Profil
RSUD dr. R. Soetrasno Rembang, 2020).
Penelitian ini menggunakan RSUD dr. R. Soetrasno Rembang
khususnya Ruang poli DOTS dikarenakan Rumah Sakit ini adalah
rumah sakit rujukan pertama di Rembang, dimana masalah yang
dihadapi sangat banyak termasuk masalah keberhasilan pengobatan
Tuberculosis. Sampel yang digunakan sebanyak 60 responden yang
rutin kontrol ke RSUD dr.R Soetrasno Rembang dan sudah menjalani
pengobatan 6 bulan. Penelitian ini dilaksanakan dengan cara peneliti
memberikan kuesioner tentang kepatuhan dengan didampingi peneliti
dan menilai hasil pemeriksaan BTA. Kemudian peneliti
mengumpulkan dan menilai hasil observasi yang didapat pada
perlakuan setelah terkumpul.
38

4.1.2 Karakteristik Responden


1. Umur Responden
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur Responden di Poli
DOTS RSUD dr. R Soetrasno Rembang
Mean Median Modus SD Minima Maksimal
l
45,62 47,50 58 16,907 18 71

Berdasarkan Tabel 4.1 didapatkan nilai rata-rata usia


responden sebesar 45,62 tahun, nilai median sebesar 47,50 tahun,
nilai modus sebesar 58 tahun, nilai standar deviasi 16,907 tahun,
umur minimal responden sebesar 18 tahun dan umur maksimal
responden 71 tahun.
2. Jenis Kelamin Responden
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis kelamin Responden
di Poli DOTS RSUD dr. R Soetrasno Rembang

Jenis Kelamin Frekuensi %


Laki-Laki 27 45,0
Perempuan 33 55,0
Jumlah 60 100

Sesuai Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa dari 60 responden,


sebagian besar responden mempunyai jenis kelamin perempuan
sebanyak 33 (55,0%) responden dan jenis kelamin laki-laki
sebanyak 27 (45,0%) responden.
3. Pendidikan Responden
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pendidikan Responden
di Poli DOTS RSUD dr. R Soetrasno Rembang

Pendidikan Frekuensi %
SD Sederajat 20 33,4
SLTP Sederajat 14 23,3
SLTA Sederajat 26 43,3
Jumlah 60 100
39

Sesuai Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa dari 60 responden,


sebagian besar responden mempunyai pendidikan SD sederajat
sebanyak 20 (33,4%) responden, pendidikan SLTP sederajat
sebanyak 14 (23,3%) responden dan pendidikan SLTA sederajat
sebanyak 26 (43,3%) responden.
4. Pekerjaan Responden
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pekerjaan Responden di Poli
DOTS RSUD dr. R Soetrasno Rembang
Pekerjaan Frekuensi %
Tidak Bekerja 28 46,7
Buruh 12 20,0
Tani 6 10,0
Wiraswasta 14 23,3
Jumlah 60 100
Sesuai Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa dari 60 responden,
sebagian besar responden tidak bekerja sebanyak 28 (46,7%)
responden, sebagai buruh sebanyak 12 (20,0%) responden,
sebagai tani sebanyak 6 (10,0%) responden dan sebagai
wiraswasta sebanyak 14 (23,3%) responden.
4.1.3 Analisa Univariat
1. Tingkat Kepatuhan Konsumsi OAT
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tingkat Kepatuhan
Konsumsi OAT Responden di Poli DOTS
RSUD dr. R Soetrasno Rembang
Tingkat Kepatuhan Frekuensi %
Kepatuhan Tinggi 39 65,0
Kepatuhan Sedang 12 20,0
Kepatuhan Rendah 9 15,0
Jumlah 60 100

Sesuai Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa dari 60 responden,


sebagian besar responden mempunyai tingkat kepatuhan
konsumsi OAT tinggi sebanyak 39 (65,0%) responden, tingkat
kepatuhan sedang sebanyak 12 (20,0%) responden dan tingkat
kepatuhan rendah sebanyak 9 (15,0%) responden.
40

2. Keberhasilan Pengobatan Tuberculosis


Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Keberhasilan Pengobatan
Tuberculosis Responden di Poli DOTS
RSUD dr. R Soetrasno Rembang

Keberhasilan Pengobatan Frekuensi %


Berhasil 43 71,7
Tidak Berhasil 17 28,3
Jumlah 60 100

Sesuai Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa dari 60 responden,


sebagian besar responden berhasil dalam menjalani pengobatan
Tuberculosis sebanyak 43 (71,7%) responden dan tidak berhasi;
sebanyak 17 (28,3%) responden.
4.1.4 Analisa Bivariat
Tabel 4.7
Hubungan Tingkat Kepatuhan Konsumsi Obat Anti Tuberculosis
(OAT) Terhadap Keberhasilan Pengobatan Tuberculosis di Poli
Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) TB
di RSUD dr. R Soetrasno Rembang

Keberhasilan Total X2 ρ
Tingkat Pengobatan hitung value
Kepatuhan Berhasil Tidak
berhasil
f % f % f %
Tinggi 38 97,4 1 2,6 39 100 40,838 0,000
Sedang 5 41,7 7 58,3 12 100
Rendah 0 0 9 100,0 9 100
Total 43 71,7 17 28,3 60 100

Berdasarkan tabel 4.7 didapatkan bahwa tingkat kepatuhan


tinggi sebanyak 39 (100%), dimana responden yang berhasil dalam
pengobatan Tuberculosis sebanyak 38 (97,4%) dan tidak berhasil
sebanyak 1 (2,6%). Tingkat kepatuhan sedang sebanyak 12 (100%),
dimana responden yang berhasil dalam pengobatan Tuberculosis
sebanyak 5 (41,7%) dan tidak berhasil sebanyak 7 (58,3%). Tingkat
kepatuhan rendah sebanyak 9 (100%), dimana semua responden tidak
berhasil dalam pengobatan Tuberculosis sebanyak 9 (100,0%). Hasil
41

uji analisis Chi square didapatkan nilai X2 hitung sebesar 40,838 dan ρ
value 0,000 kurang dari 0,05 maka hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat kepatuhan
konsumsi Obat Anti Tuberculosis (OAT) terhadap keberhasilan
pengobatan tuberculosis di Poli Directly Observed Treatment
Shortcourse (DOTS) TB di RSUD dr. R Soetrasno Rembang.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisa Univariat
1. Tingkat Kepatuhan Konsumsi OAT
Hasil penelitian diperoleh sebagian besar responden
mempunyai tingkat kepatuhan konsumsi OAT tinggi sebanyak 39
(65,0%) responden, tingkat kepatuhan sedang sebanyak 12
(20,0%) responden dan tingkat kepatuhan rendah sebanyak 9
(15,0%) responden. Hasil diatas didominasi kepatuhan minum
obat tinggi sebanyak 65,0%. Hasil diatas dikarenakan responden
yang selalu minum obat selama menjalani pengobatan, selalu
patuh minum obat, selalu minum obat meskipun gejala yang
dialami telah teratasi dan merasa nyaman meskipun harus minum
obat setiap hari.
Menurut analisis penulis masih terdapat kepatuhan
minum obat kurang sebanyak 9 responden (15,0%). Hal tersebut
dikarenakan terdapat responden yang lupa minum obat, pasien
yang kadang-kadang tidak bawa obat saat bepergian dan minum
obat tidak sesuai jadwal anjuran dokter. Hal ini dibutuhkan
adanya pendamping responden dalam minum obat sehingga tidak
terjadi kelupaan minum obat sesuai dengan jadwal minum obat.
Hasil diatas sesuai dengan teori Vrijens (2012) bahwa
aspek kepatuhan minum obat salah satunya forgetting yaitu
sejauh mana pasien melupakan jadwal untuk meminum obat.
Pasien yang menunjukkan kepatuhan minum obat yang tinggi
memiliki frekuensi kelupaan dalam mengkonsumsi obat yang
42

rendah. Aspek kepatuhan minum obat lainnya yaitu


Carelessness. Aspek ini merupakan sikap mengabaikan yang
dilakukan oleh pasien dalam masa pengobatan, seperti
melewatkan jadwal meminum obat dengan alasan lain selain
karena lupa. Pasien yang menunjukkan kepatuhan minum obat
yang tinggi mampu bersikap hati-hati atau dengan penuh
perhatian mengontrol dirinya untuk tetap mengkonsumsi obat.
Penelitian terkait dilaksanakan oleh Amalia (2020)
dengan judul penelitian “Tingkat Kepatuhan Minum Obat Anti
Tuberkulosis Pada Pasien TB Paru Dewasa Rawat Jalan di
Puskesmas Dinoyo”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa sebesar (56%) sampel berjenis kelamin laki-laki, dengan
(72%) berusia dewasa awal antara 26-35 tahun, (49%)
berpendidikan S1, (32%) sampel bekerja sebagai wiraswasta dan
didapat hasil sebesar (89%) memiliki tingkat kepatuhan tinggi,
(10%) memiliki tingkat kepatuhan sedang dan (1%) memiliki
tingkat kepatuhan rendah dalam mengkonsumsi obat anti
tuberkulosis paru.
2. Keberhasilan Pengobatan Tuberculosis
Hasil penelitian sebagian besar responden berhasil dalam
menjalani pengobatan Tuberculosis sebanyak 43 (71,7%)
responden dan tidak berhasil sebanyak 17 (28,3%) responden.
Hasil tersebut paling banyak didominasi responden berhasil
dalam pengobatan. Hasil ini dikarenakan hasil pemeriksaan
dahak ulang dinyatakan negatif. Hal yang perlu diingat apabila
dibandingkan konversi standart nasional pengobatan TB paru
dianggap masih kurang karena konversi masih di bawah standart
nasional dalam Riset Kesehatan Dasar (2013) yaitu 80%.
Standart nasional yang telah ditetapkan menuntut masyarakat
bebas dari TB paru dan diharapkan masyarakat tahu tentang
pentingnya pengobatan serta lebih menekankan pentingnya
pengobatan paru.
43

Menurut analisis peneliti, terkait hasil diatas, sebaiknya


penderita TB paru yang telah berhasil menjalani pengobatan
dapat mempertahankan hasil yang dicapai sehingga TB paru
ulang tidak terjadi dan tetap menjalankan pemeriksaan ulang
untuk memastikan hasil pemeriksaan dahak TB paru. Responden
yang menjalani pengobatan tidak berhasil diharapkan lebih aktif
lagi dalam menjalani pengobatan dan meminum obat secara
teratur sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
Hasil diatas sejalan dengan teori Aditama (2014) bahwa
pengobatan penderita TB paru dinyatakan berhasil apabila
penderita telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dengan
uji tuberkulin negatif dan sebaliknya dinyatakan tidak berhasil
apabila uji tuberculin ditemukan masih positif. Sedangkan pada
pemeriksaan thorax ditemukan kavitas, menandakan infeksi yang
sudah berlanjut dan diasosiasikan dengan adanya jumlah kuman
TB yang tinggi. Pemeriksaan thorak juga ditemukan adanya
nodul-nodul kalsifikasi yang homogenus, ukuran 5-20 mm,
seperti tuberkuloma menunjukkan infeksi lama.
Penelitian yang mendukung hasil diatas dilaksanakan
oleh Maulidya (2017 dengan judul penelitian “Faktor Yang
Mempengaruhi Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis (Tb) Paru
Pada Pasien Pasca Pengobatan Di Puskesmas Dinoyo Kota
Malang”. Hasil penelitian menunjukkan sikap pasien dan
ada/tidaknya PMO memiliki hubungan yang signifikan dengan
keberhasilan pengobatan TB paru. Sedangkan usia, pendidikan,
penghasilan, tipe pengobatan dan pengetahuan tidak memiliki
hubungan yang signifikan dengan keberhasilan pengobatan TB
paru. Pasien yang memiliki sikap yang “baik” memiliki
kesempatan untuk sembuh 4,3 kali lipat daripada pasien yang
memiliki sikap “tidak baik” atau “cukup baik”. Pasien yang
memiliki PMO juga cenderung memiliki kesempatan untuk
44

sembuh 13,5 kali lebih besar dibandingkan pasien yang tidak


memiliki PMO.
4.2.2 Analisa Bivariat

Hasil uji analisis Chi square didapatkan nilai X2 hitung sebesar


40,838 dan ρ value 0,000 kurang dari 0,05 maka hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat
kepatuhan konsumsi Obat Anti Tuberculosis (OAT) terhadap
keberhasilan pengobatan tuberculosis di Poli Directly Observed
Treatment Shortcourse (DOTS) TB di RSUD dr. R Soetrasno
Rembang. Hasil tersebut menunjukan bahwa keberhasilan pengobatan
tuberculosis dapat disebabkan karena kepatuhan konsumsi Obat Anti
Tuberculosis (OAT). Hasil tersebut dibuktikan dengan hasil tabulasi
silang yang menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan tinggi sebanyak 39
(100%), dimana responden yang berhasil dalam pengobatan
Tuberculosis sebanyak 38 (97,4%) dan tidak berhasil sebanyak 1
(2,6%). Tingkat kepatuhan sedang sebanyak 12 (100%), dimana
responden yang berhasil dalam pengobatan Tuberculosis sebanyak 5
(41,7%) dan tidak berhasil sebanyak 7 (58,3%). Tingkat kepatuhan
rendah sebanyak 9 (100%), dimana semua responden tidak berhasil
dalam pengobatan Tuberculosis sebanyak 9 (100,0%).
Keberhasilan pengobatan TB Paru diatas tidak terlepas dari
motivasi responden dalam merubah perilaku yang kurang sehat
menjadi perilaku sehat. Hasil diatas juga ditemukan kepatuhan tinggi
responden ada 1 (2,6%) responden yang tidak berhasil dalam
pengobatan. Hal tersebut dikarenakan responden yang kurang waspada
dalam menjaga faktor lingkungan sehingga faktor ekstrinsik menjadi
penyebab pasien mengalami kegagalan berobat. Selain factor
lingkungan, usia responden yang menjadi sudah menginjak awal lansia
yaitu 47 tahun juga mempengaruhi keberhasilan pengobatan. Pada usia
tersebut sudah mengalami kemunduran fisik sehingga menjadi kendala
tersendiri dalam pengobatan. Hal ini sesuai dengan teori Notoatmodjo
(2017) bahwa yang menentukan keberhasilan pengobatan TB paru
45

terdapat dalam bentuk 3 faktor perilaku seseorang yang meliputi faktor


predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap, kepercayaan, keyakinana dan nilai-nilai. Faktor pendukung
(enabling faktor) yang terwujud dalam lingkungan fisik dan faktor
pendorong (reinforcing factor) yang terwujud dalam karakteristik
seseorang, sikap dan prilaku petugas kesehatan atau petugas. Penelitian
terkait yang dilaksanakan oleh Kurniawan (2015) dengan judul
penelitian “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan
Pengobatan Tuberkulosis Paru”. Hasil penelitian menunjukkan
terdapat hubungan umur dengan jenis pengobatan (nilai ρ = 0,023),
tidak ada hubungan jenis kelamin dengan jenis pengobatan (nilai ρ =
0,086), dan tidak ada hubungan tingkat kepatuhan dengan jenis
pengobatan (nilai ρ = 1,000).
Hasil penelitian juga ditemukan responden yang mempunyai
kepatuhan sedang dan 5 responden berhasil dalam pengobatan. Hal ini
dikarenakan perilaku sehat dalam meningkatkan keberhasilan
pengobatan tuberculosis seperti menjaga kebersihan lingkungan dan
menjaga hygiene diri sendiri. Selain perilaku sehat, faktor pengawasan
minum obat juga mempengaruhi keberhasilan penderita TB paru.
Penelitian pendukung dilaksanakan oleh Wiranata (2019) dengan judul
penelitian “Hubungan PMO (Pengawas Menelan Obat) Dengan
Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Tuberkulosis di Wilayah Kerja
Puskesmas Dimong Kabupaten Madiun”. Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara PMO
(Pengawas Menelan Obat) terhadap kepatuhan minum obat dengan p-
value 0,000 < 0,05; RP= 3,721 dengan koefisien (C) kontingensi
sebesar 0,621.
Hasil diatas sesuai dengan teori Kemenkes RI (2014) bahwa
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan TBC
antara lain faktor pasien (pasien tidak patuh minum Obat Anti TBC
(OAT), pasien pindah fasilitas pelayanan kesehatan dan TBCnya
termasuk yang resisten terhadap OAT), faktor PMO (PMO tidak ada,
46

PMO ada tapi kurang memantau), faktor obat (suplai OAT terganggu
sehingga pasien menunda atau tidak meneruskan minum obat).
Sedangkan menurut Akessa (2015) bahwa penyebab penderita TBC
tidak menyelesaikan program pengobatannya karena penderita TBC
malas untuk berobat. Penyebab penderita TBC malas berobat adalah
jenuh dengan pengobatan yang cukup lama, efek samping obat atau
merasa lebih baik setelah awal (dua bulan pertama) pengobatan.
Penyebab lain seperti faktor ekonomi, hambatan transportasi menuju
ke pelayanan kesehatan dan kurangnya motivasi dari penderita TBC
baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik. Penghentian
pengobatan sebelum waktunya di Indonesia merupakan faktor terbesar
dalam kegagalan pengobatan penderita TBC.
Penelitian terkait dilaksanakan oleh Jamaluddin (2019) dengan
judul penelitian “Gambaran Tingkat Kepatuhan Berobat Pada Pasien
Tuberkulosis Di Puskesmas Samata Kecamatan Somba OPU
Kabupaten Gowa”. Hasil uji statistik spearman didapatkan bahwa ada
hubungan antara usia (p = 0,000) dengan tingkat kepatuhan berobat
pasien TB. Namun, pada penelitian ini tidak terdapat hubungan jenis
kelamin (p = 0,453), pekerjaan (p = 0,310), pendidikan (p = 0,785),
penghasilan (p = 0,478) serta jarak rumah ke pelayanan kesehatan (p =
0,795) dengan kepatuhan berobat pasien TB.

4.3 Keterbatasan Penelitian


4.3.1 Kemungkinan responden dalam menjawab kuesioner ada yang tidak
jujur, sehingga hasil penelitian bisa dianggap bias.
4.3.2 Peneliti meminta bantuan kepada enumerator yang memenuhi syarat
bekerja di Poli DOTS, tidak sedang cuti atau sakit dan memiliki
pendidikan S1 Keperawatan. untuk membantu dalam pengumpulan
data dimana sebelumnya rencana tidak menggunakan enumerator.
47

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
5.1.1 Hasil penelitian berdasarkan tingkat kepatuhan diperoleh sebagian
besar responden mempunyai tingkat kepatuhan konsumsi OAT tinggi
sebanyak 39 (65,0%) responden, tingkat kepatuhan sedang sebanyak
12 (20,0%) responden dan tingkat kepatuhan rendah sebanyak 9
(15,0%) responden.
5.1.2 Hasil penelitian berdasarkan keberhasilan pengobatan diperoleh
sebagian besar responden berhasil dalam menjalani pengobatan
Tuberculosis sebanyak 43 (71,7%) responden dan tidak berhasi;
sebanyak 17 (28,3%) responden.
5.1.3 Hasil uji analisis Chi square didapatkan nilai X2 hitung sebesar 40,838
dan ρ value 0,000 kurang dari 0,05 maka hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara tingkat
kepatuhan konsumsi Obat Anti Tuberculosis (OAT) terhadap
keberhasilan pengobatan tuberculosis di Poli Directly Observed
Treatment Shortcourse (DOTS) TB di RSUD dr. R Soetrasno
Rembang.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi STIKES Cendekia Utama Kudus
Hasil penelitian ini dapat digunakan jurnal keperawatan
STIKES Cendekia Utama Kudus dalam pengabdian masyarakat
berbasis penelitian khususnya tentang keberhasilan pengobatan TB
Paru.
5.2.2 Bagi Lokasi Penelitian
Pihak RSUD dr. R. Soetrasno Rembang dapat memberikan
sosialisasi tentang minum obat secara teratur dan benar pada pasien
TBC serta keluarga dalam meningkatkan kepatuhan minum obat
48

dengan cara memberikan pendidikan kesehatan dan motivasi saat


pasien berkunjung di Poli DOTS sehingga dapat meningkatkan
keberhasilan pengobatan TBC.
5.2.3 Bagi Responden atau Mayarakat
Mengacu pada hasil penelitian ini, masyarakat dan responden
dapat lebih berhati-hati lagi terhadap penularan TB paru dengan selalu
menjaga kebersihan lingkungan fisik dan selalu waspada dengan
penderita TB paru mengingat keberhasilan pengobatan TB paru
berjalan dalam jangka waktu lama sampai dengan 6 bulan.
5.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti selanjutnya dapat melaksanakan peneliti lainnya yang
berhubungan dengan faktor-faktor lain yang mempengaruhi
keberhasilan pengobatan TB Paru seperti usia, jenis kelamin, efek
samping obat (OAT), pengawasan minum obat dan transportasi.
49

DAFTAR PUSTAKA

Akessa, G.M., et.al. (2015). Survival Anlysis of Loss to Follow-up Treatment


Among Tuberculosis Patients at Jumma University Specialized Hospital,
Jumma, Southwest, Ethiopia. International Journal of Statistical
Mechanics, 20(11): 1-7
Aditama. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kemenkes RI,
Jakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2016. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka
Cipta, Jakarta.
Bastable, S. B. 2012. Perawat Sebagai Pendidik: Prinsip Pengajaran. Jakarta :
EGC.
Budiarni, W. 2012. Hubungan Pengetahuan, Sikap Dan Motivasi Dengan
Kepatuhan Konsumsi Tablet Besi Folat Pada Ibu Hamil. Program
Studi Ilmu Gizi.
Christian., Storla, 2009, Determinasi Penyakit Tuberkulosis di Daerah
Pedesaan.Jurnal Kesehatan Masyarakat. 179(9): 843-850.Tersedia di
https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/kemas/article/view/2834
[diakses 23 Desember 2019].
Danusantoso H. 2013. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru, Ed 2. Jakarta:Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Daud, I. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kepatuhan Penderita TB
paru Pasien Rawat Jalan di Poliklinik Paru RSUD Dr. Ahmad Muchtar
Bukit Tinggi. Tesis. Jakarta: Universitas Indonesia.
Depkes RI, 2012. Buku Saku Kader Program Penanggulangan Tb, Derektorat
Jenderal Pengendalian Paru Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan
Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Dinas Kesehatan DIY. Profil kesehatan tahun 2019. Edisi 2020.
Feist & J. Feist, 2014. Teori Kepribadian. Jakarta: Salemba Humanika.
Halim D. 2011. Pengaruh dan Hubungan Kebiasaan Merokok Terhadap
Kapasitas Vital Paru Pria Dewasa. Skripsi. Bandung: Universitas Kristen
Maranatha.
Jamaluddin, Kurniawan. 2019. Gambaran Tingkat Kepatuhan Berobat Pada
Pasien Tuberkulosis Di Puskesmas Samata Kecamatan Somba OPU
Kabupaten Gowa. Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Samata.
Gowa.
Kementrian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. Jakarta:
Kemenkes RI
50

Kementerian Kesehatan RI. 2018. Profil Kesehatan Indonesia 2018. (Online),


(http://www.kemenkes.go.id), diakses pada tanggal 2 September 2020.
Nanda. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-2017 Edisi10
editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, S. 2017. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurarif H. Amin & Kusuma Hardi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA (North American Nursing
Diagnosis Association) NIC-NOC. Mediaction Publishing.
Nursalam. 2016. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrument Keperawatan,
edisi 2, Salemba Medika, Jakarta
Puspasari. 2019 Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pe
rnafasan. Yogyakarta : PT.Pustaka Baru.
Setiati, Sitiet al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi VI. Jakarta:
InternaPublising.
Somantri, 2012. Anslisis Mycobacterium Tuberkulosis dan Kondisi Fisik Rumah
Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru. Jurnal Berkala Epidemiologi,
Volume 5 Nomor 2, Mei 2017, hlm. 152-162.Tersedia di
file:///C:/Users/Samsung/Downloads/3400-19416-2-PB%20(2).pdf
[diakses 12 Januari 2020].
Sudoyo. 2010. Buku Ajar Penyakit Dalam. FKUI, Jakarta.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D, Bandung:
CV. Alfabeta.
World Health Organization. 2019. Fact Sheets of Diabetes Media Centre. Diakses:
6 Juni 2021. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/.
WHO. 2018. Tuberculosis Profile. www.who.int/tb/data. diakses tanggal 27
Oktober 2019
Widyanto, F. C dan Triwibowo, C. 2013. Trend Disease Trend Penyakit Saat Ini,
Jakarta: Trans Info Media.
Wiranata, A. 2019. Hubungan PMO (Pengawas Menelan Obat) Dengan
Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Tuberkulosis di Wilayah Kerja
Puskesmas Dimong Kabupaten Madiun. Stikes Bhakti Husada Mulia.
Madiun.
Zulkifli. 2010. Kontroversi Rokok. Yogyakarta: Grha Pustaka.
1

Lampiran 1

Jadwal Penyusunan Skripsi Penelitian Mahasiswa Progam Studi Ilmu Keperawatan


STIKES CENDEKIA UTAMA KUDUS T.A. 2021-2022

Mei Juni Juli Agustus September Oktober November


No KEGIATAN
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1. Pengusulan Judul
2. Bimbingan BAB I
3. Bimbingan BAB II
4. Bimbingan BAB III dan BAB IV
5. Ujian Proposal
6. Uji Validitas dan Reliabilitas
7. Pengambilan Data Penelitian
8. Pengolahan Data
9. Penyusunan Hasil dan Pembahasan
10. Ujian Skripsi
11. Revisi dan Pengumpulan Skripsi
Lampiran 2

SURAT PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Rembang, September 2021


Kepada Yth : Calon Responden Penelitian
Di Tempat
Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Arif Indra Gunawan
NIM : 2020012295
Adalah mahasiswa Progam Studi Ilmu Keperawatan STIKES Cendekia Utama
Kudus yang sedang melakukan penelitian dengan judul ”Hubungan Tingkat
Kepatuhan Konsumsi Obat Anti Tuberculosis (OAT) terhadap Keberhasilan
Pengobatan Tuberculosis di Poli Directly Observed Treatment Shortcourse
(DOTS) TB di RSUD dr. R Soetrasno Rembang”.
Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan kepada semua pihak.
Kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya digunakan
untuk kepentingan penelitian. Guna keperluan tersebut saya mohon kesediaan
klien menjadi responden dalam penelitian ini.
Demikian permohonan ini, atas bantuan dan kerjasamanya saya ucapkan terima
kasih.

Peneliti,

Arif Indra Gunawan


2

Lampiran 3

LAMPIRAN PERSETUJUAN RESPONDEN

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Setelah saya diberikan penjelasan, tentang tujuan penelitian untuk


mengetahui hubungan tingkat kepatuhan konsumsi Obat Anti Tuberculosis (OAT)
terhadap keberhasilan pengobatan tuberculosis di Poli Directly Observed
Treatment Shortcourse (DOTS) TB di RSUD dr. R Soetrasno Rembang.
Maka dengan ini saya menyatakan bersedia untuk membantu dan berperan
serta dalam kelancaran penelitian tersebut.

Rembang, September 2021


Responden,

( )
Lampiran 4

Instrument penelitian

HUBUNGAN TINGKAT KEPATUHAN KONSUMSI OBAT ANTI TUBERCULOSIS


(OAT) TERHADAP KEBERHASILAN PENGOBATAN TUBERCULOSIS DI POLI
DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORTCOURSE (DOTS) TB
DI RSUD DR. R SOETRASNO REMBANG

A. Karakteristik Responden

1. No. Responden :
2. Umur : …………… Tahun
3. Jenis kelamin : Laki-laki
Perempuan
4. Pendidikan : Tidak sekolah
SD
SLTP
SLTA
DIII/S1
5. Pekerjaan : Tidak bekerja
Buruh
Petani
Wiraswasta
PNS

B. Tingkat Kepatuhan

Berilah tanda checklist (√) pada kolom di bawah ini, sesuai dengan apa yang
Anda rasakan
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Pernahkah anda lupa minum obat?
2 Selain lupa, mungkin Anda tidak minum obat
karena alasan lain. Dalam 2 minggu terakhir,
apakah Anda pernah tidak minum obat?
3 Pernahkah Anda mengurangi atau berhenti minum
2

obat tanpa sepengetahuan dokter karena Anda


merasa obat yang diberikan membuat keadaan
Anda menjadi lebih buruk?
4 Pernahkah Anda lupa membawa obat ketika
bepergian?
5 Apakah Anda masih meminum obat Anda
kemarin? (Ya= 1, Tidak= 0)
6 Apakah Anda berhenti minum obat ketika Anda
merasa gejala yang dialami telah teratasi?
7 Meminum obat setiap hari merupakan sesuatu
ketidaknyamanan untuk beberapa orang. Apakah
Anda merasa terganggu harus minum obat setiap
hari....?
8 Berapa sering Anda lupa minum obat?
a. Tidak Pernah
b. Kadang – kadang
c. Sering
d. Sangat sering
Keterangan:
Sangat sering : 7 kali dalam seminggu,sering : 4-6
kali dalam seminggu, Kadang-kadang: 1-3 kali
dalam seminggu, Tidak Pernah: Tidak pernah lupa
Total skor

C. Keberhasilan Pengobatan TBC (Pasien TBC minimal pengobatan

berjalan sudah 3 bulan)

Berilah tanda check list pada kolom yang telah disediakan (diisi peneliti)

Hasil Pemeriksaan BTA : BTA +

BTA -
3

REKAPITULASI UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS

No P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 TTL
1 2 2 2 2 1 2 1 2 14
2 2 2 2 2 2 2 2 1 15
3 1 1 2 1 1 1 1 1 9
4 2 2 2 2 2 2 2 2 16
5 2 2 2 2 2 2 2 2 16
6 1 1 1 1 1 1 1 1 8
7 2 1 2 2 2 2 2 2 15
8 2 2 2 2 2 2 2 2 16
9 1 1 2 1 1 1 1 1 9
10 2 2 1 2 1 1 1 2 12
11 1 1 1 1 1 1 1 1 8
12 2 1 2 2 2 2 2 2 15
13 2 2 2 2 2 2 2 2 16
14 1 1 2 1 1 1 1 1 9
15 2 2 1 2 1 1 1 2 12
16 2 2 2 2 1 2 1 2 14
17 2 2 2 2 2 2 2 1 15
18 1 1 2 1 1 1 1 1 9
19 2 2 2 2 2 2 2 2 16
20 2 2 2 2 2 2 2 2 16
4

Correlations

Correlations

P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 TTL

P1 Pearson Correlation 1 .802 **


.218 1.000 **
.655 **
.802 **
.655 **
.802 **
.925**

Sig. (2-tailed) .000 .355 .000 .002 .000 .002 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
P2 Pearson Correlation .802 **
1 .102 .802 **
.408 .583 **
.408 .583 **
.732**
Sig. (2-tailed) .000 .669 .000 .074 .007 .074 .007 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
P3 Pearson Correlation .218 .102 1 .218 .500 *
.612 **
.500 *
.102 .489*
Sig. (2-tailed) .355 .669 .355 .025 .004 .025 .669 .029
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
P4 Pearson Correlation 1.000 **
.802 **
.218 1 .655 **
.802 **
.655 **
.802 **
.925**
Sig. (2-tailed) .000 .000 .355 .002 .000 .002 .000 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
P5 Pearson Correlation .655** .408 .500* .655** 1 .816** 1.000** .408 .848**
Sig. (2-tailed) .002 .074 .025 .002 .000 .000 .074 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
P6 Pearson Correlation .802 **
.583 **
.612 **
.802 **
.816 **
1 .816 **
.583 **
.932**
Sig. (2-tailed) .000 .007 .004 .000 .000 .000 .007 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
P7 Pearson Correlation .655 **
.408 .500 *
.655 **
1.000 **
.816 **
1 .408 .848**
Sig. (2-tailed) .002 .074 .025 .002 .000 .000 .074 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
P8 Pearson Correlation .802 **
.583 **
.102 .802 **
.408 .583 **
.408 1 .732**
Sig. (2-tailed) .000 .007 .669 .000 .074 .007 .074 .000
N 20 20 20 20 20 20 20 20 20
TTL Pearson Correlation .925** .732** .489* .925** .848** .932** .848** .732** 1

Sig. (2-tailed) .000 .000 .029 .000 .000 .000 .000 .000

N 20 20 20 20 20 20 20 20 20

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
5

Reliability

Scale: ALL VARIABLES

Case Processing Summary

N %

Cases Valid 20 100.0

Excluded a
0 .0

Total 20 100.0

a. Listwise deletion based on all variables in the


procedure.

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.790 9
6

HUBUNGAN TINGKAT KEPATUHAN KONSUMSI OBAT ANTI TUBERCULOSIS (OAT)


TERHADAP KEBERHASILAN PENGOBATAN TUBERCULOSIS DI POLI DIRECTLY
OBSERVED TREATMENT SHORTCOURSE (DOTS) TB DI RSUD
dr. R SOETRASNO REMBANG

Kepatuhan Keberhasilan
No Um Jk Jk_0 Pend Pend_0 Pek Pek_0
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 TTL KTG Uji Tuber KTG-KP
1 58 L 1 SD 1 WRST 4 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
2 47 P 2 SLTA 3 WRST 4 1 1 0 1 1 0 1 1 6 2 Nega ti f 1
3 22 P 2 SLTA 3 WRST 4 1 1 0 1 0 1 0 1 5 3 Pos i ti f 2
4 35 P 2 SLTA 3 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
5 31 P 2 SLTA 3 TB 1 1 0 1 0 1 0 1 1 5 3 Pos i ti f 2
6 62 P 2 SD 1 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
7 21 L 1 SLTA 3 BURUH 2 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
8 33 P 2 SLTP 2 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
9 39 P 2 SLTA 3 BURUH 2 1 1 1 1 1 1 0 1 7 2 Nega ti f 1
10 58 P 2 SD 1 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
11 61 L 1 SD 1 TANI 3 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
12 28 P 2 SLTA 3 TB 1 1 0 1 0 0 1 0 1 4 3 Pos i ti f 2
13 21 P 2 SLTP 2 BURUH 2 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
14 47 L 1 SLTP 2 TANI 3 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
15 32 L 1 SLTA 3 BURUH 2 1 0 1 1 1 0 1 1 6 2 Pos i ti f 2
16 71 L 1 SD 1 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
17 18 P 2 SLTA 3 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
18 65 L 1 SD 1 WRST 4 1 1 0 1 1 0 0 1 5 3 Pos i ti f 2
19 60 P 2 SD 1 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
20 57 P 2 SD 1 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
21 18 L 1 SLTA 3 TB 1 1 1 0 1 1 1 1 1 7 2 Nega ti f 1
22 25 L 1 SLTP 2 WRST 4 1 1 1 0 1 0 1 1 6 2 Nega ti f 1
23 58 P 2 SLTP 2 WRST 4 1 1 0 1 0 1 0 1 5 3 Pos i ti f 2
24 61 P 2 SD 1 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
25 70 L 1 SD 1 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
26 57 L 1 SLTP 2 TANI 3 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
27 19 P 2 SLTA 3 TB 1 1 0 1 0 1 1 0 1 5 3 Pos i ti f 2
28 25 L 1 SLTP 2 BURUH 2 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
29 25 L 1 SLTA 3 WRST 4 1 1 1 1 1 1 0 1 7 2 Pos i ti f 2
30 23 L 1 SLTA 3 BURUH 2 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
31 24 P 2 SLTA 3 BURUH 2 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
32 58 L 1 SD 1 WRST 4 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
33 52 P 2 SLTA 3 WRST 4 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
34 24 P 2 SLTA 3 WRST 4 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
35 35 P 2 SLTA 3 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
36 31 P 2 SLTA 3 TB 1 1 1 1 0 1 0 1 1 6 2 Pos i ti f 2
37 62 P 2 SD 1 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
38 56 L 1 SLTA 3 BURUH 2 0 1 0 1 1 0 1 1 5 3 Pos i ti f 2
39 57 P 2 SLTP 2 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
40 39 P 2 SLTA 3 BURUH 2 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
41 58 P 2 SD 1 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
42 61 L 1 SD 1 TANI 3 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
43 66 P 2 SLTA 3 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Nega ti f 1
7

44 46 P 2 SLTP 2 BURUH 2 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Negati f 1


45 47 L 1 SLTP 2 TANI 3 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Posi ti f 2
46 32 L 1 SLTA 3 BURUH 2 1 1 1 1 1 0 1 1 7 2 Posi ti f 2
47 71 L 1 SD 1 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Negati f 1
48 48 P 2 SLTA 3 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Negati f 1
49 65 L 1 SD 1 WRST 4 1 0 1 0 1 1 0 1 5 3 Posi ti f 2
50 60 P 2 SD 1 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Negati f 1
51 57 P 2 SD 1 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Negati f 1
52 18 L 1 SLTA 3 TB 1 1 0 1 1 1 1 1 1 7 2 Posi ti f 2
53 45 L 1 SLTP 2 WRST 4 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Negati f 1
54 58 P 2 SLTP 2 WRST 4 1 1 0 1 0 1 1 1 6 2 Posi ti f 2
55 61 P 2 SD 1 TB 1 1 1 1 1 0 1 1 1 7 2 Negati f 1
56 70 L 1 SD 1 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Negati f 1
57 57 L 1 SLTP 2 TANI 3 1 0 1 0 1 0 1 1 5 3 Posi ti f 2
58 59 P 2 SLTA 3 TB 1 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Negati f 1
59 46 L 1 SLTP 2 BURUH 2 1 1 1 1 1 0 1 1 7 2 Posi ti f 2
60 27 L 1 SLTA 3 WRST 4 1 1 1 1 1 1 1 1 8 1 Negati f 1
8

Frequencies

Statistics

TINGKAT
KEPATUHAN KEBERHASILAN
JENIS KONSUMSI PENGOBATAN
UMUR KELAMIN PENDIDIKAN PEKERJAAN OAT TUBERCULOSIS

N Valid 60 60 60 60 60 60

Missing 0 0 0 0 0 0
Mean 45.62 1.55 2.10 2.10 1.50 1.28
Median 47.50 2.00 2.00 2.00 1.00 1.00
Mode 58 2 3 1 1 1
Std. Deviation 16.907 .502 .877 1.231 .748 .454
Range 53 1 2 3 2 1
Minimum 18 1 1 1 1 1
Maximum 71 2 3 4 3 2

Frequency Table

UMUR

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 18 3 5.0 5.0 5.0


19 1 1.7 1.7 6.7

21 2 3.3 3.3 10.0

22 1 1.7 1.7 11.7

23 1 1.7 1.7 13.3

24 2 3.3 3.3 16.7

25 3 5.0 5.0 21.7

27 1 1.7 1.7 23.3

28 1 1.7 1.7 25.0

31 2 3.3 3.3 28.3

32 2 3.3 3.3 31.7

33 1 1.7 1.7 33.3

35 2 3.3 3.3 36.7

39 2 3.3 3.3 40.0


9

45 1 1.7 1.7 41.7

46 2 3.3 3.3 45.0

47 3 5.0 5.0 50.0

48 1 1.7 1.7 51.7

52 1 1.7 1.7 53.3

56 1 1.7 1.7 55.0

57 5 8.3 8.3 63.3

58 6 10.0 10.0 73.3

59 1 1.7 1.7 75.0

60 2 3.3 3.3 78.3

61 4 6.7 6.7 85.0

62 2 3.3 3.3 88.3

65 2 3.3 3.3 91.7

66 1 1.7 1.7 93.3

70 2 3.3 3.3 96.7

71 2 3.3 3.3 100.0

Total 60 100.0 100.0

JENIS KELAMIN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid LAKI-LAKI 27 45.0 45.0 45.0


PEREMPUAN 33 55.0 55.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

PENDIDIKAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid SD SEDERAJAT 20 33.4 33.4 33.4

SLTP SEDERAJAT 14 23.3 23.3 56.7

SLTA SEDERAJAT 26 43.3 43.3 100.0

Total 60 100.0 100.0


10

PEKERJAAN

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid TIDAK BEKERJA 28 46.7 46.7 46.7

BURUH 12 20.0 20.0 66.7

TANI 6 10.0 10.0 76.7

WIRASWASTA 14 23.3 23.3 100.0

Total 60 100.0 100.0

TINGKAT KEPATUHAN KONSUMSI OAT

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid KEPATUHAN TINGGI 39 65.0 65.0 65.0

KEPATUHAN SEDANG 12 20.0 20.0 85.0

KEPATUHAN RENDAH 9 15.0 15.0 100.0

Total 60 100.0 100.0

KEBERHASILAN PENGOBATAN TUBERCULOSIS

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid BERHASIL 43 71.7 71.7 71.7

TIDAK BERHASIL 17 28.3 28.3 100.0


Total 60 100.0 100.0

Crosstabs

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

TINGKAT KEPATUHAN
KONSUMSI OAT *
KEBERHASILAN 60 100.0% 0 0.0% 60 100.0%
PENGOBATAN
TUBERCULOSIS
11

TINGKAT KEPATUHAN KONSUMSI OAT * KEBERHASILAN PENGOBATAN


TUBERCULOSIS Crosstabulation

KEBERHASILAN
PENGOBATAN
TUBERCULOSIS

TIDAK
BERHASIL BERHASIL Total

TINGKAT KEPATUHAN Count 38 1 39


KEPATUHAN TINGGI % within TINGKAT
KONSUMSI KEPATUHAN 97.4% 2.6% 100.0%
OAT KONSUMSI OAT

% of Total 63.3% 1.7% 65.0%

KEPATUHAN Count 5 7 12
SEDANG % within TINGKAT
KEPATUHAN 41.7% 58.3% 100.0%
KONSUMSI OAT

% of Total 8.3% 11.7% 20.0%

KEPATUHAN Count 0 9 9
RENDAH % within TINGKAT
KEPATUHAN 0.0% 100.0% 100.0%
KONSUMSI OAT

% of Total 0.0% 15.0% 15.0%


Total Count 43 17 60

% within TINGKAT
KEPATUHAN 71.7% 28.3% 100.0%
KONSUMSI OAT

% of Total 71.7% 28.3% 100.0%

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. (2-


Value df sided)

Pearson Chi-Square 40.838 a


2 .000
Likelihood Ratio 45.927 2 .000
Linear-by-Linear Association 39.952 1 .000
N of Valid Cases 60

a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 2.55.
12
13
14
15

CATATAN HASIL KONSULTASI

Tanggal : 20-5-2021
Catatan :
Pengajuan judul

Paraf
16

CATATAN HASIL KONSULTASI

Tanggal : 3-6-2021
Catatan :
Mencari fenomena untuk referensi

Paraf
17

CATATAN HASIL KONSULTASI

Tanggal : 31-7-2021
Catatan :
Pengajuan BAB 1

Paraf
18

CATATAN HASIL KONSULTASI

Tanggal : 24-8-2021
Catatan :
Pengajuan BAB 1 dan BAB 2

Paraf
19

CATATAN HASIL KONSULTASI

Tanggal : 31-8-2021
Catatan :
Revisi BAB 1 dan BAB 2

Paraf
20

CATATAN HASIL KONSULTASI

Tanggal : 13-9-2021
Catatan :
Pengajuan BAB 3

Paraf
21

CATATAN HASIL KONSULTASI

Tanggal : 15-9-2021
Catatan :
ACC BAB 1 sampai BAB 3

Paraf
22

CATATAN HASIL KONSULTASI

Tanggal : 23-11-2021
Catatan :
Pengajuan hasil penelitian lengkap
1. Penulisan Bulan dan NIDN Penguji
2. Penulisan Kata Pengantar
3. Penambahan lampiran uji validitas dan reliabilitas
4. Hipotesis yang digunakan
5. Lokasi dan waktu penelitian
6. Populasi setiap bulannya
7. Kapan pelaksanaan uji validitas
8. Penambahan pembahasan univariate
9. Penjabaran pembahasan bivariate
10. Keterbatasan penelitian
11. Perbaikan saran
Paraf
23

CATATAN HASIL KONSULTASI

Tanggal : 4-12-2021
Catatan :
Pengajuan skripsi lengkap BAB 1-5
1. Penulisan hipotesis penelitian
2. Keterbatasan penelitian
3. Perbaikan saran dihapus dan pembenaran penulisan

Paraf
24

CATATAN HASIL KONSULTASI

Tanggal : 6-12-2021
Catatan :
ACC BAB 1 sampai BAB 5

Paraf

Anda mungkin juga menyukai