A DENGAN
DENGUE HAEMORRAGHIC FEVER (DHF) DI RUANG
IGD RSUD dr. SOETRASNO REMBANG
B. Tujuan
Mampu melaksanakan asuhan keperawatan gawat darurat serta mampu mengaplikasikan pada
pasien dengue haemoragic fever secara komprehensif.
A. Definisi DHF
Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada
anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan
nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang
tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui
gigitan nyamuk aedes aegypty (betina)(Resti, 2014).
B. Etiologi DHF
Virus dengue serotype 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vector
nyamuk aedes aegypti. Nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vector yang kurang berperan. Infeksi
dengan salah satu serotype akan menimbulkan antibodi seumur hidup
terhadap serotype bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotype lain (Smeltzer & Suzanne, 2001).
C. Manifestasi Klinik DHF
Demam tinggi 2 sampai 7 hari (38-40oC)
Manifestasi perdarahan dengan bentuk: uji tourniquet positif
Rasa sakit pada otot dan persendian
Pembesaran hati (hepatomegali)
Rejan (syok
Gejala klinik lainnya yang sering menyertai yaitu anoreksia (hilangnya
nafsu makan), lemah, mual, muntah, sakit perut, diare dan sakit kepala.
Trombositopeni pada hari ke-3 sampai ke-7 ditemukan penurunan
trombosit hingga 100.000/mmHg
D. Patofisiologi DHF
Virus dengue yang pertama kali masuk kedalam tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk aedes dan menginfeksi pertama kali
memberi gejala DF. Pasien akan mengalami gejala viremia, sakit
kepala, mual, nyei otot, pegal seluruh badan, hyperemia
ditenggorokkan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi
pasa RES seperti pembesaran kelenjar getah bening, hati dan limfa.
Reaksi yang berbeda Nampak bila seseorang mendapatkan infeksi
berulang dengan tipe virus yang berlainan. Berdasarkan hal itu
timbulah the secondary heterologous infection atau sequential
infection of hypothesis. Re-infeksi akan menyebabkan suatu reaksi
anamnetik antibody, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks
antigen antibody (kompleks virus antibody) yang tinggi.
E. Pathway DHF
F. Pemeriksaan Penunjang
d. Pemberian cairan intra vena (biasanya ringer lactat, nacl) ringer lactate merupakan cairan intra
vena yang paling sering digunakan , mengandung Na + 130 mEq/liter, K+ 4 mEq/liter, korekter basa
28 mEq/liter , Cl 109 mEq/liter dan Ca = 3 mEq/liter.
Intervensi:
Intervensi:
e) Periksa tanda dan gejala hipovolemia (misal, frekuensi nadi meningkat, nadi terasa lemah, tekanan darah menurun,
tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit
meningkat, haus lemah)
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi yang
adekuat
Intervensi:
i) Keluarkan secret
b) Monitor nilai hamatokrit atau hemoglobin sebelum dan sesudah kehilangan darah
INDEX
DO :
- Klien tampak lemah
- Bibir kering
- Akral dingin
- TD 110/70 mmHg
- Nadi 112 x/m, teraba lemah dan cepat
- Trombosit 86 10^3/Ul
- Hematokrit 48%
DO :
- Suhu 37,8oC
- TD 110/70 mmHg
- Nadi 112 x/m
- RR : 26 x/m
- Spo2 : 98%
Intervensi Keperawatan
Implementasi Keperawatan
Evaluasi
Pembahasan
a. Pengkajian
Teori pengkajian kritis pada DHF, meliputi:
1. Pengkajian
a. Primary Survey
b. Secondary Survey
Meliputi
c. Identitas pasien
d. Keluhan utama
e. Riwayat penyakit sekarang
f. Riwayat penyakit dahulu
g. Riwayat Kesehatan keluarga
h. Pemeriksaan fisik
i. Pola kebiasaan
Analisa: Tidak ada kesenjangan antara teori dan fakta. perawat menberikan asuhan keperawatan dengak
baik sesuai teori caring Jean Watson (2004) dan pengkajian pada pasien yang dilakukan di ruang IGD RSUD
dr. Soetrasno Rembang, yakni An. A berusia 9 tahun ditemukan keluhan demam sudah 4 hari. Hal ini sesuai
dengan teori Masriadi (2017) bahwa tanda dan gejala dari DHF berupa demam tinggi mendadak tanpa sebab
yang jelas, berlangsung terus-menerus selama 2-7 hari.
b. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan hasil pengkajian yang telah dilakukan maka diagnosa keperawatan yang muncul pada
kasus an. A yaitu:
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler.
Menurut analisa data, muncul diagnosa keperawatan kekurangan volume cairan berhubungan dengan
perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler berdasarkan data yaitu pasien badan lemas, anak
mual dan muntah, kesadaran compos mentis, hematokrit 48% (normal: 42-52%), trombosit 86.000 (normal:
150.000-450.000), Nadi 112 x/mnt (normal: 75-118 x/mnt), RR 26 x/mnt (normal: 18-30 x/mnt), Suhu 37.8
ºC (normal: 36,5-37,5 ºC), SpO2 98% (normal: 95-100%). Berdasarkan SDKI (2017) diperoleh data mayor
(objektif) tidak ada dan didapatkan data minor (subjektif) yaitu suhu tubuh meningkat 37.8 ºC (normal:
36,5-37,5 ºC), anak merasa lemah, mual dan muntah. Jadi, bisa disimpulkan bahwa tidak ada kesenjangan
antara teori dan kasus, dalam perumusan diagnosa keperawatan mengikuti acuan batasan karakteristik
SDKI.
Menurut Haerani dan Nurhayati (2020) pada penelitian yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada
Anak Dengan Demam Berdarah Dengue: Sebuah Study Kasus pada intervensi keperawatan kekurangan
volume cairan berhubungan dengan perpindahan dari intravaskuler ke ekstravaskuler diantaranya adalah
kaji keadaan umum, awasi masukan, haluaran dan monitor intake output, pantau TTV anak (TD, nadi,
suhu) secara berkala, observasi status hidrasi (misalnya kulit kering, membran mukosa, turgor kulit) dan
pengisian kapiler, anjurkan klien banyak minum, kolaborasi: pantau hasil laboratorium (Hematokrit) dan
kolaborasi: terapi cairan parenteral sesuai program