Anda di halaman 1dari 36

STUDI LITERATURE : PENGARUH TERAPI OZON BAGGING

TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN ULKUS


DIABETIKUM

KARYA TULIS ILMIAH

RIFA NADIA BENIYARTI

NIM:0432950118038

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH

BEKASI 2021
LAPORAN STUDI LITERATURE REVIEW KEPERAWATAN

STUDI LITERATUR: PENGARUH TERAPI OZON BAGGING


TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN ULKUS
DIABETIKUM

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Ahli Madya Keperawatan

Rifa Nadia Beniyarti

NIM:0432950118038

JURUSAN KEPERAWATAN PROGRAM STUDI KEPERAWATAN D-3

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANI SALEH

BEKASI 2021
HALAMAN PERSETUJUAN

STUDI LITERATURE : PENGARUH TERAPI OZON BAGGING TERHADAP


PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN ULKUS DIABETIKUM

Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui untuk diuji Sidangkan Dihadapan Penguji Sidang Karya
Tulis Ilmiah Program Studi Keperawatan D-3 Jurusan Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Bani Saleh.

Bekasi, Maret 2021

Pembimbing 1 : Ns. Ashar Prima, M.Kep ( )

Pembimbing 2 : Ibu Ns. Ponirah, M.Kes ( )

Mengetahui,

Ketua Program Studi Keperawatan D-3

(Ns. Muftadi, SKM., S.Kep., M.Kes)


SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Rifa Nadia Beniyarti

NIM : 0432950118038

Judul KTI : Studi Literature : Penggunaan Terapi Ozon Bagging Terhadap Penyembuhan
Luka Pada Pasien Ulkus Diabetikum.

Dengan ini peneliti menyatakan bahwa dalam laporan penelitian ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk penelitian lain atau untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada perguruan
tinggi lain, dan sepanjang pengetahuan peneliti juga tidak terdapat karya orang lain atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya.

Bekasi, Maret 2021

Rifa Nadia Beniyarti


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa, atas berkat rahmat
dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pengaruh
Terapi Ozon Bagging Terhadap Penyembuhan Luka Pada Pasien Ulkus Diabetikumstudi
literature review”. Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini di susun sebagai salah satu syarat untuk
dapat memperoleh gelar Ahli Madya Keperawatan di STIKES Bani Saleh Bekasi.

Penulis menyadari dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini tidak akan selesai tanpa bantuan
dan dukungan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih kepada :

1. Bapak Ns. Ashar Prima, M.Kep sebagai dosen pembimbing I yang selalu membimbing,
mengarahkan, dan memberikan motivasi kepada penulis agar dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah ini dengan baik.
2. Ibu Ns. Ponirah, M.Kes sebagai dosen pembimbing II yang selalu memberikan masukan
guna perbaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
3. Bapak Ns. Muftadi, S.Kep,.,M.Kes. sebagai Ketua Program Studi D3 Keperawatan
STIKES Bani Saleh Bekasi.
4. Bapak Dr. Ir. Mursyid Ma’sum, M.AGr selaku Pjs.Ketua STIKES Bani Saleh Bekasi.
5. Ibu Ns. Puji Astuti, M.Kep.,Sp.Kep,.MB. selaku ketua jurusan keperawatan STIKES
Bani Saleh Bekasi.
6. Seluruh dosen dan staf akademik STIKES Bani Saleh Bekasi.
7. Bak dan Mak, yang menjadi Support Sistem selalu memberikan dukungan dan
mendoakan hingga titik ini.
8. Serta Teman-teman seperjuangan DIII Keperawatan angkatan 2018 STIKES Bani Saleh
yang selalu bersama-sama menggoreskan kenangan indah dan tak pernah terlupakan.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua, khususnya
bagi penulis dan pembaca.

Bekasi, 08 Maret 2021

Penulis

(Rifa Nadia Beniyarti)


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................5
DAFTAR ISI......................................................................................................................7
DAFTAR TABLE..............................................................................................................8
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................................8
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................................8
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................9
A . Latar Belakang.........................................................................................................9
B . Rumusan Masalah...................................................................................................13
C . Tujuan Penulisan....................................................................................................13
D . Manfaat Penelitian..................................................................................................14
a . Manfaat Praktis....................................................................................................14
b . Manfaat Teoritis..................................................................................................14
BAB II TINJAUAN TEORI.............................................................................................14
A. Konsep Diabetes Mellitus............................................................................................14
a. Definisi.................................................................................................................14
b. Tanda dan Gejala Diabetes Melitus..........................................................................14
c. Patofisiologi Diabetes Melitus..............................................................................15
d. Komplikasi Terapi Ozon......................................................................................16
B. Tinjauan Umum Tentang Penggunaan Terapi Ozon................................................16
a. Definisi.....................................................................................................................16
b. Manfaat................................................................................................................17
C. Kerangka Konsep....................................................................................................17
BAB II METODE PENELITIAN....................................................................................18
A . Strategi Pencarian Literature..................................................................................18
1. Analisis Masalah..................................................................................................18
2. Kata Kunci dan Database.........................................................................................19
a). Kata Kunci / Key Word.......................................................................................19
b). Database..............................................................................................................19
c). Kriteria Literature...............................................................................................19
C). Seleksi Literature...................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................21
DAFTAR TABLE

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Diabetes Mellitus (DM) pada saat ini merupakan salah satu masalah kesehatan
yang berdampak pada produktivitas dan menurunkan mutu sumber daya manusia
(Zahtamal, dkk, 2007). DM juga disebut sebagai The Great Imitator (menyerupai
penyakit lain) karena penyakit ini dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan
berbagai macam keluhan dan gejala yang sangat bervariasi (Poerwanto, 2012, Usiska,
2015). Penyakit DM ini merupakan salah satu ancaman utama bagi umat manusia pada
abad-21 ini.

DM merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan penanganan yang


seksama. Jumlah penderita diabetes di Indonesia setiap tahun meningkat (Maharani,
2014). Badan WHO memperkirakan, pada tahun 2000 jumlah pengidap penyakit DM
yang berusia diatas 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun
kemudian pada tahun 2025, jumlah itu akan meningkat menjadi 300 juta orang (Roza,
Afiant dan, Edward, 2015). Menurut WHO Diabetes Facts and Numbers (2016). Pada
tahun 2015 Indonesia menempati peringkat ke tujuh dunia untuk prevalensi penderita
diabetes tertinggi bersama dengan China, India, Amerika, Brazil, Rusia dan Meksiko.
Presentase kematian akibat diabetes di Asia Tenggara Indonesia menempati peringkat ke
dua setelah Sri Langka. Prevalensi diabetes di Indonesia menunjukkan kecenderungan
meningkat yait dari 5,7% (2007) menjadi 6,9% (2013).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, kecenderungan prevalensi


DM berdasarkan wawancara tahun 2013 adalah (2,1%) lebih tinggi dibanding tahun 2007
(1,1%). Diperoleh bahwa proporsi kematian akibat DM (14,7%) tertinggi kedua setelah
stroke (15,9%) pada kelompok usia 45-54 tahunn, dan di daerah perkotaan menduduki
prevalensi terbanyak penyebab DM daripada di pedesaan (Kemenkes RI, 2012).

Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995-2001 dan Riskesdas


2007 menunjukkan bahwa penyakit tidak menular seperti stroke, hipertensi,
diabetes mellitus, tumor dan penyakit jantung merupakan penyebab kematian
utama di Indonesia. Pada tahun 2007, sebesar 59,5% penyebab kematian di
Indonesia merupakan penyakit tidak menular. Selain itu, presentase kematian
akibat penyakit tidak menular juga meningkat dari tahun ke tahun, yaitu 41,7%
pada tahun 1995, 49,9% pada tahun 2001, dan 59,5% padda tahun 2007.

Jika dibandingkan dengan tahun 2013, prevalensi DM berdasarkan


diagnosis dokter pada penduduk umur > 15 tahun hasil Riskesdas 2018 meningkat
menjadi 2%. Prevalensi DM berdasarkan diagnosis dokter dan usia > 15 tahun
yang terendah terdapat diprovinsi NTT, yaitu sebesar 0,9%, sedangkan prevalensi
DM tertinggi di Provinsi DKI Jakarta sebesar 3,4%.

Prevalensi DM semua umur di Indonesia pada Riskesdas 2018 sedikit lebih


rendah dibandingkan prevalensi DM pada usia > 15 tahun,yaitu sebesar 1,5%.
Sedangkan provinsi dengan prevalensi DM tertinggi semua umur berdasarkan
diagnosis dokter juga masih di DKI Jakarta dan terendah di NTT.

Perbandingan prevalensi diabetes mellitus pada semua umur dengan rutin


periksa kadar gula darah di Indonesia selama tahun 2018, dimana dapat diketahui
bahwa kesadaran untuk memeriks kadar gula darah secara rutin pada penderita
diabetes sudah cukup baik, karena prevalensinya lebih tinggi dibandingkan
penderita DM semua umur.

Diabetes mellitus dapat menimbulkan komplikasi yaitu kerentanan terhadap


infeksi tuberkolosis paru dan infeksi pada kaki. Komplikasi kronik antara lain kaki
diabetik dengan resiko ulkus kaki (ulkus diabetikum) dan mengakibatkan amputasi
(Hastuti, 2008, dalam Machmud, 2014). Kaki diabetik ini dapat berkembang menjadi
gangrene. Luka gangren salah satu komplikasi kronik DM yang paling ditakuti oleh
setiap penderita DM (Tjokroprawiro, 2007, dan Machmud, 2014). Dari data bulan
Agustus-Desember 2015 terdapat 50 pasien diabetes dengan komplikasi ulkus dibetikum
di Rumah Luka. Dari data 50 pasien tersebut masing-masing terdapat derajat luka yang
berbeda-beda, dari derajat luka 1 sampai derajat 5. Dari data pasien yang ada, pasien
dengan derajat 4 mengalami proses penyembuhan dengan waktu yang lama, presentase
untuk sembuh sekitar 40%, karena pasien dating dengan jaringan nekrotik. Ada pasien
yang dating ke Rumah Luka dan pasien yang ingin dirawat dirumahnya sendiri.

Hiperglikemia yang terjadi dari waktu ke waktu dapat menyebabkan kerusakan


berbagai sistem tubuh terutama syaraf dan pembuluh darah. Salah satu konsekuensi dari
diabetes adalah neuropati (kerusakan syaraf) di kaki yang meningkatkan kejadian ulkus
diabetikum, infeksi dan bahkan keharusan untuk amputasi kaki (Pusat Data dan Informasi
Kemenkes RI, 2014). Seperti pada kasus amputasi di Indonesia yang disebabkan oleh
penyakit diabetes berkisar antara 15-30% dengan angka kematian penderita diabetes
komplikasi ulkus atau gangren berkisar antara 17-32% (Antono, D & Girsang, D. 2013,
dalam Fata, Rahmawati, dan Wulandari, 2016).

Tanpa pengobatan cukup dan istirahat total, ulkus di kaki bisa menjadi gangren
(busuk). Kadangkala kerusakan di kaki yang makin parah akan berakhir pada amputasi
(Hidayat dan Nurhayati, 2014). Untuk mendeteksi dini pasien yang beresiko mengalami
komplikasi kaki diabetik diperlukan langkah-langkah yang dapat mengurangi atau
bahkan mencegah amputasi untuk penyakit diabetik, seperti penilaian yang diikuti oleh
peraturan yang ketat untuk penyakit diabetes, pemberian pendidikan pada pasien tentang
perawatan kaki, penggunaan alas kaki yang tepat, pengobatan terapi oksigen, penggunaan
bahan kolagen, factor pertumbuhan rekombinan, terapi fisik dan lain-lain (Bakker, 2008,
Machmud, 2014).

Terapi pelengkap sering disebut dengan terapi adjuvant atau terapi komplementer
saat ini ramai dibicarakan. Salah satunya adalah terapi ozon. Terapi ozon termasuk jenis
pengobatan komplementer berdasarkan Peraturan mentri Kesehatan RI, Nomor :
1109/Menkes/Per/2007 (Kemenkes RI, 2011 dan Setyaningsih, 2012). Efek medis ozon
sudah diketahui sejak abad ke-19 (HTA Indonesia, 2004, dalam Megawati, Hakimi dan
Sumaryani, 2015). Ozon telah diklaim mampu membunuh virus, bakteri, parasit, jamur,
dan berguna untuk terapi pada kanker (Bocci, 1992, dalam Chyn. G. S, et al 2005).

Terdapat delapan metode terapi ozon yang digunakan dalam praktek medis yaitu,
Direct Intra-Arterial and Intravenous Application, Rectal Insufflations, Intramuscular
Injection, Major and Minor Autohaemotherapy, Ozonated Water, Intra-Articula
Injection, Ozone Bagging, Ozonated Oil (Bakri, Kamaruzaman dan Thye, 2011). Pada
terapi ozon di Rumah Luka ini menggunakan Terapi Ozone Bagging adalah suatu metode
ozonisasi dengan menggunakan kantong ozon dan membungkus ulkus pada kaki dan
memompa aliran gas ozon ke dalam kantong ozon selama 15 menit. Ulkus diabetikum
yang akan di terapi ozon bermacam-macam mulai dari derajat 1 sampai 5 dengan
konsentrasi pemberiannya yaitu 80ug/ml.

Berdasarkan fenomena latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk


melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Terapi Ozon Bagging Terhadap
Penyembuhan luka Pada Pasien Ulkus Diabetikum”
B. Rumusan masalah
Ulkus diabetikum merupakan salah satu bentuk dari komplikasi kronik penyakit
diabetes mellitus berupa luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya
kematian jaringan setempat (Frykberb, 2002). Yang dapat menyebabkan ulkus
diabetikum merupakan komplikasi yang utama dari diabetes mellitus.
Dari hal tersebut penulis merumuskan masalah bagaimana pengaruh terapi ozon
terhadap penyembuhan.
Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk melakukan literature
review pengaruh therapy ozone bagging terhadap penyembuhan luka pada pasien ulkus
diabetikum.

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terapi ozon terhadap
penyembuhan luka pasien ulkus diabetikum berdasarkan penelusuran literature.

D. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Praktisi
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data acuan atau sumber
data untuk penulis berikutnya dan mendorong bagi yang berkepentingan untuk
melakukan penulis lebih lanjut yang berhubungan dengan pengaruh terapi ozone
bagging terhadap penyembuhan luka pada pasien ulkus diabetikum. Dan penulis
ini dapat menjadi motivasi bagi penulis-penulis selanjutnya yang terkait dengan
penanganan DM sehingga pengelolaan dan perawatan ulkus kaki diabetic semakin
bervariasi dan berkembang.

b. Manfaat Teoritis
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan pada tenaga
kesehatan khususnya pada keperawatan khusus diabetes dengan komplikasi ulkus
diabetikum dan memberikan asuhan keperawatan dengan baik yang berhubungan
dengan pengaruh terapi ozone bagging terhadap penyembuhan luka pada pasien
ulkus diabetikum.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DIABETES MELLITUS


1. DEFINISI
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes mellitus adalah
suatu kelompok gangguan metabolik yang memiliki karakteristik berupa kadar gula
darah yang tinggi (hiperglikemia) karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Diabetes mellitus atau secara sederhana disebut diabetes merupakan
suatu penyakit kronis yang terjadi akibat pancreas tidak dapat memproduksi insulin
atau retensi insulin yang mengakibatkan kenaikan kadar gula dalam darah
(IDF,2015).
Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai
kelainan metabolic akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai
komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah. Diabetes mellitus
klinis adalah suatu sindroma gangguan metabolisme dengan hiperglikemia yang tidak
semestinya sebagai akibat suatu defisiensi sekresi insulin atau berkurangnya
efektifitas biologis dari insulin atau keduanya.

B. TANDA DAN GEJALA

Seorang dapat dikatakan DM apabila menderita dua dari tiga gejala yaitu:

1. Keluhan TRIAS : banyak minum, banyak kencing dan penurunan berat badan.
2. Kadar glukosa darah puasa lebih dari 120mg/dl.
3. Kadar glukosa darah 2 jam sesudah makan lebih dari 200mg/dl
Keluhan yang sering terjadi adalah poliuria, polidipsia, polipagia, bb
menurun, lemah, kesemutan, gatal, luka.
C. PATOFISIOLOGI

DM Tipe I DM Tipe II

Reaksi Autoimun Idiopatik, usia, genetil,


dll

Sel B pancreas hancur Jumlah sel B pancreas


menurun

Defisiensi insulin

Hiperglikemia Katabolisme protein Lipolisis


meningkat meningkat

Penurunan BB
polipagi
Glukosuria Glukoneogenesi
s meningkat

Gliserol asam lemak


bebas meningkat
Diuresis Osmotik Kehilangan
elektrolit urine

Ketogenesis

Kehilangan cairan
hipotonik
Polidipsi Hiperosmolaritas
Ketoasidosis Ketonuria

coma

Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk mebentuk sel baru dan
mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energy supaya sel
tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energy yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari
bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri dari unsure
karbohidrat, lemak dan protein.
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20% sampai
40% diubah menjadi lemak. Pada diabetes mellitus semua proses tersebut terganggu
karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan
metabolismenya tergangu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap berada
dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit diabetes mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormone insulin.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga
kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg% sehingga
apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi sejumlah
glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka semua
kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut glukosuria. Bersamaan keadaan
glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine yang disebut poliuria. Poliuria
mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga
pasien akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang
disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport gulakosa
sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan
protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh,
maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut
poliphagia. Terlalu bayak lemak yang dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat
dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan
meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine
dan pernapasan, akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-
buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut
koma diabetik.

Diabetes mellitus tipe 2 terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Secara fisiologis, insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel sehingga menimbulkan
serangkain reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel (Smeltzer dan Bare,
2008). Resistensi insulin yang terjadi pada diabetes mellitus tipe 2 disebabkan karena
fungsi fisiologis insulin terganggu, yaitu menurunnya kemampuan insulin dalam
berikatan dengan reseptor sehingga jumlah glukosa yang dimetabolisme di dalam sel
berkurang. Gangguan sekresi insulin yang terjadi pada diabetes mellitus tipe 2
disebabkan oleh menurunnya kemampuan sel dalam mensekresikan insulin (Price &
Wilson, 2005).

Respon tubuh terhadap resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa


dalam darah, yaitu dengan cara meningkatkan jumlah sekresi insulin melalui
peningkatan aktivitas inkretin oleh sel beta. Jika peningkatan sekresi insulin
berlangsung lama, maka akan menyebabkan fungsi sel beta menurun dan tidak
sanggup lagi menkonpensasi resistensi insulin sehingga kadar glukosa dalam darah
meningkat (Smeltzer & Bare, 2008).

Peningkatan sekresi insulin diikuti oleh sekresi amylin dari sel beta yang
menumpuk disekitar sel beta sehingga menjadi jaringan amiloid. Peningkatan sekresi
insulin yang berlangsung lama akan mendesak sel beta dan menyebabkan dalam
pulau langerhans menjadi berkurang sebanyak 50-60% dari jumlah normal.
Penumpukan amiloid akibat aktivitas inkretin yang meningkat menyebabkan
peningkatan poliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi
apoptosis sel beta (Defrozo, 2008 dan Suyono, 2006).

Penurunan fungsi sel beta pancreas disebabkan oleh beberapa factor yang meliputi
peningkatan kadar glukosa darah yang berlangsung lama sehingga menyebabkan stres
oksidatid, IL-Ibeta dan NF-kbeta dengan akibat peningkatan apoptosis sel beta serta
tejadinya peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adipose dalam
proses lipolisis akan mengalami metbolisme non oksidatid menjadi ciramide yan
bersifat racun terhadap sel beta sehingga sel beta mengalami apoptosis. Apabila sel-
sel beta pancreas tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan insulin, kadar
glukosa akan meningkat dan mengakibatkan diabetes mellitus tipe 2 (Smeltzer &
Bare, 2008).

D. KOMPLIKASI
Komplikasi diabetes mellitus dibagi menjadi dua kategori besar; yaitu komplikasi
metabolik akut berupa ketoasidosis diabetik (DKA) dan komplikasi vaskuler jangka
panjang seperti angiopati, retinopati diabetik, nefropati diabetik, serta neuropati
diabetik (Price and Wilson, 2005).

a. Komplikasi Akut
Menurut Boedisantoso (2009), komplikasi akut diabetes mellitus adalah
hiperglikemia dan hipoglikemia.

1) Hiperglikemia
Masalah utama yang disebabkan hiperglisemia dapa klien diabetes
mellitus adalah ketoasidosis diabetik dan hiperosmolaritas hiperglikemia.
Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas, dieresis osmotic dan dehidrasi
berat (Price & Wilson, 2005).

2) Hipoglikemia
Kondisi hipoglikemia sering disebut juga dengan reaksi insulin, syok
insulin terutama komplikasi terapi insulin pada klien DM tipe 1. Tanda dan gejala
hipoglikemia tergantung pada penyebab terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia
yang diakibatkan oleh respon sistem saraf otonom ditandai dengan merasa lapar,
mual, ansietes, kulit dingin, berkeringat, hipotensi nadi lemah. Hipoglikemia yang
diakibatkan oleh gangguan fungsi serebral ditandai dengan tingkah laku yang
aneh, pusing, kesulitan berpikir, kesulitan dalam berkonsentrasi, pingsan dan
koma. Serangan hipoglikemia apabila sering terjadi dan terjadi dalam waktu yang
lama sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen
atau bahkan kematian.

b. Komplikasi Kronis
Penyakit diabetes dalam jangka panjang dapat menyebabkan komplikasi
berupa gangguan pada system kardiovaskuler, gangguan pada darah perifer dan
saraf otonom, resiko tinggi infeksi serta penyakit periondontal dan rentan
terjadinya infeksi (LeMone & Burke, 2004).

1) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)


a) Penyakit arteri koroner
Penyakit arteri koroner merupakan faktor resiko utama yang
menyebabkan infark miokard pada klien DM, terutama orang dewasa atau
lansia yang memiliki diabetes mellitus. Penyakit arteri koroner merupakan
penyebab utama kematian pda klien diabetes, sekitar 40-60% kasus
mortalitas (Haire-Joshu, 1996 dalam LeMone & Burke, 2004).

b) Hipertensi
Hipertensi merupakan salah satu komplikasi dari DM. hipertensi
terjadi pada 20-60% klien dengan DM. hipertensi dapat diminimalkan
dengan mengurangi berat badan, latihan, mengurangi konsumsi sodium
dan alcohol. Jika metode tersebut tidak efektif, maka penatalaksanaan
dengan pengobatan anti hipertensi diperlukan (LeMone & Burke, 2004).
c) Stroke (CVA)
Klien diabetes terutama lansia dengan DM tipe 2 memiliki risiko 2
hingga 6 kali terserang stroke. Hipertensi yang merupakan factor risiko
stroke juga merupakan salah satu komplikasi yang ditemui klien DM
(LeMone & Bruke, 2004).

d) Pembuluh darah perifer


Kerusakan sirkulasi pembuluh perifer mengakibatkan insufisiensi
pembuluh perifer dengan disertai nyeri inttermiten pada ekstemitas bawah
dan ulserasi pada kaki. Penyumbatan dan trombositosis pada vena besar
arteri kecil serta arteriola ditambah pula gangguan fungsi neurologi dan
infeksi dapat menyebabkan gangren (nekrosis, atau jaringan mati).
Gangren akibat diabetes merupakan penyebab utama terjadinya amputasi
pada ekstremitas bawah (LeMone & Burke, 2004).

2) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)


Komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit diabetes mellitus terhadap
pembuluh darah kecil antara lain:
a) Retinopati diabetik
Retinopati diabetik terjadi akibat gangguan aliran darah pada
pembuluh darah kapiler retina sehingga menyebabkan iskemia. Retinopati
belum diketahui penyebabnya secara pasti, namun keadaan hiperglikemia
dianggap sebagai factor resiko yang paling utama (Pandelaki, 2009).
Retinopati muncul setelah 20 tahunklien mengalami diabetes, hampir
semua klien dengan DM tipe 2 memiliki resiko retinopati (ADA, 2010).

b) Nefropati diabetik
Nefropati diabetik adalah penyakit ginjal yang ditandai dengan
adanya albumin dalam urin, hipertensi, edema dan isufisiensi renal
progresif. Nefropati menyerang sekitar 20-40% klien diabetes ((ADA,
2010).
Kerusakan ginjal pada klien diabetes ditandai dengan albuminuria
menetap (>300mg/24 jam atau 200ih/menit) minimal 2 kali periksa dalam
kurun waktu 3 hingga 6 bulan. Nefropati diabetik merupakan penyebab
utama terjadinya gagal ginjal terminal (Hendromartono, 2009).

c. Gangguan sistem saraf perifer dan saraf otonom


Neuropati perifer dan viseral merupakan gangguan pada sistem saraf perifer
dan otonom. Etiologi dari neuropati perifer antara lain:
1. Penyumbatan dinding pembuluh darah yang menyuplai nutrisi ke
saraf sehingga myebabkan saraf kekurangan nutrisi
2. Demielinasi atau robeknya selubung mielin pada sel Schwann
menyebabkan kelambatan pada konduksi saraf, dan
3. Formasi dan akumulasi dari sorbitol pada sel Scwann, mengganggu
konduksi saraf (LeMone & Bruke, 2004).

a) Neuropati perifer
Neuropati perifer meliputi polineuropati dan mononeuropati.
Polineuropati merupakan neuropati yang paling sering terjadi pada klien
DM berupa gangguan sensori bilateral. Monomeuropati terfokus pada
neuropatiperiferal yang dipengaruhi single nerve.

b) Neuropati viseralis
Neuropati viseralis menimbulkan gejala yang bervariasi. Neuropati
ini biasanya diserai dengan disfungsi kelenjar keringat, fungsi abnormal
dari pupil, disfungsi gastrointestinal, dan disfungsi genitourineri.

d. Risiko tinggi infeksi


Klien DM memiliki risiko yang tinggi terhadap terjadinya infeksi.
Hubungan antara diabetes dan infeksi tidak terlalu jelas, namun banyaknya
gangguan pada sistem tubuh dapat menyebabkan predisposisi dari terjadinya
infeksi. Kerusakan sistem veskular dan neurologi, hiperglikemia dan gangguan
fungsi neutrofil merupakan salah satu penyebab terjadinya infeksi.

e. Penyakit periodontal
Walaupun gangguan periodontal tidak menyerang sebagian besar klien
diabetes, tapi gangguan ini dapat terjadi secara perlahan, terutama jika diabetes
tidak dikontrol dengan baik. Sangat memungkinkan terjadinya mikrongiopati
sehingga terjadi perubahan peredaran darah di gusi. Sebagai contohnya, gingivitis
(Inflamasi pada gusi) dan periodontitis (LeMone & Burke, 2004)

f. Komplikasi pada kaki


Terdapat insiden tinggi terhadap amputasi dan masalah kaki pada klien
diabetes yang mengalami angiopati, neuropati dan infeksi. Orang dengan diabetes
memiliki risiko tinggi terjadinya amputasi pada ekstremitas bawah, dengan risiko
lebih tinggi pada orang yang telah menderita DM lebih dari 10 tahun, pada laki-
laki, klien dengan kadar gula yang tidak terkontrol, klien yang memiliki
komplikasi pada sistem kardiovaskuler, retina atau ginjal (LeMone & Burke,
2004)

E. PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS


Tujuan utama pada penatalaksaan DM adalah menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler
serta neuropatik (Brunner & Suddarth, 2002).

Tujuan penatalaksanaan DM menurut PERKENI, (2011) yaitu:


1. Tujuan jangka pendek yaitu menghilangkan keluhan dan tanda gejala DM,
mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.
2. Tujuan jangka panjang yaitu mencegah dan menghambat progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati dengan tujuan akhir menurunkan
morbiditas dan mortalitas DM.

Beberapa prinsip penatalaksanaan DM tipe 2 adalah:


a. Edukasi
Edukasi dilakukan dengan memberikan penyuluhan kepada pasien.
Penyuluhan kesehatan yang diberikan kepada klien DM merupakan hal yang
sangat penting dalam regulasi gula darah dan mencegah komplikasi kronik
maupun komplikasi akut. Tujuan dari penyuluhan kesehatan meningkatkan
pengetahuan klien DM tentang penyakit dan bagaimana pengelolaannya
dengan tujuan dapat melakukan perawatan secara mandiri sehingga mampu
mempertahankan hidup dan mencegah terjadinya komplikasi lanjut
(PERKENI, 2011).

b. Diet
Diet DM sangat dianjurkan untuk mempertahankan kadar glukosa darah
mendekati normal, mencapai kadar serum lipid yang optimal, dan menangani
komplikasi akut serta meningkatkan kesehatan secara keseluruhan (Sukardji,
2009). Keberhasilan dari diet adalah keterlibatan secara menyeluruh dari
tenaga kesehatan. Prinsip pengaturan nutrisi pada pasien DM tip 2 yaitu
makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi
masing-masing individu. Pengaturan jadwal, jenis dan jumlah makanan
merupakan aspek yang sangat penting untuk diperhatikan terutama pada
pasien dengan terapi insulin (PERKENI,2011).

c. Latihan Fisik
Latihan fisik tujuannya untuk meningkatkan kepekaan insulin, mencegah
kegemukan, memperbaiki aliran darah, merangsang pembentukan glikogen
baru dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Latihan fisik yang dilakukan meliputi empat prinsip yaitu:
1. Olahraga yang dinamis. Jenis olahraga yang dinamis yaitu latihan
secara kontinyu, interval, progresif, ritmis dan latihan daya tahan.
2. Intensitas olahraga. Takaran latihan sampai 72-87% denyut nadi
maksimal disebut zona latihan. Rumus denyut nadi maksimal yaitu
220 dikurangi usia (dalam tahun).
3. Lamanya latihan. Latihan jasmani dilakukan secara teratur selama
kurang lebih 30 menit.
4. Frekuensi latihan. Frekuensi latihan dilakukan 3-4 kali dalam
seminggu (PERKENI, 2011).

d. Pengobatan (Farmakologi)
Klien DM sudah menerapkan pengaturan makan dan latihan jasmani
secara teratur namun kadar gula darah belum optimal maka perlu
dipertimbangkan pemberian obat. Obat yang diberikan adalah obat
hipoglikemi oral (OHO) dan insulin. Pemberian obat OHO diberikan kurang
lebih 30 menit sebelum makan. Obat dalam bentuk injeksi meliputi pemberian
insulin dan agnois GLP-1/increatinmenmetic.
Pemberian insulin biasanya diberikan melalui subkutan (di bawah kulit) dan
pada keadaan khusus diberikan secara intravena atau intramuskuler
(PERKENI, 2011).

Menurut Iswandi Darwis (2011) Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi


menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogues)
a. Sulfonilurea
Cara kerja obat golongan ini adalah untuk meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pancreas, meningkatkan performa dan jumlah
reseptor insulin pada otot dan sel lemak, meningkatkan efisiensi
sekresi insulin dan potensi stimuli insulin transport karbohidrat ke sel
otot dan jaringan lemak, dan penurunan produksi glukosa oleh hati.
Obat golongan ini merupakan pilihan untuk pasien diabetes dewasa
baru dengan berat badan normal dan kurang, serta tidak pernah
mengalami ketoasidosis sebelumnya. Konta indikasi pada klien dengan
penyakit hati, ginjal dan tiroid.

b. Glinid
Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama
dengan sulfonylurea dengan meningkatkan sekresi insulin fase
pertama.

2. Penambah sensitivitas insulin (insulin sensitizer)


a. Biguanid
Biguanid tidak merangsang sekreasi insulin dan menurunkan kadar
glukosa darah sampai normal (euglikemia) serta tidak menyebabkan
hipoglikemia. Efek samping yang sering terjadi adalah muntah dan
terkadang diare, oleh karena itu lebih baik diberikan pada klien yang
gemuk, sebab tidak merangsang sekresi, yang seperti diketahui
memiliki efek anabolic. Obat golongan ini dapat menyebabkan
asidosis laktat.

b. Thiazolodindion/ Glitazon
Thiazolodindion berikatan pada peroxisome proliferator activated
receptor gamma, suatu reseptor inti di sel otot dan lemak.

3. Penghambat a-glucosidase/ acarbose (regulator postpradial glucose)


Acarbose merupakan suatu penghambat enzim alfa glukosidase
adalah maltase, isomaltase, glukomaltase dan sucrose, berfungsi untuk
hidrolisis oligosakarida, trisakarida, dan disakarida pada dinding usus
halus. Inhibisi system enzim ini secara aktif dapat mengurangi digesti
karbohidrat kompleks dan absorpsinya, sehingga pada klien diabetes dapat
mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial. Acarbose juga
menghambat alfa-amilase pancreas yang berfungsi melakukan hidrolisa
tepung-tepung kompleks di dalam lumen usus halus.

F. KONSEP TERAPI OZON


a. Definisi Ozon
Ozon (O3) adalah gas yang secara alami terdapat di atmosfer bumi, memiliki
bau yang spesifik dan kuat, dan merupakan bentuk alotropik dari oksigen. Ozon
merupakan oksidan yang jauh lebih kuat dibanding oksigen, sehingga dapat
mengoksidasi banyak bahan yang tidak reaktif terhadap oksigen pada kondisi
normal. Ozon adalah oksidan yang sangat kuat, hanya dikalahkan oleh flourin.
Ozon juga bereaksi dengan hidrokarbon, kelompok sulfahidril dan senyawa
aromatic yang berhubungan penting dengan system biologi adalah interaksi ozon
dengan jarigan, termasuk komponen darah (Satroasmoro, 2004).

b. Efek Terapi Ozon


Ozon dapat menghasilkan efek yang berbeda sesuai dengan konsentrasi yang
dipilih dan cara dalam penggunaannya. Dalam praktik medis, efek dari
penggunaan ozon yang paling signifikan adalah :
a) Bacterial, fungisida dan virusidal. Ozon dapat menghancurkan hampir semua
jenis bakteri, virus, jamur dan protozoa. Penggunaan konsentrasi terapi ozon
yang tinggi memberikan efek bakterisida yang secara tidak langsung
mengaktifkan system pertahanan non-spesifik (aktivasi fagositosis,
meningkatkan sintesis sitokin-interferon, interleukin factor nekrotik tumor)
serta komponen imunitas seluler dan humoral. Bakteri gram-positif dan virus
kapsul memiliki lipid bio-lapisan yang sangat sensitif terhadap oksidasi dari
terhadap oksidasi dari terapi ozon.
b) Ozon dapat menghasilkan efek anti-inflamasi yang dapat mengoksidasi
senyawa yang mengandung ikatan rangkap dan asam arakidonat. Zat-zat
biologis aktif berpartisipasi dalam pembangunan dan mempertahankan proses
inflamasi. Selain itu, ozon mengatur reaksi metabolic dan menghilangkan
keasaman dalam jaringan ditempat peradangan.

c) Ozon memiliki efek analgesik yang dihasilkan dari proses oksidasi dari hasil
albuminolysis (algopeptides). Ozon bekerja pada ujung saraf dalam jaringan
yang rusak dan menentukan intensitas respon nyeri. Efek analgesic juga
disebabkan oleh normalisasi system antioksidan.

d) Ozon memiliki sifat efek toksikasi, dimana ozon diaktivasi dalam proses
metabolisme di hati dan jaringan di ginjal. Ozon memiliki fungsi utama, yaitu
menetralisasi senyawa beracun yang ada pada organ-organ,

e) Terapi ozon sistemik memberikan dampak dengan mengoptimasi system anti-


oksidan. Ozon memberikan pengaruh terhadap membrane seluler dan
keasaman ntuk menyeimbangkan preoksidasi lipid dan system pertahanan
anti-oksidan.

f) Efek hemostatik ozon tergantung pada dosis. Dosis dengan konsentrasi tinggi
digunakan jika efek hiperkoagulasi eksternal, sedangkan untuk konsentrasi
rendah diberikan jika ada penurunan tingkat trombositik dan koagulasi
hemostasis serta peningkatan aktivitas fibrinolitik (Maslenniko., et al, 2008).

g) Pemberian terapi ozon dapat mengaktivasi siste imun, tergantung dari


pemberian dosisnya. Ozon dalam darah adalah oksidator kuat dan dapat
menyebabkan vasodilatasi dan hiperemi; mengurangi viskositas darah dan
plasma; meningkatkan erythrocyte membrane fluidity; hiperogsigenasi dan
fasilitasi pelepasan oksigen di jaringan; stimulasi metabolic; inaktivasi
bakteri, virus dan jamur, serta produksi interferon dan TNF (HTA Indonesia,
2004).

c. Sifat-sifat Ozon
Semenjak ditemukan oleh Christian Friedrich Schonbein, seorang ilmuwan
Jerman pada tahun 1840, diketahui sifat gas ozon sebagai oksidator yang sangat
kuat melebihi zat-zat lainnya. Ozon dapat menghilangkan bau-bauan (bukan
menutupinya), memutihkan berbagai macam material dengan cepat, dan mengikat
bahan-bahan karsinogen sehingga baik untuk mengolah air minum. Namun yang
terpenting, ozon, ozon dapat membunuh virus, bakteri dan jamur sekaligus. Pada
penggunaan pertamanya dibidang industry, ozon dipergunakan untuk sterilisasi
air minum di Monacco, setelah terjadinya epidemic kolera yang dasyat di
Hamburg sehingga menyebabkan kematian 3000 rakyat jerman ditahun 1890
(HTA Indonesia, 2004).

d. Metode Pemberian Terapi Ozon


Beberapa metode yang sudah baku dilakukan di Indonesia sesuai dengan HTA
Indonesia (2014).
a) Major Autohemotherapy
Darah klien sebanyak kurang lebih 100cc ditampung dalam kantong
darah ,setelah diberi ozon dengan dosis tertentu, maka darah tersebut segera
ditranfusikan kembali kepada klien.

b) Minor Autohemotherapy
Dengan menggunakan syringe 20 cc, darah klien diambil sebanyak 10 cc
kemudian dicampur dengan gas ozon sebanyak 10 cc juga. Darah sebanyak 10
cc tersebut lalu diinjeksikan secara kembali kepada klien.
c) Direct Intramuscular
10 cc gas ozon diinjeksikan langsung intramuscular.

d) Subkutan dan Intrakutan


Gas ozon diinjeksikan langsung subkutan atau intrakutan.

e) Insuflasi Gas
Gas ozon menggunakan syringe 50 cc diinjeksikan kedalam rongga-
rongga tubuh melalui catheter.

f) Terapi eksternal kantong plastik (bagging)


Bagian tubuh yang akan di terapi (semisal kaki) dibungkus dengan
kantong plastik, kemudian di kantong plastik dimasukan gas ozon.

g) Terapi eksternal sub atmosferik


Luka dibungkus dengan menggunakan benjana plastik tertentu, kemudian
diberi aliran gas ozon secara berkelanjutan.

e. Penggunaan Medis Ozon


Menurut HTA Indonesia (2004) penggunaan ozon dalam bidang medis adalah
untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan.

a) Kelainan Vaskuler
Ozon dapat memperbaiki distribusi oksigen dan pelepasan growth factor
yang bermanfaat dalam mengurangi iskemi dan memperbaiki penyembuhan luka.

b) Infark Miokard
Ozon memiliki efek yang baik terhadap profil lipid dan sistem pertahanan
antioksidan pada infark miokard.

c) Diabetes Melitus
Ozon berpotensi menghambat dan mengatasi gejala diabetes dengan
menurunkan kadar glukosa darah dan meningkatkan suplai oksigen ke dalam
jaringan.

d) Luka
Ozon memiliki sifat anti mikroba yang dapat berguna dalam penyembuhan
luka. Ozon dalam penyembuhan luka diaplikasikan secara topikal.

e) Kedokteran Gigi
Dalam bidang kedokteran gigi, terapi ozon digunakan sebagai terapi
alternatife untuk mengobati caries, untuk mengoptimalkan periode post-operasi
pada klien bedah tulang fasial, menyempurnakan metode konvensional terapi
konservatif dan mencegah berkembangnya komplikasi pada fraktur mandibula,
mengoptimalkan hiegene oral, pengobatan gingivostomatitis, penyakit
paradontium serta arveolitis.

f) Kelainan Ginekologi
Ozon banyak digunakan dalam pengobatan infeksi genekologi,
intrauterine hingga komplikasi kemoterapi di negara-negara Eropa Timur.

g) Efek Samping Terapi Ozon


Sejauh ini belum ada bukti ilmiah yang menyatakan terapi menggunakan ozon
memiliki efek samping akut dan kronik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Prof. V. Bocci dari institute of General Physiology, University of Siena,
Italy pada tahun 1999 diketahui bahwa terapi ozon dengan metode
autohemotherapy memiliki efek immunoadjuvant yang lembut namun progresif,
terutam sekali karena interaksi antar sel yang sangat menyerupai proses fisiologis
yang mempertahankan sistem imun dalam keadaan aktif. Atas dasar tersebut,
autohemotherapy akan menghasilkan proses lambat mengaktifkan sistem imun
dan tanpa efek samping (HTA Indonesia, 2004). Terapi ozon dengan
menggunakan metode ozone bagging tidak ditemukan efek samping dalam
pelaksanaannya (Pressman, 2007).

h) Kontra Indikasi Terapi Ozon


Menurut HTA Indonesia (2004), kontraindikasi untuk terapi ozon meliputi
intoksikasi akut alkohol, infark miokard akut, perdarahan dari berbagai organ,
kehamilan, hipertiroid, trombositipenia, alergi ozon serta klien yang menjalani
heparinisasi. Pada terapi ozon dengan metode ozon magging, tidak terdapat kontra
indikasi dalam pelaksanaannya (Pressman, 2007).

i) Pemberian Terapi Ozon Bagging untuk Perawatan Luka


Penggunaan ozon yang diberikan pada klien harus dikalibrasi dan dikontrol
dengan hati-hati. Pemberian ozon pada konsentrasi yang terlalu rendah hanya
menghasilkan efek terapeutik yang keil, dan bila digunakan dalam konsentrasi
yang terlalu tinggi menimbulan efek toksik oleh karena itu ada batasannya.
Sebelum diaplikasikan pada luka, luka dibersihkan (dicuci) dengan menggunakan
normal saline, kemudian dikeringkan. Setelah luka kering, luka ditutup
menggunakan kantong plastik, rapatkan hingga kedap udara. Kemudian mesin
ozon dihidupkan, atur waktu selama 15 – 20 menit dengan konsentrasi ozon yang
diberikan adalah 6-8 ml (Pressman, 2008).

G. KERANGKA KONSEP
Pengaruh terapi ozon bagging terhadap penyembuhan luka pada pasien ulkus
diabetikum.

Independent Dependent

Terapi ozon Penyembuhan luka


ulkus diabetikum
BAB III

METODE PENULISAN

A. Strategi pencarian Literature


1. Analisa masalah (PICO/PICOT/PICOST)
Pasien yang mengalami penyakit ulkus diabetikum memiliki beberapa
komplikasi pada pasien Diabetes Mellitus. Salah satu intervensi
keperawatan yang bisa dilakukan adalah penggunaan terapi ozon untuk
penyembuhan luka. Jenis perawatan luka ini adalah untuk mengurangi
bakteri dan bau pada luka. Formulasi pencarian literature sebagai berikut:
Population : Pasien Ulkus Diabetikum
Intervision : Terapi Ozon
Compurisson :-
Outcome : Penyembuhan Luka
Time : 2012-2021

Dari analisa data PICO diatas maka penulis merumuskan pertanyaan


penelusuran yaitu apakah pemberian terapi ozon berpengaruh terhadap
penyembuhan luka pada pasien ulkus diabetikum?

2. Kata Kunci dan Database


a) Kata Kunci / Key Word
Penyusunan kata kunci berdasarkan PICO :

PICO Kata Kunci Bahasa Kata Kunci Bahasa


Indonesia Inggris
Population Pasien Ulkus Diabetic ulcer patients
Diabetikum

Intervention Terapi ozon Ozone therapy

Compration - -

Outcome Penyembuhan luka Wound healing

b) Data base

Studi Literature dilakukan dengan mencari publikasi jurnal/artikel dari literature


pendidikan kesehatan dan medis. Pencarian ini dilakukan menggunakan
database : Google Scholar, Pubmed dan Semantic Scholar. Pencarian literature
menggunakan keyword : Diabetic Ulcer, Ozone Therapy, Wound Healing.

c) Kriteria Literature

a. Kriteria Inklusi

kriteria inklusi dalam studi literature ini adalah:

1. Diakses dari database google scholar, pubmed dan semantic scholar.


2. Subjek pasien Ulkus Diabetikum.
3. Naskah Fulltext.
4. Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.
5. Tahun terbit 2011-2021.
6. Sesuai dengan topik penelitian.
7. Selanjutnya menyesuaikan tujuan penelitian.

b. Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi dalam literature review diluar tujuan penelitian
1. Naskah dalam bentuk abstrak da tidak dapat diakses.
2. Artikel tidak sesuai topik penelitian.
3. Artikel dalam bahasa selain Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

B. Penelitian kualitas/ kelayakan


Penelitian kualitas review menggunakan JBI atau CAP critical
Apraisal (penggunaan alat menyesuaikan jenis studi yang digunakan).
Setidaknya literature yang digunakan adalah literature yang memiliki nilai
minimal 50%. Review dilakukan oleh mahasiswa dan dosen pembimbing
(minimal 2 reviewer). Tool tersebut dapat di unduh pada link :
https://caps-uk.net/caps-tools-cheklist/ atau https://jbi.global/critical-
appraisal-tools

D. Literature (diagram alur pemilihan hasil pencarian)

Dalam seleksi literature penulis menggunakan

Data base yang digunakan : google scholar,

Kata kunci /keyword : pasien DM DAN terapi ozon DAN


penyembuhan luka

Anda mungkin juga menyukai