Anda di halaman 1dari 107

PROPOSAL LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN MASALAH


KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN
TUBUH PADA PASIEN TB PARU DI PUSKESMAS DLANGGU
MOJOKERTO

Oleh :

MIA OKTAVIA HERIYANTO


NIM : 201704013

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2019/2020
PROPOSAL LAPORAN TUGAS AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA DENGAN MASALAH


KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN TUBUH PADA
PASIEN TB PARU DI PUSKESMAS DLANGGU MOJOKERTO

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Ahli Madya Keperawatan (Amd.Kep)


Pada Program Studi DIII Keperawatan Stikes Bina Sehat PPNI
Kabupaten Mojokerto

Oleh:

MIA OKTAVIA HERIYANTO


NIM : 201704013

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA SEHAT PPNI
MOJOKERTO
2019/2020
SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa laporan kasus ini adalah hasil karya sendiri dan belum

pernah dikumpulkan orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai jenjang pendidikan di

Perguruan Tinggi manapun, dan apabila terbukti ada unsur Plagiatisme saya siap untuk

dibatalkan kelulusannya.

Mojokerto, ...........................

Yang menyatakan

MIA OKTAVIA HERIYANTO


NIM: 201704013
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN

Karya tulis ilmiah ini telah disetujui untuk diajukan dalam ujian akhir program

Judul : Asuhan keperawatan keluarga dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh pada pasien TB paru di puskesmas dlanggu

mojokerto.

Nama : Mia Oktavia Heriyanto

Nim : 201704013

Pada tanggal :

Oleh:

Pembimbing I : DUWI BASUKI,.M.Kep

NIK.

Pembimbing II : HERI TRI WIBOWO,SKM.,S.Kep.Ns.,M.Kes

NIK.
LEMBAR PENGESAHAN

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji Ujian Laporan Kasus Pada Program Studi DIII

Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI Kabupaten Mojokerto

Nama : Mia Oktavia Heriyanto

Nim : 201704013

Judul : Asuhan keperawatan keluarga dengan masalah ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh pada pasien TB paru di puskesmas dlanggu

mojokerto.

Pada tanggal :

Mengesahkan :

Tim Penguji : Tanda tangan

Pembimbing I: (Duwi Basuki,.M.Kep) (...........................)

Pembimbing II: (Heri Tri Wibowo,SKM., S.Kep.Ns.,M.Kes) (........................)

Penguji I: (Agus Haryanto, S. Kep.Ns.,M.Kes) (..........................)

Mengetahui,
Ka. Prodi DIII Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI
Kabupaten Mojokerto

Hj. Ima Rahmawati, S.Kep.Ns., M.Si


NIK : 162 601 029
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus dengan Judul “Asuhan

Keperawatan Kerusakan Integritas Kulit Pada Pasien Diabetes Mellitus dengan Luka

Gangren Di RSI Sakinah Mojokerto”. Selesaikan penulisan laporan kasus ini adalah berkat

bantuan dan dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini

penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan hati tulus kepada:

1. DR. M. Sajidin, S.Kp., M.Kes selaku Ketua Stikes Bina Sehat PPNI Kabupaten

Mojokerto yang telah memberikan kesempatan penulis untuk menempuh

pendidikan di STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto.

2. Hj. Ima Rahmawati, S.Kep.Ns., M.Si selaku Ka.Prodi DIII Keperawatan STIKes

Bina Sehat PPNI Mojokerto.

3. Duwi Basuki,.M.Kep selaku Pembimbing I yang telah meluangkan waktu serta

memberikan bimbingan kepada penulis.

4. Heri Tri Wibowo,SKM., S.Kep.Ns.,M.Kes selaku Pembimbing II yang telah

meluangkan waktu serta memberikan bimbingan kepada penulis.

5. Staff Dosen dan karyawan STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto yang telah

membantu terselesaikan pembelajaran di STIKes Bina Sehat PPNI Mojokerto.

6. Kedua orang tua dan seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan dan do’a

untuk keberhasilan ini.

7. Sahabat-sahabat dan semua pihak yang telah mendukung dan memotivasi kami

ucapkan terimakasih.
Akhirnya penulis menyadari bahwa laporan kasus dengan desain studi kasus ini masih

jauh sempurna, karenanya mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun yang

diharapkan akan menyempurnakan laporan kasus ini.

Mojokerto, 21 November 2019

Penulis

MIA OKTAVIA HERIYANTO


NIM: 201704013
DAFTAR TABEL

Tabel 2.4 Komposisi Keluarga ...............................................................................

Tabel 2.4 Penghitungan Prioritas .............................................................................

Tabel 2.4 Jurnal Terkait Penelitian ...........................................................................


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.3 Pathway Tuberculosis Paru..............................................................


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Surat Pengantar Studi Pendahuluan ...............................................

Lampiran 2: Surat Balasan Studi Pendahuluan ...................................................

Lampiran 3: Lembar Pengkajian Asuhan Keperawatan .....................................

Lampiran 4: Lembar Observasi.........................................................................

Lampran 5: Lembar Konsultasi ..........................................................................


BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Tuberculosis paru adalah suatu masalah kesehatan umum utama dan khususnya bagi

negara-negara berkembang dan menjadi permasalahan bidang kesehatan diindonesia,

penderita tb paru yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis ini akan

mengalami penurunan asupan nutrisi dan penurunan berat badan sehingga dapat

memunculkan masalah ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. (Fara ea

salsabila, Hendarsyah suryadinata, Insi farisa desy arya, 2016)

Tuberculosis paru merupakan 10 penyebab utama kematian di dunia. Menurut data

World Health Organization (WHO) 2018 menyatakan Indonesia menduduki peringkat

ketiga sebagai pengidap tuberculosis paru sebesar 8% setelah negara India dan China

(World Health Organization, 2018) , sedangkan kasus tuberculosis di indonesia

menempati urutan nomor 4 penyebab kematian , pravelensi jumlah tuberculosis paru

sendiri di indonesia mencapai 420.994 kasus per 17 mei 2018, dan menurut survei tingkat

tertinggi mengidap tuberculosis paru yaitu pria perokok sebesar 68,5% dikarenakan

perokok adalah salah satu faktor resiko penyebab tuberculosis paru (Marlina indah,

2018), khususnya di jawa timur pravelensi tuberculosis paru meningkat di tahun 2013

sebesar 0.1% di tahun 2018 meningkat menjadi sebesar 0,4%. (Riskesdas, 2018). Hasil

studi pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 14 oktober 2019 di Puskesmas dlanggu

mojokerto menunjukkan jumlah penduduk yang terkena TB paru mencapai 125

penduduk dari 54.918 penduduk dan pasien yang melakukan pengobatan TB paru di

puskesmas dlanggu mencapai 36 penduduk perjanuari-november 2019.


Menurut penelitian yang dilakukan pada pasien tuberculosis paru bahwasannya

pengidap tuberculosis paru sering kali mengalami penurunan status gizi, bahkan dapat

menjadi gizi buruk bila tidak diimbangi dengan diet yang tepat. Menurut penelitian

tersebut faktor yang berhubungan dengan status gizi pada pasien tuberculosis paru adalah

tingkat kecukupan energi dan protein, hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa

orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko 3,7 kali untuk menderita tuberculosis
paru berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup atau lebih. (Feby

patiung, M. C. P.Wogker, Veny mandang, 2014). Penelitian lain juga menjelaskan

pasien tuberculosis paru yang mengalami penurunan gizi bahkan juga terjadi

malnutrisi, infeksi tuberculosis paru akan mengakibatkan penurunan asupan dan

malabsorbsi nutrien serta perubahan metabolisme tubuh sehingga terjadi proses

penurunan masa otot dan lemak sebagai manifestasi malnutrisi energi protein, dan

infeksi tuberculosis paru ini juga menyebabkan peningkatan penggunaan energi

saat istirahat resting energy expenditure (REE), peningkatan ini mencapai 10-30%

dari kebutuhan normal. (Elsa puspita, Erwin christianto, Indra yovi, 2016)

Tuberculosis paru sering menyerang organ paru manusia, yang disebabkan

oleh microbakterium tuberculosa yang ditularkan melalui droplet infection,

bakteri ini akan masuk melewati jalan nafas dan akan menempel pada paru-paru

seseorang yang sehat dan bakteri tuberculosis ini akan menetap di jaringan paru,

penetapan bakteri ini di paru akan mengakibatkan peradangan pada paru, tidak

hanya itu saat terjadi peradangan paru yang disebabkan oleh bakteri tuberkulosis

disitulah terjadi perkembangan dan pertumbuhan bakteri tuberkulosis.

Perkembangan ini khusunya terjadi di sitoplasma makrofag. Saat bakteri

tuberculosis bertumbuh dan berkembang akan membentuk sarang primer atau

afek primer yang akan mengakibatkan kompleks primer pada paru, setelah proses

ini terjadi maka bakteri ini akan menyebar ke organ lainnnya seperti pada

tulang,kulit atau paru dibagian lainnya. Saat bakteri sudah menginfeksi paru dan

kurangnya dalam pengobatan maka akan terjadi peradangan pada bronkus dan

bakteri ini akan berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitar khususnya di


bagian tengah akan terjadi nekrosis jaringan yang akan membentuk jaringan keju,

jaringan keju sendiri adalah sekret yang keluar saat penderita mengalami batuk

produkif atau batuk secara terus menerus, disinilah dapat terjadi droplet infeksi

yang sudah dijelaskan sebelumnnya, droplet nfksi sendiri adalah penularan bakteri

tuberkulosis yang cukup cepat kepada orang lain, saat penderta tuberculosis paru

mengalami batuk produktif cukup lama maka akan mengakibtkan batuk berat dan

terjadi distensi abdomen atau terjadi penekanan pada dinding abdomen yang

terjadi akibat batuk berat yang dialami penderita, penekanan dinding perut secara

berat akibat batuk tersebut akan mengalami mual ataupun muntah, saat penderita

mengalami batuk dan menekan dinding perut yang mengakibtkan mual ataupun

muntah secara terus menerus maka akan mengakibtkan intake nutrisi kurang yang

menimbulkan diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh. Bila ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

tidak segera ditangani maka penderita tuberculosis paru akan mengalami

penurunan status gizi secara terus menerus yang dapat menyebabkan kematian.

Upaya dalam mengatasi atau menaggulangi kasus tuberculosis paru, maka

pemerintah menjalankan program yaitu memberdayakan hidup bersih dan sehat,

membudayakan perilaku etika batuk dan melakukan pemeliharaan dan perbaikan

kualitas perumahan dan lingkungannya sesui dengan standar rumah sehat.

Sedangkan upaya atau intervensi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan status

gizi atau peningkatan nutrisi pada pasien tuberculoss paru sendiri dengan cara

pengonsumsian makanan TKTP (Tinggi Kalori Tinggi Protein), menurut


penelitian peningkatan ini dapat dipengaruhui oleh kecukupan pengonsumsi

kalori, tinggi protein dan lemak yang cukup. (Ariyani hidayati, Zahri darni, 2018)

1.2 Batasan Masalah

Masalah yang ada pada kasus ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan Pada

Klien Tuberculosis Paru Dengan Masalah Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang

Dari Kebutuhan Tubuh di Puskesmas Dlanggu.

1.3 Rumusan Masalah

Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Klien Tuberculosis Paru

Dengan Masalah Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

di Puskesmas Dlanggu.

1.4 Tujuan Studi Kasus

1.4.1 Tujuan Umum

Mampu melakukan asuahan keperawatan Pada Klien Tuberculosis

Paru Dengan Masalah Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari

Kebutuhan Tubuh di Puskesmas Dlanggu.

1.4.2 Tujuan khusus

1) Melakuakan pengkajian Pada Klien Tuberculosis Paru Dengan

Masalah Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan

Tubuh di Puskesmas Dlanggu.

2) Menegakkan diagnosa Pada Klien Tuberculosis Paru Dengan

Masalah Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan

Tubuh di Puskesmas Dlanggu.


3) Menyusun intervensi Pada Klien Tuberculosis Paru Dengan

Masalah Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan

Tubuh di Puskesmas Dlanggu.

4) Melakukan implementasi Pada Klien Tuberculosis Paru Dengan

Masalah Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan

Tubuh di Puskesmas Dlanggu.

5) Melakukan evaluasi Pada Klien Tuberculosis Paru Dengan

Masalah Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan

Tubuh di Puskesmas Dlanggu.

6) Melakuakan dokumeen Asuhan Keperawatan Pada Klien

Tuberculosis Paru Dengan Masalah Ketidakseimbangan Nutrisi

Kurang Dari Kebutuhan Tubuh di Puskesmas Dlanggu.

1.5 Manfaat Studi Kasus

1.5.1 Manfaat teoritis

Memperbanyak ilmu pengetahuan tentang asuhan

keperawatan pada klien Tuberculosis Paru Dengan Masalah

Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh dan

sebagai memasukan untuk perkembanagan ilmu keperawatan.

Bagai institusi pendidikan diharapkan studi kasus ini dapat berguna

untuk menambah pengetahuan bagi pembaca sera untuk

menambahkan kepustakaan institusi sehingga menanmbah

kelengkapan kepustakaan.
1.5.2 Manfaat Praktis

1) Bagi Klien

Hasil studi kasus ini diharapkan dapaat menambah pengetahuan

serta wawasan bagi pasien yang mengalami Tuberculosis Paru

Dengan Masalah Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari

Kebutuhan Tubuh, sehingga pasien tahu cara perawatan dan

dapat mengaplisikan dalam kehidupan sehari-hari untuk

meningkatkan kesembuhan.

2) Bagi Mahasiswa

Hasil studi kasus ini diharapkan dapat menambaha pengetahuan

dan wawasan bagi mahasiswa tentang asuhan keperawatan

Pada Klien Tuberculosis Paru Dengan Masalah

Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh.

3) Bagi Puskesmas Dlanggu

Dapat dijadikan sebagai masukan untuk memberi asuhan

keperawatan Pada Klien Tuberculosis Paru Dengan Masalah

Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

agar meningkatkan mutu pelayanan.

4) Bagi institusi

Sebagai bahan tambahan referensi tentang asuhan keperawatan

Pada Klien Tuberculosis Paru Dengan Masalah

Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh.


BAB 2

TINJAUAN TEORI

Dalam bab ini akan menjelaskan mengenai 1) konsep teori keluarga, 2)

konsep ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, 3) konsep

tuberculosis paru, 4) konsep asuhan keperawatan keluarga ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada pasien tuberkulosis paru.

2.1 Konsep teori keluarga

2.1.1 Definisi keluarga

Definisi Keluarga Menurut departemen kesehatan dalam

buku asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan

keperawatan transkultular (2005) keluarga adalah unit terkecil

masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang

yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaan saling

ketergantungan.

Menurut Bailon dan Maglaya (1978) kesehatan dalam buku

asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan keperawatan

transkultular (2005) mendefinisikan keluarga sebagai dua ataua

lebih individu yang bergabung karena hubungan darah,

perkawinan, atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga,

melakukan interaksi satu sama lain menurut peran masing-masing,

serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.


Menurut Friedman (1998), definisi keluarga adalah dua

atau lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu untuk

saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan

emosional, serta mengidentifikasi dari mereka sebagai bagian dari

keluarga. (Sudiharto, 2007)


2.1.2 Bentuk Keluarga

Adapun beberapa bentuk keluarga meliputi:

1. Keluarga inti (muclear family), adalah keluarga yang dibentuk karena

ikatan perkawinan yang direncanakan yang terdiri dari suami, istri, dan

anak-anak, baik karena kelahiran (natural) maupun adopsi.

2. Keluarga asal (family of origin), merupakan suatu unit keluarga tempat

asal seseorang dilahirkan.

3. Keluarga besar (extended family), keluarga inti ditambah keluarga lain

(karena hubungan darah), misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu

termasuk keluarga modern, seperti orangtua tunggal, keluarga tanpa

anak, serta keluarga pasangan sejenis (guy/lesbian families).

4. Keluarga berantai (social family), keluarga yang terdiri dari wanita dan

pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan suatu keluarga

inti.

5. Keluarga duda atau janda, keluarga yang terbentuk kaarena perceraian

dan/atau kematian pasangan yang dicintai.

6. Keluarga komposit (compsite family), keluarga dari perkawinan

poligami dan hidup bersama.

7. Keluarga kohabitasi (cohabitation), dua orang menjadi satu keluarga

tanpa pernikahan, bisa memiliki anak atau tidak. Di indonesia bentuk

keluarga ini tidak lazim dan bertentangan dengan budaya timur. Namun,

lambat laun keluarga kohabitasi ini mlai diterima.

8. Keluarga inses (incest family), seiring dengan masuknya nilai- nilai

global dan pengaruh informasi yang sangat dahsyat, dumpai bentuk

keluarga yang tidak lazim, misalnya anak perempuan menikah dengan


ayah kandungnya, ibu menikah dengan anak kandung laki-

laki, paman menikah dengan keponakannya, kakak menikah

dengan adik dari salah satu ayah dan satu ibu, dan ayah

menikah dengan anak perempuan tirinya Walaupuntidak

lazim dan lemanggar nil;ai-nilai budaya, jumlah keluarga

inses semakin hari semakin besar. Hal tersebut dapat

kitacermati melalui pemberitaan dari berbagai media cetak

dan elektronik.

9. Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan

berdasarkan ikatan perkawinan. Keluarga tradisional diikat

oleh perkawinan, sedangkan keluarga nontradisional tidak

diikat oleh perkawinan. Contoh keluarga tradisional adalah

ayah-ibu dan anak dari hasil perkawinan atau adopsi. Contoh

keluarga non tradisional adalah sekelompok orang tinggal

disebuah asrama.

2.1.3 Struktur dan Fungsi Keluarga

Setiap anggota keluarga mempunyai struktur peran formal

dan informal. Misalnya, ayah mempunyai peran formal sebagai

kepala keluarga dan pencari nafkah. Peran informal ayah adalah

sebagai panutan dan pelindung keluarga. Struktur kekuatan

keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan

keluarga untuk saling berbagi, kemampuan sistem pendukung di


antara anggota keluarga, kemampuan erawatan diri, dan

kemampuan menyelesaikan masalah.

Menurut Friedman (1999), lima fungsi dasar keluarga

adalah sebagai berikut.

1. Fungsi afektif, adalah fungsi internal keluarga untuk

pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan

memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan

mendukung.

2. Fungsi sosialisasi, adalah proses perkembangan dan perubahan

individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi sosial

dan belajar berperan di lingkungan sosial.

3. Fungsi reproduksi, adalah fungsi keluarga meneruskan

kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.

4. Fungsi ekonomi, adalah fungsi keluarga untuk memenuhi

kebutuhan keluarga, seperti sandang, pangan, dan papan.

5. Fungsi perawatan kesehatan, adalah kemampuan keluarga

untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah

kesehatan

2.1.4 Tumbuh Kembang Keluarga

Menurut Dubval (1997), daur atau siklus kehidupan

keluarga terdiri dari delapan tahap perkembangan yang memounyai

tugas dan resiko tertentu pada tiap perkembangannya.


1. Tahap 1, pasangan baru menikah (keluarga baru). Tugas

perkembangan keluarga pada tahap ini adalah membina

hubungan perkawinan yang saling memuaskan, membina

hubungan perkawinan yang saling memuaskan, membina

hubungan harmonis dengan saudara dan kerabat, dan

merencanakan keluarga (termasuk merencanakan jumlah anak

yang diinginkan).

2. Tahap 2, menanti kelahiran (child bearing family) atau anak

tertua adalah bayi berusia kurang dari 1 bulan. Tugas

perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyiapkan

anggota keluarga baru (bayi dalam keluarga), membagi waktu

untuk individu, pasangan, dan keluarga.

3. Tahap 3, keluarga dengan anak prasekolah atau anak tertua 2,5

tahhun sampai dengan 6 tahun. Tugas perkembangan keluarga

pada tahap ini adalah meyatukan kebutuhan masing-masing

anggota keluarga, antara lain ruang atau kamar pribadi dan

keamanan, mensosialisasikan anak-anak, menyatukan

keinginan anak-anak yang berbeda, dan mempertahankan

hubungan yang "sehat" dalam keluarga.

4. Tahap 4, keluarga dengan anak sekolah atau anak tertua berusia

7 sampai 12 tahun. Tugas perkembangan keluarga pada tahap

ini adalah mensosialisasikan anak-anak termasuk membantu

anak-anak mencapai prestasi yang baik disekolah, membantu


anak-anak membina hubungan dengan teman sebaya,

memepertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan, dan

memenuhi kebutuhan kesehatan masing- masing anggota

keluarga.

5. Tahap 5, keluarga dengan remaja atau dengan anak tertua

berusia 13 sampai 20 tahun. Tugas perkembangan pada tahap

ini adalah mengimbangi kebebasan remaja dengan tanggung

jawab yang sejalan dengan maturitas remaja, memfokuskan

kembali hubungan perkawinan, dan melakukan komunikasi

yang terbuka di antara orangtua dengan anak-anak remaja.

6. tahap 6, keluarga dengan anak dewasa (pelepasan). Tugas

perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menambah

psikologis (social psychologicalneed), seperti kebutuhan

terhadap pendidikan, keluarga berencana, interaksi dalam

keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan

transportasi.

7. Keluarga sejahtera tahap II, yaitu keluarga-keluarga yang telah

dapat memenuhi kebutuhan dasar sdan seluruh kebutuhan

psikologis, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan

kebutuhan perkembangannya (developmental needs), seperti

kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi.

8. Keluarga sejahtera tahap III, yaiktu keluarga yang telah dapat

memenuhi seluruh kebutuhan dasar, kebutuhan sosial-


psikologis, dan kebutuhan perkembangan, namun belum dapat

memeberikan sumbangan (kontribusi) yang maksimal terhadap

masyarakat. Misalnya, secarateratur (waktu tertentu0

memberikan sumbangan dalam bentuk matrial dan keuangan

untuk kepentingan sosial kemasyarakatan serta berperan serta

secara aktif dengan menjadi pengurus lembaga kemasyarakatan

atau yayasan- yayasan sosial, keagamaan, kesenian, olahraga,

pendidikan, dan sebagainya.

9. Keluarga sejahtera tahap III plus, yaitu keluarga-keluarga yang

telah dapat memenuhi seluruh kebutuhannya, baik yang bersifat

dasar, sosial, psikologis, maupun yang bersifat pengembangan

serta dapat pula memberikan sumbangan yang nyata dan

berkelanjutan bagi masyarakat.

Indikator keluarga sejahtera adalah sebagai berikut.

1. Keluarga prasejahtera

Keluarga ini belum mampu untuk melaksanakan indikator

sebagai berikut.

1) Keluarga melaksanakan ibadah menurut agama yang

dianut masing-masing.

2) Keluarga makan dua kali sehari atau lebih.

3) Keluarga menggunakan pakaian yang berbeda untuk berbagai

keperluan.
4) Keluarga mempunyai rumah yang sebagian besar berlantai bukan

dari tanah.

5) Keluarga memeriksakan kesehatan ke petugas atau sarana

kesehatan (bila anak sakit atau PUS ingin ber- KB).

2. Keluarga sejahtera I

Keluarga ini belum mampu untuk melaksanakan indikator

sebagai berikut.

1) Keluarga melaksanakan ibadah secara teratur menurut agama

yang dianut.

2) keluarga makan daging, ikan atau telur sebagai lauk pauk

sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu.

3) Keluarga memperoleh pakaian baru dalam satu tahun

terakhir. )Setiap anggota keluarga mempunyai ruang kamar

yang luasnya 8 m2.

4) Semua anggota keluarga sehat dalam tiga bulan teakhir

sehingga dapat melaksanakan fungsi mereka masing-masing.

5) Paling sedikit satu anggota keluarga yang berumur 15 tahun ke

atas memiliki penghasilan tetap.

6) Seluruh anggota keluarga yang berusia 10 sampai 60 tahun

mampu membaca dan menulis latin.

7) Anak usia sekolah (7 sampai 15 tahun) dapat bersekolah.

8) Keluarga yang masih pasangan usia subur (PUS) memakai

kontrasepsi dan mempunyai dua anak atau lebih yang hidup.


3. Keluargaa sejahtera II

Keluarga ini sudah mampu -melaksanakan

indikator 1 sampai 14, tetapi belum mampu melaksanakan

indikator-indikator sebagai berikut.

1) Keluarga berusaha meningkatkan atau menambah

pengetahuan agama.

2) Keluarga mempunyai tabungan.

3) Keluarga makan bersama paling sedikit sekali sehari.

4) Keluarga ikut serta dalam kegiatan masyarakat.

5) Keluarga melakukan rekreasi bersama/penyegaran

paling kurang sekali dalam 6 bulan.

6) Keluarga memperoleh berita dari surat kabar,, majalah,

radio dan televisi.

7) Keluarga mampu menggunakan sarana transportasi.

4. Keluarga sejahtera III

Keluarga ini sudah mampu melaksanakan

indikator 1 sampai 2, tetapi belum mampu melaksanakan

indikator sebagai berikut.

1) Keluarga memberikan sumbangan secara teratur (waktu

tertentu) dan sukarela dalam bentuk material kepada

masyarakat.

2) Keluarga aktif sebagai pengurus yayasan atau institusi

masyarakat
5. Keluarga sejahtera III plus

Sebuah keluarga dapat disebut keluarga sejahtera

plus bila sudah mampu melaksanakan semua indikator (23)

Friedman (1981) membagi lima tugas kesehatan yang

harus dilakukan oleh keluarga, yaitu:

1) Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap

anggotannya

2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang

tepat

3) Memberikan keperawatan kepada anggota

keluargannya yang sakit dan yang tidak dapat

membantu dirinnya sendiri

4) Mempertahankan suasana di rumah yang

menguntungkan kesehatan dan perkembangan

kepribadian anggota keluarga

5) Mempertahankan hubungan timbal balik antara

keluaarga lembaga-lembaga kesehatan yang

menunjukkan manfaat fasilitas kesehatan dengan baik.

2.1.5 Peran Perawat Keluarga


Dalam melakukan asuhan keperawatan keluarga, perawat

keluarga perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut: (a)

melakukan kerja bersama keluarga secara kolektif, (b) memulai

pekerjaan dari hal yang sesuai dengan kemampuan keluarga, (c)

menyesuaikan rencana asuhan keperawatan dengan tahap

perkembangan keluarga, (d) menerima dan mengakui struktur

keluarga, dan (e) menekankan pada kemampuan keluarga.

Peran perawat keluarga adalah sebagai berikut.

1) Sebagai pendidik, perawat bertanggung jawab memberikan

pendidikan kesehatan kepada keluarga, terutama untuk

memandirikan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang

memiliki masalah kesehatan.

2) Sebagai koordinator pelaksana pelayanan keperawatan, perawat

bertanggung jawab memberikan pelayanan keperaawtan yang

komprehensif. Pelayanan keperawatan yang berkesinambungan

diberikan untuk menghindari kewenjangan antara keluarga dan

unit pelayanan kesehatan (puskesmas dan rumah sakit).

3) Sebagai pelaksana pelayanan keperawatan, pelayanan

keperawatan dapat diberikan kepada keluarga melalui kontak

pertama dengan anggota keluarga yang sakit yang memiliki

masalah kesehatan. Dengan demikian, anggota keluarga yang

sakit dapat menjadi "entry point" bagi perawatn untuk


memberikan asuhan keperawatan keluarga secara

komperehensif.

4) Sebagai supervisor pelayanan keperawatan, perawat melakukan

supervisi ataupun pembinaan terhadap keluarga melalui

kunjungan rumah secara teratur, baik terhadap keluarga

beresiko tinggi maupun yang tidak. Kunjungan rumah tersebut

dapat direncanakan terlebih dahulu atau secafa mendadak.

5) Sebagai pembela (advokat), perawat berperan sebagai advokat

keluarga untuk melindungi hak-hak keluarga sebagai klien.

Perawat diharapkan mampu mengetahui harapan serta

memodifikasi sistem pada perawatan yang diberikan untuk

memenuhi hak dan kebutulhan keluarga. Pemahaman yang baik

oleh keluarga terhadap hak dan kewajiban mereka sebagai klien

mempermudah tugas perawat untuk memandirikan keluarga.

6) Sebagai fasilitator, perawat dapat menjaditempat bertanya

individu, keluarga, dan masyarakat untuk memecahkan masalah

kesehatan dan keperawatan yang mereka hadapi sehari-hari

serta dapat membantu memberikan jalan keluar dalam

mengatasi masalah

7) Sebagai peneliti, perawat keluarga melatih keluarga untuk dapat

memahami masalah-masalah kesehatan yang dialami oleh

anggota keluarga. Masalah kesehatan yang muncul di dalam

keluarga biasanya terjadi menurut siklus atau budaya yang


dipraktikkan keluarga. Misalnya, diare pada balita terjadi

karena budaya menjaga kebersihan makanan dan minuman

kurang diperhatikan. Peran sebagai peneliti difokuskan untuk

kepada keluarga kemampuan mengidentifikasi penyebab,

menanggulangi, dan melakukan promosi kepada anggota

keluarganya. Selain itu, perawat perlu mengambangkan asuhan

keperawatan keluarga terhadap binaannya.

Peran perawat keluarga dalam asuhan

keperawatan berpusat pada keluarga sebagai unit fungsional

terkecil dan bertujuan memenuhi kebutuhan dasar manusia pada

tingkat keluraga sehingga tercapai kesehatan yang optimal untuk

setiap anggota keluarga. Melalui asuhan keperawatan keluarga,

fungsi keluarga menjadi optimal. Bila keluarga dapat

menjalankan fungsinya secara optimal, stiap individu di dalam

keluarga tersebut memiliki karakter yang kuat, tidak mudah

dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya negatif sehingga

memiliki kemampuan berpikir yang cerdas, dan pada akhirnya

memili daya saing yang tinggi terutama di era kompetisi yang

semakin sengit. (Sudiharto, 2007)


2.2 Konsep Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

2.2.1 Pengertian

Perubahan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh: kondisi ini

dialami oleh individu yang tidak mengalami puasa atau beresiko

mengalami penurunan berat badan yang berhubungan dengan tidak

cukupnya masukan atau metabolisme nutrisi untuk kebutuhan

metabolisme.

Nutrisi adalah jumlah semua interaksi antara suatu

organisme dan makanan yang dikonsumsinya. Dengan kata lain,

nutrisi adalah sesuatu yang dimakan seseorang dan bagaimana

tubuh menggunakannya.

Nutrisi adalah elemen yang dibutuhkan untuk proses dan

fungsi tubuh. Kebutuhan energi didapatkan dari berbagai nutrisi,

seperti karbohidrat, protein, lemak, air, vitamin, dan mineral.

Makanan terkadang dideskripsikan berdasarkan kepadatan nutrisi

mereka, yaitu proporsi nutrisi yang penting berdasarkan jumlah

kolokalori. Makanan dengan kepadatan nutrisi yang rendah, sepeti

alkohol atau gula, adalah makanan yang tinggi kilokalori tetapi

rendah nutrisi.

2.2.2 Batasan Karakteristik

Mayor (harus terdapat)

Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal


Minor (mungkin terdapat)

Seserang yang mengalami ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh mempunai ciri-ciri, cepat kenyang setelah makan,

Kram atau nyeri abdomen, Nafsu makan menurun, Bising usus

hiperaktif, Otot pengunyah lemah, Otot penelan lemah, Membran

mukosa pucat, Sariawan, Serum albumin menurun, Rambut rontok

berlebihan, diare.

2.2.3 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis atau tanda gejala dan gejala nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh menurut buku saku diagosa

keperawatan NIC-NOC antara lain

a. Subjektif

a) Kram abdomen

b) Nyeri abdomen dengan atau tanpa penyakit

c) Merasakan mengingesti ketidakmampuan untuk makanan

d) Melaporkan perubahan sensasi rasa

e) Melaporkan jarangnya makanan

f) Merasa kenyang segera setelah mengingesti makanan

b. Objektif

b) Tidak tertarik untuk makan

c) Diare

d) Adanya bukti kekurangan makanan

e) Kehlangan rambut yang berlebihan


f) Bising usus hiperaktif

g) Kurangnya minat pada makanan

h) Luka, rongga ulut inflamasi

2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi


1. Pengetahuan
Pengetahuan yang kurang tentang manfaat makanan bergizi

dapat mempengaruhi pola konsumsi makan.

2. Prasangka

Prasangka buruk terhadap bebpa jenis bahan makanan bergizi

tinggi dapat mempengaruhi status gizi.

3. Kebiasaan

Kebiasaan yang merugikan atau pantangan terhadap makanan

tertentu juga dapat mempengaruhi status gizi.

4. Kesukaan

Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan

dapat mengabatkan kurang variasi makanan, sehingga tubuh

tidak memperoleh zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh

5. Ekonomi

Status ekonomi dapat mempengaruhi perubahan status gizi

karena penyediaan makanan bergizi membutuhkan pendanaan

yang tidak sedikit.


2.2.5 Proses Keperawatan dan Nutrisi

Menurut (Perry &Potter, 2010) dalam buku Fundamental

Keperawatan, pendeteksian dan klien malnutrisi dan yang memiliki

risiko memberikan pengaruh positif yang kuat pada hasil kesehatan

jangka panjang. Penelitian telah mengidentifikasi bahwa 40-50%

klien dewasa berada di rumah sakit sebagai klien yang mengalami

atau beresiko mengalami malnutrisi (Mason,2006). Klien yang

mengalami malnutrisi pada saat masuk rumah sakit memiliki risiko

yang lebih tinggi akan komplikasi yang mengancam kehidupan

selama masuk rumah sakit seperti aritmia, sepsis, atau hemoragi

(covinsky, 2002).

Pengkajian status nutrisi harus diakukan karena kebutuhan

kehidupan manusia untuk nutrisi, energi dan cairan merupakan

kebutuhan utama skrining. Skrining nutrisi adalah bagian dari

pengkajian awal. Skrining klien adalah metode untuk

mengidentifikasi malnutrisi atau resiko malnutrisi (ASPEN, 2002)

Alat skrining nutrisi harus dapat mengumpulkan data berdasarkan

empat prinsip utama, yaitu: apa keadaan saat ini? Apakah

keadaanya stabil? Apakah keadaan semakin memburuk? Apakah

proses penyakit mempercepat masalah nutrisi?(kondrup et

al ,2003).

Alat ini khususnya meliputi penghitungan objektif seperti

tinggi badan, berat badan, perubahan berat badan, diagnosis


primer, dan kehadiran kormoditas lainnya (ASPEN, 2002).

Menggunakan pengukuran objektif bukanlah hal yang tidak efektif

untuk memprediksi risiko masalah nutrisi (Sarhill et al.,2003).

Kombinasikan alat ukur yang objektik dengan alat ukur subjektif

yang berhubungan dengan nutrisi untuk melakukan skrining

masalah nutrisi secara adekuat. Identifikasi faktor risiko seperti

kehilangan berat badan yang tidak direncanakan, adanya diet yang

dimodifikasi, atau adanya gejala yang memengaruhi perubahan

nutrisi (misalnya mual, muntah, diare, dan konstipasi) yang

membutuhkan konsultasi. Beberapa alat skrining nutrisi yang telah

distandarisasikan tersedia untuk digunakan di tatanan rawat jalan.

Pengkajian subjektif global (Subjective Globab Assesment/SGA)

adalah metode klinis yang telah divalidasi yang menggunakan

riwayat klien, berat badan, dan data pengkajian fisik untuk

mengevaluasi status nutrisi (National Guideline

Clearinghouse,2006). SGA adalah teknik yang sederhana dan tidak

mahal yang dapat memprediksikan komplikasi yang berhubungan

dengan nutrisi.

Antropometri adalah sistem pengukuran ukuran dan yang

membentuk tubuh. Tinggi dan berat badan didapatkan untuk

masing- masing klien yang berada di rumah sakit atau memasuki

tatanan asuhan kesehatan. Jika anda tidak mampu mengukur tinggi

badan pada posisi berdiri, posisikan klien berbaring ditempat tidur


selurus mungkin, lipat lengan di dada, dan ukur panjang klien.

Mengukur berat badan secara rutin dapar memberikan informasi

yang lebih berguna daripada salah satu pengukuran. Klien perlu

mengukur berat badan pada waktu yang sama setiap hari, dengan

skala yang sama, dan dengan pakaian atau linen yang sama.

Bandingkan berat badan dan tinggi badan dengan hubungan antara

berat badan dan tinggi badan yang telah testandarisasi. Berat badan

ideal (ldeal Body Weight IBW) memberikan perkiraan apakah

berat badan seseorang harus diukur. Peningkatan berat badan

biasanya merefleksikan pertukaran gas. Satu takaran kecil atau 500

ml cairan sama dengan l pound. Dokumentasikan perubahan berat

badan yang terjadi baru-baru ini. Misalnya, untuk klien dengan

gagal ginjal atau gagal jantung kongestif, berat badan yang

meningkat sebanyak 2 pound dalam walktu 24 jam memiliki arti

yang signifikan, karena hal tertsebut mengindikasikan bahwa klien

menahan 1 liter air.

Pengukuran antropometri lainnya yang membantu

mengidentifikasi masalah nutrisi meliputi rasio berat badan dengan

lingkar pergelangan tangan, lingkar lengan atas (LLA), lipatan

kulit trisep, dan lingkar otot lengan atas. Hasil yang bervariasi

terjadi jika pemeriksa tidak handal dan tidak menggunakan alat

yang tepat. Bandingkan senua nilai pengukuran tersebutuntuk

melihat standarnya dan hitung mereka sebagai persntase standar.


Perubahan niali pada individu sepanjang waktu adalah perubahan

yang lebih besar daripada pengukuran yang diisolasi (Nix, 2005).

Indeks Massa Tubuh (IMT) mengukur berat badan yang sesuai

dengan tinggi badan dan memberikan alternatif hubungan antara

tingg badan dalam meter kuadrat: berat badan (kg) dibagi dengan

tinggi badan (m). Misalnya, seseorang yang memiliki berat badan

75 kg (165 pound) dan tinggi 1,8 m (5 kaki 9 inci) memiliki IMT

23,15 (75:1,82 23,15) Klien dikatakan memiliki berat badan yang

berlebihan jika skor IMT berada antara 25-30. BMI yang lebih

besar dari 30 didefinisikan sebagai obesitas dan meletakkan klien

pada resiko medis yang lebih tinggi pada penyakit jantung koroner,

kanker, diabetes mellitus, dan hipertensi. Faktor lain seperti

kurangnya akses akan makanan sehat dan perawatan kesehatan

yang tidak adekuat juga berkontribusi untuk perkembangan

masalah ini (williams dan schlenker, 2003).

Pemeriksaan laboratorium dan biokimia, tidak ada

pemeriksaan laboratorium dan biokimia yang dapat mendukung

diagnostik malnutrisi. Faktor yang sering mengganggu hasil adalah

keseimbangan cairan, fungsi hati, fungsi ginjal, dan adanya

penyakit. Pemeriksaan laboratorium umum digunakan untuk

mempelajari status nutrisi meliputi mengukur protein plasma

seperti albumin, transferin, prealbumin, protein pengikat retinol,

kapasitas pengikat zat besi total, dan hemoglobin. Setelah makan,


waktu respons untuk perubahan pada rentang protein dari jam ke

minggu. Masa hidup metabolisme albumin adalah 21 hari,

trasnferin 8 hari, prealbumin 2 hari, dan protein pengikat retinol

adalah 12 hari.rentang ini menunjukkan mengapa level albumin

bukanlah indikator status protein serum untuk jangka waktu yang

akurat (pagana dan pagana, 2005). Faktor yang memengaruhi kadar

albumin serum meliputi hidrasi; perdarahan; penyakit ginjal dan

hepatik; jumlah darinase yang besar untuk luka, drain, luka bakar,

atau traktus gastrointestinal; pemberian steroid; infus albumin

oksogenus; umur; dan trauma, luka bakar, stres, atau pembedahan.

Kadar albumin adalah indikator penyakit kronis yang lebih baik,

sedangkan kadar prealbumin dianggap sebagai keadaan akut.

2.3 Konsep Tuberculosis Paru

2.3.1 Definisi Tuberculosis Paru

Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan

Mycrobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir

seluruh organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran

pernapasan dan saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit.

Tetapi paling banyak melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang

yang terinfeksi bakteri tersebut (Nanda, 2015)

Tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh

kuman Mycrobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies

Mycrobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M.bovis,


M. Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA).

Kelompok bakteri Mycrobacterium selain Mycrobacterium tuberculosis

yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai

MOTT (Mycrobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang

bisa mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC.

(Kemenkes, 2018)

Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang

parenkin paru-paru, disebabkan oleh Mycrobacterium tuberculosis.

Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain seperti

meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Yuliyanto, 2018)

Berbagai factor resiko mempengaruhi perkembangan TB Paru, di

antaranya:

1) Pecandu alcohol

2) Infeksi HIV

3) Diabetes Mellitus (DM)

4) Kemiskinan diidentikkan dengan malnutrisi

5) Usia lanjut

6) Penyalahgunaan obat

7) Predisposisi genetic

2.3.2 Etiologi

Sebagaimana telah diketahui, tuberkulosis paru di- sebabkan oleh

basil TB (Mycobacterium tuberculosis humanis). Selanjutnya dalam


buku ini, hanya akan dikemukakan beberapa hal yang prinsip saja.

Untuk detailnya, pembaca dirujuk ke buku-buku bakteriologi.

1) M. tuberculosis termasuk famili Mycobacteriaceae yang

mempunyai berbagai genus, satu di antara- nya adalah

Mycobacterium, dan salah satu spe- siesnya adalah M.

tuberculosis.

2) M. tuberculosis yang paling berbahaya bag manusia adalah tipe

humanis (kemungkinan infeksi tipe bovinus saat ini dapat

diabaikan, setelah higiene peternakan makin ditingkatkan).

3) Basil TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam. Sifat

ini dimanfaatkan oleh Robert Koch untuk mewarnainya itu, kuman

ini disebut pula Basil Tahan Asam (BTA).

4) Karena pada umumnya Mycobacterium tahan secara khusus.

Karena asam, secara teoretis BTA belum tentu identik dengan

basil TB. Namun, karena dalam keadaan normal penyakit paru

yang disebabkan oleh Mycobacterium lain (y.i, M. atipik) jarang

sekali, dalam praktik, BTA dianggap identik dengan basil TB. Di

negara dengan prevalensi AIDS/ infeksi HIV yang tinggi, penyakit

paru yang disebabkan M. atipik (=Mycobacteriosis) makin sering

ditemukan. Dalam kondisi seperti ini, perlu sekali diwaspadai

bahwa BTA belum tentu identik dengan basil TB. Mungkin saja,

BTA yang ditemukan adalah Mycobacterium atipik yang menjadi

penyebab Mycobacteriosis.
5) Kalau bakteri-bakteri lain hanya memerlukan beberapa menit

sampai 20 menit untuk mitosis, basil TB memerlukan waktu 12

sampai 24 jam. Hal ini memungkinkan pemberian obat secara

intermiten (2-3 hari sekali).

6) Basil TB sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam

beberapa menit saja akan mati

Ternyata kerentanan ini terutama terhadap gelombang cahaya

ultra-violet. Basil TB juga rentan terhadap panas-basah, sehingga

dalam 2 menit saja basil TB yang berada dalam lingkung- an basah

sudah akan mati bila terkena air bersuhu 100° C. Basil TB juga akan

terbunuh dalam beberapa menit bila terkena alkohol 70%, atau lisol

5%. (Dr.Halim Danusantoso, 2018)

2.3.3 Patofisiologi

Kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh melalui udara

penafasan. Bakteri yang terhirup akan dipindahkan melalui jalan nafas

ke alveoli, tempat dimana mereka berkumpul dan mulai untuk

memperbanyak diri. Selain itu bakteri juga dapat dipindahkan melalui

system limfe dan cairan darah ke bagian tubuh lainnya.Sistem imun

tubuh berespon dengan melakukan reaksi inflamasi.Fagosit menekan

banyak bakteri, limfosit spesifik tuberkulosis menghancurkan bakteri

dan jaringan normal.Reaksi jaringan ini mengakibatkan penumpukan

eksudat dalam alveoli yang dapat menyebabkan


bronkopnemoni.Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu

setelah pemanjanan.

Masa jaringan baru yang disebut granuloma merupakan gumpalan

basil yang masih hidup dan sudah mati dikelilingi oleh makrofag yang

membentuk dinding protektif granuloma diubah menjadi jaringan

fibrosa bagian sentral dari fibrosa disebut "TUBERKEL" bakteri dan

makrofag menjadi nekrotik membentuk massa seperti keju.Setelah

pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit taktif

karena penyakit tidak adekuatnya system imun tubuh.Penyakit aktif

dapat juga terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri. Tuberkel

memecah,melepaskan bahan seperti keju ke bronchi. Tuberkel yang

pecah menyembuh dan membentuk jaringan parut paru yang terinfeksi

menjadi lebih membengkak dan mengakibatkan terjadinya

bronkhopnemonia lebih lanjut. (PHS, 1991)


2.3.4 Pathway
Gambar pathway Tuberculosis paru 2.3

Microbakterium tuberculosa Dopret infection Masuk lewat jalan


Nafas

Tumbuh dan berkembang Terjadi proses Menetap dijaringan


peradangan paru
disitoplasma makrofag

Sarang primer/ afek primer


(fokus ghon)

Komplek primer Limfangitis lokal Limfadinitis regional

Menyebar keorgan lain Sembuh sendiri Sembuh dengan bekas


(paru lain,saluran pencernaan, tanpa pengobatan fibrosis
Tulang) melalui media
(bronchogen percontinutum, Radang tahunan Berkembang
menghancurkan
Hematogen,limfogen) di bronkus jaringan ikat sekitar

Sekret keluar saat batuk Membentuk jaringan keju Bagian tengah

Nekrosis

Batuk produktif (batuk terus menerus)

Batuk berat

Distensi abdomen
Mual-muntah

Intake nutrisi kurang

Ketidakseimbangan nutrisi kurang


dari kebutuhan tubuh

2.3.5 Manifestasi Klinis

1) Batuk

2) Batuk darah

3) Sesak nafas

4) Nyeri dada

5) Demam

6) Keringat malam

7) Anoreksia

8) Malaise (Wahid, 2013)

2.3.6 Data Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan terdiri atas

1) Pemeriksaan radiologi

2) Pemeriksaan bakteriologi

3) Pemeriksaan darah

4) Pemeriksaan histopatologik jaringan

5) Uji tuberculin
2.3.7 Diagnosa Tuberculosis Paru

Berikut pemeriksaan untuk mendiagnosis TB menurut Depkes 2014:

1) Pemeriksaan dahak mikroskopis


Pemeriksaan ini berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai

pengobatan yang telah dilakukan, dan menentukan potensi

penularan TB. Dilakukan dengan mengumpulkan tiga spesimen

dahak yang dikumpulkan dalam dua hari berupa Sewaktu-Pagi-

Sewaktu (SPS).

a) S (Sewaktu): Dikumpulkan pada saat suspek TB datang

berkunjung pertama kali dan pada saat pulang diberi sebuah

pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi di hari kedua.

b) P (Pagi): Dikumpulkan di rumah pada hari kedua di pagi hari.

Pada saat bangun tidur segera dikumpulkan dan diserahkan

sendiri ke petugas di Fasyankes.

c) S (Sewaktu): Dikumpulkan di hari kedua pada saat

mengumpulkan dahak pagi.

2) Pemeriksaan penunjang

a) Tes Tuberkulin Intradermal (Mantoux): Dilakukan dengan

cara penyuntikan pada intakutan. Bila positif, menunjukkan

adanya infeksi TB. Namun, uji tuberkulin dapat negatif pada

anak TB berat dengan anergi (malnutrisi, penyakit sangat

berat, pemberian imunosupresif, dan lain-lain)


b) Reaksi cepat BCG (Bacille Calmette-Guerin): Disuntikkan ke

kulit. Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat

(dalam 3-7 hari) berupa kemerahan dan indurasi> 5 mm,

maka orang tersebut telah terinfeksi oleh Mycobacterium

tuberculosis

c) Pemeriksaan Radiologi: Pada pemeriksaan ini sering

menunjukkan adanya TB, tetapi hampir tidak dapat

mendiagnosis karena hampir semua manifestasi klinis TB

dapat menyerupai penyakit-penyakit lainnya

d) Pemeriksaan Bakteriologik: Pada pemeriksaan ini yang

paling penting adalah pemeriksaan sputum.

Penderita tb paru BTA(+) dengan riwayat pengobatan

sebelumnya kambuh, kegagalan pengobatan atau pengobatan

tidak selesai.

3) Kategori III: 2RHZ/ 4 RiH

Diberikan untuk :

a) Penderita baru BTA(+) dan RO(+) sakit ringan

b) Penderita ekstra paru ringan, yaitu TB kelenjar limfe,

pleuritis eksudatif unilateral, TB kulit, TB tulang,

pembedahan pada klien biasanya dilakukan apabila klien

mengalami resustasi terhadap berbagai racun OAT

Pembedahan dilakukan dengan mengangkut bagian paru

yang tertutup kavietas. (Dr.Halim Danusantoso, 2018)


2.3.9 Penatalaksanaan

Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-

3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Panduan obat yang digunakan

terdiri dari panduan obat utama dan tambahan.

1) Obat Anti Tuberkulosis (OAT)

a) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:

(1) Rifampisin

(a) Dosis 10 mg/kg BB, maksimal 600mg 2-3x /

minggu atau

(b) BB > 60 kg : 600 mg

(c) BB 40-60 kg : 450 mg

(d) BB < 40 kg : 300 mg

(e) Dosis intermiten 600 mg/kali

(2) INH

(a) Dosis 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg, 10 mg/kg

BB 3 kali seminggu, 15 mg/kg BB 2 kali seminggu

atau 300 mg/hari.

(b) Untuk dewasa dosis intermiten : 600 mg/ kali.

(3) Pirazinamid

(a) Dosis fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 kali

seminggu, 50 mg/kg BB 2 kali seminggu atau

(b) BB > 60 kg : 1500 mg

(c) BB 40-60 kg : 1000 mg


(d) BB < 40 kg : 750 mg

(4) Streptomisin

(a) Dosis 15 mg/kg BB atau

(b) BB > 60 kg : 1000 mg

(c) BB 40-60 kg : 750 mg

(d) BB < 40 kg : sesuai berat badan

(5) Etambutol

(a) Dosis fase intensi 20 mg/kg BB, fase lanjutan 15

mg/kg BB, 30 mg/kg BB 3x seminggu, 45 mg/kg

BB 2x seminggu atau

(b) BB > 60 kg : 1500 mg

(c) BB 40-60 kg : 1000 mg

(d) BB < 40 kg : 750 mg

(e) Dosis intermiten 40 mg/kg BB/kali

(6) Kombinasi dosis tetap (fixed dose combination),

kombinasi dosis tetap ini terdiri dari:

(a) Empat obat antituberculosis dalam satu tablet, yaitu

rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400

mg dan etambutol 275 mg.

(b) Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet,

yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan

pirazinamid 400 mg.


(c) Kombinasi dosis tetap rekomendasi WHO 1999

untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum

obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan

fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2

obat atituberkulosis seperti yanga selama ini telah

digunakan sesuai dengan pedoman oengobatan.

(7) Jenis obat tambahan lainnya (lini 2)

(a) Kanamisin

(b) Kuinolon

(c) Obat lain masih dalam penelitian; makrolid,

amoksilin + asam klavulanat

(d) Derivate rifampisin dan INH

Sebagian besar penderita TB dapat menyelasaikan pengobatan

tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek

samping. Oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadi efek

samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Efek samping

yang terjadi dapat ringan dan berat, bila efek samping ringan dan

dapat diatasi dengan obat simtomatik makan pemberian OAT dapat

dilanjutkan (Nanda, Nic Noc, 2015).

3.3.9 Komplikasi

1) Batuk darah (Hemoptysis, Hemoptoe)

2) Penyebaran Per Continuitatum, bronkogen, atau hematogen

3) TB laring
4) Pleuritis Eksudatif

5) Pneumotoraks

6) Hidropneumotoraks, Empiema (Piotoraks), dan piopneumotoraks

7) Abses paru

8) Cor pulmonale (Dr.Halim Danusantoso, 2018)

2.4 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga

2.4.1 Konsep Pengkajian Keluarga

Dalam model pengkajian keluarga menurut friedman ada enam

kategori data yang diidentifikasikan, yaitu tahap, dan riwayat

perkembangan, data lingkungan, struktur keluarga, fungsi keluarga dan

koping keluarga.

1) Identita umum

a) Identitas kepala keluarga

Nama Puskesmas, Tanggal Pengkajian, Jarak untuk mencapai

Puskesmas, Nama Kepala Keluarga, Umur, Agama,

Pendidikan, Pekerjaan, Suku/bangsa, Alamat.

b) Komposisi keluarga

Komposisi ini biasannya terdiri dari nama, jenis kelamin,

hubungan dengan KK, umur, pendidikan, dan status imunisasi

dari masing-masing anggota keluarga yang dibuat dalam bentuk

tabel untuk memudahkan pengamatan.


Tabel 2.4 Komposisi Keluarga

N Nam Jenis Hubunga Umu Pendidika Status K


o a Kelamin n Imunisas
keluarga r n i B

1. Tn.S Laki-laki KK 45 Th SMA - -

Ny.P Perempua Istri 42 th SMA - -


2. n
Sdr.D Anak 19 th SMA - -
3. Perempua
Doni n Anak 17 th SMA - -
4.
Laki-laki

c) Genogram

Adalah simbol-simbol yang dipakai dalam pembuatan gnogram

untuk menggambarkan susunan keluarga. Aturan pembuatan

genogram adalah sebagai berikut:

(1) Anggota keluarga yang lebih tua berada disebelah kiri

(2) Umur anggota keluarga ditulis pada simbol laki-laki atau

perempuan

(3) Tahun dan penyebab kematian ditulis disebelah simbol laki-laki

atau perempuan

(4) Paling sedikit disusun tiga generasi

(5) Aturan simbol seperti contoh dibawah ini:

Laki-laki Perempuan Menikah Pisah


Cerai anak kandung anak

Identifikasi klien Meninggal Tinggal dalam

satu rumah

Keterangan :

Laki-laki

perempuan

Tinggal serumah

penderita TBC

d) Tipe/bentuk Keluarga

Menjelaskan mengenai tipe keluarga beserta kendala atau

masalah-masalah yang terjadi dengan tipe keluarga tersebut,

dimana keluarga dengan tipe extended maka akan

berpengaruh terhadap cara pengambilan keputusan untuk

mengatasi TB paru pada anggota keluarganya.

e) Suku bangsa (etnis)

(1) Latar belakang etnis keluarga atau anggota keluarga


Dikaji asal suku bangsa keluarga tersebut

mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait

dengan kesehatan.

(2) Tempat tinggal keluarga (bagian dari sebuah lingkungan yang

secara etnis bersifat homogen).

(3) Kegiatan-kegiatan keagamaan, sosial, budaya, rekreasi,

pendidikan (apakah kegiatan-kegiatan ini berada dalam

kelompok kultur/budaya keluarga).

(4) Kebiasan-kebiasan diet dan berbusana (tradisional atau

modern).

(5) Struktur kekuasaan keluarga tradisional atau "modern".

(6) Penggunaan jasa-jasa perawatan kesehatan keluarga dan

praktisi. Dikaji apakah keluarga mengunjungi pelayanan

praktisi, terlibat dalam praktik-praktik pelayanan kesehatan

tradisional, atau memiliki kepercayaan tradisional asli dalam

bidang kesehatan).

(7) Penggunaan bahasa sehari- hari di rumah

c) Agama dan kepercayaan

(1) Apakah anggota keluarga berbeda dalam praktik

keyakinan beragamaan mereka.

(2) Seberapa aktif keluarga tersebut terlibat dalam

kegiatan agama atau organisasi-organisasi keagamaan

lain.
(3) Keluarga menganut agama apa

(4) Kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai keagamaan

yang dianut dalam kehidupan keluarga terutama dalam

hal kesehatan.

d) Status sosial ekonomi keluarga

Status sosial ekonomi keluarga ditentukan oleh pendapatan

baik dari kepala keluarga maupun anggota keluarga

lainnya. Sela itu status sosial ekonomi keluarga ditentuka

pula oleh kebutuhar kebutuhan yang dikeluarkan oleh

keluarga serta barang-barang yang dimiliki oleh keluarga.

e) Aktivitas rekreasi keluarga

Rekreasi keluarga tidak hanya untuk mengunjungi tempat

rekreasi tertentu namun dengan menonton TV dan

mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi.

2) Tahap perkemangan keluarga saat ini

a) Tahap perkembangan keluarga saat ini.

Tahap perkembangan keluarga adalah mengkaji keluarga.

herdasarkan Tahap kehidupan keluarga berdasarkan Duvall.

ditentukan dengan anak tertua dari keluarga inti dan mengkaii

seiauh mana keluarga melaksanakan tugas sesuai tahapan

perkembangan.

b) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi.


Tahap ini ditentukan sampai dimana perkembangan keluarga

saat ini dan tahap apa yang belum dilakukan oleh keluarga

serta kendalanya.

3) Riwayat kesehatan keluarga

a) Riwayat keluarga sebelumnya.

Disini diuraikan riwayat keluarga kepala keluarga sebelum

membentuk keluarga sampai saat ini.

b) Riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga saat ini

Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada,keluarga inti,

yang meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan

masing-masing anggota dan sumber pelayanan yang digunakan

keluarga.

c) Sumber pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan

Dikaji kalau ada masalah kesehatan berobat kemana

4) Pengkajian lingkungan

a) Karakteristik rumah.

(1) Gambar tipe tempat tinggal (rumah, apartemen, sewa

kamar, dll). Apakah keluarga memiliki sendiri atau

menyewa rumah ini.

Contoh: Status rumah yang sedang ditinggali adalah sudah

milik sendiri.

(2) Gambarkan kondisi rumah (baik interior maupun eksterior

rumah) Interior rumah meliputi jumlah kamar dan tipe


kamar (kamar tamu kamar tidur, dll), penggunaan-

penggunaan kamar tersebut dan bagaimana kamar tersebut

diatur. Bagaimana kondisi dan kecukupan perabot. Apakah

penerangan ventilasi, pemanas Apakah lantai, tangga,

susunan dan bangunan yang lain dalam kondisi yang

adekuat.

(3) Di dapur, amati suplai air minum, penggunaan alat-alat

masak, pengamanan untuk kebakaran.

(4) Di kamar mandi, amati sanitasi, air, fasilitas toilet, ada

tidaknya sabun dan handuk. Jelaskan Kamar mandi

terkesan bersih, lantai dari keramnik, bak mandi dikuras 2

kali dalam seminggu dan tidak terdapat jentilk jentik

nyamuk.

(5) Kaji pengaturan tidur di dalam rumah.

Apakah pengaturan terscbut memadai bagi para

anggota keluarga, dengan pertimbangan usia mereka,

hubungan dan kebutuhan-kebutuhan khusus mereka

lainnya.

(6) Amati keadaan umum kebersihan dan sanitasi rumah.

Apakah ada serbuan serangga-serangga kecil (khususnya di

dalam) dan/ atau masalah-masalah sanitasi yang

discbabkan oleh kehadiran binatang-binatang piaraan.


(7) Kaji perasaan-perasaan subyektif keluarga terhadap rumah.

Apakah keluarga menganggap rumahnya memadai bagi

mereka.

(8) Evaluasi pengaturan privasi dan bagaimana keluarga

merasakan privasi mereka memadai.

(9) Evaluasi ada dan tidak adanya bahaya-bahaya terhadap

keamanan rumah/lingkungan.

(10) Evaluasi adekuasi pembuangan sampah.

(11) Kaji perasaan puas/tidak puas dari anggota keluarga

secara keseluruhan dengan pengaturan/penataan rumah.

b) Karakteistik tetangga

Menjelaskan mengenai karakteristik tetangga dan komunitas

setempat yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan

atau kesepakatan penduduk setempat, budaya yang

mempengaruhi kesehatan.

c) Mobilitas geogafis keluarga

Mobilitas geografis keluarga yang ditentukan dengan

kebiasaan keluarga berpindah tempat. Sudah berapa lama

keluarga tinggal di daerah ini dan apakah sering berpindah-

pindah tempat tinggal?

d) Perkumpulan keluarga dan intraksi dengan masyarakat

Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk

berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada.


e) Sistem pendukung keluarga

Yang termasuk sistem pendukung adalah jumlah anggota

keluarga yang sehat, fasilitas yang dimiliki keluarga untuk

menunjang kesehatan yang meliputi fasilitas fisik, psikologis

atau dukungan darui keluarga dan fasilitas sosial atau

dukungan masyarakat setempat dengan mengkaji siapa

menolong keluarga pada saat keluarga membutuhkan bantuan,

dukungan konseling aktivitas-aktivitas keluarga (Sebutkan

Lembaga Formal atau Informal: Informal: Ikatan Keluarga,

teman-teman dekat. tetangga; Formal: Lembaga Resmi

Pemerintah maupun Swasta/LSM) dan Informal, yaitu

tetangga.

5) Struktur keluarga

a) Pola Komunikasi Keluarga.

Menjelaskan mengenai cara berkomunikasai antar anggota

keluarga, bahasa apa yang digunakan dalam keluarga,

bagaimana frekuensi dan kualitas komunikasi yang berlangsung

dalam keluarga, dan adakah hal-hal/masalah dalam keluarga

yang tertutup untuk didiskusikan?

b) Struktur Kekuatan Keluarga.

Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan

mempengaruhi orang lain untuk mengubah perilaku

diantaranya yang perlu dikaji adalah:


(1) Siapa yang membuat keputusan dalam keluarga

(2) Bagaimana cara keluarga dalam mengambil keputusan

(otoriter, musyawarah/kesepakatan, diserahkan pada

masing-masing individu)?

(3) Apakah keluarga merasa puas dengan pola

(4) Siapa pengambilan keputusan tersebut?

c) Struktur Peran.

Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga

baik secara formal maupun informal dan siapa yang menjadi

model peran dalam keluarga dan apakah ada konflik dalam

pengaturan peran yang selama ini dijalani.

d) Nilai atau norma keluarga.

Menjelaskan mengenai nilai norma yang dianut keluarga

yang berhubungan dengan kesehatan.

6) Fungsi keluarga

a) Fungsi afektif.

Mengkaji gambaran diri keluarga, perasaan memiliki dan

dimiliki keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota

keluarga lainnya, kehangatan kepada keluarga dan keluarga

mengembangkan sikap saling menghargai.

b) Fungsi Sosialisasi.
Bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga dan

sejaub mana anggota keluarga belajar disiplin, norma, tahu

budaya dan perilaku.

c) Fungsi Perawatan Kesehatan. Sejauh mana keluarga

menyiapkan makanan, pakaian dan perlindungan terhadap

anggota yang sakit. Pengetahuan keluarga mengenai sehat-

sakit, kesanggupan keluarga melakukan pemenuhan tugas

perawatan keluarga

d) Fungsi reproduksi.

Mengkaji berapa jumlah anak, merencanakan jumlah anggota

keluarga, metode apa yang digunakan keluarga dalam

mengendalikan jumlah anggota keluarga.

e) Fungsi Ekonomi.

Mengkaji sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan

sandang, pangan, dan papan, dan memanfaatkan sumber yang

ada di masyarakat dalam upaya meningkatkan status

kesehatan keluarga.

7) Stress dan koping keluarga

a) Stressor jangka pendek.

Stressor jangka pendek yaitu yang dialami keluarga yang

memerlukan penyelesaian dalam waktu + 6 bulan dan jangka


panjang yaitu yang memerlukan penyelesaian lebih dari 6

bulan.

b) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi atau stressor.

Mengkaji sejauh mana keluarga berespon terhadap situasi atau

stressor.

c) Strategi koping yang digunakan.

Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila menghadapi

permasalahan.

d) Strategi adaptasi disfungsional.

Dijelaskan mengenai adaptasi disfungsional yang digunakan

keluarga bila menghadapi permasalahan. (Setiadi, 2008)

2.4.2 Analisa Data

Analisa data merupakan kemampuan dalam mengaitkan data-data

focus secara teori dan prinsip yang relevan untuk mengumpulkan data,

menentukan masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dan

keluarga.

Menurut Nasrul effendi, dalam menganalisa data ada 3 norma yang

perlu diperhatikan dalam melihat perkembangan kesehatan keluarga,

yaitu

Keadaan kesehatan yang normal dari setiap anggota keluarga, meliputi:

1) Keadaan kesehatan fisik, mental, social anggota keluarga, keadaan

pertumbuhan dan perkembangan anggota keluarga, keadaan status


gizi anggota keluarga, status imunisasi anggota keluarga, kehamilan

dan KB

2) Keadaan rumah dan sanitasi lingkungan, meliputi: ventilasi,

penerangan, kebersihan, kontruksi, luas rumah dibandingkan dengan

jumlah anggota keluarga, sumber air minum, jamban keluarga,

tempat pembuangan air limbah, pemanfaatan pekarangan

3) Karakteristik keluarga

Sifat keluarga, dinamika dalam keluarga, komunikasi dalam

keluarga, interaksi dalam keluarga, kebiasaan dan nilai yang berlaku

dalam keluarga.

Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan TB

paru (Marilyn Doengoes, dkk: 240) adalah :

a) Perubahan/ gangguan pemenuhan nutrisi anorexia, kurang dari

kebutuhan.

2.4.3 Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinis mengenai individu,

keluarga atau masyarakat yang diperoleh melalui suatu proses

pengumpulan data dan analisis cermat dan sistematis, memberikan dasar

untuk menetapkan tindakan-tindakan dimana perawat bertanggung

jawab melaksanakannya. Diagnosis keperawatan keluarga dianalisis dari

hasil pengkajian terhadap adanya masalah dalam talhap perkembangan

keluarga, lingkungan keluarga, struktur keluarga, fungsi-fungsi keluarga


dan koping keluarga, baik yang bersifat actual, resiko maupun sejahtera

dimana perawat memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk

melakukan tindakan keperawatan bersama-sama dengan keluarga dan

berdasarkan kemampuan dan sumber daya keluarga.

Rumusan masalah berdasarkan NANDA dan etiologi berdasarkan

hasil pengkajian dari tugas perawatan keluarga yang terdiri dari 5 (lima)

tugas yaitu mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk

melakukan tindakan, merawat anggota keluarga yang sakit, menciptakan

lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan dan memanfaatkan

fasilitas kesehatan yang ada. Tipolog diagnosis keperawatan keluarga

dapat berupa kasus actual, risiko dan potensial (sejahtera atau wellness).

Khusus untuk diagnosis keperawatan potensial boleh menggunakan atau

tidak menggunakan etiologi dalam penulisan diagnosisnya. Adapun

penjelasan tipologi dari diagnosis keperawatan keluarga yaitu:

1) Aktual (terjadi deficit atau gangguan kesehatan)

Diagnosis actual diangkat jika dari pengkajian didapatkan data

mengenai tanda dan gejala dari gangguan kesehatan.

2) Risiko (ancaman kesehatan)

Diagnosis risiko diangkat jika sudah ada data yang menunjang

namun belum terjadi gangguan, misalnya lingkungan rumah kurang

bersih, pola makan yang tidak adekuat, stimulasi tumbuh kembang

tidak adekuat.
3) Potensial (keadaan sejahtera atau wellness) Suatu keadaan dimana

keluarga dalam keadaan sejahtera sehingga kesehatan keluarga dapat

ditingkatkan.

2.4.4 Penentuan Prioritas Diagnosa

1) Prioritas masalah keperawatan dilakukan setelah analisa data.

Masalah perlu di priorotaskan karena pertimbangan sebagai berikut.

a) Masalah keperawatan keluarga yang dijumpai lebih dari satu.

b) Sumber daya yang dimiliki keluarga dan komunitas terbatas.

c) Keterbatasan IPTEK keperawatan yang dikuasi perawat keluarga.

d) Berat dan menonjolnya masalah yang dirasakan oleh keluarga

berbeda-beda.

e) Waktu yang dimiliki terbatas

f) Mengatasi masalah prioritas dapat mengatasi masalah lain yang

ditimbulkan akibat masalah inti tersebut.

2) Berdasarkan sifat atau tipologi masalah, penilaian masalah adalah

sebagai berikut.

a) Ancaman Kesehatan (2)

Keadaan yang dapat berisiko terjadinya penyakit, kecelakaan

atau kegagalan dalam mempertahankan kesehatan optimal.

Misalnya, riwayat penyakit keturunan, risiko tertular, risiko

kecelakaan, dan lain-lain.

b) Kurang Sehat (3)


Suatu keadaan sedang sakit atau gagal mencapai kesehatan

optimal. Misalnya, keadaan sedang sakit dan kegagalan tumbuh-

kembang.

c) Krisis (1)

Suatu keadaan individu atau keluarga memerlukan penyesuaian

lebih banyak dalam hal sumber daya yang dimiliki. Sebagai

contoh, kehamilan, aborsi, lahir di luar nikah, dan kehilangan

orang yang dicintai.

3) Kemungkinan masalah dapat diubah adalah kemungkinan

berhasilnya mengurangi masalah keperawatan atau mencegah

masalah bila ada tindakan tertentu. Pemberian nilanya adalah dengan

mudah (2), hanya sebagian (1), dan tidak dapat dibuah (0).

4) Potensi masalah untuk dicegah adalah sifat dan beratnya masalah

keperawatan yang akan terjadi bila dapat dikurang atau dicegah.

Pemberian nilainya adalah tinggi (3), cukup (2), dan rendah (1).

5) Menonjolnya masalah adalah cara keluarga memandang dan menilai

masalah keperawatan berkaitan dengan berat dan mendesaknya

untuk segera diatasi. Pmberina nilainya adalah masalah berat dan

harus segera diatasi (2), masalah dirasakan tetapi tidak perlu segera

diatasi (1), dan masalah tidak dirasakan (0). (Sudiharto, 2007)

Adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam penyusunan tujuan

keperawatan keluarga yaitu:


(1) Tujuan harus berorientasi pada keluarga, dimana keluarga

diarahkan untuk mencapai suatu hasil.

(2) Kriteria hasil atau standar hasil pencapaian tujuan harus benar-

benar bis diukur dan dapat dicapai oleh keluarga.

(3) Tujuan menggambarkan berbagai alternative pemecahan masalah

yang dapa dipilih oleh keluarga.

(4) Tujuan harus bersifat spesifik atau sesuai dengan konteks

diagnosis keperawatan keluarga dan faktor-faktor yang

berhubungan Tujuan harus menggambarkan kemampuan dan

tanggung jawab keluarga dalam pemecahan masalah.penyusunan

tujuan harus bersama- sama dengan keluarga.

Tabel 2.4 Penghitungan Prioritas.


No KRITERIA BOBOT PEMBENARAN

1. Sifat masalah Bobot yang lebih besar diberikan pada

Skala: masalah aktual karena yang


1
Aktual = 3 pertamamemerlukan tindakan segera dan
Risiko = 2
biasannya didasari oleh keluarga.
Potensial = 1

2. Kemungkinan masalah Faktor yang diperhatikan:


dapat diubah
1. Pengetahuan yang ada sekarang,
Skala: 2
teknologi dan tindakan untuk
Mudah = 2 menangani masalah.
Sebagian = 1 2. Sumber daya keluarga dapat

Tidak dapat = 0 berbentuk fisik, keuangan dan


tenaga.
3. Sumber daya perawat dapat dalam
bentuk pengetahuan, keterampilan
dan waktu.
4. Sumberdaya masyarakat dapat dalam
bentuk fasilitas, organisasi dalam
masyarakat dan dukungan
masyarakat.

4. Potensial masalah Faktor yang diperhatikan:

untuk dicegah
1. Tingkat keparahan

Skala: 2. Kepelikan dari masalah


1
3. Lamannya masalah, berhubungan
Tinggi = 3
degan jangka waktu masalah itu ada.
Cukup = 2
4. Tndakan yang sedang dijalankan, yaitu

Redah = 1 tindakan yang tepatdalam memperbaii

maslah.

5. Adannya elompok high risk atau

kelompok yang sangat peka menambah

potensi untuk mencegah masalah.

4. Menonjolnya masalah Faktor yang perlu diperhatikan adalah

perawat perlu menilai persepsi atau


Skala:
bagaimana keluarga melihat masalah
Masalah berat, harus 1
kesehatan tersebut.
segera ditangani = 2

Ada masalah tetapi

tidak perlu ditangani =

Masalah tidak

dirasakan = 0
Cara skoring:

1) Tentukan skor untuk setiap kriteria

2) Skor dibagi dengan makna tertinggi dan kalikanlah dengan bobot

Skor
X bobot
Angka tertinggi

3) Jumlahkan skor untuk kriteria

4) Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penentuan prioritas :

Penentuan prioritas masalah didasarkan dari empat kriteria yaitu sifat

masalah, kemungkinan masalah dapat diubah, potensi masalah untuk

dicegah dan menonjonya masalah:

a) Kriteria yang pertama, yaitu sifat masalah, bobot yang lebih

berat diberikan pada masalah aktual karena yang pertama

memerlukan tindakan segera dan biasannya didasari dan

dirasakan oleh keluarga.

b) Kriteria kedua, yaitu untuk memungkinkan masalah dapat

diubah perawat perlu memperhatikan teragkaunnya faktor-

faktor sebagai berikut:

(1) Penegtahuan yang ada sekarang teknologi dan tindakan

untuk menangani maslah

(2) Sumberdaya keluarga dalam bentuk fisik, keuangan dan

tenaga
(3) Sumberdaya perawat dalam bentuk pengetahuan,

keterampilan dan waktu

(4) Sumberdaya masyarakat dalam bentuk fasiltas, organisasi

dalam masyaakat dan sokongan masyarakat.

c) Kriteria ketiga, yaitu potensi masalah dapat dicegah. Faktor-

faktir yang perlu diperhatikan adalah:

(1) Kepelikan dari masalah, yang berhubungan dengan

penyakit atau masalah

(2) Lamannya masalah, yang berhubungan dengan penyakit

atau maslah

(3) Tindakan yang sedang dijalakan adalah tindakan-tindakan

yang tepat dalam memperbaikimasalah.

(4) Adannya kelompok high risk atau kelompok yang sangat

peka menambah potensi untuk mencegah masalah.

d) Kriteria keempat, yaitu menonjolnya masalah perawat perlu

menilai persepsi atau bagaimana keluarga melihat masalah

kesehatan tersebut. Nilai skor yang tertinggi yang terlebih

dahulu diberikan intervensi keluarga.

2.4.5 Perencenaan

Tahap setelah kita melakukan pengkajian adalah perencanaan

keperawatan sebagai pedoman untuk memberikan tindakan pada

seseorang berdasarkan diagnosa perawatan yang muncul.


“Rencana perawatan kesehatan keluarga adalah sekumpulan

tindakan yang ditentukan oleh perawat untuk dilaksanakan untuk

memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan yang telah

diindentifikasi.

1. Rencana perawatan yang dapat diberikan untuk mengatasi masalah

TB paru adalah:

1) Berikan penyuluhan tentang pengertian, penyebab, tanda dan

gejala masalah ketidakseimbangan nutrisikurang dari kebutuhan

tubuh.

2) Kaji ulang pengetahuan keluarga setelah diberikan penyuluhan

3) Beri reinforcement bila jawaban benar.

4) Diskusikan dengan keluarga cara membandingkan keadaan fisik

penderita TB paru dengan keadaan fisik yang normal.

2. Nutrisi perubahan : kurang dari kebutuhan tubuh b/d

ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.

a) Tujuan umum

Tidak terjadi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

b) Tujuan khusus

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 minggu

keluarga dapat merawat anggota keluarga dengan masalah

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,

dengan kriteria hasil:


1) Keluarga dapat menjelaskan cara mengatasi nutrisi,

perubahan : kurang dari kebutuhan.

2) Keluarga dapat menyebutkan klasifikasi makanan dengan

pengetahuan pemilihan makanan yang sehat.

3) Keluarga dapat menjelaskan cara merawat anggota

keluarga yang sakit dengan penyiapan dan penyimpanan

makanan yang aman.

c) Intervensi

1) Jelaskan pada keluarga tentang cara-cara melakukan

perawatan pada penderita nutrisi, perubahan: kurang dari

kebutuhan.

2) Jelaskan tentang makanan untuk penderita nutrisi,

perubahan : kurang dari kebtuhan.

3) Berikan penyuluhan diet tentang TKTP

4) Demonstrasikan cara menyiapkan menu yang sehat dan

bersih sehari sesuai diet TKTP

5) Anjurkan keluarga monitoring mual dan muntah

6) Berikan penjelasan cara mengatasi mual

7) Anjurkan kepada keluaraga untuk memberikan makanan

sedikit tapi sering

8) Pantau Berat Badan.

9) Kolaborasi dengan tim medis pemberian OAT


2.4.6 Implementasi

Implementasi merupakan salah satu proses keperawatan keluarga

berdasarkan rencana keperawatan yang telah disusun, pada tahap ini

perawat berperan dalam melaksanakan perawatan sesuai dengan

tindakan yang telah ditetapkan dengan rencana mengikutsertakan

keluarga. Kegagalan dalam pelaksanaan tindakan keperawatan dalam

memecahkan masalah keluarga disebabkan:

1) Kurang pengetahuan dalam bidang kesehatan

2) Informasi yang diperoleh keluarga tidak menyeluruh

3) Tidak mau menghadapi sesuatu

4) Mempertahankan suatu pola tingkah laku karena kebiasaan

a) Adat istiadat yang berlaku

b) Kegagalan dalam mengkaitkan tindakan dengan sasaran

c) Kurang percaya terhadap tindakan yang diusulkan

5) faktor lain yang bersumber dari perawat adalah:

a) Menggunakan pola pendekatan yang tetap (kaku, kurang

luwes).

b) Kurang memberikan penghargaan dan perhatian terhadap

faktor-faktor sosial budaya.

c) Perawat kurang ahli dalam mengambil tindakan

6) Beberapa implementasi keperawatan yang mungkin dilakukan

pada penderitaTB paru perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan

adalah sebagai berikut:


a) Menjelaskan pada keluarga tentang cara-cara melakukan

perawatan pada penderita nutrisi, perubahan: kurang dari

kebutuhan.

b) Memberikan penjelasan tentang makanan untuk penderita

nutrisi, perubahan : kurang dari kebtuhan.

c) Berikan penyuluhan diet tentang TKTP

d) Demonstrasikan cara menyiapkan menu yang sehat dan bersih

sehari sesuai diet TKTP

e) Menganjurkan keluarga memonitoring mual dan muntah

f) Berikan penjelasan cara mengatasi mual

g) Menganjurkan kepada keluaraga untuk memberikan makanan

sedikit tapi sering

h) Pantau Berat Badan.

i) Kolaborasi dengan tim medis pemberian OAT

2.4.7 Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,

rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui

evaluasi memungkinkan untuk memeonitor kealpaan" yang terjadi

selama tahap pengkajian, analisa, perencanaan, dan pelaksanaan.

(Ignatavicius&Bayne. dalam Proses &dokumentasi keperawatan

konsep dan praktek.2001: 71).

Dokumentasi dalam evaluasi biasanya dicantumkan dalam 2 jenis


Evaluasi:

1) Proses (formatif)

Evaluasi yang dilakukan langsung setelah intervensi keperawatan

dilakukan, hasil evaluasinya dicantumkan dengan metode SOAP

(Subjektif, Objektif, Analisa, Planning)

2) Hasil (sumatif)

Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku dan status

kesehatan pada akhir tindakan keperawatan (Nursalam. 2001: 74)

Evaluasi dapat menentukan apakah tujuan tercapai atau

tidak, sehingga evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan.

2.4.8 Jurnal terkait penelitian

Tabel 2.4 jurnal terkait penelitian

No Judul Hasil

1. Gambaran status Berdasarkan metode malnutrition universal


gizi pada pasien screening tools (MUST) didapatkan
tuberculosis paru (tb sebagian besar subyek penelitian memiliki
paru) yang risiko malnutrisi high risk, yaitu 43 orang
menjalani rawat (60,6%) dengan resiko malnutrisi high risk,
jalan di RSUD 14 orang (19,7%) dengan resikomalnutrisi
Arifin achmad low risk dan sebanyak 14 orang (19,7 %)
pekanbaru (Elsa dengan resiko malnutrisi medium risk.
Puspita, 2016)
2. Hubungan status Tidak terdapat hubungan antara IMT
gizi dengan CD4 dengan CD4, tidak ada hubungan antara
pada pasien TB protein total dengan CD4, terdapat
paru (Feby Patiung, hubungan antara albumin dengan CD4,
2014) terdapat hubungan yang kuat antara limfosit
total dengan CD4, dan secara garis besar
status gizi berpengaruh terhadap hasil CD4.
3. Hubungan status Hampir setengah dari penderita TB paru
gizi dengan memiliki status gizi berdasarkan indeks
kesembuhan masa tubuh (IMT) kurus, berdasarkan
penderita TB paru tingkat konsumsi kalori yaitu defisit, dan
di poli paru di berdasarkan tingkat konsumsi protein yaitu
rumah sakit daerah defisit dan ada hubungan antara status gizi
sidorejo (Ani dengan kesembuhan pada penderita TB
intiyati, 2012) paru.
4. Upaya pasien dan Hasil penelitian ini menunjukkan dalam
keluarga penderita mempertahankan status gizi pasien
TB paru dalam dihambat oleh pola makan penerita TB paru
memepertahankan fase aktif, ektranutrisi yang dikonsumsi
status gizi: studi penderita TB paru fase aktif, dan dukungan
kualitatif (Nur keluarga bagi penderita TB paru fase aktif.
lailatul masruroh,
2019)
5. Hubungan status Hasil menunjukkan bahwasannya dari 20
gizi dengan responden yang terkena TB paru terdapat
kejadian TB paru. 14 atau lebih separuh (63,6%) responden
Relationship of yang memiliki status gizi kurus. Dan dari
nutritional status 30 responden yang tidak mengalami TB
with the incidence paru terdapat 8 (34,4%) responden yang
of pulmonary memiliki status gizinya kurus. Dari hasil uji
tuberculosis (Rahmi statistik dengan (p value > 0,05) maka
novita yusuf) dapat disimpulkan bahwa terdapat
hubungan anara status gizi dengan kejadian
TB paru di balai pengobatan penyakit paru.
BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan di sajikan tentang metode penelitian yang di gunakan

pada study kasus diantaranya 1). Desain penelitian, 2). Batasan istilah, 3).

Partisipan, 4). Lokasi dan waktu penelitian 5). Pengumpulan data 6). Uji

keabsahan data 7). Analisis data 8). Etika penelitian.

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rencana penelitian yang disusun sedemikian

rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban terhadap pertanyaan

penelitian. Desain penelitian mengacu pada jenis atau macam penelitian yang

di pilih untuk mencapai tujuan penelitian, serta berperan sebagai alat dan

pedoman untuk mencapai tujuan tersebut (Setiadi, 2013)

Rancangan penelitian yang di gunakan pada penelitian ini adalah metode

deskriptif tipe studi kasus. Penelitian studi kasus adalah studi yang

mengekplorasi suatu masalah keperawatan dengan batasan terperinci,

memiliki pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai

informasi. Pada penelitian ini peneliti mengeksplorasi masalah keperawatan

ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh padaklien yang

mengalami TB Paru.
3.2 Batasan Istilah

Asuhan keperawatan merupakan proses pengambilan keputusan dan

tindakan yang dilakukan oleh perawat kepada partisipan yang mempunyai

kebutuhan atau masalah kesehatan sesuai dengan wewenang dan ruang

lingkup praktik dalam bidang keperawatan melalui proses pengkajian, analisa

data, diagnose keperawatan, perencanaan tindakan keperawatan, penerapan

rencanan tindakan keperawatan dan evaluasi tindakan keperawatan yang telah

diberikan. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara.

Tuberculosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan

Mycrobacterium tuberculosis yang menyerang paru-paru dan hampir seluruh

organ tubuh lainnya. Bakteri ini dapat masuk melalui saluran pernapasan dan

saluran pencernaan (GI) dan luka terbuka pada kulit. Tetapi paling banyak

melalui inhalasi droplet yang berasal dari orang yang terinfeksi bakteri

tersebut (Nanda, 2015)

Menurut Ruswanto (2010) Penyakit infeksi dan kurangnya makan

tambahan pada umumnya mempunyai hubungan dengan penyimpangan

pertumbuhan dan gizi seseorang.

Perubahan Nutrisi: Kurang dari Kebutuhan Tubuh: kondisi ini dialami

oleh individu yang tidak mengalami puasa atau beresiko mengalami

penurunan berat badan yang berhubungan dengan tidak cukupnya masukan

untuk kebutuhan nutrisi metabolisme atau metabolisme.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh memiliki batasan

karakteristik meliputi:
1. Tanda Mayor

Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal.

2. Tanda Minor

Seseorang mengeluh cepat kenyang dan merasakan kram pada

abdomennya dan nafsu makannya menurun, sedangkan data yang

didapat dari pemeriksaan bising usus hiperaktif, otot pengunyah lemah,

otot menelan lemah, membran mukosa pucat, sariawan, serum albumin

menurun, rambut rontok berlebihan, dan mengalami diare.

3.3 Partisipan

Partisipan pada asuhan keperawatan keluarga ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada pasien Tuberculosis Paru ini

di pilih dengan menggunakan metode purposive, metode purposive

adalah metode pemilihan partisipan dalam suatu study kasus dimana

partisipan yang diambil dapat memberikan informasi yang berharga

bagi study kasus (Sunaryo, 2013)

Partispan merupakan subjek penelitian yang akan di lakukan

pengkajian. Partisipan pada penelitian ini terdiri dari:

1. Keluarga dengan anggota yang menderita TB paru yang sedang

menjalani pengobatan OAT selama 6 bulan.

2. Usia produktif di puskesmas Dlanggu mojokerto dengan jenis

kelamin sama.

3. Termasuk dalam keluarga tahap 5


3.4 Lokasi dan waktu penelitian

Lokasi pengambilan data untuk penelitian pada asuhan

keperawatan keluarga ketidakseimbangan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh pada pasien Tuberculosis Paru berada di puskesmas

Dlanggu mojokerto, kedua partisipan keluarga berada di wilayah

kecamatan Dlanggu kabupaten mojokerto. Waktu penelitian atau

pengolahan data untuk` dijadikan asuhan keperawatan dilakukan pada

november 2019.

3.5 Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam

pengumpula data sebagai berikut:

3.5.1 Pengkajian

Dilaukan melalui wawancara keluarga atau klien yang berisi

tentang identitas klien, keluhan utama, riwayat kesehatan

keluarga, riwayat psikososial adan fungsi keluarga.

3.5.2 Observasi dan pemeriksaan fisik

Data yang didapat dari hasil pemeriksaan fisik menggunakan

metode ABCD yang terdiri dari (Antropomeri, Biokimia,

Clinical, Diet) :

1) A (antropometri)

a) Megukur berat badan

b) Tinggi badan
c) Mengukur berat badan ideal

d) Lingkar pergelangan tangan

e) Lingkar lengan atas

f) Lipatan kulit pada otot trisep

2) B (biokimia)

a) Albumin

b) Transferin

c) Hb

d) Protein pengikat retinol

e) Ukur keluaran nitrogen melalui analiolisis laboratorium

24 jam ure nitrogen urinari (UUN)

3) C (Clinical)

a) Keadaan fisik: apatis, lesu

b) Berat badan: obesitas, kurus (underwight)

c) Otot: lemah, tidak mampu bekerja, tonus otot kurang

d) Fungsi gastrointestial : anoriksia, kontipasi, diare

e) Rambut : kusam, kering, pecah/patah

f) Kulit : kering, pucat, lemak disubkutan tidak ada

g) Bibir : kering, pecah-pecah, stomatitis, membran mukosa

pucat.

h) Gusi : perdarahan, peradanagan

i) Lidah : edema, hiperemisis

j) Gigi : karies, kotor


k) Mata : konjungtiva pucat

l) Kuku : mudah patah

4) D (Diet)

a) Anggaran makan, makanan kesukaaan,waktu makan

b) Apakah ada diet dilakukan secara khusus

c) Adakah penurunan dan peningkatan berat badan dan

berapa ama periode waktunnya.

d) Adakah toleransi makanan dan minuman tertentu

3.5.3 Studi dokumentasi dan angket

Hasil dari pemeriksaa diagnostik dan yang lain yang relevan

3.6 Uji keabsahan data

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data informasi

yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validasi tinggi.

Disamping integritas peneliti karena peneliti menjadi instrument

utama, uji keabsahan data dilakukan dengan:

Apabila belum mencapai validasi data yang di inginkan maka waktu

untuk mendapatkan data study kasusakan diperpanjang.

Metode yang dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan

menganalisis data dengan memanfaatkan pihak lain untuk memperjelas

data memanfaatkan pihak lain untuk memperjelas data atau informasi

yang telah di peroleh dari responden, adapun pihak lain dalam study

kasus ini yaitu keluarga pasien yang pernah menderita penyakit yang
sama dengan klien dan perawat yang pernah mengatasi masalah yang

sama dengan klien.

3.7 Analisa data

Analisa Data Pada studi kasus ini dengan kasus ketidakseimbangan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada pasien tuberculosis paru

Analisa data studi kasus ini dilakukan sejak peneliti dilapangan,

sewaktu pengumpulan data dengan semua data terkumpul. Analisa data

dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya

membandingkan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam

bentuk opini dan pembahasan. Teknik analisa data yang digunakan

dalam study kasus ini diperoleh dari hasil interpretasi wawancara

mendalam yang dilakukan untuk Tanya jawab rumusan masalah.

Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan

studi dokumentasi vang menghasilkan data untuk selanjutnya

diinterpretasikan dan dibandingkan dengan teori yang ada sebagai

bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi. Urutan dalam

analisis adalah:

1) Pengumpulan data

Pada studi kasus ini dengan kasus ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh pada pasien tuberculosis paru peneliti

melakukan pengumpulan data dari hasil WOD (wawancara,

observasi, dan dokumentasi). Hasil ditulis dalam bentuk catatan


lapangan, kemudian disalin dalam bentuk transkrip ( catatan

terstruktur).

2) Mereduksi data

Data hasil wawancara dan observasi pada studi kasus ini dengan

kasus ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

pada pasien tuberculosis paru yang terkumpul dalam bentuk

catatan lapangan di ubah menjadi dalam bentuk trankrip dan

dikelompokkan menjadi data subyektif dan obyektif sehingga data

yang terkumpul dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan

diagnostic kemudian dibandingkan dengan nilai normal.

3) Penyajian data

Penyajian yang di lakukan pada hasil penelitian studi kasus

dengan kasus ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh pada pasien tuberculosis paru dilakukan dengan tabel,

gambaran, maupun teks naratif, kerahasiaan klien di jamin dengan

Jaran mengaburkan identitas klien, dari data yang disajikan

kemudian data dibandingkan dengan hasil penelitian terdahulu dan

secara teoritis dengan perilaku kesehatan.

4) Simpulan

Dari data yang disajikan, kemudian dibahas dan dibandingkan

dengan hasil penelitian study kasus secara teoritis dar data

pengkajian, diagnosis, perencanaan, tindakan dan evaluasi.


3.8 Etika penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menekankan masalah

etika dalam penelitian, etika yang harus diperhatikan adalah

sebagai berikut:

1) Informed consent (lembar persetujuan)

Lembar persetujuan merupakan cara persetujuan antara

peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan

lembar persetujuan, selhingga responden dapat memutuskan

apakah bersedia atau tidak diikutkan dengan penelitian.

2) Anonimity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti

tidak perlu memberikan nama responden pada lembar

kuesioner dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data. Lembar tersebut diberi inisial berupa Tn.

R dan Tn. B.

3) Confidentiality (kerahasiaan)

Untuk menjamin kerahasiaan dari hasil penelitian baik

informasi maupun masalah-masalah lainya. Semua informasi

yang telah di kumpulkan di jamin kerahasiaanya oleh peneliti.

Hanya data tertentu yang akan di laporkan pada hasil riset.


DAFTAR PUSTAKA

Ariyani hidayati, Zahri darni. (2018). Penerapan pendidikan kesehatan perawatan


TB Paru. JIKO (Jurnal Ilmiah Keperawatan Orthopedi) Vol.2 No.2, 10-25.

Elsa puspita, Erwin christianto, Indra yovi. (2016). GAMBARAN STATUS GIZI
PADA PASIEN TUBERCULOSIS PARU (TB PARU) YANG
MENJALANI RAWAT JALAN DI RSUD ARIFIN ACHMAD
PEKANBARU. JOM FK VOLUME 3 No 2, 1-16.

Fara ea salsabila, Hendarsyah suryadinata, Insi farisa desy arya. (2016). gambaran
status nutrisi pada pasien tuberkulosis di rumah sakit umum pusat hasan
saikin bandung. JSK, Volume 2 Nomor 2, 1-6.

Feby patiung, M. C. P.Wogker, Veny mandang. (2014). HUBUNGAN STATUS


GIZI DENGAN CD4 PADA PASIEN TB PARU. Jurnal e-CliniC (eCl),
Volume 2, Nomor , 1-7.

Marlina indah. (2018). INFODATIN, pusat data dan informasi kementrian


kesehatan RI Tuberculosis. Jakarta Seatan.

Riskesdas. (2018). Hasil utama riskesdas 2018.

World Health Organization. (2018). Global tuberculosis report.

Ani intiyati, A. m. (2012). Hubungan status gizi dengan kesembuhan penderita


TB parudi poli paru di rumah sakitdaerah sidorejo . THE INDONESIAN
JOURNAL OF HEALTH SCIENCE, Vol.3 , No. 1, , 1-15.

Dr.Halim Danusantoso, S. F. (2018). Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Elsa Puspita, E. C. (2016). gambaran status gizi pada pasien tuberculosis paru (tb
paru) yang menjalani rawat jalan di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru.
JOM FK Volume 3 No. 2, 1-16.

Feby Patiung, M. C. (2014). Hubungan status gizi dengan CD4 pada pasien TB
paru. Jurnal e-Clinic (eCl), Volume 2, Nomor 2, 2-7.

Kemenkes. (2018). Tuberkulosis. InfoDatin, 2.

Nanda. (2015). Nic Noc. Jogjakarta: MediACTION.


Nur lailatul masruroh, a. d. (2019). Upaya pasien dan keluarga penderita TB paru
dalam mempertahankan status gizi : studi kualitatif. JURNAL
KEERAWATAN KOMPREHENSIF, Volume 5 No 2, 1-15.

Rahmi novita yusuf, N. (n.d.). Hubungan status gizi dengan kejadian TB paru.
JURNAL KESEHATAN SAINTIKA MEDITORY, Volume 1 Nomor 1, 1-11.

Setiadi. (2008). Konsep & Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Graha


Ilmu.

Sudiharto, S. M. (2007). Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan


Keperawatan Transkultur. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wahid, S. &. (2013). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Respirasi.


Jakarta: Trans Info Media.

Widyanto, F. (2014). Keperawatan Komunitas dengan Pendekatan Praktis.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Yuliyanto, B. (2018). Asuhan Keperawatan Tuberculosis paru pada Tn.D dan


Tn.S dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
di Ruang Melati RSUD dr.Haryanto Lumajang. Digital Responsitory
Universitas Jember, 1-2.

Sunaryo. (2013). Psikologi untuk keperawatan. Jakarta: EGC.


Lampiran 1
Lampiran 2

Surat balasan studi pendahuluan


Lampiran 3

FORMAT PENGKAJIAN

ASUHAN KEPERAWATAN KELURGA

Nama Mahasiswa :

Tanggal Pengkajian :

Jam :

IDENTITAS UMUM

Identitas Kepala Keluarga:

Nama : Pendidikan :

Umur : Pekerjaan :

Agama : Alamat :

Suku : No. Telp :

Komposisi Keluarga:

No Nama L/P Hub. Umur Pend. Imunisasi KB


Kel

1.
2.

3.

5.

6.

7.

Genogram

Tipe Keluarga

Jenis tipe keluarga:

……………………………………………………………………………................

Masalah yang terjadi dengan tipe tersebut:

……………………………………………………………………………................

Suku bangsa (etnis)

Latar belakang etnis keluarga atau anggota keluarga:

……………………………………………………………………………................
Tempat tinggal keluarga (bagian dari sebuah lingkungan yang sera etnis bersifat

homogen). Uraikan:

…………………………………………………………............................................

Kegiatan-kegiatan keagamaan, social, budaya, rekreasi, pendidikan (apakah

kegiatan-kegiatan ini berada dalam kelompok kultur/budaya keluarga):

……………………………………………………………………………................

Kebiasaan-kebiasaan diet dan berbusana (tradisional atau modern):

……………………………………………………………………………................

Struktur kekuasaan keluarga tradisional atau modern:

……………………………………………………………………………................

Bahasa yang digunakan di rumah:

……………………………………………………………………………...............

Penggunaan jasa-jasa perawatan kesehatan keluarga dan praktis. (apakah keluarga

mengunjungi pelayanan praktis, terlibat dalam praktik-prakik pelayanan kesehatan

tradisional, atau memiliki kepercayaan tradisional asli dalam bidang kesehatan):

……………………………………………………………………………................

Agama dan kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan:

Apakah anggota keluarga berbeda dalam praktik keyakinan beragamaan mereka:


……………………………………………………………………………................

Seberapa aktif keluarga tersebut terlibat dalam kegiatan agama atau organisasi

keagamaan:

……………………………………………………………………………................

Agama yang dianut oleh keluarga:

……………………………………………………………………………................

Kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai keagmaan yang dianut dalam kehidupan

keluarga terutama dalam hal kesehatan:

……………………………………………………………………………...............

Status sosial ekonomi keluarga:

…………………………………………………………………………………........

Aktivitas rekreasi keluarga:

…………………………………………………………………………………........

RIWAYAT DAN TAHAP PERKEMBANGAN KELUARGA

Tahap perkembangan keluarga saat ini:

……………………………………………………………………………................

Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi:

……………………………………………………………………………................
RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA INTI

Riwayat keluarga sebelumnya:

……………………………………………………………………………...............

Riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga:

No. Nama Umur BB Keadaan Imunisasi Masalah Tindakan


Kesehatan
(BCG/polio/ kesehatan Yang
telah
DPT/HB/ dilakukan
Campak

Sumber pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan:

……………………………………………………………………………................

PENGKAJIAN LINGKUNGAN

Karakteristik rumah :
Gambaran tipe tempat tinggal:

……………………………………………………………………………................

Denah rumah

Gambaran kondisi rumah :

……………………………………………………………………………................

Dapur:

……………………………………………………………………………................

Kamar mandi:

……………………………………………………………………………................

Mengkaji pengaturan tidur di dalam rumah:

……………………………………………………………………………................

Mengkaji keadaan umum keberishan dan sanitasi rumah:

……………………………………………………………………………................

Mengkaji perasaan-perasaan subjektif keluarga terhadap rumah:

……………………………………………………………………………...............
Evaluasi adekuasi pembuangan sampah :

……………………………………………………………………………................

Pengaturan/pentaan rumah:

Karakteristik tetangga dan komunitas RW:

……………………………………………………………………………................

Mobilitas geografis keluarga:

……………………………………………………………………………................

Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat:

……………………………………………………………………………................

System pendukung lapangan:

……………………………………………………………………………................

STRUKTUR KELUARGA

Pola komunikasi keluarga:

……………………………………………………………………………................

Struktur kekuatan keluarga:

……………………………………………………………………………................
Struktur peran:

……………………………………………………………………………................

Nilai atau norma keluarga:

……………………………………………………………………………................

FUNGSI KELUARGA

Fungsi afektif:

……………………………………………………………………………................

Fungsi social:

……………………………………………………………………………................

Fungsi perawatan kesehatan:

……………………………………………………………………………................

Fungsi reproduksi:

……………………………………………………………………………................

Fungsi ekonomi:

……………………………………………………………………………................
STRESS DAN KOPING KELUARGA

Stresor jangka pendek dan panjang:

……………………………………………………………………………................

Kemampuan keluarga bersepon terhadap situasi/stressor:

……………………………………………………………………………................

Strategi koping yang di gunakan:

……………………………………………………………………………................

PEMERIKSAAN FISIK

Identitas

Nama :

Umur : L/P

Pendidikan :

Pekerjaan :

Keluhan/riwayat penyakit saat ini:

……………………………………………………………………………................

Riwayat penyakit sebelumnya:

……………………………………………………………………………...............
Tanda-tanda vital:

……………………………………………………………………………................

System cardiovaskuler:

……………………………………………………………………………................

System respirasi:

……………………………………………………………………………................

System gastrointestinal (GI Tract):

……………………………………………………………………………................

System persyarafan:

……………………………………………………………………………................

System muskuloskeletal:

……………………………………………………………………………...............

System genitalia:

……………………………………………………………………………................

HARAPAN KELUARGA

Terhadap masalah kesehatannya:

……………………………………………………………………………...............
Terhadap petugas kesehatan yang ada:

…………………………………………………………………………….................

ANALISA DATA

No. Data Penyebab Masalah

1. Ds.

Do.

2. Ds.

Do.

PRIORITAS MASALAH

Diagnosa: ……………………………………………………………………...........
S B
k o
No. Kriteria a b Skoring Pembenaran

l o
a t

1. Sifat masalah

Tidak / kurang sehat

Ancaman kesehatan

Keadaan sejahtera

2 Kemungkinan masalah
dapat diubah

Mudah

Sebagian

Tidak dapat

3 Potensi masalah untuk


dicegah

Tinggi

Cukup

Rendah

4 Menonjolnya masalah

Masalah berat tetapi


tidak ditangani

Ada masalah tetapi


tidak perlu di tangani

Masalah tidak
dirasakan

Diagnosa Keperawatan berdasarkan prioritas:

……………………………………………………………………………...............

……………………………………………………………………………................

……………………………………………………………………………................

RENCANA KEPERAWATAN

No. Diagnosa Tujuan Tujuan Kriteria Standar Intervensi

Umum Khusus
TINDAKAN & EVALUASI

No. Tgl. Tindakan TTD Tgl. Catatan TT


Perawat perkembangan
dx Jam Jam Perawat

S.

O.

A.

P.
Lampiran 4

OBSERVASI PENDERITA TUBERCULOSIS PARU DENGAN

KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN

TUBUH

Observasi Hari Hari Hari Hari Hari Hari Hari


ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6 ke-7
Data mayor:
Subyektif :
(tidak tersedia)

Obyektif:
Berat badan menurun minimal
10% di bawah rentang ideal

Data Minor:
Subyektif:
Cepat kenyang seelah makan
Kram atau nyeri abdomen
Nafsu makan menurun

Obyektif:
Bising usu hiperaktif
Otot pengunyah lemah
Otot penelan lemah
Membran mukosa pucat
Sariawan
Serum albumin menurun
Rambut rontok berlebihan
Diare
Instrument yang dilakukan
1. Jelaskan pada keluarga
tentang cara-cara
melakukan perawatan
pada penderita nutrisi,
perubahan: kurang dari
kebutuhan.
2. Jelaskan tentang
makanan untuk penderita
nutrisi, perubahan :
kurang dari kebtuhan.
3. Berikan penyuluhan diet
tentang TKTP kepada
keluaraga.
4. Demonstrasikan kepada
keluarga cara
menyiapkan menu yang
sehat dan bersih sehari
sesuai diet TKTP
5. Berikan penjelasan
kepada keluarga cara
mengatasi mual
6. Anjurkan kepada
keluaraga untuk
memberikan makanan
sedikit tapi sering.
Lampiran 5

Lembar konsultasi

Anda mungkin juga menyukai