Anda di halaman 1dari 71

TUGAS METODE PENELITIAN

PENGETAHUAN IBU NIFAS TENTANG PERAWATAN LUKA PERINEUM


DI PUSKESMAS POASIA KOTA KENDARI
SULAWESI TENGGARA
TAHUN 2017

Dosen Pengampu : Rusmilawaty, SKM., MPH

KARYA TULIS ILMIAH

Dsusun Oleh :
1. Ema Hernita (P07124217139)
2. Febry Marantika (P07124216146)
3. Inayaturrahmi (P07124217145)
4. Mardiah (P07124217147)
5. Novianty (P07124217155)
6. Siti Marowiah (P07124217165)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
SEMESTER VI
ABSTRAK

Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Perawatan Luka Perineum Di


Puskesmas Poasia Kota Kendari Sulawesi Tenggara Tahun 2017.
1 2 2
Fitriani , Sitti Aisa , Feryani

Latar Belakang: Dengan melakukan perawatan luka perineum dapat


mencegah terjadinya infeksi di daerah vulva, perineum, maupun didalam
uterus.
Tujuan Penelitian: Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk menge
pengetahuan ibu nifas tentang perawatan luka perineum.
Metode penelitian: jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan
sampel berjumlah 36 responden.
Hasil penelitian: Hasil penelitian menunjukkan bahwa 36 responden, ibu
nifas yang berpengetahuan kategori cukup terbanyak yaitu berjumlah 18
responden (50%). Pengetahuan berdasarkan umur kategori baik dan cukup
terbanyak yaitu pada umur 20-35 tahun yaitu masing-masing sebanyak
44,83% dan 51,72%. Pengetahuan berdasarkan pendidikan kategori baik dan
cukup terbanyak yaitu pada pendidikan SMA masing-masing sebanyak
42,9% dan 57,1%. Pengetahuan berdasarkan sumber informasi kategori baik
terbanyak adalah tertulis yaitu sebanyak 43,8%.
Kesimpulan : Pengetahuan berdasarkan umur kategori baik dan cukup
adalah pada umur 20-35 tahun. Pengetahuan berdasarkan pendidikan
kategori baik dan cukup adalah pada pendidikan SMA. Pengetahuan
berdasarkan sumber informasi kategori baik adalah Nakes.

Kata kunci: Pengetahuan, Ibu Nifas, Perawatan Luka Perineum


Daftar pustaka : 20 literatur

1. Mahasiswa Poltekkes Kendari Jurusan Kebidanan.


2. Dosen Poltekkes Kendari Jurusan Kebidanan.

i
DAFTAR ISI

ABSTRAK..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................iv
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan masalah............................................................................................3
C. Tujuan penelitian.................................................................................................3
D. Manfaat penelitian..............................................................................................4
E. Keaslian penelitian............................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah pustaka...................................................................................................6
B. Landasan teori.....................................................................................................35
C. Kerangka konsep................................................................................................36
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis penelitian...................................................................................................37
B. Tempat dan waktu penelitian.......................................................................37
C. Populasi dan sampel.........................................................................................37
D. Defenisi operasional dan Kriteria Objektif..............................................38
E. Jenis dan sumber data....................................................................................40
F. Pengolahan dan penyajian Data...............................................................40

ii
G. Analisis Data.........................................................................................................42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN.........................................................................................43
B. PEMBAHASAN...................................................................................................50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN.....................................................................................................54
B. SARAN....................................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Perubahan Tinggi Dan Berat Uterus

Masa Nifas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

15 Tabel 2.2 Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Perawatan

Luka Perineum Di Ruang Bersalin Puskesmas

Poasia Kota Kendari Tahun 2017 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

45 Tabel 2.3 Distribusi Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Perawatan

Luka Perineum Berdasarkan Umur Di Ruang Bersalin

Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2017 . . . . . . . . . . . . 45

Tabel 2.4 Distribusi Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Perawatan

Luka Perineum Berdasarkan Pendidikan Di Ruang

Bersalin Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2017 . . . . . 46

Tabel 2.5 Distribusi Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Perawatan

Luka Perineum Berdasarkan Sumber Informasi

Di Ruang Bersalin Puskesmas Poasia Kota

Kendari Tahun 2017 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . 47

iv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Kuesioner

2. Master Tabel Penelitian

3. Surat Izin Penelitian dari Politeknik Kesehatan Kendari

4. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Puskesmas

PoasiaKota Kendari

v
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada pasca persalinan dapat terjadi masalah kesehatan

diantarannya infeksi yang dapat menyebabkan kematian. Faktor

penyebab terjadinya infeksi nifas bisa berasal dari perlukaan jalan lahir

yang merupakan faktor yang baik untuk perkembangannya kuman. Hal ini

disebabkan daya tahan tubuh yang rendah setelah melahirkan perawatan

yang kurang baik dan kebersihan yang kurang terjaga.

Pengetahuan ibu nifas tentang perawatan luka perineum yang

kurang baik seperti tidak mencuci luka perineum dengan air sabun, tidak

mengeringkan genitalia setelah BAK dan BAB dan tidak melakukan cebok

dari depan ke belakang akan menyebabkan infeksi perineum.

Pengetahuan rendah atau kurang kemungkinan terjadi infeksi akan lebih

besar karena kesalahan dalam perawatan luka perineum (Manuaba,

2009).

Bertambahnya umur seseorang biasanya diiringi dengan berbagai

macam pengalaman hidup, semakin cukup umur, tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja,

sehingga psikologis seseorang lebih matang dalam menghadapi suatu

proses atau masalah yang dihadapi (Prawirohardjo, 2010).

1
2

Semakin tinggi paritas ibu akan mempengaruhi pengetahuan ibu

yang semakin tinggi pula karena terbentuk oleh pengalaman yang di alami

oleh ibu tersebut berdasarkan kelahiran-kelahiran sebelumnya.

Sedangkan dalam pendidikan hidup manusia akan lebih berkualitas, jika

wanita berpendidikan mereka akan membuat keputusan yang benar

dalam memperhatikan kesehatannya (Notoatmodjo, 2010).

Angka kematian ibu (AKI) 99% terjadi di Negara berkembang, pada

tahun 2013 adalah 230 per 100.000 kelahiran hidup dibanding 16 per

100.000 kelahiran hidup di Negara-negara maju. Ibu meninggal akibat

komplikasi selama kehamilan dan setelah kehamilan. Lebih dari 60.000

kematian ibu di 115 negara menunjukan ibu hamil sudah memiliki riwayat

kesehatan yang buruk (seperti diabetes, malaria, HIV,obesitas) yang

menyebabkan 28% dari kematian. Penyebab lain meliputi perdarahan

parah 27%, tekanan darah tinggi 14%, infeksi luka perineum 11%,

melahirkan dan penyebab langsung lainnya 9%, komplikasi aborsi 8% dan

pembekuan darah (emboli) 3% (World Health Organization (WHO), 2014).

Laporan Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun

2012, AKI sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2014).

Angka tersebut di Negara-negara maju salah satunya disebabkan karena

infeksi dengan proporsi 20-30%, dan kasus ini 25-55% disebabkan oleh

infeksi jalan lahir, yang disebabkan beberapa faktor diantaranya mobilisasi

dini, vulva hygiene, vaskulerisasi, stressor, dan juga nutrisi.


3

Dan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) awal pada bulan

September 2007 terhadap 10 orang ibu nifas, didapatkan data 6 orang

atau 60% melakukan vulva hygiene dengan benar dan 4 orang atau 40%

melakukan vulva hygiene kurang benar, hal tersebut sebagai parameter

bahwa infeksi masa nifas di Indonesia masih tinggi.

Data dari puskesmas Poasia tahun 2015 yaitu 535 ibu nifas yang di

rawat, dari jumlah ibu yang di rawat tersebut sekitar 85 orang ibu yang

mengalami ruptur yang kurang mengetahui perawatan luka perineum

yang benar dan pada tahun 2016 dari jumlah 356 ibu nifas yang kurang

mengetahui perawatan luka perineum yaitu 36 orang. (Laporan

Puskesmas Poasia tahun 2016).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari

penilitian ini adalah “Bagaimana Pengetahuan Ibu Nifas tentang

Perawatan Luka Perineum di Puskesmas Poasia tahun 2017?”.

C. Tujuan Penilitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan ibu

nifas tentang perawatan luka perineum di Puskesmas Poasia.


4

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi pengetahuan ibu nifas tentang perawatan

luka perineum berdasarkan umur ibu di Puskesmas Poasia tahun

2017.

b. Untuk mengidentifikasi pengetahuan ibu nifas tentang perawatan

luka perineum berdasarkan pendidikan ibu di Puskesmas Poasia

tahun 2017.

c. Untuk mengidentifikasi pengetahuan ibu nifas tentang perawatan

luka perineum berdasarkan paritas ibu di Puskesmas Poasia tahun

2017.

D. Manfaat penelitian

1. Bagi ilmu pengetahuan

Menambah informasi dan wawasan mengenai pengetahuan ibu nifas

tentang perawatan luka perineum untuk peneliti selanjutnya.

2. Bagi peneliti

Mengaplikasikan teori dari perkuliahan, dan meningkatkan wawasan

mengenai pengetahuan ibu nifas tentang perawatan luka perineum.

3. Bagi institusi

Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi

Poltekkes Kemenkes Kendari Jurusan Kebidanan, serta dapat

memperkaya khasanah ilmu dan dapat dijadikan referensi bagi peneliti

berikutnya.
5

E. Keaslian Penelitian

1. Dari studi perpustakaan yang dilakukan ditemukan bahwa judul yang

akan di teliti ini sama dengan yang telah di teliti oleh RIRIN YULIANA.

Yang membedakan antara penelitian yang akan dilakukan dengan

penelitian yang sebelumnya adalah variable, waktu, dan tempat yang

akan dilakukan penelitian, dimana peneliti yang sebelumnya meneliti

pada tahun 2013 di Rumah Sakit Bersalin Fitri Candra Wonogiri,

sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan pada tahun 2017 di

Puskesmas Poasia Kota Kendari.

2. Dari studi perpustakaan yang dilakukan ditemukan bahwa judul yang

akan di teliti ini hampir sama dengan yang telah di teliti oleh SALVINA

MUSAIDIN. Yang membedakan antara penelitian yang akan dilakukan

dengan penelitian yang sebelumnya adalah judul, variable, waktu, dan

tempat yang akan dilakukan penelitian, dimana peneliti yang

sebelumnya meneliti Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Perawatan Diri

pada tahun 2014 di Ruang Nifas puakesmas Poasia Kota Kendari,

sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan yaitu Pengetahuan

Ibu Nifas Tentang Perawatan Luka Perineum pada tahun 2017 di

Puskesmas Poasia Kota Kendari.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaa Pustaka

1. Tinjauan Tentang Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil “tahu” penginderaan

manusia terhadap suatu obyek tertentu. Proses penginderaan

terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, perasa, dan peraba melalui kulit.

Pengetahuan atau kognitif merupakan dominan yang sangat

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior)

(Notoatmodjo, 2010).

b. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), ada 6 tingkat pengetahuan yaitu :

1) Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini

adalah mengingat kembali (recall) suatu yang pesifik dari

seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Oleh sebab itu merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah.

6
7

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan

dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar.

3) Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi real (sebenarnya).

4) Analisis (Analysis)

Analisis diartikan suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek kedalam kompenen-komponen, tetapi

masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya

satu sama lain.

5) Sintesis (Synthesis)

Sintesis menujuk kepada suatu kemampuan untuk

menentukan atau menghubungkan bagian-bagian didalam

suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6) Evaluasi (Evaluation

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian suatu materi atau objek.

Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.


8

c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Pengetahuan

seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

1. Pendidikan

Merupakan upaya untuk memberikan pengetahuan

sehingga terjadi perubahan (Notoatmodjo, 2007).

2. Pengalaman

Suatu yang pernah dialami seseorang akan menambah

pengetahuan tentang suatu yang bersifat nonformal

(Notoatmodjo, 2010).

3. Informasi

Orang yang memiliki sumber informasi yang lebih banyak

akan memiliki pengetahuan yang lebih luas pula. Salah satu

sumber informasi yang berperan penting bagi pengetahuan

adalah media masa (Notoatmodjo, 2007)

4. Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi

perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental).

Pertumbuhan pada fisik terjadi akibat pematangan fungsi organ.

Pada aspek psikologis atau mental taraf berfikir seseorang

semakin matang dan dewasa (Mubarak, 2007).


9

5. Lingkungan budaya

Dalam hal ini faktor keturunan dan bagaimana orang tua

mendidik sejak kecil mendasari pengetahuan yang dimiliki oleh

remaja dalam berfikir selama jenjang hidupnya (Notoatmodjo,

2007).

6. Tingkat sosial ekonomi

Tingkat sosial ekonomi yang rendah menyebabkan

keterbatasan biaya untuk menempuh pendidikan, sehingga

pengetahuan pun rendah (Notoatmodjo, 2007).

d. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2010), ada beberapa cara untuk

memperoleh pengetahuan, yaitu :

1. Cara coba-salah (trial and error)

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan

kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila

kemungkinan tersebut tidaj berhasil, dicoba kemungkinan yang

lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka dicoba

dengan kemungkinan ketiga, dan apabila kemungkinan ketiga

gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai

masalah tersebut dapat dipecahkan. Itulah sebabnya maka cara

ini disebut trial(coba) and error (gagal atau salah) atau metode

salah coba-coba.
10

2. Secara kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena

tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan.

3. Cara kekuasaan atau otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali

kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh

orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut

baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya diwariskan

turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya, dengan

kata lain pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan pada

otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah,

otoritas pemimpin agama, maupun ahli-ahli pengetahuan.

Prinsip ini adalah orang lain menerima pendapat yang

ditemukan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa terlebih

dahulu menguji atau membuktikan kebenarannya, baik

berdasarkan fakta empirisis ataupun berdasarkan penalaran

sendiri

4. Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengelaman adalah guru yang baik, demikian bunyii

pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengelaman

itu merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu

merupakan suatu cara untuk memperoleh pengetahuan.


11

5. Cara akal sehat

Akal sehat atau common sense kadang-kadang dapat

menemukan teori atau kebenaran. Sebelum ilmu pendidikan ini

berkembang, para orang tua zaman dahulu agar anaknya mau

menuruti nasehat orang tuanya atau agar anak disiplin

menggunakan cara hukuman fisik bila anaknya berbuat salah,

misalnya di jewer telinganya atau dicubit. Ternyata cara

menghukum anak ini sampai sekarang berkembang menjadi

teori kebenaran bahwa hukuman merupakan metode untuk

mendidik anak.

6. Kebenaran melalui wahyu

Ajaran dan agama adalah suatu kebenaran yang

diwahyukan dari Tuhan melalui Nabi. Kebenaran ini harus

diterima dan diterima oleh pengikut-pengikut agama yang

bersangkutan.

7. Kebenaran secara intuitif

Kebenaran secara intuitif diperoleh manusia secara

cepat sekali melalui proses diluar kesadaran dan tanpa melalui

proses penalaran atau berfikir. Kebenaran yang diperoleh

melalui intuitif sukar dipercaya karena kebenaran ini tidak

menggunakan cara-cara yang rasional dan yang sistematis.


12

8. Melalui jalan pikiran

Sejalan dengan perkembangan umat manusia, cara

berpikir manusia ikut berkembang. Dari sini manusia telah

mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh

pengetahuannya.

Dengan kata lain, dalam memperoleh kebenaran

pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya,

baik melalui induksi maupun deduksi.

9. Induksi

Induksi adalah proses penarikan kesimpulan dimulai dari

pernyataan-pernyataan khusus ke pertanyaan yang bersifat

umum. Hal ini berarti dalam berfikir induksi pembuatan

kesimpulan tersebut berdasarkan pengalaman empiris yang

ditangkap oleh indra. Bahwa induksi beranjak dari hal konkret

ke hal abstrak.

10. Deduksi

Deduksi adalah pembuatan kesimpulan dari pernyataan

umum ke khusus. Silogisme yaitu suatu bentuk deduksi yang

memungkinkan seseorang untuk dapat mencapai kesimpulan

yang lebih baik.


13

2. Tinjauan Tentang Masa Nifas

a. Pengertian Masa Nifas

1) Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah plasenta lahir

dan berakhir ketika alat–alat kandungan kembali seperti

keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira–

kira 6 minggu.

(Saleha, 2009).

2) Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari

persalinan selesai sampai alat – alat kandungan kembali seperti

pra-hamil. Lama masa nifas ini 6–8 minggu.

(Ambarwati, 2010).

b. Tujuan Asuhan Masa Nifas

Menurut Marmi (2012), tujuan dari pemberian asuhan pada

masa nifas untuk:

1) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun

psikologis.

2) Melakukan skrinning secara komprehensif, deteksi dini

mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu

maupun bayi.

3) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan

kesehatan diri, nutrisi, KB, cara dan manfaat menyusui,

pemberian imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari.

4) Memberikan pelayanan keluarga berencana


14

5) Mendapatkan kesehatan emosi.

c. Periode Masa Nifas

1) Puerperium dini yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan

berdiri dan berjalan-jalan. Dalam agama islam dianggap telah

bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.

2) Puerperium intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat

genetalia yang lamanya 6-8 minggu.

3) Remote puerperium yaitu waktu yang derlukan pulih dan sehat

sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan

mempunyai komplikasi.

d. Perubahan Fisiologis pada Ibu Nifas

1. Tanda-Tanda Vital

a. Suhu badan
O
Suhu badan pada 24 jam post partum akan naik 37,5 C-
O
38 C sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan,
kehilangan cairan dan kelelahan, apabila keadaan normal
suhu badan akan biasa lagi.

b. Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit.

Sehabis melahirkan biasanya nadi akan lebih cepat. Setiap

denyut nadi yang melebihi 100 kali permenit adalah


15

abnormal hal ini mungkin disebabkan oleh infeksi atau

perdarahan post partum yang tertunda.

c. Tekanan darah

Tekanan darah akan rendah setelah ibu melahirkan karena

ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada post partum

dapat menandakan terjadinya pereeklamsi post partum.

d. Pernafasan

Pernafasan normal orang dewasa adalah 16-24 kali

permenit. Pada ibu post partum biasanya pernafasan lambat

atau normal karena ibu dalam keadaan istirahat.

(Wulandari, 2010).

2. Sistem Reproduksi

Involusio uterus atau pengerutan uterus merupakan

suatu proses dimana uterus kembali ke kondisi sebelum hamil

dengan berat berkisar 60 gram (Wulandari, 2010)

a. Perubahan tinggi dan berat uterus

Table 2.1. perubahan tinggi dan berat uterus masa nifas


Involusi Uteri Tinggi Fundus Berat Diameter

Uteri Uterus Uterus

Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 12,5 cm

gr

7 hari (minggu Pertengahan 500 gr 7,5 cm


16

1) pusat dan

simpisis

14 hari (minggu Tidak teraba 350 gr 5 cm

2)

6 minggu Normal 60 gr 2,5 cm

Sumber : (Marmi. 2012)

b. Bekas implantasi plasenta

Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung

banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh

trombus. Luka bekas implantasi plasenta tidak

meninggalkan parut karena dilepaskan dari dasarnya

dengan pertumbuhan endometrium baru dibawah

permukaan luka. Endometrium ini tumbuh dari pinggir luka

dan juga sisa-sisa kelenjar pada dasar luka (Anggraini,

2010).

c. Perubahan pada servik

Servik mengalami involusi bersama-sama uterus.

Perubahan yang terdapat pada servik post partum adalah

bentuk servik yang akan menyangga seperti corong. Bentuk

ini disebabkan oleh korpus uteri yang dapat mengadakan

kontraksi, sedangkan servik tidak berkontraksi sehingga


17

seolah-olah pada perbatasan antara korpus dan servik uteri

berbentuk semacam cincin (Marmi, 2012).

3. Lochea

Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas

dan mempunyai reaksi basa atau alkalis yang dapat membuat

organisme berkembang lebih cepat dari pada kondisi asam

yang ada pada vagina normal (Marmi, 2012). Jenis lochea

menurut Wulandari (2010), yaitu :

a. Lochea rubra/merah : lochea ini muncul pada hari 1 sampai

hari ke 4 masa post partum, cairan yang keluar berwarna

merah karena berisi darah segar, jaringan sisa-sisa

plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi)

dan mekonium.

b. Lochea sanguilenta : cairan yang keluar berwarna merah

kecoklatan dan berlendir. Berlangsung dari hari ke 4 sampai

hari ke 7 post partum.

c. Lochea serosa : lochea ini berwarna kuning kecoklatan

karena mengandung serum, leukosit dan robekan atau

laserasi plasenta. Muncul pada hari ke 7 sampai hari ke 14

post partum.

d. Lochea alba : mengandung leokosit, sel desidua, sel epitel,

selaput lendir servik dan serabut jaringan mati. Lochea alba

bisa berlangsung selama 2 sampai 6 minggu post partum.


18

4. Perubahan vagina dan perineum

a. Vagina

Pada minggu ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae

(lipatan-lipatan atau kerutan kerutan) kembali.

b. Perubahan pada perineum

Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur

karena sebelumnya teregang oleh tekanan kepala bayii yang

bergerak maju. Perubahan pada perineum pasca melahirkan

terjadi saat perineum mengalami robekan. Robekan jalan

lahir dapat terjadi secara spontan ataupun dilakukan

episiotomi dengan indikasi tertentu. Pada post natal hari ke

5, perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar

tonusnya sekalipun tetap lebuh kendur dari pada keadaan

sebelum melahirkan (Marmi, 2012).

5. Perubahan pada system pencernaan

Perubahan kadar hormon dan gerakan tubuh yang

kurang menyebabkan menurunnya fungsi usus, sehingga ibu

tidak merasa atau sulit BAB (buang air besar). Terkadang

muncul wasir atau ambein pada ibu setelah melahirkan

kemungkinan karena kesalahan cara mengedan saat bersalin

juga karena sembelit berkepanjangan sebelum dan setelah

melahirkan. Dengan memperbanyak asupan serat (buah-sayur)


19

dan senam nifas akan mengurangi dan menghilangkan keluhan

ambein ini (Anggraini, 2010).

6. Perubahan perkemihan

Setelah melahirkan kadar steroid menurun sehingga

menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal kembali

normal pada dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan.

Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12-

36 jam sesudah melahirkan (Marmi, 2012).

7. Perubahan pada sistem hematologi

Pada hari pertama post partum kadar fibrinogen dan

plasma akan sedikit menuruntetapi darah lebih mengental

dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan factor

pembekuan darah (Marmi, 2012).

e. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas

1. Nutrisi

Seorang ibu nifas memerlukan nutrisi yang bergizi dan

cukup kalori. Karena sangat penting dalam membantu

penyembuhan ibu dan produksi ASI, yaitu dengan :

a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.

b. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein,

mineral, dan vitamin yang cukup.

c. Minum sedikitnya 3 liter setiap hari dan dianjurkan ibu untuk

minum setiap kali menyusui.


20

d. Zat besi harus di minum untuk menambah zat gizi selama 40

hari pasca bersalin.

e. Minum vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan

vitamin A kepada bayinya melalui ASI-nya.

(Wulandari, 2010).

2. Mobilisasi

Merupakan suatu kebijakan untuk selekas mungkin

membimbing ibu keluar dari tempat tidur. Mobilisasi dilakukan

secara bertahap dimulai dengan gerakan miring kekanan dan

kekiri, pada hari kedua ibu dapat melakukan duduk, hari ketiga

ibu telah dapat menggerakkan kaki yaitu dengan jalan-jalan.

Dengan mobilisasi mempunyai keuntungan sebagai berikut:

a. Memperlancar pengeluaran lochea.

b. Mempercepat involusi alat kandungan.

c. Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat

perkemihan.

d. Meningkatkan kelancaran dan pengeluaran sisa

metabolisme.

(Marmi, 2012).

3. Eliminasi

Pengeluaran urin akan meningkat pada 24-48 jam

pertama sampai sekitar hari ke-5 setelah melahirkan. Ini terjadi

karena volume darah ekstra yang dibutuhkan waktu hamil tidak


21

diperlukan setelah persalinan. Kadang-kadang kesulitan

kencing juga terjadi pada ibu post partum ini dikarenakan

spingter uretra tertekan oleh oleh kepala janin dan spasme oleh

iritasi muscular spingter ani selama persalinan atau adanya

odema kandung kemih selama proses persalinan.

Kesulitan kencing bisa mencapai 3 hari namun bila

kandung kencing penuh dilakukan katerisasi. Jika hari ketiga

atau keempat ibu belum buang air besar maka dilakukan klisma

gliserin (Anggraini, 2010).

4. Perawatan mammae

Perawatan mammae atau payudara dimulai sejak hamil

supaya putting lemas dan tidak keras. Begitupun perawatan

masa nifas sangatlah penting dalam membantu memperlancar

pengeluaran ASI, yaitu dengan :

a. Menjaga payudara tetap bersih, terutama bagian putting

susu.

b. Menggunakan BH yang menyongkong payudara.

c. Apabila putting susu lecet oleskan kolustrum atau ASI yang

keluar pada sekitar putting susu setiap kali selesai

menyusui.

d. Apabila payudara bengkak akibat bendungan ASI, lakukan

pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah

dan hangat setiap 5 menit dan urut payudara dari arah


22

pangkal menuju putting, kemudian keluarkan ASI sebagian

dari bagian depan payudara sehingga putting susu menjadi

lunak.

e. Susukan bayi setiap 2-3 jam, apabila tidak dapat menghisap

seluruh ASI sisanya dikeluarkan dengan tangan.

(Marmi, 2012).

5. Tanda dan bahaya masa nifas

a. Perdarahan hebat atau peningkatan darah secara tiba-tiba

atau pembalut penuh dalam waktu setengah jam telah

mengganti 2 kali pembalut.

b. Pengeluaran cairan vagina dengan bau busuk

c. Rasa nyeri diperut bagian bawah atau punggung

d. Sakit kepala yang terus-menerus ataau, nyeri epigastrik,

atau masalah penglihatan.

e. Pembengkakan pada wajah dan tangan.

f. Demam, muntah, rasa sakit pada waktu pembuangan air

seni, atau merasa tidak enak badan.

g. Payudara yang merah, panas, atau sakit.

(Rukiyah, 2011)

6. Komplikasi yang terjadi pada masa nifas

a. Perdarahan
23

Perdarahan yaitu darah yang keluar lebih dari500-600 ml

dalam masa 24 jam setelah anak lahir. Menurut Eny dan

Diah (2009), perdarahan dibagi menjadi dua, yaitu:

1) Perdarahan post partum primer (eaely post partum

hemorrhage) yaitu terjadi pada 24 jam pertama.

Penyebab perdarahan post partum primer adalah atonia

uteri, retensio plasenta, laserasi jalan lahir dan involusio

uteri.

2) Perdarahan post partum sekunder (late post partum

hemorrhage) yaitu terjadi setelah 24 jam. Penyebab

perdarahan sekunder adalah sub involusio uteri, retensio

sisa plasenta, infeksi nifas.

b. Infeksi

Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan

oleh kuman yang masuk dalam organ genital pada saat

persalinan dan masa nifas (Sulisyawati, 2010).

3. Tinjauan Tentang Perawatan Luka


Perineum a. Pengertian Perineum
Perineum adalah jaringan yang terletak disebelah distal

diafragma pelvis. Perineum mengandung sejumlah otot superfisial,

saat persalinan, otot ini sering mengalami kerusakan ketika janin

dilahirkan (Rohani, 2011).


24

b. Luka Perineum

Perlukaan perineum umumnya terjadi unilateral, namun juga

dapat bilateral. Perlukaan pada diafragma urogenitalis dan

muskulus levator ani, yang terjadi pada waktu persalinan normal

atau persalinan dengan alat, dapat terjadi tanpa luka pada kulit

perineum atau pada vagina, sehingga tidak kelihatan dari luar.

Perlukaan demikian dapat melemahkan dasar panggul, sehingga

dapat terjadi prolapsus genetalis.

Luka perineum setelah melahirkan ada 2 macam yaitu:

a. Menurut Hamilton (2002) dalam Rukiyah (2011) Ruptur adalah

luka pada perinium yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan

secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu

pada saat proses persalinan. Bentuk ruptur biasanya tidak

teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan.

b. Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang

menyebabkan terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput

darah, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia

perineum dan kulit sebelah depan perineum (Prawihardjo 2011).

Sedangkan menurut Rohani (2011) Episiotomi adalah insisi

pada perineum untuk memperbesar mulut vagina.


25

c. Derajat Robekan Perineum

Derajat 1: Laserasi mengenai mukosa vagina, komisura

posterior, kulit perineum.

Derajat 2 : laserasi mengenai mukosa vagina,

komisura posterior, kulit perineum, otot perineum.

Derajat 3 : Laserasi mengenai mukosa vagina, komisura

posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spingter

ani.

Derajat 4 : Laserasi mengenai mukosa vagina, komisura

posterior, kulit perineum, otot perineum, otot spingter

ani, dinding depan rektum.

(Sulistyawati, 2010).

Gambar,Robekan Perineum

Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3 Derajat 4

d. Tingkat Menjahit Robekan Perineum

a) Tingkat I : Penjahitan robekan perineum tingkat I dapat

dilakukan hanya dengan memakai catgut yang dijahitkan secara

jelujur atau dengan cara angka delapan.


26

b) Tingkat II : Sebelum dilakukan penjahitan pada robekan

perineum tingkat II maupun tingkat III, jika dijumpai pinggir

robekan yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir yang

bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu. Pinggir

robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing diklem terlebih

dahulu, kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru

dilakukan penjahitan luka robekan. Mula-mula otot-otot dijahit

dengan catgut. Kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan

catgut secara terputus-putus atau jelujur. Penjahitan selaput

lender vagina dimulai dari puncak robekan. Terakhir kulit

perineum dijahit dengan benag sutera secara terputus-putus.

c) Tingkat III : Mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit.

Kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit

dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung

otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan diklem

dengan klem pean lurus, kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan

catgut kromik sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan

dijahit lapis demi lapis seperti menjahit robekan perineum

tingkat II (Winojosastro, 2007).


27

e. Perawatan Luka Perineum

1) Pengertian

Menurut Rukiyah (2011) Perawatan perineum adalah

pemenuhan kebutuhan untuk menyehatkan daerah antara paha

yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang dalam masa antara

kelahiran plasenta sampai dengan kembalinya organ genetik

seperti waktu sebelum hamil.

2) Tujuan Perawatan Luka Perineum

Tujuan perawatan perineum menurut Hamilton (2002)

dalam Rukiyah adalah mencegah terjadinya infeksi sehubungan

dengan penyembuhan jaringan,untuk mencegah terjadinya

infeksi didaerah vulva, perineum, maupun di dalam uterus,

untuk penyembuhan luka perineum (jahitan perineum), untuk

kebersihan perinium dan vulva.

Penyembuhan luka perineum adalah mulai membaiknya

luka perineum dengan terbentuknya jaringan baru yang

menutupi luka perineum dalam jangka waktu 6-7 hari post

partum.

kriteria penilaian luka adalah :

a) Baik jika luka kering, perineum menutup dan tidak

ada tanda-tanda infeksi.


28

b) Sedang jika, luka basah, perineum menutup dan tidak ada

tanda-tanda infeksi.

c) buruk, jika luka basah, perineum menutup atau membuka

dan ada tanda-tanda infeksi merah, bengkak, panas, nyeri,

fungsioleosa (Suwiyoga, 2011)

3) Lingkup Perawatan

Lingkup perawatan perineum ditujukan untuk

pencegahan infeksi organ-organ reproduksi yang disebabkan

oleh masuknya mikroorganisme yang masuk melalui vulva yang

terbuka atau akibat dari perkembangbiakan bakteri pada

peralatan penampung lochea (pembalut).

Sedangkan menurut Hamilton (2002) dalam Rukiyah

(2011), lingkup perawatan perineum adalah:

a) Mencegah kontaminasi dari rektum,

b) Menangani dengan lembut pada jaringan yang terkena

trauma,

c) Bersihkan semua keluaran yang menjadi sumber bakteri dan

bau.

4) Waktu Perawatan Perineum

Menurut feerer perawatan perineum adalah :

a) Saat mandi: pada saat mandi ibu post partum pasti

melepas pembalut, setelah terbuka maka ada


29

kemungkinan terjadi kontaminasi bakteri pada cairan

yang tertampung pada pembalut, demikian pula pada

perineum ibu, untuk itu diperlukan pembersihan

perineum. (Rukiyah, 2011).

b) Setelah buang air kecil: pada saat buang air kecil

kemungkinan besar terjadi kontaminasi air seni pada

rektum akibatnya dapat memicu pertumbuhan bakteri

pada perineum untuk itu diperlukan pembersihan

perineum.

(Rukiyah, 2011).

c) Setelah buang air besar: pada saat buang air besar,

diperlukan pembersihan sisa-sisa kotoran di sekitar anus

ke perineum yang letaknya bersebelahan maka

diperlukan proses pembersihan anus dan perineum

secara keseluruhan (Rukiyah, 2011).

5) Fase-Fase Penyembuhan Luka

Fase – fase penyembuhan luka menurut Smeltzer adalah

sebagai berikut:

a) Fase Inflamasi, berlangsung selama 1 sampai 4 hari.

Respons vaskular dan selular terjadi ketika jaringan

teropong atau mengalami cedera. Vasokon striksi pembuluh


30

terjadi dan bekuan fibrino platelet terbentuk dalam upaya untuk

mengontrol pendarahan. Reaksi ini berlangsung dari 5 menit sampai 10 menit

dan diikuti oleh vasodil atasi venula.

Mikro sirkulasi kehilangan kemampuan vasokon

striksinya karena norepinefrin dirusak oleh enzim intra

selular. Juga, histamine dilepaskan, yang

meningkatkan permeabilitas kapiler. Ketika mikrosirkulasi

mengalami kerusakan, elemen darah seperti antibodi,

plasma protein, elektrolit, komplemen, dan air menembus

spasium vaskular selama 2 sampai 3 hari, menyebabkan

edema, teraba hangat, kemerahan dan nyeri.

b) Fase Proliferatif, berlangsung 5 sampai 20 hari.

Fibroblas memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring

untuk sel-sel yang bermigrasi. Sel-sel epitel membentuk

kuncup pada pinggiran luka; kuncup ini berkembang menjadi

kapiler, yang merupakan sumber nutrisi bagi jaringan

granulasi yang baru.

Setelah 2 minggu, luka hanya memiliki 3 % sampai 5% dari

kekuatan aslinya. Sampai akhir bulan, hanya 35% sampai

59% kekuatan luka tercapai. Tidak akan lebih dari 70%

sampai 80% kekuatan dicapai kembali. Banyak vitamin,


31

terutama vitamin C, membantu dalam proses metabolisme

yang terlibat dalam penyembuhan luka.

c) Fase Maturasi, berlangsung 21 hari sampai sebulan atau

bahkan tahunan.

Sekitar 3 minggu setelah cedera, fibroblast mulai

meninggalkan luka. Jaringan parut tampak besar, sampai

fibril kolagen menyusun kedalam posisi yang lebih padat.

Hal ini, sejalan dengan dehidrasi, mengurangi jaringan

parut tetapi meningkatkan kekuatannya. Maturasi

jaringan seperti ini terus berlanjut dan mencapai

kekuatan maksimum dalam 10 atau 12 minggu, tetapi

tidak pernah mencapai kekuatan asalnya dari jaringan

sebelum luka.

6) Dampak Perawatan Luka Perineum yang Tidak Benar

a) Infeksi : Kondisi perineum yang terkena lokia dan lembab

akan sangat menunjang perkembangbiakan bakteri yang

dapat menyebabkan timbulnya infeksi pada perineum.

b) Komplikasi: Munculnya infeksi perineum dapat merambat

pada saluran kandung kemih ataupun pada jalan lahir yang

dapat berakibat pada munculnya kompikasi infeksi kandung

kemih maupun infeksi pada jalan lahir.


32

c) Kematian ibu post partum : Penanganan komplikasi yang

lambat dapat menyebabkan terjadinya kematian ibu pada

post partum mengingat kondisi fisik ibu post partum masih

lemah. (Rukiyah, 2011).

7) Cara Perawatan Luka Perineum

a. Persiapan

Ibu post partum: perawatan perineum sebaiknya

dilakukan dikamar mandi dengan posisi jongkok jika ibu

telah mampu atau berdiri dengan posisi kaki terbuka.

Alat dan bahan: alat yang digunakan adalah botol,

baskom dan gayung, air hangat dan handuk bersih,

sedangkan bahan yang digunakan adalah air hangat

pembalut nifas baru.

b. Penatalaksanaan

Perawatan khusus parineal bagi wanita setelah

melahirkan anak mengurangi rasa tidak ketidak nyamanan,

dan meningkatkan penyembuhan dengan prosedur

pelaksanaan sebagai berikut:

 Mencuci tangan

 Mengisi botol plastik dengan air hangat


33

 Buang pembalut yang telah digunakan dengan gerakan

kebawah mengarah ke rektum dan letakan pembalut

tersebut ke dalam kantung plastik

 Berkemih dan BAB ke toilet

 Semprotkan keseluruh perineum dengan air hangat

 Keringkan perineum dengan menggunakan tissue dari


depan kebelakang.
 Pasang pembalut dari arah depan kebelakang.

 Cuci tangan kembali.

c. Evaluasi: parameter yang digunakan dalam evaluasi hasil

perawatan adalah: perineum tidak lembab, posisi pembalut tepat,

ibu merasa nyaman.

(Rukiyah, 2011)

f. Faktor-faktor yang Dapat Mempengaruhi Penyembuhan Luka

1. Umur

Dalam kurun waktu reproduksi sehat dikenal bahwa usia

aman untuk kehamilan persalinan dan menyusui adalah 20-35

tahun. Sedangkan umur yang kurang dari 20 tahun dianggap

masih belum matang secara fisik, mental dan psikologi dalam

menghadapi kehamilan, persalinan serta pemberian ASI,

sedangkan umur lebih dari 35 tahun dianggap juga berbahaya


34

sebab baik alat reproduksi maupun fisik ibu sudah jauh

berkurang dan menurun. Selain itu bisa terjadi resiko bawaan

pada bayinya dan juga dapat meningkatkan penyulit pada

kehamilan, persalinan, dan nifas (Martadisoebrata dalam

Handayani, 2007).

2. Pendidikan

Pendidikan adalah proses pertumbuhan seluruh

kemampuan dan perilaku melalui pengajaran sehingga dalam

pendidikan perlu di pertimbangkan umur dan hubungan dengan

proses belajar tingkat, tingkat pendidikan juga merupakan salah

satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih

mudah menerima ide-ide dan teknologi baru/pengetahuan

(Arikunto, 2010).

3. Sumber Informasi

Sumber informasi adalah segala hal yang dapat

digunakan oleh seseorang sehingga mengetahui tentang hal

yang baru, dan mempunyai ciri-ciri yaitu, (1) dapat dilihat,

dibaca, dipelajari, (2) diteliti, dikaji dan dianalisis, (3)

dimanfaatkan dan dikembangkan dalam kegiatan-kegiatan

pendidikan, penelitian, laboratorium, (4) ditransformasikan

kepada orang lain (Association for Education Communication

and Technolology, 2011).


35

B. Landasan Teori

Morison (2004), menyebutkan bahwa ada dua macam

penyembuhan luka yaitu intensi primer dan intensi sekunder. Secara

intensi primer yaitu jaringan granulasi yang dihasilkan, sangat sedikit.

Dalam waktu 10-14 hari repitelialisasi secara normal sudah sempurna,

dan biasanya hanya menyisakan jaringan parut tipis, yang dengan cepat

dapat memudar dari warna merah muda menjadi putih. Sedangkan intensi

sekunder terjadi pada luka-luka terbuka, dan terdapat kehilangan jaringan

yang signifikan.

Bertambahnya umur seseorang biasanya diiringi dengan berbagai

macam pengalaman hidup, semakin cukup umur, tingkat kematangan dan

kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja,

sehingga psikologis seseorang lebih matang dalam menghadapi suatu

proses atau masalah yang dihadapi (Prawirohardjo, 2010). Semakin tinggi

paritas ibu akan mempengaruhi pengetahuan ibu yang semakin tinggi

pula karena terbentuk oleh pengalaman yang di alami oleh ibu tersebut

berdasarkan kelahiran-kelahiran sebelumnya. Sedangkan dalam

pendidikan hidup manusia akan lebih berkualitas, jika wanita

berpendidikan mereka akan membuat keputusan yang benar dalam

memperhatikan kesehatannya (Notoatmodjo, 2010).


36

C. Kerangka Konsep

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat digambarkan kerangka

konsep sebagai berikut :

Umur

Pengetahuan ibu
Pendidikan
nifas tentang

perawatan luka
perineum

Sumber

Informasi

Keterangan :

Variabel Dependen : Pengetahuan ibu nifas tentang perawatan luka

perineum

Variabel Independen : Umur, pendidikan, dan sumber informasi


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif

adalah penelitian yang diarahkan untuk mendeskripsikan atau

menguraikan suatu keadaan di dalam suatu komunitas atau masyarakat

(Notoatmodjo, 2010).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan maret s/d april 2017.
Penelitian ini dilakukan pada ibu nifas di Puskesmas Poasia.

C. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu nifas yang mengalami

ruptur perineum yang dirawat di ruang nifas Puskesmas Poasia Kota

Kendari bulan tahun 2016 sebanyak 356 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu nifas di ruang nifas

puskesmas Poasia Kota Kendari selama periode penelitian, jika

jumlah populasi lebih dari 100 maka jumlah sampel yang di ambil

adalah 10-30% dari jumlah populasi ( Arikunto, 2010 ).

37
38

Jumlah sampel diambil 10% dari jumlah populasi sehingga

didapatkan sampel sebagai berikut:

n=

n=

n=

n = 36

Teknik pengambilan sampel dengan accidental yaitu berjumlah

36 orang ibu nifas. Teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan,

dimana peneliti bertemu dengan sampel saat peneliti melakukan

pengambilan data.

(Sugiyono, 2011).

D. Defenisi operational dan kriteria objektif

1. Pengetahuan perawatan luka perineum

Pengetahuan yaitu segala sesuatu yang diketahui melalui belajar

mencari tahu sesuatu yang tadinya tidak tahu mnejadi tahu.

a. Baik : hasil presentase jawaban yang benar 76%-100%

b. Cukup : hasil presentase jawaban yang benar 56%-75%

c. Kurang : hasil presentase jawaban yang benar ≤ 55%

(Nursalam dalam Atmawati, 2010)


39

2. Umur

Umur ibu adalah lama waktu hidup atau sejak dilahirkan sampai ibu

tersebut hamil.

Kriteria objektif:

a. <20 tahun

b. 20-35 tahun

c. >35 tahun (Handayani, 2007)

3. Pendidikan

Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir ibu yang tertera

dalam buku register.

Kriteria objektif:

a. Pendidikan dasar : SD

b. Pendidikan menengah : SMP, SMA

c. Pendidikan tinggi : Diploma dan sarjana

(Sulistyawati 2009)

4. Sumber Informasi

Sumber informasi yaitu dapat digunakan oleh seseorang

sehingga menegetahui tentang hal yang baru. Orang yang memiliki

sumber informasi yang lebih banyak akan memiliki pengetahuan yang

lebih luas pula.

Kriteria objektif:

a. Nakes : bidan, dokter


40

b. Media elektronik : siaran telivisi, berita radio

c. Media cetak : majalah, surat kabar, buku KIA

(Suryani, 2011)

E. Jenis dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini terdiri dari primer, yaitu data yang

diperoleh langsung dari subyek penelitian dengan mengenakan alat ukur

atau alat pengambilan data langsung pada subyek sebagai sumber

informasi yang dicari (Badriah, 2006). Data primer diperoleh dengan cara

peneliti membagi kuesioner terhadap responden yang telah memenuhi

kriteria inklusi, sedangkan data sekunder adalah bahan kajian yang

digambarkan oleh dan bukan yang ikut mengalami atau yang hadir pada

waktu kejadian (Arikunto, 2010). Adapun data sekunder yang diambil

pada penelitian ini didapatkan dari instansi terkait (data di Puskesmas

Poasia) di ruang nifas, yang berhubungan mengenai penelitian ini, yakni

jumlah ibu nifas.

F. Pengolahan dan Penyajian Data

1. Pengolahan Data

a. Editing

Editing adalah memeriksa daftar yang telah diserahkan oleh para

pengumpul data. Tujuan dari editing adalah untuk mengurangi

kesalahan atau kekurangan yang ada di dalam daftar pertanyaan

yang sudah diselesaikan. Hasil kegiatan editing memperlihatkan


41

tidak ada jawaban responden yang tidak lengkap, sehingga seluruh

jawaban responden dapat dijadikan data penelitian.

b. Coding

Coding adalah mengklarifikasi jawaban-jawaban dari para

responden kedalam kategori-kategori. Biasanya klarifikasi

dilakukan dengan cara memberi kode berbentuk angka pada

masing-masing jawaban, misalnya pengetahuan tidak baik diberi

kode 1, kurang baik diberi kode 2, cukup baik diberi kode 3 dan

pengetahuan baik diberi kode 4.

c. Scoring

Langkah berikutnya setelah coding adalah melakukan scoring.

Scoring dilakukan untuk mengetahui total skor dari jawaban

responden atas kuesioner tentang pengetahuan. Scoring

didasarkan pada jumlah jawaban yang benar atas kuesioner

tentang pengetahuan ibu tentang perawatan luka perineum.

d. Tabulating

Pekerjaan tabulasi adalah pekerjaan membuat tabel. Jawaban-

jawaban yang sudah diberi kode kategori jawaban kemudian

dimasukkan dalam tabel.

2. Penyajian Data

Data dalam penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel dan tekstural

atau narasi.
42

G. Analisis data

Analisis data pada penelitian dilakukan secara bertahap dan dilakukan

melalui proses komputerisasi. Penelitian ini hanya menggunakan analisis

univariat. Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan hanya pada

satu pengukuran (variabel) pada jumlah sampel tertentu. Analisis

univariat dilakukan untuk menghasilkan distribusi dan persentasi dari

variabel penelitian (Sugiyono, 2007).


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Gambaran umum tempat penelitian

a. Letak geografis

Puskesmas Poasia terletak di Kecamatan Poasia Kota

kendari, sekitar 9 KM dari Ibukota Propinsi. Sebagian besar wilayah

kerja merupakan dataran rendah dan sebagian merupakan

perbukitan sehingga sangat ideal untuk pemukiman. Di bagian

utara berbatasan dengan Teluk Kendari yang sebagian besar

berupa hamparan empang. Pada bagian barat yang mencakup 2

kelurahan (Kelurahan Anduonohu dan Kelurahan Rahandouna)

merupakan daerah dataran yang ideal untuk pemukinan sehingga

sebagian besar penduduk bermukin di kedua kelurahan tersebut.

Pada bagian timur merupakan daerah perbukitan, yang semua

daerah tersebut dapat dilihat pada penjelasan dibawah ini:

a. Sebelah Utara berba5tasan dengan Teluk Kendari

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Abeli

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Moramo

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kambu.

43
44

Luas wilayah kerja Puskesmas Poasia sekitar 4.175 Ha

2
atau 44.75. KM atau 15,12 % dari luas daratan Kota Kendari

terdiri dari 4 Kelurahan definitif, Yaitu Anduonohu luas 1.200 Ha,

Rahandouna luas 1.275 Ha, Anggoeya luas 1.400 Ha dan

Matabubu luas 300 Ha. dengan 82 RW/RK dengan jumlah

penduduk 25.474 jiwa serta tingkat kepadatan penduduk 49

2 2
orang/m atau 490 orang/KM , dengan tingkat kepadatan hunian

rumah rata-rata 5 orang/rumah.

b. Demografis

Penduduk adalah orang atau sejumlah orang yang

menempati suatu wilayah tertentu dalam jangka waktu tertentu. Data

tentang kependudukan sangat penting artinya di dalam menghitung

sebaran jumlah penduduk, usia penduduk, pekerjaan, pendapatan

dan pendidikan. Data ini bisa diperoleh dari laporan penduduk,

sensus penduduk dan survei penduduk.

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Poasia

pada tahun 2016 sebanyak 27058 jiwa yang tersebar di 4 wilayah

kelurahan.

c. Sarana Puskesmas

Puskesmas Poasia dalam melaksanakan kegiatannya baik

promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif ditunjang oleh:


45

a. Puskesmas Pembantu sebanyak 2 unit tediri dari:

1. Pustu Anggoeya

2. Pustu Batumarupa

b. Pondok bidan Kelurahan sebanyak4 buah, terdapat di

Kelurahan:

1. Kelurahan Anduonohu

2. Kelurahan Matabubu

c. Kendaraan roda 4 (empat) sebanyak 2 unit

d. Kendaraan roda 2 (dua) sebanyak 14 unit

e. Posyandu aktif sebanyak 16 unit

f. Posyandu Usia Lanjut sebanyak 4 unit

g. Dukun terlatih sebanyak 4 orang

h. Kader posyandu sebanyak 75 orang

i. Toko obat berizin sebanyak 4 buah

j. Apotek sebanyak

Puskesmas Poasia merupakan Puskesmas Perawatan dengan

kapasitas tempat tidur 17 buah, yang terdiri dari perawatan

persalinan dengan kapasitas tempar tidur 2buah dan perawatan

umum dengan kapasitas tempat tidur 15 buah.

b. Kondisi Fisik Gedung Puskesmas Poasia

Jumlah seluruh ruangan Puskesmas sebanyak 34 ruangan

dengan luas sangat bervariasi, dari seluruh ruangan tersebut


46

difungsikan sebagai Ruang Kartu, Ruang Kepala Puskesmas, Ruang

Tata Usaha, Poliklinik KIA dan KB, Ruang Apotik, Ruang Anak (Poli

MTBS), Poliklinik Gigi dan Mulut, Poliklinik Umum, Ruang

Imunisasi/P2M/PKM, Gudang Obat dan 1 Kamar Mandi/WC.

2 Pengetahuan Ibu nifas tentang perawatan luka perineum

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil

sebagai berikut :

Tabel 2.2. Pengetahuan ibu nifas tentang perawatan luka perineum di ruang bersalin
puskesmas Poasia kota Kendari tahun 2017

Pengetahuan n (%)
Baik 14 38,9
Cukup 18 50
Kurang 4 11,1
Total 36 100
Sumber: data primer diolah tahun 2017

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 39 ibu nifas yang

berpengetahuan baik berjumlah 14 responden (38,9%),

berpengetahuan cukup berjumlah 18 responden (50%), dan

berpengetahuan kurang berjumlah 4 responden (11,1%).


47

Tabel 2.3. Distribusi pengetahuan ibu nifas tentang perawatan luka perineum berdasarkan
umur di ruang bersalin puskesmas Poasia kota Kendari tahun 2017

Pengetahuan Jumlah
Umur Baik Cukup Kurang Total
Ibu N (%) n (%) n (%) Juml (%)
ah
< 20 1 20 1 20 3 60 5 100
thn
20–35 13 44,83 15 51,72 1 3,45 29 100
thn
>35 thn 0 0 2 100 0 0 2 100
Sumber: data primer diolah tahun 2017

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 36 ibu nifas yang memiliki

pengetahuan tentang perawatn luka perineum berdasarkan umur

adalah sebagai berikut: untuk ibu di bawah 20 tahun totalnya

berjumlah 5 responden, yakni yang berpengetahuan baik sebanyak 1

responden (20%), yang berpengetahun cukup sebanyak 1 responden

(20%), dan berpengetahun kurang sebanyak 3 responden (60%).

Untuk ibu yang berumur antara 20 sampai 35 tahun totalnya berjumlah

29 responden yakni yang berpengetahuan baik sebanyak 13

responden (44,83%), yang berpengetahun cukup sebanyak 15

responden (51,72%), dan berpengetahun kurang sebanyak 1

responden (3,45%). Untuk ibu diatas 35 tahun totalnya berjumlah 2

responden yakni tidak ada yang berpengetahuan baik, yang


48

berpengetahun cukup sebanyak 2 responden (100%), dan tidak ada

yang berpengetahuan kurang.

Tabel 2.4. Distribusi pengetahuan ibu nifas tentang perawatan luka perineum berdasarkan
pendidikan di ruang bersalin puskesmas Poasia kota Kendari tahun 2017

Pengetahuan Jumlah
Pendid Baik Cukup Kurang Total
ikan N (%) n (%) n (%) Jumla (%)
Ibu h
Dasar 0 0,0 2 33,3 4 66,7 6 100
Menen 9 42,9 12 57,1 0 0,0 21 100
gah
Tinggi 5 55,6 4 44,4 0 0,0 9 100
Sumber: data primer diolah tahun 2017

Tabel 4 menunjukkan bahwa dari 36 ibu nifas yang memiliki

pengetahuan tentang perawatan luka perineum berdasarkan

pendidikannya adalah sebagai berikut: untuk ibu yang berpendidikan

dasar (SD) totalnya berjumlah 6 responden, yakni tidak ada yang

berpengetahuan baik, yang berpengetahun cukup sebanyak 2

responden (33,3%), dan berpengetahun kurang sebanyak 4 responden

(66,7%). Untuk ibu yang berpendidikan menengah (SMP dan SMA)

totalnya berjumlah 21 responden, yakni yang

berpengetahuan baik sebanyak 9 responden (42,9%), yang

berpengetahun cukup sebanyak 12 responden (57,1%), dan tidak ada

yang berpengetahuan kurang. Untuk ibu yang berpendidikan tinggi


49

(Diploma dan sarjana) totalnya berjumlah 9 responden, yakni yang

berpengetahuan baik sebanyak 5 responden (55,6%), yang

berpengetahun cukup sebanyak 4 responden (44,4%), dan tidak ada

yang berpengetahuan kurang.

Tabel 2.5. Distribusi pengetahuan ibu nifas tentang perawatan


luka perineum berdasarkan sumber informasi di
ruang bersalin puskesmas Poasia kota Kendari tahun
2017
Sumber Pengetahuan Jumlah
Informasi Baik Cukup Kurang Total
n (%) n (%) n (%) Jum (%)
lah
Nakes 9 50 9 50 0 0 18 100
Media 0 0 0 0 2 100 2 100
elektronik
Media cetak 5 31,25 9 56,25 2 12,5 16 100
Sumber: data primer diolah tahun 2017

Tabel 5 menunjukkan bahwa dari 36 ibu nifas yang memiliki

pengetahuan tentang perawatan luka perineum berdasarkan sumber

informasi adalah sebagai berikut: Untuk informasi Nakes totalnya

berjumlah 18 responden, yakni yang berpengetahuan baik sebanyak 9

responden (50%), yang berpengetahun cukup sebanyak 9 responden

(50%), dan tidak ada yang berpengetahuan kurang. Untuk informasi

media elektronik totalnya berjumlah 2 responden, yakni tidak ada yang

berpengetahuan baik dan cukup, dan yang berpengetahun kurang


50

sebanyak 2 responden (100%). Untuk informasi media cetak totalnya

berjumlah 16 responden, yakni yang berpengetahuan baik sebanyak 5

responden (31,25%), yang berpengetahun cukup sebanyak 9

responden (56,25%), dan yang berpengetahuan kurang sebanyak 2

responden (12,5%)

B. Pembahasan

1. Pengetahuan Ibu Nifas Berdasarkan Umur

Berdasarkan hasil penelitian, dari 36 ibu nifas yang memiliki

pengetahuan tentang perawatan luka perineum di ruang bersalin

Puskesmas Poasia kota Kendari berdasarkan umurnya, kategori baik

dan cukup adalah umur 20 sampai dengan 35 tahun dengan jumlah

responden kategori baik sebanyak 13 responden dan kategori cukup

sebanyak 15 responden. Sedangkan kategori kurang adalah umur

kurang di bawah 20 tahun dengan jumlah responden sebanyak 3

responden.

Menurut Prawiroharjo (2010) bahwa dengan bertambahnya

umur seseorang biasanya diiringi dengan berbagai macam

pengalaman hidup, semakin cukup umur tingkat kematangan dan

tingkat kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan

bekerja, sehingga psikologis seseorang lebih matang dalm

menghadapi suatu proses atau masalah yang dihadapinya. Dalam hal

ini, ibu nifas yang berumur lebih tua cenderung akan lebih matang dan
51

dapat menyikapi dengan baik secara psikologis masalah-masalah

yang dihadapi.

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan

pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik

terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau

mental taraf berfikir seseorang semakin matang dan dewasa

(Mubarak, 2010).

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sukesih

(2012), bahwa umur reproduksi sehat (20-35 tahun) berpeluang 7,3

kali mempunyai pengetahuan yang lebih baik mengenai tanda bahaya

pasca persalinan dibandingkan dengan ibu yang mempunyai umur

reproduksi tidak sehat

Penelitian yang dilakukan oleh Isabella (2003) dalam Sukesih

(2012), menunjukkan hasil yang sama, bahwa ibu nifas yang berumur

20-35 tahun mempunyai kemampuan untuk mengenal tanda bahaya

pasca persalinan 6 kali lebih baik dibandingkan dengan yang berumur

<20/>35 tahun.

2. Pengetahun Ibu Nifas Berdasarkan Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian, dari 36 ibu nifas yang memiliki

pengetahuan tentang perawatan luka perineum di ruang bersalin

Puskesmas Poasia kota Kendari berdasarkan pendidikannya, kategori

baik dan cukup adalah tingkat pendidikan menengah (SMP dan SMA)
52

dengan jumlah responden kategori baik sebanyak 9 responden dan

kategori cukup sebanyak 12 responden. Sedangkan kategori kurang

adalah tingkat pendidikan dasar (SD) dengan jumlah responden

sebanyak 4 responden.

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang bertujuan untuk

meningkatkan daya intelektual seseorang yang diperoleh melalui

pendidikan formal. Semakin tinggi pendidikan ibu nifas, maka semakin

tinggi pula ilmu yang dia dapatkan termasuk pentingnya perawatan

luka perineum pasca persalinan (Notoatmodjo, 2010).

Pendidikan dapat mempengaruhi ibu dalam beradaptasi disaat

mengalami nifas, dengan pendidikan yang tinggi ibu mempunyai

wawasan untuk lebih baik menerima perubahan-perubahan yang

terjadi saat proses nifas.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sukesih

(2012), bahwa tingkat pendidikan mempunyai hubungan yang

bermakna dengan pengetahuan ibu hamil yang berpendidikan tinggi

berpeluang 8,1 kali mempunyai pengetahuan lebih baik mengenai

tanda bahaya pasca persalinan dibandingkan dengan ibu bersalin

yang berpendidikan rendah.

3. Pengetahuan Ibu Nifas Berdasarkan Sumber Informasi

Berdasarkan hasil penelitian, dari 36 ibu nifas yang memiliki

pengetahuan tentang perawatan luka perineum di ruang bersalin


53

Puskesmas Poasia kota Kendari berdasarkan sumber informasinya,

kategori baik dan cukup adalah informasi Nakes dengan jumlah

responden sebanyak 9 responden. Sedangkan kategori kurang adalah

informasi media elektronik dan media cetak dengan jumlah masing-

masing sebanyak 2 responden.

Sumber informasi dapat mempengaruhi ibu dalam melakukan

perawatan luka yang lebih baik, dengan sumber informasi yang lebih

banyak ibu mempunyai pengetahuan yang lebih baik untuk merawat

luka perineum dalam masa nifas.

Hal ini sejalan dengan menurut Notoatmodjo (2010), bahwa

Sumber informasi yaitu data yang didapatkan dari berbagai bentuk

sarana komunikasi, media massa seperti televisi, surat kabar, internet,

serta mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukkan opini dan

kepercayaan orang. Orang yang memiliki sumber informasi yang lebih

banyak akan memiliki pengetahuan yang lebih luas pula.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian di ruang nifas Puskesmas Poasia Kota

Kendari, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Dari 36 ibu nifas yang memiliki pengetahuan baik tentang perawatan

luka perineum yaitu sebanyak 14 responden, yang berpengetahuan

cukup sebanyak 18 responden, dan yang berpengetahuan kurang

sebanyak 4 responden.

2. Pengetahuan ibu nifas berdasarkan umur ibu kategori baik adalah

pada umur 20-35 tahun dan kategori kurang adalah pada umur < 20

tahun.

3. Pengetahuan ibu nifas berdasarkan pendidikan ibu kategori baik

adalah tingkat pendidikan SMA dan kategori kurang adalah tingkat

pendidikan SD.

4. Pengetahuan ibu nifas berdasarkan sumber informasi kategori baik

adalah Nakes dan kategori kurang adalah media elektronik dan media

cetak.

54
55

B. Saran

1. Kepada pihak Puskesmas Poasia khususnya petugas kesehatan

diruang nifas agar dapat memberikan pendidikan kesehatan (healt

education) mengenai perawatan luka perineum pada ibu.

2. Untuk ibu nifas sebaiknya menjaga kebersihan diri agar terhindar dari

kuman yang dapat mengakibatkan infeksi.

3. Kepada peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengambil variabel-

variabel lain yang berhubungan dengan kecemasan lainnya.


DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati. E. R. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: MitraCendika


Anggraini, Y. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka
Rihama
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
PT. Rineka Cipta
Ariyanti. H. 2009. Perawatan Ibu Bersalin. Yogyakarta: PustakaRihama
Atmawati, Cintami. 2010. Hubungan Timgkat Pengetahuan Ibu Tentang ASI
dengan Perilaku Perawatan Payudara Postpartum di Rumah
Bersalin An-Nissa Surakarta. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Departemen Kesehatan RI. 2013. Warta Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Direktoran Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat
Eny. S dan Diah. N. 2009. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra
Cendika
Handayani, Dini Saraswati. 2007. Gambaran Pengetahuan Ibu Menyusui
Berdasarkan Karakteristik Ibu di Puskesmas Sukawarna, Kota
Bandung Periode Desember 2006 s/d Januari 2007. Bandung:
Universitas Padjadjaran.
Manuaba. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : EGC
Marison. 2004. Manejemen Luka.Jakarta : ECG
Marmi. 2012. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta: PustakaPelajar
Mubarak. I. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar
Mengajar Dalam Penelitian. Yogyakarta: Graha Ilmu
Notoadmodjo, S. 2007. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta
Notoadmodjo, S. 2010. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta
Prawirohardjo. 2010. Ilmu Kebidanan. 2008. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Rohani. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta: Salemba
Medika
Rukiyah. 2011. Asuhan Kebidanan III (Nifas). Jakarta: Trans Info Media
SalehaSiti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba
Medika
Sugiharto, Mugeni dan Lulut Kusumawati. 2010. Analisis Perbedaan Antar
Paritas Ibu Dengan Kematian Neonatal. Surabaya: Pusat Penelitian
dan Pengembanagan Sistem danKebijakan Kesehatan
Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV Alfabeta
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
AFABETA, cv
Sulistyawati. 2010. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Jakarta: Andi
offset
Sulistyawati. 2010. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta: Salemba
medika
Suwiyoga. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas. Yogyakarta: Katahati
WiknojosastroHanifah. 2007. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: PT Bina
Pustaka

World health Organization (WHO), 2014 “Maternal Mortality” Artikel di akses


tanggal 06 februari 2017
Wulandari. D. 2010. Asuhan Kebidanan Nifas. Edisi 3. Yogyakarta : Mitra
Cendika
YulianaRirin. 2013. Tingkat Pengetahuan Ibu NifasTentang Perawatan Luka
Perineum Di Rumah Sakit Bersalin Fitri Candra Wonogiri. Surakarta:
Stikes Kusuma Husada
KUESIONER PENELITIAN

Pengetahuan ibu nifas tentang perawatan luka perineum


di Puskesmas Poasia Kota Kendari Tahun 2017

IDENTITAS IBU
Nama :
Umur :
Pendidikan :
DATA KEHAMILAN
Kehamilan ke- :
Jumlah anak :
PENGETAHUAN IBU TENTANG PERAWATAN LUKA PERINEUM
Pilihlah jawaban yang dianggap benar seseuai pengetahuan ibu tanpa
melihat catatan atau bertanya pada responden lain dengan cara
memberikan tanda checklist (√) pada salah satu kolom benar atau
salah
NO PERNYATAAN Benar Salah
1. Ibu nifas harus mengganti pembalut setiap kali
basah
2. Saat selesai BAK/BAB alat genitalia harus
di keringkan
3. Berpengaruh jika ibu nifas mencuci vagina
menggunakan air rebusan daun sirih
4. Sebelum menyentuh vagina terlebih dahulu ibu
harus mencuci tangan
5. Dapat digunakan waslap atau handuk
kecil untuk mengeringkan vagina
6. Dengan menggunakan pembalut yang baik dan
celana dalam yang mudah menyerap keringat
dapat membuat ibu nifas senantiasa nyaman
7. Alat kelamin ibu nifas harus di cuci dengan air
hangat
8. Saat mencuci alat kelamin harus membasuhnya
dari arah depan kearah belakang
9. Disaat melepas pembalut harus dengan gerakan
kebawah mengarah ke rectum
10. Ketika memasang pembalut harus dari arah
depan ke belakang
11. Luka dikatakan kering jika perineum tertutup dan
tidak ada tanda-tanda infeksi
12. Pengeluaran cairan dengan bau busuk
merupakan tanda bahaya masa nifas
13. Dalam melakukan perawatan payudara dapat
memperlancar pengeluaran ASI
14. Memberikan pendidikan kesehatan tentang KB
dan manfaat menyusui merupakan asuhan
masa nifas
15. Masa nifas dalam agama islam dianggap telah
bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari
16. Dampak perawatan luka perineum yang tidak
benar dapat terjadi infeksi
17. Jika payudara bengkak akibat bendungan ASI
harus dilakukan pengompresan dengan air
hangat
18. Dengan membiarkan perineum basah setelah
BAB/BAK dapat meningkatkan penyembuhan
19. Infeksi nifas disebabkan oleh kuman yang
masuk dalam organ genital
20. Jika penenganan komplikasi masa nifas yang
lambat dapat menyebabkan terjadinya
kematian pada ibu

2. Sumber Informasi

Pernyataan Mendengar Tidak


mendengar
Ibu mengetahui perawatan luka perineum
yang benar melalui :
a. Tenaga kesehatan
b. Nonton TV
c. Membaca buku KIA, majalah, surat
kabar

Anda mungkin juga menyukai