MAKALAH
Oleh
Kelompok 7
MAKALAH
Oleh
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Makalah ini disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil jiplakan atau
reproduksi ulang makalah asuhan keperawatan yang telah ada.
Penyusun
Mengetahui,
iii
iv
PRAKATA
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan anugerah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep
Asuhan Keperawatan Penyakit Diverticular Disease ” dengan baik dan lancar.
Atas suport dan dukungan yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada,
iv
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
PRAKATA....................................................................................................... iv
1.5 Manfaat
Usus besar tidak memiliki vili, tidak memiliki pliciae circulares (lipatan-
lipatan sirkuler), dan diameternyaa lebih lebar, panjangnya lebih pendek, dan daya
rengangnya lebih besar dibandingkan usus halus. Serabut otot longitudinal falam
muskularis eksterna membentuk tiga pita, taniae coli yang menarik kolon menjadi
kantong-kantong besar yang disebut haustra
2.2 Definisi
Diverticular disease merupakan kepekaan kolon yang ditandai dengan herniasi
mukosa mulai tunika muskularis, membentuk kantung seperti botol, bila satu
kantong atau lebih mengalami peradangan maka keadaan ini dinamakan
devertikulitis dimana ini dapat terjadi dimana saja sepanjang saluran
gastrointestinal. Diverticular disease terjadi jika makanan dan bakteri tertahan
lama di deventikulum yang menghasilkan infeksi dan inflamasi yang dapat
membentuk drainase dan akhirnya menimbulkan perforasi atau pembentukan
abses (Jacobs, 2007 dalam sopena 2011)
2.3 Etiologi
Etiologi dari deventikular disease ditandai dengan kegiatan koordinasi pada
kolon dengan gelombang frekuensi yang tinggi. Sebuah studi dari aktivitas listrik
kolon pada penyakit divertikular menunjukkan tidak ada yang cacat dalam
frekuensi gelombang jika dibandingkan dengan kontrol normal. Banyak peran
mediator kimia yang ditemukan dari motilitas usus dimana ditemukan dalam
tubuh sel saraf usus besar. Peran mediator kimia pada motilitas kolon juga telah
dievaluasi. Banyak mediator kimia dari motilitas usus yang ditemukan dalam
saraf dan badan sel usus besar (Habson 2004)
Sebuah studi dari vasoaktif kolon polipeptida intestinal (VIP) dimana tingkat
pada pasien dengan penyakit divertikular menunjukkan secara signifikan lebih
tinggi tingkat VIP di mukosa dan lapisan nonmuscular dari dinding usus
dibandingkan dengan normal, sedangkan tingkatan dalam lingkaran otot dan
taeniae coli normal. Neuropeptide Y dan substansi P yang juga diukur dalam
dinding kolon dan normal di pasien dengan diverticulosis (Sheth et al. 2008 dalam
sopena 2011). Meskipun tingkat otot VIP tampak normal, namun meningkatnya
7
konten dinding total dapat berkontribusi pada tekanan tinggi intracolonic (Painter
dalam Hobson 2004). Area yang luas dalam mediator kimia dari motilitas usus
ada yang belum dievaluasi dalam pengaturan penyakit divertikular.
Penyebab yang paling umum dari timbulnya divertikula pada usus besar
adalah menegangnya usus besar akibat konstipasi. Tekanan yang tinggi pada
usus akan memaksa mukosa untuk menembus muskularis dan akhirnya
menyebabkan benjolan di serosa (lapisan luar usus). Diet rendah serat
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen kolon, yang menyebabkan
herniasi mukosa melewati lapisan otot dinding kolon, terjadi karena daerah
yang lemah pada dinding kolon dimana arteri yang membawa nutrisi
menembus submukosa dan mukosa.
Hal lain yang berpengaruh pada kejadian divertikular adalah faktor usia di
mana pada usia lanjut terjadi penurunan tekanan mekanik dinding kolon sebagai
akibat perubahan struktur kolagen dinding usus. Beberapa faktor lingkungan yang
diduga berpengaruh pada kejadian divertikel adalah konsumsi daging (red meat)
berlebihan dan makanan tinggi lemak (Crowe 2013)
Diet rendah serat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen
kolon sehingga menyebabkan herniasi mukosa melewati lapisan dinding otot
kolon yang menebal dan memendek selain itu kelemahan otot dinding kolon
adalah penyebab lain terjadinya devertikular disease yaitu divertikulosis dimana
arteri yang membawa nutrisi menembus submukkosa dan mukosa. Biasanya pada
usia tua karena proses penuaan yang dapat melemahkan dinding kolon.
Tanda dan gejala yang sering ditemukan pada kelainan kolon adalah
dyspepsia, hematokezia, anemia, benjolan, dan obstruksi karena radang dan
keganasan Pada divertikulosis 80% penderita tidak bergejala (asimptomatik).
Keluhan lain yang bias didapat adalah nyeri, obstipasi, dan diare oleh karena
adanya gangguan motilitas dari sigmoid.
2.3.1 Patofisiologi
Etiologi deventikular disease belum diketahui dengan jelas namun
penyakit ini menyebabkan gangguan gerakan kolon, pada kolon yang
mengalami devertikular cenderung akan timbul kontraksi kuat pada otot
8
2.3.2 Patway
Tekanan Intraluminal Hernia Mukosa
Tekanan lumen kolon
Devertikula
Tinja di devertikula
menumpuk
Infeksi inflamasi
Devertikula
Devertikullitis
Pembengkakan
Mukosa
Gangguan
Feses keras eliminasi diare
Konstipasi Abses
2.3.2 Epidemiologi
Prevalensi yang sebenarnya dari diverticulosis kolon sulit untuk
menentukan karena sebagian besar individu dengan divertikular kolon tidak
menunjukkan gejala. Studi epidemiologis melaporkan variasi dalam tingkat
prevalensi dan lokasi dominan divertikular akan tergantung pada etnis. Selain
itu, beberapa penyakit warisan dari jaringan ikat telah akan berhubungan
dengan devertikular disease dan diverticulosis penyakit itu antara lain adalah
sindrom Ehlers-Danlos (EDS) jenis IV, sindrom Williams-Beuren, penyakit
ginjal polikistik, sindrom Coffin-Lowry, dan sindrom Marfan.(Crowe 2013)
Pria atau wanita 1:1,5,insiden tertinggi pada usia 40 tahun dan 50-an.
Insiden tertinggi di Negara-negara Barat dimana terjadi pada 50% dari warga
yang berusia lebih dari 60 tahun. Perdarahan saluran cerna bagian bawah
yang memerlukan rawat inap kurang dari 1% dari semua data yang diterima
oleh rumah sakit di Amerika Serikat. Perdarahan saluran cerna bagian bawah
memiliki mortalitas sekitar 10-20% pada pasien lansia dan pasien dengan
kondisi komorbiditas. Pada orang lansia dengan perdarahan saluran cerna
bagian bawah lebih sering terjadi apabila menderita penyakit diverticular
disease dan penyakit vaskular lainnya.
Dan perdarahan saluran cerna bagian bawah juga lebih tinggi pada pria
dibandingkan dengan perempuan (Cagir, 2011 dalam sopena 2011). Penyakit
divertikular di sebelah kanan jarang ditemukan di dunia belahan barat.
Frekuensi penyakit ini dilaporkan kira-kira sebanyak 1-2% dari sampel di
Eropa dan Amerika, tetapi di Asia dijumpai sebanyak 43-50%.
Menurut Bhom 2015 faktor lain yang telah dikaitkan dengan peningkatan risiko
penyakit diverticular antara lain:
a. Faktor Lingkungan
Konsumsi Serat dari Hipotesis bahwa devertikular disease adalah
penyakit yang berhubungan dengan diet dimana pada masa peradaban
diverticulosis umum di negara-negara urban dan langka di pedesaan
Afrika. Karena fakta bahwa diet rendah serat mengurangi volume tinja,
menurunkan diameter usus, meningkatkan tekanan intraluminal pada
dinding kolon sesuai hukum laplace yang akan mengakibatkan
devertikular. Diet vegetarian akan menyebabkan mikrobiota usus berubah
maka perlindungan dari kanker usus besar berkurang, karena inilah asupan
penting seperti makanan serat diperlukan untuk mengurangi risiko
Devertikular Disease.
Konsumsi daging merah, daging merah merupakan faktor risiko
lain untuk kanker usus dan obesitas yang dinilai dalam beberapa
penelitian. Dalam Health Professionals Follow-up Study (HPFS) dan
European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition (EPIC)
kohort peningkatan asupan daging merah memberikan risiko lebih tinggi
untuk devertikular disease. Faktor lingkungan lain seperti merokok,
merokok merupakan stimulus proinflamasi dan penyebab utama kematian
di seluruh dunia. Sebuah studi prospektif menemukan bahwa ada
peningkatan insiden devertikular disease akan terjadi pada wanita yang
merokok.
b. Pertambahan Usia
Pada usia lanjut terjadi penurunan tekanan mekanik/ daya regang dinding
kolon sebagai akibat perubahan struktur jaringan kolagen dinding usus
c. Konstipasi
Konstipasi menyebabkan otot-otot menjadi tegang karena tinja yang terdapat
di dalam usus besar. Tekanan yang berlebihan menyebabkan titik-titik lemah
pada usus besar menonjol dan membentuk divertikular
13
2.6 Klasifikasi
Penyakit diverticular disease terdapat banyak macamnya. Penyakit ini
menyerang system gastrointestinal yang terjadi pada usia 40 ke atas dan
kebanyakan menyerang wanita daripada laki-laki yaitu 1:1,5 (Bhom 2015) bhom
14
c. Divertikular
Merupakan kelainan umum yang ditandai oleh hipertrofi otot polos kolon
yang menyebabkan terbentuknya penonjolan menyerupai kantung di antara
15
serat serat otot yang menebal. Terdapat herniasi pada mukosa dan
submukosa pada tempat-tempat yang lemah pada dinding usus. Sigmoid
merupakan daerah yang paling sering terkena (>90%) namun dapat terbetuk
divertikular dari setiap bagian kolon.
d. Predivertikular
Adalah terjadi hemiasi mokosa, submukosa dan masih tetap berada pada
dinding kolon dan belum seluruhnya herniasi melewati dinding kolon.
Peridivertikulitis merupakan respons inflamasi yang melampaui divertikulum
itu sendiri.
Klasifikasi stadium klinik divertikulitis akut menurut Hinchey adalah:
a. Stadium I : Peridivertikular plegmon dengan mikoabses
b. Stadium II : Perikolik atau pelvik makro abses
c. Stadium III : Peritonitis generalisata purulenta
d. Stadium IV: Peritonitis feculen generalisata dengan feses
b. Non Farmakologi
Pengobatan non farmakologi juga digunakan dalam menunjang kesembuhan
pasien selain pengobatan farmakologi seperti :
1. Pembedahan
Biasanya untuk kasus dengan komplikasi /kambuh ,kasus yang telah
terbukti ,serangan akut atau (jarang) kasus yang gagal dengan terapi
medikamentosa. Pembedahan elektif kolon sebelah kiri tanpa
periotinitis:reseksi segmen yang telibat dan sambungkan ujung-ujungnya
(anastomosis primer). Pembedahan darurat kolon sebelah kiri dengan
peritonitis difus: reseksi segmen yang terlibat,tutup usus distal(yaitu
rectum bagian atas) dan keluarkan usus proksimal sebagai ujung
kolostomi ( prosedur Hartmann). Pembedahan darurat kolon sebelah kiri
dengan peritonitis minimal atau tanpa peritonitis:reseksi segmen yang
terlibat san sambungan ujung-ujungnya ( anastomosis primer) mungkin
aman. Pembedahan rumit kolon sebelah kiri ( misalnya fistula
kolovesika: reseksi,anastomosis primer(mungkin dapat menggantikan
fungsi stoma proksimal).
2. Diet tinggi serat ( buah,sayuran,roti gandum,kulit padi )
Diet dengan buah dan sayuran yang melimpah dianjurkan karena
tampaknya efek perlindungan ini mengurangi perkembangan gejala dan
mencegah komplikasi karena Diet tinggi serat dapat mencegah
pembentukan divertikula tambahan, menurunkan tekanan dalam lumen,
dan mengurangi kemungkinan bahwa salah satu diverticula yang ada
akan meledak atau meradang (Marlett et al. 2002 dalam sopena)
serat diyakini sebagai penyebab utama divertikulitis. Asupan serat harian yang
disarankan adalah 20–35 gram, sedangkan rata-rata makanan orang Amerika
hanya mengandung 12–18 gram serat. Pola makan vegetarian umumnya
mengandung serat dua kali lebih tinggi dari non vegetarian. Serat dapat
melembekkan feses dan mengurangi tekanan terhadap usus besar. Serat larut dan
kasar akan melembut menjadil gel dalam saluran pencernaan dan memperlambat
pencernaan, yang meningkatkan penyerapan nutrisi dan dapat memperbaiki
tingkat gula darah serta insulin dengan memperlambat pelepasan glukosa. Serat
yang kemungkinan besar akan menyebabkan gejala gastrointestinal termasuk
psyllium, guar gum, inulin, oligofruktosa, polidekstrosa, dan pati resisten. Asupa
serat lebih dari 50 gram per hari dapat menyebabkan masalah pencernaan akut dan
penyumbatan.
Tabel Rekomendasi diet serat 25 sampai 35 Gram per hari menurut Nutritional
assessment and care dalam Mormon
Buah-buahan
DISEASE
3.1 Pengkajian
2. Mata
Inspeksi : Bentuk normal, simetris, konjungtiva anemis, sklera putih
3. Telinga
Inspeksi : Bentuk normal, tidak terlihat luka
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
4. Hidung
Inspeksi : Bentuk normal tidak ada sumbatan pada hidung
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan
5. Mulut
Tidak adanya bibir pecah-pecah pada rentang normal
6. Leher
Bentuk normal, simetris, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak
ada nyeri tekan, tidak adanya pembesaran kelenjar getah bening.
7. Dada
Paru-paru : normal
Inspeksi : bentuk normal, tidak ada jejas, simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Aukultasi : vesikuler
Jantung: normal
Inspeksi : tidak ada jejas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : tidak terdengar suara tambahan
8. Abdomen
Inspeksi : Bentuk agak sedikit buncit
Palpasi : ada nyeri tekan pada kuadran kanan bawah
Perkusi: Pekak karena adanya penumpukan massa dalam
devertikulum
9. Urogenital
Dalam rentang normal.
24
10. Ekstremitas
Dalam rentang keadaan normal.
11. Kulit dan kuku
Kulit warna sawo matang dan kuku bersih. Dalam rentang normal.
IV. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar X Dilakukan untuk mengesampingkan apendisitis
b. Enema barium Memberikan informasi diagnostic dengan menandai sisi
dan luasnya penyakit
c. Pemindai temografi computer (CT) Scan Dapat menunjukkan abses
d. Kolonscopi Dilakukan untuk mengobservasi diverticula dan
membedakannya untuk mendeteksi kemungkinan adnya penyakit lain
e. Test Laboratorium
Pre Operasi:
Post Operasi
1) Manajemen diare
2) Monitor elektrolit
3) Manajemen pengobatan
27
4) Peningkatan koping
f. Infeksi pada peritoneum yang berhubungan dengan peritonis yang
ditandai dengan devertikulitis dengan dilakukan perawatan selama 2x24
jam infeksi pada peritoneum dapat berkurang dengan kriteria hasil fungsi
gastrointenal membaik status nutrisi membaik. Intervensi yang dilakukan
1) Kontrol infeksi
2) Manajemen nutrisi
3) Perawatan selang gastrointestinal
4) Monitor tanda tanda vital
5) Monitor nutrisi
3.4 Implementasi Keperawatan
Tujuan yang utama mencakup mendapatkan dan mempertahankan eliminasi
normal, penurunan nyeri, perbaikan perfusi jaringan gastrointestinal dan tidak ada
komplikasi.
3.4.1 Implementasi Keperawatan Menurut NIC-NOC
a. Kekurangan volume cairan bd cairan aktif yang ditandai dengan
peningkatan suhu dengan perawatan 2x24 jam dengan kriteria hasil
keseimbangan elektrolit fungsi gastrointentinal membaik status nutrisi
terpenuhi asupan makanan dan cairan. Intervensi yang dilakukan yaitu:
1) Memanajemen elektrolit
2) Memonitoring cairan
3) Memonitoring elektrolit
4) Mengurangi gastrointestinal
b. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi dengan perawatan
selama 2 x 24 jam skala nyeri berhubungan dengan inflamasi dan
infeksi berkurang dengan kriteri hasil Mampu mengontrol nyeri dan
nyeri berkurang. Intervensi yang dilakukan yaitu:
1) Mengurangi factor prestisipasi nyeri
2) Memberikan analgetik
3) Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
29
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA