Anda di halaman 1dari 43

i

MAKALAH

“ KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DIVERTICULAR DISEASE ”

Oleh

Kelompok 7

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017
ii

MAKALAH

“KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DIVERTICULAR DISEASE ”

Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Bedah


Dosen Pembimbing: Ns. Mulia Hakam, M.Kep., Sp.Kep.MB

Oleh

Ahclun Nisa Mubaros S.P.P 152310101002


Oktalia Rahmawati Rahayu 152310101003
Syahrul Abdul .Y. 152310101026
Yulia Aisyah Nuribu 152310101033
Fitria Maulidya 152310101343

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2017

ii
HALAMAN PENGESAHAN

Tugas Matakuliah Keperawatan Bedah dengan judul

“Konsep Asuhan Keperawatan Diverticular Disease”

yang disusun oleh

Nama Ketua Kelompok : Syahrul Abdul Yazid


NIM : 152310101026

telah disetujui dan dikumpulkan pada:


hari/tanggal:

Makalah ini disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil jiplakan atau
reproduksi ulang makalah asuhan keperawatan yang telah ada.

Penyusun

Syahrul Abdul Yazid


NIM 1523101010 26

Mengetahui,

Penanggung Jawab Dosen Pembimbing


Mata kuliah

Ns.Mulia Hakam, M.Kep.,Sp.Kep.MB Ns.Mulia Hakam, M.Kep.,Sp.Kep.MB

NIP 19810319 201404 1 002 NIP 19810319 201404 1 002

iii
iv

PRAKATA

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan anugerah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep
Asuhan Keperawatan Penyakit Diverticular Disease ” dengan baik dan lancar.
Atas suport dan dukungan yang diberikan dalam penyusunan makalah ini, penulis
mengucapkan terimakasih kepada,

1. Ns. Mulia Hakam, M.Kep.,S.Kep.MB selaku Penanggung Jawab Mata kuliah


Dasar Keperawatan Medikal Bedah,
2. Ns. Mulia Hakam, M.Kep.,S.Kep.MB selaku Dosen Pembimbing penulisan
makaalah ini, yang senantiasa memberikan informasi, masukan maupun
dorongan kepada penulis terkait isi makalah tersebut, dan
3. Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember, khusunya
kelas A yang juga memberikan informasi terkait makalah ini.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman penulis, penulis yakin
masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ilmiah
tentang asuhan keperawatan diventicular disease dapat memberikan manfaat
maupun inpirasi terhadap pembaca.

Jember, 26 Maret 2017

iv
v

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL....................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii

PRAKATA....................................................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................................. v

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 2
1.3 Tujuan............................................................................................. 2
1.4 Manfaat .......................................................................................... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 4


2.1 Anatomi ......................................................................................... 4
2.2 Definisi........................................................................................... 5
2.3 Etiologi .......................................................................................... 6
2.3.1. Patofisiologi.......................................................................... 7
2.3.2. Pathway................................................................................ 10
2.3.3. Epidemiologi........................................................................ 11
2.4 Faktor Resiko.................................................................................. 11
2.5 Manifestasi Klinis.......................................................................... 13
2.6 Klasifikasi...................................................................................... 13
2.7 Pemeriksaan Diagnostik................................................................. 16
2.8 Penatalaksanaan Farmakologi dan Nonfarmakologi..................... 17
2.9 Gizi dan Nutrisi ............................................................................. 18
vi

BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN..........................................19


3.1 Pengkajian......................................................................................19
3.1.1 Pengkajian Menurut NANDA................................................21
3.2 Diagnosa Keperawatan..................................................................24
3.3 Interverensi Keperawatan..............................................................25
3.3.1. Intervensi Menurut NIC-NOC..............................................26
3.4 Implementasi Keperawatan............................................................28
3.4.2 Implementasi Menurut NIC-NOC.........................................28
3.5 Evaluasi Keperawatan ...................................................................30
BAB 4. PENUTUP..........................................................................................32
4.1 Kesimpulan ...................................................................................32
4.2 Saran ............................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Diverticular disease atau penyakit divertikuler merupakan suatu kondisi umum


yang mempengaruhi sistem pencernaan. Hal ini terjadi ketika tonjolan kecil atau
kantong (biasanya disebut diverticula) terbentuk di dinding usus besar. Penyakit
ini umumnya diderita oleh kebanyakan orang yang dialaminya tidak merasakan
gejala apapun. Penyakit ini menyerang pada organ di bagian bawah usus besar.
Diverticular disease dapat dibawa dari lahir tetapi ditemukan setelah lahir dan
kebanyakan pada usus besar khususnya pada kolon sgmoid dan kolon desendens.
Oleh karena penyakit muncul setelah terjadi kemajuan industri dan perubahan
pola makan. Di Indonesia data pravelensi divertikel atau penyakit diverkular
belum ada. Biasanya kelainan ditemukan secara kebutulan pada pemeriksaan
radiologi atau endoskopi untuk mendeteksi suatu kelainan kolon
Penyakit diverticular disease jarang terjadi dan prevalensi sebagian besar
usia tergantung, dengan tingkat kurang dari 5% pada orang di bawah 40 tahun,
meningkat hingga 65% pada orang berusia 65 tahun atau lebih 80% dari pasien
yang terkena divertikular disease pada usia 50 tahun atau lebih tua. Penerimaan
pasien di rumah sakit dengan penyakit diverticular disease telah meningkat selama
dua dekade terakhir. Di Inggris,Tingkat penerimaan meningkat 0,56-1,20
per100.000 orang / tahun antara tahun 1996 dan 2006.Tingkat kematian 30-hari
adalah 5,1%. 1 tahun Tingkat kematian adalah 14,5% dan pendaftaran kembali
28-hari Tingkat adalah 9,6% (Jeyarajah et al. 2009 dalam sopena 2011).
Studi tentang sejarah alami penyakit memilikimenunjukkan bahwa
sebagian besar (80 85%) dari pasien dengan penyakit diverticular disease akan
tetap sepenuhnya asimtomatik sepanjang hidup mereka. Dari15 20% dari pasien
dengan perut sakit, sekitar tiga perempat akan memiliki penyakit divertikular
menyakitkan tanpa peradangan sementara sisanya akan memiliki diverticulitis
2

dengan atau tanpa komplikasi. Selanjutnya, sekitar1-2% akan memerlukan rawat


inap dan 0,5% akan memerlukan operasi [Stollman dan Raskin, 2004].
Banyak pasien dengan divertikuler mempunyai gejala yang minimal atau tidak
ada gejala, dan tidak memerlukan perawatan spesifik yang mana saja. Diet
berserat yang tinggi dan suplemen-suplemam serat dianjurkan untuk mencegah
sembelit dan pembentukkan lebih banyak diverticula. Cairan atau makanan
berserat dianjurkan selama gejala akut dari diverticular. Ini teoritis dapat
memperburuk diverticular. Operasi diperlukam untuk mereka dengan halangan
usus besar yang tidak merespon pada antibiotik. Asuhan keperawatan yang tepat
diharapkan dapat meringankan gejala dari penyakit divertikular ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari Diverticular disease atau penyakit divertikuler?
2. Apa etiologi dan patofisiologi dari Diverticular disease atau penyakit
divertikuler?
3. Apa saja faktor resiko Diverticular disease atau penyakit divertikuler?
4. Apa saja klasifikasi dari Diverticular disease atau penyakit divertikuler?
5. Bagaimana manisfestasi klinis dari Diverticular disease atau penyakit
divertikuler?
6. Apa saja pemeriksaan diagnostik dari Diverticular disease atau penyakit
divertikuler?
7. Bagaimana penatalaksaan farmako dan non farmako dari Diverticular disease
atau penyakit divertikuler?

1.3 Tujuan Khusus


1. Dapat mengetahui dan memahami definisi dari dari Diverticular disease atau
penyakit divertikuler
2. Dapat mengetahui dan memahami etiologi dan patofisiologi dari Diverticular
disease atau penyakit divertikuler
3. Dapat mengetahui dan memahami faktor resiko Diverticular disease atau
penyakit divertikuler
3

4. Dapat mengetahui dan memahami klasifikasi Diverticular disease atau


penyakit divertikuler
5. Dapat mengetahui dan memahami manisfestasi klinis dari Diverticular disease
atau penyakit divertikuler
6. Dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan diagnostik dari Diverticular
disease atau penyakit divertikuler
7. Dapat mengetahui dan memahami penatalaksaan farmako dan non farmako
dari Diverticular disease atau penyakit divertikuler

1.4 Tujuan Umum


Untuk mempelajari dan mengetahui tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan Diverticular disease

1.5 Manfaat

1. Memahami dan mengetahui tentang konsep Diverticular disease atau penyakit


divertikuler
2. Mampu menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan Diverticular

disease atau penyakit diventikuler


4

BAB 2.TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi usus besar

Usus besar tidak memiliki vili, tidak memiliki pliciae circulares (lipatan-
lipatan sirkuler), dan diameternyaa lebih lebar, panjangnya lebih pendek, dan daya
rengangnya lebih besar dibandingkan usus halus. Serabut otot longitudinal falam
muskularis eksterna membentuk tiga pita, taniae coli yang menarik kolon menjadi
kantong-kantong besar yang disebut haustra

Gambar 2.1 Anatomi Usus Besar

Bagian-bagian usus besar sperti sekum adalah kantung tertutup yang


menggantung di bawah area katup ileosekal. Apendiks vermiform, suatu tabung
buntu yang sempit berisi jaringan limfoid, menonjol dari ujung sekum. Kolon
adalah bagian usus besar dari sekum sampai rektum. Kolon memiliki tiga divisi
antara lain:
a. Kolon asenden merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati disebelah
kanan dan membalik secara horizontal pada fleksura hepatica.
5

b. Kolon transversa merentang menyilang abdomen di bawah hati dan


lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri, tempatnya menular ke bawah
pada fleksura spienik
c. Kolon desenden mendorong ke bawah pada sisi kiri abdomen dan menjadi
kolon sigmoid berbentuk S yang bermuara di rectum.
Kolon mengabsorpsi sekitar 600 ml air per hari dibandingkan dengan usus
halus sekitar 8000 ml kapasitas absorpsi usus besar sekitar 2000 ml/hari jika
jumlah ini terlampaui maka akan terjadi diare. Pada umumnya pergerakan usus
besar adalah lambat. Dimana kegiatan yang khas dari usus besar adalah gerakan
mengaduk haustra.

2.2 Definisi
Diverticular disease merupakan kepekaan kolon yang ditandai dengan herniasi
mukosa mulai tunika muskularis, membentuk kantung seperti botol, bila satu
kantong atau lebih mengalami peradangan maka keadaan ini dinamakan
devertikulitis dimana ini dapat terjadi dimana saja sepanjang saluran
gastrointestinal. Diverticular disease terjadi jika makanan dan bakteri tertahan
lama di deventikulum yang menghasilkan infeksi dan inflamasi yang dapat
membentuk drainase dan akhirnya menimbulkan perforasi atau pembentukan
abses (Jacobs, 2007 dalam sopena 2011)

Perforasi divertikular meningkatkan dua kali lipat angka kematian


dibandingkan dengan populasi umum. Deverticular disease paling umum terjadi
pada kolon sigmoid (95%), diverticular paling umum terjadi pada usia lebih dari
60 tahun. Predisposisi dari kasus ini adalah kongenital bila terdapat gangguan
pada usia di bawah 40 tahun, asupan diet rendah serat adalah penyebab utama
penyakit ini.kebanyakan kasus divertikula tidak diketahui (Price 1995).

Namun dalam persentase yang kecil pada pasien diverticula dapat


menyebabkan masalah. Masalah yang paling umum adalah diverticulitis dimana
yang terjadi ketika sepotong tinja kecil sulit keluar karena tinja terjebak dalam
pembukaan diverticula tersebut (Priace 1995). Hal ini akan menyebabkan
6

peradangan dan kematian segmen usus. Divertikular disease juga bisa


menyebabkan perdarahan dan kehilangan darah yang signifikan dari saluran
pencernaan.

Gambar 2.2 Usus Besar yang mengalami Pendarahan

2.3 Etiologi
Etiologi dari deventikular disease ditandai dengan kegiatan koordinasi pada
kolon dengan gelombang frekuensi yang tinggi. Sebuah studi dari aktivitas listrik
kolon pada penyakit divertikular menunjukkan tidak ada yang cacat dalam
frekuensi gelombang jika dibandingkan dengan kontrol normal. Banyak peran
mediator kimia yang ditemukan dari motilitas usus dimana ditemukan dalam
tubuh sel saraf usus besar. Peran mediator kimia pada motilitas kolon juga telah
dievaluasi. Banyak mediator kimia dari motilitas usus yang ditemukan dalam
saraf dan badan sel usus besar (Habson 2004)
Sebuah studi dari vasoaktif kolon polipeptida intestinal (VIP) dimana tingkat
pada pasien dengan penyakit divertikular menunjukkan secara signifikan lebih
tinggi tingkat VIP di mukosa dan lapisan nonmuscular dari dinding usus
dibandingkan dengan normal, sedangkan tingkatan dalam lingkaran otot dan
taeniae coli normal. Neuropeptide Y dan substansi P yang juga diukur dalam
dinding kolon dan normal di pasien dengan diverticulosis (Sheth et al. 2008 dalam
sopena 2011). Meskipun tingkat otot VIP tampak normal, namun meningkatnya
7

konten dinding total dapat berkontribusi pada tekanan tinggi intracolonic (Painter
dalam Hobson 2004). Area yang luas dalam mediator kimia dari motilitas usus
ada yang belum dievaluasi dalam pengaturan penyakit divertikular.
Penyebab yang paling umum dari timbulnya divertikula pada usus besar
adalah menegangnya usus besar akibat konstipasi. Tekanan yang tinggi pada
usus akan memaksa mukosa untuk menembus muskularis dan akhirnya
menyebabkan benjolan di serosa (lapisan luar usus). Diet rendah serat
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen kolon, yang menyebabkan
herniasi mukosa melewati lapisan otot dinding kolon, terjadi karena daerah
yang lemah pada dinding kolon dimana arteri yang membawa nutrisi
menembus submukosa dan mukosa.
Hal lain yang berpengaruh pada kejadian divertikular adalah faktor usia di
mana pada usia lanjut terjadi penurunan tekanan mekanik dinding kolon sebagai
akibat perubahan struktur kolagen dinding usus. Beberapa faktor lingkungan yang
diduga berpengaruh pada kejadian divertikel adalah konsumsi daging (red meat)
berlebihan dan makanan tinggi lemak (Crowe 2013)
Diet rendah serat menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intralumen
kolon sehingga menyebabkan herniasi mukosa melewati lapisan dinding otot
kolon yang menebal dan memendek selain itu kelemahan otot dinding kolon
adalah penyebab lain terjadinya devertikular disease yaitu divertikulosis dimana
arteri yang membawa nutrisi menembus submukkosa dan mukosa. Biasanya pada
usia tua karena proses penuaan yang dapat melemahkan dinding kolon.
Tanda dan gejala yang sering ditemukan pada kelainan kolon adalah
dyspepsia, hematokezia, anemia, benjolan, dan obstruksi karena radang dan
keganasan Pada divertikulosis 80% penderita tidak bergejala (asimptomatik).
Keluhan lain yang bias didapat adalah nyeri, obstipasi, dan diare oleh karena
adanya gangguan motilitas dari sigmoid.
2.3.1 Patofisiologi
Etiologi deventikular disease belum diketahui dengan jelas namun
penyakit ini menyebabkan gangguan gerakan kolon, pada kolon yang
mengalami devertikular cenderung akan timbul kontraksi kuat pada otot
8

sirkular yang akan menimbulkan tekanan intraluminal yang tinggi tekanan


yang tinggi ini akan mengakibatkan hernia pada mukosa melalui otot yang
mengalami devertikular (Pearce 1995). Lokasi devertikular biasanya pada
perlekatan kolon mesentrium dimana masuknya pembuluh darah yang akan
melemahkan dinding sehingga menyebabkan penurunan kekuatan tekanan
otot dalam dinding kolon (hipertrofi muskuler akibat feses yang mengeras)
deventikulum tersumbat kemudian akan mengalami inflamasi jika obstruksi
terus berlanjut. Perubahan tekanan ini sama dengan perubahan yang
ditemukan pada sindrom spastik atau sindrom iritasi kolon (prace 1995) suatu
faktor yang mempengaruhi deventikulum berkaitan dengan jumlah serat kasar
dalam makanan karena kurangnya serat ini maka akan mengakibatkan tegang
pada dinding organ tegang organ ini akan mengakibatkan salutan kolon
menyempit maka timbulnya suatu tekanan yang akan menyebabkan beban
yang lebih besar pada dindingnya yang bisa menyebabkan obstruksi (Preace
1995).
Komplikasi penyakit deventikular merupakan akibat dari deventikulitis
akut atau kronik yang dapat bermanifestasi sebagai perdarahan, poriferasi,
periotonitis, abses, dan pembentukan fistula atau obstruksi usus. Pada
devertikulits akut, terdapat demam, leukositosis, nyeri dan nyeri kiri pada
kuadran bawah abdomen karena devertikular mengalami peradangan akut
pecah maka akan terjadi poriferasi dan poriferasi akan mengakibatkan abses
dekat devertikulum yang menglami abses maka feses akan masuk dalam
peritoneum dan menyebabkan peritonitis dan mortalitas yang tinggi gejala ini
akan menyebabkan tukak.
Devertikulitis kronik menyebabkan usus mudah mengalami peradangan
berulang akibatnya akan menyebabkan fibrosis dan perlekatan struktu-struktur
disekitarnya pradangan kronik akan menyebabkan penyempitan lumen yang
akan menimbulkan gejala obstipasi, feses seperti pita, diare intermiten dan
peregangan abdomen. Fistula dapat terjadi sebagai komplikasi abses
perikolon. Ini sering terjadi adalah fistula vasiko kolon. Aliran selalu dari
9

kolon ke kandung kemih yang menyebabkan pneumaturia karena infeksi


berulang.

Gambar 2.3 Patogenesis penyakit divertikula

A, menunjukan pergerakan normal yang terjadi di kolon. B, menunjukan


gerakan abnormal dimana terdapat kegagalan relaksasi sehingga menimbulkan
tekanan intraluminal yang tinggi sehingga mengakibatkan terbentuknya
devertikulum. C, potongan melintang kolon yang menunjukan tempat lemah
adalah otot sirkular dimana pembuluh darah menembus otot. Herniasi mukosa
dan pembentukan devertikulum terjadi di tempat ini.
10

2.3.2 Patway
Tekanan Intraluminal Hernia Mukosa
Tekanan lumen kolon
Devertikula

Tinja di devertikula
menumpuk

Infeksi inflamasi
Devertikula
Devertikullitis

Pembengkakan
Mukosa

Masuknya Saluran kolon


pembuluh Nyeri
menyempit
darah
Cairan tertahan
Tonus otot di kolon

Gangguan
Feses keras eliminasi diare

Konstipasi Abses

Iritasi kolon Pembedahan Fistula

Proses infeksi Ansietas


Proses Luka Incisi
penyembuhan
Perubahan perfusi Perawatan tidak
gastrointeatinal Presepsi Nyeri adekuat

Pre operasi Masukan


Resiko infeksi
Post operasi Nutrisi kurang dari
kebutuhan
11

2.3.2 Epidemiologi
Prevalensi yang sebenarnya dari diverticulosis kolon sulit untuk
menentukan karena sebagian besar individu dengan divertikular kolon tidak
menunjukkan gejala.  Studi epidemiologis melaporkan variasi dalam tingkat
prevalensi dan lokasi dominan divertikular akan tergantung pada etnis. Selain
itu, beberapa penyakit warisan dari jaringan ikat telah akan berhubungan
dengan devertikular disease dan diverticulosis penyakit itu antara lain adalah
sindrom Ehlers-Danlos (EDS) jenis IV, sindrom Williams-Beuren, penyakit
ginjal polikistik, sindrom Coffin-Lowry, dan sindrom Marfan.(Crowe 2013)
Pria atau wanita 1:1,5,insiden tertinggi pada usia 40 tahun dan 50-an.
Insiden tertinggi di Negara-negara Barat dimana terjadi pada 50% dari warga
yang berusia lebih dari 60 tahun. Perdarahan saluran cerna bagian bawah
yang memerlukan rawat inap kurang dari 1% dari semua data yang diterima
oleh rumah sakit di Amerika Serikat. Perdarahan saluran cerna bagian bawah
memiliki mortalitas sekitar 10-20% pada pasien lansia dan pasien dengan
kondisi komorbiditas. Pada orang lansia dengan perdarahan saluran cerna
bagian bawah lebih sering terjadi apabila menderita penyakit diverticular
disease dan penyakit vaskular lainnya.
Dan perdarahan saluran cerna bagian bawah juga lebih tinggi pada pria
dibandingkan dengan perempuan (Cagir, 2011 dalam sopena 2011). Penyakit
divertikular di sebelah kanan jarang ditemukan di dunia belahan barat.
Frekuensi penyakit ini dilaporkan kira-kira sebanyak 1-2% dari sampel di
Eropa dan Amerika, tetapi di Asia dijumpai sebanyak 43-50%.

2.4 Faktor Resiko


Perubahan mikroflora usus bisa menjadi salah satu mekanisme yang diduga
bertanggung jawab untuk peradangan kelas rendah. Pada pasien dengan penyakit
diverticular disease, pertumbuhan bakteri yang berlebihan dapat
hadir. Pertumbuhan bakteri yang berlebihan ini terjadi karena stasis tinja di dalam
divertikula yang bisa berkontribusi pada kasus peradangan tingkat rendah kronis
yang peka baik eferen primer intrinsik dan ekstrinsik neuron aferen primer.
12

Menurut Bhom 2015 faktor lain yang telah dikaitkan dengan peningkatan risiko
penyakit diverticular antara lain:
a. Faktor Lingkungan
Konsumsi Serat dari Hipotesis bahwa devertikular disease adalah
penyakit yang berhubungan dengan diet dimana pada masa peradaban
diverticulosis umum di negara-negara urban dan langka di pedesaan
Afrika.  Karena fakta bahwa diet rendah serat mengurangi volume tinja,
menurunkan diameter usus, meningkatkan tekanan intraluminal pada
dinding kolon sesuai hukum laplace yang akan mengakibatkan
devertikular. Diet vegetarian akan menyebabkan mikrobiota usus berubah
maka perlindungan dari kanker usus besar berkurang, karena inilah asupan
penting seperti makanan serat diperlukan untuk mengurangi risiko
Devertikular Disease.
Konsumsi daging merah, daging merah merupakan faktor risiko
lain untuk kanker usus dan obesitas yang dinilai dalam beberapa
penelitian. Dalam Health Professionals Follow-up Study (HPFS) dan
European Prospective Investigation into Cancer and Nutrition (EPIC)
kohort peningkatan asupan daging merah memberikan risiko lebih tinggi
untuk devertikular disease.  Faktor lingkungan lain seperti merokok,
merokok merupakan stimulus proinflamasi dan penyebab utama kematian
di seluruh dunia. Sebuah studi prospektif menemukan bahwa ada
peningkatan insiden devertikular disease akan terjadi pada wanita yang
merokok.
b. Pertambahan Usia
Pada usia lanjut terjadi penurunan tekanan mekanik/ daya regang dinding
kolon sebagai akibat perubahan struktur jaringan kolagen dinding usus
c. Konstipasi
Konstipasi menyebabkan otot-otot menjadi tegang karena tinja yang terdapat
di dalam usus besar. Tekanan yang berlebihan menyebabkan titik-titik lemah
pada usus besar menonjol dan membentuk divertikular
13

2.5 Manifestasi Klinis


Kebanyakan pasien yang menderita penyakit diverticular disease tidak
menunjukkan gejala yang serius seperti penyakit lainnya. Penyakit diverticular
disease merupakan penyakit yang biasanya terjadi karena penyakit usus lainnya
seperti diare, konstipasi yang berlebihan pada usus besar khususnya colon. Bisa
juga terjadi karena bakteri yang ada dalam usus menyebar luas yang
mengakibatkan pendarahan bagian usus yang lain. Factor lain yang dapat
menimbulkan yaitu diet yang rendah serat yang mengakibatkan beban keras usus
dalam eleminasi tinja atau feses. Tanda dan gejala diverticular yaitu dengan
pasien mengalami nyeri perut. Diverticular juga umum terjadi di daerah asia
maupun Afrika karena factor umur yang sudah menopause. Tanda dan gejala lain
yaitu:
a. Rasa nyeri, sensitif, atau kram pada bagian perut, umumnya kiri bawah perut
dan lebih terasa bila tubuh digerakkan. Nyeri tekan pada fosa iliaka kiri
b. Demam menggigil
c. Sensasi kembung atau perut terasa dipenuhi gas.
d. Diare atau sembelit.
e. Mual dan kadang muntah.
f. Kehilangan nafsu makan
g. Tanpa massa yang teraba dan distensi abdomen
h. Perforasi
i. Obtruksi usus besar
j. Perdarahan saluran cerna bagian bawah
k. Perut buncit karena penumpukan fases di devertikula.

2.6 Klasifikasi
Penyakit diverticular disease terdapat banyak macamnya. Penyakit ini
menyerang system gastrointestinal yang terjadi pada usia 40 ke atas dan
kebanyakan menyerang wanita daripada laki-laki yaitu 1:1,5 (Bhom 2015) bhom
14

2015 mengatakan Klasifikasi atau macam-macam dari penyakit diverticular


disease sebagai berikut:
a. Divertukulosis
Divertikulosis adalah kondisi di mana terbentuk kantong-kantong
(divertikula) pada dinding usus besar. Kantong tersebut paling sering
berlokasi di bagian usus besar sebelah kiri bawah. Ukuran kantong biasanya
cukup kecil (5 sampai 10 milimeter), walaupun kadang-kadang ada juga yang
lebih besar. Diverticulosis jarang terjadi pada bagian kanan, biasanya terjadi
bagian kanan pada anak muda. Divertukulosis terjadi pada usus besar yaitu
kolon sigmoid dan menurunnya frekuensi pada kolon proksimal.
Divertikulosis kolon biasanya asimtomatik. Komplikasi dari diverticulosis
adalah peradangan devertikulitis.
b. Divertukulitis
Penyakit diventikular (atau deverkulosis) merupakan keadaan dimana
terdapat banyak penonjolan mukosa yang menyerupai kantong (diverticula)
yang tumbuh dalam usus bsar,khususnya kolon sigmoid. Peradangan akut
dari diverticulum menyebabkan diverticulitis

c. Divertikular
Merupakan kelainan umum yang ditandai oleh hipertrofi otot polos kolon
yang menyebabkan terbentuknya penonjolan menyerupai kantung di antara
15

serat serat otot yang menebal. Terdapat herniasi pada mukosa dan
submukosa pada tempat-tempat yang lemah pada dinding usus. Sigmoid
merupakan daerah yang paling sering terkena (>90%) namun dapat terbetuk
divertikular dari setiap bagian kolon.
d. Predivertikular
Adalah terjadi hemiasi mokosa, submukosa dan masih tetap berada pada
dinding kolon dan belum seluruhnya herniasi melewati dinding kolon.
Peridivertikulitis merupakan respons inflamasi yang melampaui divertikulum
itu sendiri.
Klasifikasi stadium klinik divertikulitis akut menurut Hinchey adalah:
a. Stadium I : Peridivertikular plegmon dengan mikoabses
b. Stadium II : Perikolik atau pelvik makro abses
c. Stadium III : Peritonitis generalisata purulenta
d. Stadium IV: Peritonitis feculen generalisata dengan feses

2.7 Pemeriksaan Diagnostik


Untuk diverticulitis rumit terapi standar dengan diet cair dan antimikroba yang
dipakai biasanya ciprofloxacin dan metronidazol. Rawat inap, istirahat usus, dan
agen antibakteri intravena
Pasien yang menderita penyakit Diventicularitis dapat dilakukan pemeriksaan
dubur atau pemeriksaan menggunakan Colonskopi. Pemeriksaan penunjang dapat
dilakukan dengan cara:
a. Diverticularosis : enema barium ( Kolonskopi) adalah pemeriksaan X Ray
pada usus besar tujuan pemeriksaan membantu menegakan diagnosis
carcinoma colon dan penyakit inflamasi colon medeteksi adanya polip dan
inflamasi perubahan structural pada kolon.
b. Diverticularitis : DPL,hitung sel darah putih , ureum + elektrolit, rontgen
toraks,CT scan
c. Computed Tomography Abdomen untuk membuktikan abses. Fistula
colovesikel hanya ditemukan bila bila tingkat kecurigaan tinggi (infeksi
16

saluran kemih rekuren , pnemumaturia,dll) namun bisa ditemukan pada


pemeriksaan radiologi dengan kontraks barium.
d. Uji fungsi liver atau hati: untuk menguji apakah pasien memiliki gangguan
fungsi hati
e. Sigmodoskopi atau Kolonoskopi
f. Uji Analisis Urine : untuk mengetahui adanya infeksi saluran kemih
Pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan dalam menunjang bukti penyakit
yang signifikan. Setelah melewati peradangan, dilakukan tes lainnya:
a. Sebuah enema barium – injeksi zat radiopak ke dalam rektum, yang membuat
usus terlihat pada x-ray dan memungkinkan Anda untuk melihat tempat-
tempat patologi;
b. Fleksibel sigmoidoscopy – kamera dalam tabung tipis ke dalam rektum
vstavlyaetsyaa, dan untuk menyelidiki usus nya, kotak di bawah ini;
c. Colonoscopy – Kamera di tabung tipis dimasukkan melalui rektum ke dalam
usus besar, menjelajahi permukaan.
Pemeriksaan Penunjang pada pasien devertikular disease salah satunya
adalah Barium Enama Kolonoskopi dimana sensitivitas pada barium enema
sangat tinggi, bahkan polip kecil saja dapat terdeteksi Pemeriksaan barium enema
dapat menilai kolon secara keseluruhan terutama jika  terdapat suatu patologi
di kolon bagian distal yang menghalangi masuknya kolonoskop. Sedangkan
manfaat utama kolonoskopi adalah dimungkinkannya pemeriksaan maupun
intervensi kolon secara menyeluruh. Pada saat ditemukan suatu tumor ataupun
polip, dapat dilakukan biopsy juga.
17

Gambar 2.4 Barium Enema


Barium Enema dapat menunjukan adanya spasme segmental dan
penebalan otot yang mempersempit lumen, namun pemeriksaan barium enema
kontraindikasi delakukan pada fase infeksi. Selain itu USG pada Abdomen dapat
memperlihatkan gambar penebalan dinding kolon dan massa

Gambar 2.5 USG Abdomen

Gambar 2.6 Hasil kolonoskopi


CT-Scan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas dengan evaluasi
keadaan usus dan masentrium yang lebih baik dibandingkan pemeriksaan lainya.
Pada pemeriksaan CT-scan dapat ditemukan penebalan kolon
18

Gambar 2.7 Hasil CT-Scan

2.8 Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi


a. Farmakologi
Berbagai cara dilakukan untuk pengobatan penyakit Diverticularitis agar
dapat membantu meredakan sakit yang di derita oleh pasien tersebut.
Penatalaksanaan farmakologi sendiri yaitu dengan cara memberikan obat ke
dalam daerah atau organ yang terkena penyakit diverticularitis. Terapi
farmakologi yang dilakukan sebagai berikut
1) Antibiotik intravena, biasanya diberikan untuk menangani infeksi yang
menyebabkan rasa nyeri.
2) Pasien dengan gejala ringan yang disebabkan oleh kejang otot di daerah
verticularitis mendapatkan obat anti kejang seperti chlordiazepoxide
(Librax), dicyclomine (Bentyl), hyoscyamine, atropine, scopolamine,
phenobarb (Donnatal), dan yoscyamine (Levsin) .
3) Ada juga obat antibiotic yang biasanya digunakan oleh dokter-dokter
dalam menyembuhkan atau meredakan penyakit diverticularitis seperti
ciprofloxacin (Cipro), metronidazole (Flagyl), cephalexin (Keflex), dan
doxycycline (Vibramycin).
19

b. Non Farmakologi
Pengobatan non farmakologi juga digunakan dalam menunjang kesembuhan
pasien selain pengobatan farmakologi seperti :

1. Pembedahan
Biasanya untuk kasus dengan komplikasi /kambuh ,kasus yang telah
terbukti ,serangan akut atau (jarang) kasus yang gagal dengan terapi
medikamentosa. Pembedahan elektif kolon sebelah kiri tanpa
periotinitis:reseksi segmen yang telibat dan sambungkan ujung-ujungnya
(anastomosis primer). Pembedahan darurat kolon sebelah kiri dengan
peritonitis difus: reseksi segmen yang terlibat,tutup usus distal(yaitu
rectum bagian atas) dan keluarkan usus proksimal sebagai ujung
kolostomi ( prosedur Hartmann). Pembedahan darurat kolon sebelah kiri
dengan peritonitis minimal atau tanpa peritonitis:reseksi segmen yang
terlibat san sambungan ujung-ujungnya ( anastomosis primer) mungkin
aman. Pembedahan rumit kolon sebelah kiri ( misalnya fistula
kolovesika: reseksi,anastomosis primer(mungkin dapat menggantikan
fungsi stoma proksimal).
2. Diet tinggi serat ( buah,sayuran,roti gandum,kulit padi )
Diet dengan buah dan sayuran yang melimpah dianjurkan karena
tampaknya efek perlindungan ini mengurangi perkembangan gejala dan
mencegah komplikasi karena Diet tinggi serat dapat mencegah
pembentukan divertikula tambahan, menurunkan tekanan dalam lumen,
dan mengurangi kemungkinan bahwa salah satu diverticula yang ada
akan meledak atau meradang (Marlett et al. 2002 dalam sopena)

2.9 Nutrisi dan Gizi


Penyakit divertikular yaitu dengan menambah asupan makanan berserat
hingga tingkat yang disarankan untuk mengatasi gejala divertikulosis
(pembentukan kantong kecil (divertikula) yang menekan keluar melalui titik
lemah di usus besar) dan divertikulitis (infeksi divertikula). Pola makan rendah
20

serat diyakini sebagai penyebab utama divertikulitis. Asupan serat harian yang
disarankan adalah 20–35 gram, sedangkan rata-rata makanan orang Amerika
hanya mengandung 12–18 gram serat. Pola makan vegetarian umumnya
mengandung serat dua kali lebih tinggi dari non vegetarian. Serat dapat
melembekkan feses dan mengurangi tekanan terhadap usus besar. Serat larut dan
kasar akan melembut menjadil gel dalam saluran pencernaan dan memperlambat
pencernaan, yang meningkatkan penyerapan nutrisi dan dapat memperbaiki
tingkat gula darah serta insulin dengan memperlambat pelepasan glukosa. Serat
yang kemungkinan besar akan menyebabkan gejala gastrointestinal termasuk
psyllium, guar gum, inulin, oligofruktosa, polidekstrosa, dan pati resisten. Asupa
serat lebih dari 50 gram per hari dapat menyebabkan masalah pencernaan akut dan
penyumbatan.

Tabel Rekomendasi diet serat 25 sampai 35 Gram per hari menurut Nutritional
assessment and care dalam Mormon

Makanan Anjuran per Kg/bb


Kacang-Kacangan
½ cangkir kacang utara besar, ginjal, lima, atau kacang 5 sampai 9 gram
merah

½ cangkir kacang panggang, kacang polong, lentil, atau 3 sampai 5 gram


kacang garbanzo

½ cangkir pinto, putih, atau hitam bermata kacang 3 sampai 5 gram


Sereal dan biji-bijian
½ cangkir semua dedak, fier satu, atau gandum dedak 10 atau lebih gram

½ cangkir kismis dedak atau bekatul flkes 5 sampai 9 gram


½ cangkir gandum Chex 3 sampai 5 gram
1 paket oatmeal 3 gram
1 gandum 3 sampai 5 gram
21

Buah-buahan

1 apel, pir, pepaya, atau oranye 3 sampai 5 gram


½ cangkir blackberry atau raspberry 3 sampai 5 gram
10 tanggal dikeringkan 3 sampai 5 gram
½ cangkir saus apel 1 sampai 2 gram
10 plum kering 5-9 gram
Sayuran

½ cangkir jagung, brussell kecambah, atau kacang hijau 3 sampai 5 gram

1 cangkir bayam, labu musim dingin, lobak, paprika, 1 sampai 2 gram


kacang hijau,
cauliflwer atau wortel
1 kentang dengan kulit 1 sampai 2 gram
10 zaitun 1 sampai 2 gram

1 cangkir jamur 1 sampai 2 gram


BAB 3. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN DEVERTIKULAR

DISEASE

3.1 Pengkajian

Pengkajian adalah pengumpulan data yang berhubungan dengan


pasien secara lengkap selama mendapatkan riwayat kesehatan, pasien ditanya
tentang awitan dan durasi nyeri serta pola eliminasi saat ini dan masa lalu.
Kebiasaan diet dikaji ulang untuk menentukan supan serat. Pasien haru
ditanyakan tentang mengejan saat defekasi, adanya konstipasi dengan periode
diare, tenesmus, (Spasme Sfinger anal dengan nyeri dan dorongan untuk
defekasi terus menerus), kembung abdomen, dan distensi.
Pengkajian objektif mencakup auskultasi adanya bising usus dan
karakternya dan palpasi nyeri kuadran kiri bawah, nyeri tekan, atau massa
padat. Feses diinspeksi untuk adanya pus, mucus, dan/atau darah. Suhu, nadi,
dan tekanan darah dipantau untuk variasi abnormal.
I. Identitas Pasien
Sebelum melakukan proses keperawatan, kita terlebih dahulu melakukan
pendataan identitas Pasien yang meliputi Nama, Umur, Jenis Kelamin,
Agama, Pendidikan, Alamat, Nomer Rumah Sakit, Pekerjaan, Status
Perkawinan, Tanggal Masuk Rumah Sakit, Tanggal Pengkajian, Sumber
Informasi.
Nama : Terjadi pada Dewasa lanjut atau Lansia karena pada usia
tersebut suka sering tidak diatur pola makannya dan bisa jadi karena faktor
usia.
Umur : (Terjadi pada usia 55 th tapi paling umum terjadi pada usia
>60 th
Jenis Kelamin : Umumnya pada Laki-Laki (tetapi tidak dijumpai perbedaan
yang signifikan angka keterjadian diverticular antara laki laki dan
perempuan).
20

Pekerjaan : Kuli Bangunan (Karena pekerjaan seperti ini sangat


berat dan butuh energy besar)
Alamat : Umum terjadi di dunia Barat (Amerika) karena lebih umum di
daerah-daerah yang berkembang dan Negara industri bahkan termasuk
endemic dan bahaya yang dapat membawa kepada kematian juga mereka
disana suka mengkonsumsi makanan yang berlemak tetapi jarang di daerah
seperti (Asia atau Afrika) karena di Negara ini masih mempertahankan
sayuran, buah (berserat) untuk di konsumsi.
II. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Gangguan terpenting yang menjadi keluhan pasien sehingga membawa
pasien datang ke Rumah Sakit. Pada pasien diverticulitis keluahan secara
umumnya yaitu individu dengan diverticulitis mungkin hadir dengan sisi
nyeri kanan perut. Hal ini mungkin karena diverticulum sisi kanan
kurang lazim atau kolon sigmoid yang sangat berlebihan. Beberapa
pasien melaporkan pendarahan dan sembelit.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kondisi dimana saat dilakukan pemeriksaan oleh perawat yang
mendeskripsikan perkembangan gejala dari keluhan utama. hal yang
muncul pada pasien dan mengatakan bahwa merasakan nyeri perut sangat
hebat. Mengalami peningkatan suhu juka terjadi devertikulosis kronik.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pada pasien yang mengalami diverticulum ini tanda dan gejala yang
muncul adalah nyeri perut karena biasanya telah memiliki gangguan pada
saluran pencernaan sebelum terkena devertikular disease.
d. Riwayat Keluarga
Biasanya pada bawaan dari pasien karena mereka terbentuk bahkan
Selama tinggal anak di dalam kandungan dan biasanya bertahan
sepanjang hidup seseorang juga bisa dari yang diperoleh karena terbentuk
sepanjang hidup sesorang (biasanya pada orang tua) di usus besar atau
kecil. Dan penyakit ini bersifat genetik beberapa penyakit warisan dari
21

jaringan ikat telah akan berhubungan dengan devertikular disease dan


diverticulosis penyakit itu antara lain adalah sindrom Ehlers-Danlos
(EDS) jenis IV, sindrom Williams-Beuren, penyakit ginjal polikistik,
sindrom Coffin-Lowry, dan sindrom Marfan.
3.2.1 Pengkajian berdasarkan NANDA
1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
Pasien dengan DD (Devertikular disease) memiliki persepsi yang baik
atau buruk, seperti Pasien berpendapat bahwa kesehatan sangat penting
dan harus dipelihara. Sehingga Pasien akan melakukan hal agar
penyakitnya dapat sembuh.
2. Pola nutrisi/metabolik (ABCD: Antropometri, Biomedical sign, Clinical
sign, Diet Pattern)
Pasien dengan devetikular disease terjadi penurunan nafsu makan karena
rasa sakit yang di timbulkan jika makanan masuk ke devertikulum.
Pasien dengan devertikulum harus melakukan diet serat untuk
memulihkan kondisinya.
3. Pola eliminasi
Karena terjadinya perdarahan di diverticulum sehingga BAB bercampur
dengan darah. Selain itu penurunan tekanan intraluminal akan
menyebabkan susah buang air besar dan feses akan keras.
4. Pola aktivitas dan latihan
Pasien dengan devertikular disease sebagian besar aktivitas pasien tetap
bisa melakukan kegiatannya dengan mandiri.
5. Fungsi kardiovaskuler :
Pasien dengan Devertikular disease tidak memiliki keluhan terhadap
fungsi kardiovaskulernya.
6. Pola tidur dan istirahat
Pasien dengan Devertikular disease pola tidur dan istirahatnya terganggu
karena pasien mengalami nyeri pada bagian perut kuadran kanan bawah.
7. Pola kognitif dan perceptual
Pola kognitif dan memori Pasien normal
22

8. Fungsi dan keadaan indera


Fungsi dan keadaan indra dalam rentang normal.
9. Pola persepsi diri
Pola persepsi setiap orang berbeda, Pasien dengan devertikular disease
biasanya memiliki gangguan gambaran diri seperti malu karena perut
akan membuncit akibat dari fases yang susah untuk di keluarkan.
10. Pola seksualitas dan reproduksi
Saat sakit pasien tidak mengalami gangguan pada pola seksualitas dan
sistem reproduksi.
11. Pola peran dan hubungan
Devertikular disease dapat mempengaruhi pola peran Hubungan dan
peran klien dalam keluarga mengalami perubahan karena adanya
perubahan kenyamanan pada klien.
12. Pola manajemen koping-stress
Biasanya klien merasa cemas atau stress karena keadaan penyakitnya
dimana terkadang akan keluar darah saat BAB
13. System nilai dan keyakinan
Pasien dengan Devertikular disease dapat melakukan ibadah sesuai
dengan keyakinannya.
III. Pemeriksaan Fisik
Tanda vital:
Tekanan Darah : Pada batas normal tidak begitu mempengaruhi
Nadi : Nadi akan mengalami takikardi terutama jika
terjadi pada devertikulitis akut akibat proses infeksi
RR : Pada batas normal tidak begitu mempengaruhi
Suhu : Suhu mengalami peningkatan terutama jika terjadi
devertikulitis karena mekanisme dari proses infeksi.
Pengkajian Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi)
1. Kepala
Inspeksi : Bentuk normal, simetris, distribusi rambut merata, warna
rambut hitam, tidak ada jejas.
23

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

2. Mata
Inspeksi : Bentuk normal, simetris, konjungtiva anemis, sklera putih
3. Telinga
Inspeksi : Bentuk normal, tidak terlihat luka
Palpasi: tidak ada nyeri tekan
4. Hidung
Inspeksi : Bentuk normal tidak ada sumbatan pada hidung
Palpasi : tidak adanya nyeri tekan
5. Mulut
Tidak adanya bibir pecah-pecah pada rentang normal
6. Leher
Bentuk normal, simetris, tidak ada pembesaran vena jugularis, tidak
ada nyeri tekan, tidak adanya pembesaran kelenjar getah bening.
7. Dada
Paru-paru : normal
Inspeksi : bentuk normal, tidak ada jejas, simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Aukultasi : vesikuler
Jantung: normal
Inspeksi : tidak ada jejas
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : tidak terdengar suara tambahan
8. Abdomen
Inspeksi : Bentuk agak sedikit buncit
Palpasi : ada nyeri tekan pada kuadran kanan bawah
Perkusi: Pekak karena adanya penumpukan massa dalam
devertikulum
9. Urogenital
Dalam rentang normal.
24

10. Ekstremitas
Dalam rentang keadaan normal.
11. Kulit dan kuku
Kulit warna sawo matang dan kuku bersih. Dalam rentang normal.
IV. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar X Dilakukan untuk mengesampingkan apendisitis
b. Enema barium Memberikan informasi diagnostic dengan menandai sisi
dan luasnya penyakit
c. Pemindai temografi computer (CT) Scan Dapat menunjukkan abses
d. Kolonscopi Dilakukan untuk mengobservasi diverticula dan
membedakannya untuk mendeteksi kemungkinan adnya penyakit lain
e. Test Laboratorium

3.2 Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan pada semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama
mencakup yang berikut :

Pre Operasi:

a. Perubahan perfusi jaringan gastrointestinal berhubungan dengan proses


infeksi.
b. Konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon, sekunder akibat
penebalan segmen otot dan struktur.
c. Gangguan eleminasi diare yang berhubungan dengan cairan tertahan di
kolon akibat saluran kolon menyempit
d. Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan penahanan pada saluran
gastrointestinal. ditandai dengan nyeri
e. Ansietas yang berhubungan dengan stressor karena fistula
f. Infeksi pada peritoneum yang berhubungan dengan peritonis

Post Operasi

a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi


25

b.Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan


(anorexia) sekunder terhadap nyeri
c.Resiko infeksi berhubungan dengan perawatan luka insisi yang tidak steril
aseptic ditandai dengan adanya tanda-tanda infeksi pada daerah insisi.
d. Resiko tinggi terhadap perubahan dalam penatalaksanaan pemeliharaan di
rumah berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, rencana
tindakan, dan tindakan perawatan diri preventif saat pulang.

3.3 Intervensi Keperawatan


Interverensi keperawatan menurut brunner and suddan dapat dilakukan dengan
melakukan beberapa hal yaitu sebagai berikut Brunner and suddan:
a. Mempertahankan Pola Eliminasi Normal. Asupan cairan 2 L/hari (dalam
batas cadangan jantung pasien) sangat dianjurkan. Makanan yang lembut
tetapi mempunai serat tinggi dianjurkan untuk meningkatkan bulk feses dan
memudahkan peristaltik, sehingga meningkatkan defekasi. Program latihan
individual dianjurkan untuk memperbaiki tonus otot abdomen. Pasien dibantu
dalam mengidentifikasi kebiasaan yang mungkin telah digunakan untuk
menekan dorongan defekasi.
b. Masukan laksatif bulk harian seperti metamucil, yang membantu mendorong
feses melewati kolon, dianjurkan. Pelunak feses diberikan sesuai resep untuk
menurunkan mengejan saat defekasi yang pada waktunya menurunkan
tekanan usus. Enema retensi-minyak dapat diberikan untuk melunakkan feses
dan menurunkan inflamasi.
c. Menghilangkan Nyeri. Analgesik (misalnya Demerol) di berikan untuk nyeri.
Preparat antispasmodik diberikan sesuai program untuk menurunkan spasme
usus. Intensitas, durasi, dan lokasi nyeri dicatat untuk menentukan kapan
proses inflamasi menjadi lebih berat atau berkurang.
d. Memperbaiki Perfusi Jaringan Gastrointestinal. Tanda-tanda vital dan
haluaran urin dipantau terhadap adanya bukti penurunan perfusi jaringan.
Cairan IV diberikan untuk menggantikan kehilangan volume sesuai
kebutuhan.
26

e. Memantau dan Mengatasi Komplikasi Potensial. Fokus keperawatan utama


adalah mengidentifikasi individu beresiko dan mengatasi gejala sesuai
kebutuhan. Perawat mengkaji terhadap adanya tanda-tanda perforasi.
Peningkatan nyeri abdomen dan nyeri tekan yang disertai dengan kekakuan
laju sedimentasi, Peningkatan suhu, Takikardia, dan Hipotensi. Perforasi
memerlukan kedaruratan bedah. Menifestasi klinis perforasi dan peritonitis
dan perawatan pasien dengan peritonitis.

3.2.1 Intervensi Keperawatan Manurut NIC-NOC


Pre Operasi :
a. Konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon, sekunder akibat
penebalan segmen otot dan struktur dengan perawatan selama 1x24 jam
masalah konstipasi dapat diatasi dengan kriteria hasil mempertahankan
bentuk feses 1-3 hari bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi.
Intervensi yang dilakukan yaitu:

1) Monitor bising usus


2) Monitor tanda dan gejala kosntipasi
3) Dukung intake cairan
4) Evaluasi profil obat gastrointestinal ada efek atau tidak
5) Anjunkan diet tinggi serat

b. Gangguan eleminasi diare yang berhubungan dengan malabsorpsi cairan


tertahan di kolon akibat saluran kolon menyempit yang ditandai dengan
defekasi cair dengan perawatan selama 2x24 jam masalah gangguan
eliminasi diare teratasi dengan kriteria hasil hidrasi berkurang manajemen
peradangan usus berkurang keseimbangan cairan teratasi dan fungsi
gastrointestinal membaik. Interverensi yang dilakukan yaitu:

1) Manajemen diare

2) Monitor elektrolit

3) Manajemen pengobatan
27

4) Perawatan selang gastrointestinal

5) Manajemen saluran cerna

c. Perubahan perfusi jariangan gastrointestinal berhubungan dengan proses


infeksi dengan perawatan selama 2x24 jam dapat tmengurangi proses
infeksi dengan kriteria hasil klien bebeas dari gejala infeksi akibat perfusi
jaringan . Intervensi yang dapat digunakan yaitu:

1) Tingkatkan intake nutrisi dalam tubuh


2) Berikan terapi antibiotic bila perlu
3) Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
4) Dorong masukan nutrisi yang cukup
5) Intruksikan pasien meminum antibotik sesuai resep dokter

d. Gangguan rasa nyaman sehubungan dengan penahanan pada saluran


gastrointestinal. ditandai dengan nyeri dengan dilakukan perawatan selama
2x24 jam gangguan rasa nyaman dapat berkurang dengan kriteria hasil
rasa nyaman dapat membaik. Intererensi yang dilakukan
1) Kaji nyeri ( catat lokasi nyeri,intesitas nyeri,karakteristik)
2) Kurangi aktivitas dan beri hiburan pada klien
3) Ajarkan tekhnik distraksi dan relaksasi untuk mengurangi nyeri
4) Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian analgesic

e. Ansietas yang berhubungan dengan stressor karena fistula yang ditandai


dengan keluarnya gelembung-gelembung udara dalam kemih dengan
dilakukan perawatan selama 2x24 Jam ansietas yang berhubungan debgan
stressor karena fitula dapat teratasi. Dengan kriteria hasil status
kenyamanan fisik dan psikospiritual dapat membaik control gejala
membaik Interverensi yang dilakuakan:
1) Pengurangan Kecemasan
2) Monitoring tanda tanda vital
3) Terapi relaksasi
28

4) Peningkatan koping
f. Infeksi pada peritoneum yang berhubungan dengan peritonis yang
ditandai dengan devertikulitis dengan dilakukan perawatan selama 2x24
jam infeksi pada peritoneum dapat berkurang dengan kriteria hasil fungsi
gastrointenal membaik status nutrisi membaik. Intervensi yang dilakukan
1) Kontrol infeksi
2) Manajemen nutrisi
3) Perawatan selang gastrointestinal
4) Monitor tanda tanda vital
5) Monitor nutrisi
3.4 Implementasi Keperawatan
Tujuan yang utama mencakup mendapatkan dan mempertahankan eliminasi
normal, penurunan nyeri, perbaikan perfusi jaringan gastrointestinal dan tidak ada
komplikasi.
3.4.1 Implementasi Keperawatan Menurut NIC-NOC
a. Kekurangan volume cairan bd cairan aktif yang ditandai dengan
peningkatan suhu dengan perawatan 2x24 jam dengan kriteria hasil
keseimbangan elektrolit fungsi gastrointentinal membaik status nutrisi
terpenuhi asupan makanan dan cairan. Intervensi yang dilakukan yaitu:
1) Memanajemen elektrolit
2) Memonitoring cairan
3) Memonitoring elektrolit
4) Mengurangi gastrointestinal
b. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi dengan perawatan
selama 2 x 24 jam skala nyeri berhubungan dengan inflamasi dan
infeksi berkurang dengan kriteri hasil Mampu mengontrol nyeri dan
nyeri berkurang. Intervensi yang dilakukan yaitu:
1) Mengurangi factor prestisipasi nyeri
2) Memberikan analgetik
3) Mengobservasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
29

c. Konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon, sekunder akibat


penebalan segmen otot dan striktur dengan perawatan selama 1x24 jam
masalah konstipasi dapat diatasi dengan kritesia hasil mempertahankan
bentuk feses 1-3 hari bebas dari ketidaknyamanan dan konstipasi.
Interverensi yang dilakukan yaitu:
1) Memonitor bising usus
2) Memonitor tanda dan gejala konstipasi
3) Mendukung intake cairan
4) Mengvaluasi profil obat gastrointestinal ada efek atau tidak
5) Menganjurkan diet tinggi serat
d. Gangguan eleminasi diare yang berhubungan dengan malabsorpsi cairan
tertahan di kolon akibat saluran kolon menyempit yang ditandai dengan
defekasi cair dengan perawatan selama 2x24 jam masalah gangguan
eliminasi diare teratasi dengan kriteria hasil hidrasi berkurang manajemen
peradangan usus berkurang keseimbangan cairan teratasi dan fungsi
gastrointestinal membaik. Intervensi yang dilakukan yaitu:
1) Memanajemen diare
2) Memonitor elektrolit
3) Memanajemen pengobatan
4) Merawatan selang gastrointetinal
5) Memanajemen saluran cerna

e. Perubahan perfusi jaringan gastrointestinal berhubungan dengan proses


infeksi dengan perawatan selama 2x24 jam dapat mengurangi proses
infeksi dengan kriteria hasil klien bebeas dari gejala infeksi akibat perfusi
jaringan . Intervensi yang dapat digunakan yaitu:
1) Meningatkan intake nutrisi dalam tubuh
2) Memberikan terapi antibiotik bila perlu
3) Memonitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan local
4) Mendorong masukan nutrisi yang cukup
5) Mengintruksikan pasien meminum antibotik sesuai resep dokter
30

f. Ansietas yang berhubungan dengan stressor karena fistula yang ditandai


dengan keluarnya gelembung - gelembung udara dalam kemih dengan
dilakukan perawatan selama 2x24 jam ansietas yang berhubungan dengan
stressor karena fitula dapat teratasi. Dengan kriteria hasil status
kenyamanan fisik dan psikospiritual dapat membaik kontrol gejala
membaik Intervensi yang dilakukan :
1) Mengurangan kecemasan
2) Memonitoring tanda tanda vital
3) Memberikan terapi relaksasi
4) Meningkatkan mekanisme koping
g. Infeksi pada peritoneum yang berhubungan dengan peritonis yang ditandai
dengan devertikulitis dengan dilakukan perawatan selama 2x24 jam infeksi
pada peritoneum dapat berkurang dengan kritteria hasil fungsi
gastrointestinal membaik status nutrisi membaik. Intervensi yang dilakukan
1) Mengontrol infeksi
2) Memanajemen nutrisi
3) Merawatan selang gastrointestinal
4) Memonitor tanda tanda vital
5) Memonitor nutrisi
3.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang diharapkan dari perkembangan penyakit diverticular disease
menurut brunner and suddan sebagai berikut:
a. Mendapatkan pola eleminasi normal
1) Melaporkan kram dan nyeri abdomen berkurang.
2) Melaporkan pasase fess lembut dan berbentuk tampa nyeri.
3) Menambahkan sekam yang tidak terproses makanan.
4) Minum sedikitnya
5) yang tidak terproses dalam makanan.
6) Latihan setiap hari
b. Nyeri Berkurang
1) Meminta analgesic sesuai kebutuhan.
31

2) Mentaati diet rendah serat selama episode akut.


c. Mencapai perfusi jaringan gastrointestinal normal
1) Memenuhi pembatasan makanan.
2) Haluaran urin adekuat.
3) Tekanan darah tetap normal.
d. Tidak mengalami Komplikasi
1) Tidak demam.
2) Abdomen lunak, tidak nyeri tekan dengan bising usus normal.
3) Feses negative untuk darah semua.
BAB 4. PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Penyakit diverticular disease merupakan penyakit yang terjadi akibat


peradangan yang terjadi pada kolon yang ditandai dengan hernia, konstipasi,
dimana ini semua terjadi karena tekanan intraluminal. Diverticular disease
disebabkan karena beberapa faktor diantaranya adalah makanan yang rendah serat
atau orang yang kurang mengkonsumsi makanan berserat kejadian ini serin terjadi
di daerah eropa karena masih banyaknya warga yang kurang suka dengan sayur.
Prevalensi devertikular disease tidak berbeda jauh antara laki-lakidan perempuan
namun ini lebih sering menyerang pada perempuan dengan perbandingan 1:1,5,
paling banyak mempengaruhi orang setengah baya tua meskipun bisa menyerang
orang muda sekalipun. Diverticular terjadi jika makanan tertahan di diverticulum
yang menghasilkan infeksidan inflamasi yang dapat membentuk drainase dan
ahirnya membentuk perforasi dan abses.

4.2 Saran

Diet pasien pada gangguan sistem pencernaan harus diperhatikan secara


khusus sebab pasien yang melakukan diet ini tidak boleh makan sembarangan
makanan yang di makan harus memenuh kriteria gizi yang telah ditentukan.
27

DAFTAR PUSTAKA

Brunner&Suddarth. 1996. Medical Surgisal Nursing. Philadelphia: Lippincott


Publication. Terjemahan oleh Asih Y. 2000. Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta:EGC [ SERIAL ONLINE ] Di akses tanggal 20 Maret
2017
Böhm, Stephan K. 2015. Risk Factors for Diverticulosis, Diverticulitis,
Diverticular Perforation,and Bleeding: A Plea for More Subtle History
Taking.Viszeralmedizin.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4789955/pdf/vim-0031-
0084.pdf [SERIAL ONLINE] doi 10.1159/000381867. 31 (84-94). Html
diakses (24 maret 2017)
Crowe, Francesca L. 2013. Source of dietary fibre and diverticular disease
incidence: a prospective study of UK womenii. Nuffi eld Department of
Population Health. doi 0.1136/gutjnl-2013-304644.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4145436/pdf/gutjnl-
2013-304644.pdf [SERIAL ONLINE]Html diakses (24 maret 2017)
Eliastem M, Strenbach G.L, dan Bresler M.J. 1993. Manual Of Emergency
Medicine. Mosby Year Book,inc. Terhemahan oleh Santasa Hunardja.
1998. Penuntun Kedaruratan Medis. Edisi 5. Jakarta:EGC [ Serial
Online] di akses tanggal 17 Maret 2017
Hobson,Kristina G., M.D. and Patricia L. 2004. Roberts, M.D. Etiology and
Pathophysiology of Diverticular Disease. Clinics in Colon and Rectal
Surgery,vol17(3).
https://www.researchgate.net/profile/Patricia_Roberts/publication/
40688757_Etiology_and_Pathophysiology_of_Diverticular_Disease/
links/5735a64408ae9ace840ac591.pdf [SERIAL ONLINE] Html diakses
(24 maret 2017)
Patrick Davery. 2006. At Glande Medicine. Black weel science ltd. Terjemahan
oleh Rahmalia.A dan Novianty.C. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta:
Erlangga. [Serial Online] Di akses pada tanggal 17 Maret 2017
Price, Sylvia A. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
1 Jakarta: EGC
Pierce A, Grace dan Neil .R. Borley. 2006. Surgery At a Glance. Third edition.
Terjemahan oleh Umami.V. 2007. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi 3.
Jakarta: Erlangga. [Serial Online] Di akses tanggal 20 Maret 2017
Priyanto A dan Lestari .S. 2008. Ensdoskopi Gastrointestinal. Jakarta:Salemba
[ Serial Online ] Di Akses tanggal 22 Maret 2017
28

Reichert, Matthias C & Lammert, Frank. 2015. The genetic epidemiology of


diverticulosis and diverticular disease:Emerging aviedence. United
European Gastroentorology Journal.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4625748/pdf/10.1177_2
050640615576676.pdf [SERIAL ONLINE] doi
10.1177/2050640615576676. Vol. 3(5) 409–418. Html diakses (24 maret
2017)

Anda mungkin juga menyukai