disusun oleh :
Salfiana Riko
1707101030013
Pembimbing:
Disusun Oleh:
SALFIANA RIKO
1707101030013
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian Family Medicine Fakultas Kedokteran Unsyiah
di UPTD Puskesmas Meuraxa
Banda Aceh
Disahkan Oleh :
Banda Aceh, 19 September 2019
Disetujui oleh
Pembimbing I Pembimbing II
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan Laporan Kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior pada
Bagian Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran Unsyiah di UPTD
Puskesmas Meuraxa periode 09 September – 21 September 2019. Shalawat beserta
salam penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
manusia dari zaman jahiliyah ke zaman yang penuh ilmu pengetahuan.
Laporan ini disusun berdasarkan data-data yang ada, bimbingan dan hasil
pengamatan yang dilakukan di UPTD Puskesmas Meuraxa selama mengikuti
kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior Ilmu Kedokteran Keluarga Fakultas Kedokteran
Unsyiah.
Ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Kepala
UPTD Puskesmas Meuraxa, drg. Lia Silvianty Nasty, dr. Khairunnisa Anwar dan dr.
Cut Laila Fauzia Rusli yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing
penulis dalam penyusunan dan penulisan laporan, serta kepada seluruh staf, teman-
teman dokter muda dan semua pihak yang juga turut membantu hingga laporan ini
dapat terselesaikan.
Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis dan bagi semua
pihak. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih terdapat banyak
kekurangan dan kelemahan baik dari segi penyajian maupun dari segi materi, oleh
karena itu penulis mengharapkan saran serta kritik yang bersifat membangun dari
berbagai pihak demi penyempurnaan laporan ini.
LAMPIRAN I
PROMOSI KESEHATAN
I. PENDAHULUAN
Demartofitosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh kolonisasi jamur
dermatofita yang menyerang jaringan yang mengandung keratin seperti stratum
korneum kulit, rambut dan kuku pada manusia.(1) Selain menyerang jaringan keratin
pada manusia dermatofita juga menyerang kulit hewan, sehingga penularan jamur
dermatofita dapat terjadi jika berkontak dengan hewan yang terinfeksi.(2) Saat
sekarang ini sudah ditemukan 41 spesies dermatofita, terdiri dari 17 spesies
Microsporum, 22 spesies Trichophyton, 2 spesies Epidermophyton.(3) Penyakit ini
tidak fatal, namun karena bersifat kronik dan residif, serta tidak sedikit yang resisten
dengan obat anti jamur, maka penyakit ini dapat menyebabkan gangguan
kenyamanan dan menurunkan kualitas hidup bagi penderitanya.(4) Dermatofitosis
disebut juga dengan tinea dan memiliki variasi sesuai dengan lokasi anatominya
seperti tinea kapitis, tinea barbae, tinea kruris, tinea pedis dan tinea korporis.(2)
Pertumbuhan jamur sangat mudah sesuai dengan kecocokan dengan sel inang
dan lingkungannya. Pada umumnya jamur tumbuh dan berkembang baik pada
lingkungan dengan suhu 25- 28 oC begitu juga dengan dermatofita. Selain faktor
lingkungan, infeksi pada kulit manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti;
higiene individu yang rendah, tempat tinggal atau pemukiman yang padat, pakaian
yang tidak menyerap keringat, atau bagian tubuh yang sering tertutup lama oleh
pakaian, sepatu, maupun topi. Biasanya infeksi jamur sering terjadi pada populasi
dengan tingkat sosioekonomi yang rendah, hal ini terjadi karena kurangnya
pengetahuan dan sikap individual terhadap resiko timbulnya infeksi dan transmisi
dari jamur.(3) Penularan dermatofitosis dapat secara langsung dari manusia ke
manusia (anthropophilic organisms), dari tanah ke manusia (geophilic organisms),
dan dari hewan ke manusia (zoophilic organisms). Transmisi dermatofita juga dapat
terjadi secara tidak langsung melalui benda lain yang dapat berperan menjadi media
penularan agen infeksi seperti handuk, topi, dan sisir yang digunakan bergantian.(5)
Dermatofitosis tersebar diseluruh dunia dengan prevalensi yang berbeda-beda
tiap negara. Penelitian World Health Organization (WHO) terhadap insiden dari
infeksi dermatofit menyatakan 20% orang dari seluruh dunia mengalami infeksi
kutaneus dengan infeksi tinea korporis yang merupakan tipe yang paling dominan dan
diikuti dengan tinea kruris,tinea pedis, dan onikomikosis.(6) Indonesia merupakan
salah satu negara beriklim tropis yang memiliki suhu dan kelembaban tinggi, dimana
merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan jamur, higiene juga berperan untuk
timbulnya penyakit ini.(7) Sehingga jamur dapat ditemukan hampir di semua tempat.
Insidensi penyakit yang disebabkan oleh jamur pada tahun 2009-2011 di Indonesia
berkisar 2,93-27,6%.(4)
Di Indonesia dermatofitosis menempati urutan kedua. Dermatofitosis
didapatkan sebanyak 52% dengan kasus terbanyak tinea kruris dan tinea korporis (3).
Data Profil Kesehatan Indonesia 2010 yang menunjukkan bahwa penyakit kulit dan
jaringan subkutan menjadi peringkat ketiga dari 10 penyakit terbanyak pada pasien
rawat jalan di rumah sakit se-Indonesia berdasarkan jumlah kunjungan yaitu
sebanyak 192.414 kunjungan dan 122.076 kunjungan diantaranya merupakan kasus
baru. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit kulit masih sangat dominan terjadi di
Indonesia.(8) Berdasarkan profil Kesehatan Provinsi Aceh tahun 2012 Jumlah
penyakit kulit & subkutan di rumah sakit umum rawat jalan sebanyak 3.502 pasien ,
di puskesmas rawat inap penyakit kulit alergi 81.356 dan dipuskesmas rawat jalan
penyakit kulit alergi 45.461 dari jumlah penduduk 4.726.001 jiwa.(9)
Berdasarkan tingginya angka kejadian terhadap kasus inilah, sehingga penulis
tertarik untuk melakukan penyuluhan berjudul “Kelainan Kulit Akibat Jamur” di
Puskesmas Meuraxa, Banda Aceh.
V. PESERTA KEGIATAN
Kegiatan diikuti oleh pasien dan keluarga pasien yang datang ke UPTD
Puskesmas Meuraxa, Banda Aceh.
2. Etiologi Dermatofitosis
Dermatofita adalah jamur yang menyebabkan dermatofitosis. Golongan jamur
ini mempunyai sifat mencernakan keratin. Dermatofita termasuk kelas fungi
imperfecti yang terbagi dalam 3 genus, yaitu Microsporum, Trichophyton, dan
Epidermophyton. 41 spesies dermatofita telah ditemukan, masing-masing adalah 2
spesies Epidermophyton, 17 spesies Microsporum, dan 22 spesies Trichophyton.
Dematofita dimasukkan dalam famili Gymnoascaceae. Ketiga genus ini
mempunyai sifat keratofilik.(3)
3. Epidemiologi Dermatofitosis
Penelitian World Health Organization (WHO) terhadap insiden dari infeksi
dermatofit menyatakan 20% orang dari seluruh dunia mengalami infeksi kutaneus
dengan infeksi tinea korporis yang merupakan tipe yang paling dominan dan diikuti
dengan tinea kruris,tinea pedis, dan onikomikosis.(6) Indonesia merupakan salah satu
negara beriklim tropis yang memiliki suhu dan kelembaban tinggi, dimana
merupakan suasana yang baik bagi pertumbuhan jamur, higiene juga berperan untuk
timbulnya penyakit ini.(7) Sehingga jamur dapat ditemukan hampir di semua tempat.
Insidensi penyakit yang disebabkan oleh jamur pada tahun 2009-2011 di Indonesia
berkisar 2,93-27,6%.(4)
Faktor epidemiologi yang penting yaitu usia, jenis kelamin, dan ras.
Prevalensi infeksi Dermatofita pada laki-laki lima kali lebih banyak dari wanita.
Tinea kapitis yang disebabkan T. tonsurans lebih sering pada wanita dewasa
dibandingkan laki-laki dewasa, dan lebih sering terjadi pada anak-anak Afrika
Amerika. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh kebersihan perorangan, lingkungan
yang kumuh dan padat serta status sosial ekonomi dalam penyebaran infeksinya.
Penyakit infeksi jamur di kulit mempunyai prevalensi tinggi di Indonesia, karena
Indonesia beriklim tropis dan kelembabannya tinggi.(11)
b. Kerion
Bentuk ini membentuk lesi-lesi yang eritematous dengan ditutupi krusta
atau abses kecil dengan permukaan membasah oleh karena erosi.
Gambar 2. Tinea Barbae
3. Tinea Korporis
Tinea korporis adalah infeksi jamur dermatofita pada kulit tidak berambut
(glaborous skin) di daerah muka, badan, lengan dan tungkai. Penyebab tersering
penyakit ini adalah T.rubrum dan T.mentagrophytes. Bentuk klinis biasanya berupa
lesi yang terdiri atas bermacam-macam eflorosensi kulit, berbatas tegas dengan
konfigurasi anular, arsinar atau polisiklik. Bagian tepi lebih aktif dengan tanda
perdangan yang lebih jelas. Daerah sentral biasanya menipis dan terjadi
penyembuhan, sementara di tepi lesi makin meluas ke perifer. Kadang-kadang bagian
tengahnya tidak menyembuh, tetapi tetap meninggi dan tertutup skuama sehingga
menjadi bercak yang besar. Tinea korporis yang menahun ditandai dengan sifat
kronik. Lesi tidak menunjukkan tanda-tanda radang yang akut. Kelainan ini biasanya
terjadi pada bagian tubuh dan tidak jarang bersama-sama dengan tinea kruris. Bentuk
kronik yang disebabkan oleh T.rubrum kadang-kadang terlihat bersama dengan tinea
unguium.
.
Gambar 3. Tinea korporis pada punggung dan lengan.
8. Prognosis
Prognosis pada dermatofitosis pada umumnya baik, namun pengobatan perlu
diperhatikan apabila terdapat faktor predisposisi sebagai berikut(14) :
1. Bentuk klinik tertentu :
Diabetes mellitus
Hipertiroid, menyebabkan banyak keringat / hyperhidrosis
Keganasan
Pemakaian obat-obatan : antibiotika, kortikosteroid, sitostatika
Infeksi berat : AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome)
Kehamilan
Iritasi setempat pada tubuh misalnya urine, keringat, air
2. Lingkungan : iklim tropis banyak keringat, jamur akan tumbuh dengan subur
3. Pekerjaan yang berhubungan dengan air : ibu rumah tangga, pembantu rumah
tangga. Pada tinea pedis air yang berlebihan akan menyebabkan pembengkakan
stratum korneum, hifa jamur tumbuh dengan subur.
4. Pemakaian pakaian dalam /celana ketat dari bahan sintetis
5. Kebiasaan pinjam meminjam alat, misal sepatu, sisir
6. Adanya sumber infeksi lain, misal binatang piaraan : anjing, kucing, kelinci
9. Pencegahan Dermatofitosis
Upaya mencegah penularan yang berulang dari infeksi jamur dilakukan
dengan langkah-langkah(14):
1. Menggunakan pakaian longgar dan sedapat mungkin terbuat dari bahan
katun
2. Menggunakan kaos kaki dari bahan katun dan menghindari memakai kaos
kaki yang lembab
3. Mengganti pakaian setiap hari dengan pakaian kering
4. Mengeringkan handuk setelah setiap digunakan
5. Menghindari memakai pakaian orang yang sedang menderita infeksi jamur
kulit
6. Menghindari binatang yang sedang terinfeksi jamur
VIII. LEAFLET
Terlampir
X. PENUTUP
` Dermatofitosis merupakan kelompok penyakit yang disebabkan oleh jamur
dermatofit dari tiga genus, Epidermophyton, Trichophyton, dan Microsporum, yang
bersifat keratinofilik mengenai stratum korneum pada kulit, rambut dan kuku.
Klasifikasi penyakit ini digolongkan berdasarkan lokasi atau ciri khusus tertentu, dan
jenis struktur keratin yang terlibat yaitu kulit, kuku dan rambut. Terapi yang
diberikan secara umum dan khusus, umum yaitu edukasi pada pasien untuk
menghindari factor predisposisi. Pengobatan secara khusus dengan obat-obatan anti
jamur baik secara sistemik maupun topikal.
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Kepala UPTD Puskesmas Meuraxa
Leaflet Penyuluhan
LAMPIRAN II
KEGIATAN KUNJUNGAN RUMAH
(HOME VISIT)
LAPORAN KEGIATAN HOME VISIT
Pasien 1: Ny. E
I. Data Administrasi
Nama Fasilitas Pelayanan Kesehatan UPTD Puskesmas Meuraxa
Tanggal Kunjungan 18 September 2019
Diisi oleh Salfiana Riko
1. Anamnesis
a. Alasan Kedatangan/keluhan utama : Demam
b. Keluhan lain/tambahan : Batuk
c. Riwayat perjalanan penyakit sekarang
Pasien mengeluhkan demam. Demam sudah dirasakan sejak 3 hari
yang lalu, demam juga dirasakan hilang timbul, demam hilang dengan
obat penurun panas yang dibeli pasien di apotek. Batuk juga dialami
pasien sejak 5 hari yang lalu, batuk berdahak dengan dahak berwarna
putih, anak pasien juga mengalami keluhan yang sama seminggu yang
lalu. Penurunan nafsu makan tidak ada, penurunan berat badan tidak ada,
mual tidak ada, muntah tidak ada, dan BAB dan BAK dalam batas normal.
d. Riwayat penyakit keluarga
Ayah pasien menderita hipertensi. DM, hipertensi, asthma dan alergi
disangkal.
e. Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak menderita DM, hipertensi, asthma, alergi.
f. Riwayat pemakaian obat
Paracetamol 500 mg
g. Riwayat kebiasaan
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga dengan aktifitas sehari-hari
memasak, mencuci dan bersih-bersih. Pasien tinggal dalam rumah bersama
suami, dan anaknya.
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum, tanda vital, dan status gizi
KU: TD: 110/70 mmHg BB: 56 Kg
Suhu: 37,8 oC TB: 155 cm
Nadi: 84 x/menit IMT: 23,3 Kg/m2
RR: 20 x/menit Status gizi: Berat badan
normal
b. Status Generalis
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
THT : dbn
Paru : Auskultasi; vesikuler (normal/normal), Rhonki (-/-),
Wheezing (-/-)
Jantung : BJ I>BJ II, bising (-), murmur (-)
Abdomen : Simetris, soepel, peristaltik (+)
Ekstremitas : sianosis perifer (-/-), CRT < 2 detik
1. Aspek Personal : pasien mengeluh demam sejak 3 hari yang lalu, pasien juga
mengeluhkan batuk berdahak sejak 5 hari yang lalu.
2. Aspek Klinik : Infeksi Saluran Napas Atas.
3. Aspek Resiko Internal : Pasien jarang melakukan aktivitas fisik atau
olahraga, pasien juga jarang mengkonsumsi sayur dan buah, pasien lebih
sering mengkonsumsi makanan berminyak.
4. Aspek Resiko Eksternal : Suami dan anak pasien juga sering mengkonsumsi
makanan berminyak, kurangnya pengetahuan tentang etika batuk dan bersin
dalam keluarga.
1. Genogram
Keterangan
: Hipertensi : Laki-laki
Pasien: Ny. RM
I. Follow-Up
1. Keluhan :
a. Tidak ada keluhan.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum, tanda vital, dan status gizi
KU: baik TD: 150/90 mmHg BB: 60 Kg
Suhu: 36,9 0C TB: 150 cm
Nadi: 84 x/menit IMT: 26,6Kg/m2
RR: 20 x/menit Status gizi: Berat badan
berlebih
b. Status Generalis
THT : dbn
Paru : Auskultasi; Vesikuler (normal/normal),
Rhonki (-/-),Wheezing (-/-)
Jantung : BJ I>BJ II, bising (-), murmur (-)
Abdomen : Simetris, soepel, peristaltik (+)
1. Aspek Personal : Tidak ada keluhan yang dirasakan saat kunjungan yang
kedua.
2. Aspek Klinik : Hipertensi Stage I tidak terkontrol
3. Aspek Resiko Internal : Pasien sudah mengurangi konsumsi daging, seafood,
jeroan, dan makanan asin lainnya.
4. Aspek Resiko Eksternal : Keluarga pasien juga sudah mengurangi makan
makanan yang bersantan, lemak dan asin.
5. Derajat Fungsional : Derajat 1 pasien tidak mengalami kesulitan dalam
aktivitas sehari-hari.
III. Rencana Penatalaksanaan Pasien
1. Faktor pendukung :
a. Pasien mau mengikuti saran dokter untuk mengubah pola makan (diet).
b. Pasien melakukan aktivitas fisik serta mulai ingin memeriksakan tekanan
darah secara rutin.
c. Pasien mulai melakukan olahraga secara rutin
d. Pasien mulai meminum obat teratur
2. Faktor penghambat :
a. Kesukaan pasien terhadap makanan tinggi garam yang membuat pasien
sulit untuk mengikuti anjuran dokter untuk mengubah pola makan (diet).
Pada saat kunjugan pertama dilakukan, suami dan anak pasien tidak
berada di rumah. Suami pasien sedang bekerja, sedangkan anak pasien sedang
ke sekolah.
Dokumentasi Kegiatan
Banda Aceh, 21 Februari 2019
Disahkan Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,