Anda di halaman 1dari 36

Laboratorium / SMF Ilmu Kesehatan Anak Tutorial Klinik

Program Pendidikan Dokter Universitas Mulawarman


RSUD A.W.Sjahranie Samarinda

MENINGITIS BAKTERIAL

Disusun Oleh:

Herman Yusuf A 1910027013

Pembimbing:
dr. Sherly Yuniarchan, Sp.A

Dipresentasikan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK UNMUL
Samarinda
2019
Tutorial Klinik

MENINGITIS BAKTERIAL

Sebagai salah satu syarat untukmengikuti ujian stase Ilmu Kesehatan Anak

Herman Yusuf A 1910027013

Menyetujui,

dr. Sherly Yuniarchan, Sp. A

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
NOVEMBER 2019

2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena hanya berkat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tutorial
dengan judul “Meningitis Bakterial”. Dalam kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada
berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan hingga
terselesaikannya tutorial kasus ini, diantaranya:
1. dr. Sherly Yuniarchan, Sp.A, selaku dosen Pembimbing yang dengan sabar
memberikan arahan, motivasi, saran dan solusi yang sangat berharga dalam
penyusunan laporan kasus ini dan juga yang selalu bersedia meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, saran, dan solusi selama penulis menjalani dokter
muda di lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak.
2. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK UNMUL khususnya staf pengajar Lab/SMF
Ilmu Kesehatan Anak, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan kepada kami.
3. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK
UNMUL dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
para pembaca untuk perbaikan kepenulisan di masa mendatang. Terakhir, semoga
refleksi kasus yang sederhana ini dapat membawa berkah dan memberikan manfaat
bagi seluruh pihak serta turut berperan demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Samarinda, 27 Desember 2019

Penulis

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... 3i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 4
BAB 1 ..................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN .................................................................................................. 5
1.1. Latar Belakang ................................................................................................. 5
1.2. Tujuan .............................................................................................................. 6
BAB 2 ..................................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA ................................................... ………………………..7
3.1. Meningitis Bakterial ......................................................................................... 7
3.1.1. Definisi .................................................................................................. 7
3.1.2. Epidemiologi ......................................................................................... 7
3.1.3.Etiologi ................................................................................................... 7
3.1.4. Patofisiologi .......................................................................................... 8
3.1.5. Manifestasi Klinis ................................................................................. 9
3.1.6. Diagnosis ............................................................................................. 11
3.1.7. Penatalaksanaan .................................................................................. 16
3.1.8. Komplikasi .......................................................................................... 16
3.1.9. Prognosis ............................................................................................. 16
PENUTUP ............................................................................................................. 18
BAB 3 ................................................................................................................... 18
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 18

4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningitis adalah radang pada selaput otak yang dapat disebabkan oleh
bakteri, virus, parasit, jamur dan keadaan non-infeksi seperti neoplasma (Maria &
Bale, 2006). Sedangkan, ensefalitis adalah infeksi intrakranial dapat melibatkan
jaringan otak atau lapisan yang menutupi otak yang disebabkan oleh bakteri, virus
dan jamur (Riyadi & Suharsono, 2010). Sehingga, meningoensefalitis adalah
peradangan pada selaput meningen dan jaringan otak yang disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme.
Pada pasien meningoensefalitis ditegakkan secara klinis dengan adanya
keluhan demam, penurunan kesadaran dan kejang. Kejang dialami sekitar pada
44% anak dengan penyebab Haemophilus Influenza, 25% oleh Streptococcus
Pneumonia, 21% oleh Streptococcus, dan 10% oleh infeksi Meningococcus
(Hidayah, 2012).
Meningitis akut pada anak umumnya merupakan meningitis aseptik dan
tidak memerlukan pengobatan spesifik. Namun, 4-6% kasus meningitis akut
merupakan meningitis bakteri (Dubos, et al., 2008). Karena sulit untuk
membedakan meningitis aseptik dan meningitis bakteri pada awal perjalanan
penyakitnya, maka setiap anak dengan gejala klinis meningitis akut diberikan
antibiotika sampai kultur tersedia, kira-kira 48 hingga 72 jam kemudian.
Akibatnya, banyak didapatkan hospitalisasi dan penggunaan antibiotik pada anak
dengan meningitis aseptik yang dikaitkan dengan kematian dan mempunyai
dampak ekonomi (Dubos, et al., 2008; Nigrovic, Kupperman, & Malley, 2008).
Bacterial meningeal score adalah suatu sistem skoring yang dapat
digunakan untuk membedakan meningitis bakteri dengan meningitis aseptik dan
memiliki nilai prediksi negatif 100% dan sensitivitas 100% (Nigrovic,
Kupperman, Alley, 2002).
Etiologi meningitis bakterialis tersering pada usia 2 bulan-5bulan adalah
Haemophillus Influenza, Streptococcus Pneumoniae, dan Neisseria Meningitidis,
sedangkan pada usia >5 tahun adalah Streptococcus Pneumoniae,Neisseria
Meningitidis, dan Haemophillus Influenza (Med Unhas, 2019). Di Ameriksa

5
Serikat, Streptococcus Pneumoniae merupakan penyebab meningitis bakterialis
terbanyak yang ditemukan dengan angka sekitar 1,1 kasus per 100.000 populasi
keseluruhan dan tertinggi pada anak berusia 1-23 bulan dan dewasa yang berusia
>60 tahun (Martha & Muller, 2019).
Faktor predisposisi dari meningoensefalitis bakterialis, yakni infeksi
traktur respiratorius, otitis media, mastoiditis, trauma kepalas, hemoglobinopati,
infeksi human immunodeficiency virus (HIV), status defisiensi imunitas lainnya
(Martha & Muller, 2019).
Meningitis bakterialis pada anak merupakan penyakit yang mengancam
jiwa yang dihasilkan dari infeksi bakteri pada mengen dan dapat meninggalkan
gejala sisa yang signifikan. Maka dari itu, diperlukannya perhatian khusus
terhadap tatalaksana yang tepat dan monitoring pasien dengan penyakit ini
(Martha & Muller, 2019).

1.2 Tujuan
Tujuan penulisan tutorial ini adalah:
1. Menambah ilmu pengetahuan mengenai kasus meningoensefalitis
bakterial.
2. Mengkaji ketepatan penegakkan diagnosis dan tatalaksana
meningoensefalitis bakterial.

6
BAB 2
KASUS

Pasien masuk RS pada tanggal 07 Desember 2019 melalui IGD RSUD


A.W. Sjahranie Samarinda dan dirawat bersama dengan dokter Spesialis Anak sejak
tanggal 08 Desember 2019.

Identitas
Nama : An. S
Usia : 7 bulan
Jenis Kelamin : perempuan
Berat Badan : 4,2 Kg
Tinggi Badan : 49 cm
Anak ke :4
Agama : Islam
Alamat : Jl. Padat karya samarinda

Nama Ayah : Tn. MS


Usia : 29 tahun
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : Swasta

Nama Ibu : Ny. R


Usia : 29 Tahun
Pendidikan Terakhir : SMA
Pekerjaan : IRT
Masuk Ruang PICU tanggal 08 Desember 2019 Pukul 02.00 WITA

7
Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 14 desember 2019 pukul 13.30 WITA, di
ruang PICU RSUD AW. Sjahranie Samarinda. Alloanamnesis oleh ibu kandung
pasien.
Keluhan Utama
Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang
Pada saat di rumah saudara, pasien mengalami kejang, kejang tidak didahului
oleh demam. Pada saat seluruh badan bergerak, ibu pasien mencoba memberi
rangsangan nyeri untuk memastikan apakah ini kejang apa tidak, ternyata tidak
berespon. Pasien langsung di bawa ke IGD RS AWS Samarinda, selama diperjalanan
pasien mengalami kejang kurang lebih 2 jam, kejang tidak berhenti, kejang seluruh
badan, sempat biru. Pada saat di IGD di beri stesolid 2 x tapi masih kejang, kemudian
di beri phenitoin tapi masih kejang, kemudian diberikan fenobarbital akhirnya kejang
berhenti. Kemudian pasien dipindahkan ke PICU.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat kejang pada saat usia 3 bulan 27 hari, dan dirawat di
RS AWS. Kejang awal hanya di muka, kemudian pindah ke tangan, ke kaki, dan
akhirnya seluruh tubuh. Pasien juga sudah selesai pengobatan ganciclovir
Riwayat Penyakit Keluarga
Anak ke 2 dan ke 3 memiliki riwayat kejang. Ibu pasien memiliki riwayat
CMV. Bapak pasien memiliki riwayat alergi.
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Berat badan lahir : 2070 gram
Panjang badan lahir : 42 cm
Berat badan sekarang : 4,2 kg
Tinggi badan sekarang : 49cm
Gigi keluar : ibu lupa
Tersenyum : ibu lupa

8
Miring : ibu lupa
Tengkurap : ibu lupa
Duduk : ibu lupa
Merangkak : ibu lupa
Berdiri : ibu lupa
Berjalan : ibu lupa
Berbicara :-
Pemeriksaan Prenatal
Periksa di : Bidan
Penyakit kehamilan :-

Riwayat Kelahiran
Lahir di : RS
Ditolong oleh : Dokter
Usia dalam kandungan : 36 minggu
Jenis partus : operasi

Pemeliharaan Postnatal
Periksa di : Puskesmas, Posyandu
Keadaan anak : Sehat
Keluarga Berencana
Keluarga Berencana :Tidak
Memakai sistem :-
Sikap dan kepercayaan :-

9
Jadwal Imunisasi
Usia saat imunisasi
Imunisasi
I II III IV Booster I Booster II
BCG V //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
Polio V V V //////////// //////////// ////////////
Campak V //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
DPT V V //////////// //////////// //////////// ////////////
Hepatitis B V V //////////// ////////// //////////// ////////////

Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 14 desember 2019 pukul 13.30 WITA.
Keadaan Umum : lemas
Berat Badan : 4,2 kg
Panjang Badan : 49 cm
Tanda Vital : Nadi 132x/menit
Pernafasan 52x/menit
Temperatur axilla 36,2o C

Status Gizi : BB/U : < -3SD(gizi buruk)


TB/U : <-3SD (Sangat pendek)
BB/TB : <-3 SD (gizi buruk)

Kepala/leher
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
Mulut : Mukosa bibir tampak basah, sianosis (-),
perdarahan (-)
Leher : pembesaran KGB (-)

10
Thorax
Paru Inspeksi : Tampak simetris, pergerakan simetris, retraksi
ICS (-)
Palpasi : pergerakan dinding dada simetris
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-)
Jantung Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Soefl (+), nyeri tekan (-), organomegali (-),
turgor kembali cepat
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas
Ekstremitas superior : Akral hangat, pucat (-/-), edema (-/-)
Ekstremitas inferior : Akral hangat, pucat (-/-), edema (-/-)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
 Darah Lengkap

Hasil Pemeriksaan 14 Desember 2019 Normal

Leukosit 14.580 g/uL 6,00-17,00 g/uL

Hb 10,7 g/dL 13,4 – 19,8 g/dL

HCT 32% 31,0 – 41,0 %

Trombosit 570.000 / mm3 150.000-


450.000/mm3

11
 Analisa cairan otak
Hasil pemeriksaan 09 Desember 2019 Normal
Kejernihan Keruh
Warna Bening
Hitung Sel 103 sel/mm3 0-6 sel/mm3
Mononuclear 81% -
Polinuklear 19% -
Protein 46 mg/dL <50 mg/dL
Glukosa 49 mg/dL 45-70 mg/dL

Lembar Follow Up

Tanggal Pemeriksaan Terapi

9 Desember 2019 S: P:
Penurunan kesadaran,  CT-Scan kepala +
panas 1 hari kontras
Riwayat pengobatan  EEG
ganciclovir  LP
 Inf. D5 ¼ NS 420 cc /
O: 24 jam
KU lemah, GCS E4V3M4  Inj Ceftriaxone 2x210
RR :52x/menit, N : 136 mg
o
x/menit, T:38,2 C, SpO2  Inj Dexametason 3x
100% 1,7 mg
Thoraks: Rh (+/+), Wh (-/-  Inj PCT 4x50 mg
)
 Inj phenitoin 2x15 mg
Spastic (+)
 Susu 8 x 20-30 cc
A:

12
S. ensefalitis DD epilepsi
CMV Infection
Global dov delay
Pneumonia
10 Desember S:  Terapi Lanjut
2019 Penurunan kesadaran,
panas (-), kejang (-)
O:
KU : Lemah, GCS
E4V3M3
N: 126x/menit, RR:
56x/menit, T : 36o C, SpO2
100%
Thoraks: Rh (+/+), Wh (-/-
)
Spastik
A:
S. meningitis bakterial +
CMV infection

11 Desember S: P:
2019 Penurunan kesadaran,  Terapi lanjut
panas (-), kejang (-), batuk  Minum susu 8 x 40-
(+) 50 cc
O:
KU : lemah, GCS E4V4M3,
N: 108x/menit, RR: 56x/
menit, T : 36,1oC, Spastik
Rh (+/+), Wh (-/-)

13
A:
S. meningoensefalitis +
CMV infection +
pneumonia
12 Desember S: P:
2019 Panas (-), kejang (-), batuk Terapi lanjut
(+)
O:
KU: Lemah, spastik,
E4M3V3
SpO2 : 100%, HR : 126, T:
36,2oC
A:
S. meningitis bakterial +
CMV Infection +
pneumonia
13 Desember S: P:
2019 Panas (-), Kejang (-), Terapi lanjut
muntah (-)
O:
KU: Sedang
Spastik
SpO2 100%, HR : 126
x/menit, RR 62 x/ menit,
T: 36oC
A:
S. Meningitis bakterial +
CMV Infection +
Pneumonia + Global dev

14
delay
14 Desember S: P:
2019 Panas (-) , Kejang (-), Terapi lanjut
sesak berkurang
O:
KU: sedang
Spastik
SpO2 100%, HR 132
x/menit, RR 52 x/menit,
T: 36,2oC
A:
S. meningitis bakterial +
CMV Infection +
pneumonia
15 Desember S: P:
2019 Kejang berulang tadi Terapi lanjut
malam, panas (-)
O:
KU: lemah
GCS E4 M spastic V 3
SpO2 100%, HR : 136
x/menit, RR 56 x/menit,
T: 36,3oC
A:
S. Meningitis bacterial +
CMV Infection +
Pneumonia + global div
delay

15
Diagnosis Kerja
Obs. Konvulsi + riwayat infeksi CMV

Penatalaksanaan
Co. dr. Sp.A :
 IVFD D5 1/4 NS 7 tpm
 Inj Fenobarbital 2x 10mg
 Obs. Kejang
 Stesolid supp 5mg bila kejang berulang
 Masuk PICU

16
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang melapisi
otak dan medulla spinalis) (Nelson, 2010). Encephalitis adalah infeksi pada jaringan
parenkim otak (Elizabeth, 2009). Meningoencephalitis adalah peradangan pada
selaput meningen dan jaringan otak.

3.2 Epidemiologi
Di Ameriksa Serikat, Streptococcus Pneumoniae merupakan penyebab
meningitis bakterialis terbanyak yang ditemukan dengan angka sekitar 1,1 kasus per
100.000 populasi keseluruhan dan tertinggi pada anak berusia 1-23 bulan dan dewasa
yang berusia >60 tahun (Martha & Muller, 2019).
Faktor predisposisi dari meningoensefalitis bakterialis, yakni infeksi traktur
respiratorius, otitis media, mastoiditis, trauma kepalas, hemoglobinopati, infeksi
human immunodeficiency virus (HIV), status defisiensi imunitas lainnya (Martha &
Muller, 2019).

3.3 Etiologi
Etiologi meningitis bakterialis tersering pada usia 2 bulan-5 nadalah
Haemophillus Influenza, Streptococcus Pneumoniae, dan Neisseria Meningitidis,
sedangkan pada usia >5 tahun adalah Streptococcus Pneumoniae,Neisseria
Meningitidis, dan Haemophillus Influenza (Med Unhas, 2019).
Selain itu, kondisi pasien yang menderita TB paru merupakan salah satu
faktor resiko timbulnya meningitis, karena TB paru dapat menimbulkan komplikasi
berupa meningitis TB akibat penyebaran kuman TB dari paru ke meningens secara
hematogen. Saat terjadi penyebaran muncul gejala prodormal berupa demam yang
juga dirasakan oleh pasien 1 minggu sebelumnya.

17
Meningitis juga dapat disebabkan oleh trauma kepala dengan fraktur basis
kranii, yang mana dapat menyebabkan bakteri memasuki area subarachnoid. Anak
dengan ventrico-peritoneal shunts (VP shunts) pada pasien hidrosefalus juga
memiliki risiko meningitis dari spesies staphylococcus(Baines, Reilly, & Gill, 2009).

3.4 Patofisiologi
Meningitis bakteri adalah peradangan pada selaput otak (meningen), yang
disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang paling sering adalah H influenza, Diplocooccus
pneumoniae, Streptokokus grup A, Staphylococcus Aureus, E coli, Kliebsella dan
Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dengan
terjadinya peradangan yang disebabkan oleh neutrofil, monosit, dan limfosit. Cairan
eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan leukosit terbentuk di ruangan
subarakhnoid akan terkumpul di dalam cairan serebrospinal sehingga dapat
menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan mengakibatkan jaringan otak
akan menjadi infark. Risiko terjadinya meningitis bakterialis meningkat pada
penderita infeksi primer seperti infeksi telinga, infeksi tenggorokan, miokarditis dan
pasien pasca bedah (Rusepno, et al., 2016).
Meningitis bakteri merupakan infeksi yang serius, walaupun angka
kematiannya rendah, yakni sekitar 2% pada bayi dan anak-anak dan bisa sekitar 20%-
30% pada neonates dan dewasa. Bakteri biasanya menyebar melalui aliran darah
untuk mencapai otak. Setelahnya, bakteri penetrasi ke blood-brain barrier (BBB)
mengeluarkan endotoksin dan mediator kimiawi lainnya yang dapat menyebabkan
respons inflamasi pada cairan serebrospinal. Bocornya protein dan cairan dari
vaskularisasi serebral menghasilkan peningkatan komponen air dan peningkatan
intracranial. Pada kasus yang fatal akan menyebabkan penurunan perfusi di serebral,
infark serebri dan kematian otak (Baines, Reilly, & Gill, 2009).

18
inhalasi droplet yang mengandung Mycobacterium tuberculosis

difagosit oleh makrofag

M. tuberculosis berkembang biak di dalam makrofag

M. tuberculosis terbawa sampai paru, dan membentuk


kompleks primer melalui penyebaran secara limfatogen regional

bakterimia

bakteri basil M. tuberculosis menyebar sampai ke meninges dan parenkim otak

pembentukan fokus lesi kaseosa (Rich Foci) di subpial atau subependimal

fokus lesi kaseosa bertambah besar dan rupture di spatium subarachnoidea

meningitis

menyebar sampai parenkim otak membentuk tuberkuloma

encephalitis
(Ramachandran, 2011).

3.5 Manifestasi Klinis


Gejala klasik dari meningitis adalah demam, sakit kepala, dan fotopobia serta
kekauan pada leher. Bagaimanapun, pada stadium awal dari meningitis dan terutama
pada anak-anak, gejala dari meningitis dapat bervariasi ataupun tidak spesifik dan
gejala klasik dapat tidak ditemukan saat mendiagnosa meningitis. Anak-anak dapat
terjadi gejala demam dan muntah yang berhubungan dengan sikap yang rewel,

19
mengantuk dan bingung. Selanjutnya, dapat bisa menjadi tiba-tia sakit dengan demam
dan kekakuan. Otot dan sendi yang terkena dapat menyebabkan anak tersebut tidak
bisa istirahat dan keadaannya menjadi buruk. Mual, muntah, dan penurunan nafsu
makan sering terjadi. Nyeri perut dan diare jarang ditemukan. Meningitis yang
disebabkan oleh atipikal (contohnya Mycobacterium tuberculosis) akan memiliki
onset yang lebih lama (Baines, Reilly, & Gill, 2009).
Meningitis menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan pada anak-
anak yang memiliki fontanella terbuka, maka akan didapatkan fontanella yang penuh
atau cembung. Pada anak yang fontanellanya telah tertutup, gejala dari peningkatan
intrakranial akan muncul contohnya gejala hipertensi sistemik disertai bradikardia
dan napas yang irregular. Anak dapat memiliki tonus yang abnormal, gerakan
tersentak-sentak atau terkulai (Baines, Reilly, & Gill, 2009).
Pada anak yang lebih tua dapat ditemukan gejala klasik meningitis:
demam, muntah dan nyeri kepala, kekakuan leher dan fotopobia. Pada remaja dapat
ditemukan gejala yang berhubungan perubahan perilaku (sebagai contohnya menjadi
agresif dan sering terdiam). Gejala ini dapat menyerupai gejala dari intoksikasi
alkohol atau obat-obatan (Baines, Reilly, & Gill, 2009).
Bintik-bintik kemerahan dapat muncul, mayoritas ketika organisme
penyebabnya adalah N. meningitides, namun lebih mengarah pada tidak bergejala,
atipikal atau petekie jika dibandingkan dengan sepsis Meningococcal (Baines, Reilly,
& Gill, 2009).
Gejala klinis jika dibagi menurut umur tercantum seperti dibawah ini.
Pada neonatus :
 Gejala tidak khas
 Demam kadang-kadang, tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah dan
kesadaran menurun
 Ubun-ubun besar kadang cembung
 Pernapasan tidak teratur
Pada anak umur 2 bulan – 2 tahun :
 Gambaran klasik tidak tampak

20
 Demam, muntah, gelisah dan kejang berulang
 Kadang “high pitched cry”

Pada anak > 2 tahun :


 Demam, menggigil, muntah dan nyeri kepala
 Kejang
 Gangguan kesadaran
 Tanda-tanda rangsang meningeal ada

Gambaran klasik meningitis tuberkulosa terdiri dari :

a. Stadium Prodromal
Stadium ini berlangsung selama 1 – 3 minggu dan terdiri dari keluhan
umum seperti :
 Kenaikan suhu tubuh yang berkisar antara 38,2 – 38,90 C
 Nyeri kepala
 Mual dan muntah
 Tidak ada nafsu makan
 Penurunan berat badan
 Apati dan malaise
 Kaku kuduk dengan brudzinsky dan kernig tes positif
 Defisit neurologi fokal : hemiparesis dan kelumpuhan saraf otak
 Gejala TTIK seperti edema papil, kejang – kejang, penurunan kesadaran
sampai koma, posisi dekortikasi atau deserebrasi.
b. Stadium perangsangan meningen
c. Stadium kerusakan otak setempat
d. Stadium akhir atau stadium kerusakan otak difus

Pembagian stadium meningitis tuberkulosis menurut Medical


Research Council of Great Britain (1948) :

21
a. Stadium I : Penderita dengan sedikit atau tanpa gejala klinik meningitis.
Tidak didapatkan kelumpuhan dan sadar penuh. Penderita tampak tak sehat,
suhu subfebris, nyeri kepala.
b. Stadium II : Selain gejala diatas bisa didapat gejala defisit neurologi fokal
c. Stadium III : Gejala diatas disertai penurunan kesadaran. Standar
pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien tersebut adalah dengan
melakukan pungsi lumbal. Sedangkan encephalitis sendiri merupakan
infeksi jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme. (Tunkel A. 2004)

3.6 Diagnosis.
3.6.1 Anamnesis
Gejala klasik meningitis: demam, muntah dan nyeri kepala, kekakuan leher
dan fotopobia(Baines, Reilly, & Gill, 2009). Untuk faktor risiko M. tuberculosis
dapat ditanyakan kontak dengan penderita TB, riwayat batuk lama tanpa sebab yang
jelas, demam yang lama, penilaian berat badan serta riwayat imunisasi.
3.6.2 Pemeriksaan Fisik
Pada neonatus :
 Gejala tidak khas
 Demam kadang-kadang, tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah dan
kesadaran menurun
 Ubun-ubun besar kadang cembung
 Pernapasan tidak teratur
Pada anak umur 2 bulan – 2 tahun :
 Gambaran klasik tidak tampak
 Demam, muntah, gelisah dan kejang berulang
 Kadang “high pitched cry”

Pada anak > 2 tahun :


 Demam, menggigil, muntah dan nyeri kepala

22
 Kejang
 Gangguan kesadaran
 Tanda-tanda rangsang meningeal ada

3.6.3 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Darah
Pada meningitis bakterial stadium akut terdapat leukosit
polimorfonuklear. Jumlah sel berkisar antara 1.000-10.000 dan pada kasus
tertentu bisa mencapai 100.000/mm3, dapat disertai sedikit eritrosit. Bila
jumlah sel di atas 50.000 mm3 maka kemungkinan abses otak yang pecah dan
masuk ke dalam sistem ventrikulus. Pada meningitis tuberkulosa didapatkan
CSF yang jernih kadang-kadang sedikit keruh. Bila CSF didiamkan maka
akan terjadi pengendapan fibrin yang halus seperti sarang laba-laba. Jumlah
sel antara 10-500/ml. Tes tuberkulin dilakukan pada bayi dan anak untuk
memastikan meningitis tuberkulosa (Nelson, 2009).
2. Pemeriksaan Lumbal Pungsi
Tabel 1. Interpretasi Analisa Cairan Serebrospinal

Meningitis Meningitis
Tes Meningitis Virus
Bakterial TBC
Tekanan Meningkat Biasanya normal Bervariasi
LP
Keruh Jernih Xanthochromia
Warna
> 1000/ml < 1000/ml Bervariasi
Jumlah
Predominan Predominan MN Predominan
sel
PMN MN
Normal/meningkat
Jenis sel
Sedikit Meningkat
Biasanya normal

23
Protein meningkat Rendah

Glukosa Normal/menurun

Kontraindikasi pungsi lumbal:

a. Infeksi kulit di sekitar daerah tempat pungsi. Oleh karena kontaminasi


dari infeksi ini dapat menyebabkan meningitis.
b. Dicurigai adanya tumor atau tekanan intrakranial meningkat. Oleh
karena pungsi lumbal dapat menyebabkan herniasi serebral atau
sereberal.
c. Kelainan pembekuan darah.
d. Penyakit degeneratif pada join vertebra, karena akan menyulitkan
memasukan jarum pada ruang interspinal.

3. Pemeriksaan radiologis
CT Scan atau MRI kepala bukanlah pemeriksaan rutin yang
dilakukan. Saat kondisi pasien telah stabil (NSW Health, 2018).

3.7 Penatalaksanaan

Saat telah dicurigai diagnosa merupakan meningitis bakterialis maka dapat


dilakukan terapi steroid dan antibiotika empiris serta obat-obatan simptomatik pada
anak. Antibiotika empiris digunakan sebelum keluarnya hasil biakan atau kultur dari
cairan serebrospinal.

3.7.1 Terapi steroid

Terapi steroid digunakan saat awal (sebelum atau bersamaan dengan


penggunaan dosis pertama antibiotika) sebagai terapi adjuvant pada anak
yang belum mendapatkan pre-terapi antibiotika dan direkomendasikan pada

24
anak usia ≥3 bulan. Untuk usia <3 bulan belum ada informasi yang
mendukung untuk penggunaan terapi steroid ini (NSW Health, 2018).

Terapi steroid ini dapat menggunakan dexamethasone


0,15mg/kg/dosis IV dengan dosis maksimum 10mg per 6 jam dan diberikan
selama 4 hari.

3.7.2 Terapi antibiotika

Terapi antibiotika empiris untuk neonatus hingga bayi usia 3 bulan


dapat diberikan antibiotika ampisilin (atau benzylpenicilin) ditambah
dengan cefotaxime. Sedangkan pada bayi usia >3 bulan dapat diberikan
ampisilin tanpa pemberian ceftriaxone ataupun cefotaxime. Untuk
mencegah kasus anafilaksis penicillin, maka dapat digunakan moxifloxacin
10mg/kg/dosis IV selama 24 jam dengan dosis maksimal 400mg, atau
ciprofloxacin 10mg/kg/dosis IV selama 12 jam dengan dosis 400mg
ditambah dengan vancomycin (NSW Health, 2018).

Tabel 2. Pemilihan antibiotika empiris (NSW Health, 2018)

25
Tabel 3. Dosis antibiotika secara IV (NSW Health, 2018)

Durasi pemberian terapi antibiotika tanpa komplikasi pada


meningitis bacterial akut, yakni:

 Grup B streptococcus, 14 hari


 Gram negatif, 21 hari
 Listeria monocytogenes, 21 hari
 Neisseria meningitides, 7 hari
 Haemophilus influenza tipe B, 10 hari
 Streptococcus pneumonia, 14 hari
 Jika kultur ditemukan hasil negative, namun terdapat gamparan
signifikan pada LCS berupa gambaran pleositosis,
direkomendasikan minimal 7 hari
(NSW Health, 2019)

3.8 Komplikasi

Komplikasi yang biasanya timbul berhubungan dengan proses


inflamasi pada meninges dan pembuluh darah serebral berupa kejang, parese
nervus kranialis, lesi serebri fokal, dan hidrosefalus. Dan komplikasi yang
disebabkan oleh bakteri meningokokus pada organ tubuh lainnya seperti
infeksi okular, arthritis, purpura, pericarditis, endicarditis, myocarditis,
orchitis, eepydidimiti, albuminuria atau hematuria dan perdarahan adrenal.
26
DIC dapat terjadi sebagai komplikasi dari meningitis. Komplikasi dapat pula
terjadi karena infeksi pada saluran napas bagian atas, telinga tengah dan paru-
paru (Japardi, 2002).

3.9 Prognosis

Angka mortalitas pada kasus yang tidak diobati sangat bervariasi


tergantung daerah endemik, biasanya berkisar antara 50-90%. Dengan
terapai saat ini, angka mortalitas sekitar 10% dan insiden dari kompikasi
dan sequelle rendah. Faktor yang mempengaruhi prognosis adalah usia
pasien, bakterimia, kecepatanterapi, komplikasi dan keadaan umum dari
pasien sendiri. Kejjadian fatal rendah terjadi pada kelompok usia antara 3-
10 tahun. Angka mortalitas tiggi didapatkan pada infant, pasien dewasa
dengan keadaan umum yang buruk dan pasien dengan perdarahan adrenal
yang ekstensif (Japardi, 2002).

27
PEMBAHASAN

4.1 Anamnesis
Pada saat di rumah saudara, pasien mengalami kejang, kejang tidak didahului
oleh demam. Pada saat seluruh badan bergerak, ibu pasien mencoba memberi
rangsangan nyeri untuk memastikan apakah ini kejang apa tidak, ternyata tidak
berespon. Pasien langsung di bawa ke IGD RS AWS Samarinda, selama diperjalanan
pasien mengalami kejang kurang lebih 2 jam, kejang tidak berhenti, kejang seluruh
badan, sempat biru. Pada saat di IGD di beri stesolid 2 x tapi masih kejang, kemudian
di beri phenitoin tapi masih kejang, kemudian diberikan fenobarbital akhirnya kejang
berhenti. Kemudian pasien dipindahkan ke PICU. Pasien memiliki riwayat kejang
pada usia 3 bulan, dan riwayat pengobatan CMV. Riwayat di keluarga ibu pasien
memiliki riwayat penyakit CMV, bapak pasien memiliki riwayat alergi.

Teori Kasus
- Kejang lebih 2 jam
- Gejala klasik meningitis: demam,
- Muntah (-), demam (-)
muntah dan nyeri kepala, kekakuan
leher dan fotopobia(Baines, Reilly, &
Gill, 2009). Untuk faktor risiko M.
tuberculosis dapat ditanyakan kontak
dengan penderita TB, riwayat batuk
lama tanpa sebab yang jelas, demam
yang lama, penilaian berat badan serta
riwayat imunisasi

28
Pemeriksaan Fisik
Teori Kasus
Pada neonatus :
- Spastik
 Gejala tidak khas - Kaku kuduk
 Demam kadang-kadang, tampak malas, lemah, - RR : 52 x/ menit
- T : 36,2oC
tidak mau minum, muntah dan kesadaran
menurun
 Ubun-ubun besar kadang cembung
 Pernapasan tidak teratur
Pada anak umur 2 bulan – 2 tahun :
 Gambaran klasik tidak tampak
 Demam, muntah, gelisah dan kejang berulang
 Kadang “high pitched cry”

Pada anak > 2 tahun :


 Demam, menggigil, muntah dan nyeri kepala
 Kejang
 Gangguan kesadaran
 Tanda-tanda rangsang meningeal ada
-

Pemeriksaan Penunjang
Teori Kasus
1. Pemeriksaan Darah Darah Lengkap:
Hb: 10.5 g/dl
Pada meningitis bakterial stadium akut terdapat Ht: 31.8%
Leukosit: 11.820/ mm3
leukosit polimorfonuklear. Jumlah sel berkisar Trombosit: 580.000/ mm3
antara 1.000-10.000 dan pada kasus tertentu
bisa mencapai 100.000/mm3, dapat disertai

29
sedikit eritrosit. Bila jumlah sel di atas 50.000 Lumbal pungsi
Kejernihan : keruh
mm3 maka kemungkinan abses otak yang pecah
Warna : bening
dan masuk ke dalam sistem ventrikulus Hitung sel : 103 sel / mm3
Mononuklear : 81
2. Lumbal pungsi Polinuklear : 19
Protein : 46 ( normal)
a. Meningitis bakterial : Glukosa : 49 ( Normal)

Warna : Keruh

Jumlah sel ≥ 1000 ml

Jenis sel predominan PMN

Protein Sedikit meningkat

Glukosa normal/menurun

b. Meningitis virus :

Warna : jernih

Jumlah sel ≤ 1000 ml

Jenis sel predominan MN

Protein biasanya normal/ meningkat

Glukosa biasanya normal

c. Meningitis TB

Warna : xanthochrome

Jumlah sel bervariasi

Jenis sel predominan MN

Protein meningkat

Glukosa rendah

30
4.5 Penatalaksanaan
Teori Kasus

 Inf. D5 ¼ NS 420 cc / 24 jam


Terapi steroid  Inj Ceftriaxone 2x210 mg
Terapi steroid digunakan  Inj Dexametason 3x 1,7 mg
saat awal (sebelum atau bersamaan  Inj PCT 4x50 mg
dengan penggunaan dosis pertama  Inj phenitoin 2x15 mg
antibiotika) sebagai terapi adjuvant
pada anak yang belum
mendapatkan pre-terapi antibiotika
dan direkomendasikan pada anak
usia ≥3 bulan. Untuk usia <3 bulan
belum ada informasi yang
mendukung untuk penggunaan
terapi steroid ini (NSW Health,
2018).

Terapi steroid ini dapat


menggunakan dexamethasone
0,15mg/kg/dosis IV dengan dosis
maksimum 10mg per 6 jam dan
diberikan selama 4 hari.

Antibiotik

Terapi antibiotika empiris


untuk neonatus hingga bayi usia 3
bulan dapat diberikan antibiotika
ampisilin (atau benzylpenicilin)
ditambah dengan cefotaxime.

31
Sedangkan pada bayi usia >3 bulan
dapat diberikan ampisilin tanpa
pemberian ceftriaxone ataupun
cefotaxime. Untuk mencegah kasus
anafilaksis penicillin, maka dapat
digunakan moxifloxacin
10mg/kg/dosis IV selama 24 jam
dengan dosis maksimal 400mg, atau
ciprofloxacin 10mg/kg/dosis IV
selama 12 jam dengan dosis 400mg
ditambah dengan vancomycin

32
33
BAB 3

PENUTUP

3.1 Penutup

Meningitis atau radang selaput otak adalah infeksi pada cairan


serebrospinal maupun selaput otak yang membungkus jaringan otak dan
medula spinalis. Kuman-kuman masuk ke setiap bagian ruang
subarakhnoidal dan dengan cepat menyebar ke bagian lain sehingga medula
spinalis terkena, yang akhirnya menimbulkan eksudasi berupa pus atau
serosa yang disebabkan oleh bakteri maupun virus.

Data WHO menunjukkan bahwa sekitar 1,8 juta kematian anak balita
di seluruh dunia setiap tahun. Lebih dari 700.000 kematian anak terjadi di
negara kawasan Asia tenggara da Pasifik barat.

Meningitis disebabkan oleh berbagai macam organisme tetapi


kebanyakan pasien dengan meningitis mempunyai faktor predisposisi
seperti fraktur tulang tengkorak, infeksi, operasi otak atau sumsum tulang
belakang.

Bakteri yang paling sering adalah H influenza, Diplocooccus


pneumoniae, Streptokokus grup A, Sthapilococcus Aureus, E coli, Kliebsella
dan Pseudomonas.

Pada anak yang lebih tua dapat ditemukan gejala klasik meningitis:
demam, muntah dan nyeri kepala, kekakuan leher dan fotopobia. Namun
pada anak yang lebih muda dapat bervariasi dari gejala yang dialaminya.

Penegakkan diagnosis dengan pendekatan faktor risiko serta


pemeriksaan fisik dan penunjang patut dilakukan secara tepat sehingga

34
tatalaksana dapat dilakukan dengan segera dan meminimalisir dari gejala
sequel atau bahkan kematian.

35
DAFTAR PUSTAKA

Baines, P., Reilly, N., & Gill, A. (2009). Paediatric Meningitis. Clinical Pharmacist.
Dubos, F., De la Rocque, F., Levy, C., Bingen, E., Aujard, Y., & Cohen, R. (2008).
Sensitivity of the Bacterial Meningitis Score in 889 Children with Bacterial
Meningitis. J Pediatr, 82.
Japardi, J. (2002). Meningitis Meningoccocal. Medan : Universitas Sumatera
Utara.
Maria, B., & Bale, J. F. (2006). Infection of Nervous System. In H. Sanart, & B.
Maria, Child Neurology (p. 55). California: Lippincott Wiliams & Wilkins.
Martha, L., & Muller, M. D. (2019). Pediatric Bacterial Meningitis. Medscape.
Nelson W. Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2 Jakarta : ECG. 2009. Hal 655

Nigrovic, L. E., Kupperman, N., & Alley, R. (2002). Development and Validation of
A Multivariable Predictive Model to Distinguish Bacterial From Aseptic
Meningitis in Children in the Post-Haemophilus Influenza Era. Pediatrics, 9.
Nigrovic, L. E., Kupperman, N., & Malley, R. (2008). Children with Bacterial
Meningitis Presenting to the Emergency Department During the
Pneumococcal Conjugate Vaccine Era. Acad Emerg Med, 8.

Tunkel A. 2004. Practice The guideline for the management of the bacterial
meningitis. Clinical Infectious Disease Society of America Phyladelphia

36

Anda mungkin juga menyukai