MENINGITIS BAKTERIAL
Disusun Oleh:
Pembimbing:
dr. Sherly Yuniarchan, Sp.A
MENINGITIS BAKTERIAL
Sebagai salah satu syarat untukmengikuti ujian stase Ilmu Kesehatan Anak
Menyetujui,
2
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, karena hanya berkat
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tutorial
dengan judul “Meningitis Bakterial”. Dalam kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada
berbagai pihak yang telah banyak membantu penulis dalam pelaksanaan hingga
terselesaikannya tutorial kasus ini, diantaranya:
1. dr. Sherly Yuniarchan, Sp.A, selaku dosen Pembimbing yang dengan sabar
memberikan arahan, motivasi, saran dan solusi yang sangat berharga dalam
penyusunan laporan kasus ini dan juga yang selalu bersedia meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, saran, dan solusi selama penulis menjalani dokter
muda di lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak.
2. Dosen-dosen klinik dan preklinik FK UNMUL khususnya staf pengajar Lab/SMF
Ilmu Kesehatan Anak, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan kepada kami.
3. Rekan-rekan dokter muda di Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD AWS/FK
UNMUL dan semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun
tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
para pembaca untuk perbaikan kepenulisan di masa mendatang. Terakhir, semoga
refleksi kasus yang sederhana ini dapat membawa berkah dan memberikan manfaat
bagi seluruh pihak serta turut berperan demi kemajuan ilmu pengetahuan.
Penulis
3
DAFTAR ISI
4
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningitis adalah radang pada selaput otak yang dapat disebabkan oleh
bakteri, virus, parasit, jamur dan keadaan non-infeksi seperti neoplasma (Maria &
Bale, 2006). Sedangkan, ensefalitis adalah infeksi intrakranial dapat melibatkan
jaringan otak atau lapisan yang menutupi otak yang disebabkan oleh bakteri, virus
dan jamur (Riyadi & Suharsono, 2010). Sehingga, meningoensefalitis adalah
peradangan pada selaput meningen dan jaringan otak yang disebabkan oleh
berbagai macam mikroorganisme.
Pada pasien meningoensefalitis ditegakkan secara klinis dengan adanya
keluhan demam, penurunan kesadaran dan kejang. Kejang dialami sekitar pada
44% anak dengan penyebab Haemophilus Influenza, 25% oleh Streptococcus
Pneumonia, 21% oleh Streptococcus, dan 10% oleh infeksi Meningococcus
(Hidayah, 2012).
Meningitis akut pada anak umumnya merupakan meningitis aseptik dan
tidak memerlukan pengobatan spesifik. Namun, 4-6% kasus meningitis akut
merupakan meningitis bakteri (Dubos, et al., 2008). Karena sulit untuk
membedakan meningitis aseptik dan meningitis bakteri pada awal perjalanan
penyakitnya, maka setiap anak dengan gejala klinis meningitis akut diberikan
antibiotika sampai kultur tersedia, kira-kira 48 hingga 72 jam kemudian.
Akibatnya, banyak didapatkan hospitalisasi dan penggunaan antibiotik pada anak
dengan meningitis aseptik yang dikaitkan dengan kematian dan mempunyai
dampak ekonomi (Dubos, et al., 2008; Nigrovic, Kupperman, & Malley, 2008).
Bacterial meningeal score adalah suatu sistem skoring yang dapat
digunakan untuk membedakan meningitis bakteri dengan meningitis aseptik dan
memiliki nilai prediksi negatif 100% dan sensitivitas 100% (Nigrovic,
Kupperman, Alley, 2002).
Etiologi meningitis bakterialis tersering pada usia 2 bulan-5bulan adalah
Haemophillus Influenza, Streptococcus Pneumoniae, dan Neisseria Meningitidis,
sedangkan pada usia >5 tahun adalah Streptococcus Pneumoniae,Neisseria
Meningitidis, dan Haemophillus Influenza (Med Unhas, 2019). Di Ameriksa
5
Serikat, Streptococcus Pneumoniae merupakan penyebab meningitis bakterialis
terbanyak yang ditemukan dengan angka sekitar 1,1 kasus per 100.000 populasi
keseluruhan dan tertinggi pada anak berusia 1-23 bulan dan dewasa yang berusia
>60 tahun (Martha & Muller, 2019).
Faktor predisposisi dari meningoensefalitis bakterialis, yakni infeksi
traktur respiratorius, otitis media, mastoiditis, trauma kepalas, hemoglobinopati,
infeksi human immunodeficiency virus (HIV), status defisiensi imunitas lainnya
(Martha & Muller, 2019).
Meningitis bakterialis pada anak merupakan penyakit yang mengancam
jiwa yang dihasilkan dari infeksi bakteri pada mengen dan dapat meninggalkan
gejala sisa yang signifikan. Maka dari itu, diperlukannya perhatian khusus
terhadap tatalaksana yang tepat dan monitoring pasien dengan penyakit ini
(Martha & Muller, 2019).
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan tutorial ini adalah:
1. Menambah ilmu pengetahuan mengenai kasus meningoensefalitis
bakterial.
2. Mengkaji ketepatan penegakkan diagnosis dan tatalaksana
meningoensefalitis bakterial.
6
BAB 2
KASUS
Identitas
Nama : An. S
Usia : 7 bulan
Jenis Kelamin : perempuan
Berat Badan : 4,2 Kg
Tinggi Badan : 49 cm
Anak ke :4
Agama : Islam
Alamat : Jl. Padat karya samarinda
7
Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 14 desember 2019 pukul 13.30 WITA, di
ruang PICU RSUD AW. Sjahranie Samarinda. Alloanamnesis oleh ibu kandung
pasien.
Keluhan Utama
Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang
Pada saat di rumah saudara, pasien mengalami kejang, kejang tidak didahului
oleh demam. Pada saat seluruh badan bergerak, ibu pasien mencoba memberi
rangsangan nyeri untuk memastikan apakah ini kejang apa tidak, ternyata tidak
berespon. Pasien langsung di bawa ke IGD RS AWS Samarinda, selama diperjalanan
pasien mengalami kejang kurang lebih 2 jam, kejang tidak berhenti, kejang seluruh
badan, sempat biru. Pada saat di IGD di beri stesolid 2 x tapi masih kejang, kemudian
di beri phenitoin tapi masih kejang, kemudian diberikan fenobarbital akhirnya kejang
berhenti. Kemudian pasien dipindahkan ke PICU.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien memiliki riwayat kejang pada saat usia 3 bulan 27 hari, dan dirawat di
RS AWS. Kejang awal hanya di muka, kemudian pindah ke tangan, ke kaki, dan
akhirnya seluruh tubuh. Pasien juga sudah selesai pengobatan ganciclovir
Riwayat Penyakit Keluarga
Anak ke 2 dan ke 3 memiliki riwayat kejang. Ibu pasien memiliki riwayat
CMV. Bapak pasien memiliki riwayat alergi.
Pertumbuhan dan Perkembangan Anak
Berat badan lahir : 2070 gram
Panjang badan lahir : 42 cm
Berat badan sekarang : 4,2 kg
Tinggi badan sekarang : 49cm
Gigi keluar : ibu lupa
Tersenyum : ibu lupa
8
Miring : ibu lupa
Tengkurap : ibu lupa
Duduk : ibu lupa
Merangkak : ibu lupa
Berdiri : ibu lupa
Berjalan : ibu lupa
Berbicara :-
Pemeriksaan Prenatal
Periksa di : Bidan
Penyakit kehamilan :-
Riwayat Kelahiran
Lahir di : RS
Ditolong oleh : Dokter
Usia dalam kandungan : 36 minggu
Jenis partus : operasi
Pemeliharaan Postnatal
Periksa di : Puskesmas, Posyandu
Keadaan anak : Sehat
Keluarga Berencana
Keluarga Berencana :Tidak
Memakai sistem :-
Sikap dan kepercayaan :-
9
Jadwal Imunisasi
Usia saat imunisasi
Imunisasi
I II III IV Booster I Booster II
BCG V //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
Polio V V V //////////// //////////// ////////////
Campak V //////////// //////////// //////////// //////////// ////////////
DPT V V //////////// //////////// //////////// ////////////
Hepatitis B V V //////////// ////////// //////////// ////////////
Pemeriksaan Fisik
Dilakukan pada tanggal 14 desember 2019 pukul 13.30 WITA.
Keadaan Umum : lemas
Berat Badan : 4,2 kg
Panjang Badan : 49 cm
Tanda Vital : Nadi 132x/menit
Pernafasan 52x/menit
Temperatur axilla 36,2o C
Kepala/leher
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-),
Mulut : Mukosa bibir tampak basah, sianosis (-),
perdarahan (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
10
Thorax
Paru Inspeksi : Tampak simetris, pergerakan simetris, retraksi
ICS (-)
Palpasi : pergerakan dinding dada simetris
Perkusi : Sonor
Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (-/-)
Jantung Auskultasi : S1S2 tunggal, regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Soefl (+), nyeri tekan (-), organomegali (-),
turgor kembali cepat
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) kesan normal
Ekstremitas
Ekstremitas superior : Akral hangat, pucat (-/-), edema (-/-)
Ekstremitas inferior : Akral hangat, pucat (-/-), edema (-/-)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Darah Lengkap
11
Analisa cairan otak
Hasil pemeriksaan 09 Desember 2019 Normal
Kejernihan Keruh
Warna Bening
Hitung Sel 103 sel/mm3 0-6 sel/mm3
Mononuclear 81% -
Polinuklear 19% -
Protein 46 mg/dL <50 mg/dL
Glukosa 49 mg/dL 45-70 mg/dL
Lembar Follow Up
9 Desember 2019 S: P:
Penurunan kesadaran, CT-Scan kepala +
panas 1 hari kontras
Riwayat pengobatan EEG
ganciclovir LP
Inf. D5 ¼ NS 420 cc /
O: 24 jam
KU lemah, GCS E4V3M4 Inj Ceftriaxone 2x210
RR :52x/menit, N : 136 mg
o
x/menit, T:38,2 C, SpO2 Inj Dexametason 3x
100% 1,7 mg
Thoraks: Rh (+/+), Wh (-/- Inj PCT 4x50 mg
)
Inj phenitoin 2x15 mg
Spastic (+)
Susu 8 x 20-30 cc
A:
12
S. ensefalitis DD epilepsi
CMV Infection
Global dov delay
Pneumonia
10 Desember S: Terapi Lanjut
2019 Penurunan kesadaran,
panas (-), kejang (-)
O:
KU : Lemah, GCS
E4V3M3
N: 126x/menit, RR:
56x/menit, T : 36o C, SpO2
100%
Thoraks: Rh (+/+), Wh (-/-
)
Spastik
A:
S. meningitis bakterial +
CMV infection
11 Desember S: P:
2019 Penurunan kesadaran, Terapi lanjut
panas (-), kejang (-), batuk Minum susu 8 x 40-
(+) 50 cc
O:
KU : lemah, GCS E4V4M3,
N: 108x/menit, RR: 56x/
menit, T : 36,1oC, Spastik
Rh (+/+), Wh (-/-)
13
A:
S. meningoensefalitis +
CMV infection +
pneumonia
12 Desember S: P:
2019 Panas (-), kejang (-), batuk Terapi lanjut
(+)
O:
KU: Lemah, spastik,
E4M3V3
SpO2 : 100%, HR : 126, T:
36,2oC
A:
S. meningitis bakterial +
CMV Infection +
pneumonia
13 Desember S: P:
2019 Panas (-), Kejang (-), Terapi lanjut
muntah (-)
O:
KU: Sedang
Spastik
SpO2 100%, HR : 126
x/menit, RR 62 x/ menit,
T: 36oC
A:
S. Meningitis bakterial +
CMV Infection +
Pneumonia + Global dev
14
delay
14 Desember S: P:
2019 Panas (-) , Kejang (-), Terapi lanjut
sesak berkurang
O:
KU: sedang
Spastik
SpO2 100%, HR 132
x/menit, RR 52 x/menit,
T: 36,2oC
A:
S. meningitis bakterial +
CMV Infection +
pneumonia
15 Desember S: P:
2019 Kejang berulang tadi Terapi lanjut
malam, panas (-)
O:
KU: lemah
GCS E4 M spastic V 3
SpO2 100%, HR : 136
x/menit, RR 56 x/menit,
T: 36,3oC
A:
S. Meningitis bacterial +
CMV Infection +
Pneumonia + global div
delay
15
Diagnosis Kerja
Obs. Konvulsi + riwayat infeksi CMV
Penatalaksanaan
Co. dr. Sp.A :
IVFD D5 1/4 NS 7 tpm
Inj Fenobarbital 2x 10mg
Obs. Kejang
Stesolid supp 5mg bila kejang berulang
Masuk PICU
16
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Meningitis adalah infeksi akut pada selaput meningen (selaput yang melapisi
otak dan medulla spinalis) (Nelson, 2010). Encephalitis adalah infeksi pada jaringan
parenkim otak (Elizabeth, 2009). Meningoencephalitis adalah peradangan pada
selaput meningen dan jaringan otak.
3.2 Epidemiologi
Di Ameriksa Serikat, Streptococcus Pneumoniae merupakan penyebab
meningitis bakterialis terbanyak yang ditemukan dengan angka sekitar 1,1 kasus per
100.000 populasi keseluruhan dan tertinggi pada anak berusia 1-23 bulan dan dewasa
yang berusia >60 tahun (Martha & Muller, 2019).
Faktor predisposisi dari meningoensefalitis bakterialis, yakni infeksi traktur
respiratorius, otitis media, mastoiditis, trauma kepalas, hemoglobinopati, infeksi
human immunodeficiency virus (HIV), status defisiensi imunitas lainnya (Martha &
Muller, 2019).
3.3 Etiologi
Etiologi meningitis bakterialis tersering pada usia 2 bulan-5 nadalah
Haemophillus Influenza, Streptococcus Pneumoniae, dan Neisseria Meningitidis,
sedangkan pada usia >5 tahun adalah Streptococcus Pneumoniae,Neisseria
Meningitidis, dan Haemophillus Influenza (Med Unhas, 2019).
Selain itu, kondisi pasien yang menderita TB paru merupakan salah satu
faktor resiko timbulnya meningitis, karena TB paru dapat menimbulkan komplikasi
berupa meningitis TB akibat penyebaran kuman TB dari paru ke meningens secara
hematogen. Saat terjadi penyebaran muncul gejala prodormal berupa demam yang
juga dirasakan oleh pasien 1 minggu sebelumnya.
17
Meningitis juga dapat disebabkan oleh trauma kepala dengan fraktur basis
kranii, yang mana dapat menyebabkan bakteri memasuki area subarachnoid. Anak
dengan ventrico-peritoneal shunts (VP shunts) pada pasien hidrosefalus juga
memiliki risiko meningitis dari spesies staphylococcus(Baines, Reilly, & Gill, 2009).
3.4 Patofisiologi
Meningitis bakteri adalah peradangan pada selaput otak (meningen), yang
disebabkan oleh bakteri. Bakteri yang paling sering adalah H influenza, Diplocooccus
pneumoniae, Streptokokus grup A, Staphylococcus Aureus, E coli, Kliebsella dan
Pseudomonas. Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dengan
terjadinya peradangan yang disebabkan oleh neutrofil, monosit, dan limfosit. Cairan
eksudat yang terdiri dari bakteri, fibrin dan leukosit terbentuk di ruangan
subarakhnoid akan terkumpul di dalam cairan serebrospinal sehingga dapat
menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan mengakibatkan jaringan otak
akan menjadi infark. Risiko terjadinya meningitis bakterialis meningkat pada
penderita infeksi primer seperti infeksi telinga, infeksi tenggorokan, miokarditis dan
pasien pasca bedah (Rusepno, et al., 2016).
Meningitis bakteri merupakan infeksi yang serius, walaupun angka
kematiannya rendah, yakni sekitar 2% pada bayi dan anak-anak dan bisa sekitar 20%-
30% pada neonates dan dewasa. Bakteri biasanya menyebar melalui aliran darah
untuk mencapai otak. Setelahnya, bakteri penetrasi ke blood-brain barrier (BBB)
mengeluarkan endotoksin dan mediator kimiawi lainnya yang dapat menyebabkan
respons inflamasi pada cairan serebrospinal. Bocornya protein dan cairan dari
vaskularisasi serebral menghasilkan peningkatan komponen air dan peningkatan
intracranial. Pada kasus yang fatal akan menyebabkan penurunan perfusi di serebral,
infark serebri dan kematian otak (Baines, Reilly, & Gill, 2009).
18
inhalasi droplet yang mengandung Mycobacterium tuberculosis
bakterimia
meningitis
encephalitis
(Ramachandran, 2011).
19
mengantuk dan bingung. Selanjutnya, dapat bisa menjadi tiba-tia sakit dengan demam
dan kekakuan. Otot dan sendi yang terkena dapat menyebabkan anak tersebut tidak
bisa istirahat dan keadaannya menjadi buruk. Mual, muntah, dan penurunan nafsu
makan sering terjadi. Nyeri perut dan diare jarang ditemukan. Meningitis yang
disebabkan oleh atipikal (contohnya Mycobacterium tuberculosis) akan memiliki
onset yang lebih lama (Baines, Reilly, & Gill, 2009).
Meningitis menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial dan pada anak-
anak yang memiliki fontanella terbuka, maka akan didapatkan fontanella yang penuh
atau cembung. Pada anak yang fontanellanya telah tertutup, gejala dari peningkatan
intrakranial akan muncul contohnya gejala hipertensi sistemik disertai bradikardia
dan napas yang irregular. Anak dapat memiliki tonus yang abnormal, gerakan
tersentak-sentak atau terkulai (Baines, Reilly, & Gill, 2009).
Pada anak yang lebih tua dapat ditemukan gejala klasik meningitis:
demam, muntah dan nyeri kepala, kekakuan leher dan fotopobia. Pada remaja dapat
ditemukan gejala yang berhubungan perubahan perilaku (sebagai contohnya menjadi
agresif dan sering terdiam). Gejala ini dapat menyerupai gejala dari intoksikasi
alkohol atau obat-obatan (Baines, Reilly, & Gill, 2009).
Bintik-bintik kemerahan dapat muncul, mayoritas ketika organisme
penyebabnya adalah N. meningitides, namun lebih mengarah pada tidak bergejala,
atipikal atau petekie jika dibandingkan dengan sepsis Meningococcal (Baines, Reilly,
& Gill, 2009).
Gejala klinis jika dibagi menurut umur tercantum seperti dibawah ini.
Pada neonatus :
Gejala tidak khas
Demam kadang-kadang, tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah dan
kesadaran menurun
Ubun-ubun besar kadang cembung
Pernapasan tidak teratur
Pada anak umur 2 bulan – 2 tahun :
Gambaran klasik tidak tampak
20
Demam, muntah, gelisah dan kejang berulang
Kadang “high pitched cry”
a. Stadium Prodromal
Stadium ini berlangsung selama 1 – 3 minggu dan terdiri dari keluhan
umum seperti :
Kenaikan suhu tubuh yang berkisar antara 38,2 – 38,90 C
Nyeri kepala
Mual dan muntah
Tidak ada nafsu makan
Penurunan berat badan
Apati dan malaise
Kaku kuduk dengan brudzinsky dan kernig tes positif
Defisit neurologi fokal : hemiparesis dan kelumpuhan saraf otak
Gejala TTIK seperti edema papil, kejang – kejang, penurunan kesadaran
sampai koma, posisi dekortikasi atau deserebrasi.
b. Stadium perangsangan meningen
c. Stadium kerusakan otak setempat
d. Stadium akhir atau stadium kerusakan otak difus
21
a. Stadium I : Penderita dengan sedikit atau tanpa gejala klinik meningitis.
Tidak didapatkan kelumpuhan dan sadar penuh. Penderita tampak tak sehat,
suhu subfebris, nyeri kepala.
b. Stadium II : Selain gejala diatas bisa didapat gejala defisit neurologi fokal
c. Stadium III : Gejala diatas disertai penurunan kesadaran. Standar
pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien tersebut adalah dengan
melakukan pungsi lumbal. Sedangkan encephalitis sendiri merupakan
infeksi jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam
mikroorganisme. (Tunkel A. 2004)
3.6 Diagnosis.
3.6.1 Anamnesis
Gejala klasik meningitis: demam, muntah dan nyeri kepala, kekakuan leher
dan fotopobia(Baines, Reilly, & Gill, 2009). Untuk faktor risiko M. tuberculosis
dapat ditanyakan kontak dengan penderita TB, riwayat batuk lama tanpa sebab yang
jelas, demam yang lama, penilaian berat badan serta riwayat imunisasi.
3.6.2 Pemeriksaan Fisik
Pada neonatus :
Gejala tidak khas
Demam kadang-kadang, tampak malas, lemah, tidak mau minum, muntah dan
kesadaran menurun
Ubun-ubun besar kadang cembung
Pernapasan tidak teratur
Pada anak umur 2 bulan – 2 tahun :
Gambaran klasik tidak tampak
Demam, muntah, gelisah dan kejang berulang
Kadang “high pitched cry”
22
Kejang
Gangguan kesadaran
Tanda-tanda rangsang meningeal ada
Meningitis Meningitis
Tes Meningitis Virus
Bakterial TBC
Tekanan Meningkat Biasanya normal Bervariasi
LP
Keruh Jernih Xanthochromia
Warna
> 1000/ml < 1000/ml Bervariasi
Jumlah
Predominan Predominan MN Predominan
sel
PMN MN
Normal/meningkat
Jenis sel
Sedikit Meningkat
Biasanya normal
23
Protein meningkat Rendah
Glukosa Normal/menurun
3. Pemeriksaan radiologis
CT Scan atau MRI kepala bukanlah pemeriksaan rutin yang
dilakukan. Saat kondisi pasien telah stabil (NSW Health, 2018).
3.7 Penatalaksanaan
24
anak usia ≥3 bulan. Untuk usia <3 bulan belum ada informasi yang
mendukung untuk penggunaan terapi steroid ini (NSW Health, 2018).
25
Tabel 3. Dosis antibiotika secara IV (NSW Health, 2018)
3.8 Komplikasi
3.9 Prognosis
27
PEMBAHASAN
4.1 Anamnesis
Pada saat di rumah saudara, pasien mengalami kejang, kejang tidak didahului
oleh demam. Pada saat seluruh badan bergerak, ibu pasien mencoba memberi
rangsangan nyeri untuk memastikan apakah ini kejang apa tidak, ternyata tidak
berespon. Pasien langsung di bawa ke IGD RS AWS Samarinda, selama diperjalanan
pasien mengalami kejang kurang lebih 2 jam, kejang tidak berhenti, kejang seluruh
badan, sempat biru. Pada saat di IGD di beri stesolid 2 x tapi masih kejang, kemudian
di beri phenitoin tapi masih kejang, kemudian diberikan fenobarbital akhirnya kejang
berhenti. Kemudian pasien dipindahkan ke PICU. Pasien memiliki riwayat kejang
pada usia 3 bulan, dan riwayat pengobatan CMV. Riwayat di keluarga ibu pasien
memiliki riwayat penyakit CMV, bapak pasien memiliki riwayat alergi.
Teori Kasus
- Kejang lebih 2 jam
- Gejala klasik meningitis: demam,
- Muntah (-), demam (-)
muntah dan nyeri kepala, kekakuan
leher dan fotopobia(Baines, Reilly, &
Gill, 2009). Untuk faktor risiko M.
tuberculosis dapat ditanyakan kontak
dengan penderita TB, riwayat batuk
lama tanpa sebab yang jelas, demam
yang lama, penilaian berat badan serta
riwayat imunisasi
28
Pemeriksaan Fisik
Teori Kasus
Pada neonatus :
- Spastik
Gejala tidak khas - Kaku kuduk
Demam kadang-kadang, tampak malas, lemah, - RR : 52 x/ menit
- T : 36,2oC
tidak mau minum, muntah dan kesadaran
menurun
Ubun-ubun besar kadang cembung
Pernapasan tidak teratur
Pada anak umur 2 bulan – 2 tahun :
Gambaran klasik tidak tampak
Demam, muntah, gelisah dan kejang berulang
Kadang “high pitched cry”
Pemeriksaan Penunjang
Teori Kasus
1. Pemeriksaan Darah Darah Lengkap:
Hb: 10.5 g/dl
Pada meningitis bakterial stadium akut terdapat Ht: 31.8%
Leukosit: 11.820/ mm3
leukosit polimorfonuklear. Jumlah sel berkisar Trombosit: 580.000/ mm3
antara 1.000-10.000 dan pada kasus tertentu
bisa mencapai 100.000/mm3, dapat disertai
29
sedikit eritrosit. Bila jumlah sel di atas 50.000 Lumbal pungsi
Kejernihan : keruh
mm3 maka kemungkinan abses otak yang pecah
Warna : bening
dan masuk ke dalam sistem ventrikulus Hitung sel : 103 sel / mm3
Mononuklear : 81
2. Lumbal pungsi Polinuklear : 19
Protein : 46 ( normal)
a. Meningitis bakterial : Glukosa : 49 ( Normal)
Warna : Keruh
Glukosa normal/menurun
b. Meningitis virus :
Warna : jernih
c. Meningitis TB
Warna : xanthochrome
Protein meningkat
Glukosa rendah
30
4.5 Penatalaksanaan
Teori Kasus
Antibiotik
31
Sedangkan pada bayi usia >3 bulan
dapat diberikan ampisilin tanpa
pemberian ceftriaxone ataupun
cefotaxime. Untuk mencegah kasus
anafilaksis penicillin, maka dapat
digunakan moxifloxacin
10mg/kg/dosis IV selama 24 jam
dengan dosis maksimal 400mg, atau
ciprofloxacin 10mg/kg/dosis IV
selama 12 jam dengan dosis 400mg
ditambah dengan vancomycin
32
33
BAB 3
PENUTUP
3.1 Penutup
Data WHO menunjukkan bahwa sekitar 1,8 juta kematian anak balita
di seluruh dunia setiap tahun. Lebih dari 700.000 kematian anak terjadi di
negara kawasan Asia tenggara da Pasifik barat.
Pada anak yang lebih tua dapat ditemukan gejala klasik meningitis:
demam, muntah dan nyeri kepala, kekakuan leher dan fotopobia. Namun
pada anak yang lebih muda dapat bervariasi dari gejala yang dialaminya.
34
tatalaksana dapat dilakukan dengan segera dan meminimalisir dari gejala
sequel atau bahkan kematian.
35
DAFTAR PUSTAKA
Baines, P., Reilly, N., & Gill, A. (2009). Paediatric Meningitis. Clinical Pharmacist.
Dubos, F., De la Rocque, F., Levy, C., Bingen, E., Aujard, Y., & Cohen, R. (2008).
Sensitivity of the Bacterial Meningitis Score in 889 Children with Bacterial
Meningitis. J Pediatr, 82.
Japardi, J. (2002). Meningitis Meningoccocal. Medan : Universitas Sumatera
Utara.
Maria, B., & Bale, J. F. (2006). Infection of Nervous System. In H. Sanart, & B.
Maria, Child Neurology (p. 55). California: Lippincott Wiliams & Wilkins.
Martha, L., & Muller, M. D. (2019). Pediatric Bacterial Meningitis. Medscape.
Nelson W. Ilmu Kesehatan Anak Vol. 2 Jakarta : ECG. 2009. Hal 655
Nigrovic, L. E., Kupperman, N., & Alley, R. (2002). Development and Validation of
A Multivariable Predictive Model to Distinguish Bacterial From Aseptic
Meningitis in Children in the Post-Haemophilus Influenza Era. Pediatrics, 9.
Nigrovic, L. E., Kupperman, N., & Malley, R. (2008). Children with Bacterial
Meningitis Presenting to the Emergency Department During the
Pneumococcal Conjugate Vaccine Era. Acad Emerg Med, 8.
Tunkel A. 2004. Practice The guideline for the management of the bacterial
meningitis. Clinical Infectious Disease Society of America Phyladelphia
36