Anda di halaman 1dari 17

Lab/SMF Ilmu Kesehatan Jiwa Laporan Kasus

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman/RSJD Atma Husada Mahakam

PSIKOTIK AKUT

Oleh
Elzanita Devi Erdika
NIM. 1810029040

Pembimbing
dr. Yenny, Sp.KJ

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan Jiwa
Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
2019
I. RIWAYAT PSIKIATRI
A. Identitas Pasien
Nama : Nn. MR
No. Rekam Medik : 2019 07 0022
Usia : 40 tahun
Agama : Islam
Suku : Bugis
Status Marital : Sudah menikah
Pendidikan Terakhir : SMP
Pekerjaan : Tidak bekerja
Alamat : Paser

B. Identitas Penanggung Jawab


Nama : Ny. N
Jenis kelamin : Perempuan
Status dengan pasien : Kakak Kandung
Alamat : Paser

C. Resume Medik (IGD)


Pasien datang ke IGD RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda pada
tanggal 04 Juli 2019 diantar oleh keluarganya, yaitu kakak dan ibu pasien.
Keluhan Utama : Gelisah

D. Riwayat Penyakit Sekarang


Autoanamnesis (Ruang IGD, 04 Juli 2019)
Pasien mengatakan dirinya bernama Sari dan berumur 31 tahun. Pasien
menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki keluhan dan tidak sakit, ia tidak tahu
mengapa dirinya dibawa ke rumah sakit. Pasien mengaku dibawa dengan paksa
oleh tante pasien dan orang tidak dikenal. Pasien sering pergi sendiri ke kuburan
karena pasien mengaku dirinya akan dimakamkan karena telah wafat akibat
dibunuh oleh orang yang tidak dikenal.
Heteroanamnesis
Menurut kakak pasien, pasien sering gelisah, berbicara melantur dan
keluyuran keluar rumah sejak sekitar 3 tahun yang lalu dan memburuk dalam 1
minggu terakhir. Pasien sering gelisah, tidak bisa diam, sering tidak tidur saat
malam hari, berbicara sendiri, dan marah-marah. Pasien juga sering berusaha
memukul orang-orang disekitarnya (tetangga) yang mengolok-oloknya. Pasien
sering keluyuran keluar rumah dan sering pergi ke kuburan seorang diri akibat
dirinya mengaku akan dibunuh. Sebelumnya saat masih remaja pasien
mengonsumsi obat-obatan terlarang yang disuntik dan sering menyayat-nyayat
lengan bawah kirinya sendiri. Pasien saat ini tinggal bersama suami keduanya dan
sering mendapat kekerasan dan dikurung di rumah oleh suaminya tersebut. Pasien
makan dengan baik namun jarang mandi, harus diarahkan terlebih dahulu. Pasien
tidak pernah pergi ke rumah sakit sebelumnya untuk memeriksakan kondisinya.
E. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah dirawat sebelumnya.
F. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit jiwa pada keluarga pasien, baik yang memiliki
tanda-tanda atau gejala seperti pasien maupun kelainan medis yang lain. Tidak ada
riwayat hipertensi, diabetes mellitus, atau asma pada keluarga pasien.
G. Faktor Pencetus
Keluarga mengatakan keluhan muncul sejak pasien menikah dengan
suaminya yang kedua akibat sering mendapat kekerasan.
H. Riwayat Pengobatan
Pasien belum pernah berobat sebelumnya.
I. Riwayat Pribadi
1. Masa kanak-kanak awal (0-3 tahun)
 Riwayat prenatal, kehamilan ibu dan kelahiran
Pasien dilahirkan secara normal, ditolong oleh bidan
 Kesehatan ibu sewaktu hamil baik
 Hubungan antara ayah dan ibu selama hamil biasa-biasa saja
 Kebiasaan makan dan minum
Tidak diketahui
 Perkembangan awal
Tidak diketahui
2. Masa kanak-kanak pertengahan (3-11 tahun)
Pasien menghabiskan masa kanak-kanak bersama orang tua dan
saudaranya. Pasien tidak mengalami gangguan akademik dari SD sampai
SMP. Pasien juga mempunyai teman baik di lingkungan sekolah maupun
sekitar rumah. Pasien dalam hal pelajaran tampak mengikuti dengan baik dan
lulus sekolah dengan tepat waktu.
3. Masa kanak-kanak akhir (pubertas sampai remaja)
Tidak dapat digali.
4. Masa dewasa
Tidak dapat digali.

J. Status Psikiatri (IGD, 04 Juli 2019)


1. Kesan Umum : Kurang rapi, gelisah, kurang kooperatif
2. Kontak: Verbal (+), Non Verbal (+)
3. Kesadaran:
a. Tingkat: Komposmentis
b. Atensi/Konsentrasi: mudah dialihkan
c. Orientasi: waktu (-), tempat (-) dan orang (-)
4. Emosi: Mood labil, afek tidak serasi
5. Proses berpikir:
a. Arus: Flight of ideas
b. Isi: Waham paranoid (+)
6. Intelegensi
Cukup
7. Persepsi
Halusinasi auditorik (+) visual sde
8. Kemauan
ADL diarahkan
9. Psikomotor
Meningkat
10. Tilikan
1 (Pasien tidak merasa jika dirinya sakit)
K. Status Psikiatri (Punai, 8 Juli 2019)
1. Penampilan
 Identifikasi pribadi
Pasien terlihat cukup rapi, cukup tenang. Sikap terhadap pemeriksaan
cukup kooperatif.
 Perilaku dan aktivitas psikomotor
Pasien tampak tegang di dalam ruangan.
2. Bicara
Pasien hanya menjawab sedikit dari pertanyaan yang diajukan pemeriksa.
Tidak ada kesulitan dalam berbicara.
3. Mood dan afek
Mood labil dan afek tidak serasi
4. Pikiran dan persepsi
 Bentuk pikiran
 Kelancaran berpikir
Jawaban penderita tidak langsung, dan arus berpikir tidak begitu cepat.
 Gangguan bahasa
Tidak ada gangguan bahasa
 Arus: Flight of ideas
 Isi pikiran
 Isi: Waham paranoid (+)
 Gangguan persepsi
Halusinasi auditorik (+) visual (-)
5. Sensori
 Kesan umum : Tampak cukup rapi, tenang, kooperatif
 Kontak : verbal (+), visual (+)
 Kesadaran : komposmentis
 Orientas
 Waktu : Disorientasi
 Tempat : Baik
 Orang : Baik
 Ingatan
- Masa dahulu : Baik
- Masa kini : Baik
- Segera : Baik
 Pengetahuan : Cukup
 Kemauan : ADL diarahkan
6. Tilikan
1 (Pasien tidak merasa jika dirinya sakit)

L. Genogram

: Laki – laki : Penunjuk pasien

: Perempuan : Meninggal

M. Pemeriksaan Diagnosis Lebih Lanjut


1. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: Penampilan kurang rapi, tampak sakit ringan
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 98x/menit
RR : 18x/menit
Suhu : 36.9°C
Keadaan gizi : Baik
Kulit : Dalam batas normal
Kepala : Normocephal, anemis (+/+), ikterik (-/-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks : simetris, retraksi ICS (-)
Jantung : S1 S2 tunggal reguler
Paru-paru : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
Abdomen : soefl, BU (+), NT (-)
Hepar/lien : pembesaran (-)
Ekstremitas : bekas luka (-), akral hangat (+), edema (-), CRT<2”
2. Pemeriksaan Neurologi
Tidak dilakukan
3. Wawancara diagnostik psikiatri tambahan
Pemeriksaan PANSS
Tanggal 04-07-
Gejala
2019
Pengendalian impuls
2
yang buruk
Ketegangan 2
Permusuhan 2
Ketidakkooperatifan 2
Gaduh gelisah 2
Total 10

4. Wawancara dengan anggota keluarga,


Menurut kakak pasien, pasien dulu pribadi yang keras, mudah marah jika
keinginannya tidak terpenuhi, dan sulit mengendalikan diri. Pasien senang
bepergian keluar rumah
5. Pemeriksaan psikologi, neurologi dan laboratorium (sebagai penunjang)
Pemeriksaan Laboratorium (04/07/2019)
GDS : 95
Ureum : 22
Creatinin : 0,88
SGOT : 21
SGPT : 14
Hb : 8,0
MCV : 57,6
MCH : 14,5
MCHC : 25,2
Leukosit : 11.600
Eritrosit : 5,51 x 106
Hct : 31,7 %
Trombosit : 510.000

N. Diagnosis
 Axis I : Psikotik Akut
 Axis II : Tidak ada diagnosis
 Axis III : Tidak ada diagnosis
 Axis IV : Masalah keluarga
 Axis V : GAF Scale 50-41

O. Prognosis
Prognosisnya pada pasien ini umumnya buruk. Gambaran klinis pasien
mengarah ke prognosis yang buruk,dengan adanya gejala positif dan negatif.

P. Formulasi Diagnostik
 Seorang perempuan usia 40 tahun, anak ketiga dari 4 bersaudara, beragama
Islam, suku Bugis, sudah menikah, tidak bekerja, datang diantar oleh ibu dan
kakaknya ke RSJD AHM Samarinda pada tanggal 04 Juli 2019 pukul 13.50
WITA dengan keluhan gelisah.
 Onset awal usia 40 tahun
 Pasien gelisah, tidak bisa diam, sering marah-marah dan menghambur barang,
keluyuran, dan bicara sendiri.
 Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan Darah 110/70 mmHg,
konjungtiva anemis (-/-)
 Pada pemeriksaan psikiatri awal didapatkan kesadaran composmentis,
penampilan cukup rapi, kurang kooperatif, kontak visual (+) dan kontak
verbal (+), disorientasi waktu, tempat, dan orang, emosi labil, afek tidak
serasi, proses fikir flight of ideas, halusinasi auditorik (+), visual (-), kemauan
ADL diarahkan, dan psikomotor meningkat.

Q. Rencana Terapi
1. Non-farmakoterapi
 Terapi kognitif-perilaku
 Psikoterapi individual
 Terapi berorientasi keluarga
2. Farmakoterapi
 Clozapine 2 x 25 mg PO
 Risperidone 2 x 2 mg PO
 THD 2 x 2 mg PO
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidak mampuan individu
menilai kenyataan yang terjadi, misalnya terdapat halusinasi, waham atau perilaku
kacau/aneh. Gangguan psikotik sementara merupakan sindrom psikotik akut dan
transien. Berdasarkan revisi pada teks edisi keempat Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders (DSM IV-TR) gangguan ini berlangsung dari 1 hari sampai 1 bulan
dengan gejala yang dapat menyerupai dengan skizofrenia (cth waham dan halusinasi).
Gangguan juga dapat berkembang sebagai respons terhadap stressor berat atau
sekelompok stressor. Karena sifat dari gangguan berbeda-beda kadang sulit untuk
menegakkan diagnosis dalam praktek klinis1

2.2 Epidemiologi
Pada umumnya gangguan ini dianggap jarang terjadi, seperti yang dinyatakan oleh
suatu penelitian tentang perekrutan militer dimana insidensi psikosis reaktif adalah 1,4
per 100.000 yang direkrut.1 Gangguan lebih sering terjadi pada pasien muda (usia 20-
30an) daripada pada pasien usia tua. Data yang dapat diandalkan berdasarkan determinan
jenis kelamin dan sosiakultural terbatas, meskipun beberapa gejala menunjukkan insiden
lebih tinggi terjadi pada perempuan dan pada penduduk negara berkembang. Pola ini
sangat berbeda dengan pola pada skizofrenia. 1
Beberapa klinisi menunjukkan bahwa gangguan paling sering terjadi pada pasien
golongan sosioekonomi rendah dan mereka yang mengalami musibah atau perubahan
budaya yang nyata. Orang yang mengalami stressor psikososial yang berat dapat
beresiko lebih tinggi mengalami gangguan psikotik sementara. 1,2
2.3 Etiologi

Penyebab pasti gangguan ini masih belum diketahui. Pasien yang menderita
gangguan kepribadian (paling sering gangguan histrionik, paranoid, skizoid, skizotipal,
dan kepribadian borderline) mungkin mempunyai kerentanan biologis atau psikologis
1
untuk mengalami gejala psikotik. Beberapa pasien juga memiliki riwayat keluarga
dengan skizofrenia atau gangguan mood tetapi tidak bersifat konklusif. Formulasi
psikodinamik menekankan adanya koping mekanisme yang tidak adekuat dan
kemungkinan adanya tujuan sekunder pada pasien dengan gejala psikotik. Teori
psikodinamik tambahan menunjukkan bahwa gejala psikotik merupakan suatu petahanan
melawan fantasi yang dilarang, pemenuhan harapan yang tidak diperoleh, atau pelarian
dari psikosial yang menekan. 2

2.4 Patofisiologi

Hipotesis dominan pada gangguan psikosis serupa dengan penderita skizofrenia


adalah yang paling berkembang dari berbagai hipotesis, dan merupakan dasar dari
banyak terapi obat yang rasional. Hipotesis ini menyatakan bahwa skizofrenia
disebabkan oleh terlalu banyaknya aktivitas dopaminergik. Beberapa bukti yang terkait
hal tersebut yaitu : 1,2, 3, 5
1. Kebanyakan obat-obat antipsikosis menyekat reseptor D2 pascasinaps di dalam
sistem saraf pusat, terutama di sistem mesolimbik frontal
2. Obat-obat yang meningkatkan aktifitas dopaminergik, seperti levodopa (suatu
prekursor), amfetamin (perilis dopamin), atau apomorfin (suatu agons reseptor
dopamin langsung), baik yang dapat mengakibatkan skizofrenia atau psikosis
pada beberapa pasien
3. Densitas reseptor dopamin telah terbukti, postmortem, meningkat di otak pasien
skizofrenia yang belum pernah dirawat dengan obat-obat antipsikosis
4. Positron emission tomography (PET) menunjukkan peningkatan densitas reseptor
dopamin pada pasien skizofrenia yang dirawat atau yang tidak dirawat, saat
dibandingkan dengan hasil pemeriksaan PET pada orang yang tidak menderita
skizofrenia
5. Perawatan yang berhasil pada pasien skizofrenia telah terbukti mengubah jumlah
homovanilic acid (HVA) suatu metabolit dopamin di cairan serebrospinal ,
plasma, dan urin
Namun, teori dasar tidak menyebutkan hipereaktivitas dopaminergik apakah
karena terlalu banyaknya pelepasan dopaminergik, terlalu banyaknya reseptor
dopaminergik atau kombinasi mekanisme tersebut. Neuron dopaminergik di dalam jalur
mesokortikal dan mesoimbik berjalan dari badan selnya di otak tengah ke neuron
dopaminoseptif di sistem limbik dan korteks serebral. 3

2.5 Diagnosis
Pada DSM V menguraikan jika kelanjutan dari diagnosis psikotik sementara
terutama didasarkan pada durasi gejala. Untuk gejala psikotik yang berlangsung
sekurang-kurangnya 1 hari tetapi kurang dari 1 bulan dan bukan merupakan gangguan
mood, gangguan terkait zat, atau gangguan psikotik akibat kondisi medis umum. DSM V
juga menjelaskan adanya 3 subtipe yaitu (1) ada stressor;(2) tidak ada stressor; (3)
awaitan pasca partus. 1,2
Seperti pada pasien psikiatri akut, riwayat yang diperlukan untuk membuat
diagnosis mungkin tidak dapat diperoleh hanya dari pasien. Walaupun gejala psikotik
mungkin jelas, informasi mengenai gejala prodormal, episode suatu gangguan mood
sebelumnya, dan riwayat ingesti zat psikotomimetik yang belum lama mungkin tidak
diperoleh dari wawancara klinis saja. Di samping itu, klinisi mungkin tidak mampu
memperoleh informasi yang akurat tentang ada atau tidaknya stressor pencetus. 1,2
Kriteria diagnosis DSM V dari gangguan psikotik sementara :
1. Adanya satu atau lebih gejala berikut :
a. Waham
b. Halusinasi
c. Bicara kacau
d. Perilaku katatonik atau kacau secara keseluruhan
Catatan : jangan memassukan gejala jika merupakan pola respons yang
diterima secara kultural.
2. Durasi episode gangguan skeurang-kurangnya 1 hari tetapi kurang dari 1
bulan dan akhirnya kembali ke tingkat fungsi sebelum sakit
3. Gangguan tidak disebabkan oleh gangguan mood dengan gambaran
psikotik, gangguan skizoefektif, atau skizofrenia dan tidak disebabkan oleh
efek fisiologi langsung suatu zat (contoh penyakahgunaan obat atau
pengobatan) atau kondisi medis umum
Tentukan pula apakah :
1. Dengan stressor nyata (psikosis relatif singkat) : jika gejala terjadi segera
setelah dan tampak sebagai respons terhadap peristiwa yang secara sendiri-
sendiri atau bersamaan menekan hampir setiap orang dengan situasi yang
sama
2. Tanpa stressor nyata : jika gejala psikotik tidak terjadi segera setelah atau
tidak tampak sebagai respons terhadap peristiwa yang secara sendiri-sendiri
atau bersamaan menekan hampir setiap orang dengan situasi yang sama
3. Dengan awitan pascapartus : jika awitan terjadi 4 minggu pasca partus
Menggunakan urutan diagnosis yang mencerminka urutan prioritas yang diberikan
untuk ciri-ciri utama terpilih dari gangguan ini. Urutan prioritas yang dipakai ialah:
a. Onset yang akut (dalam masa 2 minggu atau kurang = jangka waktu gejala-gejala
psikotik menjadinyata dan mengganggu sedikitnya beberapa aspek kehidupan
dan pekerjaan sehari-hari, tidak termasuk periode prodromal yang gejalanya
sering tidak jelas) sebagai cirri khas yang menentukan seluruh kelompok
b. Adanya sindrom yang khas (berupa “polimormif” = beraneka ragam dan
berubah cepat, atau “schizophrenia-like” = gejala yang khas)
c. Adanya stress akut yang berkaitan (tidak selalu ada, sehingga dispesifikan
dengan karakter ke 5;0 .x0=Tanpa penyerta stress akut; .xi=Dengan penyerta
stress akut). Kesulitan atau problem yang berkepanjangan tidak boleh
dimasukkan sebagai sumber stress dalam konteks ini
d. Tanpa diketahui berapa lama gangguan akan berlangsung;
 Tidak ada gangguan dalam kelompok ini yang memenuhi kriteria episode manic
(F.30) atau episode depresif (F32), walaupun perubahan emosional dan gejala-gejala
afektif individual dapat menonjol dari waktu ke waktu.
 Tidak ada penyebab organik, seperti trauma kapitis, delirium, atau dimensia. Tidak
merupakan intoksikasi akibat penggunaan alcohol atau obat-obatan.

Gangguan psikotik akut pada PPDGJ III


1. Gangguan Psikotik Polimorfik Akut tanpa Gejala Skizofrenia (F23.0)
a. Onset harus akut (dari suatu keadaan non psikotik sampai keadaan psikotik yang
jelas dalam kurun waktu 2 minggu atau kurang);
b. Harus ada beberapa jenis halusinasi atau waham yang berubah dalam jenis dan
intensitasnya dari hari ke hari atau dalam hari yang sama ;
c. Harus ada keadaan emosional yang beranekaragamnya ;
d. Walaupun gejala-gejalanya beraneka ragam, tidak satupun dari gejala itu ada
secara cukup konsisten dapat memenuhi kriteria skizofrenia atau episode manik
atau episode depresif.
2. Gangguan Psikotik Polimorfik Akut dengan Gejala Skizofrenia (F23.1)
a. Memenuhi kriteria yang khas untuk gangguan psikotik polimorfik akut.
b. Disertai gejala-gejala yang memenuhi kriteria untuk diagnosis Skizofrenia yang
harus sudah ada untuk sebagian besar waktu sejak munculnya gambaran klinis
psikotik itu secara jelas.
c. Apabila gejala-gejala skizofrenia menetap untuk lebih dari 1 bulan maka
diagnosis harus diubah menjadi skizofrenia.
3. Gangguan Psikotik Lir – Skizofrenia Akut (F23.2)
Suatu gangguan psikotik akut dengan gejala yang stabil dan memenuhi kriteria
skizofrenia, tetapi hanya berlangsung kurang dari satu bulan lamanya. Pedoman
Diagnosis :
1) Onset psikotiknya akut (dua minggu atau kurang)
2) Memenuhi kriteria skizofrenia, tetapi lamanya kurang 1 bulan.
3) Tidak memenuhi kriteria psikosis pilimorfik akut.
4. Gangguan Psikotik Akut Lainnya dengan Predominan Waham (F23.3)
Gambaran klinis berupa waham dan halusinasi yang cukup stabil, tetapi tidak
memenuhi skizofrenia. Sering berupa waham kejaran dan waham rujukan, dan
halusinasi pendengaran.

2.6 Tata Laksana


Farmakoterapi :
Dua kelas utama obat yang perlu dipertimbangkan di dalam pengobatan gangguan
psikotik adalah obat antipsikotik antagonis reseptor dopamin dan benzodiazepin. Jika
dipilih suatu antipsikotik, suatu antipsikotik potensi tinggi, misalnya haloperidol
biasanya digunakan. Khusunya pada pasien yang berada pada resiko tinggi mengalami
efek samping ekstrapiramidal, suatu obat antikolinergik kemungkinan harus diberikan
bersama-sama dengan antipsikotik sebagai profilaksis terhadap gejala gangguan
pergerakan akibat medikasi. Selain itu, benzodiazepin dapat digunakan dalam terapi
singkat psikosis. 7
 Obat utama Antipsikotik untuk mengurangi gejala psikotik :
 Haloperidol 2-5 mg, 1 sampai 3 kali sehari, atau Chlorpromazine 100-200 mg, 1
sampai 3 kali sehari
 Dosis harus diberikan serendah mungkin untuk mengurangi efek samping,
walaupun beberapa pasien mungkin memerlukan dosis yang lebih tinggi
 Obat antiansietas juga bisa digunakan bersama dengan neuroleptika untuk
mengendalikan agitasi akut (misalnya: lorazepam 1-2 mg, 1 sampai 3 kali
sehari)
 Lanjutkan obat antipsikotik selama sekurang-kurangnya 3 bulan sesudah gejala
hilang.
 Kekakuan otot (Distonia atau spasme akut), bisa ditanggulangi dengan suntikan
benzodiazepine atau obat antiparkinson
 Kegelisahan motorik berat (Akatisia), bisa ditanggulangi dengan pengurangan
dosis terapi atau pemberian beta-bloker
 Gejala parkinson (tremor/gemetar, akinesia), bisa ditanggulangi dengan obat
antiparkinson oral (misalnya, trihexyphenidil 2 mg 3 kali sehari)

Psikoterapi
Meskipun rawat inap dan farmakoterapi cenderung mengendalikan situasi jangka
pendek, bagian pengobatan yang sulit adalah integrasi psikologis pengalaman (dan
kemungkinan trauma pemicu, jika ada) ke dalam kehidupan pasien dan keluarganya.
Psikoterapi digunakan untuk memberikan kesempatan membahas stressor dan episode
psikotik. Eksplorasi dan perkembangan strategi koping adalah topik utama pada
psikoterapi. Keterlibatan keluarga dalam proses penyembuhan mungkin penting untuk
mendapatkan keberhasilan. Tujuan dari psikoterapi adalah : 1,2,5
 Mengatasi stresor dan episode psikotik
 Mengembalikan harga diri dan kepercayaan

Rawat Inap
Seorang pasien psikotik akut mungkin memerlukan rawat inap yang singkat baik
untuk evaluasi ataupun proteksi. Evaluasi memerlukan pemantauan gejala yang ketat dan
penilaian tingkat bahaya pasien terhadap diri sendiri dan orang lain. Selain itu, rawat
inap yang tenang dan terstruktur dapat membantu pasien mendapatkan kembali
kesadarannya terhadap realita. Sementara klinisi menunggu efek perawatan atau obat-
obatan mungkin diperlukan pengasingan, pengendalian fisik atau pemantauan satu
pasien oleh satu pemeriksa. 1,2

2.7 Diagnosis Banding


Diagnosis lain yang dipertimbangkan di dalam diagnosis banding adalah gangguan
buatan (factitious disorder) dengan tanda dan gejala psikotik karena kondisi medis
umum, dan gangguan psikotik akibat zat. Seorang pasien mungkin tidak mau mengakui
penggunaan zat gelap, dengan demikian membuat pemeriksaan intoksikasi zat atau putus
zat sulit tanpa menggunakan tes laboratorium. Pasien dengan epilepsi atau delirium
dapat juga datang dengan gejala psikotik dengan yang ditemukan pada gangguan
psikotik singkat. Gangguan psikiatrik tambahan yang harus dipertimbangkan di dalam
diagnosis banding adalah gangguan identitas disosiatif dan episode psikotik yang disertai
dengan gangguan kepribadian ambang dan skizotipal. 1

2.8 Prognosis
Sekitar 50% pasien yang pertama kali digolongkan sebagai psikotik sementara
kemudian menunjukkan sindrom psikiatri kronis seperti skizofrenia maupun gangguan
mood. Namun, pasien dengan gangguan psikotik sementara biassanya mempunyai
prognosis baik. Dari hasil studi di Eropa menujukkan bahwa 50-80% pasien tidak
mempunyai gangguan psikosis berat dikemudian hari. Lamanya gejala akut dan residual
sering hanya terjadi beberapa hari. Kadang-kadang, gejala depresif terjadi setelah
resolusi gejala psikotik dan bunuh diri menjadi masalah yang harus diperhatikan selama
fase psikotik dan fase depresif pascapsikotik. Beberapa gambaran prognosis baik untuk
gangguan psikotik sementara1,2,3 :
1. Penyesuaian yang baik sebelum sakit
2. Sedikit ciri skizoid sebelum sakit
3. Stressor pemicu berat
4. Awitan gejala mendadak
5. Gejala afektif
6. Bingung dan limbung selama psikosis
7. Sedikit penumpukan afektif
8. Durasi gejala singkat
9. Tidak ada keluarga dengan skizofrenia
DAFTAR PUSTAKA

1. Gangguan Psikotik Singkat. Editor : I. Made Wiguna S. Kaplan & Sadock


Sinopsis Psikiatri – Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC, 2010: Hal 785-89.
2. Gangguan Psikotik Akut. Editor : Husny Muttaqin dan Tiara Mahatmi Nisa.
Kaplan & Sadock Sinopsis Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta : Buku
Kedokteran EGC. 2014 : 179-81.
3. Psikiatri : Skizofrenia (F2) . Editor : Chris Tanto, Frans Liwang, dkk. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapis, 2014:910-3.
4. Maslim, Rusdi. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika
Atma Jaya; Hal 53-33.
5. Skizofrenia dan Gangguan Waham (Paranoid). Editor : Husny Muttaqin dan
Frans Dany. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
2013 : 147-50.
6. Obat Anti-psikosis. Editor : Rusdi Muslim. Penggunaan Klinis Obat
Psikotropik (Psychotropic Medication). Edisi 3. Jakarta : Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya (PT. Nuh Jaya). 2007 : 14-22.

Anda mungkin juga menyukai