Anda di halaman 1dari 16

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK PKMRS

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

KEJANG NEONATORUM

Oleh :
Nirwana Mustafa
C014182041
Pembimbing :
dr. Ira Megasari
dr. Fadhilah Syekh Abubakar
Supervisor:
dr. Besse Sarmila, M.Kes., Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Nirwana Mustafa

NIM : C014182041

Fakultas : Kedokteran

Universitas : Hasanuddin

Judul PKMRS : Kejang Neonatorum

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Oktober 2019

Residen Pembimbing

dr. Ira Megasari dr. Fadhilah Syekh Abubakar

Supervisor Pembimbing

dr. Besse Sarmila, M.Kes., Sp.A

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala atas


berkah, rahmat dan izin-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan referat
dengan judul “Kejang Neonatorum” sebagai salah satu tugas dalam
menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Anak. Penulis
berharap tugas ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan pemahaman
masyarakat mengenai Kejang Neonatorum dan tatalaksana Kejang
Neonatorum pada anak sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas anak karena Kejang Neonatorum.
Selesainya penyusunan referat ini adalah berkat bimbingan, kerjasama,
serta bantuan moril dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesemapatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya secara tulus
dan ikhlas kepada yang terhormat:

1. dr. Besse Sarmila, M.Kes., Sp.A selaku supervisor pembimbing,


dr. Ira Megasari serta dr. Fadhilah Syekh Abubakar selaku residen
pembimbing atas kesediaan, keikhlasan, dan kesabaran
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan
kepada penulis dalam penyusunan referat ini.
2. Orang tua penulis dan keluarga yang senantiasa memberikan
dukungan doa, moril, dan materil selama penyusunan referat ini.
3. Teman-teman Sejawat yang saat ini sedang bersama-sama
menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian Ilmu Kesehatan Anak
serta semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat
ini.

Penulis menyadari dalam referat ini tidak luput dari ketidak


sempurnaan. Namun, penulis telah berusaha menyusun referat ini dengan

iii
komprehensif berdasarkan berbagai referensi baik dari buku maupun jurnal.
Semoga dapat menjadi bahan introspeksi dan motivasi bagi penulis ke
depannya. Akhir kata, semoga yang penulis lakukan ini dapat bermanfaat dan
mendapat berkah dari Allah subhanahu wata’ala.

Makassar, Oktober 2019

Penulis

iii

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………………………....…………..…........I
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………...........II
KATA PENGANTAR…..…………….……………………………................III
DAFTAR ISI…........……………………………………………….................V
BAB I PENDAHULUAN..........……………..……....…………......................1
BAB II LANDASAN TEORI..........……………..……....…………...............3
A. Definisi ..........……………..……....………….............……...........3
B. Epidemiologi ......................……………….....…............................3
C. Etiologipatogenesis........…….........................………………….....4
D. Penegakkan Diagnosis Kejang Neonatorum....................................5
E. Penatalaksaan Kejang Neonatorum .................................................7
F. Komplikasi dan Prognosis Kejang Neonatorum .............................9
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………….......10
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...........11

v
BAB I
PENDAHULUAN
Kejang adalah manifestasi klinis paling umum dari disfungsi
neurologis pada bayi baru lahir. Kejang biasanya merupakan tanda pertama
dari kelainan sistem saraf pusat pada bayi baru lahir. Kejang lebih sering
terjadi pada periode neonatal daripada usia yang lainnya selama masa bayi dan
anak-anak. Bayi baru lahir dengan kejang beresiko untuk kematian neonatal
dan yang selamat berisiko mengalami gangguan neurologis, keterlambatan
perkembangan, dan epilepsi pasca-neonatal.1
Kejang merupakan keadaan emergensi atau tanda bahaya yang sering
terjadi pada neonatus, karena kejang dapat mengakibatkan hipoksia otak
yang cukup berbahaya bagi kelangsungan hidup bayi atau dapat
mengakibatkan sekuele di kemudian hari di samping itu kejang dapat
merupakan tanda atau gejala dari 1 masalah atau lebih. Walaupun neonatus
mempunyai daya tahan terhadap kerusakan otak lebih baik, namun efek jangka
panjang berupa penurunan ambang kejang, gangguan belajar dan daya ingat
tetap terjadi. Aktivitas kejang yang terjadi pada waktu diferensiasi neuron,
mielinisasi dan proliferasi glia pada bayi baru lahir dianggap sebagai penyebab
terjadinya kerusakan otak. 2
Kejang pada Neonatus secara klinis adalah perubahan paroksimal dari
fungsi neurologik (misalnya perilaku, sensorik, motorik dan fungsi autonom
system syaraf) yang terjadi pada masa neonatus . Angka kejadian di Amerika
Serikat berkisar antara 0.8-1.2 setiap 1000 neonatus per tahun, sekitar 1-5 %
bayi pada bulan pertama mengalami kejang. Insidensi meningkat pada bayi
kurang bulan sebesar 20% sedangkan pada bayi cukup bulan 1.4% . Sekitar
70-80% neonatus secara klinis tidak tampak kejang, namun secara
elektrografik masih mengalami kejang. Angka kematian berkisar 21-58%,
sebanyak 30% yang berhasil hidup menderita kelainan neurologis.3
Penyebab tersering adalah hipoksik-iskemik-ensefalopati (30-50%),
perdarahan intrakranial (10-17%), kelainan metabolik misalnya hipoglikemi

1
(6-10%), hipokalsemia (6-15%), infeksi SSP (5-14%), infark serebral (7%),
inborn errors of metabolism (3%), malformasi SSP (5%).3

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Kejang pada neonatus secara klinis adalah perubahan paroksimal dari
fungsi neurologik (misalnya perilaku, sensorik, motorik dan fungsi autonom
system syaraf) yang terjadi pada masa neonatus. 3
B. EPIDEMOLOGI
Perkiraan kejadian kejang pada bayi baru lahir yang cukup bulan
adalah 1- 3,5 per 1.000 kelahiran dan bahkan lebih tinggi pada bayi prematur.
Ronen et al menemukan kejadian keseluruhan 2,6 per 1.000 dalam studi
berbasis populasi di Newfoundland, dengan insiden yang jauh lebih tinggi
pada bayi prematur dibandingkan dengan rekan mereka (11,1 per 1.000
berbanding 2 per 1.000), yang bahkan lebih tinggi pada mereka yang memiliki
berat lahir di bawah 2.500 g. 1
Angka serupa ditemukan dalam penelitian regional lain oleh Saliba et
al, yang melaporkan kejadian kejang neonatal pada bayi yang lahir antara
tahun 1992 dan 1994 di Harris County, TX, USA menjadi 1,8 per 1.000
kelahiran hidup dan 19 per 1.000 untuk mereka yang beratnya kurang dari
1.500 g. Meskipun populasi cukup beragam secara etnis dalam penelitian ini,
tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan dalam insiden menurut etnis.
Lanska dan Lanska menganalisis data National Hospital Discharge Survey
untuk periode 1980–1991 untuk mendapatkan estimasi kejang neonatal yang
representatif secara nasional untuk Amerika Serikat dan melaporkan risiko
keseluruhan untuk kejang neonatal sebesar 2,84 per 1.000 dan risiko relatif
untuk bayi berat lahir rendah. (2.500 g) dari 3,9. 1
Para penulis membandingkan hasilnya dengan penelitian serupa di
negara-negara maju, dan melaporkan risiko kejang pada kisaran 1,5-14,2 per
1.000 kelahiran hidup. Sheth et al mempelajari pengaruh usia kehamilan pada
kejang menggunakan sebuah studi kohort dari 4.165 neonatus yang dirawat di

3
unit perawatan intensif neonatal. Mereka menemukan bahwa tingkat kejang
memiliki hubungan parabola dengan usia kehamilan, dengan tingkat kejang
terendah pada kehamilan 30-36 minggu (4,8%) dan tertinggi di kedua
ujungnya. , yaitu, 11,9% pada bayi di bawah usia kehamilan 30 minggu dan
14,1% pada mereka yang berusia di atas 36 minggu. Para penulis berkomentar
juga bahwa, tidak mengherankan, perdarahan intrakranial dan ensefalopati
hipoksik-iskemik paling sering terjadi pada usia kehamilan yang ekstrem.1

C. ETIOPATOGENESIS
Kejang terjadi ketika depolarisasi yang berlebihan dan tersinkronisasi
terjadi pada sekelompok besar neuron. Kebanyakan terjadi dalam konteks
dasar kondisi yang dapat didiagnosis. Kondisi ini termasuk perfusi ke otak
yang buruk (termasuk Hypoxic-ischaemic encephalopathy), perdarahan,
hipoglikemia, trauma kepala, ketidakseimbangan elektrolit ataupun karena
2
stroke, meningitis atau ensefalitis.

D. PENEGAKKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis:
- Riwayat kejang dalam keluarga
- Riwayat kehamilan/pranatal
Kehamilan kurang bulan
Infeksi TORCH atau infeksi lain saat ibu hamil
Pre-eklamsi, gawat janin
Pemakaian obat golongan narkotika, metadon
Imunisasi anti tetanus, rubela
- Riwayat persalinan
Asfiksia, episode hipoksik, gawat janin
Trauma persalinan
Ketuban pecah dini
Anesthesi lokal/ blok

4
- Riwayat pascanatal
Infeksi
Bayi tampak kuning
Perawatan tali pusat tidak bersih dan kering, penggunaan obat
tradisional, infeksi tali pusat
- Riwayat kejang:
Gerakan abnormal pada mata, mulut, lidah dan ekstremitas. Saat
timbulnya, lama, frekuensi terjadinya kejang.
Riwayat spasme atau kekakuan pada ekstremitas, otot mulut dan perut,
dipicu oleh kebisingan atau prosedur atau tindakan pengobatan. 3
2. Pemeriksaan fisis
- Kejang
Manifestasi klinis kejang pada bayi baru lahir sangat berbeda dengan
anak bahkan bayi kurang bulan berbeda dengan cukup bulan. Gambaran klinis
yang sering terjadi sebagai berikut:
 Subtle :
Orofasial :
Deviasi mata, kedipan mata, gerakan alis yang bergetar berulang,
mata yang tiba tiba terbuka dengan bola mata terfiksasi ke satu arah, gerakan
seperti menghisap, mengunyah, mengeluarkan air liur, menjulurkan lidah,
gerakan pada bibir
Ekstremitas:
Gerakan seperti orang berenang, mendayung, bertinju atau
bersepeda.
Episode apnu:
Serangan apnu yang termasuk kejang apabila disertai dengan bentuk
serangan kejang yang lain dan tidak disertai bradikardia.
Sistem autonom/vasomotor:
Perubahan tekanan darah (takikardi atau hipertensi) atau peningkatan
salivasi

5
 Tonik
Fokal :
Postur tubuh asimetris yang menetap dari badan atau ekstremitas
dengan atau tanpa adanya gerakan mata abnormal.
Umum:
Fleksi tonik atau ekstensi leher, badan dan ekstremitas, biasanya
dengan ekstensi ekstremitas
 Klonik
Fokal :
Gerakan bergetar dari satu atau dua ekstremitas pada sisi unilateral,
gerakan pelan dan ritmik, frekuensi 1-4 kali/ perdetik.
Multifokal :
Kejang klonik dengan lebih dari satu fokus atau migrasi gerakan dari
satu ekstremitas secara acak pindah ke ekstremitas lainnya.Bentuk gerakan
klonik dari salah satu atau lebih anggota gerak yang berpindah-pindah atau
terpisah secara teratur, misalnya kejang klonik lengan kiri diikuti dengan
kejang klonik tungkai bawah kanan.
 Mioklonik
Fokal:
Kontraksi cepat satu atau lebih otot fleksor ekstremitas atas.
Multifokal :
Gerakan tidak sinkron dari beberapa bagian tubuh
Umum :
Terdiri dari satu atau lebih gerakan fleksi masif dari kepala dan badan
dan adanya gerakan fleksi atau ekstensi dari ekstremitas. 3
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mencari penyebab kejang
Pemeriksaan darah rutin dan apusan darah
Lumbal pungsi dan pemeriksaan cairan serebrospinal
Kadar glukosa darah, kadar elektrolit darah, kadar bilirubin total, direk

6
dan indirek
Bila diduga ada riwayat jejas pada kepala: pemeriksaan berkala
hemoglobin dan hematokrit untuk memantau perdarahan intraventrikuler serta
didapat perdarahan pada cairan serebrospinal.
Ultrasonografi untuk mengetahui adanya perdarahan periventrikuler---
intraventrikuler.
Pencitraan kepala (CT-scan kepala) untuk mengetahui adanya
perdarahan subarahnoid atau subdural, cacat bawaan, infark serebral.
Elektroensefalografi (EEG):
Pemeriksaan EEG pada kejang dapat membantu diagnosis, lamanya
pengobatan dan prognosis
Gambaran EEG abnormal pada neonatus dapat berupa: gangguan
kontinuitas, amplitudo atau frekuensi; asimetri atau asinkron interhemisfer;
bentuk gelombang abnormal; gangguan dari fase tidur; aktivitas kejang
mungkin dapat dijumpai. 3
E. PENATALAKSANAAN
Penanganan utama adalah mengatasi hipoksia dan gangguan metabolik
sebagai penyebab tersering kejang pada neonatus kemudian pemberian
antikejang
1. Medikamentosa
 Medikamentosa untuk menghentikan kejang
Fenobarbital 20 mg/kgBB intravena (IV) dalam waktu 10-15 menit,
jika kejang tidak --berhenti dapat diulang dengan dosis 10 mg/kgBB sebanyak
2 kali dengan selang waktu 30 menit. Jika tidak tersedia jalur intravena, dapat
diberikan intramuskular (IM) dengan dosis ditingkatkan 10-15%.
Bila kejang berlanjut diberikan fenitoin 20 mg/kgBB IV dalam larutan
garam fisiologis dengan kecepatan 1mg/kgBB/menit.
Bila kejang masih berlanjut, dapat diberikan Golongan benzodiazepine
misalnya:
lorazepam 0,05 – 0,1mg/kgBB setiap 8-12 jam

7
Midazolam bolus 0,2mg/kgBB dilanjutkan dengan dosis titrasi 0,1-0,4
mg/kgBB/jam IV
Piridoksin 50-100 mg/kgBB IV dilanjutkan 10-100 mg/kgBB/hari
peroral
- Pengobatan rumatan
Fenobarbital 3-5 mg/kgBB/hari, dosis tunggal atau terbagi tiap 12 jam
secara IV --atau peroral.
Fenitoin 4-8 mg/kgBB/hari IV atau peroral, dosis terbagi dua atau tiga.
- Pengobatan sesuai dengan penyebab kejang
Suportif
- Menjaga jalan napas tetap bersih dan terbuka serta pemberian oksigen
untuk mencegah hipoksia otak yang berlanjut.
- Menjaga kehangatan bayi
- Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta
tunjangan nutrisi adekuat
- Mengurangi rangsang suara, cahaya maupun tindakan invasif untuk
menghindari bangkitan kejang pada penderita tetanus
- Pemberian nutrisi bertahap, diutamakan ASI.
- Bila memerlukan ventilator mekanik, maka harus dirujuk ke Rumah
Sakit dengan fasilitas Pelayanan Neonatal Level III yang tersedia fasilitas
NICU. 3
 Pemantauan
- Terapi
Efektifitas terapi dipantau dengan melihat gejala klinis, bila perlu
diulang dan segera dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menentukan
penyakit penyebabnya.
Jika kejang telah teratasi maka dilanjutkan dengan pemberian
antikejang rumatan, fenobarbital 5 mg/kgBB/hari adalah pilihan pertama.
Pemberiaan dosis rumatan dihentikan setelah tidak ada kelainan
neurologis dan atau kelainan gambaran EEG.

8
- Tumbuh Kembang
Pemantauan terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan
sensorik dan motorik. Setiap adanya gangguan perkembangan, perubanhan
tingkah laku ataupun gejala neurologik, eksplorasi harus dilakukan dengan
pemeriksaan neurologis lengkap. 3
F. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS
Kejang awitan dini biasanya dihubungkan dengan angka kesakitan dan
kematian yang tinggi. Kejang berulang, semakin lama kejang berlangsung
semakin tinggi risiko kerusakan pada otak dan berdampak pada terjanya
kelainan neurologik lanjut (misalnya serebral palsi dan retardasi mental). 3

9
BAB III

1. KESIMPULAN
Kejang pada neonatus secara klinis adalah perubahan paroksimal dari
fungsi neurologik (misalnya perilaku, sensorik, motorik dan fungsi autonom
system syaraf) yang terjadi pada masa neonatus. Perkiraan kejadian kejang
pada bayi baru lahir yang cukup bulan adalah 1- 3,5 per 1.000 kelahiran dan
bahkan lebih tinggi pada bayi prematur. Penyebab tersering adalah hipoksik-
iskemik-ensefalopati (30-50%), perdarahan intrakranial (10-17%), kelainan
metabolik misalnya hipoglikemi (6-10%), hipokalsemia (6-15%), infeksi SSP
(5-14%), infark serebral (7%), inborn errors of metabolism (3%), malformasi
SSP (5%). 3
Penanganan utama adalah mengatasi hipoksia dan gangguan metabolik
sebagai penyebab tersering kejang pada neonatus kemudian pemberian
antikejang. Efektifitas terapi dipantau dengan melihat gejala klinis, bila perlu
diulang dan segera dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menentukan
penyakit penyebabnya. Jika kejang telah teratasi maka dilanjutkan dengan
pemberian antikejang rumatan, fenobarbital 5 mg/kgBB/hari adalah pilihan
pertama. Pemberiaan dosis rumatan dihentikan setelah tidak ada kelainan
neurologis dan atau kelainan gambaran EEG. Pemantauan terutama ditujukan
pada pertumbuhan dan perkembangan sensorik dan motorik. Setiap adanya
gangguan perkembangan, perubanhan tingkah laku ataupun gejala neurologik,
eksplorasi harus dilakukan dengan pemeriksaan neurologis lengkap. 3
2. SARAN
Kondisi pre natal, ante natal, dan post natal sebaiknya selalu dijaga
dalam kondisi yang stabil dan aman dari gangguan baik yang dipengaruhi
faktor dari dalam ataupun dari faktor lingkungan agar janin bisa tumbuh
dengan baik menjadi bayi yang sehat dan dapat tumbuh dan berkembang baik
sesuai usianya.

10
DAFTAR PUSTAKA

1. David Neubauer, et all..2014. Management of refractory neonatal


seizures. Research and Reports in Neonatology
2. Neonatal seizures. 2019. Maternity and Neonatal Clinical Guideline.
Queensland Clinical Guidelines
3. Antonius H. Pudjiadi dkk. 2011. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter
Indonesia. Edisi II. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia

11

Anda mungkin juga menyukai