OLEH :
Wa Ode Sitti Khadijah Nurhasanah C 111 15 003
Andi Astrid Amalia Putri C 111 15 010
Intan Aprianty Achmad C 111 15 014
SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Anshory Sahlan, Sp.KFR
i
HALAMAN PENGESAHAN
Nama :
Wa Ode Sitti Khadijah Nurhasanah C 111 15 003
Andi Astrid Amalia Putri C 111 15 010
Intan Aprianty Achmad C 111 15 014
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada bagian Rehabilitasi
Medik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Supervisor,
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1
STATUS PASIEN
1.1 ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Tanggal lahir : 19 Oktober 1968
Umur : 50 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Status : Kawin
Tanggal pemeriksaan : 19 Maret 2019
No. Rekam Medis : 11.64.24
B. Keluhan Utama
Kesulitan mengangkat bahu sebelah kiri
1
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 130/82 mmHg
Nadi : 83 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,5° Celcius
C. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Part of
Movement ROM Muscles MMT
body
Flexion Full (0-180°)/ Limited (0-90°) Flexor 5/5
Extension Full/Full (0-60°) Extensor 5/5
abduction Full (0-180°)/ Limited (0-90°) Abductor 5/5
Shoulder
Adduction Full/Full (0-45°) Adductor 5/5
External rotation Full (0-70°)/ Limited (0-50°) External Rotator 5/5
Internal rotation Full/Full (0-90°) Internal Rotator 5/5
Flexion Full/Full (0-135°) Flexor 5/5
Extension Full/Full (135-0°) Extensor 5/5
Elbow
Supination Full/Full (0-90°) Supinator 5/5
Pronation Full/Full (0-90°) Pronator 5/5
Flexion Full/Full (0-80°) Flexor 5/5
Extension Full/Full (0-70°) Extensor 5/5
Radial Deviation Full/Full (0-20°) deviator radial 5/5
Wrist
Ulnar Deviation Full/Full (0-35°) deviator ulnar 5/5
2
PIP Full/Full (100-115°) 5/5
MCP Full/Full (85-90°) 5/5
DIP Full/Full (20°) 5/5
Extension PIP Full/Full (0°) Extensor 5/5
MCP Full/Full (30-45°) 5/5
Abduction Full/Full (20-30°) Abductor 5/5
Adduction Full/Full (0°) Adductor 5/5
DIP Full/Full (80-90°) 5/5
Flexion PIP Full/Full (100-115°) Flexor 5/5
MCP Full/Full (85-90°) 5/5
DIP Full/Full (20°) 5/5
IV
Extension PIP Full/Full (0°) Extensor 5/5
MCP Full/Full (30-45°) 5/5
Abduction Full/Full (20-30°) Abductor 5/5
Adduction Full/Full (0°) Adductor 5/5
DIP Full/Full (80-90°) 5/5
Flexion PIP Full/Full (100-115°) Flexor 5/5
MCP Full/Full (85-90°) 5/5
DIP Full/Full (20°) 5/5
V
Extension PIP Full/Full (0°) Extensor 5/5
MCP Full/Full (30-45°) 5/5
Abduction Full/Full (20-30°) Abductor 5/5
Adduction Full/Full (0°) Adductor 5/5
Interpretasi :
20 = Mandiri
12-19 = Keergantungan ringan
3
9-11 = Ketergantungan sedang
5-8 = Ketergantungan berat
0-4 = Ketergantungan total
1.3 DIAGNOSIS
Diagnosis : Frozen shoulder sinistra et causa post radikal mastektomi
Diagnosis Fungsional
4
Impairment :
Kekakuan pada bahu kiri
Disabilitas :
Adanya kesulitan dalam menggerakkan bahu sebelah kiri
Handicap
Ny. T, seorang Ibu Rumah Tangga (IRT), karena sakit yang
dialaminya sekarang, Ny. T tidak dapat melakukan aktivitasnya secara
maksimal.
5
Lakukan latihan ini dulu. Tenanglah bahumu. Berdiri dan ramping sedikit,
membiarkan lengan yang terkena untuk menggantung. Ayunkan lengan ke dalam
lingkaran kecil - sekitar satu kaki dengan diameter. Lakukan 10 putaran di setiap
arah, sekali sehari. Saat gejala Anda membaik, tingkatkan diameter ayunan Anda,
tapi jangan memaksakannya. Bila Anda siap untuk lebih, tingkatkan peregangan
dengan menahan bobot ringan (tiga sampai lima pon) di lengan ayun.
b) Peregangan handuk
Pegang satu ujung handuk tiga kaki di belakang punggung Anda dan ambil
ujung yang berlawanan dengan tangan Anda yang lain. Pegang handuk pada
posisi horizontal. Gunakan lengan baik Anda untuk menarik lengan yang terkena
ke atas untuk meregangkannya. Anda juga bisa melakukan versi lanjutan dari
latihan ini dengan handuk yang menutupi bahu Anda. Pegang bagian bawah
handuk dengan lengan yang terkena dan tarik ke arah punggung bawah dengan
lengan yang tidak terpengaruh. Lakukan ini 10 sampai 20 kali sehari.
6
Gambar Peregangan Handuk
c) Jari-jari berjalan
Pandanglah dinding tiga perempat dari jarak lengan. Jangkau dan sentuh
dinding di tingkat pinggang dengan ujung jari lengan yang terkena. Dengan siku
sedikit membungkuk, pelan-pelan turunkan jari ke dinding, seperti laba-laba,
sampai Anda mengangkat lengan sejauh mungkin. Jari Anda seharusnya
melakukan pekerjaan, bukan otot bahu Anda. Perlahan turunkan lengan (dengan
bantuan lengan yang baik, jika perlu) dan ulangi. Lakukan latihan ini 10 sampai
20 kali sehari.
7
d) Cross-body reach
Duduk atau berdiri. Gunakan tangan kanan Anda untuk mengangkat lengan
yang terkena pada siku, dan pasang ke atas dan ke seluruh tubuh Anda, dengan
menggunakan tekanan lembut untuk meregangkan bahu. Tahan peregangan
selama 15 sampai 20 detik. Lakukan ini 10 sampai 20 kali per hari.
e) Peregangan ketiak
Dengan menggunakan lengan Anda yang baik, angkat lengan yang terkena ke
rak sekitar payudara. Perlahan tekuk lutut Anda, buka ketiak. Kuatkan lutut Anda
sedikit, dengan lembut peregangan ketiak, lalu luruskan. Dengan setiap tikungan
lutut, rentangkan sedikit lebih jauh, tapi jangan memaksanya. Lakukan ini 10
sampai 20 kali setiap hari.
8
f) Rotasi ke luar
Pegang pita latihan karet di antara tangan Anda dengan siku di sudut 90
derajat di dekat sisi tubuh Anda. Putar bagian bawah lengan yang terkena ke luar
dua atau tiga inci dan tahan selama lima detik. Ulangi 10 sampai 15 kali, sekali
sehari.
g) Rotasi ke dalam
Berdirilah di samping pintu yang tertutup, dan kaitkan salah satu ujung pita
latihan karet di sekitar kenop pintu. Pegang ujung satunya dengan tangan lengan
yang terkena, pegang siku Anda pada sudut 90 derajat. Tarik pita ke tubuh Anda
dua atau tiga inci dan tahan selama lima detik. Ulangi 10 sampai 15 kali, sekali
sehari.
9
Shoulder Joint Mobilization :
10
Glenohumeral Posterior Glide
- Tujuan : Untuk meningkatkan fleksi bahu dan rotasi internal
- Mobilisasi : kekuatan posterior yang diterapkan dengan memobilisasi
tangan ke
caput humeri sambil tangan satunya menerapkan daya
tarik lembut (Kelly dkk,2013)
1.5 RESUME
Pasien perempuan berusia 50 tahun datang dengan keluhan
kesulitan mengangkat bahu sebelah kiri yang dirasakan sejak bulan
September 2018 (±6 bulan lalu) tepat setelah post radikal mastektomi.
Gejala awal yang dirasakan pasien sebelum terjadi kekakuan yaitu nyeri.
Lama kelamaan terjadi kekakuan yang membatasi pergerakan dari sendi
bahu. Selain kakakuan yang mengakibatkan sulit untuk mengangkat bahu
kiri, kadang timbul rasa nyeri setelah melakukan aktivitas seperti
menggerakkan bahu atau mengangkat benda berat.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan adanya limited ROM shoulder
sinistra pada gerakan fleksi, abduksi, dan eksternal rotasi. Penatalaksanaan
yang diberikan adalah edukasi, berupa penjelasan mengenai kondisi pasien,
pentingnya exercise, serta hindari faktor pencetus nyeri. Terapi rehabilitasi
medik yang diberikan adalah TENS (Transcutaneus electrical Nerve
Stimulation) dan ROM exercise (latihan fleksibilitas dan stretching
ekstremitas secara pasif/aktif).
11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Frozen shoulder atau adhesive capsulitis, ditandai dengan kekakuan dan
nyeri pada sendi bahu karena peradangan pada lapisan synovial dan kapsul
(Zuckerman & Rokito, 2011). Menurut American Shoulder and Elbow
Surgeons, “Frozen shoulder adalah suatu kondisi etiologi yang tidak pasti,
ditandai dengan pembatasan signifikan kedua gerakan bahu aktif dan pasif
yang terjadi tanpa adanya gangguan bahu intrinsik yang diketahui. Pasien
biasanya mengalami kekakuan bahu yang berbahaya, nyeri hebat memburuk
di malam hari, dan hampir tidak lengkap rotasi eksternal pasif dan aktif bahu
(Zuckerman & Rokito, 2011). Hilangnya Range of Motion (ROM) merupakan
elemen penting dalam menegakkan diagnosis frozen shoulder. Meskipun
kondisi seperti subacromial bursitis, calcifying tendinitis, dan parsial rotator
cuff tears dapat dikaitkan dengan nyeri yang signifikan dan kehilangan ROM
aktif, ROM pasif tetap dipertahankan. Oleh karena itu, kondisi tersebut tidak
bisa diklasifikasikan sebagai frozen shoulder (Robberts, 2018).
Frozen shoulder dapat bersifat primer atau sekunder. Primer frozen
shoulder dapat terjadi secara spontan tanpa trauma spesifik. Selain itu sering
melibatkan ekstremitas yang tidak dominan, walaupun keterlibatan bilateral
mencapai 40-50% kasus. Sedangkan sekunder frozen shoulder sering diamati
setelah dislokasi fraktur periarticular pada sendi glenohumeral atau trauma
articular berat lainnya (McAlister & Sems, 2016). Hal ini juga bisa menjadi
komplikasi berat setelah operasi bahu terbuka (arthroscopic), termasuk
perbaikan rotator cuff dan arthroplasty bahu (Baillie, et al., 2008).
2.2 ANATOMI
Anatomi bahu terdiri dari tulang, sendi, ligamen, jaringan otot, dan
biomekanik. Tulang scapula tulang berbentuk pipih yang terletak pada
aspek dorsal thoraks dan mempunyai tiga proyeksi menonjol ke tulang
belakang, akromion, dan coracoid. Scapula sebagai tempat melekat beberapa
12
otot yang berfungsi menggerakkan bahu secara kompleks. Empat otot
rotator cuff yang berorigo pada skapula (S, Lynn., 2013). Otot-otot tersebut
adalah supraspinatus, infraspinatus, teres minor dan subskapularis (K,
Stephen., 2015).
Clavicula, tulang berbentuk “S” yang terhubung dengan scapula pada
sisi lateral dan manubrium pada sisi medial. Menahan scapula untuk
mencegah tulang humerus bergeser berlebih.
13
merupakan bagian dari os scapula. Sendi ini merupakan sendi paling mobile,
namun salah satu sendi yang kurang stabil.
Scapulathoracic articulation tidak bisa dikatakan murni salah satu
persendian. Scapula dan thorak tidak memiliki titik fiksasi. Scapulathoraci
articulation tidak bergerak namun fleksibel terhadap gerakan tubuh .
14
Gambar 4. Coracohumeral Ligamen
(Sumber : S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)
Otot
Otot pembentuk pada shoulder joint sebagi berikut:
a. M. Pectoralis Major
Origo : Medial clavicula ketiga. Sternum, costal cartilago
ribs keenam
15
Insersio : Sulcus intertubercularis lateral
b. M. Deltoideus
Gambar 7. M. Deltoideus
16
c. M. Latisimus Dorsi
d. M. Seratus Anterior
17
e. M. Levator Scapula
Fungsi : Elevasi
f. M. Subscapularis
2013).
Biomekanik
a. Gerakan arthokinematika
b. Gerakan osteokinematika
18
frontal. Otot penggerak utama m. Pectoralis mayor dan m. Latissimus
dorsi. (A, Charles Rockwood., 2009). Gerakkan adduksi yaitu gerakkan
lengan ke medial mendekati midline tubuh. Otot penggerak utama m.
Pectoralis mayor, m. Teres mayor, m. Latissimus dorsi. (A, Charles
Rockwood., 2009). Gerakan rotasi internal dengan arah gerakan searah
axis longitudinal yang mendekati midline tubuh. Oto penggerak utama m.
Subscapularis, m. pectoralis mayor, m. teres mayor, m. latissimus dorsi, m.
Deltoid anterior. (A, Charles Rockwood., 2009). Gerakkan rotasi ekternal
adalah gerakan rotasi lengan searah axis longitudinal yang menjahui
midline tubuh. Otot penggerak utama m. Infraspinatus, m. Teres minor,
m. Deltoid posterior. (A, Charles Rockwood., 2009).
2.3 EPIDEMIOLOGI
Insiden Frozen shoulder diperkirakan mempengaruhi 2-5% dari populasi
umum. Biasanya menyerang pasien berusia 40-60 tahun dan lebih sering
terjadi pada wanita dan tidak ada kecenderungan untuk ras (HSU, et al.,
2011).
Hasil penelitian di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo makassar
menunjukkan peningkatan pasien frozen shoulder tiap tahunnya. Pada tahun
2005 tercatat dari 360 orang yang dirujuk ke poli fisioterapi 11,67%
menderita frozen shoulder. Pada tahun 2007 pasien frozen shoulder
meningkat menjadi 587 pasien, dan pada tahun 2008 pasien frozen shoulder
meningkat sebanyak 730 pasien, kemudian pada tahun 2009 pasien frozen
shoulder meningkat sebanyak 802 pasien (Miharjanto, Kuntono & Setiawan.,
2010).
2.4 ETIOLOGI
Kurangnya bukti yang menghubungkan frozen shoulder dengan etiologi
tertentu, tetapi berbagai pemicunya tampaknya ada.
a. Diabetes mellitus
Pasien denga riwayat diabtes melitus memiliki risiko lebih besar
mengalami keterbatasan dalam sendi, tidak hanya dibahu namun pada
19
sendi lainnya. Penggunaan insulin juga memperbesar risko kekakuan sendi.
(Z, Viale., 2014).
b. Operasi
Kekakuan juga dapat terjadi pasca operasi, termasuk diseksi
aksila dan leher, terutama diseksi aksila dengan kombinasi terapi
radiasi. Frozen shoulder digambarkan sebagai penghalang
untuk rehabilitasi setelah operasi kanker payudara.
c. Immobilisasi
Sejumlah besar rujukan kekakuan bahu setelah masa istirahat yang
sering direkomendasikan oleh dokter.
d. Penyakit diskus cervical
Degeneratif pada C5-C6 dan C6-C7 menjadi faktor umum kekakuan
bahu. Pasien dengan radikulopati cervical dan sakit bahu mengalami
kecenderungan kekakuan bahu.
e. Gangguan Tyroid
Kondisi hipertiroid atau hipotiroid sering menyebabkan kondisi frozen
shoulder bilateral.
f. Gangguan Paru
Frozen shoulder juga sering terjadi pada pasien emfisema dan
bronkitis kronis, tetapi hal tersebut tidak berkorelasi dengan keparahan
atau durasi penyakit.
g. Gangguan Neoplastik
Karsinoma bronkogenik dan tumor pada paru- paru dapat
menyebabkan frozen shoulder.
h. Kondisi Neurologis
Insiden frozen shoulder pada pasien parkinson secara signifikan
lebih tinggi. Pasien dengan hemiplegi mengeluhkan nyeri bahu dan rentan
mengalami kekakuan sendi bahu. Sindrom tangan dan bahu banyak
terjadi pada pasien stoke.
20
i. Reaksi Terhadap Obat
Obat yang dikaitkan dengan timbulnya frozen shoulder termasuk
barbirute, flouroquinolones, nelfinavir, dan isoniazid. Setelah
pengobatan HIV dengan protease inhibitor.
j. Genetika
Keturunan berpengaruh lebih dari 40% pada kasus frozen
shoulder, namun tidak ditemukan gen tertentu yang telah
diidentifikasikan. (Suharti,A.et al., 2018).
2.5 PATOFISIOLOGI
21
Frozen shoulder memiliki tiga fase yaitu fase freezing, frozen, dan
thawing. Fase freezing berlangsung sekitar 2-9 bulan, timbul nyeri bahu yang
memburuk pada malam hari dan semakin bertambahnya kekakuan otot
sehingga menyebabkan kehilangan fungsi gerak bahu. Fase frozen
berlangsung 4-12 bulan yang menyebabkan kesulitan beraktivitas namun
sakit mulai menurun walaupun masih terdapat kekakuan otot. Fase thawing
adalah masa pemulihan pada 2-24 bulan fungsi bahu kembali atau mendekati
normal (Barrow, et al., 2011).
22
d. Gangguan aktifitas fungsional
Dengan beberapa adanya tanda dan gejala klinis yang ditemukan
pada penderita frozen shoulder seperti adanya nyeri, keterbatasan
lingkup gerak sendi, penurunan kekuatan otot, dan atrofi maka secara
langsung akan mempengaruhi aktifitas fungsional yang dijalani
(Kuntono, et al., 2013).
2.8 DIAGNOSIS
Diagnosa frozen shoulder secara klinis berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik memiliki keterbatasan karena kurangnya sensitivitas dan
23
spesifitas dari tes diagnostik yang digunakan untuk mengkonfirmasi kondisi
pasien. Sampai saat ini belum ada konsensus untuk kriteria diagnosa frozen
shoulder secara klinis. Beberapa penulis menyebutkan minimal ditemukan
keterbatasan luas gerak sendi pada 2 arah gerakan, sedangkan penulis lainnya
menyebutkan pada semua arah gerakan (Barrow, et al., 2011)
Diagnosa banding dari frozen shoulder anatara lain adalah
a. Tendinitis bicipitalis
Tendon otot biceps dapat mengalami kerusakan secara tersendiri,
meskipun berada bersama-sama otot supraspinatus. Tendinitis ini biasanya
merupakan reaksi terhadap adanya trauma akibat jatuh atau dipukul pada
bahu dengan lengan dalam posisi adduksi serta lengan bawah supinasi.
Pada kasus tendonitis juga dapat terjadi pada orang-orang yang bekerja
keras dengan posisi seperti tersebut di atas dan secara berulang kali.
Pemeriksaan fisik pada penderita tendinitis bisipitalis didapatkan adanya
adduksi sendi bahu terbatas, nyeri tekan pada tendon otot bisep, tes yorgason
disamping timbul nyeri juga didapat penonjolan pada samping medial
tuberkuluminus humeri, berarti tendon otot bisep tergelincir dan berada di
luar sulcus bisipitalis sehingga terjadi penipisan tuberculum (Jefferson, 2018).
b. Bursitis subacromialis
Bursitus subacromialis merupakan peradangan dari bursa sub acromialis,
keluhan utamanya adalah tidak dapat mengangkat lengan ke samping
(abduksi aktif), tetapi sebelumnya sudah merasa pegal-pegal di bahu. Lokasi
nyeri yang dirasakan adalah pada lengan atas atau tepatnya pada insertion otot
deltoideus di tuberositas deltoidea humeri. nyeri ini merupakan nyeri rujukan
dari bursitis subacromialis yang khas sekali, ini dapat dibuktikan dengan
penekanan pada tuberkulum humeri. Tidak adanya nyeri tekan berarti nyeri
rujukan.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya “Painfull arc sub acromialis''
700-1200, tes fleksi siku melawan tahanan pada posisi fleksi 900 terjadi rasa
nyeri (Jefferson, 2018) .
24
c. Tendinitis supraspinatus
Tendon otot supraspinatus sebelum berinsersio pada tuberkulum mayus
humeri, akan melewati terowongan pada daerah bahu yang dibentuk oleh
kaput humeri (dengan pembungkus kapsul sendi glinohumeral) sebagai
alasnya, dan acromion serta ligamentum coracoaromiale sebagai penutup
bagian atasnya. Disini tendon tersebut akan saling bertumpang tindih dengan
tendon dari otot bisep kaput longum. Adanya gesekan berulang-ulang serta
dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada tendo
otot supraspinatus dan berlanjut sebagai tendonitis supraspinatus (Jefferson,
2018).
2.9 PEMERIKSAAN
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisis Shoulder (look, feel, move)
Inspeksi
Pada fase akut dan nyeri, bahu pasien akan tampak adduksi dan
internal rotasi, dapat pula tampak disuse atrophi pada deltoid dan
supraspinatus. Kadang-kadang bahu yang sakit terlihat terelevasi
akibat pemendekan otot trapezius dan levator scapulae. Adanya
kemerahan dan pembengkakan menunjukkan keadaan peradangan
akut pada jaringan lunak daerah sendi bahu.
Palpasi
pasien merasakan nyeri pada saat palpasi bahu yang merata di
daerah sendi glenohumeral dan dapat meluas sampai uppertrapezius
dan intrascapular.
Penilaian Range of Motion (ROM)
Pemeriksaan kekuatan otot
Pemeriksaan tonus otot
Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis
c. Pemeriksaan khusus :
Appley Scratch test
Jobe (empty can) test
Speed test
25
menyingkirkan penyebab nyeri bahu lainnya. Pemeriksaan foto polos dapat
membantu menilai acromioclavicular atau glenohumeral osteoarthritis,
dislokasi shoulder yang tidak diketahui, calcific tendinitis, fraktur
tersembunyi, dan proses neoplastic. Salah satu temuan radiografi pada frozen
shoulder adalah adanya osteopenia difus dari humerus proksimal (Okamura
& Ozaki, 1999).
Arthrography juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan
menilai volume sendi. Normalnya sendi bahu dapat menampung 15 ml cairan.
Pada pasien dengan frozen shoulder, axillary fold akan berkontraksi
menyebabkan berkurangnya volume cairan pada sendi bahu (Mengiardi, et
al., 2004).
2.11 PENATALAKSANAAN
Beberapa program rehabilitasi yang bisa diterapkan antara lain
a. Medikamentosa
Memberikan non-steroidal anti-inflammatory medications (NSAIDS)
untuk mengurangi inflamasi dan nyeri (Lho , et al., 2013).
b. Program rehabilitasi medik
• Elektro terapi
Elektro terapi yang digunakan pada kondisi ini adalah Continuous
Electro Magnetic 27 MHz (CEM). Merupakan arus AC dengan
frekuensi terapi 27 MHz yang memproduksi energi elektromagnetik
dengan panjang gelombang 11,6 meter, di gunakan untuk
menimbulkan berbagai efek terapeutik melalui suatu proses tertentu
dalam jaringan tubuh. Arus CEM ini menghasilkan energi internal
kinetika di dalam jaringan tubuh sehingga timbul panas energi ini
akan menimbulkan pengaruh biofisika tubuh misalnya pada
thermosensor lokal maupun sentral (kulit dan hipotalamus) dan !uga
terhadap struktur persendian. Tujuan yang diharapkan dan arus CEM
ini adalah menurunkan aktifitas noxe sehingga nyeri berkurang,
meningkatkan elastisitas jaringan dan sebagai p-pendahuluan
sebelum exercises (Kelly & Mcclure, 2009).
26
Terapi latihan
Pada fase akut program rehabilitasi yang diberikan bertujuan untuk
mengontrol nyeri dan edema serta melindungi otot. Untuk
mempertahankan integritas dan mobilitas sendi dapat diberikan
terapi latihan sebagai berikut
- Pendulum
Biarkan lengan menggantung
Gerakan kedepan-belakang, kanan kiri, berputar
Ulangi 5-10 kali tiap gerakan
(Diercks & Stevens, 2004).
- Eksternal rotasi
Jaga siku anda tetap lurus gunakan tongkat.
Dorong dengan lengan sisi sehat sehingga
tangan yang sakit bergerak menjauh dari mid-
line (bisa dilakukan berbaring)
Jangan biarkan tubuh anda memutar untuk
mengimbangi gerakan tersebut
Ulangi 5-10 kali (Diercks & Stevens, 2004)
27
- Rotasi internal
Posisikan tangan yang sakit dalam posisi rotasi
interna.
Gunakan handuk untuk menarik tangan keatas
Ulangi 5 kali, tahan 20 detik (Donatelli, et al., 2014)
Modalitas fisik
Ada observasi klinis menunjukkan bahwa modalitas elektroanalgesik
dan modalitas panas dapat diberikan untuk mengurangi nyeri pada
pasien dengan nyeri bahu yang berat (Kartika, 2011).
Terapi okupasional
Terapi okupasional bermanfaat untuk membantu dalam aktivitas
keseharian (ADL). Terapi okupasional mengajarkan pasien dalam
menggunakan peralatan adaptasi dan modifikasi rumah atau
lingkungan kerja untuk aktivitas keseharian. Bentuk aktivitas yang
bermanfaat bagi penderita frozen shoulder adalah menyisir rambut,
mengambil sesuatu yang tinggi, mengambil dompet, memutar
lengan, dan mengangkat beban yang kecil-kecil (Kartika, 2011).
28
2.12 PROGNOSIS
Sebagian besar pasien frozen shoulder akhirnya sembuh tanpa rasa sakit
dan fungsi memuaskan melalui pengobatan konservatif. Biasanya sembuh dalam
1-3 tahun (Wong, et al., 2017). Waktu pemulihan tidak berbeda antara frozen
shoulder primer dan sekunder (Uddin, et al., 2014).
29
DAFTAR PUSTAKA
30
Lho , Y., Ha, E. & Cho, C., 2013. Inflamatory cytokines are overexpressed in the
subacromial bursa frozen shoulder. J Shoulder Elbow Surg, Volume 22, pp.
666-672.
McAlister, I. & Sems, S., 2016. Arthrofibrosis after periarticular fracture fixation.
Orthop Clin N Am, Volume 47, pp. 345-55.
Mengiardi, B., Pfirrmann, C. & Gerber , C., 2004. Frozen shoulder: MR
arthrographic finding. Radiology, Volume 233, pp. 486-92.
Okamura, K. & Ozaki, J., 1999. Bone mineral density of the shoulder joint in
frozen shoulder. Arch Orthop Trauma Surg, Volume 119, pp. 363-67.
Rizk, T., Gavant, M. & Pinals, R., 1994. Treatment of adhesive capsulitis (frozen
shoulder) with arthrografic capsular distension and rupture. Arch Phys Med
Rehabil, Volume 75, pp. 803-7.
Robberts, J. R., 2018. Adhesive Capssulitis (Frozen Shoulder) Treatment &
Management.
S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy. Phladelphia : F.A Davis
Company ; 2011
Uddin, M., Khan, A., Haig, A. & Uddin, . M., 2014. Presentation of frozen
shoulder among diabetic and non diabetic patients. J CLin Orthop Trauma,
5(4), pp. 193-8.
Uppal, H., Evans, J. & Smith , C., 2015. Frozen shoulder: A systematic review of
therapeutic options. World J Orthop, 6(2), pp. 263-8.
Wong, C. et al., 2017. Natural history of frozen shoulder: fact or fiction?. 103(1),
pp. 40-47.
Zuckerman, J. & Rokito, A., 2011. Frozen shoulder: a consensus definition. J
Shoulder elbow surg, 20(2), pp. 322-5.
31