Anda di halaman 1dari 34

BAGIAN REHABILITASI MEDIK LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

FROZEN SHOULDER SINISTRA


ET CAUSA POST RADIKAL MASTEKTOMI

OLEH :
Wa Ode Sitti Khadijah Nurhasanah C 111 15 003
Andi Astrid Amalia Putri C 111 15 010
Intan Aprianty Achmad C 111 15 014

SUPERVISOR PEMBIMBING:
dr. Anshory Sahlan, Sp.KFR

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN REHABILITASI MEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019

i
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama :
Wa Ode Sitti Khadijah Nurhasanah C 111 15 003
Andi Astrid Amalia Putri C 111 15 010
Intan Aprianty Achmad C 111 15 014

Judul Laporan Kasus :


FROZEN SHOULDER SINISTRA ET CAUSA POST RADIKAL MASTEKTOMI

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada bagian Rehabilitasi
Medik Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar, 27 Maret 2019


Mengetahui,

Supervisor,

dr. Anshory Sahlan, Sp.KFR

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................ iii
BAB 1. STATUS PASIEN .......................................................................... 1
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ............................................................................................... 12
2.2 Anatomi .............................................................................................. 12
2.3 Epidemiologi ...................................................................................... 19
2.4 Etiologi ................................................................................................ 19
2.5 Patofisiologi ....................................................................................... 21
2.6 Manifestasi Klinik .............................................................................. 22
2.7 Faktor Risiko ...................................................................................... 23
2.8 Diagnosis ............................................................................................ 23
2.9 Pemeriksaan ........................................................................................ 25
2.10 Pemeriksaan Penunjang ..................................................................... 25
2.11 Penatalaksanaan ................................................................................. 26
2.12 Prognosis ............................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 30

iii
BAB 1
STATUS PASIEN
1.1 ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Tanggal lahir : 19 Oktober 1968
Umur : 50 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Status : Kawin
Tanggal pemeriksaan : 19 Maret 2019
No. Rekam Medis : 11.64.24

B. Keluhan Utama
Kesulitan mengangkat bahu sebelah kiri

C. Riwayat penyakit sekarang


Dialami sejak bulan September 2018 setelah dilakukan radikal
mastektomi. Selain kakakuan yang mengakibatkan sulit untuk
mengangkat bahu kiri, kadang timbul rasa nyeri saat mengangkat bahu
tersebut.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat penyakit serupa : disangkal
 Riwayat trauma : disangkal
 Riwayat penyakit lain : Ca mammae

1.2 PEMERIKSAAN FISIK


A. Status Generalis
 Keadaan umum : Sakit ringan
 Kesadaran : Compos mentis, GCS E4V5M6
 Skor Vas : 3/10

1
B. Tanda Vital
 Tekanan darah : 130/82 mmHg
 Nadi : 83 kali/menit
 Pernapasan : 20 kali/menit
 Suhu : 36,5° Celcius

C. Pemeriksaan Muskuloskeletal

Part of
Movement ROM Muscles MMT
body
Flexion Full (0-180°)/ Limited (0-90°) Flexor 5/5
Extension Full/Full (0-60°) Extensor 5/5
abduction Full (0-180°)/ Limited (0-90°) Abductor 5/5
Shoulder
Adduction Full/Full (0-45°) Adductor 5/5
External rotation Full (0-70°)/ Limited (0-50°) External Rotator 5/5
Internal rotation Full/Full (0-90°) Internal Rotator 5/5
Flexion Full/Full (0-135°) Flexor 5/5
Extension Full/Full (135-0°) Extensor 5/5
Elbow
Supination Full/Full (0-90°) Supinator 5/5
Pronation Full/Full (0-90°) Pronator 5/5
Flexion Full/Full (0-80°) Flexor 5/5
Extension Full/Full (0-70°) Extensor 5/5
Radial Deviation Full/Full (0-20°) deviator radial 5/5
Wrist
Ulnar Deviation Full/Full (0-35°) deviator ulnar 5/5

IP Full/Full (85-90°) 5/5


Flexion Flexor
MCP Full/Full (50-55°) 5/5
IP Full/Full (0-5°) 5/5
I Extension Extensor
MCP Full/Full (0°) 5/5
Abduction Full/Full (60-70°) Abductor 5/5
Adduction Full/Full (30°) Adductor 5/5
DIP Full/Full (80-90°) 5/5
Finger Flexion PIP Full/Full (100-115°) Flexor 5/5
MCP Full/Full (85-90°) 5/5
DIP Full/Full (20°) 5/5
II
Extension PIP Full/Full (0°) Extensor 5/5
MCP Full/Full (30-45°) 5/5
Abduction Full/Full (20-30°) Abductor 5/5
Adduction Full/Full (0°) Adductor 5/5
III Flexion DIP Full/Full (80-90°) Flexor 5/5

2
PIP Full/Full (100-115°) 5/5
MCP Full/Full (85-90°) 5/5
DIP Full/Full (20°) 5/5
Extension PIP Full/Full (0°) Extensor 5/5
MCP Full/Full (30-45°) 5/5
Abduction Full/Full (20-30°) Abductor 5/5
Adduction Full/Full (0°) Adductor 5/5
DIP Full/Full (80-90°) 5/5
Flexion PIP Full/Full (100-115°) Flexor 5/5
MCP Full/Full (85-90°) 5/5
DIP Full/Full (20°) 5/5
IV
Extension PIP Full/Full (0°) Extensor 5/5
MCP Full/Full (30-45°) 5/5
Abduction Full/Full (20-30°) Abductor 5/5
Adduction Full/Full (0°) Adductor 5/5
DIP Full/Full (80-90°) 5/5
Flexion PIP Full/Full (100-115°) Flexor 5/5
MCP Full/Full (85-90°) 5/5
DIP Full/Full (20°) 5/5
V
Extension PIP Full/Full (0°) Extensor 5/5
MCP Full/Full (30-45°) 5/5
Abduction Full/Full (20-30°) Abductor 5/5
Adduction Full/Full (0°) Adductor 5/5

D. Pemeriksaan Fisis Fungsional


A. Barthel Index

No Item Penilaian Score


1 Makan (feeding) 2
2 Mandi (bathing) 1
3 Perawatan diri (grooming) 1
4 Berpakaian (dressing) 2
5 Buang air kecil (bowel) 2
6 Buang air besar (bladder) 2
7 Penggunaan toilet 2
8 Transfer 3
9 Mobilitas 3
10 Naik turun tangga 2
Total 20

Interpretasi :
 20 = Mandiri
 12-19 = Keergantungan ringan

3
 9-11 = Ketergantungan sedang
 5-8 = Ketergantungan berat
 0-4 = Ketergantungan total

B. SPADI (Shoulder pain and disability)

1.3 DIAGNOSIS
Diagnosis : Frozen shoulder sinistra et causa post radikal mastektomi
Diagnosis Fungsional

4
 Impairment :
Kekakuan pada bahu kiri
 Disabilitas :
Adanya kesulitan dalam menggerakkan bahu sebelah kiri
 Handicap
Ny. T, seorang Ibu Rumah Tangga (IRT), karena sakit yang
dialaminya sekarang, Ny. T tidak dapat melakukan aktivitasnya secara
maksimal.

1.4 PERENCANAAN TERAPI


 Ultrasound Diathermy
Pada capsulitis adhesive, modalitas yang sering digunakan adalah
ultrasound diathermy yang merupakan gelombang suara dengan
frekuensi diatas 17.000 Hz dengan daya tembus yang paling dalam
diantara diatermi yang lain. Gelombang suara ini selain memberikan
efek panas/ termal, juga ada efek nontermal/ mekanik/ mikromassase,
oleh karena itu banyak digunakan pada kasus perlekatan jaringan.
Frekuensi yang dipakai untuk terapi adalah 0,8 dan 1 MHz. Dosis terapi
0,5-4 watt/cm2, lama pemberian 5-10 menit, diberikan setiap hari atau 2
hari sekali. US memerlukan media sebagai penghantarnya dan tidak
bisa melalui daerah hampa udara. Menurut penelitian, medium kontak
yang paling ideal adalah gel. (Goldfried,2008)

Ultrasound efektif dalam meningkatkan ROM bahu periatrthric.


Ekstenbilitas kolagen dan tendon meningkat seiring dengan
meningkatnya suhu. Sehingga peregangan harus dimulain selama
pemanasan dan teruskan hingga jaringan kembali seperti semula
(Goldfried,2008)

Efek Ultrasound Diathermy pada Capsulitis adhesive adalah

1. Meningkatkan aliran darah


2. Meningkatkan metabolisme jaringan
3. Mengurangi spasme otot
4. Mengurangi perlekatan jaringan
5. Menurangi ekstenbilitas jaringan
 Strethcing Exercise
a) Peregangan pendulum

5
Lakukan latihan ini dulu. Tenanglah bahumu. Berdiri dan ramping sedikit,
membiarkan lengan yang terkena untuk menggantung. Ayunkan lengan ke dalam
lingkaran kecil - sekitar satu kaki dengan diameter. Lakukan 10 putaran di setiap
arah, sekali sehari. Saat gejala Anda membaik, tingkatkan diameter ayunan Anda,
tapi jangan memaksakannya. Bila Anda siap untuk lebih, tingkatkan peregangan
dengan menahan bobot ringan (tiga sampai lima pon) di lengan ayun.

Gambar peregangan pendulum

b) Peregangan handuk

Pegang satu ujung handuk tiga kaki di belakang punggung Anda dan ambil
ujung yang berlawanan dengan tangan Anda yang lain. Pegang handuk pada
posisi horizontal. Gunakan lengan baik Anda untuk menarik lengan yang terkena
ke atas untuk meregangkannya. Anda juga bisa melakukan versi lanjutan dari
latihan ini dengan handuk yang menutupi bahu Anda. Pegang bagian bawah
handuk dengan lengan yang terkena dan tarik ke arah punggung bawah dengan
lengan yang tidak terpengaruh. Lakukan ini 10 sampai 20 kali sehari.

6
Gambar Peregangan Handuk

c) Jari-jari berjalan

Pandanglah dinding tiga perempat dari jarak lengan. Jangkau dan sentuh
dinding di tingkat pinggang dengan ujung jari lengan yang terkena. Dengan siku
sedikit membungkuk, pelan-pelan turunkan jari ke dinding, seperti laba-laba,
sampai Anda mengangkat lengan sejauh mungkin. Jari Anda seharusnya
melakukan pekerjaan, bukan otot bahu Anda. Perlahan turunkan lengan (dengan
bantuan lengan yang baik, jika perlu) dan ulangi. Lakukan latihan ini 10 sampai
20 kali sehari.

Gambar Jari Berjalan

7
d) Cross-body reach

Duduk atau berdiri. Gunakan tangan kanan Anda untuk mengangkat lengan
yang terkena pada siku, dan pasang ke atas dan ke seluruh tubuh Anda, dengan
menggunakan tekanan lembut untuk meregangkan bahu. Tahan peregangan
selama 15 sampai 20 detik. Lakukan ini 10 sampai 20 kali per hari.

Gambar Cross Body Reach

e) Peregangan ketiak

Dengan menggunakan lengan Anda yang baik, angkat lengan yang terkena ke
rak sekitar payudara. Perlahan tekuk lutut Anda, buka ketiak. Kuatkan lutut Anda
sedikit, dengan lembut peregangan ketiak, lalu luruskan. Dengan setiap tikungan
lutut, rentangkan sedikit lebih jauh, tapi jangan memaksanya. Lakukan ini 10
sampai 20 kali setiap hari.

Seiring rentang gerak anda meningkat, tambahkan latihan penguatan manset


rotator. Pastikan untuk menghangatkan bahu dan melakukan latihan peregangan
sebelum melakukan latihan penguatan.

Gambar Peregangan ketiak

8
f) Rotasi ke luar

Pegang pita latihan karet di antara tangan Anda dengan siku di sudut 90
derajat di dekat sisi tubuh Anda. Putar bagian bawah lengan yang terkena ke luar
dua atau tiga inci dan tahan selama lima detik. Ulangi 10 sampai 15 kali, sekali
sehari.

Gambar Rotasi ke luar

g) Rotasi ke dalam

Berdirilah di samping pintu yang tertutup, dan kaitkan salah satu ujung pita
latihan karet di sekitar kenop pintu. Pegang ujung satunya dengan tangan lengan
yang terkena, pegang siku Anda pada sudut 90 derajat. Tarik pita ke tubuh Anda
dua atau tiga inci dan tahan selama lima detik. Ulangi 10 sampai 15 kali, sekali
sehari.

Gambar Rotasi ke dalam

9
Shoulder Joint Mobilization :

 Glenohumeral Inferior Glide


- Tujuan : untuk meningkatkan abduksi dan fleksi bahu
- Mobilisasi : kekuatan inferior diterapkan dengan menggerakkan tangan
sementara
menstabilkan tangan memegang scapula.

Gambar Glenohumeral Inferior Glide

 Glenohumeral Anterior Glide


- Tujuan : untuk meningkatkan rotasi eksternal bahu dan ekstensi
- Mobilisasi : gaya anterior yang diterapkan dengan memobilisasi
tangan ke caput
humeri sambil tangan satunya menerapkan daya tarik
lembut

Gambar Glenohumeral Anterior Glide

10
 Glenohumeral Posterior Glide
- Tujuan : Untuk meningkatkan fleksi bahu dan rotasi internal
- Mobilisasi : kekuatan posterior yang diterapkan dengan memobilisasi
tangan ke
caput humeri sambil tangan satunya menerapkan daya
tarik lembut (Kelly dkk,2013)

Gambar Glenohumeral Posterior Glid

1.5 RESUME
Pasien perempuan berusia 50 tahun datang dengan keluhan
kesulitan mengangkat bahu sebelah kiri yang dirasakan sejak bulan
September 2018 (±6 bulan lalu) tepat setelah post radikal mastektomi.
Gejala awal yang dirasakan pasien sebelum terjadi kekakuan yaitu nyeri.
Lama kelamaan terjadi kekakuan yang membatasi pergerakan dari sendi
bahu. Selain kakakuan yang mengakibatkan sulit untuk mengangkat bahu
kiri, kadang timbul rasa nyeri setelah melakukan aktivitas seperti
menggerakkan bahu atau mengangkat benda berat.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan adanya limited ROM shoulder
sinistra pada gerakan fleksi, abduksi, dan eksternal rotasi. Penatalaksanaan
yang diberikan adalah edukasi, berupa penjelasan mengenai kondisi pasien,
pentingnya exercise, serta hindari faktor pencetus nyeri. Terapi rehabilitasi
medik yang diberikan adalah TENS (Transcutaneus electrical Nerve
Stimulation) dan ROM exercise (latihan fleksibilitas dan stretching
ekstremitas secara pasif/aktif).

11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Frozen shoulder atau adhesive capsulitis, ditandai dengan kekakuan dan
nyeri pada sendi bahu karena peradangan pada lapisan synovial dan kapsul
(Zuckerman & Rokito, 2011). Menurut American Shoulder and Elbow
Surgeons, “Frozen shoulder adalah suatu kondisi etiologi yang tidak pasti,
ditandai dengan pembatasan signifikan kedua gerakan bahu aktif dan pasif
yang terjadi tanpa adanya gangguan bahu intrinsik yang diketahui. Pasien
biasanya mengalami kekakuan bahu yang berbahaya, nyeri hebat memburuk
di malam hari, dan hampir tidak lengkap rotasi eksternal pasif dan aktif bahu
(Zuckerman & Rokito, 2011). Hilangnya Range of Motion (ROM) merupakan
elemen penting dalam menegakkan diagnosis frozen shoulder. Meskipun
kondisi seperti subacromial bursitis, calcifying tendinitis, dan parsial rotator
cuff tears dapat dikaitkan dengan nyeri yang signifikan dan kehilangan ROM
aktif, ROM pasif tetap dipertahankan. Oleh karena itu, kondisi tersebut tidak
bisa diklasifikasikan sebagai frozen shoulder (Robberts, 2018).
Frozen shoulder dapat bersifat primer atau sekunder. Primer frozen
shoulder dapat terjadi secara spontan tanpa trauma spesifik. Selain itu sering
melibatkan ekstremitas yang tidak dominan, walaupun keterlibatan bilateral
mencapai 40-50% kasus. Sedangkan sekunder frozen shoulder sering diamati
setelah dislokasi fraktur periarticular pada sendi glenohumeral atau trauma
articular berat lainnya (McAlister & Sems, 2016). Hal ini juga bisa menjadi
komplikasi berat setelah operasi bahu terbuka (arthroscopic), termasuk
perbaikan rotator cuff dan arthroplasty bahu (Baillie, et al., 2008).

2.2 ANATOMI
Anatomi bahu terdiri dari tulang, sendi, ligamen, jaringan otot, dan
biomekanik. Tulang scapula tulang berbentuk pipih yang terletak pada
aspek dorsal thoraks dan mempunyai tiga proyeksi menonjol ke tulang
belakang, akromion, dan coracoid. Scapula sebagai tempat melekat beberapa

12
otot yang berfungsi menggerakkan bahu secara kompleks. Empat otot
rotator cuff yang berorigo pada skapula (S, Lynn., 2013). Otot-otot tersebut
adalah supraspinatus, infraspinatus, teres minor dan subskapularis (K,
Stephen., 2015).
Clavicula, tulang berbentuk “S” yang terhubung dengan scapula pada
sisi lateral dan manubrium pada sisi medial. Menahan scapula untuk
mencegah tulang humerus bergeser berlebih.

Humerus, terdiri dari caput humeri yang membuat persendian dengan


rongga glenoidalis scapula. Terdapat tuberositas mayor dibagian luar dan
tuberositas minor dibagian dalam. Diantara kedua tuberositas terdapat sulcus
intertubercularis. Pada os humerus juga terdapat tuberositas deltoid sebagi
tempat melekatnya insertio otot deltoid. Pada bagian distal humerus terdapat
epikondilus lateral dan medial.

Gambar 1. Tulang Pembentuk Shoulder

(Sumber: http://physioworks.com.au/Injuries /Regions/scapularhumerus)

Sendi Sternoclavicular merupakan sendi sinovial yang menghubungkan


ujung medial clavicula dengan sternum dan tulang rusuk pertama. Sendi ini
memiliki fungsi dalam membantu pergerakkan gelang bahu.
Sendi cromioclavicular menghubungkan scapula da clavicula.
Permukaan dari sendi clavicularis merupakan cekung yang terletak di
acromion. (S, Lynn. 2013).
Sendi Glenohumeral, jenis sendi ball and socket dimana caput humeri
yang berbentuk seperti bola bersendi dengan cavitas glenoidalis yang

13
merupakan bagian dari os scapula. Sendi ini merupakan sendi paling mobile,
namun salah satu sendi yang kurang stabil.
Scapulathoracic articulation tidak bisa dikatakan murni salah satu
persendian. Scapula dan thorak tidak memiliki titik fiksasi. Scapulathoraci
articulation tidak bergerak namun fleksibel terhadap gerakan tubuh .

Gambar 2. Sendi Penyusun Bahu


(Sumber : S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)

Ligamen Glenohumeral, memperkuat bagian anterior dari kapsul (S,


Lynn., 2013).

Gambar 3. Glenohumeral ligamen anterior view


(Sumber : S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)

Ligamen coracohumeral, menempel dari sisi lateral prosesus coracoid


dan mencakup tuberkulum mayor. Serta memperkuat bagian atas kapsul
sendi.

14
Gambar 4. Coracohumeral Ligamen
(Sumber : S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)

Glenoid labrum adalah sebuah cincin yang tersusun dari jaringan


fibrosa yang padat. Kedalamannya rata-rata 2.5 mm, tapi labrum dapat
menambah kedalaman rongga artikular. Walaupun labrum meningkatkan
kedalaman dan volume dari fossa glenoid, tetapi ini tidak meningkatkan
stabilitas dari sendi glenohumeral sabuk fibrosa yang mengelilingi tepi fossa
glenoid.

Gambar 5. Glenoid Labrum


(Sumber : S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)

Otot
Otot pembentuk pada shoulder joint sebagi berikut:
a. M. Pectoralis Major
Origo : Medial clavicula ketiga. Sternum, costal cartilago
ribs keenam

15
Insersio : Sulcus intertubercularis lateral

Fungsi : Fleksi shoulder sampai 600 , adduksi bahu dan


rotasi internal humerus. (S, Lynn., 2013).

Gambar 6. M. Pectoralis Major

(Sumber : S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy

b. M. Deltoideus

Origo : Anterior : Sepertiga antero lateral clavicula.

Medial : Lateral Acromion

Posterior : Inferior spina scapula

Insesio : Tuberositas humerus

Fungsi : Anterior : Fleksi, abduksi, rotasi internal humerus.

Medial : Abduksi humerus

Posterior : Ekstensi, abduksi, rotasi ekternal humerus

Gambar 7. M. Deltoideus

( Sumber : S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)

16
c. M. Latisimus Dorsi

Origo : Prosesus spinosus dari T7-L5 via dorsolumbar fascia,


posterior sacrum, illium.

Insesio : Medial inter tuberositas humerus.

Fungsi : Ekstensi, abduksi, internal rotasi humerus. (S, Lynn.,


2013).

Gambar 8. M. Latisimus Dorsi

Sumber : S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)

d. M. Seratus Anterior

Origo : Upper costae 1-9

Insersio : Anterior medial scapula

Fungsi : Protaksi dan upward scapula. (S, Lynn.: 2013).

Gambar 9. M. Seratus Anterior

(Sumber : S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy)

17
e. M. Levator Scapula

Origo : Prosesus tranversus C1-C4

Insersio : Medial atas spina scapula

Fungsi : Elevasi

f. M. Subscapularis

Origo : Fossa subscapularis scapula

Insersio : Tuberculus humeri. Fungsi : Medial rotasi (S, Lynn.,

2013).

Biomekanik

a. Gerakan arthokinematika

Pada sendi glenohumeral gerakan fleksi-ekstensi dan abduksi-


adduksi terjadi karena rolling dan sliding caput humerus pada fossa
glenoid. Arah slide berlawanan arah dengan shaft humerus. Pada
gerakkan fleksi shoulder caput humerus slide ke arah posterior dan
inferior, pada gerakan ekstensi slide ke arah anterior dan superior. (A,
Charles Rockwood., 2009).

b. Gerakan osteokinematika

Gerakan fleksi yaitu pada bidang sagital dengan axis pusat


caput humeri. Otot penggerak utama adalah m.deltoid anterior dan m.

Supraspinatus rentang 00-900, untuk rentang 900-1800 dibantu oleh m.


Pectoralis mayor, m. Corachobracialis dan m. Biceps brachii. (A, Charles
Rockwood., 2009). Gerakan ekstensi yaitu gerakan pada bidang sagital
menjahui posisi anatomis. Otot penggerak utama adalah m.
Latissimus dorsi dan m. teres mayor. Sedangkan pada gerakan hiper
ekstensi, fungsi m. Teres mayor digantikan m. Deltoid posterior. Gerakan
abduksi yaitu gerakan menjahui midline tubuh. Bergerak pada bidang

18
frontal. Otot penggerak utama m. Pectoralis mayor dan m. Latissimus
dorsi. (A, Charles Rockwood., 2009). Gerakkan adduksi yaitu gerakkan
lengan ke medial mendekati midline tubuh. Otot penggerak utama m.
Pectoralis mayor, m. Teres mayor, m. Latissimus dorsi. (A, Charles
Rockwood., 2009). Gerakan rotasi internal dengan arah gerakan searah
axis longitudinal yang mendekati midline tubuh. Oto penggerak utama m.
Subscapularis, m. pectoralis mayor, m. teres mayor, m. latissimus dorsi, m.
Deltoid anterior. (A, Charles Rockwood., 2009). Gerakkan rotasi ekternal
adalah gerakan rotasi lengan searah axis longitudinal yang menjahui
midline tubuh. Otot penggerak utama m. Infraspinatus, m. Teres minor,
m. Deltoid posterior. (A, Charles Rockwood., 2009).

2.3 EPIDEMIOLOGI
Insiden Frozen shoulder diperkirakan mempengaruhi 2-5% dari populasi
umum. Biasanya menyerang pasien berusia 40-60 tahun dan lebih sering
terjadi pada wanita dan tidak ada kecenderungan untuk ras (HSU, et al.,
2011).
Hasil penelitian di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo makassar
menunjukkan peningkatan pasien frozen shoulder tiap tahunnya. Pada tahun
2005 tercatat dari 360 orang yang dirujuk ke poli fisioterapi 11,67%
menderita frozen shoulder. Pada tahun 2007 pasien frozen shoulder
meningkat menjadi 587 pasien, dan pada tahun 2008 pasien frozen shoulder
meningkat sebanyak 730 pasien, kemudian pada tahun 2009 pasien frozen
shoulder meningkat sebanyak 802 pasien (Miharjanto, Kuntono & Setiawan.,
2010).

2.4 ETIOLOGI
Kurangnya bukti yang menghubungkan frozen shoulder dengan etiologi
tertentu, tetapi berbagai pemicunya tampaknya ada.
a. Diabetes mellitus
Pasien denga riwayat diabtes melitus memiliki risiko lebih besar
mengalami keterbatasan dalam sendi, tidak hanya dibahu namun pada

19
sendi lainnya. Penggunaan insulin juga memperbesar risko kekakuan sendi.
(Z, Viale., 2014).
b. Operasi
Kekakuan juga dapat terjadi pasca operasi, termasuk diseksi
aksila dan leher, terutama diseksi aksila dengan kombinasi terapi
radiasi. Frozen shoulder digambarkan sebagai penghalang
untuk rehabilitasi setelah operasi kanker payudara.
c. Immobilisasi
Sejumlah besar rujukan kekakuan bahu setelah masa istirahat yang
sering direkomendasikan oleh dokter.
d. Penyakit diskus cervical
Degeneratif pada C5-C6 dan C6-C7 menjadi faktor umum kekakuan
bahu. Pasien dengan radikulopati cervical dan sakit bahu mengalami
kecenderungan kekakuan bahu.
e. Gangguan Tyroid
Kondisi hipertiroid atau hipotiroid sering menyebabkan kondisi frozen
shoulder bilateral.
f. Gangguan Paru
Frozen shoulder juga sering terjadi pada pasien emfisema dan
bronkitis kronis, tetapi hal tersebut tidak berkorelasi dengan keparahan
atau durasi penyakit.
g. Gangguan Neoplastik
Karsinoma bronkogenik dan tumor pada paru- paru dapat
menyebabkan frozen shoulder.
h. Kondisi Neurologis
Insiden frozen shoulder pada pasien parkinson secara signifikan
lebih tinggi. Pasien dengan hemiplegi mengeluhkan nyeri bahu dan rentan
mengalami kekakuan sendi bahu. Sindrom tangan dan bahu banyak
terjadi pada pasien stoke.

20
i. Reaksi Terhadap Obat
Obat yang dikaitkan dengan timbulnya frozen shoulder termasuk
barbirute, flouroquinolones, nelfinavir, dan isoniazid. Setelah
pengobatan HIV dengan protease inhibitor.
j. Genetika
Keturunan berpengaruh lebih dari 40% pada kasus frozen
shoulder, namun tidak ditemukan gen tertentu yang telah
diidentifikasikan. (Suharti,A.et al., 2018).

2.5 PATOFISIOLOGI

Pada frozen shoulder patofisiologinya terjadi kekakuan pada capsul


sendinya. Dimana bila terjadi gangguan pada kapsul sendinya maka keterbatasan
gerak yang terjadi adalah pola kapsuler. Pola kapsuler pada bahu adalah external
rotasi lebih terbatas daripada abduksi lebih terbatas dari internal rotasi. Salah satu
gerakan yang terhambat adalah abduksi shoulder dimana pada gerakan abduksi
tersebut terjadi gerakan atrhrokinematik berupa tranlasi ke kaudal.
Pola non-kapsular keterbatasan LGS tidak hanya terjadi pada gerakan-
gerakan tertentu pada sendi bahu. Besar kemungkinan keterbatasan sendi dalam
pola non-kapsular digambarkan dengan aktualitas, dimana aktualitas merupakan
derajat keluhan pada saat pemeriksaan dalam keadaan nyata yang menunjukkan
aktivitas dari proses patologis terjadi.
Pada kasus frozen shoulder kapsul artikularis glenohumeral mengalami
perubahan : mengalami synovitis atau peradangan maupun degenerasi pada cairan
synovium pada sekitar kapsul sendi dan mengakibatkan reaksi fibrosus, kontraktur
ligamen coracohumeral, penebalan ligamen superior glenohumeral, penebalan
ligamen superior glenohumeral, penebalan ligamen inferior glenohumeral,
peningkatakn pada ressesus axilaris, dan pada kapsul sendi bagian posterior
terjadi kontraktur sehingga yang khas pada kasus frozen shoulder adalah pola
kapsuler. Perubahan patologi tersebut dikarenakan rusaknya jaringan lokal berupa
inflamasi pada membran sinovial dan kapsul sendi glenohumeral yang membuat
formasi adhesive sehingga menyebabkan perlengketan pada kapsul sendi
glenohumeral.

21
Frozen shoulder memiliki tiga fase yaitu fase freezing, frozen, dan
thawing. Fase freezing berlangsung sekitar 2-9 bulan, timbul nyeri bahu yang
memburuk pada malam hari dan semakin bertambahnya kekakuan otot
sehingga menyebabkan kehilangan fungsi gerak bahu. Fase frozen
berlangsung 4-12 bulan yang menyebabkan kesulitan beraktivitas namun
sakit mulai menurun walaupun masih terdapat kekakuan otot. Fase thawing
adalah masa pemulihan pada 2-24 bulan fungsi bahu kembali atau mendekati
normal (Barrow, et al., 2011).

2.6 MANIFESTASI KLINIS


Tanda dan gejala klinis yang sering timbul pada frozen shoulder adalah
a. Nyeri
Nyeri berangsur-angsur bertambah berat dan pasien sering tidak bisa
tidur pada posisi yang terkena. Nyeri dirasakan pada daerah otot
deltoideus. Bila terjadi pada malam hari sering dijumpai mengganggu
tidur. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kesulitan penderita
dalam mengagkat lengannya (abduksi), sehingga penderita melakukan
gerakan kompensasi dengan mengangkat bahu pada saat gerakan
menganggkat lengan yang sakit, yaitu flexi dan abduksi sendi bahu diatas
900 atau disebut dengan shrugging mechanism (Appley, 2005).
b. Keterbatasan lingkup gerak sendi
Keterbatasan lingkup gerak sendi glenohumeral pada semua gerakan
yang nyata, baik
aktif maupun pasif. Sifat nyeri dan keterbatasan gerak sendi bahu terjadi
pada semua gerakan sendi bahu, tetapi sering menunjukkan pola yang
spesifik, yaitu pola kapsuler. Pola gerak sendi bahu ini adalah gerak
exorotasi lebih terbatas dari gerak abduksi dan lebih terbatas dari gerak
adduksi (Kuntono, et al., 2013).
c. Penurunan kekuatan otot dan arofi otot
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesukaran penderita dalam
mengangkat lengannya, sehingga penderita akan melakukan gerakan
kompensasi dengan shrugging mechanism (Kuntono, et al., 2013).

22
d. Gangguan aktifitas fungsional
Dengan beberapa adanya tanda dan gejala klinis yang ditemukan
pada penderita frozen shoulder seperti adanya nyeri, keterbatasan
lingkup gerak sendi, penurunan kekuatan otot, dan atrofi maka secara
langsung akan mempengaruhi aktifitas fungsional yang dijalani
(Kuntono, et al., 2013).

2.7 FAKTOR RISIKO


Faktor risiko untuk frozen shoulder adalah:
a. Umur: diatas 40 tahun
b. Jenis kelamin: 70% orang dengan frozen shoulder adalah wanita. Frozen
shoulder lebih sering terjadi pada wanita, menunjukkan bahwa hormon
seksual berkontribusi terhadap etiologi frozen shoulder; namun belum
ada bukti yang dipublikasikan. Apakah tingkat testosterone yang lebih
rendah pada wanita usia reproduksi mempengaruhi, juga tidak diketahui.
Faktanya bahwa testosterone dapat mempengaruhi jalur pensinyalan
TGF- β, menunjukkan bidang yang memungkinkan untuk penyelidikan
lebih lanjut.
c. Trauma terbaru: pembedahan atau fraktur lengan dapat menyebabkan
imobilitas selama masa pemulihan, dan ini dapat menyebabkan kapsul
bahu menjadi kaku.
d. Diabetes mellitus: Pasien dengan diabetes mellitus memilih
kemungkinan lebih besar mengalami idiopatik frozen shoulder dan
pascaoperasi dibandingkan populasi yang sehat. Diagnosis kekakuan
bahu mungkin merupakan tanda peringatan awal kondisi diabetes
mellitus. Pasca operasi kekakuan bahu memungkinkan terjadinya
neovaskularisasi synovial dan perubahan ekspresi sitokinin inflamasi
sebagai TGF-β dan TGF-α (Hai, 2017).

2.8 DIAGNOSIS
Diagnosa frozen shoulder secara klinis berdasarkan anamnesa dan
pemeriksaan fisik memiliki keterbatasan karena kurangnya sensitivitas dan

23
spesifitas dari tes diagnostik yang digunakan untuk mengkonfirmasi kondisi
pasien. Sampai saat ini belum ada konsensus untuk kriteria diagnosa frozen
shoulder secara klinis. Beberapa penulis menyebutkan minimal ditemukan
keterbatasan luas gerak sendi pada 2 arah gerakan, sedangkan penulis lainnya
menyebutkan pada semua arah gerakan (Barrow, et al., 2011)
Diagnosa banding dari frozen shoulder anatara lain adalah
a. Tendinitis bicipitalis
Tendon otot biceps dapat mengalami kerusakan secara tersendiri,
meskipun berada bersama-sama otot supraspinatus. Tendinitis ini biasanya
merupakan reaksi terhadap adanya trauma akibat jatuh atau dipukul pada
bahu dengan lengan dalam posisi adduksi serta lengan bawah supinasi.
Pada kasus tendonitis juga dapat terjadi pada orang-orang yang bekerja
keras dengan posisi seperti tersebut di atas dan secara berulang kali.
Pemeriksaan fisik pada penderita tendinitis bisipitalis didapatkan adanya
adduksi sendi bahu terbatas, nyeri tekan pada tendon otot bisep, tes yorgason
disamping timbul nyeri juga didapat penonjolan pada samping medial
tuberkuluminus humeri, berarti tendon otot bisep tergelincir dan berada di
luar sulcus bisipitalis sehingga terjadi penipisan tuberculum (Jefferson, 2018).
b. Bursitis subacromialis
Bursitus subacromialis merupakan peradangan dari bursa sub acromialis,
keluhan utamanya adalah tidak dapat mengangkat lengan ke samping
(abduksi aktif), tetapi sebelumnya sudah merasa pegal-pegal di bahu. Lokasi
nyeri yang dirasakan adalah pada lengan atas atau tepatnya pada insertion otot
deltoideus di tuberositas deltoidea humeri. nyeri ini merupakan nyeri rujukan
dari bursitis subacromialis yang khas sekali, ini dapat dibuktikan dengan
penekanan pada tuberkulum humeri. Tidak adanya nyeri tekan berarti nyeri
rujukan.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai adanya “Painfull arc sub acromialis''
700-1200, tes fleksi siku melawan tahanan pada posisi fleksi 900 terjadi rasa
nyeri (Jefferson, 2018) .

24
c. Tendinitis supraspinatus
Tendon otot supraspinatus sebelum berinsersio pada tuberkulum mayus
humeri, akan melewati terowongan pada daerah bahu yang dibentuk oleh
kaput humeri (dengan pembungkus kapsul sendi glinohumeral) sebagai
alasnya, dan acromion serta ligamentum coracoaromiale sebagai penutup
bagian atasnya. Disini tendon tersebut akan saling bertumpang tindih dengan
tendon dari otot bisep kaput longum. Adanya gesekan berulang-ulang serta
dalam jangka waktu yang lama akan mengakibatkan kerusakan pada tendo
otot supraspinatus dan berlanjut sebagai tendonitis supraspinatus (Jefferson,
2018).

2.9 PEMERIKSAAN
a. Anamnesis
b. Pemeriksaan fisis Shoulder (look, feel, move)
 Inspeksi
Pada fase akut dan nyeri, bahu pasien akan tampak adduksi dan
internal rotasi, dapat pula tampak disuse atrophi pada deltoid dan
supraspinatus. Kadang-kadang bahu yang sakit terlihat terelevasi
akibat pemendekan otot trapezius dan levator scapulae. Adanya
kemerahan dan pembengkakan menunjukkan keadaan peradangan
akut pada jaringan lunak daerah sendi bahu.
 Palpasi
pasien merasakan nyeri pada saat palpasi bahu yang merata di
daerah sendi glenohumeral dan dapat meluas sampai uppertrapezius
dan intrascapular.
 Penilaian Range of Motion (ROM)
 Pemeriksaan kekuatan otot
 Pemeriksaan tonus otot
 Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis
c. Pemeriksaan khusus :
 Appley Scratch test
 Jobe (empty can) test
 Speed test

2.10 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pada prinsipnya diagnosa frozen shoulder ditegakan berdasarkan
manifestasi klinis. Namun peran radiografi masih penting untuk

25
menyingkirkan penyebab nyeri bahu lainnya. Pemeriksaan foto polos dapat
membantu menilai acromioclavicular atau glenohumeral osteoarthritis,
dislokasi shoulder yang tidak diketahui, calcific tendinitis, fraktur
tersembunyi, dan proses neoplastic. Salah satu temuan radiografi pada frozen
shoulder adalah adanya osteopenia difus dari humerus proksimal (Okamura
& Ozaki, 1999).
Arthrography juga dapat digunakan sebagai pemeriksaan tambahan
menilai volume sendi. Normalnya sendi bahu dapat menampung 15 ml cairan.
Pada pasien dengan frozen shoulder, axillary fold akan berkontraksi
menyebabkan berkurangnya volume cairan pada sendi bahu (Mengiardi, et
al., 2004).

2.11 PENATALAKSANAAN
Beberapa program rehabilitasi yang bisa diterapkan antara lain
a. Medikamentosa
Memberikan non-steroidal anti-inflammatory medications (NSAIDS)
untuk mengurangi inflamasi dan nyeri (Lho , et al., 2013).
b. Program rehabilitasi medik
• Elektro terapi
Elektro terapi yang digunakan pada kondisi ini adalah Continuous
Electro Magnetic 27 MHz (CEM). Merupakan arus AC dengan
frekuensi terapi 27 MHz yang memproduksi energi elektromagnetik
dengan panjang gelombang 11,6 meter, di gunakan untuk
menimbulkan berbagai efek terapeutik melalui suatu proses tertentu
dalam jaringan tubuh. Arus CEM ini menghasilkan energi internal
kinetika di dalam jaringan tubuh sehingga timbul panas energi ini
akan menimbulkan pengaruh biofisika tubuh misalnya pada
thermosensor lokal maupun sentral (kulit dan hipotalamus) dan !uga
terhadap struktur persendian. Tujuan yang diharapkan dan arus CEM
ini adalah menurunkan aktifitas noxe sehingga nyeri berkurang,
meningkatkan elastisitas jaringan dan sebagai p-pendahuluan
sebelum exercises (Kelly & Mcclure, 2009).

26
 Terapi latihan
Pada fase akut program rehabilitasi yang diberikan bertujuan untuk
mengontrol nyeri dan edema serta melindungi otot. Untuk
mempertahankan integritas dan mobilitas sendi dapat diberikan
terapi latihan sebagai berikut

- Pendulum
Biarkan lengan menggantung
Gerakan kedepan-belakang, kanan kiri, berputar
Ulangi 5-10 kali tiap gerakan
(Diercks & Stevens, 2004).

- Eksternal rotasi
Jaga siku anda tetap lurus gunakan tongkat.
Dorong dengan lengan sisi sehat sehingga
tangan yang sakit bergerak menjauh dari mid-
line (bisa dilakukan berbaring)
Jangan biarkan tubuh anda memutar untuk
mengimbangi gerakan tersebut
Ulangi 5-10 kali (Diercks & Stevens, 2004)

- Streching bahu belakang


Letakan tangan yang sakit menyilang didepan
tubuh
Tarik dengan tangan yang sehat atau bisa
dengan menekan siku tangan yang sakit.
Lakukan dengan gentle
Ulangi 5 kali, tahan selama 20' detik
(Diercks & Stevens, 2004)

27
- Rotasi internal
Posisikan tangan yang sakit dalam posisi rotasi
interna.
Gunakan handuk untuk menarik tangan keatas
Ulangi 5 kali, tahan 20 detik (Donatelli, et al., 2014)

- Abduksi dan fleksi bahu


Rambatkan jari-jari tangan yang sakit ke dinding
Bertahap secara perlahan
Lakukan hingga terasa sakit, tahan 20 detik
Lakukan setiap hari dan beri tanda di dinding untuk evaluasi
(Donatelli, et al., 2014)

 Modalitas fisik
Ada observasi klinis menunjukkan bahwa modalitas elektroanalgesik
dan modalitas panas dapat diberikan untuk mengurangi nyeri pada
pasien dengan nyeri bahu yang berat (Kartika, 2011).

 Terapi okupasional
Terapi okupasional bermanfaat untuk membantu dalam aktivitas
keseharian (ADL). Terapi okupasional mengajarkan pasien dalam
menggunakan peralatan adaptasi dan modifikasi rumah atau
lingkungan kerja untuk aktivitas keseharian. Bentuk aktivitas yang
bermanfaat bagi penderita frozen shoulder adalah menyisir rambut,
mengambil sesuatu yang tinggi, mengambil dompet, memutar
lengan, dan mengangkat beban yang kecil-kecil (Kartika, 2011).

28
2.12 PROGNOSIS
Sebagian besar pasien frozen shoulder akhirnya sembuh tanpa rasa sakit
dan fungsi memuaskan melalui pengobatan konservatif. Biasanya sembuh dalam
1-3 tahun (Wong, et al., 2017). Waktu pemulihan tidak berbeda antara frozen
shoulder primer dan sekunder (Uddin, et al., 2014).

29
DAFTAR PUSTAKA

A, Charles Rockwood. 2009. The Shoulder Fourth Edition. China : Saunder.


Appley, 2005. Effectivness of Hydroplasty and Therapeutic Exercise For
Treatment of physical examination. pp. 44-56.
Baillie, D., Linas, P. & Ellenbecker, T., 2008. Cementless humeral resurfacing
arthroplasty in active patients less than fifty-five years of age. J Bone Joint
Surg Am, Volume 90, pp. 110-17.
Barrow, M., Hammilton, T. & Singh , P., 2011. Examination of shoulder. The
journal of physical examination, pp. 44-56.
Bruckner, F. & NYE, C., 1981. A prospective study of adhesive capsulitis of the
shoulder in high risk population. QJ Med, 50(198), pp. 191-204.
Bulgen, D., Hazleman, B. & Voak, D., 1976. HLA_B27 and frozen shoulder.
Lancet, pp. 1042-4.
Diercks, R. & Stevens, M., 2004. Gentle Thawing of the frozen shoulder: a
prospective study of supervised neglect versus intensive physical therapy in
seventy-seven patients with frozen shoulder syndrome followed up for two
years. J shoulder elbow surg, Volume 13, pp. 499-502.
Donatelli, R., Ruivo, R., Thurner, M. & Ibrahim MI, 2014. New concepts in
restoring shoulder elevation in a stiff and painfull shoulder patients. Phys Ther
Sport, Volume 15, pp. 3-14.
Hai, V., 2017. Adhesive capsulitis of the shoulder: a review of pathophysiologi
and current clinical treatment.
HSU, J., Anakwenze, O., Warrender, W. & Abbound, J., 2011. Current review of
adhesive capsulitis. J Shoulder Elbow Surg, 20(3), pp. 502-14.
Jefferson, R., 2018. Adhesive capsulitis (frozen shoulder).
Kartika, D., 2011. Akupuntur sebagai terapi pada frozen shoulder. Fisioterapi.
Kelly, M. & Mcclure, P., 2009. Frozen shoulder: Evidence and a proposed model
guiding rehabilitation. journal of orthopaedic&sport physical therapy.
Kuntono, H., Shaffer , M. & Kuhn, J., 2013. Shoulder pain and mobility deficits:
adhesive capsulitis clinical practice guidiline. pp. 3-9.

30
Lho , Y., Ha, E. & Cho, C., 2013. Inflamatory cytokines are overexpressed in the
subacromial bursa frozen shoulder. J Shoulder Elbow Surg, Volume 22, pp.
666-672.
McAlister, I. & Sems, S., 2016. Arthrofibrosis after periarticular fracture fixation.
Orthop Clin N Am, Volume 47, pp. 345-55.
Mengiardi, B., Pfirrmann, C. & Gerber , C., 2004. Frozen shoulder: MR
arthrographic finding. Radiology, Volume 233, pp. 486-92.
Okamura, K. & Ozaki, J., 1999. Bone mineral density of the shoulder joint in
frozen shoulder. Arch Orthop Trauma Surg, Volume 119, pp. 363-67.
Rizk, T., Gavant, M. & Pinals, R., 1994. Treatment of adhesive capsulitis (frozen
shoulder) with arthrografic capsular distension and rupture. Arch Phys Med
Rehabil, Volume 75, pp. 803-7.
Robberts, J. R., 2018. Adhesive Capssulitis (Frozen Shoulder) Treatment &
Management.
S, Lynn. Clinical Kinesiology and Anatomy. Phladelphia : F.A Davis
Company ; 2011
Uddin, M., Khan, A., Haig, A. & Uddin, . M., 2014. Presentation of frozen
shoulder among diabetic and non diabetic patients. J CLin Orthop Trauma,
5(4), pp. 193-8.
Uppal, H., Evans, J. & Smith , C., 2015. Frozen shoulder: A systematic review of
therapeutic options. World J Orthop, 6(2), pp. 263-8.
Wong, C. et al., 2017. Natural history of frozen shoulder: fact or fiction?. 103(1),
pp. 40-47.
Zuckerman, J. & Rokito, A., 2011. Frozen shoulder: a consensus definition. J
Shoulder elbow surg, 20(2), pp. 322-5.

31

Anda mungkin juga menyukai