Anda di halaman 1dari 24

DEPARTEMEN KEDOKTERAN FISIK LAPORAN KASUS

DAN REHABILITASI MEDIK DESEMBER 2018


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

TRIGGER THUMB

Oleh :

Nur Fadhilah Rahmah (C014172111)


Adeirma Suriyani Y. Pasau (C014172112)
Siti Rakhmatia Paramita Th. Kum (C014172145)

Supervisor Pembimbing :
dr. Anshory Sahlan, Sp. KFR

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI MEDIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama :
1. Nur Fadhilah Rahmah (C014172111)
2. Adeirma Suriyani Y. Pasau (C014172112)
3. Siti Rakhmatia Paramita Th. Kum (C014172145)

Judul Laporan Kasus : Trigger Thumb

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka Kepaniteraan Klinik pada bagian Ilmu
Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Makassar, 29 Desember 2018

Mengetahui,

Supervisor,

dr. Anshory Sahlan, Sp. KFR

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 8
2.1. DEFINISI ................................................................................................. 8
2.2. EPIDEMIOLOGI ..................................................................................... 8
2.3. ETIOLOGI ............................................................................................... 8
2.4. PATOFISIOLOGI .................................................................................... 9
2.5. MANIFESTASI KLINIS ....................................................................... 10
2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG ........................................................... 11
2.7. DIAGNOSIS BANDING ....................................................................... 11
2.8. TATALAKSANA .................................................................................. 13
2.9. KOMPLIKASI ....................................................................................... 18
2.10. PROGNOSIS ...................................................................................... 19
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Andi Bungawati
Alamat : Jalan A. Palesangi, Makassar
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 46 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku : Bugis-Makassar
Tanggal Periksa : 27 Desember 2018

1.2.ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri Ibu Jari Tangan Kanan
Riwayat penyakit sekarang:
Pasien perempuan usia 46 tahun datang dengan keluhan nyeri ibu jari
tangan kanan dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu. Awalnya pasien
hanya merasakan ada kekakuan dalam meluruskan atau menekuk ibu jarinya.
Kaku dirasakan seperti sebuah tuas yang harus ditekan dan akhirnya berbunyi
tetapi tidak disertai nyeri. Tiga hari kemudian pasien perlahan merasakan nyeri
dan sulit menggerakkan ibu jarinya. Sekali ibu jari tertekuk, sulit diluruskan,
begitupun sebaliknya ketika ibu jari lurus, sulit untuk ditekuk kembali. Nyeri
dirasakan memberat ketika beristirahat serta tidak dipengaruhi waktu dan
cuaca. Pasien sudah mengkonsultasikan keluhannya pada dokter dan diberikan
obat anti nyeri serta diberikan terapi laser dan stretching exercise. Sudah
dilakukan rutin sebanyak 8 kali namun belum ada perbaikan. Saat ini pasien
merasa kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan sangat
merasa nyeri setelah selesai bekerja.
Pasien tidak ada keluhan yang sama sebelumnya dan tidak ada riwayat
penyakit sendi lainnya. Pasien tidak ada riwayat demam sebelumnya, tidak

1
sakit kepala, tidak ada mual dan muntah, buang air kecil kesan normal dan
buang air besar kesan normal. Pasien tidak ada riwayat konsumsi obat
sebelumnya.

Riwayat Penyakit Terdahulu


 DM : (-)
 HT : (-)
 Vertigo : (+)

Riwayat Penyakit dalam Keluarga:


 Hanya penderita yang mengalami keluhan seperti ini
 Riwayat hipertensi ada yaitu ibu pasien

1.3.PEMERIKSAAN FISIS
a. Status Generalis
 Keadaan umum : Sakit Sedang
 Kesadaran : Compos Mentis, GCS 15 (E4M6V5)
 Tanda Vital :
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Nadi : 74 x/menit;
Respirasi : 20 x/menit;
Suhu : 36,7oC
VAS skor : 4/10
 Tinggi Badan : 158 cm
 Berat Badan : 60 kg
 IMT : 24,09 kg/m2 (Overweight)
 Kepala : Ukuran dan bentuk normal, mata anemis (-)
ikterus (-)
 Jantung : Bunyi Jantung I/II murni reguler, bising jantung (-)
 Paru : Bunyi pernapasan vesikuler, rhonki -/-,
wheezing -/-

2
 Abdomen : Peristaltik (+) kesan normal, nyeri tekan (-), hepar
dan lien tidak teraba
 Ekstremitas :
 Ekstremitas atas :
- Manus Dextra (Digiti I) : Atrofi (-), deformitas(-), udem (+), rubor
(+), calor (+), dolor (+), tumor (-)
- Manus Sinistra (Digiti I) : Atrofi (-), deformitas (-), udem (-),rubor
(-), calor (-), dolor (-), tumor (-)
- Shoulder, elbow, wrist, finger (Digiti II, III, IV, V) dextra et
sinistra : Normal
 Ekstremitas bawah : Normal

b. Pemeriksaan Muskuloskeletal
PART OF MM
MOVEMENT ROM MUSCLES
BODY T
Upper Extremity (D/S)
Shoulder Flexion 0-1800 / 0-1800 Flexor 5/5
0
Extension 0-60 / 0-600 Extensor 5/5
0
Abduction 0-180 / 0-1800 Abductor 5/5
Adduction 0-450 / 0-450 Adductor 5/5
External Rotation 0-700 / 0-700 External Rotator 5/5
Internal Rotation 0-900 / 0-900 Internal Rotator 5/5
Elbow Flexion 145° / 145° Flexor 5/5
Extension 180° / 180° Extensor 5/5
Supination 80° / 80° Supinator 5/5
Pronation 75° / 75° Pronator 5/5
Flexion 75° / 75° Flexor 5/5
Wrist Extension 75° / 75° Extensor 5/5
Radial Deviation 20° / 20° Deviator Radial 5/5
Ulnar Deviation 35° / 35° Deviator Ulnar 5/5
Fingers I Flexion IP 85-90° / 85-90° Flexor 5/5

3
MCP 50-55° / 50-55°
IP (Nyeri) 0° / 0-5°
Extension Extensor 5/5
MCP (Nyeri) 0° / 0°
Abduction 60-70° / 60-70° Abductor 5/5
Adduction 30° / 30° Adductor 5/5
II DIP 80-90° / 80-90°
Flexion PIP 100-115° / 100-115° Flexor 5/5
MCP 85-90° / 85-90°
DIP 20° / 20°
Extension PIP 0° / 0° Extensor 5/5
MCP 30-45° / 30-45°
Abduction 20-30° / 20-30° Abductor 5/5
Adduction 0° / 0° Adductor 5/5
DIP 80-90° / 80-90°
III Flexion PIP 100-115° / 100-115° Flexor 5/5
MCP 85-90° / 85-90°
DIP 20° / 20°
Extension PIP 0° / 0° Extensor 5/5
MCP 30-45° / 30-45°
Abduction 20-30° / 20-30° Abductor 5/5
Adduction 0° / 0° Adductor 5/5
DIP 80-90° / 80-90°
Flexion PIP 100-115° / 100-115° Flexor 5/5
MCP 85-90° / 85-90°
DIP 20° / 20°
IV
Extension PIP 0° / 0° Extensor 5/5
MCP 30-45° / 30-45°
Abduction 20-30° / 20-30° Abductor 5/5
Adduction 0° / 0° Adductor 5/5
DIP 80-90° / 80-90°
V Flexion Flexor 5/5
PIP 100-115° / 100-115°

4
MCP 85-90° / 85-90°
DIP 20° / 20°
Extension PIP 0° / 0° Extensor 5/5
MCP 30-45° / 30-45°
Abduction 20-30° / 20-30° Abductor 5/5
Adduction 0° / 0° Adductor 5/5

c. Status Neurologis
 Pemeriksaan Nervus : Nervus Cranialis I-XII dalam batas normal
 Refleks Fisiologis : BPR (N/N), TPR (N/N), KPR (N/N), APR (N/N)
 Refleks Patologis : Babinski : (-)/(-), Chaddock : (-)/(-) Hoffman-
Tromner : (-)/(-)
 Defisit sensoris : Tidak Ada
 Spastisitas :
Ekstremitas atas : -/-
Ekstremitas bawah : -/-
 Tonus Otot : N N
N N
 MMT : 5 5
5 5
d. Status Lokalis
 Inspeksi (Digiti I Dextra) : Atrofi (-), Edema (+), Rubor (+)
 Palpasi (Digiti I Dextra) : Dolor (+), Calor (+), Stiffness (-)

1.4.PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium : Tidak dilakukan
b. Radiologi (USG) : Penebalan tendon dan Pulley A1 pada MCP joint
digiti I, manus dextra

1.5.DIAGNOSIS
a. Diagnosis klinis : Trigger Thumb Dextra
b. Diagnosis fungsional :

5
 Impairment : Nyeri dan kaku pada ibu jari tangan kanan
 Disabilitas : Kesulitan bekerja sehari-hari (memegang barang,
mencuci, memasak dan pekerjaan lain)
 Handicap : Tidak ada

1.6.DAFTAR MASALAH
a. R1 (Ambulasi) : Nyeri dan kaku pada ibu jari tangan kanan
b. R2 (ADL) : Ada gangguan saat aktivitas
c. R3 (Komunikasi) : Tidak ada gangguan
d. R4 (Psikologis) : Tidak ada gangguan
e. R5 (Vokasional) : Tidak ada gangguan
f. R6 (Sosioekonomi) : Tidak ada gangguan
g. R7 (VAS) :4

1.7.PLANNING
a. Planning Medical : Injeksi Steroid (Triamcinolone)
b. Planning Rehabilitasi medik :
 Modalitas : LASER pada thumb
 Fisioterapi : ROM exercise (latihan flexibilitas dan stretching) thumb.

1.8.PROGNOSIS
a. Quo ad Vitam : dubia ad bonam
b. Quo ad functionam : dubia ad bonam
c. Quo ad sanationam : dubia ad bonam

1.9.RESUME
Pasien perempuan usia 46 tahun datang dengan keluhan nyeri ibu jari tangan
kanan dirasakan sejak kurang lebih 3 bulan yang lalu. Awalnya pasien hanya
merasakan ada kekakuan dalam meluruskan atau menekuk ibu jarinya. Kaku
dirasakan seperti sebuah tuas yang harus ditekan dan akhirnya berbunyi tetapi
tidak disertai nyeri. Tiga hari kemudian pasien perlahan merasakan nyeri dan
sulit menggerakkan ibu jarinya. Sekali ibu jari tertekuk, sulit diluruskan,

6
begitupun sebaliknya ketika ibu jari lurus, sulit untuk ditekuk kembali. Nyeri
dirasakan memberat ketika beristirahat serta tidak dipengaruhi waktu dan
cuaca. Pasien sudah mengkonsultasikan keluhannya pada dokter dan diberikan
obat anti nyeri serta diberikan terapi laser dan stretching exercise. Sudah
dilakukan rutin sebanyak 8 kali namun belum ada perbaikan. Saat ini pasien
merasa kesulitan dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan sangat
merasa nyeri setelah selesai bekerja.
Dari pemeriksaan fisis didapatkan adanya limited ROM pada digiti I manus
dextra untuk gerakan ekstensi (IP joint dan MCP joint) karena adanya rasa
nyeri. Pada pemeriksaan penunjang dengan USG didapatkan penebalan tendon
dan Pulley A1 pada MCP joint digiti I manus dextra. Penatalaksaaan yang
diberikan adalah edukasi penjelasan kondisi pasien dan perjalanannya,
pentingnya exercise, serta hindari faktor pemicu nyeri. Terapi rehabilitasi
medik yang diberikan yaitu dengan modalitas LASER (Light Amplification by
Stimulated Emission of Radiation) pada ibu jari. Untuk Fisioterapi diberikan
ROM exercise (latihan flexibilitas dan stretching secara pasif) thumb ladder
exercise dan joint mobilization terutama untuk arah ekstensor. Untuk pasien
ini ditambahkan dengan terapi injeksi steroid (Triamcinolone) setelah sudah
menerima 8 kali LASER dan latihan, namun belum membaik.

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1.DEFINISI

Trigger finger/thumb (juga dikenal sebagai tenosinovitis stenosis) adalah


keadaan dimana jari menjadi ‘terkunci’ setelah difleksikan terkait adanya
inflamasi pada selubung sinovial (synovial sheath) yang menyebabkan tendon
tidak dapat meluncur bolak-balik. Pada keadaan ini pasien dapat
memfleksikan jari tangannya namun saat diluruskan kembali dapat mengalami
kesulitan sehingga membutuhkan bantuan dari tangan lain. Trigger thumb
dapat terjadi pada semua jari-jari tangan namun paling sering pada ibu jari dan
jari manis.1

2.2.EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini ditemukan paling sering pada usia 50-60 tahun dan dilaporkan
bahwa wanita memiliki faktor risiko 6 kali dibandingkan laki-laki, meskipun
alasan usia ini dan kecenderungan jenis kelamin tidak sepenuhnya jelas. Pada
penderita diabetes meningkat hingga 10%. Selain itu dikatakan bahwa
predileksi dari penyakit ini adalah pada tangan dominan.2

2.3.ETIOLOGI

Pada sebagian besar kasus trigger finger penyebabnya adalah idiopatik.


Akan tetapi pergerakan jari-jari berulang diduga dapat menyebabkan trigger
finger hal ini didukung dengan penemuan kasus tersering pada tangan yang
dominan. Selain itu, lokal trauma dan proses degeneratif juga dapat menjadi
pemicu penyakit ini. Pasien dengan riwayat penyakit collagen vascullar seperti
rheumatoid artritis, gout, diabetes melitus, arthritis psoriatis, amyloidosis,
hipotiroid, sarkoidosis, dan pigmented vilonodular synovitis memiliki faktor
risiko lebih besar terkena trigger thumb dibandingan orang yang tidak
memiliki riwayat tersebut. Semua keadaan ini menyebabkan hipertrofi dan
inflamasi yang menjadi dasar penyakit ini. Pada anak-anak, etiologinya dapat

8
berupa kelainan kongenital berupa ketidaksesuaian ukuran tendon fleksor ibu
jari dan selubung tendonnya. Selain itu, kasus trigger thumb pada anak-anak
juga dikaitkan dengan proses metabolik bawaan misalnya sindrom hurler dan
proses inflamasi pada juvenile rheumatoid arthritis.2,3

2.4.PATOFISIOLOGI

Selama gerakan fleksi jari, katrol annular berada di bawah tingkat stres
yang cukup besar. Fleksi phalanx, terutama dengan daya cengkeram,
menginduksi beban tinggi melintasi katrol paling proksimal (katrol A1).
Hipertrofi intratendineus katrol A1 terjadi sebagai respons terhadap
peningkatan stres. Peradangan dan penebalan juga dapat terjadi di tendon
fleksor di mana akibat peningkatan gesekan antara katrol dan tendon. Hal ini
membentuk nodul. Peradangan yang terjadi pada katrol A1 dan tendon fleksor,
salah satu atau keduanya dapat menyebabkan terjadinya disproporsi ukuran,
dan tendon fleksor tidak lagi dapat melakukan pergerakan normal yaitu
bergerak bolak-balik. Pasien mengalami ini sebagai sensasi patah (snapping)
ketika mencoba untuk meluruskan jari yang terkena. 4

Gambar 1. Anatomi Tendon Flexor Phalanx

9
Gambar 2. Anatomi Tendon Flexor Phalanx

Gambar 3. Trigger Thumb

2.5.MANIFESTASI KLINIS

Pasien dengan trigger finger dapat merasakan sensasi click atau snapping
saat melakukan gerakan ekstensi dari posisi fleksi. Pada fase awal, pasien
biasanya tidak merasakan nyeri akan tetapi seiring bertambahnya derajat
stenosis, pasien akan mengeluhkan nyeri yang semakin meningkat
intensitasnya hingga menurunnya kemmpuan untuk mengekstensikan jari
secara aktif pada jari yang terkena. Sehingga pasien membutuhkan bantuan
tangan lain untuk mengekstensikan jarinya (ekstensi pasif). Keluhan biasanya
dirasakan saat sedang tidak beraktifitas terutama saat pagi hari. Jari yang
paling sering terkena adalah ibu jari, kemudian jari manis, jari tengah, jari
kelingking dan terakhir jari telunjuk. Dari riwayat penyakit juga biasanya

10
pasien memiliki komorbid seperti rheumatoid arthritis, diabetes melitus, gout,
carpal tunnel syndrome, De Quervain’s tenosynovitis, Dupuytren’s
contracture, dan hipertensi.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan tegang pada lokasi katrol A1 yaitu
sendi MCP. Sensasi ‘catching’ dapat dirasakan pada katrol A1 saat pasien
diminta untuk melakukan ekstensi jari yang terkena. Nodul tendon flexor
terkadang dapat teraba di MCP. Diagnosis biasanya sudah dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang mendukung.4

2.6.PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pasien yang tidak memiliki riwayat trauma atau inflamasi tidak perlu
dilakukan pemeriksaan radiografi secara rutin. Dapat dilakukan MRI untuk
mengkonfirmasi adanya tenosynovitis pada sarung fleksor, tetapi tidak
berpengaruh besar terhadap diagnosis klinis. Pemeriksaan ultrasound dapat
menunjukkan nodul pada tendon, tenosynovitis, dan triggering aktif pada
level A1.4

2.7. DIAGNOSIS BANDING

Adapun diagnosis banding dari trigger thumb sebagai berikut :4,5,6

1. Carpal tunnel syndrome


Carpal tunnel syndrome (CTS) atau sindroma terowongan karpal
(STK) adalah salah satu gangguan pada lengan tangan karena terjadi
penyempitan pada terowongan karpal, baik akibat edema fasia pada
terowongan tersebut maupun akibat kelainan pada tulang-tulang kecil
tangan sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medianus
dipergelangan tangan. Carpal Tunnel Syndrome diartikan sebagai
neuropati tekanan saraf medianus dalam terowongan karpal di pergelangan
tangan dengan kejadian yang paling sering, bersifat kronik, dan ditandai
dengan nyeri tangan pada malam hari, parestesia jari-jari yang mendapat
innervasi dari saraf medianus, kelemahan dan atrofi otot thenar.
Gejala klinis CTS menurut Grafton (2009) adalah sebagai berikut :

11
a. Mati rasa, rasa terbakar, atau kesemutan di jari-jari dan telapak
tangan.
b. Nyeri di telapak, pergelangan tangan, atau lengan bawah,
khususnya selama penggunaan.
c. Penurunan cengkeraman kekuatan.
d. Kelemahan dalam ibu jari
e. Sensasi jari bengkak, ( ada atau tidak terlihat bengkak)
f. Kesulitan membedakan antara panas dan dingin.

2. De Quervain syndrome (RA)


Nyeri yang terasa di pergelangan tangan sering disebabkan oleh
tenosinovitis. Pada sisi radial terjadi tendovaginitis otot abductor polocis
longus, yang dikenal dengan sebagai tenosinovitis De Quervein, dan pada
sisi ulnar dapat dijumpai tendovagintis otot ekstensor karpi ulnaris. Kedua
jenis peradangan itu merupakan manisfestasi arthritis rheumatoid. Pada
bagian dorsal pergelangan tangan sinovitis rheumatoid dapat
membangkitkan benjolan di tengah-tengah ligamentum karpi dorsal di atas
os navikular dan lunatum.
Sinovitis di pergelangan tangan selalu menimbulakan nyeri tekan,
nyeri gerak aktif dan nyeri gerak isometrik. Karena itu, maka pergelangan
tangan tidak dapat distabilkan secara kuat, sehingga tenaga
pengepalan tidak kuat dan tangan sukar diluruskan pada pergelangan
tangan.
Pada tenosinovitis De Quervein nyeri tekan di dapat pada penekanan
diprosesus stiloideus radii. Gerakan pasif ibu jari tidak membangkitkan
nyeri. Sebaliknya gerakan aktif dan isometrik menimbulkan nyeri yang
hebat. Deviasi radial secara pasif tidak menimbulkan nyeri. Sebaliknya
defiasi ulnar secara aktif menimbulkan nyeri yang hebat

3. Kontraktur dupuytren
Kontraktur dupuytren adalah suatu hipertropi nodular dan kontraktur
dari fasia telapak tangan superfisial (aponeurosis palmaris). Keadaan ini

12
diwarisi sebagai sifat autosomal dominan dan paling sering terjadi pada
orang keturunan eropa.

4. Rheumatoid Athritis
Rheumatoid arthritis adalah penyakit inflamasi non-bakterial yang
bersifat sistemik, progresif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta
jaringan ikat sendi secara simetris.

5. Osteoartritis
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit degenerasi pada sendi yang
melibatkan kartilago, lapisan sendi, ligamen, dan tulang sehingga
menyebabkan nyeri dan kekakuan pada sendi (CDC, 2014).

2.8.TATALAKSANA

Adapun tatalaksana dari trigger thumb sebagai berikut :7

a. Terapi Medikamentosa
- Pengobatan OAINS
Berikan pengobatan non steroid seperti aspirin, ibuprofen,
naprosyn, atau ketoprofen.
- Injeksi Korstikosteroid
Lini pertama dari tatalaksana adalah injeksi steroid. Injeksi
kortikosteroid untuk pengobatan trigger thumb telah dilakukan sejak
1953. Tindakan Ini harus dicoba sebelum intervensi bedah karena
sangat efektif (hingga 93%), terutama pada pasien non-diabetes dengan
onset baru-baru ini terkena gejala dan satu digit dengan nodul teraba.
Hal ini diyakini bahwa injeksi kortikosteroid kurang berhasil pada
pasien dengan penyakit lama (durasi > 6 bulan), diabetes mellitus, dan
keterlibatan beberapa digit karena tidak mampu untuk membalikkan
perubahan metaplasia chondroid yang terjadi pada pulley A1.
Tatalaksana non-invasif ataupun tatalaksana injeksi steroid
ditentukan oleh tingkat keparahan gejalanya (semakin parah gejalanya

13
maka akan semakin baik responnya terhadap terapi injeksi), level
aktivitas pasien (seberapa cepat pasien harus kembali ke tempat kerja),
atau berdasarkan pilihan pasien dan klinisi.
Injeksi kortikosteroid lokal dikombinasikan dengan anastesi lokal.
Bidai dapat digunakan setelah injeksi selama beberapa hari yang
bertujuan untuk melindungi area suntikan. Karena diperlukan waktu 3
sampai 5 hari bagi obat untuk memberikan efek, dan pasien disarankan
untuk menghindari aktivitas tangan sebisa mungkin selama 1 minggu
setelah injeksi. Injeksi biasanya bermanfaat dan kerap kali kuratif.
Beberapa penelitian Cochrane menemukan bahwa injeksi
kortikosteroid lebih bermanfaat dibandingkan dengan penggunaan
placebo dengan tingkat keberhasilan yang variatif. Sebuah studi
menunjukkan terjadi peningkatan keberhasilan terapi dari 54% menjadi
88% 1 tahun setelah injeksi. Prosedur ini tidak terlalu efektif pada
pasien dengan beberapa komplikasi seperti diabetes atau RA, atau
ketika kondisi tersebut terjadi lebih dari 4 bulan. Injeksi diberikan
secara langsung ke dalam selubung tendon. Namun, laporan
menunjukkan bahwa injeksi ekstrasinovial mungkin efektif, sambil
mengurangi risiko tendon ruptur (pecah). Pecah Tendon adalah
komplikasi yang sangat jarang, hanya satu kasus yang dilaporkan.
Komplikasi lain termasuk atrofi kulit, nekrosis lemak, hipopigmentasi
kulit sementara elevasi glukosa serum pada penderita diabetes, dan
infeksi. Jika gejala tidak hilang setelah injeksi pertama, atau muncul
kembali setelah itu, suntikan kedua biasanya lebih mungkin untuk
berhasil sebagai tindakan awal.

b. Terapi Non Medikamentosa


- Pembedahan
Pada orang dewasa, injeksi kortikosteroid direkomendasikan
sebelum memutuskan untuk melakukan tindakan pembedahan.
Intervensi berupa pembedahan memiliki tingkat keberhasilan yang
tinggi apabila terapi konservatif gagal atau direkomendasikan bagi

14
pasien yang ingin sembuh dengan cepat atau sembuh total dari
disabilitas ini. Orang dengan diabetes, RA, keterlibatan banyak sendi,
dan onset pada usia muda lebih cenderung membtuhkan terapi bedah.
Waktu operasi agak kontroversial dengan data yang menunjukkan
pertimbangan bedah setelah kegagalan baik tunggal maupun beberapa
suntikan kortikosteroid.
Tindakan pembedahan ini pertama kali diperkenalkan oleh
Lorthioir pada tahun 1958. Fungsi operasi biasanya bertujuan
melonggarkan jalan bagi tendon yaitu dengan cara membuka
selubungnya. Dalam penyembuhannya, kedua ujung selubung yang
digunting akan menyatu lagi, tetapi akan memberikan ruang yang lebih
longgar, sehingga tendon akan bisa bebas keluar masuk.
Terdapat dua tipe umum dari pembedahan untuk kondisi ini yaitu
operasi pelepasan tendon A1 standar dan operasi pelepasan tendon A1
secara perkutaneus. Pada suatu studi mengenai teknik pelepasan
tendon A1 secara perkutaneus angka kesuksesan mencapai 100% pada
12 minggu follow up. Kedua teknik bedah ini secara umum efektif dan
memiliki resiko komplikasi yang rendah.

Gambar 4. Pembedahan

- Rehabilitasi Medik
Rehabilitasi medik menurut WHO adalah semua tindakan yang
ditujukan guna mengurangi dampak cacat handikap serta
meningkatkan kemampuan penyandang cacat mengenai integritas

15
sosial.Tujuan rehabilitasi medik pada pasien Trigger thumb adalah
mengembalikan fungsi yang terganggu akibat kekakuan sendi jari
sehingga pasien dapat kembali melakukan aktivitas kerja sehari-hari
dan bersosialisasi dengan masyarakat.
Rehabilitasi dapat meliputi tatalaksana okupasional dan terapi
fisik pada tangan yang mengalami masalah. Terapi tidak perlu diawasi
secara umum, kecuali pada kondisi yaitu pasien mengalami penurunan
kekuatan otot yang signifikan, penurunan ROM yang signifikan,
penurunan fungsi akibat terlalu lama dibidai dan tidak digunakan,
ketika modalitas seperti ultrasound dan iontophoresis disarankan
untuk mengurangi inflamasi, dan ketika pembidaian dirasakan perlu.
Terapi difokuskan untuk meningkatkan fungsi serta mengurangi
inflamasi dan nyeri. Terapi dapat dilakukan dengan teknik seperti pijat
es, mandi kontras, ultrasound, dan iontophoresis dengan penggunaan
steroid lokal. Bagi orang dengan tangan yang sangat besar atau kecil
atau variasi anatomi yang lain (contohnya : sendi yang mengalami
artritis), bidai yang dimodifikasi dapat lebih pas dan memungkinkan
pasien untuk bergerak dengan lebih baik pada saat bekerja daripada
bidai buatan pabrik. ROM dan kekuatan dapat ditingkatkan sebelum
dan sesudah tindakan operasi.
a. Program fisioterapi
1. Pemanasan
- Pemanasan superfisial dengan infra red
- Pemanasan profunda berupa shortwave diathermy
2. Stimulasi listrik
Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi
otot untuk mencegah atau memperlambat terjasi atrofi sambil
menunggu proses regenerasi dan memperkuat otot yang
masih lemah. Misalnya, dengan faradisasi yang tujuannya
adalah untuk menstimulasi otot redukasi dari aksi otot,
melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta
mencegah atau merenggangkan perlengketan.

16
b. Program Ortotik Prostetik
1. Splinting
Tujuan splinting adalah untuk mencegah gesekan yang
disebabkan oleh pergerakan tendon fleksor melalui pulley A1
yang sakit sampai hilangnya peradangan. Secara umum
splinting merupakan pilihan pengobatan yang tepat pada
pasien yang menolak atau ingin menghindari injeksi
kortikosteroid. Sebuah studi pekerja manual dengan
interfalangealis distal (DIP) di splint dalam ekstensi penuh
selama 6 minggu menunjukkan pengurangan gejala pada
lebih dari 50% pasien.
Dalam studi lain, teknik splint dilakukan dengan cara
membidai sendi metakarpalphalangeal pada sudut 10-15o
pada posisi fleksi dengan bagian proksimal dan distal
interphalang yang bebas, dilakukan hingga 6 minggu secara
terus menerus. Cara ini cukup efektif, meskipun lebih kurang
efektifitasnya pada ibu jari. Untuk pasien yang paling
terganggu oleh gejala mengunci di pagi hari, splinting sendi
PIP pada malam hari dapat menjadi efektif. splinting
menghasilkan tingkat keberhasilan yang lebih rendah pada
pasien dengan gejala trigger thumb yang berat atau lama.

Gambar 5. Teknik Splint

17
c. Home Program
- Kompreskan es selama lima sampai lima belas menit pada
daerah yang bengkak dan nyeri.
- Hindari aktifitas yang mengakibatkan tendon mudah
teriritasi, seperti latihan jari yang berulang-ulang.

2.9.KOMPLIKASI

Adapun komplikasi dari trigger thumb sebagai berikut :8

 Komplikasi dari Penyakit

Komplikasi biasanya jarang dan dapat termasuk kehilangan ROM

secara permanen dari perkembangan kontraktur pada jari yang terkena,

kebanyakan pada sendi proksimal interphalang. Lebih jarang lagi pada

nyeri kronis dapat berkembang walaupun sudah diberikan pengobatan.

 Komplikasi dari Terapi

Komplikasi dari terapi terutama dari NSAID, telah banyak

diketahui termasuk efek samping gastrik, renal, dan hepatik.

Komplikasi dari injeksi kortikosteroid lokal termasuk depigmentasi

kulit, dermatitis, atrofi dari sel lemak, rupture tendon, kerusakan saraf

sensoris dari jari, dan infeksi. Individu dengan RA lebih sering

mengalami rupture tendon; karena itu injeksi berulang tidak

direkomendasikan pada kasus ini. Untuk kompikasi pembedahan

termasuk infeksi dan kerusakan saraf.

18
2.10. PROGNOSIS

Adapun prognosis dari trigger thumb sebagai berikut :2,8

 Quo ad Vitam : bonam


 Quo ad Functionam : bonam
 Quo ad sanationam : bonam
Pasien yang membutuhkan tindakan bedah umumnya memiliki hasil
yang sangat baik. Prognosis pada Trigger thumb sangat baik, kebanyakan
pasien merespon terhadap injeksi kortikosteroid dengan atau tanpa bebat
terkait. Beberapa kasus jari macet mungkin dapat sembuh secara spontan
dan kemudian terulang kembali tanpa korelasi yang jelas dengan
pengobatan atau faktor memperburuk.

19
BAB III
KESIMPULAN

Trigger finger/thumb (juga dikenal sebagai tenosinovitis stenosis) adalah


keadaan dimana jari menjadi ‘terkunci’ setelah difleksikan terkait adanya
inflamasi pada selubung sinovial (synovial sheath) yang menyebabkan tendon
tidak dapat meluncur bolak-balik. Pada keadaan ini pasien dapat memfleksikan
jari tangannya namun saat diluruskan kembali dapat mengalami kesulitan
sehingga membutuhkan bantuan dari tangan lain. Trigger finger/thumb dapat
terjadi pada semua jari-jari tangan namun paling sering pada ibu jari dan jari
manis pada tangan yang dominan. Pada sebagian besar kasus trigger finger
penyebabnya adalah idiopatik Paling sering pada usia 50-60 tahun dan dilaporkan
bahwa wanita memiliki faktor risiko 6 kali dibandingkan laki-laki.

Diagnosis Trigger finger/thumb ditegakkan berdasarkan anamnesis dan


pemeriksaan fisis. Pasien yang tidak memiliki riwayat trauma tidak perlu
dilakukan pemeriksaan radiografi secara rutin. Tatalaksana pasien dapat dilakukan
dengan pemberian terapi non medikamentosa seperti terapi rehabilitasi dan terapi
pembedahan, juga dapat diberikan terapi medikamentisa seperti pemberian
NSAID dan injeksi kortikosteroid lokal. Prognosis pada Trigger finger/thumb
secara umum baik dengan terapi yang sesuai namun pada beberapa pasien ada
yang mengalami komplikasi dari penyakit maupun efek samping pada
pengobatan/terapi yang diberikan.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Frontera WR, Silver JK, Rizzo TD. Essentials of Physical Medicine and
Rehabilitation : Musculoskeletal Disorders, Pain, and Rehabilitation.
Philadelphia : Elsevier Saunders. 2015.
2. Makkouk AH, Oetgen ME, Swigart CR, Dodds SD. Trigger Finger.
Current Review Musculoskelet Med. 1(2) : 92-96. . 2007
3. Jeanmonod R and Waseem M. Trigger Finger. StatPearls Publishing. .
2018
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459310/.
diakses pada 30 Desember 2018
4. Magee DJ, Zachazewski JE, Quillen WS. Pathology and Intervention in
Musculoskeletal Rehabilitation. Minsouri : Elsevier. 2009
5. Appley, A. G and Solomon, L. Buku ajar Orthopedi & Fraktur Sistem
Aplley; Edisi 7, Widya Medika, Jakarta.1995
6. Rasjad, Chairuddin; Pengantar Ilmu Bedah Oropedi; pp 216, Yarsis
Watampone. Jakarta. 2009
7. Fauzi,A.Naskah Publikasi Artikel Trigger Finger. 2015
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=328326&val=5503&t
itle=Trigger%20Finger.
diakses pada 30 Desember 2018
8. Akhtar S,et al. Management and Referral for Trigger Finger/Thumb. .
2005 https://www.hiqa.ie/system/files/Trigger_Finger.pdf.
diakses pada 30 Desember 2018

21

Anda mungkin juga menyukai