Anda di halaman 1dari 7

Pendahuluan

Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang dihasilkan di bagian korteks
kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan
oleh kelenjar hipofisis. Hormon ini berperan pada banyak sistem fisiologis pada tubuh, misalnya
tanggapan terhadap stres, tanggapan sistem kekebalan tubuh, dan pengaturan inflamasi,
metabolisme karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah, serta tingkah laku.
Kelenjar adrenal terdiri dari 2 bagian yaitu bagian korteks dan medulla, sedangkan bagian
korteks terbagi lagi menjadi 2 zona yaitu fasikulata dan glomerulosa. Zona fasikulata
mempunyai peran yang lebih besar dibandingkan zona glomerulosa. Zona fasikulata
menghasilkan 2 jenis hormon yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Golongan
glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar
dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan
elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang
merupakan glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon,
triamsinolon, dan betametason.
Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap
keseimbangan air dan elektrolit menimbulkan efek retensi Na dan deplesi K, sedangkan
pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Oleh karena itu
mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi. Prototip dari golongan ini adalah
desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi yang
berarti, kecuali 9 α-fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan
sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar.

Klasifikasi Kortikosteroid
Kortikosteroid dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan atas aktivitas biologis yang
menonjol darinya, yakni:
1. Glukokortikoid (contohnya kortisol) yang berperan mengendalikan metabolisme
karbohidrat, lemak, dan protein, juga bersifat anti inflamasi dengan cara menghambat
pelepasan fosfolipid, serta dapat pula menurunkan kinerja eosinofil.
2. Mineralokortikoid (contohnya aldosteron), yang berfungsi mengatur kadar elektrolit
dan air, dengan cara penahanan garam di ginjal.
Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu
kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal.

Mekanisme Kerja
Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul
hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan target,
kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami perubahan bentuk, lalu
bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi
RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek
fisiologis steroid. Pada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang
transkripsi dan sintesis protein spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblas
hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel-
sel limfoid, hal ini menimbulkan efek katabolik.
Metabolisme kortikosteroid sintetis sama dengan kortikosteroid alami. Kortisol (juga
disebut hydrocortison) memiliki berbagai efek fisiologis, termasuk regulasi metabolisme
perantara, fungsi kardiovaskuler, pertumbuhan dan imunitas. Sintesis dan sekresinya diregulasi
secara ketat oleh sistem saraf pusat yang sangat sensitif terhadap umpan balik negatif yang
ditimbulkan oleh kortisol dalam sirkulasi dan glukokortikoid eksogen (sintetis). Pada orang
dewasa normal, disekresi 10-20 mg kortisol setiap hari tanpa adanya stres. Pada plasma, kortisol
terikat pada protein dalam sirkulasi. Dalam kondisi normal sekitar 90% berikatan dengan
globulin-2 (CBG/ corticosteroid-binding globulin), sedangkan sisanya sekitar 5-10% terikat
lemah atau bebas dan tersedia untuk digunakan efeknya pada sel target. Jika kadar plasma
kortisol melebihi 20-30%, CBG menjadi jenuh dan konsentrasi kortisol bebas bertambah dengan
cepat. Kortikosteroid sintetis seperti dexametason terikat dengan albumin dalam jumlah besar
dibandingkan CBG.
Waktu paruh kortisol dalam sirkulasi, normalnya sekitar 60-90 menit, waktu paruh dapat
meningkat apabila hydrocortisone (prefarat farmasi kortisol) diberikan dalam jumlah besar, atau
pada saat terjadi stres, hipotiroidisme atau penyakit hati. Hanya 1% kortisol diekskresi tanpa
perubahan di urin sebagai kortisol bebas, sekitar 20% kortisol diubah menjadi kortison di ginjal
dan jaringan lain dengan reseptor mineralokortikoid sebelum mencapai hati. Perubahan struktur
kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mula kerja dan lama kerja juga mempengaruhi
afinitas terhadap reseptor, dan ikatan protein. Prednison adalah prodrug yang dengan cepat
diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam tubuh.
Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi
akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik, atau alergen. Secara mikroskopik obat ini
menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler, migrasi
leukosit ke tempat radang dan aktivitas fagositosis. Selain itu juga dapat menghambat
manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan
kolagen dan pembentukan sikatriks. Hal ini karena efeknya yang besar terhadap konsentrasi,
distribusi dan fungsi leukosit perifer dan juga disebabkan oleh efek supresinya terhadap cytokyne
dan chemokyne imflamasi serta mediator inflamasi lipid dan glukolipid lainnya. Inflamasi, tanpa
memperhatikan penyebabnya, ditandai dengan ekstravasasi dan infiltrasi leukosit kedalam
jaringan yang mengalami inflamasi. Peristiwa tersebut diperantarai oleh serangkaian interaksi
yang komplek dengan molekul adhesi sel, khususnya yang berada pada sel endotel dan dihambat
oleh glukokortikoid. Sesudah pemberian dosis tunggal glukokortikoid dengan masa kerja
pendek, konsentrasi neutrofil meningkat , sedangkan limfosit, monosit dan eosinofil dan basofil
dalam sirkulasi tersebut berkurang jumlahnya. Perubahan tersebut menjadi maksimal dalam 6
jam dan menghilang setelah 24 jam. Peningkatan neutrofil tersebut disebabkan oleh peningkatan
aliran masuk ke dalam darah dari sum-sum tulang dan penurunan migrasi dari pembuluh darah,
sehingga menyebabkan penurunan jumlah sel pada tempat inflamasi.
Glukokortikoid juga menghambat fungsi makrofag jaringan dan sel penyebab
antigen lainnya. Kemampuan sel tersebut untuk bereaksi terhadap antigen dan mitogen
diturunkan. Efek terhadap makrofag tersebut terutama menandai dan membatasi kemampuannya
untuk memfagosit dan membunuh mikroorganisme serta menghasilkan tumor nekrosis factor-a,
interleukin-1, metalloproteinase dan activator plasminogen. Selain efeknya terhadap fungsi
leukosit, glukokortikoid mempengaruhi reaksi inflamasi dengan cara menurunkan sintesis
prostaglandin,leukotrien dan platelet-activating factor.

Potensi Dosis
Lama
Kortikosteroid ekuivalen
Mineralkortikoid Glukokortikoid kerja
(mg)*
Glukokortikoid
Kortisol 1 1 S 20
(hidrokortison)
Kortison 0,8 0,8 S 25
6-α-metilprednisolon 0,5 5 I 4
Prednisone 0,8 4 I 5
Prednisolon 0,8 4 I 5
Triamsinolon 0 5 I 4
Parametason 0 10 L 2
Betametason 0 25 L 0,75
Deksametason 0 25 L 0,75
Mineralokortikoid
Aldosteron 300 0.3 S -
Fluorokortison 150 15.0 I 2.0
Desoksikortikosteron 20 0.0 - -
asetat

Klasifikasi Nama Dagang Nama Generik


Golongan 1: (super Diprolene ointment 0,05% betamethason
poten) Diprolene AF cream dipropionate
Psorcon ointment
Temovate ointment 0,05% diflorasone diacetate
Temovate cream 0,05% clobetasol propionate
Olux foam
Ultravate ointment
Ultravate cream 0,05% halobetasol propionate

Cyclocort ointment
Golongan II: (potensi Diprosone ointment 0,1% amcinonide
tinggi) Elocon ointment 0,05% betamethasone
Florone ointment dipropionate
Halog ointment 0,01% mometasone fuorate
Halog cream 0,05% diflorasone diacetate
Halog solution 0,01% halcinonide
Lidex ointment
Lidex cream
Lidex gel 0,05% fluocinonide
Lidex solution
Maxiflor ointment
Maxivate ointment
Maxivate cream 0,05% diflorasone diacetate
Topicort ointment 0,05% betamethasone
Topicort cream dipropionate
Topicort gel
0,25% desoximetasone
Aristocort A ointment
Golongan III: (potensi Cultivate ointment 0,05% desoximetasone
tinggi) Cyclocort cream
Cyclocort lotion 0,1% triamcinolone acetonide
Diprosone cream 0,005% fluticasone propionate
Flurone cream 0,1 amcinonide
Lidex E cream
Maxiflor cream 0,05% betamethasone
Maxivate lotion dipropionate
Topicort LP cream 0,05% diflorosone diacetate
Valisone ointment 0,05% fluocinonide
0,05% diflorosone diacetate
Aristocort ointment 0,05% betamethasone
Golongan IV: (potensi Cordran ointment dipropionate
medium) Elocon cream 0,05% desoximetasone
Elocon lotion 0,01% betamethasone valerate
Kenalog ointment
Kenalog cream 0,1% triamcinolone acetonide
Synalar ointment 0,05% flurandrenolide
Westcort ointment 0,1% mometasone furoate

Cordran cream 0,1% triamcinolone acetonide


Golongan V: (potensi Cutivate cream
medium) Dermatop cream 0,025% fluocinolone acetonide
Diprosone lotion 0,2% hydrocortisone valerate
Kenalog lotion
Locoid ointment 0,05% flurandrenolide
Locoid cream 0,05% fluticasone propionate
Synalar cream 0,1% prednicarbate
Tridesilon ointment 0,05% betamethasone
Valisone cream dipropionate
Westcort cream 0,1% triamcinolone acetonide
0,1% hydrocortisone butyrate
Aclovate ointment
Golongan VI: (potensi Aclovate cream 0,025% fluocinolone acetonide
medium) Aristocort cream 0,05% desonide
Desowen cream 0,1% betamethasone valerate
Kenalog cream 0,2% hydrocortisone valerate
Kenalog lotion
Locoid solution 0,05% aclometasone
Synalar cream
Synalar solution 0,1% triamcinolone acetonide
Tridesilon cream 0,05% desonide
Valisone lotion 0,025% triamcinolone acetonide

Obat topical dengan 0,1% hydrocortisone butyrate


Golongan VII: (potensi hidrokortison, dekametason, 0,01% fluocinolone acetonide
lemah) glumetalone, prednisolone,
dan metilprednisolone 0,05% desonide
0,1% betamethasone valerate
Efek Samping Penggunaan Steroid dalam Jangka Waktu yang Lama
 Pengurangan produksi cortisol sendiri. Selama dan setelah pengobatan steroid, maka
kelenjar adrenal memproduksi sendiri sedikit cortisol, yang dihasilkan dari kelenjar di
bawah otak-hypopituitary-adrenal (HPA) penindasan axis. Untuk sampai dua belas bulan
setelah steroids dihentikan, kurangnya respon terhadap steroid terhadap stres seperti
infeksi atau trauma dapat mengakibatkan sakit parah.
 Osteoporosis terutama perokok, perempuan postmenopausal, orang tua, orang-orang yang
kurang berat atau yg tak bergerak, dan pasien dengan diabetes atau masalah paru-paru.
Osteoporosis dapat menyebabkan patah tulang belakang, ribs atau pinggul bersama
dengan sedikit trauma. Ini terjadi setelah tahun pertama dalam 10-20% dari pasien
dirawat dengan lebih dari 7.5mg Prednisone per hari. Hal ini diperkirakan hingga 50%
dari pasien dengan kortikosteroid oral akan mengalami patah tulang.
 Penurunan pertumbuhan pada anak-anak, yang tidak dapat mengejar ketinggalan jika
steroids akan dihentikan (tetapi biasanya tidak).
 Otot lemah, terutama di bahu dan otot paha.
 Jarang, nekrosis avascular pada caput tulang paha (pemusnahan sendi pinggul).
 Meningkatkan diabetes mellitus (gula darah tinggi).
 Kenaikan lemak darah (trigliserida).
 Redistribusi lemak tubuh: wajah bulan, punuk kerbau dan truncal obesity.
 Retensi garam: kaki bengkak, menaikkan tekanan darah, meningkatkan berat badan dan
gagal jantung.
 Kegoyahan dan tremor.
 Penyakit mata, khususnya glaukoma (peningkatan tekanan intraocular) dan katarak
subcapsular posterior.
 Efek psikologis termasuk insomnia, perubahan mood, peningkatan energi, kegembiraan,
delirium atau depresi.
 Sakit kepala dan menaikkan tekanan intrakranial.
 Peningkatan resiko infeksi internal, terutama ketika dosis tinggi diresepkan (misalnya
tuberkulosis).
 Ulkus peptikum, terutama pada pengobatan yang menggunakan anti-inflamasi.
 Ada juga efek samping dari mengurangi dosis; termasuk kelelahan, sakit kepala, nyeri
otot dan sendi dan depresi.
Pada pengobatan jangka panjang harus waspada terhdap efek samping, hendaknya
diperiksa tekanan darah dan berat badan (seminggu sekali) terutama pada usia diatas 40 tahun
dan pemeriksaan laboratorium Hb, jumlah leukosit, hitung jenis, L.E.D, urin lengkap kadar Na
dan K dalam darah, gula darah (seminggu sekali), foto toraks, apakah ada tuberkulosis paru
(3bulan sekali).

Anda mungkin juga menyukai